• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Didaktis Pada Pembuktian Luas Daerah Bangun Datar Segitiga dan Segiempat Untuk Mengatasi Learning Obstacle Siswa Sekolah Menengah Pertama.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain Didaktis Pada Pembuktian Luas Daerah Bangun Datar Segitiga dan Segiempat Untuk Mengatasi Learning Obstacle Siswa Sekolah Menengah Pertama."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Resgiana (1001048). Desain Didaktis Pada Pembuktian Luas Daerah Bangun Datar Segitiga dan Segiempat Untuk Mengatasi Learning Obstacle Siswa Sekolah Menengah Pertama.

Penelitian ini berjudul “Desain Didaktis Pada Pembuktian Luas Daerah Bangun Datar Segitiga dan Segiempat Untuk Mengatasi Learning Obstacle Siswa Sekolah Menengah Pertama”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya learning

obstacle, khususnya hambatan epistimologis pada materi luas daerah bangun datar

segitiga dan segiempat. Untuk mengurangi hambatan epistimologis, dibuatlah desain didaktis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui desain didaktis materi luas daerah bangun datar segitiga dan segiempat dan mengetahui sejauh mana desain didaktis ini dapat mengatasi hambatan epistimologis pada materi luas daerah bangun datar segitiga dan segiempat. Penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 49 Bandung pada kelas VII-2 menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpuan data melalui tes, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini berupa desain didaktis pada materi luas daerah bangun datar segitiga dan segiempat yang terdiri dari lima lesson design dan dengan desain didaktis yang telah dikembangkan ini dapat mengatasi learning obstacle yang muncul. Desain didaktis ini dapat dijadikan salah satu alternatif bahan ajar pada pembelajaran materi luas daerah bangun datar segitiga dan segiempat.

Kata kunci: Learning Obstacle, hambatan epistimologis, desain didaktis,

(2)

ABSTRACT

Resgiana (1001048). Didactic Design The Proof Area of Triangle and Quadrilateral to Solve Learning Obstacle Junior High School Student.

This study entitled “Didactic Design The Proof Area of Triangle and Quadrilateral to Solve Learning Obstacle Junior High School Student”. This research is motivated by the learning obstacle, especially epistimological obstacle in the area of materials triangles and quadrilaterals. Didactic design make for decreasing epistimological obstacle. The purpose of research is to know didactical design in the area of materials triangles and quadrilaterals and to know how didactical design to solve epistimological obstacle in the area of materials triangles and quadrilaterals. The research where did in SMP 49 Bandung at class VII-2 used qualitative method and with data qualitative where collected from test, observation, and documentation. The result is didactical lesson in the area of materials triangles and quadrilaterals that consist of five lesson design and with this lesson can solve epistimological obstacle. The didactic design can be used as one of alternative instructional on learning in te area of materials triangles and quadrilaterals.

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 6

1.3. Batasan Masalah ... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

1.6. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Learning Obstacle (LO)... 9

2.2. Didactical Design Research (DDR) ... 11

2.3. Teori-Teori Pembelajaran yang Relevan ... 15

2.3.1. Teori Bruner ... 15

2.3.2. Teori Ausubel ... 16

2.3.3. Teori APOS ... 17

2.3.4. Teori Vygotsky... 18

2.3.5. Teori Van Hiele ... 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ... 22

3.2. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 23

(4)

3.4. Instrumen Penelitian ... 24

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 24

3.6. Teknik Analisis Data ... 25

3.7. Uji Keabsahan Data ... 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 26

4.1.1. Desain Didaktis dan Hasil Implementasinya ... 26

4.1.2. Learning Obstacle Setelah Implementasi Desain Didaktis ... 94

4.2. Pembahasan ... 95

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 98

5.2. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 102

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

4.1 Lesson Design 1 (Situasi Didaktis 1) ... 29

4.2 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 1 ... 31

4.3 Lesson Design 1 (Situasi Didaktis 2) ... 32

4.4 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 2 ... 36

4.5 Lesson Design 1 (Situasi Didaktis 3) ... 37

4.6 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 3 ... 40

4.7 Lesson Design 2 (Situasi Didaktis 1 dan 2) ... 41

4.8 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 1 dan 2... 46

4.9 Lesson Design 2 (Situasi Didaktis 3) ... 48

4.10 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 3 ... 54

4.11 Lesson Design 3 (Situasi Didaktis 1) ... 55

4.12 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 1 ... 61

4.13 Lesson Design 3 (Situasi Didaktis 2) ... 62

4.14 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 2 ... 64

4.15 Lesson Design 3 (Situasi Didaktis 3) ... 65

4.16 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 3 ... 66

4.17 Lesson Design 3 (Situasi Didaktis 4) ... 67

4.18 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 4 ... 68

(6)

4.20 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 5, 6, dan 7... 75

4.21 Lesson Design 4 (Situasi Didaktis 1) ... 76

4.22 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 1 ... 79

4.23 Lesson Design 4 (Situasi Didaktis 2) ... 80

4.24 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 2 ... 83

4.25 Lesson Design 4 (Situasi Didaktis 3, 4, dan 5) ... 84

4.26 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 3, 4, dan 5... 86

4.27 Lesson Design 5 (Situasi Didaktis 1) ... 87

4.28 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

Situasi Didaktis 1 ... 90

4.29 Lesson Design 4 (Situasi Didaktis 2) ... 91

4.30 Respon Siswa yang Muncul dan Bantuan Guru pada

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Soal 1 ... 4

1.2 Soal 4 ... 4

1.3 Soal 5 ... 4

1.4 Soal 6 ... 5

2.1 Segitiga Didaktis yang dimodifikasi ... 12

4.1 Skema Penyusunan Desain Didaktis ... 26

4.2 Skema Desain Didaktis ... 27

4.3 Contoh Jawaban pada Kegiatan 1a ... 30

4.4 Contoh Jawaban pada Kegiatan 1c ... 31

4.5 Contoh Jawaban pada Kegiatan 2d ... 46

4.6 Contoh Jawaban pada Kegiatan 3 ... 53

4.7 Contoh Jawaban pada Kegiatan 3 ... 53

4.8 Contoh Jawaban pada Kegiatan 3 ... 54

4.9 Segitiga Ajaib ... 59

4.10 Contoh Jawaban pada Kegiatan 1a ... 60

4.11 Contoh Jawaban pada Kegiatan 1e ... 60

4.12 Contoh Jawaban pada Kegiatan 2b ... 63

4.13 Contoh Jawaban pada Kegiatan 5 ... 74

4.14 Contoh Jawaban pada Kegiatan 1b ... 78

4.15 Contoh Jawaban pada Kegiatan 2a ... 82

4.16 Contoh Jawaban pada Kegiatan 2d ... 83

4.17 Contoh Jawaban pada Kegiatan 3 ... 86

4.18 Contoh Jawaban pada Kegiatan 1b ... 89

4.19 Contoh Jawaban pada Kegiatan 1b ... 90

4.20 Contoh Jawaban pada Kegiatan 2c dan 2d ... 93

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

A. Chapter Design ... 103

B. Lesson Design ... 105

C. Learning Obstacle ... 142

D. Surat Izin Penelitian ... 144

E. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 145

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya semua siswa akan mengalami kesulitan walaupun mereka

telah mengeluarkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk belajar. Pengetahuan dan

pemahaman yang didapat oleh mereka tetap sedikit walaupun mereka telah

berusaha semaksimal mungkin. Belajar adalah proses berpikir. Sementara itu,

berpikir merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Jadi, pada

hakikatnya sulit diketahui apakah seseorang itu sedang melakukan proses belajar

atau tidak. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari gejala-gejala perubahan

perilaku yang tampak. Sebagaimana diungkapkan oleh Sanjaya (2006) bahwa

belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga

menyebabkan munculnya perilaku.

Seorang siswa dapat belajar dari semua pengalaman yang ia peroleh pada

proses pembelajaran. Pembelajaran pada hakikatnya melibatkan tiga aspek yaitu

guru, materi, dan siswa. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan erat. Suherman et

al (2001) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan upaya penataan

lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang

secara optimal. Proses belajar lahir dalam diri seorang individu. Siswa dalam

kondisi belajar dapat diamati dan dicermati melalui indikator aktivitas yang

dilakukan, yaitu perhatian fokus, antusias, bertanya, menjawab, berkomentar,

presentasi, diskusi, mencoba, menduga, atau menemukan. Tentunya belajar

dengan proses pembelajaran akan melibatkan banyak peran terutama dalam

pembelajaran di lingkup persekolahan yang membutuhkan adanya peran guru,

bahan belajar, dan lingkungan yang kondusif yang sengaja diciptakan. Sebaliknya

siswa dalam kondisi tidak belajar adalah kontradiksi dari aktivitas tersebut,

mereka hanya berdiam diri, beraktivitas tak relevan, pasif, atau menghindar.

Menurut Silver (Turmudi, 2010) dalam pembelajaran matematika, siswa

tidak baik apabila dipaksa untuk mengingat seluruh materi yang ada. Hal yang

(10)

2

paham suatu konsep umum maka mereka akan terus mengingat sampai kapanpun

tentang keseluruhan topik tersebut. Tidak baik juga, ketika siswa dihadapkan

dengan belajar yang pasif, dimana siswa hanya melihat bagaimana gurunya

menjelaskan gurunya mendemonstrasikan penyelesaian soal-soal matematika di

papan tulis, kemudian mencatat ulang dalam bukunya. Takutnya kebiasaan siswa

ini menjadi masalah yang besar saat siswa diberikan soal yang berbeda yang

belum pernah diberikan oleh gurunya.

Pembelajaran matematika yang terjadi di dalam kelas pada dasarnya

merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh guru sebagai pendidik dan siswa

sebagai peserta didik dalam kegiatan pengajaran matematika dengan

menggunakan sarana dan fasilitas pendidikan yang ada guna mencapai tujuan

yang telah ditetapkan dalam kurikulum pembelajaran. Menurut Suryadi (2010),

pembelajaran matematika pada dasarnya berkaitan dengan tiga hal yaitu guru,

siswa, dan materi matematika. Matematika yang dipahami secara tekstual dari

bahan-bahan ajar tertulis seperti buku atau jurnal dapat kehilangan makna proses

(doing math) serta konteks. Pembelajaran matematika bertujuan untuk

mempersiapkan siswa agar dapat mempelajari matematika sebagai pola pikir

dalam kehidupan sehari-hari dan matematika sebagai ilmu. Untuk mencapai itu

semua, guru yang menjadi pentransfer materi matematika harus lebih dapat

mempersiapkan siswa agar mampu menggunakan matematika sebagai ilmu dan

solusi dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.

Sejalan dengan maksud dari pembelajaran matematika menurut standar isi

untuk satuan pendidikan dasar dan menengah (BSNP, 2006) bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

(11)

3

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan diatas tidak bisa optimal jika siswa hanya mendapatkan informasi

yang bersifat tekstual sebagaimana pendapat de Lange (Turmudi, 2010) yang

mengatakan bahwa pembelajaran (matematika) seringkali ditafsirkan sebagai

kegiatan yang dilaksanakan guru, ia mengenalkan subjek, memberikan satu atau

dua contoh, lalu ia mungkin menanyakan satu atau dua pertanyaan, dan pada

umumnya meminta siswa yang biasanya mendengarkan secara pasif untuk

menjadi aktif dengan mulai mengerjakan latihan yang diambil dari buku. Apabila

hal tersebut dilakukan berulang kali oleh individu seorang guru maka materi yang

disampaikan tersebut tidak akan membuat siswa paham. Akhirnya siswa

mengalami kesulitan-kesulitan yang disebut sebagai hambatan belajar (learning

obstacle).

Hambatan belajar menurut Brousseau (Suratno, 2009) disebabkan oleh tiga

faktor, yaitu hambatan ontogeni (kesiapan mental belajar), didaktis (pengajaran

guru atau bahan ajar), dan epistimologis (pengetahuan siswa yang memiliki

konteks aplikasi yang terbatas). Hambatan dan kesulitan siswa dalam mempelajari

suatu konsep, khususnya yang bersifat epistimologis sebenarnya dapat dijadikan

pertimbangan bagi guru dalam merencanakan dan menyusun proses pembelajaran.

Sebagai contoh, dibawah ini adalah beberapa soal uji instrumen learning

obstacle materi luas daerah segitiga dan segiempat (Wulandari, 2010).

1. Diketahui sebuah persegi panjang PRSU. Jika RS = 4 cm.

Berapakah perbandingan luas daerah yang diarsir dengan yang tidak

(12)

4

U S

[image:12.595.117.507.112.273.2]

P R

Gambar 1.1 Soal 1

Hambatan siswa dalam menyeselaikan soal 1 adalah tidak dapat mengidentifikasi

daerah arsiran sebagai segitiga dan kesulitan dalam nenentukan tingginya, ini

berarti siswa belum memahami benar konsep alas dan tinggi segitiga.

4. Luas daerah sebuah jajargenjang sama dengan luas daerah sebuah persegi

yang panjang sisinya 14 cm. Jika alas jajargenjang adalah empat kali

tingginya, maka tentukanlah jumlah alas dan tingginya!

Gambar 1.2 Soal 4

Pada soal 4, beberapa siswa menganggap sisi persegi adalah tinggi jajargenjang

sehingga langsung disubtitusikan ke dalam persamaan alas dan tinggi

jajargenjang. Kesulitan siswa pada soal 4 terjadi karena kurang memahami konsep

alas dan tinggi jajargenjang dengan baik.

5. Hitunglah luas daerah gabungan bangun datar di bawah ini!

8

12 7 17

[image:12.595.117.509.522.678.2]

26

Gambar 1.3 Soal 5

Dalam mengerjakan soal ini, masih banyak siswa yang menyangka segiempat

tersebut adalah jajargenjang karena bentuknya mirip jajargenjang. Kemampuan

(13)

5

sangat lemah. Hal ini dapat mencerminkan bahwa kurangnya pemahaman siswa

akan sifat-sifat dan ciri khusus setiap bangun datar sehingga keliru dalam

menentukan jenisnya.

6. Diketahui BD = 12 cm dan AC = 35 cm, jika luas EBFD = 60 cm2 dan AE

: FC = 3 : 2, maka tentukanlah luas daerah yang diarsir!

D

A E F C

B

Gambar 1.4 Soal 6

Kebanyakan siswa belum dapat mengidentifikasi daerah arsiran tersebut

berbentuk dua buah segitiga kongruen, sehingga hal ini menunjukan bahwa siswa

mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi bentuk bangun datar.

Hal serupa terjadi ketika Meiliana (2013) melakukan penelitian dan

mendapatkan learning obstacle bahasan luas daerah belahketupat dengan soal

berikut.

Pak Sogi mempunyai kebun berbentuk belah ketupat, dengan sisi-sisinya

membentuk sudut 90o. Panjang salah satu sisi kebun tersebut yaitu 10 m.

Tentukan:

a. Jika Pak Sogi ingin memagari kebunnya, berapakah panjang pagar

yang ia butuhkan?

b. Berapa luas daerah kebun Pak Sogi?

Pada penyelesaiannya, siswa langsung menggambar bangun datar tersebut sesuai

sudutnya. Dalam menyelesaikan masalah bagian (a) tidak mempunyai kesulitan,

tetapi ketika dihadapkan pada masalah bagian (b) siswa mulai kebingunan untuk

menentukan diagonalnya. Kebanyakan siswa menganggap panjang

diagonal-diagonalnya sama dengan panjang sisinya. Hal ini menunjukan bahwa siswa

belum memahami tentang sifat-sifat bangun datar belahketupat sehingga siswa

(14)

6

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi

learning obstacle (dalam hal ini hambatan epistimologis) siswa pada materi luas

daerah bangun datar segitiga dan segiempat. Agar siswa tidak menemukan lagi

hambatan-hambatan dalam mempelajari materi luas daerah bangun datar segitiga

dan segiempat, dibutuhkan perencanaan pembelajaran yang disusun sebagai

rancangan pembelajaran berdasarkan pada kesulitan siswa yang disebut dengan

desain didaktis. Desain didaktis merupakan rancangan tertulis tentang sajian

bahan ajar. Penyusunan dan pengembangan desain didaktis berdasarkan sifat

konsep yang akan disajikan dengan mempertimbangkan learning obstacle yang

diidentifikasi. Desain didaktis tersebut dirancang guna mengurangi munculnya

learning obstacle yang dialami oleh siswa dalam setiap pembelajaran sehingga

tujuan pembelajaran terpenuhi.

Berdasarkan latar belakang ini, peneliti bermaksud mengadakan penelitian

dengan judul “Desain Didaktis Pada Pembuktian Luas Daerah Bangun Datar

Segitiga dan Segiempat Untuk Mengatasi Learning Obstacle Siswa Sekolah

Menengah Pertama”.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang ingin diteliti

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana desain didaktis pada materi luas daerah bangun datar segitiga dan

segiempat?

2. Sejauh mana desain didaktis dapat mengatasi hambatan epistimologis pada

materi luas daerah bangun datar segitiga dan segiempat?

1.3. Batasan Masalah

Agar fokus dari penelitian ini jelas, peneliti membatasi permasalahan di

atas dalam hal-hal berikut ini:

1. Pokok bahasan yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi luas daerah

bangun datar segitiga dan segiempat.

2. Learning obstacle yang dikaji dalam penelitian ini adalah hambatan

(15)

7

1.4. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, tujuan yang dapat diambil dari

penlitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui desain didaktis materi luas daerah bangun datar segitiga dan

segiempat.

2. Mengetahui sejauh mana desain didaktis ini dapat mengatasi hambatan

epistimologis pada materi luas daerah bangun datar segitiga dan segiempat.

1.5. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan ada manfaat yang dapat diambil

yaitu:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat lebih dipahami oleh siswa dalam

pembelajaran matematika tanpa adanya kesalahan konsep yang akan berakibat

pada pembelajaran matematika berikutnya.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam penyusunan bahan ajar

yang sesuai agar hambatan-hambatan yang dialami siswa dapat teratasi.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam pengembangan

pembelajaran yang sesuai dengan learning obstacle siswa dalam memahami

materi luas daerah bangun datar segitiga dan segiempat.

4. Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi sesama peneliti jika ingin

melakukan penelitian dikemudian hari.

1.6. Definisi Operasional

Definisi operasional yang dipakai dalam penelitian ini antara lain:

1. Learning obstacle merupakan hambatan atau kesulitan yang dihadapi siswa

dalam proses belajar. Dalam penelitian ini, learning obstacle yang akan dikaji

adalah hambatan epistimologis.

2. Hambatan epistimologis merupakan hambatan yang berkaitan dengan

pengetahuan seseorang yang hanya terbatas pada konteks tertentu.

3. Desain didaktis merupakan racangan tertulis tentang sajian bahan ajar.

(16)

8

akan disajikan dengan mempertimbangkan learning obstacle yang

diidentifikasi. Desain didaktis tersebut dirancang guna mengurangi munculnya

Gambar

Gambar Halaman
Gambar 1.3 Soal 5
Gambar 1.4 Soal 6

Referensi

Dokumen terkait

BAB IV PUISI PUPUJIAN DI PASANTRÉN SYAFI’IYAH AL -FALAH DESA MEKARJAYA KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATÉN GARUT PIKEUN BAHAN PANGAJARAN NGAREGEPKEUN DI SMP

Acara : DESK dalam rangka Evaluasi Penerapan PPK BLUD pada Puskesmas Tahun 2015.. BUPATI KULON PROGO

(3) Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, diharapkan dapat membekali mahasiswa sebagai calon konselor dengan keterampilan-keterampilan strategi ataupun

The results showed that simultaneous, work ethic and performance assessment significantly influence motivation of employees of PT..

Bank Rakyat Indonesia Tbk Cabang Iskandar Muda Medan dalam mencapai atau bahkan melebihi target inilah yang terlihat bahwa para karyawannya tidak memiliki motivasi yang baik

atau gagal yang nantinya dapat mempengaruhi motif berprestasi siswa. Berdasarkan identifikasi masalah mengenai perlunya suatu intervensi untuk. meningkatkan motif berprestasi,

Untuk itu diperlukan upaya terus-menerus dari manajemen organisasi dalam memberikan contoh teladan dari perilaku etos kerja yang ingin dimiliki oleh..

Kebutuhan untuk mengatasi hambatan- hambatan yang datang dari diri sendiri dalam mencapai tujuan (Bp). Kebutuhan untuk mengatasi hambatan- hambatan yang datang dari luar