• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLE PADA MATERI HUBUNGAN SUDUT PUSAT, PANJANG BUSUR, DAN LUAS JURING LINGKARAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLE PADA MATERI HUBUNGAN SUDUT PUSAT, PANJANG BUSUR, DAN LUAS JURING LINGKARAN."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLE PADA MATERI HUBUNGAN SUDUT PUSAT, PANJANG BUSUR, DAN

LUAS JURING LINGKARAN

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Mimi Nur Hajizah

NIM: 1303009

Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

(2)

Desain Didaktis untuk Mengatasi

Learning

Obstacle

pada Materi Hubungan Sudut Pusat,

Panjang Busur, dan Luas Juring Lingkaran

Oleh Mimi Nur Hajizah

S.Pd Universitas Negeri Jakarta, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Mimi Nur Hajizah 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

MIMI NUR HAJIZAH

DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLE PADA MATERI HUBUNGAN SUDUT PUSAT, PANJANG BUSUR, DAN

LUAS JURING LINGKARAN

disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing

Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed. NIP. 19580201 198403 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Program S2/S3 Pendidikan Matematika

(4)

ABSTRAK

Mimi Nur Hajizah (2015). Desain Didaktis untuk Mengatasi Learning Obstacle pada Materi Hubungan Sudut Pusat, Panjang Busur, dan Luas Juring Lingkaran

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan desain didaktis pada pembelajaran materi lingkaran SMP, khususnya hubungan sudut pusat, panjang busur, dan luas juring lingkaran. Desain didaktis yang dikembangkan terdiri dari tiga kegiatan yang diperoleh dari tiga tahap formal yang dilakukan penulis selama proses penelitian. Tahap pertama adalah analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran untuk memperoleh desain didaktis hipotetik. Penyusunan desain didaktis hipotetik didahului dengan studi pendahuluan yang meliputi identifikasi

learning obstacle siswa serta analisis teoritis dan repersonalisasi. Identifikasi

learning obstacle siswa dilakukan di suatu SMP di kota Jakarta Selatan dengan melibatkan 34 siswa kelas IX dengan menganalisis hasil jawaban siswa atas soal-soal yang diberikan, menganalisis hasil wawancara guru dan siswa, serta menganalisis buku teks pelajaran yang digunakan di sekolah. Tahap kedua adalah analisis metapedadidaktik yang tercermin dalam implementasi desain. Implementasi desain dilakukan di SMP tempat studi pendahuluan dengan melibatkan 36 siswa kelas VIII. Tahap ketiga merupakan tahap refleksi dengan melakukan analisis retrospektif. Hal ini dilakukan guna memperoleh informasi untuk revisi desain hingga menghasilkan desain didaktis empirik. Desain didaktis empirik yang dihasilkan memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut melalui tiga tahap formal yang sama.

(5)

ABSTRACT

This research aims to develop a didactical design of learning about circle at junior high school, especially the relationship between central angle, length of arc, and area of segment of the circle.Developed didactical design consists of three activities obtained from three formal stages during the research process.The first stage is the analysis of the didactical situation before learning to obtain a hypothetical didactical design.Preparation of hypothetical didactical design is preceded by a preliminary study which includes the identification of obstacles student learning as well as the theoretical analysis and repersonalisasi.Identification of learning obstacle is conducted at a junior high school in South Jakarta involving 34 students of class IX by analyzing the results of the students' answers on the questions provided, analyzing the results of interviews of teachers and students, as well as analyzing the textbooks used at the schools.The second stage is the analysis metapedadidaktic which is reflected in the design implementation. Design implementation is conducted at junior high school where a preliminary study done involving 36 students of class VIII.The third stage is the stage of reflection by conducting a retrospective analysis.This is done in order to obtain information for a revised design to produce empirical didactical design.The developed empirical didactical design allows for further development through the three stages of the same formal.

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Teori Situasi Didaktis ... 9

1. Metapedadidaktik ... 10

2. Didactical Design Research (DDR) ... 11

B. Learning Obstacle ... 12

C. Teori Belajar yang Relevan ... 15

1. Teori Bruner ... 15

2. Teori Piaget ... 17

3. Teori Vigotsky ... 18

4. Teorema Van Hiele ... 19

D. Pembelajaran Geometri ... 21

E. Materi Lingkaran ... 22

(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Metode dan Desain Penelitian ... 27

B. Subjek Penelitian dan Sumber Data ... 30

C. Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Studi Pendahuluan ... 34

1. Identifikasi Learning Obstacle ... 34

a. Analisis Hasil Jawaban Siswa ... 34

b. Analisis Hasil Wawancara ... 38

c. Analisis Buku Teks Pembelajaran ... 40

2. Analisis Teoritis dan Repersonalisasi ... 44

B. Pengembangan Desain Didaktis Hipotetik ... 47

C. Deskripsi Implementasi Desain ... 61

1. Deskripsi Implementasi Desain Kegiatan Pertama ... 62

2. Deskripsi Implementasi Desain Kegiatan Kedua ... 63

3. Deskripsi Implementasi Desain Kegiatan Ketiga ... 64

D. Analisis Retrospektif ... 64

1. Analisis Retrospektif Kegiatan Pertama ... 64

2. Analisis Retrospektif Kegiatan Kedua ... 67

3. Analisis Retrospektif Kegiatan Ketiga ... 68

E. Pengembangan Desain Didaktis Empirik ... 72

F. Pembahasan ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Rekomendasi ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.22 : Respon siswa pada Situasi Satu Kegiatan Pertama ... 65

Gambar 4.23 : Respon siswa pada Situasi Tiga (b) Kegiatan Pertama ... 66

Gambar 4.24 : Respon siswa pada Situasi Enam Kegiatan Pertama ... 66

(9)

Gambar 4.26 : Respon siswa Keliru pada Situasi Dua Kegiatan Ketiga .. 69

Gambar 4.27 : Respon siswa pada Situasi Dua Kegiatan Ketiga ... 69

Gambar 4.28 : Respon siswa pada Situasi Tiga Kegiatan Ketiga ... 70

Gambar 4.29 : Respon Siswa pada Situasi Empat Kegiatan Ketiga ... 71

Gambar 4.30 : Respon siswa pada Situasi Lima Kegiatan Ketiga ... 71

Gambar 4.31 : Situasi Satu (a) pada Kegiatan Pertama Desain Didaktis Empirik ... 72

Gambar 4.32 : Situasi Satu (b) pada Kegiatan Pertama Desain Didaktis Empirik ... 72

Gambar 4.33 : Situasi Dua pada Kegiatan Pertama Desain Didaktis Empirik ... 73

Gambar 4.34 : Situasi Tiga (a) pada Kegiatan Pertama Desain Didaktis Empirik ... 73

Gambar 4.35 : Situasi Tiga (b) pada Kegiatan Pertama Desain Didaktis Empirik ... 74

Gambar 4.36 : Situasi Tiga (c) pada Kegiatan Pertama Desain Didaktis Empirik ... 74

Gambar 4.37 : Situasi Tiga (d) pada Kegiatan Pertama Desain Didaktis Empirik ... 74

Gambar 4.38 : Situasi Empat pada Kegiatan Pertama Desain Didaktis Empirik ... 75

Gambar 4.39 : Situasi Lima pada Kegiatan Pertama Desain Didaktis Empirik ... 75

Gambar 4.40 : Situasi Satu pada Kegiatan Kedua Desain Didaktis Empirik ... 76

Gambar 4.41 : Situasi Dua pada Kegiatan Kedua Desain Didaktis Empirik ... 77

Gambar 4.42 : Situasi Tiga pada Kegiatan Kedua Desain Didaktis Empirik ... 78

Gambar 4.43 : Situasi Empat pada Kegiatan Kedua Desain Didaktis Empirik ... 78

(10)

Empirik ... 79 Gambar 4.45 : Situasi Dua pada Kegiatan Ketiga Desain Didaktis

Empirik ... 79 Gambar 4.46 : Situasi Tiga pada Kegiatan Ketiga Desain Didaktis

Empirik ... 80 Gambar 4.47 : Situasi Empat pada Kegiatan Ketiga Desain Didaktis

Empirik ... 80 Gambar 4.48 : Situasi Satu pada Kegiatan Keempat Desain Didaktis

Empirik ... 80 Gambar 4.49 : Situasi Dua pada Kegiatan Keempat Desain Didaktis

Empirik ... 80 Gambar 4.50 : Situasi Tiga pada Kegiatan Keempat Desain Didaktis

Empirik ... 80 Gambar 4.51 : Situasi Empat pada Kegiatan Keempat Desain Didaktis

Empirik ... 82 Gambar 4.52 : Situasi Lima pada Kegiatan Keempat Desain Didaktis

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A. ANALISIS PENDAHULUAN

A.1. Instrumen Tes Studi Pendahuluan ... 95

A.4. Transkrip Wawancara ... 102

LAMPIRAN B. DESAIN DIDAKTIS AWAL B.1. Lesson Design Kegiatan Pertama ... 108

B.2. Lesson Design Kegiatan Kedua ... 115

B.3. Lesson Design Kegiatan Ketiga... 117

B.4. Analisis Retrospektif Kegiatan Pertama ... 122

B.5. Analisis Retrospektif Kegiatan Kedua ... 131

B.6. Analisis Retrospektif Kegiatan Ketiga ... 133

B.7. Lembar Kegiatan Siswa pada Desain Didaktis Hipotetik ... 138

LAMPIRAN C. DESAIN DIDAKTIS REVISI C.1. Peta Konsep ... 154

C.2. Chapter Design ... 155

C.3. Lesson Design Revisi Kegiatan Pertama ... 159

C.4. Lesson Design Revisi Kegiatan Kedua ... 165

C.5. Lesson Design Revisi Kegiatan Ketiga ... 169

C.6. Lesson Design Revisi Kegiatan Keempat ... 174

C.7. Lembar Kegiatan Siswa pada Desain Didaktis Empirik ... 179

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Matematika merupakan mata pelajaran yang dinilai sangat penting dan diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Semua orang dalam hidupnya tidak terlepas dari kegiatan matematik mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks (Sumarmo, 2013). Perkembangan zaman semakin menuntut kebutuhan masyarakat dunia akan matematika, sebagaimana yang diungkap dalam

Principles and Standards for School Mathematics:

In this changing world, those who understand and can do mathematics will have significantly enhanced opportunities and options for shaping their futures. Mathematical competence opens doors to productive futures. A lack of mathematical competence keeps those doors closed. (NCTM, 2000, hlm. 50).

Tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sebagaimana tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 (Departemen Pendidikan Nasional, 2006, hlm. 346) tentang Standar Isi adalah sebagai berikut.

1. Memahami konsep-konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dari pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

(13)

2

Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah menciptakan proses pembelajaran matematika yang memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Guru memiliki peranan penting untuk memfasilitasi siswa membangun pengetahuan dan memastikan bahwa siswa mengalami suatu proses berpikir yang membimbingnya hingga mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, bukan sekedar mentransfer pengetahuan kepada siswa tanpa memperhatikan proses berpikir yang sebenarnya terjadi pada siswa. Oleh karena itu, guru perlu mendesain pembelajaran sedemikian rupa agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai.

Kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Pembelajaran matematika di kelas pada umumnya berlangsung searah. Silver, Senk, dan Thompson (dalam Turmudi, 2010) menyatakan bahwa pada umumnya guru terlebih dahulu menjelaskan rumus-rumus matematika dan siswa menerima penjelasan tersebut kemudian mengerjakan soal-soal yang diberikan. Seringkali siswa hanya menonton dan menyalin penyelesaian soal-soal matematika yang didemonstrasikan guru.

Pembelajaran yang berlangsung searah dapat memangkas kesempatan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini menghasilkan proses belajar matematika yang miskin konteks dan kurang bermakna. Pembelajaran yang demikian berpotensi menimbulkan berbagai kesulitan/hambatan belajar siswa (learning obstacles).

Matematika adalah ilmu pengetahuan yang dibangun dari variasi topik yang terstruktur, terdiri dari beberapa topik yang saling terkait satu sama lainnya seperti geometri, aljabar,statistika, dan trigonometri (NCTM, 2000). Geometri merupakan cabang matematika yang penting untuk dikuasai siswa karena aplikasi geometri dapat dirasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, geometri mempunyai peran penting dalam mempelajari cabang matematika yang lain dan menyediakan sarana yang dapat digunakan untuk mempermudah memecahkan

(14)

3

Salah satu konsep yang termasuk domain geometri adalah lingkaran. Lingkaran merupakan bentuk geometri datar yang banyak ditemui dan dimanfaatkan oleh siswa. Materi lingkaran dipelajari di kelas VIII semester 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada dasarnya, materi lingkaran memiliki peluang cukup besar untuk dapat dipahami siswa SMP karena aplikasi dari materi tersebut cukup sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari, selain itu mereka juga telah memperoleh konsep-konsep dasarnya sejak di Sekolah Dasar.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa dalam materi lingkaran masih relatif rendah. Siswa masih sering keliru dan kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan materi lingkaran

(Abdussakir dan Achadiyah, 2009; Budiyanti, 2010; Hendra, 2011, Khoirudin, 2014; Leviana, 2012). Hal ini terjadi karena dalam penyelesaian masalah tersebut, konteks siswa terbatas pada rumusyang telah diberikan oleh guru. Salah satu kelemahan dari kondisi tersebut adalah apabila siswa lupa rumus, maka siswa tidak dapat menyelesaikan soal dengan tepat.

Berdasarkan observasi yang dilakukan Abdussakir dan Achadiyah (2009), masih banyak siswa kelas VIII yang mengalami kesulitan memahami rumus keliling dan luas lingkaran. Jika siswa ditanya berapa keliling atau luas lingkaran yang diketahui jari-jari atau diameternya, siswa tidak langsung menjawab. Ada yang mengatakan lupa rumusnya dan ada yang salah menggunakan rumus.

Kesulitan tersebut diduga disebabkan oleh cara guru mengajar. Guru hanya terpaku pada metode ceramah dengan menuliskan rumus, memberi contoh soal, dan memberikan tugas-tugas. Siswa sekedar menerima dan menghafal rumus keliling dan luas lingkaran. Akibatnya, pengetahuan yang diperoleh siswa hanya bertahan sementara karena pengetahuan tersebut tidak dikonstruk sendiri oleh siswa.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budiyanti (2010) menunjukkan bahwa siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal cerita serta masalah yang berbentuk gambar yang berhubungan dengan keliling dan luas lingkaran. Hal ini

(15)

4

Kekeliruan dalam menyelesaikan soal-soal lingkaran, khususnya yang terkait dengan konsep sudut pusat, panjang busur dan luas juring lingkaran, juga ditemukan oleh Leviana (2011) dalam penelitian yang dilakukannya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, teridentifikasi kesulitan siswa dalam membedakan unsur-unsur lingkaran, serta kesulitan-kesulitan lain yang meliputi kesulitan siswa terkait kemampuan koneksi, generalisasi, dan pemecahan masalah. Kesulitan-kesulitan tersebut menunjukkan bahwa siswa masih mengalami Kesulitan-kesulitan dalam mempelajari materi lingkaran, khususnya yang terkait dengan konsep sudut pusat, panjang busur dan luas juring lingkaran.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di lapangan dengan

memberikan beberapa soal kepada 34 siswa SMP kelas IX tentang materi lingkaran, peneliti menemukan kesalahan-kesalahan serta kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal tersebut. Beberapa kesalahan dan kesulitan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kesalahan terkait konsep hubungan panjang busur dengan keliling lingkaran dan luas juring dengan luas lingkaran.

2. Kesalahan terkait konsep hubungan sudut pusat, panjang busur, dan luas juring lingkaran.

3. Kesalahan terkait koneksi konsep-konsep dalam materi lingkaran dengan konsep-konsep materi matematika lain.

4. Kesalahan dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.

5. Kesulitan siswa siswa dalam memahami soal cerita yang diberikan.

6. Kesulitan siswa dalam menggambarkan permasalahan atau mengkonstruksi model matematis dari situasi yang diberikan.

Kesalahan dan kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan materi lingkaran masih terbatas pada konteks permasalahan tertentu. Hal inilah yang memicu timbulnya learning obstacle. Oleh karena itu, siswa memerlukan pengalaman belajar yang membuat mereka

(16)

5

Selain bersumber dari metode pengajaran guru dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal yang masih terbatas pada konteks permasalahan tertentu, penyajian materi pada bahan ajar juga dapat menimbulkan learning

obstacle. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap guru matematika di sekolah tempat penelitian, diperolehinformasibahwa buku sumber yang digunakan siswa dan guru adalah buku dari pemerintah (BSE). Guru memaparkan kekurangan dari buku sumber yang digunakan di antaranya adalah tidak terlalu banyak contoh maupun latihan soal yang diberikan dan soal-soalnya kebanyakan soal rutin dan kurang bervariasi.

Kesulitan belajar siswa dalam mempelajari materi lingkaran perlu diatasi

dengan upaya guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran. Peran ini dilakukan guru sebelum, saat, dan setelah proses pembelajaran berlangsung.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2013) tentang Standar Proses menyebutkan bahwa setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini menuntut setiap pendidik agar mampu mendesain pembelajaran matematika yang sesuai dengan kebutuhan para peserta didik. Oleh karena itu analisis mengenai kesulitan belajar siswa perlu dilakukan sebelum menyusun rencana atau desain pembelajaran.

Keberhasilan pembelajaran antara lain terkait erat dengan desain bahan ajar (desain didaktis) yang dikembangkan guru. Desain didaktis yang disusun dengan pendekatan pembelajaran yang tepat serta berorientasi pada penelitian mengenai learning obstacles yang dialami siswa diharapkan dapat mengatasi serta mengantisipasi munculnya learning obstacles tersebut, sehingga tujuan

pembelajaran matematika dapat tercapai dengan baik.

Pengembangan desain didaktis mempunyai peranan dalam pembelajaran

(17)

6

melakukan proses belajar di kelas (Suryadi, 2010). Pengembangan desain didaktis diharapkan mampu menjawab tantangan pembelajaran matematika, khusunya terkait hambatan dan kesulitan belajar yang dialami siswa.

Proses pengembangan desain didaktis ini dilakukan dalam suatu kajian yang disebut dengan Didactical Design Research (DDR) yang terdiri dari tiga tahapan proses berpikir, yaitu: (1) tahap berpikir sebelum pembelajaran, (2) tahap berpikir saat pembelajaran berlangsung, dan (3) tahap berpikir setelah pembelajaran.

Tahapan pertama meliputi identifikasi learning obstacle siswa serta analisis teoritis dan repersonalisasi. Identifikasi learning obstacle siswa dilakukan

dengan menganalisis hasil jawaban siswa atas soal-soal yang diberikan, menganalisis hasil wawancara guru dan siswa, serta menganalisis buku teks pelajaran yang digunakan di sekolah. Repersonalisasi merupakan kegiatan yang dilakukan guru dengan mengkaji materi dan soal-soal yang akan diberikan kepada siswa untuk mengetahui hubungan siswa dengan materi yang akan diajarkan. Melalui tahapan ini guru dapat merancang serangkaian situasi didaktis beserta prediksi respon dan antisipasinya.

Tahapan kedua tercermin dalam implementasi desain. Guru menganalisis serangkaian situasi didaktis yang berkembang di kelas, menganalisis situasi belajar sebagai respon siswa atas situasi didaktis yang dikembangkan, serta menganalisis interaksi yang berdampak terhadap terjadinya perubahan situasi didaktis. Proses ini disebut analisis metapedadidaktik.

Tahapan ketiga merupakan tahap refleksi dengan melakukan analisis retrospektif. Analisis retrospektif dilakukan dengan membandingkan rancangan dalam desain didaktis hipotetik dengan hasil analisis metapedadidaktik. Hal ini dilakukan guna memperoleh informasi untuk revisi desain.

Penelitian ini menawarkan sebuah upaya perbaikan pembelajaran dengan mengembangkan desain didaktis yang dapat diimplementasikan di kelas untuk meminimalisir kesulitan siswa dalam mempelajari materi hubungan sudut pusat,

panjang busur, dan luas juring lingkaran. Judul penelitian ini adalah “Desain Didaktis untuk Mengatasi Learning Obstacle pada Materi Hubungan Sudut Pusat,

(18)

7

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang, sebagai rumusan masalah utama pada penelitian ini adalah bagaimana desain didaktis untuk mengatasi learning

obstacle pada materi hubungan sudut pusat, panjang busur, dan luas juring lingkaran? Dari rumusan masalah utama tersebut diajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana karakteristik learning obstacles yang dapat diidentifikasi pada materi hubungan sudut pusat, panjang busur, dan luas juring lingkaran? 2. Bagaimana desain didaktis hipotetik yang sesuai dengan learning obstacle

yang telah diidentifikasi?

3. Bagaimana implementasi desain didaktis hipotetik berdasarkan respon siswa yang muncul?

4. Bagaimana desain didaktis empirik yang dapat dikembangkan berdasarkan hasil temuan penelitian ini?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui karakteristik learning obstacles yang dapat diidentifikasi pada materi hubungan sudut pusat, panjang busur, dan luas juring lingkaran.

2. Mengembangkan desain didaktis yang sesuai dengan learning obstacles yang telah diidentifikasi.

3. Mengetahui implementasi desain didaktis yang disusun berdasarkan respon siswa yang muncul.

4. Mengembangkan desain didaktis revisi yang dapat dikembangkan berdasarkan hasil temuan penelitian ini.

D. MANFAAT PENELITIAN

Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi: 1. Siswa

Desain didaktis yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat memfasilitasi

siswa untuk lebih menguasai materi hubungan sudut pusat, panjang busur, dan luas juring lingkaran dengan baik tanpa mengalami learning obstacle

(19)

8

2. Guru, khususnya guru yang terlibat

Menambah referensi guru dalam merencanakan dan melaksanakan serta mengevaluasi pembelajaran matematika khususnya pada materi hubungan sudut pusat, panjang busur, dan luas juring lingkaran.

3. Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi dalam rangka menindaklanjuti suatu penelitian dalam ruang lingkup yang lebih luas dan dengan pengkajian yang lebih mendalam. Selain itu, turut menyebarkan penelitian desain didaktis sebagai salah satu alternatif penelitian pendidikan matematika.

E. DEFINISI OPERASIONAL

1. Desain Didaktis

Desain didaktis adalah setting aktivitas belajar yang dikembangkan dengan memperhatikan prediksi respon siswa. Desain didaktis dirancang dan dikembangkan untuk mengatasi dan mengantisipasi munculnya learning obstacle

yang telah diidentifikasi sebelumnya.

2. Learning Obstacle

(20)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Learning obstacle pada pembelajaran materi lingkaran yang teridentifikasi pada penelitian ini meliputi ontogenic obstacle, didactical

obstacle, dan epistemological obstacle. Ontogenic abstacle dan didactical obstacle ditemukan melalui analisis hasil wawancara dengan siswa dan guru matematika serta analisis buku teks pelajaran matematika yang digunakan,

sedangkan epistemological obstacle ditemukan melalui analisis jawaban siswa kelas IX terhadap soal materi lingkaran yang diberikan serta analisis hasil

wawancara siswa.

Learning obstacle yang bersifat ontologis dan didaktis di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Kesalahan terkait konsep hubungan panjang busur dengan keliling lingkaran dan luas juring dengan luas lingkaran.

b. Kesalahan terkait konsep hubungan sudut pusat, panjang busur, dan luas juring lingkaran.

Learning obstacle yang bersifat epistemologis di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Kesalahan terkait koneksi konsep-konsep dalam materi lingkaran dengan konsep-konsep materi matematika lain.

b. Kesalahan dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.

c. Kesulitan siswa siswa dalam memahami soal cerita yang diberikan.

d. Kesulitan siswa dalam menggambarkan permasalahan atau mengkonstruksi model matematis dari situasi yang diberikan.

2. Desain didaktis dikembangkan berdasarkan hasil studi pendahuluan yang meliputi identifikasi learning obstacle serta analisis teoritis dan

(21)

90

lingkaran. Desain ini terdiri dari tiga kegiatan yang merupakan situasi aksi, formulasi, validasi, dan institusionalisasi.

3. Respon siswa yang muncul dalam implementasi desain didaktis hipotetik pada umumnya sesuai dengan prediksi respon yang telah disusun, namun ada pula respon siswa yang muncul di luar prediksi respon, serta ada prediksi respon yang tidak muncul. Analisis yang dilakukan terhadap hasil implementasi merupakan analisis retrospektif, yaitu membandingkan prediksi respon yang dirancang pada desain didaktis hipotetik dengan analisis metapedadidaktik. Hasilnya dijadikan acuan dalam merevisi desain didaktis. 4. Situasi yang dikembangkan pada desain didaktis hipotetik mengalami

beberapa perubahan berdasarkan analisis hasil implementasi hingga tersusun desain didaktis empirik. Desain didaktis empirik merupakan modifikasi dari desain didaktis hipotetik. Desain didaktis empirik yang dihasilkan masih dapat terus dikembangkan melalui tahapan yang sama.

B. REKOMENDASI

Beberapa rekomendasi dari penelitian ini yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut.

1. Soal yang diberikan pada studi pendahuluan seharusnya disesuaikan dengan kemampuan berpikir siswa agar dapat mengidentifikasi learning obstacle

dengan tepat.

2. Sebelum implementasi desain didaktis, sebaiknya peneliti telah memastikan bahwa siswa memahami materi prasyarat yang diperlukan agar implementasi desain dapat berlangsung dengan baik.

3. Kegiatan dengan tujuan pembelajaran yang berbeda sebaiknya diimplementasikan pada pertemuan yang berbeda agar siswa bisa lebih fokus dan setiap tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

4. Desain didaktis empirik yang dihasilkan dalam penelitian ini idealnya kembali

(22)

91

(23)

92

DAFTAR PUSTAKA

Abdussakir dan Achadiyah, N.L. (2009). Pembelajaran Keliling dan Luas Lingkaran dengan Strategi REACT pada Siswa Kelas VIII SMPN 6 Kota Mojokerto. Prosiding Seminar Nasional matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika UNY, 5 Desember 2009, ISBN: 978-979-16353-3-2

Baharuddin dan Wahyuni, E.N. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Brousseau, G. (2002). Theory of didactical Situation in Mathematics. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher.

Budiyanti, R. (2010). Penelitian Desain dalam Upaya untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Menentukan Nilai , Keliling Lingkaran, dan Luas Daerah Lingkaran Melalui Pendekatan Realistik. (Karya Ilmiah, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, 2010, Tidak diterbitkan).

Creswell, J.W. (2014). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

D‟ Amore, B. (2008). Epistemology, Didactics of Mathematics and Teaching Practices. Mediteranian Journal for Research in Mathematics Education, Vol. 7, 1, 1-22, 2008.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Pembelajaran Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika (Peminatan) Melalui Pendekatan Saintifik. Jakarta.

Freudenthal, H. (2002). Didactical Phenomenology of Mathematical Structures. New York: Kluwer Academic Publisher.

Hendra, A. (2011). Desain Didaktis Bahan Ajar Problem Solving pada Konsep Luas Daerah Lingkaran. (Skripsi, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Tidak diterbitkan).

Hudson, B. (2008). “Didactical Design Research for Teaching as a Design Profession”, dalam Teacher Education Policy in Europe: a Voice of Higher Education Institution. Umeå, Swedia : University of Umeå.

(24)

93

terhadap Peserta Didik Tingkat SMP/MTS). (Skripsi, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Tidak diterbitkan). Leviana, M. (2012). Desain Didaktis pada Konsep Hubungan Sudut Pusat, Luas

Juring dan Panjang Busur Lingkaran di SMP. (Skripsi, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Tidak diterbitkan). Manno, G. Embodiment and A-Didactical Situation In The Teaching-Learning of

The Perpendicular Straight Lines Concept. (Doctoral thesis, Faculty of Mathematics and Physics Department of Didactic Mathematics Comenius University Bratislava)

Moeharty. (1986). Materi Pokok Sistem-Sistem Geometri. Jakarta: Penerbit Karuniaka Universitas Terbuka.

Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. National Council of Teachers of Mathematics.

Nyikahadzoyi, M. R., Mapuwei, T., dan Chinyoka, M. (2013). Some Cognitive Obstacle Faced By „A‟ Level Mathematics Students in Understanding Inequalities: A Case Study of Bindura Urban High Schools. International Journal of Academic Research in Progressive Education and Development, April 2013, Vol. 2, No. 2, ISSN: 2226-6348.

Sagala, S. (2013). Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membentu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (20140. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI.

Sulistiawati. (2012). Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Penalaran Matematis pada Materi Luas dan Volume Limas. (Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Tidak diterbitkan).

Sumarmo, U. (2013). Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI.

Suparno, P. (2012). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Supriatna, T. (2011). Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Luas Daerah Segitiga pada Sekolah Menengah Pertama (Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Tidak diterbitkan).

(25)

94

. (2010). Menciptakan Proses Belajar Aktif: kajian dari Sudut Pandang Teori Belajar dan Teori Didaktik. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika pada 9 Oktober 2010 di Universitas Negeri Padang. Suryadi, D. dan Turmudi. (2011). Kesetaraan Didactical Design Research (DDR) dengan Matematika Realistik dalam Pengembangan Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNS 2011.

Turmudi. (2010). “Pembelajaran Matematika: Kini dan Kecenderungan Masa Mendatang“, dalam Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. Bandung: FPMIPA UPI. . (2012). Landasan Filosofis, Didaktis, dan Pedagogis Pembelajaran

Matematika untuk Siswa Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat jendral Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama Republik Indonesia.

Van de Walle, J.A. (2005). Elementary and Middle School Mathematics: Teaching Developmentally. Ontario: Pearson Education Canada Inc.

Widdiharto, R. (2008). Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan Alternatif

Proses Remidinya. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik

Gambar

Gambar 4.45   : Situasi Dua pada Kegiatan Ketiga Desain Didaktis

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur besarnya nilai gaya makan dan gaya potong pahat crater wear dan flank wear, menganalisa pengaruh keausan pahat terhadap gaya

4.4.2 Perbandingan Tegangan Percobaan Beban Nol Generator Induksi Dengan Kapasitor Eksitasi 40mF Terhadap Tegangan Percobaan Beban Nol Generator Induksi Dengan Kapasitor

[r]

PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOUR MELALUI BABASAN PSRIBASA SUNDA DALAM PEMBELAJARAN IPS: PTK di kelas VII-C SMPN 44 Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

KERTAS KERJA PENENTUAN SASARAN STRATEGIS RSB PUSKESMAS KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2016 SENIN ; TGL 29 FEBRUARI 2016 DI AULA DINAS PENDIDIKAN

Tercapainya Cakupan Anak Sekolah dan Masyarakat yang Mendapat Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut. Anak/PAUD

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo),

Acara : DESK dalam rangka Evaluasi Penerapan PPK BLUD pada Puskesmas Tahun 2015.. BUPATI KULON PROGO