PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN
DAN KOMUNIKASI MATEMATIS, SERTA KARAKTER
MAHASISWA CALON GURU
MELALUI PEMBELAJARAN REFLEKTIF
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor Kependidikan dalam Pendidikan Matematika
Promovenda ROHANA NIM 1103940
DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS, SERTA KARAKTER MAHASISWA CALON GURU
MELALUI PEMBELAJARAN REFLEKTIF
Oleh Rohana 1103940
Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan Matematika pada Sekolah Pascasarjana
© Rohana2015
Universitas Pendidikan Indonesia Oktober 2015
Hak cipta dilindungi undang-undang.
ABSTRAK
Rohana (2015). Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis, serta Karakter Mahasiswa Calon Guru melalui Pembelajaran Reflektif
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis (KPM), kemampuan komunikasi matematis (KKM), dan karakter mahasiswa (KM) melalui penerapan pembelajaran reflektif. Penelitian ini menggunakan metode kuasi-eksperimen dengan desain kelompok kontrol pretes dan postes nonekuivalen. Subyek penelitian ini adalah mahasiswa program studi pendidikan matematika pada salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Palembang sebanyak 155 orang. Berdasarkan faktor pembelajaran, subyek penelitian dibedakan atas dua kelas yaitu kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran reflektif (PR) dan kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran konvensional (PK). Berdasarkan faktor Kemampuan Awal Mahasiswa (KAM), subyek penelitian dibedakan atas tiga kelompok yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun akademik 2013/2014. Instrumen dalam penelitian ini adalah tes KAM, tes KPM, tes KKM, skala KM, lembar observasi, pedoman wawancara dan dokumen terkait dengan proses pembelajaran berlangsung. Analisis data yang digunakan adalah uji-t, uji-�′, uji Mann-Whitney, uji Kruskal-Wallis, dan analisis grafik interaksi. Berdasarkan hasil analisis data tersebut, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: 1) pencapaian dan peningkatan KPM dan KKM mahasiswa calon guru yang mendapatkan PR lebih baik daripada mahasiswa calon guru yang mendapatkan PK ditinjau dari keseluruhan dan KAM; 2) tidak terdapat perbedaan pencapaian KM yang signifikan antara mahasiswa calon guru yang mendapatkan PR dan mahasiswa calon guru yang mendapatkan PK ditinjau dari keseluruhan dan KAM; 3) peningkatan KM mahasiswa calon guru yang mendapatkan PR lebih baik daripada mahasiswa calon guru yang mendapatkan PK ditinjau dari keseluruhan dan KAM tinggi; 4) tidak terdapat perbedaan peningkatan KM yang signifikan antara mahasiswa calon guru yang mendapatkan PR dan PK ditinjau dari KAM sedang dan KAM rendah; 5) tidak terdapat pengaruh interaksi penerapan pembelajaran (PR dan PK) dan KAM (tinggi, sedang, rendah) terhadap pencapaian dan peningkatan KPM, KKM, serta KM.
ABSTRACT
Rohana (2015). The Enhancement of Mathematical Reasoning Ability, Mathematical Communication Ability, and Character of Prospective Teachers through Reflective Learning
This research aims to investigate the achievement and enhancement of mathematical reasoning ability, mathematical communication ability, and character of prospective teachers through Reflective Learning. This research used a quasi-experimental design with nonequivalent pre-test and post-test control-group design. The subjects of this study were students of Mathematics Education Program at a private university in Palembang, consisting of 155 students. Based on instructional factors, there were two groups of samples used in this study: experimental and control groups. The experimental group was given Reflective Learning (RL), while the control group was given Conventional Learning (CL). Based on the result of prior mathematical knowledge test, there were three categories, namely: higher, mediocre, and lower. This study was conducted in the first semester of the academic year 2013/2014. Data collection instruments consist of prior mathematical knowledge test, mathematical reasoning ability test, mathematical communication ability test, scale of character, observation sheets, interview guide, and document related to learning process. Data analysis that was used were t-test, �′− test, Mann-Whitney U test, Kruskal-Wallis test, analysis of interaction graph. Based on data analysis, the result obtained from this study are: 1) the achievement and enhancement of students’ mathematical reasoning ability and mathematical communication ability who received RL are better than those of students who received CL; 2) Based on whole students and prior mathematical knowledge, there is no significant difference in achievement of students’ character between students who worked under RL and students who worked under CL; 3) Based on whole students and high Priory Student Ability, the enhancement of
students’ character who received RL are better than those of students who received CL; 4) Based on mediocre and lower prior mathematical knowledge,
there is no significant difference in enhancement of students’ character between
students who worked under RL and students who worked under CL; 5) there is no significant interaction effect between instructional factors (RL and CL) and prior mathematical knowledge (higher, mediocre, lower) toward the students’ achievement and enhancement mathematical reasoning ability, mathematical communication ability, and character.
Key words: Reflective Learning, mathematical reasoning ability, mathematical
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
PERNYATAAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR………... v
ABSTRAK... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 16
E. Struktur Organisasi Disertasi... 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA... 18
A.Kemampuan Penalaran Matematis... 18
B. Kemampuan Komunikasi Matematis... 27
C. Karakter... ... 32
1. Pengertian Karakter ... 32
2. Pendidikan Karakter ... 35
3. Dimensi Moral sebagai Bagian dari Karakter (Tanggapan terhadap Konsep Moral Lickona) ... 40
4. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter dan Pengembangannya ... 50
D.Pembelajaran Reflektif………... 57
1. Pengertian Reflektif ... 57
2. Konsep Reflektif menurut John Dewey... 59
3. Konsep Reflektif sebagai Landasan Metoda Ilmiah... 60
4. Pengembangan Konsep Berfikir Reflektif John Dewey... 66
6. Penerapan Pembelajaran Reflektif... 82
7. Aplikasi Pembelajaran Reflektif melalui Paradigma Pedagogi Ignasian... 88
8. Penerapan Model Pembelajaran Reflektif berbasis Paradigma Pedagogi Ignasian... 95
E. Keterkaitan antara Kemampuan Penalaran Matematis, Kemampuan Komunikasi Matematis, Karakter Mahasiswa, dan Model Pembelajaran Reflektif berbasis Paradigma Pedagogi Ignasian ... 98
F. Teori-teori Belajar Pendukung... 103
G.Hasil-hasil Penelitian yang telah Dilakukan... 111
H.Hipotesis Penelitian... 116
BAB III METODE PENELITIAN... 120
A. Metode dan Desain Penelitian ... 120
B. Populasi dan Sampel... 122
C. Definisi Operasional ... 125
D. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya... 127
1. Tes Kemampuan Awal Mahasiswa... 130
2. Tes Kemampuan Penalaran Matematis... 135
3. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis... 137
4. Angket Karakter Mahasiswan... 140
5. Lembar Observasi... 142
6. Lembar Wawancara... 142
7. Dokumen... 143
8. Perangkat Pembelajaran dan Bahan Ajar... 143
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 144
F. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 147
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 155
A. Hasil Analisis Data... 155
1. Analisis Data KAM ... 156
2. Analisis Data KPM... 160
3. Analisis Data KKM... 188
4. Analisis Data KM... 217
B. Pembahasan ...
1. Faktor Pembelajaran...
2. Kemampuan Awal Mahasiswa...
3. Kemampuan Penalaran Matematis...
4. Kemampuan Komunikasi Matematis...
5. Karakter Mahasiswa...
269
269
273
276
285
293
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 304
A. Simpulan ... 304
B. Implikasi ... 307
C. Rekomendasi ... 307
DAFTAR PUSTAKA ... 310
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komponen-komponen Penalaran Matematis... 25
Tabel 2.2 Hubungan antara Nilai-nilai Karakter yang Difokuskan dalam Penelitian dengan Sikap, Perilaku, dan Moral... 55
Tabel 2.3 Hubungan antara Kemampuan yang Dilatih dengan Potensi Karakter yang Muncul pada Tahap Pengumpulan Data... 64
Tabel 2.4 Hubungan antara Kemampuan yang Dilatih dengan Potensi Karakter yang Muncul pada Tahap Analisis Data... 65
Tabel 2.5 Hubungan antara Kemampuan yang Dilatih dengan Potensi Karakter yang Muncul pada Tahap Pengujian Hipotesa... 65
Tabel 2.6 Hubungan antara Kemampuan yang Dilatih dengan Potensi Karakter yang Muncul pada Tahap Penarikan Kesimpulan... 66
Tabel 3.1 Tabel Weiner Keterkaitan antara Variabel Kemampuan Penalaran Matematis, Kemampuan Komunikasi Matematis, dan Karakter Matematis, serta Pendekatan Pembelajaran, dan Kemampuan Awal Mahasiswa... 121
Tabel 3.2 Populasi Penelitian... 122
Tabel 3.3 Statistik Deskriptif Data TKAM berdasarkan Kelas Sampel Penelitian... 123
Tabel 3.4 Uji Normalitas Data TKAM berdasarkan Kelas Sampel Penelitian... 124
Tabel 3.5 Uji Kruskal-Wallis Data TKAM berdasarkan Kelas Sampel Penelitian... 124
Tabel 3.6 Sampel Penelitian... 125
Tabel 3.7 Klasifikasi Reliabilitas... 129
Tabel 3.8 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi rxy... 129
Tabel 3.9 Kriteria Daya Pembeda... 130
Tabel 3.11 Kriteria Kelompok KAM... 131
Tabel 3.12 Hasil Analisis Kelompok KAM... 131
Tabel 3.13 Distribusi Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran dan KAM 131 Tabel 3.14 Uji Keseragaman Pertimbangan Validitas Isi Soal TKAM .. 132
Tabel 3.15 Uji Keseragaman Pertimbangan Validitas Muka Soal TKAM... 133
Tabel 3.16 Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Soal TKAM ... 134
Tabel 3.17 Uji Keseragaman Pertimbangan Validitas Isi Soal TKPM.... 136
Tabel 3.18 Uji Keseragaman Pertimbangan Validitas Muka Soal TKPM... 136
Tabel 3.19 Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Soal TKPM ... 137
Tabel 3.20 Uji Keseragaman Pertimbangan Validitas Muka TKKM... 138
Tabel 3.21 Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Soal TKKM... 139
Tabel 3.22 Hasil Uji Coba Validitas Item Skala Karakter Matematis .... 141
Tabel 3.23 Kategori Pencapaian Hasil Belajar Mahasiswa... 147
Tabel 3.24 Alternatif Pilihan Jawaban Angket... 148
Tabel 3.25 Kategori Hasil Angket ... 148
Tabel 3.26 Kategori N-Gain... 149
Tabel 3.27 Keterkaitan antara Masalah, Hipotesis, dan Jenis Statistik yang digunakan pada Analisis Data... 150 Tabel 4.1 Sebaran Sampel penelitian... 156
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Data KAM... 157
Tabel 4.3 Uji Normalitas Data KAM... 158
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Data KPM... 161
Tabel 4.6 Uji Normalitas Data Pretes KPM... 164
Tabel 4.7 Uji Perbedaan Rerata Data Pretes KPM... 166
Tabel 4.8 Statistik Deskriptif Data Pencapaian KPM... 167
Tabel 4.9 Uji Normalitas Data Pencapaian KPM berdasarkan Pembelajaran... 168
Tabel 4.10 Uji Perbedaan Rerata Data Pencapaian KPM... 169
Tabel 4.11 Uji Normalitas Data KPM Berdasarkan Pembelajaran dan KAM... 170
Tabel 4.12 Uji Homogenitas Variansi Data Pencapaian KPM berdasarkan Pembelajaran dan KAM Tinggi... 170
Tabel 4.13 Uji Perbedaan Rerata Data Pencapaian KPM berdasarkan Pembelajaran dan KAM Tinggi... 171
Tabel 4.14 Uji Perbedaan Rerata Data Pencapaian KPM berdasarkan Pembelajaran dan KAM Sedang dan Rendah... 171
Tabel 4.15 Uji Normalitas Data Pencapaian KPM berdasarkan Pembelajaran dan KAM... 173
Tabel 4.16 Uji Kruskal-Wallis Data Pencapaian KPM... 176
Tabel 4.17 Statistik Deskriptif Data Peningkatan KPM... 177
Tabel 4.18 Uji Normalitas Data Peningkatan KPM berdasarkan Pembelajaran... 179
Tabel 4.19 Uji Perbedaan Rerata Data Peningkatan KPM berdasarkan Pembelajaran... 180
Tabel 4.20 Uji Normalitas Data Peningkatan KPM berdasarkan Pembelajaran dan KAM... 180
Tabel 4.21 Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KPM berdasarkan Pembelajaran dan KAM Tinggi... 181
Tabel 4.22 Uji Perbedaan Rerata Data Peningkatan KPM berdasarkan Pembelajaran dan KAM Tinggi... 182
Pembelajaran dan KAM Sedang dan Rendah...
Tabel 4.24 Uji Normalitas Data Peningkatan KPM berdasarkan
Pembelajaran, KAM, dan Keseluruhan... 184
Tabel 4.25 Uji Kruskal-Wallis Data Peningkatan KPM ... 187
Tabel 4.26 Statistik Deskriptif Data KKM... 188
Tabel 4.27 Uji Normalitas Data Pretes KKM... 192
Tabel 4.28 Uji Perbedaan Rerata Data Pretes KKM... 194
Tabel 4.29 Uji Homogenitas Varians Data Pretes KKM berdasarkan Pembelajaran dan KAM (Tinggi dan Rendah)... 194
Tabel 4.30 Uji Perbedaan Rerata Pretes KKM berdasarkan Pembelajaran dan KAM (Tinggi dan Rendah)... 195
Tabel 4.31 Statistik Deskriptif Data Pencapaian KKM... 196
Tabel 4.32 Uji Normalitas Data Pencapaian KKM berdasarkan Pembelajaran... 197
Tabel 4.33 Uji Perbedaan Rerata Data Pencapaian KKM berdasarkan Pembelajaran... 198
Tabel 4.34 Uji Normalitas Data Pencapaian KKM berdasarkan Pembelajaran dan KAM... 198
Tabel 4.35 Uji Homogenitas Varians Data Pencapaian KKM berdasarkan Pembelajaran dan KAM (Tinggi dan Rendah).. 199
Tabel 4.36 Uji Perbedaan Rerata Data Pencapaian KKM berdasarkan Pembelajaran dan KAM (Tinggi dan Rendah)... 199
Tabel 4.37 Uji Perbedaan Rerata Data Pencapaian KKM berdasarkan Pembelajaran dan KAM (Sedang)... 200
Tabel 4.38 Uji Normalitas Data Pencapaian KKM berdasarkan Pembelajaran, KAM, dan Keseluruhan... 202
Tabel 4.39 Uji Kruskal-Wallis Data Pencapaian KKM... 204
Tabel 4.40 Tabel 4.41 Hasil Uji Berpasangan Data Pencapaian KKM... Statistik Deskriptif Data Peningkatan KKM... 206 207 Tabel 4.42 Uji Normalitas Data Peningkatan KKM berdasarkan Pembelajaran... 208
Pembelajaran dan KAM... 210
Tabel 4.45 Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KKM berdasarkan Pembelajaran dan KAM (Tinggi dan Rendah).. 210
Tabel 4.46 Uji Perbedaan Rerata Data Peningkatan KKM berdasarkan Pembelajaran dan KAM (Tinggi dan Rendah)... 211
Tabel 4.47 Uji Perbedaan Rerata Data Peningkatan KKM berdasarkan Pembelajaran dan KAM Sedang... 211
Tabel 4.48 Uji Normalitas Data Peningkatan KKM berdasarkan Pembelajaran, KAM, dan Keseluruhan... 213
Tabel 4.49 Uji Kruskal-Wallis Data Peningkatan KKM... 215
Tabel 4.50 Tabel 4.51 Hasil Uji Berpasangan Data Peningkatan KKM... Statistik Deskriptif Data KM... 216 218 Tabel 4.52 Uji Normalitas Data Awal KM... 221
Tabel 4.53 Uji Homogenitas Varians Data Awal KM... 222
Tabel 4.54 Uji Perbedaan Rerata Data Awal KM... 223
Tabel 4.55 Statistik Deskriptif Data Pencapaian KM... 224
Tabel 4.56 Uji Normalitas Data Pencapaian KM berdasarkan Pembelajaran... 225
Tabel 4.57 Uji Perbedaan Rerata Data Pencapaian KM berdasarkan Pembelajaran... 226
Tabel 4.58 Uji Normalitas Data Pencapaian KM berdasarkan Pembelajaran dan KAM... 227
Tabel 4.59 Uji Homogenitas Varians Data Pencapaian KM berdasarkan Pembelajaran dan KAM (Tinggi dan Rendah).. 228
Tabel 4.60 Uji Perbedaan Rerata Data Pencapaian KM berdasarkan Pembelajaran dan KAM (Tinggi dan Rendah)... 228
Tabel 4.61 Uji Perbedaan Rerata Data Pencapaian KM berdasarkan Pembelajaran dan KAM Sedang... 229
Tabel 4.62 Uji Normalitas Data Pencapaian KM berdasarkan Pembelajaran, KAM, dan Keseluruhan... 231
Tabel 4.63 Uji Kruskal-Wallis Data Pencapaian KM... 234
Tabel 4.64 Statistik Deskriptif Data Peningkatan KM... 234
Tabel 4.66 Uji Perbedaan Rerata Data Peningkatan KM berdasarkan
Pembelajaran... 236
Tabel 4.67 Uji Normalitas Data Peningkatan KM berdasarkan
Pembelajaran dan KAM... 237
Tabel 4.68 Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KM
berdasarkan Pembelajaran dan KAM (Tinggi dan Rendah).. 238
Tabel 4.69 Uji Perbedaan Rerata Data Peningkatan KM berdasarkan
Pembelajaran dan KAM (Tinggi dan Rendah)... 239
Tabel 4.70 Uji Perbedaan Rerata Data Peningkatan KM berdasarkan
Pembelajaran dan KAM Sedang... 239
Tabel 4.71 Uji Normalitas Data Peningkatan KM berdasarkan
Pembelajaran, KAM, dan Keseluruhan... 241
Tabel 4.72 Uji Kruskal-Wallis Data Pencapaian KM... 244
Tabel 4.73 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis ... 245
Tabel 4.74 Rerata Nilai Setiap Aspek KPM Mahasiswa berdasarkan
Pembelajaran... 250
Tabel 4.75 Rerata Nilai Setiap Aspek KKM Mahasiswa berdasarkan
Pembelajaran... 259
Tabel 4.76 Rerata Nilai Setiap Aspek KM Mahasiswa berdasarkan
Pembelajaran... 266
Tabel 4.77 Rekapitulasi Rerata Pencapaian KPM berdasarkan
Pembelajaran dan KAM... 277
Tabel 4.78 Rekapitulasi Rerata Peningkatan KPM berdasarkan
Pembelajaran dan KAM... 279
Tabel 4.79 Rekapitulasi Rerata Pencapaian KKM berdasarkan
Pembelajaran dan KAM... 285
Tabel 4.80 Rekapitulasi Rerata Peningkatan KKM berdasarkan
Pembelajaran dan KAM... 287
Pembelajaran dan KAM...
Tabel 4.82 Rekapitulasi Rerata Peningkatan KM berdasarkan
Pembelajaran dan KAM... 296
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Posisi Kurikulum 2013... 5
Gambar 2.1 Proses Membentuk Karakter Pebelajar... 39
Gambar 2.2 Komponen Karakter yang Baik... 40
Gambar 2.3 Posisi dan Hubungan antara Karakter dan Moral... 50
Gambar 2.4 Lima Tahap Berfikir Reflektif dalam Double Movement Reflection Dewey... 62
Gambar 2.5 Tahapan Proses Induktif dalam Konsep Berfikir Reflektif Dewey... 63
Gambar 2.6 Model Reflektif Schon... 67
Gambar 2.7 Model Reflektif Kolb... 69
Gambar 2.8 Siklus Reflektif Gibbs... 70
Gambar 2.9 Model Reflektif John... 71
Gambar 2.10 Penjelasan Model Reflektif John... 72
Gambar 2.11 Model Reflektif Rolfe... 75
Gambar 2.12 Ignatian Paradigm... 89
Gambar 2.13 Proses Perkembangan Kognitif dari Piaget... 105
Gambar 4.1 Peningkatan KPM Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran,
KAM, dan Keseluruhan... 162
Gambar 4.2 Persentase Pencapaian KPM Mahasiswa berdasarkan
Pembelajaran, KAM, dan Keseluruhan... 163
Gambar 4.3 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap
Pencapaian KPM... 175
Gambar 4.4 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap
Peningkatan KPM... 186
Gambar 4.5 Peningkatan KKM Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran, KAM, dan Keseluruhan... 190
Gambar 4.6 Persentase Pencapaian KKM Mahasiswa berdasarkan
Pembelajaran, KAM, dan Keseluruhan... 191
Gambar 4.7 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap
Pencapaian KKM... 193
Gambar 4.8 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap
Peningkatan KKM... 204
Gambar 4.9 Peningkatan KM Mahasiswa berdasarkan Pembelajaran,
KAM, dan Keseluruhan... 219
Gambar 4.10 Persentase Pencapaian KM Mahasiswa berdasarkan
Pembelajaran, KAM, dan Keseluruhan... 220
Gambar 4.11 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap
Pencapaian KM... 232
Gambar 4.12 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap
Peningkatan KM... 242
Gambar 4.13 Rerata Peningkatan KPM Mahasiswa berdasarkan Aspek
yang Diukur... 252
Gambar 4.14 Persentase Pencapaian KPM Mahasiswa berdasarkan
Aspek yang Diukur... 252
Gambar 4.15 Contoh Jawaban Mahasiswa pada Aspek Pertama KPM... 253
Gambar 4.17 Contoh Jawaban Mahasiswa-2 pada Aspek Kedua KPM... 255
Gambar 4.18 Contoh Jawaban Mahasiswa pada Aspek Ketiga KPM... 256
Gambar 4.19 Contoh Jawaban Mahasiswa pada Aspek Keempat KPM.... 257
Gambar 4.20 Contoh Jawaban Mahasiswa Soal No. 6a pada Aspek Kelima KPM... ... 258
Gambar 4.21 Contoh Jawaban Mahasiswa Soal No. 6b pada Aspek Kelima KPM... 258
Gambar 4.22 Rerata Peningkatan KKM Mahasiswa berdasarkan Aspek yang Diukur... 260
Gambar 4.23 Persentase Pencapaian KKM Mahasiswa berdasarkan Aspek yang Diukur... 261
Gambar 4.24 Contoh Jawaban Mahasiswa pada Aspek Pertama KKM... 262
Gambar 4.25 Contoh Jawaban Mahasiswa pada Aspek Kedua KPM... 263
Gambar 4.26 Contoh Jawaban Mahasiswa pada Aspek Ketiga KPM... 264
Gambar 4.27 Contoh Jawaban Mahasiswa pada Aspek Keempat KPM.... 265
Gambar 4.28 Rerata Peningkatan KM Mahasiswa berdasarkan Aspek yang Diukur... 267
Gambar 4.29 Persentase Pencapaian KM Mahasiswa berdasarkan Aspek yang Diukur... 268
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Surat-surat
Lampiran A.1 Surat Permohonan Izin Mengadakan
Penelitian dari SPS Universitas Pendidikan
Indonesia ... 321
A.2 Surat Permohonan Izin Penelitian dari UPGRI Palembang... 322
A.3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari UPGRI Palembang... 323
Lampiran B Instrumen Lampiran B.1 Lembar Pertimbangan Tes... 324
B.2 Rencana Pembelajaran... 336
B.3 Kisi-kisi dan Soal Tes KAM beserta Kunci Jawaban... 349
B.4 Kisi-kisi dan Soal Tes KPM beserta Pedoman Penyekoran... 359
B.5 Kisi-kisi dan Soal Tes KKM beserta Pedoman Penyekoran... 367
B.6 Kisi-kisi dan Skala Karakter Mahasiswa... 374
B.7 Contoh Lembar Kerja Diskusi... 380
B.8 Jurnal Reflektif... 382
B.9 Lembar Observasi... 384
B.10 Lembar Wawancara... 390
C.3 Hasil Pertimbangan Validitas Isi & Muka Tes
KKM... 401
C.4 Hasil Pertimbangan Validitas Isi & Muka Skala Karakter Mahasiswa... 404
C.5 Data Hasil Ujicoba Tes KAM... 408
C.6 Uji Validitas & Reliabilitas Tes KAM... 413
C.7 Data Hasil Ujicoba Tes KPM... 431
C.8 Uji Validitas & Reliabilitas Tes KPM... 432
C.9 Data Hasil Ujicoba Pretes KKM... 438
C.10 Uji Validitas & Reliabilitas Pretes KKM... 439
C.11 Data Hasil Ujicoba Skor Skala Karakter Mahasiswa... 445
C.12 Perhitungan Validasi Hasil Ujicoba Skor Skala Karakter Mahasiswa... 447
Lampiran D Data Penelitian dan Olah Data Lampiran D.1 Data KAM ... 450
D.2 Analisis KAM ... 458
D.3 Data KPM Mahasiswa... 470
D.4 Analisis KPM Mahasiswa... 474
D.5 Data KKM Mahasiswa... 495
D.6 Analisis KKM Mahasiswa... 499
D.7 Data Karakter Mahasiswa... 525
D.8 Analisis Skala Karakter Mahasiswa... 529
Lampiran E Dokumentasi Penelitian ... 552
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tantangan serius dan amat mendasar bagi semua bangsa dalam
menyongsong abad ke-21 adalah kompetisi yang berdimensi global. Kompetisi
global ini menuntut tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas
dan berwawasan unggul. Sebagaimana dinyatakan Sukmadinata (2003), manusia
yang menjadi tuntutan masyarakat global adalah manusia yang ”unggul, bermoral, dan pekerja keras”, yang tidak hanya mampu berkompetisi dengan bangsa sendiri tetapi juga dengan bangsa lain.
Peningkatan mutu pendidikan merupakan wahana strategis bagi
pembangunan bangsa/negara untuk menghadapi tantangan zaman. Oleh sebab itu,
pendidikan merupakan investasi masa depan dan memegang peranan penting
dalam membentuk jati diri suatu bangsa. Pentingnya pendidikan sebagai landasan
bagi pembangunan bangsa sudah disadari oleh para pendiri bangsa ini melalui paradigma ”Build Nation Build School” (Muhajir & Khatimah, 2013:4). Bahkan,
Plato (dalam Suyitno, 2011:3) menegaskan bahwa ”seperti di sekolah, itulah negara”. Makna ucapan Plato ini adalah keadaan apa yang diinginkan dalam suatu negara harus dibangun melalui pendidikan di sekolah.
Hakikat pendidikan di Indonesia dituangkan pada pasal 1 ayat (1)
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Rumusan ini menjelaskan bahwa proses pembelajaran yang secara aktif
mengembangkan potensi diri peserta didiklah yang akan mendukung fungsi dan
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan rumusan pasal 3 tersebut jelaslah bahwa ”mengembangkan kemampuan” dan ”membentuk karakter dan peradaban bangsa” adalah fungsi pendidikan nasional yang harus dilaksanakan melalui proses pembelajaran.
Kenyataan pahit yang dirasakan bangsa Indonesia saat ini adalah
keterpurukan nasional, seperti: kompetensi anak bangsa di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi yang makin tertinggal tidak hanya dari negara maju
tetapi dari negara tetangga, kerusakan moral yang semakin mencemaskan dengan
dipertontonkannya kasus korupsi, narkoba, tindakan amoral di segala lini
masyarakat. Secara jujur harus diakui bahwa kenyataan/fenomena itu semua
merupakan ’buah’ dari proses pendidikan selama ini. Sebagaimana diungkapkan
oleh Ki Hajar Dewantara (1962:3) bahwa,
mendidik anak, itulah mendidik rakjat. Keadaan dalam hidup dan penghidupan kita pada djaman sekarang itulah buahnja pendidikan jang kita terima dari orang tua pada waktu kita masih kanak-kanak. Sebaliknja, anak-anak jang pada waktu ini kita didik, kelak akan mendjadi warganegara kita.
Jadi kehidupan yang dialami saat ini adalah hasil dari pendidikan yang telah
diterima dahulu dan pendidikan yang diberikan kepada anak-anak saat ini akan
menentukan dan membentuk corak kehidupan mereka di masa depan.
Gambaran ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi bangsa
Indonesia adalah multi dimensi dan misi mencerdaskan bangsa belum tercapai.
Meskipun sejak kemerdekaan tahun 1945 Indonesia telah mengalami 10 kali
perubahan kurikulum, namun mutu pendidikan nasional Indonesia belum juga
pendidikan yang dinyatakan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar
Dewantara bahwa pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak didik pun belum
terwujud. Pendidikan di negeri ini belum mampu melahirkan anak-anak bangsa
yang visioner; yang mampu membawa bangsa ini berdiri sejajar dan terhormat
dengan negara lain di kancah global. Selalu dinantikan dari “rahim” dunia
pendidikan melahirkan generasi bangsa yang tidak hanya cerdas secara
intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional, spiritual, dan sosial.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern saat ini sangat
dipengaruhi oleh berkembangnya daya pikir serta sikap manusia. Hal tersebut
tidak bisa lepas dari peran penting perkembangan matematika di berbagai disiplin
ilmu. Meningkatnya kemampuan matematika suatu bangsa, seiring dengan
percaya diri dan rasa kepemilikan akan masa depan sebagai pelaku perubahan.
Faktor matematika menjadi prediktor perubahan sosial dan ekonomi suatu bangsa.
Menurut Suryadi (2012:1), SDM yang mampu menghadapi tantangan di era
informasi dan globalisasi ini adalah mereka yang memiliki kemampuan berpikir
secara kritis, logis, sistematis, dan kreatif atau dikenal dengan kemampuan
berpikir matematis, sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan
secara mandiri dengan penuh rasa percaya diri.
Assesmen internasional untuk mengukur kemampuan matematika siswa
diantaranya adalah Programme for International Student Assesment (PISA) dan
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Hasil tes PISA
2012 dan TIMSS 2011 menunjukkan bahwa mutu pembelajaran matematika di
Indonesia tak kunjung membaik (Pranoto, 2013). Lebih lanjut Pranoto (2013)
mengemukakan bahwa apabila kemampuan berpikir matematis tak kunjung
membaik dan dibiarkan berlarut-larut akan mengancam stabilitas negara dan
keselarasan sosial yang didasarkan pada intelektualitas. Kerusuhan sosial, perilaku
merusak, sikap tak menghargai perbedaan, dan ketidakpatuhan pada hukum yang
terjadi sekarang hanya mungkin terjadi diakibatkan rendahnya kemampuan
denda yang harus dibayar karena telah mengasingkan pendidikan bernalar begitu
lama.
Menurut Ansjar dan Sembiring (2000) penalaran merupakan karakteristik
utama matematika yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan mempelajari dan
mengembangkan matematika atau menyelesaikan suatu masalah matematika.
Kemampuan penalaran ini berguna bagi seseorang dalam proses membangun dan
membandingkan gagasan-gagasan dari beragam situasi yang dihadapi, sehingga
ia dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan
hidupnya. Seperti yang diungkapkan oleh Wahyudin (2008: 520), penalaran
menawarkan cara-cara yang tangguh untuk membangun dan mengekspresikan
gagasan-gagasan tentang beragam fenomena yang luas.
Semakin berkembangnya kemajuan teknologi informasi saat ini, informasi
dari berbagai sumber dapat secara cepat, mudah dan murah didapatkan
seseorang. Agar seseorang tidak terjebak dalam informasi yang kurang baik,
diperlukan kemampuan berpikir dan bernalar yang memadai untuk dapat memilih
dan memilah informasi yang diterima. Selain itu untuk dapat berbagi informasi
dengan baik, seseorang juga sangat membutuhkan kemampuan berkomunikasi.
Dampak yang terjadi pada masyarakat akibat kurangnya kemampuan bernalar dan
kemampuan komunikasi ini antara lain: terjerat dalam kasus hukum
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) akibat salah berkomunikasi di
media sosial, terpecah belahnya elit partai politik akibat kurangnya kemampuan
komunikasi berpolitik, dan sebagainya. Kemampuan-kemampuan ini tidak dapat
muncul begitu saja, tetapi perlu terus dilatih dan dipertajam. Sekolah dan
perguruan tinggi merupakan tempat yang tepat dan strategis untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
telah mencanangkan ujicoba pemberlakuan Kurikulum 2013 pada tahun ajaran
2013/2014. Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2006
dengan tujuan untuk mendorong peserta didik agar mampu lebih baik dalam
mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Pada
akhirnya diharapkan peserta didik memiliki kompetensi sikap (attitude),
keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge) jauh lebih baik dengan lebih
kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam
menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa
depan yang lebih baik (Kemdikbud, 2012). Harapan tersebut disajikan dalam
posisi Kurikulum 2013, seperti yang terlihat pada gambar berikut.
Gambar 1.1 Posisi Kurikulum 2013
(Sumber: Kemdikbud, 2012)
Dilihat dari strategi, Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pendidikan
karakter. Sebagaimana disampaikan oleh staf ahli Mendikbud, Prof. Kacung
Marijan, MA, bahwa kurikulum pendidikan yang baru nanti akan mengubah
mindset pendidikan yang bersifat akademik menjadi dua paradigma yakni
akademik dan karakter (Sudrajat, 2012). Keprihatinan pemerintah akan terjadinya
dekadensi moral yang lebih parah jika tidak mengakomodasi pendidikan karakter
dalam kurikulum, merupakan salah satu alasan disusunnya Kurikulum 2013.
masih kurang mendapat perhatian, baik di tingkat pendidikan dasar,
pendidikan menengah, maupun di perguruan tinggi. Aspek afektif merupakan
salah satu ranah pendidikan yang berkaitan dengan sikap positif dan
kebiasaan-kebiasaan baik yang dibutuhkan setiap orang dalam kehidupan
bermasyarakat. Sikap positif dan kebiasaan-kebiasaan baik akan menumbuhkan
pribadi dengan karakter yang baik. Dampak dari kurangnya perhatian terhadap
aspek afektif selama ini adalah hasil pendidikan banyak melahirkan peserta didik
dengan karakter yang kurang baik, memiliki sikap dan kebiasaan yang buruk
dalam kehidupan. Peserta didik gampang menyerah untuk hal-hal yang
menuntut kerja keras dan disiplin, hanya menunggu nasib, sering memaksakan
kehendak dan menimpakan kesalahan pada orang lain untuk kegagalannya.
Perubahan kurikulum membawa implikasi tersendiri terhadap peran dan
tugas guru selaku pelaksana utama kurikulum. Senger (1999) menyatakan bahwa
peran guru beralih kepada refleksi dalam tindakan yang menonjolkan peranan
guru sebagai pembuat keputusan, perancang kurikulum, dan bertanggungjawab
atas pendidikan siswanya. Dengan sendirinya, upaya pemberdayaan dan
penguatan kompetensi guru/calon guru menjadi sangat penting agar dapat
menyelaraskan dengan berbagai tuntutan perubahan.
Meskipun telah diakui bahwa matematika ataupun pendidikan matematika
memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM), namun faktanya pembelajaran matematika masih merupakan
permasalahan yang menjadi sorotan di dunia pendidikan. Banyak peserta didik
yang menyatakan bahwa matematika merupakan pembelajaran yang sulit dan
membosankan. Bahkan, masih ada masyarakat yang beranggapan bahwa
matematika hanya dinikmati oleh orang-orang yang berbakat didalamnya.
Tentunya image buruk tentang matematika ini dapat mempengaruhi motivasi
peserta didik untuk mendalami dan menikmati pembelajaran matematika. Para
guru matematika di sekolah memegang peranan penting dalam membangun image
siswa tentang matematika, oleh sebab itu program untuk calon guru matematika
National Council of Teachers of Mathematics (2000) merumuskan tujuan
pembelajaran matematika yang h arus dapat mengasah peserta didik agar
mereka memiliki kompetensi dasar dalam matematika, yaitu: (1) belajar untuk
memecahkan masalah (mathematical problem solving); (2) belajar untuk
bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar untuk berkomunikasi
(mathematical communication); (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical
connection); (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive
attitudes toward mathematics). Kemampuan matematika yang harus dimiliki oleh
siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, tentunya harus dimiliki pula
oleh mahasiswa calon guru (mahasiswa) yang akan mengajarkan matematika
nantinya. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut dapat dinyatakan
bahwa belajar matematika tentunya tidak cukup hanya dengan meningkatkan
kemampuan kognitif saja, tetapi juga membentuk karakter peserta didik.
Matematika merupakan ilmu yang sarat dengan materi-materi yang dapat
memicu berkembangnya kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi.
Tinggih (dalam Suherman dan Winataputra, 1992) menyatakan bahwa
matematika merupakan ilmu yang diperoleh dengan bernalar. Pernyataan
tersebut dipertegas oleh Wahyudin (2008:35-36) bahwa kemampuan penalaran
sangat penting untuk memahami matematika dan bernalar secara matematis
merupakan kebiasaan fikiran. Hal ini dikarenakan matematika adalah ilmu yang
mempunyai karakteristik deduktif aksiomatik, yang memerlukan kemampuan
berpikir dan bernalar untuk memahaminya. Hasil penalaran ini kemudian
dituangkan dalam konsep-konsep sistematis dalam matematika. Konsep-konsep
ini terus berkembang menjadi konsep yang lebih kompleks dan maju bahkan
dapat digunakan untuk memecahkan berbagai macam masalah dalam kehidupan.
Makin tinggi jenjang pendidikan seseorang, tentunya makin tinggi juga tingkat
kesulitan pembelajaran matematikanya.
Belajar matematika di tingkat perguruan tinggi umumnya melibatkan
kemampuan kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan analisis, sintesis, dan
sederhana dari berbagai formula atau prinsip. Selain itu, matematika adalah
bahasa yang universal dengan simbol yang unik dan terstruktur sehingga
diperlukan kemampuan komunikasi matematis yang baik untuk mampu
mengungkapkan ide atau gagasan yang berkaitan dengan hasil penalaran
matematis seseorang.
Mengingat karakteristik matematika tersebut, tentu bukan suatu yang mudah
bagi seorang calon guru untuk membelajarkan matematika kepada siswanya nanti.
Kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi matematis ini bukanlah
pembawaan sejak lahir melainkan kemampuan seseorang yang harus
ditumbuhkembangkan melalui pembelajaran. Dosen/guru memegang peranan
penting dalam usaha pengembangan kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis. Setiap perkuliahan hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis mahasiswa (peserta didik)
dapat ditingkatkan dan dievaluasi.
Committee on the Undergraduate Program in Mathematics (CUPM) (MAA,
2004) memberikan enam rekomendasi dasar untuk jurusan, program dan semua
mata kuliah dalam matematika. Salah satu rekomendasinya menerangkan bahwa
setiap mata kuliah dalam matematika hendaknya merupakan aktivitas yang akan
membantu mahasiswa dalam pengembangan daya analitis, penalaran kritis,
pemecahan masalah dan kemampuan berkomunikasi. Berdasarkan rekomendasi
CUPM tersebut, jelas bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi matematis
merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengajaran matematika
khususnya di perguruan tinggi, tanpa mengesampingkan kemampuan-kemampuan
lain tentunya. Terutama pada Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK)
yang bertugas mendidik calon guru khususnya calon guru matematika, agar
mempersiapkan mahasiswa memperkuat kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis. Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan memahami ide
matematis secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat,
menyusun konjektur, analogi dan generalisasi, menalar secara logik. Kemampuan
ide/gagasannya dengan lisan atau tulisan kepada dosen, mahasiswa, atau orang
lain; kemampuan menghubungkan gambar dan diagram ke dalam ide matematika;
kemampuan menggungkapkan suatu situasi ke dalam bahasa matematika; serta
kemampuan menjelaskan atau bertanya tentang matematika. Kemampuan
penalaran matematis dan kemampuan komunikasi matematis ini sangat diperlukan
bagi seorang calon guru terutama setelah mereka akan menerapkan ilmu yang
telah diperoleh pada bangku kuliah.
Walaupun kemampuan penalaran dan komunikasi matematis penting
untuk dimiliki oleh siswa/mahasiswa, namun pada kenyataannya kedua
kemampuan matematis tersebut belumlah memuaskan. Ini dibuktikan melalui
beberapa penelitian yang berkaitan dengan penalaran dan komunikasi matematis,
antara lain oleh: Ibrahim (2011), Warsa (2012), Anggraeni (2012),
Amioroh (2012), Anwar (2012), Staniatin (2013), dan Haryanto (2013)
semuanya dilakukan di tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Penelitian-penelitian tersebut dirasa masih relevan dengan fokus permasalahan yang
diajukan dalam penelitian ini. Diperkirakan lemahnya kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis mahasiswa merupakan dampak dari lemahnya kemampuan
mereka di pendidikan tingkat menengah. Beberapa penelitian telah dilakukan
terhadap mahasiswa berkaitan dengan penalaran dan komunikasi matematis.
Penelitian tentang penalaran oleh Irwan (2011), penelitian tentang komunikasi
oleh Widjajanti (2010) dan Karlimah (2010), serta penelitian tentang penalaran
dan komunikasi oleh Armiati (2011). Penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa penalaran maupun komunikasi matematis itu penting dan perlu terus
dikembangkan.
Indikasi rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi pada mahasiswa
dikemukakan oleh Armiati (2011). Pendapat Armiati (2011) ini merupakan hasil
dari kajian penelitiannya yang dilakukan pada salah satu universitas negeri di kota
Padang. Menurut Armiati (2011), rendahnya kemampuan penalaran dan
komunikasi mahasiswa ini disebabkan oleh kegiatan perkuliahan yang kurang
Kegiatan perkuliahan yang berlangsung satu arah tentunya dapat menghambat
bertumbuhkembangnya kemampuan berpikir tingkat tinggi di kalangan
mahasiswa, antara lain kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.
Statistika Matematik 1 dengan bobot 3 SKS merupakan salah satu mata
kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa semester 3 Program Studi
Pendidikan Matematika S1 pada salah satu PTS di kota Palembang. Prasyarat untuk menempuh mata kuliah ini adalah Kalkulus dan Statistika Dasar. Untuk mempelajari mata kuliah Statistika Matematik 1 ini diperlukan dasar kalkulus
yang kuat dan mendalam serta pengetahuan statistika secara teoritis. Hal ini
berkaitan dengan karakteristik dari mata kuliah Statistika Matematik 1 yaitu: (1)
materi yang bersifat abstrak; (2) lebih menekankan pada aspek penalaran deduktif;
serta (3) memerlukan pemahaman secara analitik dalam pembelajarannya.
Berdasarkan pengalaman penulis sebagai tenaga pengajar pada mata kuliah
Statistika Matematik 1, dapat dikatakan pembelajaran selama ini belum
mengakomodasi kemampuan penalaran maupun komunikasi matematis
mahasiswa calon guru.
Berbagai persoalan pembelajaran yang telah diuraikan mengindikasikan
bahwa implementasi pendidikan matematika dalam p roses belajar-mengajar
(PBM) haruslah mendapat perhatian penuh. Menurut Pidarta (1997), PBM ini
menitikberatkan upaya agar materi pelajaran atau pendidikan (matematika) mudah
diamati, diinternalisasi, dihayati, ditransfer, dan dilaksanakan dalam kehidupan
nyata. Permasalahan yang dihadapi guru dalam pembelajaran di kelas menuntut
guru untuk selalu berpikir, memberi perhatian serius, pertimbangan mendalam
tentang kejadian atau keputusan yang diambil. Dalam membuat justifikasi tentang
keputusan, guru tidak boleh bergantung kepada naluri atau teknik yang telah
ditetapkan, sebaliknya guru perlu berpikir apakah yang sedang berlaku; apakah
pilihan yang ada; dan lain-lain pertanyaan yang berkaitan secara kritis dan analitis
(Norlander-Case dalam Hussin & Saleh, 2009). Keadaan ini bersesuaian dengan
definisi pemikiran reflektif menurut Dewey (Hussin & Saleh, 2009) yaitu
consideration”. Dalam konteks kajian ini, reflektif berarti berpikir dan meninjau
kembali ide, perlakuan, dan situasi yang ada dalam proses belajar mengajar
sebelum tindakan seterusnya diambil.
Romberg & Carpenter (Senger, 1999) meletakkan tanggungjawab
keberhasilan reformasi dalam pendidikan matematika di pundak guru. Reformasi
yang dimaksud salah satunya adalah menyangkut pendekatan atau model
pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran matematika. Ada beberapa hal
yang menjadi pertimbangan dalam memilih pendekatan atau model pembelajaran
yang tepat, diantaranya adalah: (1) model pembelajaran harus sesuai dengan
karakteristik materi pembelajaran; (2) model pembelajaran memiliki fungsi
sebagai instrumen yang membantu atau memudahkan peserta didik dalam
memperoleh pengalaman belajar; (3) pengembangan model pembelajaran dalam
konteks peningkatan mutu perolehan hasil belajar perlu diupayakan secara terus
menerus dan bersifat komprehensif karena proses pembelajaran merupakan faktor
penentu terhadap mutu hasil belajar (Hulukati, 2005). Selain itu, Bell (1978: 121)
menyatakan bahwa pemilihan strategi mengajar yang tepat dan pengaturan
lingkungan belajar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesuksesan
pembelajaran matematika. Proses pemilihan dan penerapan, baik itu model,
metode, strategi, atau pun pendekatan haruslah disesuaikan dengan tujuan yang
diharapkan. Hal ini dimaksudkan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai,
serta penerapan yang dilaksanakan haruslah sejalan dengan bagaimana belajar
matematika yang baik dan mampu mengakomodasi aspek kognitif maupun afektif
(karakter). Selama ini pembelajaran yang dilakukan masih mengakomodasi aspek
kognitif saja.
Menyadari pentingnya suatu pembelajaran yang berpotensi mengembangkan
kemampuan berpikir mahasiswa calon guru sekaligus membentuk karakter
mereka. Pembelajaran reflektif (Reflective Learning) memiliki banyak kelebihan
jika digunakan sebagai alternatif pembelajaran matematika untuk
mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi, sekaligus membentuk
dengan melibatkan kegiatan berpikir reflektif pada prosesnya. Refleksi dalam
konteks pembelajaran dirumuskan Boud, et al (dalam Sirajuddin, 2009; Kurnia,
2006) sebagai ”a generic for those intellectual and affective activities in which
individuals engage to explore their experiences in order to lead a new
understanding and appreciations”. Pernyataan tersebut mengandung makna
bahwa refleksi merupakan kegiatan intelektual dan afektif yang melibatkan
peserta didik dalam upaya mengekplorasi pengalaman mereka untuk mencapai
pemahaman dan apresiasi-apresiasi baru.
Pada saat berpikir reflektif berlangsung pada seorang peserta didik, ia
mempelajari apa yang sedang dihadapinya, berasumsi, menilai, bersikap, dan
mengaplikasikan pemahamannya. Hal ini sangat baik sekali karena jika ini
berlangsung secara terus menerus maka pada akhirnya kegiatan berpikir ini akan
sampai pada pemahaman yang lebih mendalam, perubahan pemikiran, dan pada
akhirnya menyelesaikan permasalahan. Hmelo & Ferrari (dalam Song,
Koszalka,dan Grabowski, 2005) menyimpulkan lebih jauh bahwa refleksi
membantu peserta didik untuk membangun keterampilan berpikir tingkat
tingginya.
Menurut Insuasty dan Castillo (2010), refleksi harus menjadi bagian yang
mendasar bagi pengembangan guru karena guru memiliki kewajiban untuk
mampu mengevaluasi dan menata kembali kemampuan mengajar agar dapat
mengoptimalkan proses belajar-mengajar. Seorang guru harus mampu bersikap
kritis terhadap kemampuan mengajarnya sendiri sehingga peserta didik
mendapatkan pengalaman belajar yang dinamis, berharga dan bermakna bagi
kehidupan mereka. Lebih jauh Zeichner dan Liston (dalam Radulescu, 2013)
menyatakan bahwa konsep pembelajaran reflektif sebagai sarana untuk
mengembangkan kemampuan profesional guru. Hal tersebut dikarenakan konsep
pembelajaran reflektif terdiri dari beberapa proses yang pada umumnya bertujuan
menumbuhkan sikap eksplorasi dan penyelidikan sehingga mampu
membangkitkan kesadaran calon guru serta menjadi faktor yang mempengaruhi
Dengan demikian, reflective learning dapat mengembangkan kesadaran
mahasiswa calon guru (mahasiswa) untuk melakukan refleksi. Mahasiswa akan
terlatih untuk selalu merancang strategi terbaik dalam memilih, mengingat,
mengenali kembali, mengorganisasi informasi yang dihadapinya, serta dalam
menyelesaikan masalah. Tidak hanya aspek kognitif mahasiswa yang
berkembang, namun juga aspek afektifnya. Melalui pengembangan kesadaran
untuk melakukan proses refleksi inilah, mahasiswa diharapkan terbiasa untuk
selalu memonitor, mengendalikan dan mengevaluasi apa yang telah dilakukannya.
Melalui skala karakter dan pengamatan terhadap mahasiswa yang sedang
mengikuti perkuliahan, akan diperoleh informasi tentang karakter mahasiswa
tersebut.
Di dunia pendidikan, pembelajaran reflektif (reflective learning) telah
dikembangkan oleh banyak ahli pendidikan sehingga cukup banyak variasi
pembelajaran reflektif yang ada. Salah satu model pembelajaran reflektif adalah
yang dikembangkan berdasarkan Ignatian Pedagogical Paradigm (IPP) pada
sekolah-sekolah milik Ordo Jesuit (Sirajuddin, 2009:195). IPP dirumuskan oleh
The International Commission on the Apostolate of Jesuit Education (ICAJE)
sebagai bagian dari Ordo Jesuit. Ordo Jesuit merupakan salah satu lembaga yang
bernaung di bawah Tahta Suci Vatikan dan bergerak di bidang pendidikan. Pada
intinya proses pembelajaran melalui model pembelajaran reflektif berbasis IPP ini
dilaksanakan dalam lima langkah yaitu: konteks (context), pengalaman
(experience), refleksi (reflection), aksi (action), dan evaluasi (evaluation) (ICAJE,
1993:12); Sirajuddin, 2009:195). Dalam kajian penelitian ini, digunakan lima
langkah pembelajaran reflektif yang dikembangkan oleh IPP. Pemilihan IPP
didasarkan pada dua hal, yaitu pertama, IPP memiliki struktur yang lengkap tetapi
sangat sederhana mulai dari konsep dasar hingga rincian langkah aplikasinya.
Karena faktor lengkap dan sederhananya itu IPP dapat diaplikasikan pada tingkat
pendidikan manapun dan dapat digunakan pada pembelajaran apapun. Kedua, IPP
telah digunakan secara luas di seluruh dunia pada lembaga-lembaga pendidikan
Selain faktor pembelajaran, ada faktor lain yang juga dapat diduga
berkontribusi terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis, komunikasi
matematis, dan karakter mahasiswa calon guru. Faktor tersebut adalah
kemampuan awal mahasiswa (rendah, sedang, dan tinggi). Galton (dalam
Ruseffendi, 2006) mengatakan bahwa dari sekelompok peserta didik yang tidak
dipilih secara khusus (sebarang), akan selalu dijumpai peserta didik yang
kemampuannya rendah, sedang, dan tinggi, karena kemampuan peserta didik
(termasuk kemampuan dalam matematika) menyebar secara distribusi normal.
Selain itu, Ruseffendi (2006) menyatakan bahwa perbedaan kemampuan yang
dimiliki peserta didik tidak semata-mata merupakan bawaan dari lahir, tetapi juga
bisa karena pengaruh lingkungan. Dengan demikian, pemilihan pendekatan model
atau pembelajaran harus diarahkan agar dapat mengakomodasi kemampuan
peserta didik yang pada umumnya adalah heterogen. Ada kemungkinan peserta
didik yang kemampuannya sedang atau rendah, namun apabila pendekatan atau
model pembelajaran yang digunakan sesuai dengan mereka, maka gap atau
kesenjangan dengan peserta didik yang berkemampuan tinggi tidak signifikan
secara statistik. Selanjutnya, untuk melihat apakah secara bersamaan faktor
pembelajaran dan faktor kemampuan awal mahasiswa berpengaruh terhadap
peningkatan kemampuan penalaran matematis, komunikasi matematis, dan
karakter mahasiswa calon guru maka dianalisis juga pengaruh interaksinya.
Untuk dapat mengetahui pencapaian dan peningkatan pembelajaran reflektif
dalam Mata Kuliah Statistika Matematik 1 terhadap peningkatan kemampuan
penalaran matematis, komunikasi matematis, dan karakter mahasiswa calon guru
dilakukan penelitian dengan judul ”Peningkatan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis, serta karakter mahasiswa calon guru melalui Pembelajaran
Reflektif (Reflective Learning)”.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Berpedoman pada latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya,
dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis, komunikasi matematis,
dan karakter mahasiswa calon guru?”.
Berdasarkan rumusan masalah umum tersebut dapat diuraikan beberapa
masalah khusus yang lebih rinci. Permasalahan khusus disusun menjadi beberapa
pertanyaan penelitian untuk menentukan langkah-langkah penelitian agar lebih
operasional sebagai berikut.
1. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis
mahasiswa calon guru yang mendapat pembelajaran reflektif lebih baik
daripada mahasiswa calon guru yang mendapat pembelajaran konvensional
ditinjau (a) keseluruhan mahasiswa; dan (b) kemampuan awal mahasiswa
(tinggi, sedang, dan rendah)?
2. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis
mahasiswa calon guru yang mendapat pembelajaran reflektif lebih baik
daripada mahasiswa calon guru yang mendapat pembelajaran konvensional
ditinjau (a) keseluruhan mahasiswa; dan (b) kemampuan awal mahasiswa
(tinggi, sedang, dan rendah)?
3. Apakah pencapaian dan peningkatan karakter matematis mahasiswa calon
guru yang mendapat pembelajaran reflektif lebih baik daripada mahasiswa
calon guru yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau (a) keseluruhan
mahasiswa; dan (b) kemampuan awal mahasiswa (tinggi, sedang, dan rendah)?
4. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara penerapan pembelajaran
(pembelajaran reflektif dan pembelajaran konvensional) dan kemampuan awal
mahasiswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap pencapaian dan peningkatan
kemampuan penalaran matematis?
5. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara penerapan pembelajaran
(pembelajaran reflektif dan pembelajaran konvensional) dan kemampuan awal
mahasiswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap pencapaian dan peningkatan
kemampuan komunikasi matematis?
6. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara penerapan pembelajaran
mahasiswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap pencapaian dan peningkatan
karakter matematis mahasiswa calon guru?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai pada penelitian
ini adalah mengkaji secara komprehensif mengenai:
1. Pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis mahasiswa
calon guru setelah mendapat pembelajaran reflektif dan pembelajaran
konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan mahasiswa; dan (b) kemampuan
awal mahasiswa (tinggi, sedang, dan rendah).
2. Pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa
calon guru setelah mendapat pembelajaran reflektif dan pembelajaran
konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan mahasiswa; dan (b) kemampuan
awal mahasiswa (tinggi, sedang, dan rendah).
3. Pencapaian dan peningkatan karakter matematis mahasiswa calon guru yang
mendapat pembelajaran reflektif dan pembelajaran konvensional ditinjau dari:
(a) keseluruhan mahasiswa; dan (b) kemampuan awal mahasiswa (tinggi,
sedang, dan rendah).
4. Pengaruh interaksi antara penerapan pembelajaran (pembelajaran reflektif dan
pembelajaran konvensional) dan kemampuan awal mahasiswa (tinggi, sedang,
dan rendah) terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran
matematis mahasiswa calon guru.
5. Pengaruh interaksi antara penerapan pembelajaran (pembelajaran reflektif dan
pembelajaran konvensional) dan kemampuan awal mahasiswa (tinggi, sedang,
dan rendah) terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi
matematis mahasiswa calon guru.
6. Pengaruh interaksi antara penerapan pembelajaran (pembelajaran reflektif dan
dan rendah) terhadap pencapaian dan peningkatan karakter mahasiswa calon
guru.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dan menjadi masukan
bagi pihak-pihak yang terkait, seperti:
1. Dosen, untuk memberikan sumbangsih pemikiran bahwa pembelajaran
reflektif merupakan alternatif pembelajaran matematika yang dapat
diimplementasikan di kampus karena dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran baik dari aspek-aspek kognitif yaitu kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis, maupun dari aspek afektif yaitu membangun karakter
calon guru matematika.
2. Mahasiswa, memberikan pengalaman pembelajaran yang berkaitan dengan
situasi penyelesaian soal/masalah, melatih diri agar selalu merefleksi diri,
sekaligus mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis, serta karakter mahasiswa.
3. Peneliti, sebagai arena meningkatkan kemampuan meneliti, mengembangkan
pembelajaran reflektif sebagai teori yang dikenalkan dalam pendidikan
matematika di Indonesia.
E.Struktur Organisasi Disertasi
Rincian penulisan Disertasi ini meliputi lima bab. Pertama, mengenai
latar belakang penelitian yang berisi hal yang melandasi peneliti mengambil
kajian ini, identifikasi masalah dan perumusan masalah penelitian, tujuan
penelitian meliputi tujuan umum dan khusus serta manfaat penelitian. Kedua,
mengenai kajian pustaka yang membahas tentang kemampuan penalaran
matematis, kemampuan komunikasi matematis, dan karakter mahasiswa calon
guru, pembelajaran reflektif, teori-teori belajar yang mendukung, hasil
penelitian yang relevan, dan hipotesis penelitian. Ketiga, mengenai metode
penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data dan
analisis data. Keempat, menyajikan data dan hasil pengolahan data, analisis
data serta pembahasan dikaitkan dengan rumusan masalah penelitian, sedangkan
kelima menyimpulkan hasil penelitian meliputi kesimpulan secara menyeluruh
dan kesimpulan yang terperinci untuk menjawab permasalahan penelitian,
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen karena perlakuan diuji dan
diukur pengaruhnya terhadap kelompok-kelompok sampel. Dalam
implementasinya, tidak dilakukan pengelompokan sampel secara acak, tetapi
menerima keadaan subjek apa adanya. Dengan demikian metode penelitian ini
merupakan Quasi-Experimental (Ruseffendi, 2005; Sugiyono, 2009;
Sukmadinata, 2008).
Untuk memperoleh informasi dan mengontrol kesetaraan kemampuan awal
subjek penelitian, digunakan pretes. Apabila terdapat perbedaan skor postes dari
kelompok-kelompok sampel tersebut dapat diduga akibat adanya perlakuan yang
berbeda atau tidak. Oleh karena itu, desain eksperimen yang digunakan dalam
penelitian adalah desain kelompok kontrol pretes dan postes nonekuivalen
(Nonequivalent Pre-Test and Post-Test Control- Group Design) (Creswell, 2012;
Sugiyono, 2009). Secara singkat, desain eksperimen tersebut, dapat digambarkan
sebagai berikut.
O X O
O O
Keterangan:
O : pretes/postes KPM, KKM, dan KM
X : Pembelajaran Reflektif (Reflective Learning)
Pada desain ini, setiap subjek dalam kelas masing-masing diberi pretes (O),
dan setelah perlakuan diberi postes (O). Sementara itu, X merupakan perlakuan
yaitu penggunaan pembelajaran reflektif pada kelas eksperimen. Kelas kontrol
dalam penelitian ini menggunakan pembelajaran konvensional. Waktu dan bahan
ajar yang diberikan pada pembelajaran konvensional sama atau setara dengan
Terdapat tiga variabel dalam penelitian ini yaitu variabel bebas, variabel
terikat, dan variabel kontrol. Variabel bebas adalah pembelajaran reflektif (PR),
variabel terikat adalah kemampuan penalaran matematis (KPM), kemampuan
komunikasi matematis (KKM), dan karakter mahasiswa (KM), sedangkan
variabel kontrolnya adalah kemampuan awal mahasiswa (KAM). KAM dibedakan
menjadi 3 kelompok yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
Variabel terikat dikaji secara lebih komprehensif, ditinjau dari
pembelajaran, KAM, dan keseluruhan mahasiswa. Keterkaitan antara
variabel-variabel penelitian yaitu variabel-variabel bebas, variabel-variabel terikat, dan variabel-variabel kontrol
dinyatakan dalam bentuk model Weiner pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1
Keterkaitan Antara Kemampuan Penalaran Matematis, Kemampuan Komunikasi Matematis, Karakter Mahasiswa, Pembelajaran, dan Kemampuan Awal
Mahasiswa
Kelompok KAM
KPM KKM KM
PR PK PR PK PR PK
Rendah (R) KPM-PR-R KPM-PK-R KKM-PR-R KKM-PK-R KM-PR-R KM-PK-R
Sedang (S) KPM-PR-S KPM-PK-S KKM-PR-S KKM-PK-S KM-PR-S KM-PK-S
Tinggi (T) KPM-PR-T KPM-PK-T KKM-PR-T KKM-PK-T KM-PR-T KM-PK-T
Keseluruhan
(L) KPM-PR-L KPM-PK-L KKM-PR-L KKM-PK-L KPM-PR-L KM-PK-L
Keterangan: (hanya sebagian yang dijelaskan)
KPM-PR-R : Kemampuan penalaran matematis melalui pembelajaran
reflektif untuk kelompok KAM rendah.
KKM-PK-S : Kemampuan komunikasi matematis melalui pendekatan
konvensional untuk kelompok KAM sedang.
KM-PR-T : Karakter mahasiswa melalui pembelajaran reflektif untuk
kelompok KAM tinggi.
KPM-PR-L : Kemampuan penalaran matematis mahasiswa yang
memperoleh pembelajaran reflektif secara keseluruhan.
memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa yang mengontrak
mata kuliah Statistika Matematik 1 pada saat penelitian dilakukan yaitu pada
semester ganjil tahun akademik 2013/2014 di Program Studi Pendidikan
Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tingkat strata 1, pada salah
satu perguruan tinggi swasta (PTS) kota Palembang. Pemilihan mata kuliah
Statistika Matematik 1 ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa materi-materi
yang disajikan sarat dengan analisis serta beragamnya permasalahan yang akan
dibahas. Selain itu mata kuliah Statistika Matematik 1 ini dianggap mampu
mengakomodasi kemampuan penalaran dan komunikasi mahasiswa karena
memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) materi yang bersifat abstrak; (2) lebih
menekankan pada aspek penalaran deduktif; serta (3) memerlukan pemahaman
secara analitik dalam pembelajarannya.
Umumnya mata kuliah Statistika Matematik 1 diikuti oleh mahasiswa
semester III. Secara psikologis mahasiswa semester III ini sudah mampu
memahami dan mampu beradaptasi dengan cara belajar di perguruan tinggi yang
sarat dengan tugas, kemandirian, dan tanggung jawab. Tabel 3.2 berikut
menampilkan keseluruhan populasi dalam penelitian ini.
Tabel 3.2 Populasi Penelitian
Rombel/Kelas Jumlah (orang)
3A 41
3B 38
3C 39
3D 37
3E 35
3F 18
Mahasiswa semester III Prodi Pendidikan Matematika yang menjadi populasi
dalam penelitian ini terdiri dari 6 rombongan belajar (rombel). Waktu
pembelajaran pada mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika ini dibedakan
menjadi 2 kategori yaitu Kelas Reguler Pagi dan Kelas Reguler Sore. Rombel
kelas A, B, C, dan D, dan E merupakan Kelas Reguler Pagi, sedangkan kelas F
merupakan Kelas Reguler Sore.
2. Sampel Penelitian
Untuk menetapkan sampel penelitian, ditempuh langkah-langkah berikut:
a. Mendata mahasiswa yang mengontrak mata kuliah Statistika Matematik 1
pada semester ganjil TA 2013/2014. Mahasiswa sudah terdistribusi dalam
rombongan belajar (rombel) oleh pihak universitas tanpa kriteria khusus.
Jadwal perkuliahan dan administrasi yang mendukungnya telah diatur melalui
fakultas. Oleh karena itu, peneliti tidak melakukan pengacakan mahasiswa
secara individu, tapi menerima subjek apa adanya di setiap kelas perkuliahan.
b. Memilih 4 kelas yang berasal dari Kelas Reguler Pagi secara purposive
sampling dengan mempertimbangkan efisiensi waktu, biaya, dan persiapan
penelitian. Kelas yang terpilih secara purposive sampling adalah kelas A, B, C,
dan D.
c. Menguji kesetaraan kelas yang terpilih yaitu kelas A, B, C, dan D melalui
gambaran kualitas KAM pada kelas-kelas tersebut untuk ditetapkan sebagai
kelas eksperimen (pembelajaran reflektif) dan kelas kontrol (pembelajaran
konvensional). Statistik deskriptif data skor TKAM berdasarkan kelas sampel
penelitian disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.3
Statistik Deskriptif Data TKAM berdasarkan Kelas Sampel Penelitian
Kelas Sampel Penelitian
Skor
Rerata Simpangan
Baku n
Min Maks
A 2 16 8,39 2,83 41
B 3 13 8,84 2,54 38
C 3 15 9,03 2,92 39