PENGUATAN PARTISIPASI WARGA NEGARA DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BERBASIS
KONSEP GREEN MORAL
(Studi Kasus di Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang dan Kota Batu)
DISERTASI
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Pendidikan Kewarganegaraan
Oleh: M. Syahri 0907650
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
LEMBAR PENGESAHAN
Promotor,
Prof. Dr. Dasim Budimansyah, M.Si NIP. 196203161988031003
Ko. Promotor,
Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita NIP. 195102711978021001
Anggota,
Prof. Dr. Sapriya, M.Ed NIP. 196308201988031001
Mengetahui,
Ka.Prodi PKn Sekolah Pasca Sarjana UPI
PERNYATAAN
De ga i i saya e yataka bahwa disertasi ya g berjudul “PENGUATAN PARTISIPASI
WARGA NEGARA DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BERBASIS KONSEP GREEN MORAL” ini dan seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak
melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung risiko yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap karya saya.
Bandung, Februari 2013
Yang membuat pernyataan,
Ttd.
ABSTRAK
PENGUATAN PARTISIPASI WARGA NEGARA DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BERBASIS KONSEP GREEN MORAL
M. Syahri (0907650)
Prof. Dr. Dasim Budimansyah, M.Si
ABSTRACT
STRENGTHENING CITIZEN PARTICIPATION IN SUSTAINABLE DEVELOVMENT ON THE BASIS OF GREEN MORALITY CONCEPT
M. Syahri (0907650)
Prof. Dr. Dasim Budimansyah, M.Si
This dissertation presents the results of study on strengthening citizen participation in sustainable development based on green morality concept. The study was conducted in the District of Blitar, the District of Malang, and the City of Batu, and involved community members, government, and schools. The main problem of the study is current environmental crisis due to human misbehaviors, which originated from the wrong perspective of humanity, nature, and relation between human beings and nature or universe as a whole. Theory adopted to solve the problem is Talcot
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Penelitian ... 1
B.Rumusan Masalah ... 24
C.Tujuan Penelitian ... 24
D.Manfaat Penelitian ... 25
E. Struktur Organisasi Disertasi ... 26
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 27
A. Partisipasi Warga Negara ... 27
1. Konsep Partisipasi ... 27
2. Derajat Partisipasi ... 39
B. Teori Etika dan Moralitas Serta Teori-Teori Etika Lingkungan ... 45
1. Pengertian Etika dan Moralitas ... 45
2. Pengertian Etika Lingkungan ... 47
C. Pengaruh Revolusi Hijau Terhadap Faktor Ekologi, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat ... 47
1. Program Revolusi Hijau ... 47
2. Dampak Program Revolusi Hijau ... 48
D. Pelestarian Lingkungan Hidup ... 49
1. Pendidikan Moral: Prinsip dan Praktek ... 50
2. Karakter dan Kebajikan ... 52
3. Teori Karakter Moral Aristoteles ... 57
4. Alam dan Pemeliharaan dalam Etika Kebajikan... 60
5. Kebajikan, Karakter dan Pendidikan ... 62
F. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan . 67 G. Prinsip-Prinsip Menuju Kehidupan yang Berkelanjutan ... 71
1. Prinsip-Prinsip Kehidupan yang Berkelanjutan ... 71
2. Asal-usul Pembangunan Berkelanjutan ... 74
3. Perkembangan Pembangunan Berkelanjutan ... 75
4. Pembangunan Berkelanjutan: Membuat Arus Utama ... 77
5. Mainstream Pembangunan Berkelanjutan ... 79
6. Menyampaikan Arus Utama Pembangunan Berkelanjutan ... 80
H. Resistensi Terhadap Pengembangan ... 86
I. Protes untuk Keberlanjutan ... 88
J. Melembagakan Kembali Kearifan-kearifan Lokal Tradisional ... 90
K. Teori Struktural Fungsional Talcot Parson... 92
L. Kewarganegaraan Ekologis ... 108
M. Pendidikan Lingkungan sebagai Dasar Sikap dan Perilaku bagi Kelangsungan Hidup ... 119
N. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 123
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 126
A. Pendekatan Penelitian ... 126
B. Teknik Penelitian ... 133
C. Penjelasan Istilah ... 138
D. Instrumen Penelitian ... 140
E. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 141
F. Tahap-tahap Penelitian ... 143
G. Teknik Analisis Data ... 144
I. Uji Validasi Data Penelitian ... 148
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 150
A. Gambaran Lokasi Penelitian ... 150
B. Hasil Penelitian ... 157
1. Bentuk-bentuk Partisipasi Warga Negara dalam Pelestarian Lingkungan Hidup ... 157
2. Bentuk Kompetensi Kewarganegaraan Agar Warga Negara Berpartisipasi dalam Pelestarian Lingkungan Hidup... 165
3. Bentuk Penguatan Partisipasi Warga negara daam Pelestarian Lingkungan Hidup ... 172
4. Partisipasi Warga Negara dalam Pelestarian Lingkungan Hidup Berdasar Konsep Green Moral Dalam Pembangunan Berkelanjutan 176 5. Faktor Pendukung dan Penghambat Kapasitas Kompetensi Kewarganegaraan dalam Pelestarian Lingkungan Hidup ... 180
C. Pembahasan ... 186
1. Bentuk-Bentuk Partisipasi Warga Negara dalam Pelestarian Lingkungan Hidup ... 186
2. Kompetensi Kewarganegaraan Agar Warga Negara Berpartisipasi dalam Pelestarian Lingkungan Hidup ... 190
3. Bentuk Penguatan Partisipasi Warga Negara Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup ... 195
4. Partisipasi Warga Negara Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup Berdasar Konsep Green Moral Dalam Pembangunan Berkelanjutan ... 200
5. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pembangunan Partisipasi Warga Negara dalam Lingkungan Hidup ... 209
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 217
A. Kesimpulan ... 217
1. Kesimpulan Umum ... 217
2. Kesimpulan Khusus ... 218
B. Saran ... 219
DAFTAR PUSTAKA ... 221
LAMPIRAN ... 228
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Bentuk-bentuk Partisipasi Warga Negara dalam
Pelestarian Lingkungan Hidup ... 164
Tabel 4.2 Bentuk Kompetensi Kewarganegaraan Agar Warga
Negara Dapat Berpartisipasi dalam Pelestarian
Lingkungan Hidup ... 171
Tabel 4.3 Bentuk Penguatan Partisipasi Warga Negara dalam
Pelestarian Lingkungan Hidup ... 175
Tabel 4.4 Partisipasi Warga Negara dalam Pelestarian Lingkungan
Hidup Berdasar Konsep Green Moral Pada Pembangunan
Berkelanjutan ... 179
Tabel 4.5 Faktor Pendukung Dan Penghambat Kapasitas
Kompetensi Kewarganegaraan Dalam Pelestarian
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tangga Partisipasi Sherry Arnstein ... 41
Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 147
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
1. Partisipasi Warga Negara dalam Menjaga Pelestarian Lingkungan Hidup
Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya untuk mencerdaskan
bangsa salah satunya adalah dengan pendidikan. Suatu bangsa kehidupannya akan
maju dan sejahtera apabila bangsa tersebut cerdas.
Penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan pendidikan
yang hendak dicapai berdasarkan pembangunan nasional yang hakekatnya
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia meliputi seluruh bidang kehidupan. Salah
satu bidang pendidikan yang diajarkan di sekolah adalah mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat SD sampai
Perguruan Tinggi. Dalam kenyataannya, PKn sering dikatakan sebagai mata
pelajaran yang membosankan, tidak menarik, penuh dengan teori dan sebagainya.
Perspektif mengenai mata pelajaran PKn yang membosankan dapat
semakin kuat apabila guru kurang menerapkan pembelajaran yang
membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga yang terjadi adalah minimnya
keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar dan kecerdasan siswa kurang
Partisipasi warga negara dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup di
dasari karena manusia merupakan bagian dari lingkungan hidup itu sendiri.
Kerusakan pada lingkungan hidup pada dasarnya juga merusak pada diri manusia
itu sendiri. Prinsip-prinsip deep ecology (Arne Naess dalam Mudhofir, 2010: 197)
adalah:
1. Kesejahteraan dan perkembangan manusia dan non manusia di muka bumi
memiliki nilai di dalam dirinya sendiri (seperti nilai intrinsic atau nilai
inheren). Nilai-nilai tersebut tidak tergantung dari nilai non-manusia untuk
tujuan-tujuan manusia.
2. Kekayaan dan keragaman bentuk-bentuk kehidupan berkontribusi pada
kesadaran nilai-nilai mereka sendiri dan juga nilai-nilai inherennya (dalam
dirinya sendiri).
3. Manusia tak memiliki hak untuk mengurangi kekayaan dan keragamannya
kecuali untuk memenuhi kebutuhan pokok saja.
4. Perkembangan hidup dan budaya manusia sepadan dengan pengurangan
subtansial populasi manusia. Perkembangan kehidupan non manusia
memerlukan pengurangan semacam ini.
5. Intervensi manusia modern atas dunia non manusia terlalu berlebihan, dan
kondisi ini makin memburuk.
6. Karena itu, kebijakan-kebijakan harus berubah. Kebijakan-kebijakan
tersebut mempengaruhi struktur dasar ekonomi, teknologi, dan juga
ideologi. Keadaan yang dihasilkannya akan berbeda dari keadaannya
7. Perubahan ideologi yang utama adalah penghormatan pada kualitas hidup
(yakni berada dalam kondisi-kondisi nilai inheren) bukannya
mempertahankan standar hidup yang makin tinggi. Selanjutnya akan muncul
kesadaran mendalam terhadap perbedaan antara yang besar dan besar sekali
(the difference between big and great).
8. Mereka yang mendukung poin-poin diatas memiliki kewajiban untuk
menerapkan perubahan-perubahan mendesak tersebut, langsung maupun
tidak langsung.
Berdasarkan pengetahuan dan pemahaman akan konteks tersebut,
diharapkan akan membangun rasa kesadaran dan perasaan memiliki sebagai
bagian dari suatu bangsa. Namun pada kenyataannya partisipasi Warga Negara
dalam melestarikan lingkungan hidup perlu ditingkatkan, mengingat bukan hanya
di Indonesia melainkan dunia saat ini sedang mengalami krisis lingkungan yang
berakar pada kesalahan perilaku manusia yang berakar pada kesalahan perspektif
manusia tentang manusia sendiri, alam, dan hubungan antara manusia dengan
seluruh alam semesta (Keraf, Sony, 2006:123).
Untuk memperbaiki kesalahan perilaku dan kesalahan pandang manusia
tentang dirinya dengan lingkungannya serta melakukan perubahan fundamental
tentang cara pandang tersebut, bisa melalui “Citizenship Education” atau “Civic
Education”. Dengan kata lain “Citizenship Education” atau “Civic Education”
dapat merubah cara pandang dan perilaku manusia atau warga negara dalam
memandang lingkungannya. Civic Education, seyogyanya memiliki jati diri:
diorganisasikan secara lintas bidang ilmu; difasilitasi dengan pembelajaran yang
nyata; diselenggarakan dalam situasi yang demokratis; diupayakan agar mewadahi
keanekaragaman sosial budaya masyarakat; dan dikembangkan bersama secara
kolaboratif oleh sekolah, orang tua dan masyarakat termasuk pemerintah
(Budimansyah, 2007: 29). Pengembangan Civic Education ini juga berkaitan erat
dengan karakteristik warga negara yang disampaikan Cogan (1998). Cogan
mengidentifikasi delapan karakteristik yang perlu dimiliki warga Negara
sehubungan dengan semakin beratnya tantangan yang harus dihadapi dimasa
mendatang. Karakteristik warga negara tersebut meliputi:
(1) Kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga Negara masyarakat global;
(2) Kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat;
(3) Kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya;
(4) Kemampuan berfikir kritis dan sistematis;
(5) Kemauan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan; (6) Kemauan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah bisa,
guna melindungi lingkungan hidup;
(7) Memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak azasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb.);
(8) Kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional (Sapriya, 2004:9).
Dalam permasalahan lingkungan hidup khususnya Indonesia masih kurang
adanya partisipasi Warga Negara salah satunya partisipasi hanya sebatas proyek
selain itu kenyatannya masih banyak anggota masyarakat dalam hal ini
oknum-oknum tertentu kurang sadar akan makna lingkungan hidup sehingga berdampak
buruk pada lingkungan hidup, misalnya illegal logging, limbah industri pabrik,
pencemaran udara, tanah, air, penebangan pohon dan lain-lain. Oleh karena itu
partisipasi Warga Negara sangat dibutuhkan bukan hanya mengajak Warga
kesempatan untuk mengidentifikasi masalah, memecahkannya, membuat
keputusan, melaksanakan, memonitoring, dan mengevaluasi.
Sejatinya, masyarakat bangsa kita yang telah sedemikian rupa digembleng
habis-habisan melalui berbagai program Pendidikan Kewarganegaraan (baca:
Citizenship Education) akan menjelma sebagai warga negara yang memiliki
kekuatan karsa. Setidak-tidaknya jika kita mendefinisikan “Citizenship
Education” sebagai program pendidikan yang mencakup pengalaman belajar di
sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam
organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan, dan dalam media
(Cogan & Derricott, 1998). Akan tetapi, kenyataannya hingga saat ini masyarakat
bangsa kita masih dihiasi oleh suatu gejala kelemahkarsaan, suatu mentalitas yang
sangat tidak cocok untuk pembangunan. (Budimansyah, 2006: 305). Hal ini juga
akan berpengaruh terhadap kesadaran warga negara dalam menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai peran penting dalam penanaman
nilai, karena koridornya value based, nilai tersebut harus diajarkan dalam
pendidikan formal maupun non formal seperti PKn kemasyarakatan (community
civics). Sedangkan objek studi Civics dan Pendidikan Kewarganegaraan (civic
education) adalah warga negara dalam hubungannya dengan organisasi
kemasyarakatan, sosial, ekonomi, agama dan negara. Sebagaimana dipaparkan
oleh Somantri (2001: 276), dalam Lokakarya Metodologi Pendidikan
Kewarganegaraan, (1973: 214) yang termasuk ke dalam objek studi civics ialah:
a) Tingkah laku,
b) Tipe pertumbuhan berfikir,
d) Hak dan kewajiban, e) Cita-cita dan aspirasi,
f) Kesadaran (patriotisme, nasionalisme, pengertian internasional, dan moral Pancasila),
g) Usaha, kegiatan, partisipasi, dan tanggung jawab.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu wadah pembentukan
warga negara yang baik (good citizenship), cerdas, terampil dan berkarakter setia
kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NRI
1945.
Penanaman nilai-nilai lingkungan hidup sudah diintegrasikan kepada mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan di dalam pendidikan formal meskipun
pada proses pembelajaran belum sebagian guru PKn hanya sebatas memberikan
materi saja belum sampai pengamalan nilai-nilai dan melestarikan lingkungan
hidup.
Berbicara tentang Pendidikan Kewarganegaraan selain di persekolahan
Pendidikan Kewarganegaraan juga dapat kita pelajari di masyarakat. Sebagaimana
dikemukakan Cogan dalam Budimansyah dan Suryadi (2008:5) :
citizenship education or education for citizenship...The more inclusive term and encompasses both these in-school experiences as well as out-of-school or non-formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media etc, which help to shape the totality of the citizen.
Berdasarkan kutipan di atas citizenship education atau education for
citizenship merupakan istilah generik yang mencakup pengalaman belajar di
sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam
Ekologi dalam (deep ecology) adalah cabang dari ekosofi yang
memandang umat manusia bagian integral dari lingkungannya. Ia merupakan
tubuh pemikiran yang menempatkan nilai pada spesies non manusia, ekosistem
dan proses-prosesnya di alam lebih dari sekedar membangun gerakan lingkungan
dan gerakan hijau. Ekologi dalam (deep ecology) telah meletakkan sebuah sistem
etika lingkungan baru. Prinsip inti deep ecology awalnya dikembangkan oleh
doktrin egalitarianisme biosfer Arne Naess yang menyatakan bahwa sebagaimana
manusia, lingkungan hidup (the living environment) adalah sebagai keseluruhan
utuh yang memiliki hak yang sama untuk hidup dan berkembang. (Mudhofir,
2010: 194). Selanjutnya, menurut tradisi bio ekosistem dalam lingkungan terdapat
dua komponen yakni komponen produsen dan komponen konsumen. Proses
ekosistem dalam lingkungan hakekatnya merupakan proses daur energi, materi
dan informasi antar komponen. Oleh karena itu, tata lingkungan akan tetap dalam
keadaan seimbang jika komponen-komponen dalam ekosistem tersebut berproses
secara normal tidak terganggu atau mengganggu. Artinya masing-masing
komponen bertindak sesuai dengan peran niche ekologisnya. Apabila
komponen-komponen tersebut bertindak di luar jalur niche ekologisnya sudah barang tentu
akan terjadi ketidakseimbangan ekosistem. Akibat lebih serius lagi adalah
terjadinya kerusakan penyangga kehidupan, ekosistem (Abdilah, 2001: 165).
2. Kelestarian Lingkungan Hidup
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang
mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik secara langsung maupun
tidak langsung. Lingkungan mempunyai arti penting bagi manusia, dengan
materialnya, dengan lingkungan biologi manusia dapat memenuhi kebutuhan
jasmaninya, dan dengan lingkungan sosial manusia dapat memenuhi kebutuhan
spiritualnya. Oleh karena itu antara manusia dan lingkungan hidup selalu terjadi
interaksi timbal balik.
Dewasa ini ada empat isu global menyangkut agenda pelestarian
lingkungan hidup ( Ismawan, 1999: 22), keempat isu tersebut, yaitu:
a) Polusi; antara lain polusi udara, hujan asam, perubahan iklim, polusi air,
polusi akibat bahan-bahan kimia, limbah industri, limbah nuklir, dan
seterusnya;
b) Sumber alam; antara lain isu deforestasi, hilangnya sumber-sumber
genetika, erosi tanah dan disertifikasi, problema lahan kritis, kerusakan
sumber-sumber kelautan, degradasi kemampuan lahan, hilangnya
lahan-lahan pertanian, dan sebagainya;
c) Perkotaan; antara lain penggunaan tanah di kota besar, sanitasi
lingkungan, air bersih, manajemen pertumbuhan kota, kesejahteraan sosial
dan pendidikan, lingkungan dan perumahan kumuh, penghijauan di kota
besar, dan seterusnya;
d) Manajemen; antara lain monitoring dan pelaporan, analisis investasi,
analisis biaya manfaat (cost benefit analysis), efektifitas biaya (cost
effectiveness), analisis resiko, juga mencakup AMDAL (Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan) dalam sebuah proyek.
Keempat problema tersebut telah memasuki stadium yang sangat krusial.
Polusi misalnya, menimbulkan problema yang harus dipikul secara bersama oleh
Penurunan kualitas sumber daya alam sangat berpengaruh terhadap kehidupan
pada masa berikutnya.
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan
manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka sendiri agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (Al Qur’an Surat. A
r-Ruum, 30:41). Makna ayat diatas menggambarkan betapa eratnya keterkaitan
antara sikap manusia dan lestari tidaknya lingkungan tempat manusia itu tinggal.
Keseimbangan ekosistem yang akan mempengaruhi kelangsungan hidup manusia
merupakan prasyarat mutlak untuk menciptakan kehidupan yang harmoni dalam
segala aspek, baik sosial, ekonomi, maupun budaya. Pembangunan yang
integralistik dan holistik adalah langkah ideal dalam menciptakan keharmonisan
dan keseimbangan ekosistem di alam. Kenyataanya, pembangunan lebih
diarahkan atau dititikberatkan pada aspek ekonomi semata dan mengabaikan
nilai-nilai humanis. Pandangan manusia terhadap alam lingkungan (ekosistem) dapat
dibedakan atas dua golongan yakni pandangan imanen (holistik) dan
transcendent. Menurut pandangan holistik, manusia dapat memisahkan dirinya
dengan sistem biofisik sekitarnya, seperti dengan hewan, tumbuhan, sungai dan
gunung, namun merasa adanya hubungan fungsional dengan faktor-faktor biofisik
itu sehingga membentuk satu kesatuan sosio-biofisik. Menurut pandangan
transcendent, kehidupan secara ekologi merupakan bagian dari lingkungannya,
manusia merasa terpisah dari lingkungannya, lingkungan dianggap sebagai
sumber daya yang diciptakan untuk dieksploitasi sebesar-besarnya (Iskandar,
Keterkaitan alami atau keterkaitan ekosistem mendefinisikan batas alam
interaksi keberadaan seluruh unsur alam, kehidupan dan manusia dalam satu
ruang yang sama (Purwasasmita, 2011: 27). Pemanasan global (global warming)
beberapa tahun terakhir ini menjadi isu sentral, hal ini menjadi pembicaraan
masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Peningkatan temperatur bumi dari tahun
ke tahun akibat akumulasi gas di atmosfer yang menyelimuti bumi merupakan
fenomena alam. Di Indonesia tanda-tanda terjadinya perubahan iklim tampak
jelas, mulai dari pergeseran musim kemarau dan musim penghujan, terjadinya
ombak yang tinggi, meluasnya kekeringan, terjadinya banjir dimana-mana dan
angin puting beliung, kerusakan lingkungan tidak terelakan. Gunung gundul,
hutan meranggas, tanah gersang ada di mana-mana, debit air sungai berkurang,
sumber mata air banyak yang mati, sementara orang-orang tidak ambil peduli,
masing-masing berpacu mencari rizki untuk hidupnya sendiri-sendiri. Mereka
lupa bahwa pemanasan global mengejar manusia, lapisan ozon tiap detik, tiap
menit, tiap jam semakin menipis. Akibat itu semua adalah perubahan iklim yang
tidak menentu, munculnya penyakit-penyakit baru baik yang menimpa manusia,
hewan maupun tumbuhan, yang lebih fatal sinar matahari langsung menembus
bumi tanpa ada penghalang lapisan ozon sehingga panas luar biasa dan semua
benda di muka bumi terbakar. Melihat kondisi yang sudah amat mengawatirkan
tersebut selain mengadakan seminar-seminar nasional, regional maupun
internasional yang diselenggarakan di hotel-hotel berbintang yang membicarakan
kerusakan lingkungan, perlu juga adanya langkah kongkrit untuk penyadaran dan
3. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan ekonomi nasional sebagai mana diamanatkan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan
berdasarkan perinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Hal tersebut didasarkan pada kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun
telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Selain itu, pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan
perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup
karena perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua elemen baik itu pemerintah maupun
Warga Negara. Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menegaskan adanya prinsip
berkelanjutan yang terkandung dalam azas demokrasi ekonomi yang dianut oleh
konstitusi Negara kita. Pasal 33 ayat (4) itu menyatakan bahwa “perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
berkelanjutan, berwawasan lingkungan”. Masalahnya adalah apa yang
dimaksudkan dengan kata-kata “berkelanjutan” dan “berwawasan lingkungan”
dalam ketentuan pasal 33 ayat (4) itu (Asshiddiqie, 2010: 133). Pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) merupakan salah satu perwujudan dari
wawasan lingkungan dimaksud dalam UUD 1945 dan prinsip pembangunan yang
berkelanjutan juga harus diterapkan dalam kebijakan pembangunan yang
berwawasan lingkungan (Asshiddiqie, 2010: 134). Harapan akan “pembangunan
yang berkesinambungan” didasarkan pada hasil pengamatan bahwa tidak semua
“pembangunan” merusak lingkungan. Tujuan awal kelompok pembela lingkungan
pertumbuhan nol bagi aktivis yang merusak lingkungan, tidak akan cukup untuk
mencegah kerusakan jangka panjang terhadap biosfer, dikatakan Jacobs (Low,
2009: 17). Selain itu, penjaminan terhadap kesinambungan lingkungan hidup
ditentukan oleh struktur ekosistem, perkembangan nilai, dan perkembangan
kelembagaan. (Purwasasmita,2011: 29).
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses sosial dan ekologis
untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan tetap mempertahankan kualitas
lingkungan hidup. Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan dapat dibagi
menjadi 3 aspek : keberlanjutan lingkungan hidup, keberlanjutan secara ekonomi,
dan berkelanjutan secara sosial politik. UNESCO tahun 2001 mendeklarasikan
“bahwa keberagaman budaya sangat penting bagi manusia, seperti halnya
keberagaman hayati bagi alam”. Dalam hubungan ini beberapa peneliti
mendefinisikan bahwa lingkungan (environment) adalah kombinasi dari alam
(nature) dan budaya (culture). Jadi pembangunan berkelanjutan di dunia harus
mengintegrasikan multidisiplin dan menginterpretasikan keragaman budaya
sebagai elemen utama strateginya. Environmental Sustainability didefinisikan
sebagai kemampuan lingkungan untuk berfungsi secara berkelanjutan, termasuk
memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa membahayakan kebutuhan generasi
yang akan datang.
Ciri-ciri pembangunan berkelanjutan memiliki karakteristik yang khas
yang berbeda dengan pola pembangunan lainnya yang selama ini dilaksanakan.
Ciri-ciri tersebut antara lain:
a. Menjamin pemerataan dan keadilan; strategi pembangunan yang
produksi, lebih meratanya kesempatan perempuan, dan pemerataan ekonomi
untuk kesejahteraan.
b. Menghargai keanekaragaman hayati; keanekaragaman hayati merupakan
dasar bagi tatanan lingkungan. Pemeliharaan keanekaragaman hayati
memiliki kepastian bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berlanjut
untuk masa kini dan masa yang akan datang.
c. Menggunakan pendekatan integratif; dengan menggunakan pendekatan
integratif, maka keterkaitan yang kompleks antara manusia dengan
lingkungan dapat dimungkinkan untuk masa kini dan yang akan datang.
d. Menggunakan pandangan jangka panjang; untuk merencanakan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya yang mendukung pembangunan agar secara
berlanjut dapat digunakan dan dimanfaatkan.
Dari gambaran di atas dapat kita kemukakan bahwa pembangunan
berkelanjutan berusaha menyatukan tiga dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan
hidup menjadi suatu sinergi dalam meningkatkan kualitas manusia. Dimensi
ekonomi dalam pembangunan berkelanjutan tetap memfokuskan kepada
pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas serta menyertakan eko-efisiensi di
dalamnya. Dimensi sosial mencakup pemberdayaan, peran serta, kebersamaan,
mobilitas, identitas kebudayaan, pembinaan kelembagaan, dan pengentasan
kemiskinan. Dimensi ekologi itu sendiri bertujuan untuk integritas ekosistem,
ramah lingkungan dan hemat sumber daya alam, pelestarian keanekaragaman
hayati, dan tanggapan isu global.
Pembangunan berkelanjutan pada kenyataannya merupakan proses
kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
depan” menurut Brundtland Report dari PBB 1987 (Chuzaemi, 2008:1).
Berdasarkan laporan WCED ( World Commission on Environment and
Development) dalam proses pembangunan berkelanjutan ada empat syarat yang
harus dipenuhi :
1. Menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi yang secara ekologis benar,
2. Pemanfaatan sumber daya terbarukan (renewable resources) tidak boleh melebihi potensi lestarinya serta upaya mencari pengganti bagi sumber daya tak terbarukan (non-renewable resources).
3. Pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi pencemaran,
4. Perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung lingkungan (carrying capacity) (Chuzaemi, 2008: 1).
Pembangunan berkelanjutan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan.
Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai dengan melaksanakan
pembangunan disegala bidang. Pembangunan merupakan proses pengolahan
Sumber Daya Alam dan pendayagunaan Sumber Daya Manusia dengan
memanfaatkan teknologi. Dalam pola pembangunan tersebut, perlu
memperhatikan fungsi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia, agar dapat
terus menerus menunjang kegiatan atau proses pembangunan yang berkelanjutan.
Pengertian pembangunan berkelanjutan itu sendiri adalah: Perubahan positif sosial
ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial dimana masyarakat
bergantung kepadanya. Keberhasilan penerapannya memerlukan kebijakan,
tergantung pada dukungan penuh masyarakat melalui pemerintahannya,
kelembagaan sosialnya, dan kegiatan dunia usahanya (Sumarwoto, 2008: 161).
Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan implikasi adanya batas
yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan organisasi sosial mengenai Sumber
Daya Alam, serta kemampuan biosfer dalam menyerap berbagai pengaruh
aktivitas manusia. Proses pembangunan berkelanjutan secara langsung ditentukan
oleh kualitas manusia dan lingkungannya. Pembangunan dapat meningkatkan
kesejahteraan untuk generasi yang mendatang meskipun tidak membatasi generasi
yang akan datang untuk lebih meningkatkan kesejahteraan hidup.
4. Konsep Green Moral
Kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai kebutuhan bersama
yang membutuhkan adanya partisipasi Warga Negara dengan pengelolaan
lingkungan hidup melalui pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup sehingga setiap Warga Negara mempunyai hak yang sama atas
pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup yang baik dan sehat yaitu setiap
orang memilki hak dan kewajiban untuk berperan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup serta memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup,
mencegah dan penanggulangi pengrusakan lingkungan hidup.
Orientasi hidup manusia modern yang cenderung materialistik dan
hedonistik juga sangat berpengaruh. Kesalahan cara pandang atau pemahaman
manusia tentang sistem lingkungannya, mempunyai andil yang sangat besar
terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang terjadi dunia saat ini. Cara
pandang dikhotomis yang dipengaruhi oleh paham antroposentrisme yang
manusia adalah pusat dari sistem alam mempunyai peran besar terhadap
terjadinya kerusakan lingkungan (White,,1967, Ravetz,1971, Sardar, 1984,
Mansoor, 1993 dan Naess, 1993). Cara pandang demikian telah melahirkan
perilaku yang eksploitatif dan tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian
sumberdaya alam dan lingkungannya. Disamping itu paham materialisme,
kapitalisme dan pragmatisme dengan kendaraan sains dan teknologi telah ikut
pula mempercepat dan memperburuk kerusakan lingkungan baik dalam lingkup
global maupun lokal, termasuk di negara kita.
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia
sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap
yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang
diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung.
Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang
mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam
semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi
kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat
dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat
bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya
sendiri.
Masalah lingkungan hidup terkait dengan moral dan perilaku manusia
karena lingkungan hidup lestari atau tidak tergantung dari moral dan perilaku
manusia yang ada di sekitar. Oleh karena itu, pembenahan terhadap moral dan
perilaku manusia melalui etika bersama yang menikat secara transenden. Etika
dari Pancasila yang merupakan dasar negara yang memancarkan nilai-nilai etikan
dan moral yang harus ditumbuhkembangkan dan diimplementasikan oleh setiap
Warga Negara yang ada di Indonesia khususnya dalam penelitian ini berkaitan
dengan hubungan antara manusia baik sebagai makhluk individu maupun sebagai
kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam totalitasnya, dan
hubungan manusia dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung atau
tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan.
Cara mengatasi masalah lingkungan hidup menurut (Keraf dalam Arne
Naess 2006: xiv), ...dibutuhkan etika lingkungan hidup yang menuntun manusia
untuk berinteraksi secara baru dalam alam semesta. Krisis lingkungan global
bersumber dari kesalahan fundamental-filosofis dalam memahami dan perspektif
manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan
ekosistem. Dalam menghadapi kesalahan pandang dari etika antroposentrisme,
perlu pengembangan konsep Kewarganegaraan multidemensi, terdiri dari empat
dimensi pokok yaitu, dimensi pribadi, dimensi sosial, dimensi spasial, dan
dimensi temporal. Dimensi pribadi dari kewarganegaraan multidimensi
membutuhkan pengembangan satu kapasitas pribadi dan komitmen untuk etika
warga negara yang dikarakteristikan oleh kebiasaan pikiran, perasaan dan
tindakan secara individu dan sosial. Sebagai warga negara, setiap individu harus
meningkatkan:
Selanjutnya untuk memperbaiki salah pandang dari etika antroposentrisme
selain pengembangan konsep Kewarganegaraan multidemensi, juga
pengembangan pendidikan karakter bangsa. Dalam pengertian harfiah, istilah
“karakter” lebih condong memiliki makna psikologis atau sifat kejiwaan karena
terkait dengan aspek kepribadian (personality), akhlak atau budi pekerti, tabiat,
watak, sifat kualitas yang membedakan seseorang dari yang lain atau kekhasan
(particular quality) yang dapat menjadikan seseorang terpercaya dari orang lain.
Dari konteks inipun, karakter mengandung unsur moral, sikap bahkan perilaku
karena untuk menentukan apakah seseorang memiliki akhlak atau budi pekerti
yang baik, hanya akan terungkap pada saat seseorang itu melakukan perbuatan
atau perilaku tertentu (Sapriya, 2007: 105). Menurut Lickona, karakter
dikonsepsikan memiliki tiga bidang yang saling terkait, yakni moral knowing,
moral feeling, dan moral behavior. Oleh karena itu, karakter yang baik terdiri
mengandung tiga kompetensi, yakni mengetahui hal yang baik (knowing the
good), ada keinginan terhadap hal yang baik (desiring the good), dan melakukan
hal yang baik (doing the good) sehingga pada gilirannya ia akan menjadi
kebiasaan berfikir (habits of the mind), kebiasaan hati (habits of heart), dan
kebiasaan bertindak (habits of action) (Sapriya, 2007: 108-109).
Etika antroposentrisme berasal dari pemikiran barat Aristoteles hingga
filsuf-filsuf modern meskipun terdapat kesalahan perspektif khususnya tentang
norma dan nilai moral hanya dibatasi keberlakuannya bagi manusia. Dalam
paham ini, hanya manusia yang merupakan pelaku moral, yaitu makhluk yang
mempunyai kemampuan untuk bertindak secara moral berdasarkan akal budi dan
kesalahan cara pandang pada antroposentrisme tersebut diperkuat lagi oleh cara
pandang atau paradigma ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang Cartesian
dengan ciri utama mekanistis-reduksionistis. Dalam paradigma ilmu pengetahuan
yang Cartesian, ada pemisahan yang tegas antara alam sebagai obyek ilmu
pengetahuan dan manusia sebagai subyek. Demikian pula, ada pemisahan yang
tegas antara fakta dan nilai. Maka paradigma ilmu pengetahuan modern yang
mekanistis-reduksionis ini membela paham bebas nilai dalam ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan bersifat otonom, sehingga seluruh perkembangan ilmu
pengetahuan dikembangkan dan diarahkan hanya demi ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, penilaian mengenai baik buruk ilmu pengetahuan dan teknologi beserta
segala dampaknya dari segi moral atau agama, adalah penilaian yang tidak
relevan. Hal ini melahirkan krisis ekologi sekarang ini yang berawal dari sikap
dan perilaku manusia. Masyarakat modern, perlu melindungi kualitas lingkungan,
keanekaragaman hayati, dan tatanan hidup manusia. Diperlukan mekanisme yang
efektif termasuk peraturan yang ketat, insentif, denda, pemantauan lingkungan,
dan penilaian secara berkelanjutan. Nilai-nilai dasar dari masyarakat kita saat ini
sering kali bersifat materialistik. Untuk mengubahnya diperlukan pendekatan
yang komprehensif dan saling melengkapi, Wens (Indrawan,2007: 76). Etika
Lingkungan perlu disosialisasikan kepada masyarakat Indonesia, jika masyarakat
kita sadar dan menganut prinsip-prinsip etika lingkungan maka pelestarian
lingkungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati dapat berjalan dengan baik.
Prinsip-prinsip etika lingkungan telah dibuktikan oleh banyak budaya
tradisional yang ada di tanah air kita, mereka telah berhasil menyatu dengan
Dalam budaya tradisional tersebut etika dan norma bermasyarakat telah
mendorong individu atau perorangan untuk bertanggung jawab dan memanfaatkan
sumberdaya alam secara efisien. Kondisi ini seharusnya bisa menjadi contoh dan
sekaligus prioritas bagi masyarakat modern dewasa ini, kenyataannya keserakahan
yang tercermin dalam perilaku manusia yang mengakibatkan kerusakan
lingkungan yang parah. Dalam pendekatan antroposentrisme dapat dikemukakan
bahwa pandangan manusia terhadap lingkungan hidup menempatkan kepentingan
manusia (kepentingan ekonomi, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam yang
berlebihan) terhadap lingkungan di pusatnya.
Kegiatan ekonomi yang berlebihan dapat mempengaruhi lingkungan
hidup, karena penggunaan beberapa sumberdaya, produksi limbah dan modifikasi
lingkungan hidup. Jika dampak itu melampaui kemampuan lingkungan hidup
untuk memulihkan dirinya, maka perubahan itu sering mempengaruhi
kemampuan lingkungan hidup untuk memenuhi kebutuhan manusia atau bahkan
hilang sama sekali. Pandangan hidup kita berpindah dari ekosentris menjadi
antroposentris, yaitu sebuah pandangan hidup yang menganggap alam diciptakan
untuk kepentingan manusia. Pandangan hidup itu bersifat eksploitatif, yaitu sistem
biogeofisik adalah sumberdaya yang dapat dieksploitasi semaksimal mungkin
untuk mendukung pola hidup konsumtif. Akibatnya terjadilah deplesi sumberdaya
dan rusaknya fungsi ekologi lingkungan hidup kita. (Soemarwoto, 2008: 85).
Untuk menjawab permasalah tersebut perlu adanya pengelolaan lingkungan
hidup. Ada beberapa hal sebagai alasan mengapa perlu dilakukan pengelolaan
lingkungan hidup. Kenyataan yang ada di masyarakat saat ini kurang sadar dan
Hal yang mempengaruhi kelestarian lingkungan yaitu orientasi pertumbuhan
ekonomi, sikap hidup masyarakat.
Seringkali kegiatan yang pro lingkungan dipandang sebagai kegiatan yang
anti pembangunan. Dengan demikian pertimbangan ekonomi sangat dipengaruhi
pandangan bahwa aktivitas pro lingkungan adalah mahal. Disisi lain pandangan
ini juga secara implisit mengandung asumsi bahwa lingkungan hidup hanya
berfungsi sebagai sumber daya ekonomi. Fungsi eklogisnya dianggap tidak ada,
sehingga tidak perlu diperhitungkan. Manusia tidak sadar akan pentingnya fungsi
ekologi ini. Fungsi ekologi merupakan layanan masyarakat yang bernilai
ekonomis, kesehatan, dan sosial budaya, akan tetapi nilai itu tidak nampak dalam
bentuk material (uang).
Para pakar ekonomi lingkungan memang telah mengembangkan metode
untuk menghitung nilai ekonomi lingkungan, akan tetapi nilai itu hanya
merupakan nilai potensi, nilai pengganti atau juga sering disebut dengan nilai
bayangan (shadow price), seperti nilai keanekaragaman hayati, nilai genetis
(plasma nutfah) yang salah satunya sebagai bahan baku obat-obatan. Kesulitan
diperbesar dengan adanya jarak waktu dan ruang antara perbuatan dan dampak,
sedang manfaat perubahan dapat dinikmati langsung.
Sikap hidup masyarakat, secara pasti dikatakan bahwa kebudayaan
mempengaruhi sikap manusia terhadap lingkungan hidup. Sebenarnya manusia
mempunyai ajaran untuk hidup yang serasi dengan lingkungan hidupnya, atau
lingkungan alam. Ajaran ini baik dari segi Agama maupun Budaya. Ajaran ini
yang menjadi dasar acuan untuk pembangunan yang berwawasan lingkungan.
manusia bersikap serakah. Seolah-olah sepenuhnya harus dimiliki. Misalnya,
hutan dieksploitasi kemanfaatannya untuk kepentingan ekonomi tanpa
mempertimbangkan: (a) keperluan generasi mendatang dalam konteks ekonomi
dan kelestarian alam, dan (b) keperluan penyelamatan hutan itu sendiri.
Sikap hidup sebagian masyarakat yang serakah ini merupakan yang
paradoksal dengan sikap hidup yang diajarkan agama agar manusia hidup dalam
kesederhanaan. Agama hadir untuk memberikan petunjuk dan jalan yang benar
bagi manusia. Dengan demikian kaum agamawan saat ini hendaknya dituntut
untuk memberikan pengajaran yang mengakar mengenai keselamatan lingkungan
hidup.
Etika yang dimilki seseorang merupakan alasan yang sahih, untuk
melindungi kelestarian lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati.
Argumentasi ini timbul dari tatanan nilai berbagai agama, filosofi, dan budaya
sehingga dapat dimengerti oleh kebanyakan anggota masyarakat. Argumentasi
etika untuk melestarikan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati dapat
menyentuh naluri dan sisi baik orang-orang. Argumentasi ini timbul dari
penghargaan atas kehidupan, alam, kelemahan, rasa keindahan, keunikan,
kecantikan dunia kehidupan, serta percaya pada ciptaan dan kebesaran Tuhan.
Masyarakat seringkali dapat menerimanya, paling tidak sebagian besar
masyarakat dapat mempertimbangkan argumentasi ini dalam tatanan kepercayaan
mereka, pendapat Callicott (Indrawan, 2007;77)
Berbagai argumentasi etika dapat diajukan untuk melestarikan seluruh
argumentasi-argumentasi di bawah ini penting bagi konservasi dan pelestarian
lingkungan hidup:
1) Setiap spesies memiliki hak untuk hidup.
2) Spesies bukan manusia memang sering kali tidak memiliki moralitas hak
dan kewajiban, dan bahkan seringkali tidak memiliki kesadaran.
3) Semua spesies saling tergantung satu sama lainnya.
4) Manusia bertanggung jawab sebagai penjaga bumi.
5) Manusia bertanggung jawab kepada generasi yang akan datang.
6) Menghargai kehidupan manusia dan memperhatikan kepentingan umat
manusia adalah serasi dengan menghargai keanekaragaman hayati.
7) Alam memiliki nilai spiritual dan estetika yang melebihi nilai ekonominya.
8) Keanekaragaman hayati dibutuhkan untuk memahami asal kehidupan.
Sebuah lingkungan memiliki arti yang sangat penting atas eksistensi
manusia sebagai makhluk yang memilki multi potensi sehingga perilaku dan etika
moral Warga Negara yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan
pencapaian lingkungan hidup berdasarkan aspek filosofi dengan konsep green
moral adalah nilai kemandirian, kekeluargaan, dan keaneka ragaman budaya
bangsa Indonesiam yang membudayakan pelestarian lingkungan hidup seperti
dalam konsep Jawa memayu hayuning bawana yang memiliki arti membuat
keselamatan untuk buana dan dunia demi masa depan.
Berdasarkan aspek yuridis secara nasional diatur dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
sebagai aturan dasar pencapaian lingkungan hidup yang baik dan sehat Kota Batu
Pelestarian dan Pengelolaan Lingkungan, Kabupaten Malang sesuai dengan
peraturan daerah no 23 tahun 2006 tentang Pengendalian dan Kerusakan
Lingkungan Hidup.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas fokus masalah penelitian yaitu :
Penguatan Partisipasi Warga Negara Dalam Pembangunan Berkelanjutan Berbasis
Konsep Green Moral. Berdasarkan masalah pokok penelitian di atas, maka
masalah pokok tersebut peneliti jabarkan dalam beberapa sub masalah yaitu :
1. Bagaimana bentuk-bentuk partisipasi warga negara dalam pelestarian
lingkungan hidup?
2. Bagaimana bentuk kompetensi kewarganegaraan agar warga negara dapat
berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan hidup?
3. Bagaimana bentuk penguatan partisipasi warga negara dalam pelestarian
lingkungan hidup?
4. Bagaimana bentuk partisipasi warga negara dalam pelestarian lingkungan
hidup berdasar konsep green moral pada pembangunan berkelanjutan?
5. Apa faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam membangun
partisipasi warga negara dalam lingkungan hidup?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, maka penelitian ini
1. Bentuk-bentuk partisipasi warga negara dalam pelestarian lingkungan
hidup.
2. Kompetensi kewarganegaraan agar warga negara dapat berpartisipasi dalam
pelestarian lingkungan hidup.
3. Bentuk penguatan partisipasi warga negara dalam pelestarian lingkungan
hidup.
4. Partisipasi warga negara dalam pelestarian lingkungan hidup berdasar
konsep green moral pada pembangunan berkelanjutan.
5. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam membangun partisipasi
warga negara dalam lingkungan hidup.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan
kontribusi:
1. Kontribusi Pada Bidang Ilmu
Sebagai bahan kajian lebih lanjut bagi pengembang PKn, khususnya
pengembangan kesadaran warga negara terhadap pelestarian lingkungan
hidup.
2. Pengambil Kebijakan
Dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam pengambil kebijakan
yang ada hubungannya dengan pelestarian lingkungan hidup.
3. Masyarakat Sasaran Penelitian
Dapat lebih meningkatkan partisipasinya dalam ikut melestarikan
E. Struktur Organisasi Disertasi
Disertasi ini terdiri dari lima bab. Adapun isi masing-masing bab adalah
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah,
tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini mulai dari
status sosial ekonomi, kualitas partai, partisipasi politik, dan pendidikan
kewarganegaraan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang bagaimana metode yang digunakan dalam proses
penelitian meliputi: Lokasi dan Objek Penelitian, Pendekatan dan Metode
Penelitian, Definisi Operasional, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data,
Proses Pengembangan Instrumen, Teknik Pengumpulan Data, Analisis Data,
Prosedur Penelitian, Variabel dan Kisi-Kisi Instrumen Penelitian.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian, hasil penelitian,
pembahasan dan temuan penelitian.
BAB V KESIMPULAN
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif,
yaitu suatu pendekatan menurut Van Dyke pada prinsipnya adalah ukuran-ukuran
untuk memilih masalah-masalah dan data-data yang bertalian satu sama lainnya.
Rumusan selengkapnya Van Dyke (1965: 114) mengemukakan” An approach
consists or criteria of selection-criteria employed in selecting the problems or
questions to consider and in selecting the data to bring to bear, it consists of
standards governing the inclusion of questions and data.”
Suatu pendekatan terdiri dari ukuran pemilihan,
ukuran-ukuran yang dipergunakan dalam memilih masalah-masalah atau
pernyataan-pernyataan untuk dipertimbangkan dan dalam memilih data yang perlu diadakan;
ini terdiri dari ukuran-ukuran-ukuran baku yang menetapkan pemasukan atau
pengeluaran pernyataan-pernyataan dan data.
Kerlinger (1973:3) memperjelas pernyataan tersebut, dengan menggunakan
istilah pendekatan ilmiah yang dapat dilihat secara sistematis dari seluruh
pemikiran dalam menelaah pendekatan dapat dilakukan berdasarkan sudut
pandang ataupun tinjauan dari berbagai satu kesatuan karakteristik maupun
cabang ilmu seperti; sosiologi, antropologi, sejarah, psikologi, geografi, ekonomi,
politik, dan sebagainya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
menggunakan perhitungan-perhitungan secara matematis dan statistik, melainkan
lebih menekankan kepada kajian deskriptif dan interpretasi.
Strauss dan Corbin (1997:11) dalam bukunya Basic of Qualitative
Research, yang dimaksud penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan
menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi.
Selanjutnya, sebagaimana dikatakan Bogdan dan Biklen (1982:27), bahwa
pendekatan kualitatif memiliki bingkai aslinya (natural setting), karena data
dikumpulkan dari sumbernya langsung dan peneliti sebagai instrumen utama
penelitian. Dengan aktivitas awal mengidentifikasi konsep inovasi dan reorientasi
terhadap teori warga Negara dan teori lingkungan hidup, penelitian ini dirancang
dalam dua aktivitas. Aktivitas pertama menggali data terkait dengan upaya
mendeskripsikan konteks teori warga Negara dan teori lingkungan hidup yang
perlu direorientasikan dan kedua terkait dengan aktivitas menemukenali dan
mendeskripsikan konsep Green Moral yang relevan untuk disajikan sebagai
penguatan partisipasi warga Negara dalam pelestarian lingkungan hidup.
Beberapa literatur menyebutkan ciri-ciri penelitian kualitatif/naturalistik,
antara lain, sumber data adalah situasi wajar (natural setting), peneliti sebagai
instrumen utama pengumpul data penelitian (key, instrument), sangat deskriptif,
mementingkan proses, mengutamakan data langsung (first hand), triangulasi (data
dari satu sumber harus dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data
yang sama dari sumber lain), mementingkan perspektif emic (pandangan
yang terkumpul), partisipasi tanpa mengganggu (passive participation), analisis
dilakukan sejak awal dan selama melakukan penelitian, dan desain penelitian
muncul selama proses penelitian (emergent, evolving dan developing).
Pendekatan kualitatif dipandang sesuai dengan masalah penelitian ini
dengan beberapa alasan:
1. Peneliti mencoba mengungkap dokumen penguatan partisipasi warga
Negara dalam pelestarian hidup. Adapun alasan peneliti menggunakan
dokumen tersebut sebagaimana dikemukakan Guba & Lincoln dalam A.
Chaedar Alwasilah (2003:156) :
a. Dokumen merupakan sumber informasi yang lestari.
b. Dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar untuk
mempertahankan diri terhadap tuduhan atau kekeliruan interprestasi.
c. Dokumen itu sumber data alami, bukan hanya muncul dari konteksnya,
tetapi juga menjelaskan konteks itu sendiri.
d. Dokumen itu relatif mudah dan murah.
e. Dokumen itu sumber data yang non reaktif.
f. Dokumen berperan sebagai sumber pelengkap dan memperkaya bagi
informasi yang diperoleh melalui interview atau observasi.
2. Penelitian ini berfokus pada “Penguatan Partisipasi Warga Negara dalam
Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup Menuju Pembangunan Berkelanjutan
berbasis Konsep Green Moral. Hal ini dapat terungkap melalui pendekatan
kualitatif sesuai dengan karakteristik kualitatif yang dikemukakan oleh
process rather than simply with outcomes or products”. Penekanan kualitatif
pada proses secara khusus memberi keuntungan dalam penelitian pendidikan.
Penelitian ini mencoba mengungkap bagaimana Penguatan Partisipasi
Warga Negara dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup Menuju
Pembangunan Berkelanjutan berbasis Konsep Green Moral.
Dalam penelitian kualitatif ini peneliti sebagai instrumen utama (key
instrumen) harus turun ke lapangan dan berada di lapangan dalam waktu yang
cukup lama. Peneliti terjun langsung ke lapangan untuk meneliti aktivitas manusia
tertentu dengan mengumpulkan data-data dari hasil interaksi peneliti dengan
mereka. Nasution (1996:5), mengungkapkan bahwa: “peneliti harus mampu
memahami dan berusaha mengerti bahasa dan tafsiran mereka, untuk itu
penelitian kualitatif ini tidak dilakukan dalam waktu yang singkat.
Metode yang digunakan penulis untuk penelitian ini adalah metode studi
kasus dengan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong
(1989:3) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati . Lebih lanjut Nasution (1996:5) mengemukakan
bahwa: “Penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha untuk memahami
bahasa mereka dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya”.
Desain penelitian kualitatif tidak didasarkan pada suatu kebenaran yang
mutlak, tetapi kebenaran itu sangat komplek karena selalu dipengaruhi oleh
penelitian kualitatif sebenarnya meliputi sejumlah penelitian antara lain: kerja
lapangan, penelitian lapangan, studi kasus dan lain-lain. Mengenai metode studi
kasus Winarno Surakhmad (1998:143) mengemukakan bahwa:
studi kasus memusatkan perhatian pada kasus secara intensif dan mendetail. Kasus dapat terbatas pada satu orang, satu lembaga, satu keluarga, satu peristiwa, satu desa, ataupun satu kelompok manusia dan kelompok objek lain-lain yang cukup terbatas yang dipandang sebagai kesatuan. Dalam hal itu cukup segala aspek kasus tersebut mendapat perhatian sepenuhnya dari penyelidik itu adalah segala sesuatu yang mempunyai arti dalam riwayat kasus, misalnya peristiwa terjadinya, perkembangan dan perubahan-perubahannya.
Penelitian kualitatif dengan metode kasus dianggap tepat untuk kajian
penelitian ini karena yang menjadi fokus penelitian adalah kasus yang terjadi di
masyarakat yaitu mengenai penggalian dan pengkajian berbagai literature tentang
penguatan partisipasi warga Negara dalam pelestarian lingkungan hidup di
Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Melalui pendekatan
kualitatif dengan metode studi kasus ini akan lebih luas dan mendalam
mengungkap Penguatan Partisipasi Warga Negara dalam Menjaga Kelestarian
Lingkungan Hidup Menuju Pembangunan Berkelanjutan berbasis Konsep Green
Moral.
Dalam penelitian ini penulis menyusun beberapa mekanisme kerja antara
lain sebagai berikut :
1. Menyusun Rangkaian Penelitian
Rancangan penelitian ini diawali dengan melakukan studi pendahuluan di
Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang dan Kota Batu Propinsi Jawa Timur guna
memperoleh kebenaran terhadap masalah yang akan diteliti dalam pelaksanaan
selanjutnya penulis membuat proposal penelitian yang di dalamnya mengungkap
latar belakang masalah, fokus masalah, menetapkan lokasi penelitian sesuai
dengan judul penelitian.
2. Menetapkan Data dan Lokasi Penelitian
Nasution (1996:32), menyebutkan bahwa : “dalam penelitian kualitatif
yang dijadikan sumber data hanyalah sumber yang dapat memberikan informasi
baik berupa hal, peristiwa, manusia dan situasi yang di observasi. Sering juga
sumber data berupa responden yang dapat diwawancarai”. Berdasarkan jenis data
yang dikumpulkan maka sumber dat mencakup orang, benda serta peristiwa.
Orang (manusia) sebagai sumber data yang berstatus sebagai responden atau
informan. Benda sebagai bentuk data berupa dokumen dan berfungsi sebagai
informasi tentang masalah penelitian, sedangkan peristiwa merupakan sumber
data tentang keadaan dan kondisi yang sedang berlangsung dan dapat dibaca
untuk dipahami. Dalam penelitian ini yang dijadikan sumber data yaitu mencakup
manusia tokoh masyarakat yang dapat memberikan informasi tentang
permasalahan yang diteliti), peristiwa yaitu pelaksanaan Penguatan Partisipasi
Warga Negara dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup Menuju
Pembangunan Berkelanjutan berbasis Konsep Green Moral yang diteliti dengan
cara : peneliti melakukan observasi langsung dalam peristiwa tersebut, serta
berbagai dokumen yaitu foto mengenai pelaksanaan penggalian dan pengkajian
berbagai literature tentang penguatan partisipasi warga Negara dalam pelestarian
lingkungan hidup yang dapat memberikan gambaran terjadinya peristiwa tersebut
Adapun lokasi penelitian didasarkan atas beberapa pertimbangan tertentu
yang didasarkan studi pendahuluan yang menunjukkan adanya fenomena bahwa
di Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang dan Kota Batu Propinsi Jawa Timur
terdapat masalah krisis lingkungan hidup.
Tahap ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh kemudahan dalam
pencarian data, sehingga data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan
dalam penelitian ini mendapat kemudahan.
3. Membuat Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen utamanya adalah peneliti sendiri (key
instrument). Selain itu instrumen yang utama adalah pedoman wawancara yang
dilakukan pada tokoh masyarakat kampung setempat, hal ini bertujuan untuk
memperoleh kelengkapan data.
4. Menjajaki dan Menilai Keadaan Lapangan
Pada tahap ini, peneliti belum dapat mengungkapkan data yang sebenarnya
di lapangan. Peneliti masih mencari orientasi lapangan dengan untuk mengenal
segala unsur lingkungan sosial dan fisik dari objek penelitian sehingga peneliti
dapat mempersiapkan diri baik mental, fisik maupun menyiapkan perlengkapan
yang di perlukan untuk kelangsungan penelitian. Paada tahap ini peneliti berupaya
untuk menilai keadaan dan situasi yang terjadi dilapangan.Selain itu peneliti
berusaha memasuki lapangan dengan melakukan hubungan baik secara formal
5. Pengumpulan Data
Pada tahap ini peneliti berupaya untuk mencatat segala sesuatu yang
terjadi dilokasi penelitian berkaitan dengan Penguatan Partisipasi Warga Negara
dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup Menuju Pembangunan
Berkelanjutan berbasis Konsep Green Moral yang dapat diperoleh dari
pengamatan (observasi) maupun wawancara. Dalam penelitian ini peneliti
bertindak langsung sebagai instrument penelitian utama (key instrument) yang
bertugas mengumpulkan data secara kontinu, mendalam dan terintegrasi baik
melalui observasi, wawancara maupun studi dokumentasi. Dalam penelitian ini
peneliti terlibat langsung ke lapangan secara alamiah.
B. Teknik Penelitian
Berdasarkan metode penelitian yang digunakan, proeses pengumpulan
data di dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik penelitian, yaitu tenik
observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi literatur.
1. Observasi
Observasi dalam bahasa Indonesia sering digunakan istilah pengamatan.
Alat ini digunakan untuk mengamati : dengan melihat, mendengarkan, merasakan,
mencium, mengikuti segala hal yang terjadi dengan cara mencatat/merekam
segala sesuatunya tentang orang atau kondisi atau fenomena tertentu. Menurut
Nasution dalam Sugiyono (2009:64) „observasi adalah dasar semua ilmu
pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data yaitu fakta
mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu
sehingga benda-benda yang sangat kecil (proton dan elektron) maupun yang
sangat jauh (benda ruang angkasa) dapat diobservasi dengan jelas‟. Menurut
Nasution (1995:112) menyatakan bahwa “Ilmu pengetahuan mulai dengan
observasi dan selalu harus kembali ke observasi untuk mengetahui kebenaran ilmu
itu. Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia
seperti terjadi dalam kenyataan. Dengan observasi dapat kita peroleh gambaran
yang lebih jelas tentang kehidupan sosial, yang sukar diperoleh dengan metode
lain”.
Marshall dalam Sugiyono (2009:64) menyatakan bahwa „through
observation, the researcher learn about behavior and the meaning attaced to
those behavior. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna
dari perilaku tersebut‟.
Merujuk pada pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan melalui observasi
merupakan dasar dari semua ilmu pengetahuan, dengan observasi peneliti dapat
melakukan pengamatan dengan melihat, mendengarkan, merasakan, mencium,
mengikuti segala hal yang terjadi dengan cara mencatat/merekam segala
sesuatunya tentang orang atau kondisi atau fenomena tertentu selain itu peneliti
dapat belajar tentang perilaku manusia dan makna dari perilaku tersebut.
Metode observasi peneliti lakukan guna mencermati secara langsung
wujud atau gambaran program penghijauan yang dilakukan oleh Lembaga
Swadaya Masyarakat yang dilakukan di Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang dan
2. Wawancara Mendalam
Wawancara dapat digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan
yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri
pada laporan tentang diri sendiri atau self report, atau pada pengetahuan diri atau
keyakinan pribadi. Esterberg dalam Sugiyono (2009:72) mendefinisikan interview
sebagai berikut :
a meeting of two persons to exchange information and idea trough question and response, resulting in communication and joint contruction of meaning abuot particulartopic. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan
dialog, tanya jawab antara peneliti da responden secara sungguh-sungguh.
Sebagaimana dikemukakan Nasution (2003:72) “wawancara ialah tanya jawab
lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut
interviewer, sedangkan orang yang diwawancara disebut interviewee”. Pada
dasarnya wawancara dalam penelitan merupakan suatu kegiatan untuk
memperoleh informasi langsung dari responden, dalam hal ini yang menjadi
responden dengan mengungkapkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan peneliti. Wawancara dilakukan dengan cara tatap muka antar
pewawancara (peneliti) dengan responden (masyarakat, ketua adat dan sesepuh)
Wawancara atau interview dilakukan dimana saja selama dialog ini dapat
dilakukan, misalnya sambil berjalan, duduk santai disuatu tempat, di lapangan, di
kantor, di bengkel atau dimana saja. Alat ini mudah digunakan dan hampir ada
pada setiap penelitian dan pengumpulan data. Sebagaimana yang diungkapkan
Kerlinger (1973:479) “the interview is perhaps the most ubiquitous method of
obtaining information from people”. Artinya interview mungkin metode yang ada
dimana-mana yang digunakan untuk memperoleh informasi dari masyarakat.
Praktis dan tidak terlalu terikat oleh waktu, tempat dan siapa saja. Kita seringkali
melihat wawancara seorang wartawan pada seseorang pejabat, artis, atlit terkenal
dalam masalah tertentu untuk dimintai keterangannya.
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat ditarik
kesimpulan wawancara dapat digunakan sebagai suatu teknik