PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KOMPETENSI SAINS PADA BIDANG
STUDI FISIKA MATERI MOMENTUM IMPULS
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan IPA Konsentrasi Pendidikan Fisika Sekolah Lanjutan Sekolah Pascasarjana
Oleh:
YUVITA OKTARISA 1104177
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA SEKOLAH PASCASARJANA
ii
Yuvita Oktarisa, 2014
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN
BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KOMPETENSI SAINS PADA BIDANG
STUDI FISIKA MATERI MOMENTUM IMPULS
Oleh:
Yuvita Oktarisa, S. Pd
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M. Pd.) pada Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam Konsentrasi Fisika Sekolah Pasca Sarjana
©Yuvita Oktarisa 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
iii
Halaman Pengesahan Tesis
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KOMPETENSI SAINS PADA BIDANG
STUDI FISIKA MATERI MOMENTUM IMPULS
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :
Pembimbing I
Dr. H. Wawan Setiawan, M.Kom. NIP.196601011991031005
Pembimbing II
Dr. Ida Kaniawati, M.Si. NIP.196807031992032001
Ketua Program Studi Pendidikan IPA
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
iv
Yuvita Oktarisa, 2014
NIP.195807121983032002
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman Berbantuan Multimedia untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kompetensi Sains pada Bidang Studi Fisika Materi Momentum Impuls” ini dan seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung resiko yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap karya saya.
Bandung, Januari 2014 Yang membuat pernyataan,
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KOMPETENSI SAINS PADA BIDANG STUDI FISIKA MATERI
MOMENTUM IMPULS
(Yuvita Oktarisa, 1104177)
Abstrak
Penguasaan konsep dan kemampuan kompetensi sains merupakan tujuan dari pembelajaran fisika. Hasil Ujian Nasional Fisika tahun 2012 menunjukan penurunan penguasaan konsep siswa dari tahun sebelumnya. Begitu juga dengan hasil PISA yang menunjukan kemampuan kompetensi sains siswa Indonesia masih sangat rendah. Dibutuhkan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan penguasaan konsep dan kompetensi sains siswa. Penelitian ini memfokuskan pada penerapan model pembelajaran berbasis pengalaman berbantuan multimedia (PFBP-BM) untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sains. Penelitian ini bertujuan mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan kompetensi sains siswa serta hubungan diantara keduanya dengan cara membandingkan Model PFBP-BM dengan PFBP. Penelitian menggunakan metode quasi eksperimen dengan pretest-postest control group design dimana 28 siswa mendapat perlakuan model PFBP-BM sebagai kelas eksperimen dan 28 siswa mendapat perlakuan model PFBP sebagai kelas kontrol di salah satu SMA di Kota Bandung kelas XI jurusan IPA semester 1 dengan pemilihan materi Momentum Impuls. Setelah dilakukan pembelajaran sebanyak tiga kali pertemuan pada masing-masing kelas maka untuk penguasaan konsep diperoleh N-gain 0,56 pada kategori sedang untuk kelas eksperimen dan N-gain 0,38 pada kategori sedang untuk kelas kontrol. Untuk kemampuan kompetensi sains kelas eksperimen memiliki N-gain 0,44 pada kategori sedang kelas eksperimen dan 0,29 pada kategori kecil untuk kelas kontrol. N-gain ini membuktikan bahwa model PFBP-BM dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan kompetensi sains. Pengujian hipotesa menunjukan, nilai t hitung lebih besar dari t tabel secara berurutan untuk penguasaan konsep dan kompetensi sains yaitu 3,940 dan 5,396 dengan nilai signifikasi
α 0.000, sedangkan korelasi antara penguasaan konsep dan kemampuan sains ditunjukan
dengan hasil pengujian korelasi pearson dengan nilai r≠0, yaitu 0,396. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa hipotesa diterima dan terdapat cukup hubungan antara penguasaan konsep dan kompetensi sains.
Kata Kunci:
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN HAK CIPTA ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMAKASIH ... vi
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR ... ... xi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 9
1.3.Tujuan Penelitian ... 9
1.4.Manfaat Penelitian ... 10
1.5.Definisi Operasional ... 11
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Fisika Berbasis Pengalaman (PFBP) ... 13
2.2 Multimedia ... 16
2.3 Penguasaan Konsep ... 19
2.4 Kompetensi Sains ... 21
2.5 Hubungan Kompetensi Sains dan Penguasaan Konsep ... 25
2.6 Hubungan Model PFBP-BM dengan Kompetensi Sains dan Penguasaan Konsep ... 26
2.7 Hipotesis Penelitian ... 30
2.8 Deskripsi Materi Momentum Impuls ... 31
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1Metode dan Desain Penelitian ... 46
3.2Lokasi dan Subjek Penelitian ... 47
3.3Instrumen Penelitian ... 47
3.4Teknik Analisis Instrumen Penelitian ... 49
3.5Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ... 54
3.6Teknik Pengumpulan Data ... 56
3.7Alur dan Prosedur Penelitian ... 58
3.8Analisis dan Pengolahan Data ... 59
3.9 Pengujian Terhadap Hipotesis ... 61
3.10 Pengujian Korelasi Aspek Penguasaan Konsep dengan Kompetensi Sains 63
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 65
4.1.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 65
4.1.3 Deskripsi Hasil Penelitian ... 70
4.1.3.1Penguasaan Konsep ... 70
4.1.3.2Kompetensi Sains... 77
4.1.3.3Uji korelasi antara penguasaan konsep dan kompetensi sains ... 83
4.2Pembahasan Hasil Penelitian ... 84
4.2.1 Peningkatan Penguasaan Konsep ... 84
4.2.2 Peningkatan Kompetensi sains ... 88
4.2.3 Hubungan Multimedia dengan Peningkatan Hasil Belajar Setiap Pertemuan………….. ... 90
4.2.4 Hubungan Jumlah Multimedia dengan Peningkatan Hasil Belajar Setiap Pokok Bahasan ………. ... 95
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 99
5.2Saran ... 101
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Perolehan Skor Literasi Sains Indonesia Berdasarkan Penilaian PISA 3
Tabel 1.2 Hubungan PFBP-BM, Penguasaan Konsep dan Kompetensi Sains Siswa ... 7
Tabel 2.1. Sintaks Pembelajaran Berbasis Pengalaman ... 15
Tabel 2.2. Kriteria Physical Systems dalam PISA 2006 ... 23
Tabel 2.3. Pengetahuan Proses Sains dalam PISA 2006 ... 24
Tabel 2.4. Hubungan Model PFBP-BM, dengan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Kompetensi Sains Siswa Pertemuan I ... 26
Tabel 2.5. Hubungan Model PFBP-BM, dengan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Kompetensi Sains Siswa Pertemuan II ... 28
Tabel 2.6. Hubungan Model PFBP-BM, dengan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Kompetensi Sains Siswa Pertemuan III ... 29
Tabel 3.1. Desain Penelitian Pretest-Posttest Control Group Design ... 46
Tabel 3.2. Kriteria koefisien korelasi ... 50
Tabel 3.3. Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 52
Tabel 3.4. Hasil Realibilitas Tes Penguasaan Konsep dan Kompetensi Sains 52
Tabel 3.5. Klasifikasi Taraf Kemudahan Soal ... 53
Tabel 3.6. Klasifikasi daya pembeda soal ... 54
Tabel 3.7. Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda, Validitas dan Reliabilitas Uji Instrumen Penguasaan Konsep Fisika ... 54
Tabel 3.8. Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda, Validitas dan Reliabilitas Uji Instrumen Kompetensi Sains Fisika ... 55
Tabel 3.9. Teknik Pengumpulan Data... 56
Tabel 3.10. Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 60
Tabel 3.11. Interpretasi Koefisien Korelasi Pearson ... 64
Tabel 4.1. Keterlaksanaan Model PFBP-BM ... 67
Tabel 4.2. Keterlaksanaan Model PFBP ... 68
Tabel 4.3. Statistik Deskriptif Skor Penguasaan Konsep ... 71
Tabel 4.4. Rerata Skor Pretes, Postes, dan N-gain Penguasaan Konsep ... 72
Tabel 4.5. Rerata N-gain Penguasaan Konsep masing-masing Aspek Kognitif 73
Tabel 4.6. Rata-rata N-Gain Penguasaan Konsep ... 74
Tabel 4.7. Distribusi Skor N-Gain penguasaan konsep ... 74
Tabel 4.8. Uji Homogenitas Varians Skor N-Gain penguasaan konsep ... 75
Tabel 4.9. Uji Perbedaan Rerata Skor N-gain Penguasaan Konsep ... 76
Tabel 4.10. Statistik Deskriptif Skor Kompetensi Sains... 77
Tabel 4.11. Rerata Skor Pretes, Postes, dan N-gain Kompetensi Sains... 78
Tabel 4.12. Rerata N-gain Kompetensi Sains masing-masing Aspek ... 79
Tabel 4.13. Rerata dan Klasifikasi N-gain Kompetensi Sains ... 80
Tabel 4.14. Uji Normalitas Skor N-Gain Kompetensi Sains ... 81
Tabel 4.15. Uji Homogenitas varians Skor N-Gain Kompetensi Sains ... 82
Tabel 4.16. Uji Perbedaan Rerata Skor N-gain Kompetensi Sains... 82
Tabel 4.17. Hubungan antara penguasaan konsep dan kompetensi sains ... 83
Tabel 4.18. Hubungan Jumlah Multimedia yang Digunakan dengan Rerata Jumlah Siswa yang Menjawab Pertanyaan dengan Benar dan Persentase Kenaikan Hasil Belajar ... 90
Tabel 4. 19 Urutan Penggunaan Jenis Multimedia Perfase ... 91
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Aspek Literasi Sains ... 4
Gambar 2.1. Siklus Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman ... 15
Gambar 2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Momentum ... 33
Gambar 2.3. Hubungan Perubahan Momentum dengan Impuls ... 35
Gambar 2.4 Ilustrasi Hukum 3 Newton ... 38
Gambar 2.5. Rangkaian Kit Mekanika Untuk Membuktikan Hukum Kekekalan Momentum ... 38
Gambar 2.6. Animasi Flash Tumbukan Lenting Sempurna……….. .. 40
Gambar 2.7. Animasi Flash Tumbukan Tidak Lenting Sempurna…………. . 42
Gambar 2.8. Airbag Mengembang saat Terjadi Tabrakan………. ... . 43
Gambar 2.9. Aplikasi Hukum Kekekalan Momentum……….. .... 44
Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian ... 58
Gambar 3.2. Digram Alur Pengujian Hipotesis ... 61
Gambar 4.1. Perbandingan Rerata Skor Pretes, Postes dan N-gain Penguasaan Konsep Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 72
Gambar 4.2. Persentase N-gain Penguasaan Konsep ... 73
Gambar 4.3 Pretes, Postes dan N-gain Skor Kompetensi Sains Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 78
Gambar 4.4 N-Gain Skor Kompetensi Sains tiap Aspek ... 79
Gambar 4. 5. Hubungan Jumlah Multimedia, Rerata Siswa yang Menjawab Benar dan Persentase Kenaikan Hasil Belajar Pertemuan 1 ... 92
Gambar 4.6 Hubungan Jumlah Multimedia, Rerata Siswa yang Menjawab Benar dan Persentase Kenaikan Hasil Belajar Pertemuan 2 ... 93
Gambar 4.7 Hubungan Jumlah Multimedia, Rerata Siswa yang Menjawab Benar dan Persentase Kenaikan Hasil Belajar Pertemuan 3 ... 94
BABI
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan wahana untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) No. 22 tahun 2006 tentang standar isi disebutkan salah satu tujuan
dan fungsi dari mata pelajaran IPA adalah untuk menguasai konsep dan prinsip
IPA serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap
percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi. Pengusaan konsep IPA (sains) dilengkapi dengan kemampuan siswa untuk
dapat mengaplikasikan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan
menerapkan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari oleh Jack Holbrook
(2009:275) disebut dengan kemampuan literasi sains, sehingga dapat dikatakan
bahwa penguasaan konsep dan kemampuan literasi sains merupakan dua hal yang
harus ditingkatkan.
Secara nasional, penguasaan konsep sains diukur melalui ujian nasional
(UN). Dari tiga mata pelajaran sains yang diujikan dalam UN, mata pelajaran
Fisika merupakan mata pelajaran yang memiliki rata-rata paling rendah
dibandingkan dengan mata pelajaran sains lainnya. Pada tahun 2012 rata-rata nilai
UN SMA untuk mata pelajaran Fisika adalah 7.60 sedangkan tahun 2011 nilai
rata-rata UN mata pelajaran Fisika adalah 8.171. Aspek penguasaan konsep
mengacu pada domain kognitif yang dikembangkan Bloom dan direvisi oleh
Anderson pada tahun 2002 (Krathwohl, 2002:1), yaitu mengingat (remembering
atau C1), memahami (understanding atau C2), menerapkan (applying atau C3),
menganalisa (analyzing atau C4), mengevaluasi (evaluating atau C5), dan
menciptakan (creating atau C6). Agar apat meningkatkan penguasaan konsep,
maka pembelajaran sains harus dapat melatihkan enam domain kognitif di atas.
Berbeda dengan penguasaan konsep, kemampuan literasi sains tidak
diukur secara nasional. Indonesia belum memiliki alat ukur untuk mengukur
kemampuan literasi sains. Kemampuan literasi sains Indonesia diukur oleh
lembaga yang terdiri dari 30 negara maju dalam bidang ekonomi yang tergabung
dalam Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD).
OECD membentuk suatu program penilaian, yaitu Programme for International
Student Assessment (PISA) yang mengukur kemampuan literasi siswa usia 15
tahun yang terdiri dari literasi membaca, literasi matematika dan literasi sains.
Kemampuan literasi siswa diukur sekali tiga tahun sejak tahun 2000. Pada tahun
2012, hasil pengukuran literasi sains siswa Indonesia berada peringkat dua dari
bawah di atas Negara Peru. Rata-rata skor literasi sains dari 64 negara peserta
PISA adalah 501 sedangkan skor literasi sains Indonesia adalah 382. Hasil literasi
sains yang diukur oleh PISA menggambarkan hasil pendidikan sains negara
tersebut. Dari hasil penguasaan konsep sains dan juga hasil literasi sains Indonesia
dapat disimpulkan bahwa pendidikan sains Indonesia masih jauh dibawah
rata-rata Negara OECD dan harus ditingkatkan. Tabel 1.1 memberikan informasi hasil
3
Tabel 1.1 Perolehan Skor Literasi Sains Indonesia Berdasarkan Penilaian
PISA
Tahun Studi
Mata Pelajaran
Skor Rata-rata Indonesia
Skor Rata-rata Internasional
Peringkat Indonesia
Jumlah Negara Peserta Studi
2000 Membaca 371 500 39 41
Matematika 367 500 39
Sains 393 500 38
2003 Membaca 382 500 39 40
Matematika 360 500 38
Sains 395 500 38
2006 Membaca 393 500 48 56
Matematika 391 500 50 57
Sains 393 500 50
2009 Membaca 402 500 57 65
Matematika 371 500 61
Sains 383 500 60
2012 Membaca 396 496 60 65
Matematika 375 494 64
Sains 382 501 64
Dalam mengukur kemampuan literasi sains siswa, PISA memperhatikan
empat aspek yang saling berhubungan yaitu konteks sains, pengetahuan mengenai
konten sains, pengetahuan tentang proses sains, dan sikap atau respon terhadap
Gambar 1.1 menjelaskan empat aspek yang saling mendukung dalam
kemampuan literasi sains. Agar dapat memiliki kompetensi sains, siswa harus
dapat mengaplikasikan konsep-konsep sains dalam kehidupan (konteks), dan
siswa juga harus mengetahui konsep-konsep sains (knowledge). Selain mengukur
aspek literasi sains yang terdapat dalam diri siswa, PISA juga mengukur aspek
aspek pendukung pembelajaran sains, seperti sikap positif siswa terhadap
pelajaran sains, dukungan keluarga dan juga peran aktif sekolah demi tercapainya
tujuan pembelajaran sains.
Rendahnya ketercapaian penguasaan konsep dan aspek literasi sains siswa
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pembelajaran di kelas tidak Gambar 1.1 Aspek Literasi Sains Berdasarkan PISA
Sikap terhadap sains
Motivasi terhadap sains
Fasilitas yang mendukung
pembelajaran sains Tanggung jawab
Attitude
Mengidentifikasi isu sains
Menjelaskan
fenomena alam secara saintifik
Menggunakan bukti-bukti sains
Competencies
Pengetahuan siswa mengenai konsep-konsep sains Pengetahuan siswa
mengenai proses sains
Knowledge
5
membekali kemampuan literasi sains dan juga penguasaan konsep selain itu tidak
adanya alat ukur yang dapat digunakan langsung oleh guru sains untuk mengukur
kemampuan literasi sains sehingga guru tidak dapat mengumpulkan informasi
mengenai literasi sains sains siswa (Ekohariadi, 2009: 28). Dari pengamatan
peneliti terhadap pelaksanaan pembelajaran fisika sebagai cabang dari
pembelajaran sains pada beberapa sekolah menengah atas di Kota Bandung dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran berlangsung satu arah, konsep-konsep fisika
diperoleh siswa melalui transfer ilmu pengetahuan dari guru. Selain itu
konsep-konsep fisika tidak dibangun berdasarkan hasil temuan, namun lebih kepada hasil
ceramah guru.
Agar keadaan pembelajaran fisika di kelas tidak semakin buruk, maka
perlu diadakan terobosan baru pada pembelajaran fisika. Selain itu agar
kemampuan literasi sains siswa dapat diukur maka perlu dibuat alat ukur
kemampuan literasi sains yang dapat digunakan oleh guru pada setiap mata
pelajaran sains. Fisika sebagai cabang dari sains, dalam pembelajarannya harus
dapat melatihkan dan mengukur aspek-aspek literasi sains yang mengacu pada
kerangka (framework) PISA. Bertitik tolak pada bagan yang terdapat pada gambar
1.1, yang menjadi cikal bakal dari kemampuan literasi sains adalah kompetensi
sains. Kompetensi sains seseorang, ditunjang oleh aspek konten yang merupakan
pengetahuan siswa mengenai mata pelajaran sains yang dipelajari, aspek konteks
merupakan kemampuan siswa dalam menghubungkan pengetahuan sains dengan
kehidupan sehari-hari, dan aspek proses yang merupakan aspek yang berkaitan
literasi sains, seorang guru fisika dapat membekali siswanya dengan melatihkan
dan mengukur aspek-aspek yang ada pada kompetensi sains yang telah
disesuaikan dengan mata pelajaran fisika.
Pembelajaran yang dapat melatihkan kompetensi sains dan penguasaan
konsep pada mata pelajaran Fisika adalah pembelajaran yang dapat membuat
siswa aktif selama pembelajaran berlangsung. Pembelajaran seharusnya dapat
menghubungkan pengalaman siswa sehari-hari dengan konsep-konsep fisika yang
dipelajari. Salah satu model pembelajaran yang dibangun dengan prinsip-prinsip
di atas adalah model pembelajaran berbasis pengalaman (Kaniawati, 2011:3). Ciri
khas dari model pembelajaran ini adalah pembelajaran dimulai dengan
menghadirkan pengalaman siswa dan kemudian pengalaman tersebut diselidiki
dengan pendekatan inkuiri. Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan
pembelajaran yang berlandaskan metode ilmiah. Aktivitas yang terdapat dalam
metode ilmiah adalah, observasi, menemukan masalah, merumuskan hipotesis,
pengujian hipotesis melalui eksperimen, sehingga diperoleh kesimpulan.
Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi dalam pelaksanaan model
Pembelajaran Fisika Berbasis Pengalaman (PFBP). Modifikasi yang dilakukan
adalah dengan menambahkan penggunaan multimedia dalam beberapa fase
pembelajaran. Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Berbasis
Multimedia terhadap Hasil Belajar Fisika” (Windartun, 2007:7) menyebutkan
bahwa pembelajaran menggunakan multimedia dapat meningkatkan hasil belajar
7
Penerapan model PFBP berbantuan multimedia (PFBP-BM) dilakukan
untuk melatihkan seluruh aspek yang terdapat dalam kompetensi sains. Sedangkan
karena keterbatasan waktu penelitian yang tidak memungkinkan untuk
dilakukanya pembekalan pada keenam aspek domain kognitif, maka aspek
domain kognitif yang dibekali dalam penelitian ini hanya terbatas pada domain
remembering (C1), understanding(C2), applying (C3) dan analyzing (C4).
Hubungan fase-fase model PFBP–BM dengan aspek-aspek kompetensi sains dan
penguasaan konsep dapat dilihat dalamTabel 1.2.
Tabel 1.2 Hubungan PFBP-BM, Penguasaan Konsep dan Kompetensi Sains Siswa
PFBP-BM Multimedia yang digunakan Penguasaan Konsep Komponen kompetensi Sains Orientasi siswa pada pengalaman nyata Video, slide show Remembering (C1),
Understanding (C2), Applying
(C3)
Konteks, konten
Penyajian model dari peristiwa dan fenomena fisis yang dialami siswa Slide show ppt, animasi flash, video Understanding (C2), Applying
(C3), Analyzing (C4) Konten, Konteks Penanaman konsep melalui pemberian pengalaman langsung melalui inkuiri sains
Slide show Understanding (C2) Proses, Konten Penjelasan fisis dari peristiwa atau kejadian yang dialami siswa Animasi flash, ppt slide show Remembering (C1),
Applying(C3), Analyzing (C4)
PFBP-BM Multimedia yang digunakan
Penguasaan Konsep
Komponen kompetensi
Sains
Penguatan dan tindak lanjut belajar
Animasi flash, slide
show
Applying(C3), Analyzing (C4)
Konteks
Sebagai cabang dari mata pelajaran sains, seluruh aspek yang terdapat
dalam kompetensi sains PISA seharusnya dapat diadaptasi oleh guru-guru fisika.
Guru fisika dapat menggunakan framework PISA dalam melatihkan kemampuan
kompetensi sains dan penguasaan konsep khususnya pada mata pelajaran Fisika.
Pokok bahasan yang dipilih untuk membekali kemampuan penguasaan konsep
dan kompetensi sains pada penelitian ini adalah materi momentum impuls.
Pemilihan materi momentum impuls ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal,
diantaranya materi momentum impuls berkaitan dengan beberapa sub konsep
materi fisika lainnya seperti energi, kecepatan dan gaya. Selain itu berdasarkan
hasil belajar siswa dibeberapa kelas, pencapaian nilai rata-rata siswa pada pokok
bahasan momentum impuls cukup rendah jika dibandingkan dengan pokok
bahasan fisika lainnya. Selain itu di dalam kehidupan sehari-hari dalam dunia
teknologi terdapat banyak aplikasi dari konsep momentum impuls sehingga materi
momentu impuls merupakan wahana yang tepat untuk membekali kemampuan
penguasaan konsep dan kompetensi sains pada siswa.
Bertitik tolak pada tujuan meningkatkan kompetensi sains dan penguasaan
konsep fisika pada materi momentum impuls, dirasakan perlu untuk melakukan
9
pengalaman berbatuan multimedia (PFBP-BM) untuk meningkatkan penguasaan
konsep dan kompetensi sains pada mata pelajaran fisika pokok bahasan
momentum impuls”.
1.2RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut: “Apakah penerapan model Pembelajaran Fisika Berbasis
Pengalaman Berbantuan Multimedia (PFBP-BM) dapat meningkatkan
penguasaan konsep dan kompetensi sains pada mata pelajaran Fisika pokok
bahasan momentum impuls dibandingkan dengan penerapan model pembelajaran
fisika berbasis pengalaman (PFBP).
Agar penelitian menjadi lebih terarah, maka rumusan masalah dapat
dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan penguasaan konsep siswa antara
yang mendapatkan model PFBP-BM dibandingkan dengan siswa yang
mendapatkan PFBP?,
2. Bagaimana peningkatan kompetensi sains siswa antara siswa yang
mendapatkan model PFBP-BM dengan siswa yang mendapatkan model
PFBP?
3. Bagaimana hubungan atau korelasi antara kompetensi sains dengan
1.3TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai:
1. Peningkatan penguasaan konsep siswa pada pokok bahasan momentum impuls
dengan cara membandingkan kelas yang menggunakan model PFBP-BM
dengan kelas yang menggunakan model PFBP.
2. Peningkatan kompetensi sains siswa pada materi momentum impuls dengan
cara membandingkan kelas yang menggunakan model PFBP-BM dengan kelas
yang menggunakan model PFBP.
3. Hubungan atau korelasi antara kompetensi sains dengan aspek-aspek
penguasaan konsep.
1.4MANFAAT PENELITIAN
Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti tertulis
tentang potensi yang dimiliki oleh model PFBP-BM untuk meningkatkan
penguasaan konsep dan kompetensi sains pada mata pelajaran fisika. Penelitian ini
juga memberikan informasi mengenai manfaat yang terdapat pada penggabungan
model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dikombinasikan dengan
multimedia. Selain itu penelitian ini memberikan informasi mengenai bagaimana
aspek-aspek kompetensi sains dan penguasaan konsep diberikan dan diukur
dalam proses pembelajaran fisika. Penelitian ini dapat menjadi dasar bagi
guru-guru sains lainnya, dalam melatihkan aspek-aspek kompetensi sains dan
11
1.5DEFINISI OPERASIONAL
Supaya ada kesamaan persepsi mengenai varibel penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini, maka definisi operasional variabel penelitian yang
digunakan pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman (PFBP).
Model pembelajaran berbasis pengalaman didefinisikan sebagai model
pembelajaran yang memodelkan pengalaman siswa sehari-hari kedalam
kelas.Tahapan dari model pembelajaran berbasis pengalaman adalah, 1)
orientasi siswa pada pengalaman nyata, 2) penyajian model dari peristiwa
yang dialami siswa, 3) penanaman konsep melalui pemberian pengalaman
langsung, dengan melakukan eksperimen dengan metode inkuiri sains, 4)
penjelasan fisis dari peristiwa yang dialami siswa, 5) penguatan dan tindak
lanjut belajar. Keterlaksanaan model pembelajaran berbasis pengalaman,
diobservasi melalui lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran.
2. Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman Berbantuan Multimedia
(PFBP-BM)
Model PFBP-BM adalah model pembelajaran yang tahap-tahapannya sama
penggunaan multimedia disemua tahapan pembelajarannya. Keterlaksanaan
model PFBP-BM diobservasi melalui lembar observasi.
3. Penguasaan konsep
Penguasaan konsep dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu
kemampuan siswa, dimana siswa tidak hanya mengetahui konsep-kosep fisika
namun dapat menggunakan konsep-kosep fisika dalam memecahkan
persoalan baik dalam bentuk soal tes atau penerapan konsep dalam situasi
baru. Dalam penelitian ini, penguasaan konsep difokuskan pada empat aspek
yaitu remembering (C1), understanding (C2), applying (C3), dan analyzing
(C4). Penguasaan konsep diukur dalam bentuk tes pilihan berganda yang
diberikan pada awal pembelajaran (pretest) dan pada akhir pembelajaran
(posttest).
4. Kompetensi sains
Kompetensi sains merupakan cikal kemampuan literasi sains yang terdapat
dalam framework PISA 2006. Siswa dikatakan memiliki kompetensi sains
jika siswa menguasai tiga aspek, ketiga aspek tersebut adalah, aspek konten
yaitu pengetahuan siswa mengenai mata pelajaran sains yang dipelajari, aspek
konteks yaitu kemampuan siswa dalam menghubungkan pengetahuan sains
dengan kehidupan sehari-hari, dan aspek proses yaitu aspek yang berkaitan
dengan proses penemuan konsep-konsep sains. Alat ukur ketiga aspek
kompetensi sains ini dibuat dalam tes pilihan ganda yang diberikan sebelum
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen (eksperimen
semu). Penelitian eksperimental semu bertujuan untuk memperoleh informasi
yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan
eksperimen sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk
mengontrol atau memanipulasikan semua variabel yang relevan (Narbuko, 2004:
54). Dalam variabel ini tidak memungkinkan untuk dilakukan pengontrolan pada
semua faktor yang berpengaruh terhadap subjek. Metode penelitian quasi
eksperimen pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil dua kelas yang
menggunakan dua pendekatan yang berbeda.
Desain penelitian yang digunakan adalah Pretest-postest control group
design (Sugiyono, 2011:114), dimana penentuan kelas kontrol dan eksperimen
dilakukan secara acak pada empat kelas yang memiliki kemampuan yang sama.
Dua kelas dipilih, satu kelas akan menjadi kelas kontrol dan kelas yang lain akan
menjadi kelas eksperimen. Desain penelitian yang dilakukan dapat dilihat dalam
tabel 3.1:
Tabel 3.1. Desain Penelitian Pretest-Posttest Control Group Design
Kelompok Tes perlakuan Tes
Eksperimen E X1 E
47
Keterangan :
E : Tes awal dan tes akhir kelas eksperimen
K : Tes awal dan tes akhir kelas kontrol
X1 : Model PFBP-BM
X2 : Model PFBP
Pengaruh perlakuan yang dilakukan terhadap dua kelas tersebut dilihat dari
hasil tes awal dan tes akhir. Pada kelas eksperimen diterapkan model PFBP-BM,
sedangkan kelas kontrol diterapkan model PFBP.
3.2Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada salah satu SMA di Kotamadya Bandung,
Provinsi Jawa Barat. Siswa yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas
XI IPA yang terdiri dari empat kelas. Satu kelas berisi 28 siswa dan setiap kelas
memiliki kemampuan yang sama. Dari empat kelas diambil dua kelas untuk
dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3.3Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, diperlukan beberapa data yang dapat memberikan
informasi mengenai, kompetensi sains, penguasaan konsep, dan keterlaksanaan
model PFBP-BM. Setiap instrumen akan diuraikan melalui penjelasan berikut:
3.3.1 Tes Kemampuan Penguasaan Konsep
Tes penguasaan konsep, merupakan tes yang menjaring kemampuan siswa
dalam ranah domain kognitif. Penyusunan pertanyaan dalam penguasaan konsep
didasari oleh taksonomi yang terdapat dalam domain kognitif Anderson.
Anderson mengelompokkan aspek ranah domain kognitif kedalam enam aspek.
(understanding), menerapkan (applying), menganalisa (analyzing), mengevaluasi
(evaluation), menciptakan (creation). Dalam penelitian ini penguasaan konsep
hanya diukur pada empat aspek, mengingat, memahami, menerapkan dan
menganalisa.
3.3.2 Tes Kemampuan Kompetensi Sains
Tes kemampuan konsep dibuat berdasarkan kerangka PISA 2006. Tes
kompetensi sains, diuji berdasarkan keterkaitanya dengan tiga aspek, aspek
konten, aspek proses dan aspek konteks. Aspek konten menguji pengetahuan
siswa mengenai aplikasi sains dalam kehidupan sehari-hari sehingga sains dapat
mempengaruhi siswa dalam proses pengambilan keputusan. Aspek proses
menguji siswa mengenai kemampuan mereka dalam menemukan konsep-konsep
dalam sains. Pada aspek proses siswa diminta untuk menyelidiki dan
menginvestigasi konsep-konsep sains sehingga siswa dapat memiliki kemampuan
seorang saintis. Aspek konten merupakan aspek yang menguji kemampuan siswa
mengenai konten dari mata pelajaran sains, dalam mata penelitian ini, siswa diuji
pengetahuannya mengenai konten momentum impuls yang merupakan cabang
dari mata pelajaran fisika.
3.3.3 Lembar Observasi Keterlaksanaan Model PFBP-BM
Keterlaksanaan model PFBP-BM diamati dengan menggunakan panduan
lembaran observasi. Dari lembar observasi ini dapat diketahui apakah
49 3.4Teknik Analisis Instrumen Penelitian
Agar informasi yang dijaring melalui instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini akurat maka instrumen harus melewati proses analisis instrumen.
Analisis instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji validitas, uji
reablitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen.
3.4.1 Uji Validitas
Validitas merupakan uji yang harus dilakukan agar instrumen penelitian
dapat memotret keadaan sebenarnya (Arikunto, 2001: 64). Instrumen yang valid
dapat memberikan informasi yang sebenarnya dari subjek yang diteliti. Sebuah
instrumen harus divalidasi isinya (content validity), sebuah tes dikatakan memiliki
validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi
atau isi pelajaran yang diberikan. Dalam penelitian ini, instrumen diuji
kecocokannya dengan materi momentum impuls yang akan dilatihkan dalam
penelitian. Setelah lulus validitas isi, instrumen harus melewati tahap validitas
muka, validitas muka merupakan validitas instrumen dari segi kejelasan bahasa
dan redaksi kalimat. Diharapkan setiap orang yang membaca instrumen mengerti
apa yang dimaksud dalam instrumen tersebut. Untuk mengetahui validitas isi dan
validitas muka, instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diuji oleh tiga
dosen ahli. Dosen mengkaji kecocokan instrumen dengan materi yang diajarkan,
mengkaji kesesuaian dengan indikator serta melihat keterbacaan instrumen dari
segi bahasa dan redaksi kalimat instrumen. Hasil uji validitas isi dan validitas
muka instrumen dikaji oleh dosen ahli, kemudian instrumen dicobakan pada 28
siswa yang sebelumnya telah mendapatkan materi Momentum Impuls. Pengujian
ini, dilakukan untuk melihat keterbacaan siswa berkaitan dengan instrument yang
diberikan. Selain itu, dalam penelitian ini juga akan dicari validitas setiap butir
soal. Tujuan validitas butir soal adalah untuk mengetahui apakah butir soal
tersebut mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Sebuah butir soal
dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika butir soal tersebut memiliki
kesejajaran dengan skor total dari soal tersebut. Hasil validasi butir soal dari
instrumen penelitian dapat dilihat pada lampiran B. Untuk mengetahui validitas
setiap butir soal yang ada dalam penelitian maka rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Keterangan:
= Koefesien korelasi
= Skor tiap butir soal
Y = Skor total yang benar dari tiap subjek N = jumlah subjek
Tabel 3.2 Kriteria Koefisien Korelasi
Koefesien Korelasi ( Klasifikasi
51
Sangat Tinggi Sumber: (Arikunto, 2001: 175)
3.4.2 Analisis Reliabilitas Butir Soal
Instrumen yang digunakan dalam penelitian harus reliabel atau dapat
dipercaya. Yang dimaksud dengan reliabel adalah jika tes atau instrumen tersebut
dapat memberikan hasil yang tetap, walau diberikan oleh orang yang berbeda,
pada waktu yang berbeda dan tempat yang berbeda (Arikunto, 2001: 86).
Reliabilitas suatu instrumen ditentukan oleh beberapa faktor, diataranya; jelas
tidaknya rumusan soal, baik-tidaknya pengarahan soal kepada jawaban sehingga
tidak menimbulkan salah jawab, dan petunjuknya jelas sehingga mudah dan cepat
dikerjakan. Dalam penelitian ini, reabilitas soal dicari dengan menggunakan
rumus Kuder-Richardson (KR-21) (Arikunto, 2001: 101) yaitu:
dengan:
11 :koefisien reliabilitas soal
:banyak butir soal
: rata-rata skor total
:variansi total
Dari rumus di atas didapatkan koefisien reabilitas, yang harus dicocokkan
dengan kriteria koefisien reabilitas. Pencocokan dengan koefisien reabilitas
memberikan informasi kepada kita mengenai realiabilitas soal yang digunakan
Tabel 3.3. Klasifikasi Tingkat Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Keterangan
0,80 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi
0,40 < r11≤ 0,60 Sedang
0,20 < r11≤ 0,40 Rendah
0,00 ≤ r11≤ 0,20 Sangat rendah
(Arikunto, 2001)
Dalam penelitian ini, koefisien realibilitas dicari dengan menggunakan
program Microsoft Office Excel 2007. Keputusan realibilitas instrumen dientukan
dengan membadingkan rhitung dengan rtabel. Jika rhitung > rtabel maka soal reliabel,
sedangkan jika rhitung≤ rtabel maka soal tidak reliabel.
Penentuan rtabel dilihat dari tabel nilai-nilai r poduct moment, dengan dk = 28
dann α = 5% diperoleh harga rtabel 0,374. Perbandingan koefisien rhitung dengan
rtabel serta kategori realibilitas dapat dilihat melalui tabel 3.4.
Tabel 3.4. Hasil Reliabilitas Tes Penguasaan Konsep dan Kompetensi Sains
Tes rhitung rtabel Kriteria Kategori
Penguasaan Konsep 0, 745 0,374 Reliabel Tinggi
Kompetensi Sains 0, 642 0,374 Reliabel Tinggi
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa soal penguasaan konsep dan
kompetensi sains memenuhi karakteristik yang sesuai sehingga instrumen yang
dikembangkan dapat digunakan untuk penelitian.
53
Bilangan yang menunjukkan kesukaran atau kemudahan dari suatu soal
disebut tingkat kemudahan (Arikunto, 2001: 207). Indeks kemudahan soal
memiliki nilai antara 0, 0 sampai dengan 1, 0. Semakin besar angka indeks
kemudahan maka semakin sukar soal tersebut. Taraf kemudahan soal dapat
dihitung melalui rumus:
Dimana :
P = Taraf Kemudahan
B = Jumlah siswa yang menjawab benar JS = Jumlah siswa / Testee
Soal yang bagus adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu
sukar. Soal yang terlalu mudah akan membuat siswa malas berusaha sedangkan
soal yang terlalu sukar akan membuat siswa tidak ingin berusaha. Tabel berikut
[image:30.595.114.509.231.641.2]memberikan informasi mengenai tingkat kemudahan dan interpretasinya,
Tabel 3.5. Klasifikasi Taraf Kemudahan Soal
Taraf Kemudahan (TK) Interprestasi atau Penafsiran TK
TK < 0,30 Sukar
0,30 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang
TK > 0,70 Mudah
(Arikunto, 2001)
3.4.4 Analisis Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal merupakan kemampuan setiap soal untuk dapat
(kurang pandai). Angka untuk daya pembeda dapat dicari menggunakan rumus di
bawah ini (Arikunto, 2001: 213) :
DP
dengan:
DP : Daya pembeda
: jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan
benar, atau jumlah benar kelompok atas
: jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan
benar, atau jumlah benar kelompok bawah
: jumlah siswa kelompok atas (higher group atau upper group)
[image:31.595.118.513.165.603.2]Klasifikasi daya pembeda soal dapat dilihat dalam tabel 3.6:
Tabel 3.6. Klasifikasi daya pembeda soal
Daya Pembeda (DP) Klasifikasi
DP ≤ 0,00 Sangat jelek
0,00< DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40< DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Baik sekali
(Arikunto, 2001: 207)
3.5Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen
Agar instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat mengukur dan
menjaring informasi yang dibutuhkan, maka instrumen harus melalui tahap uji
coba. Setelah diuji coba pada 29 siswa yang telah mendapatkan materi momentum
impuls sebelumnya, instrumen harus diuji validitasnya, realibilitas, daya pembeda
dan tingkat kemudahan. Dalam penelitian ini uji coba instrumen dilakukan dengan
bantuan software Microsoft excel 2007. Rekapitulasi hasil uji coba instrumen
55
Tabel 3.7. Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda, Validitas dan Reliabilitas Uji Instrumen Penguasaan Konsep Fisika
No. Soal
Komponen Analisis
Status Soal Validitas Keterangan Daya
Pembeda Keterangan
Tingkat
Kesukaran Keterangan
1 0.59 Cukup 0.67 Baik 0.55 Sedang dipakai
2 0.35 Rendah 0.40 Baik 0.62 Sedang dipakai
3 0.53 Cukup 0.47 Baik 0.72 Mudah dipakai
4 0.64 Tinggi 0.60 Baik 0.66 Sedang dipakai
5 0.61 Tinggi 0.60 Baik 0.72 Mudah dipakai
6 -0.09 Tidak Valid 0.13 Buruk 0.90 Mudah dibuang
7 0.15 Sangat
Rendah
0.25 Sedang 0.83 Mudah dibuang
8 0.19 Sangat
Rendah
0.31 Sedang 0.52 Sedang dibuang
9 0.50 Cukup 0.40 Baik 0.83 Mudah dipakai
10 0.17 Sangat
Rendah
0.13 Buruk 0.62 Sedang dibuang
11 0.45 Cukup 0.33 Sedang 0.59 Sedang dipakai
12 0.63 Tinggi 0.33 Sedang 0.45 Sedang dipakai
13 0.35 Rendah 0.27 Sedang 0.69 Sedang dipakai
14 0.41 Cukup 0.40 Baik 0.83 Mudah dipakai
15 0.60 Tinggi 0.53 Baik 0.76 Mudah dipakai
16 0.77 Tinggi 0.53 Baik 0.41 Sedang dipakai
17 -0.01 Tidak Valid 0.31 Sedang 0.45 Sedang dibuang
18 0.38 Rendah 0.20 Sedang 0.38 Sedang dipakai
19 -0.08 Tidak Valid -0.13 Sangat
Buruk
0.28 Sukar dibuang
20 0.36 Rendah 0.27 Sedang 0.21 Sukar dipakai
21 0.26 Rendah 0.07 Buruk 0.66 Sedang dipakai
Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda, Validitas dan Reliabilitas Uji Instrumen Kompetensi Sains Fisika
No. Soal
Komponen analisis
Status Soal
Validitas Keterangan Daya
Pembeda Keterangan
Tingkat
Kesukaran Keterangan
1 0.40 Cukup 0.44 Baik 0.59 Sedang dipakai
2 0.52 Cukup 0.51 Baik 0.55 Sedang dipakai
3 0.51 Cukup 0.30 Sedang 0.72 Mudah dipakai
[image:32.595.115.560.616.749.2]No. Soal
Komponen analisis
Status Soal
Validitas Keterangan Daya
Pembeda Keterangan
Tingkat
Kesukaran Keterangan
5 0.58 Cukup 0.43 Baik 0.72 Mudah dipakai
6 0.37 Rendah 0.22 Sedang 0.76 Mudah dipakai
7 0.47 Cukup 0.43 Baik 0.72 Mudah dipakai
8 0.49 Cukup 0.37 Sedang 0.62 Sedang dipakai
9 0.00 Sangat
Rendah 0.04 Buruk 0.45 Sedang dibuang
10 0.38 Rendah 0.24 Sedang 0.55 Sedang dipakai
11 0.44 Cukup 0.44 Baik 0.59 Sedang dipakai
12 0.63 Tinggi 0.45 Baik 0.45 Sedang dipakai
13 0.00 Sangat
Rendah -0.09
Sangat
buruk 0.24 Sukar dibuang
14 0.44 Cukup 0.36 Sedang 0.83 Mudah dipakai
15 0.62 Tinggi 0.50 Baik 0.76 Mudah dipakai
16 0.79 Tinggi 0.66 Baik 0.41 Sedang dipakai
17 0.47 Cukup 0.32 Sedang 0.38 Sedang dipakai
18 0.33 Rendah 0.25 Sedang 0.41 Sedang dipakai
19 0.00 Sangat
Rendah -0.09
Sangat
buruk 0.24 Sukar dibuang
20 0.43 Cukup 0.40 Baik 0.28 Sukar dipakai
21 -0.02 Tidak valid -0.09 Sangat
buruk 0.24 Sukar dibuang
22 0.30 Rendah 0.18 Buruk 0.38 Sedang dipakai
23 0.25 Rendah 0.17 Buruk 0.52 Sedang dipakai
3.6Teknik Pengumpulan Data
Data yang dijaring dalam penelitian ini adalah data mengenai kemampuan
kompetensi sains, penguasaan konsep dan data observasi mengenai keterlaksanaan
model pembelajaran PFBP-BM. Dalam tabel 3.9 disajikan sumber data, jenis data,
[image:33.595.111.569.110.571.2]teknik pengumpulan data dan jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 3.9 Teknik Pengumpulan Data
No Jenis Data Sumber
Data
Teknik
Pengumpulan Data
57
No Jenis Data Sumber
Data
Teknik
Pengumpulan Data
Instrumen
1 Kemampuan kompetensi sains sebelum dan sesudah diberikan perlakuan
Siswa Tes awal dan tes akhir
Butir soal pilihan ganda yang mengukur
kompetensi sains.
2 Penguasaan konsep sebelum dan sesudah diberikan perlakuan
Siswa Tes awal dan tes akhir
Butir soal pilihan ganda yang mengukur
penguasaan konsep siswa 3 Keterlaksanaan model
pembelajaran PFBP-BM
Guru Observasi Lembar Observasi
Agar penelitian sesuai dengan perencanaan, maka terdapat beberapa tahapan
yang harus dilalui sebelum dilaksanakannya penelitian. Tahapan-tahapan
3.7 Alur dan Prosedur Penelitian
1
2
3
5
6 4
Temuan dan kesimpulan
Observasi langsung Studi Pendahuluan Observasi,wawancara dan
studi dokumen (kajian literasi mengenai ,penguasaan konsep, dan kompetensi sains,
Standar isi Fisika)
Perumusan masalah dan pertanyaan penelitian serta perumusan hipotesis
Pengembangan Instrumen Penelitian Pemilihan multimedia dan penggabungan
dengan model PBP
Studi Literatur tentang model PFBP, materiMomentum Impuls dan multimedia yang digunakan
Pemilihan Multimedia yang sesuai dengan materi Momentum Impuls
Tes Awal
Tes Akhir
Kelompok Ekperimen Kelompok Kontrol
Penerapan model PFBP-BM
Penerapan model PFBP
Observasi langsung
59 3.8 Analisis dan Pengolahan Data
Penelitian ini menghasilkan dua jenis data, data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif didapatkan dari hasil observasi mengenai
keterlaksanaan model PFBP-BM. Sedangkan Data kuantitatif didapatkan dari
hasil pengukuran penguasaan konsep dan kompetensi sains.
3.8.1 Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran
Analisis keterlaksanaan model PFBP-BM dimulai dari pengisian lembar
observasi. Pengisian lembar observasi ini dilakukan oleh observer pada saat
pembelajaran berlangsung. Format observasi ini berbentuk rating scale dan
membuat kolom ya/tidak. Untuk observasi keterlaksanaan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru dihitung dengan:
3.8.2 Data Hasil Tes Penguasaan Konsep dan Kemampuan Literasi Sains
Peningkatan penguasaan konsep dan kompetensi sains siswa dilihat dari
hasil tes yang dilakukan pada saat awal pembelajaran dan akhir pembelajaran.
Kelas eksperimen mendapatkan perlakuan model pembelajaran fisika berbasis
pengalaman berbantuan multimedia sedangkan kelas kontrol mendapatkan
Agar dapat menjawab rumusan masalah, maka data yang diperoleh dari
hasil tes harus melewati beberapa tahapan pengolahan data. Tahapan pengolahan
data, adalah sebagai berikut:
1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan
pedoman penskoran yang digunakan.
2. Membuat tabel skor pre-test dan post-test siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol.
3. Menentukan skor peningkatan penguasaan konsep dan kompetensi sains
dengan menggunakan rumus N-gain ternormalisasi (Meltzer, 2012:16),
Hasil perhitungan N-gain kemudian diinterpretasikan dengan
[image:37.595.117.513.193.743.2]menggunakan klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 3.10. Klasifikasi Gain Ternormalisasi
Besarnya N-gain (g) Klasifikasi
g ≥ 0,70 Tinggi
0,30 ≤ g < 0,70 Sedang
g < 0,30 Rendah
(Meltzer, 2012: 16)
4. Melakukan uji normalitas untuk mengetahi kenormalan data N-gain
penguasaan konsep dan kompetensi sains menggunakan uji statistic
Kolmogorov-Smirnov dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:
H0: Data terdistribusi normal
Ha: Data tidak terdistribusi normal
Dengan kriteria uji sebagai berikut:
Jika nilai Sig. (p-value) < α (α = 0,05), maka H0 ditolak
61
5. Menguji homogenitas varians skor pre-test, post-test dan N-gain
penguasaan Konsep dan Kemampuan kompetensi sains menggunakan uji
Levene. Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0: Kedua data bervariasi homogen
Ha: Kedua data tidak bervariasi homogeny
Dengan kriteria uji sebagai berikut:
Jika nilai Sig. (p-value) < α (α = 0,05), maka H0 ditolak
Jika nilai Sig. (p-value) ≥α (α = 0,05), maka H0 diterima.
6. Setelah data memenuhi syarat normal dan homogen, selanjutnya dilakukan
uji kesamaan rataan skor pre-test dan uji perbedaan rataan skor post-test
dan N-gain menggunakan uji-t yaitu Independent sample t-test.
7. Melakukan uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara penguasaan
Konsep dan kemampuan kompetensi sains siswa pada kelas eksperimen
dengan uji korelasi Pearson.
[image:38.595.117.511.122.713.2]Alur pengujian hipotesis digambar melalui bagan di bawah ini:
Gambar 3.2 Diagram Alur Pengujian Hipotesis Data
Uji Normalitas
Uji Homogenitas
Uji t
Uji Mann-Whitney Tidak normal
Tidak homogen Normal
Homogen
Kesimpulan
3.9Pengujian Terhadap Hipotesis
Pada umumnya pengujian terhadap hipotesis dapat dilakukan dengan uji
parametrik dan non-parametrik. Pengujian parametrik dapat dilakukan jika
asumsi-asumsi penelitian parametrik terpenuhi, antara lain jika data dalam
pengujian hipotesis ini, data yang dimaksud ialah gain ternormanilasasi yang
dicapai kedua kelas bersifat normal dan memiliki varian yang homogen. Analisis
data gain ternormalisasi dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian. jika
asumsi-asumsi penelitian parametrik tidak terpenuhi, maka pengujan terhadap
hipotesis harus dilakukan dengan uji Non-Parametrik. Oleh karena itu, untuk
mengetahui pengujian statistik mana yang tepat, sebelumnya perlu diketahui
normalitas dan homogenitas dari gain kedua kelas.
3.9.1 Uji Normalitas N gain
Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji kenormalan data yang diperoleh
dari hasil penelitian. Uji normalitas ini juga dilakukan untuk untuk mengetahui
apakah sampel telah mewakili populasi atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian
normalitas dilakukan dengan menggunakan tes One-Sample Kolmogorov-
Smirnov. Dengan kriteria pengujiannya:
a) Jika nilai signifikasi > 0,05 maka sebaran skor data berdistribusi normal.
b) Jika nilai signifikasi < 0,05 maka sebaran skor data tidak berdistribusi
normal.
3.9.2 Uji Homogenitas N Gain
Untuk sampel yang terdistribusi normal, maka dilakukan uji homogenitas,
63
a) Menentukan derajat kebebasan (dk) dengan rumus.
b) Menghitung nilai F (tingkat Homogenitas), dengan menggunakan rumus
dan menentukan kriteria pengujian, menurut Santoso:
o Jika nilai signifikasi > 0,05, maka kedua kelasmemiliki varians yang
sama (homogen).
o Jika nilai signifikasi < 0,05, maka kedua kelas memiliki varians yang
tidak sama (tidak homogen).
3.9.3 Uji Hipotesis N gain
Uji statistik parametrik akan dilakukan jika data N-gain kedua kelompok
terdistribusi normal dan memiliki varian yang homogen. Untuk menguji
hipotesisnya dapat menggunakan uji-t dengan sampel kecil (n<30) pada tingkat
signifikannya 0,05 dengan tes dua ekor, rumus yang digunakan adalah:
t = dan ,
( Sugiyono, 2011: 109)
Keterangan :
t : Nilai t hitung
: Rata-rata kelompok 1 : Rata-rata kelompok 2
: Variansi populasi kedua kelompok
nx : banyak data kelompok 1
ny : banyak data kelompok 2
3.10 Pengujian Korelasi Aspek Penguasaan Konsep dengan Kompetensi
Keterkaitan antara penguasaan konsep dan kompetensi sains perlu diuji.
Studi yang membahas tentang derajat hubungan antara variabel-varibel dikenal
dengan uji analisis korelasi (Sudjana, 2005: 367), Ukuran yang dipakai untuk
menentukan derajat hubungan antara dua faktor dinamakan koefisien korelasi. Uji
korelasi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan korelasi Pearson.
Rumus yang digunakan untuk menentukan koefisien korelasi antara dua variabel
adalah
(Sudjana, 2005: 368),
Dalam penelitian ini, uji korelasi Pearson menggunakan SPSS. Setelah
mendapatkan koefisien korelasi, dilakukan interpretasi terhadap koefisien korelasi
yang didapatkan. Jika suatu hubungan tidak sama dengan nol, maka dapat
dikatakan terjadi hubungan antara dua variabel tersebut. Ketentuan penafsiran
[image:41.595.111.513.246.649.2]angka korelasi Pearson dapat merujuk pada tabel berikut,
Tabel 3.11 Interpretasi Koefisien Korelasi Pearson
0 Tidak ada korelasi
0,00 - 0,25 Korelasi sangat lemah 0,25 – 0,50 Korelasi Cukup 0,50 – 0,75 Korelasi kuat 0,75 – 0,99 Korelasi sangat kuat
99
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan
mengenai penerapan model PFBP-BM untuk meningkatkan penguasaan konsep
dan kompetensi sains dapat disimpulkan bahwa:
1. Model PFBP-BM dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dibandingkan
model PFBP. Hal ini dibuktikan dengan perolehan N-gain kelas eksperimen
sebagai tempat dilaksanakanya model PFBP-BM lebih tinggi dari N-gain
kelas kontrol sebagai tempat dilaksanakan moel PFBP. N-gain kelas
eksperimen adalah 0,56 sedangkan kelas kontrol N-gainnya adalah 0,38.
2. Model PFBP-BM dapat lebih meningkatkan kompetensi sains dibandingkan
dengan model PFBP. Hal ini dibuktikan dengan perolehan N-gain kelas
eksperimen sebagai tempat diterapkannya model PFBP-BM yaitu 0, 44
sedangkan N-gain untuk kelas kontrol sebagai tempat diterapkannya model
PFBP adalah 0,29.
3. Pengujian hipotesa menunjukan, nilai t hitung lebih besar dari t tabel secara
berurutan untuk penguasaan konsep dan kompetensi sains yaitu 3,940 dan
5,396 dengan nilai signifikasi α 0.000. dengan demikian hipotesa yang
diajukan terbukti. Sedangkan korelasi antara penguasaan konsep dan
100
nilai r≠0, yaitu 0,396. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa
terdapat cukup hubungan antara penguasaan konsep dan kompetensi sains.
5.2Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan
model PFBP-BM untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sains
pada materi momentum impuls maka beberapa saran berikut dapat menjadi
pertimbangant:
1. Agar siswa dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sain pada
faktor-faktor yang mempengaruhi momentum, dapat digunakan animasi flash
yang dapat memvariasikan masa dan kecepatan suatu benda, sehingga dapat
dianalisa besaran momentum yang dimiliki benda tersebut
2. Agar siswa dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi sain pada
hukum kekekalam momentum, hendaknya animasi flash yang digunakan
menggambarkan situasi yang berhubungan dengan pengalaman siswa
sehari-hari.
3. Untuk membedakan ketiga jenis tumbukan digunakan animasi flash yang
dapat memberikan informasi mengenai keberlakuan hukum kekekalan
momentum dan keberlakuan hukum energi kinetik
4. Agar dapat memberikan pengalaman belajar pada siswa, guru harus dapat
memilih perangkat dan media pembelajaran yang tepat agar setiap tahapan
pembelajaran memberikan pengalaman belajar yang optimal bagi siswa.
101
6. Pembiasaan melakukan inkuiri dalam proses pembelajaran perlu terus
dilakukan agar kompetensi sains merupakan aspek yang menjadi cikal
kemampuan literasi sains.
7. Perlu ditambahkan perangkat penilaian yang dapat digunakan oleh siswa
dalam mengevaluasi teman sejawat dalam melakukan persentasi. Lembar
penilaian ini dapat membuat proses diskusi dapat berlangsung lebih optimal.
8. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk topik yang berbeda dimana perlu ada
perbaikan dari segi multimedia yang digunakan, dari segi keberagaman alat
eksperimen, dari segi intrumen yang digunakan untuk menjaring kemampuan
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Loren W. & Krathwohl, David R. (2001). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Assesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom (Terjemahan dari A Taxonomy for learning, Teaching and
Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objecives). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharismi. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Dahar, Ratna Wilis (1996). Teori-teori Belajar. Bandung: PT. Bumi Aksara
Hobson Art. (2005). “Teaching Relevant Science For Scientific Literacy”. Journal
of College Science Teaching
Holbrook Jack. (2009). “The Meaning of Scientific Literacy”. International
Journal of Environmental & Science Educational, 4 (3), 144-150
Kaniawati, Ida. et.al (2011). Pembelajaran Fisika Berbasis Pengalaman untuk Mengembangkan Pemahaman Konsep, Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan Pemecahan Masalah. Bandung: Laporan Penelitian
Kementerian Pendidikan Nasional. (2007). Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kemdiknas
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012). Hasil UN. Jakarta: Kemdikbud
[tersedia online di
http://118.98.234.22/sekretariat/hasilun/index.php/statistik_sma/akses pada 25 Oktober2013]
Kolb, D. (1984). Experiential learning. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ.
Larmer, J. (2010). “7 Essentials For Project-Based Learning”. Educational Leadership, Halaman 34-37
Liu Xiufeng. (2009). “Special Issue On Science Literacy”. International Journal Of Environment & Sciene Education, 4 (3). 1-11
Nuryani Y. Rustaman, (2002)Pengembangan butir soal keterampilan proses
sains. Bandung: FPMIPA UPI. [Tersedia di
http://onengdalilah.blogspot.com/2009/. Diakses pada 2 September 2013]
Programme for International Student Assessment (2006). PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow’s World. Paris: OECD Publishing.
Programme for International Student Assessment (2012). PISA 2012 Result in Focus: What 15 Year-Olds Know and What They Can Do With They Know. Paris: OECD Publishing.
Programme for International Student Assessment (2012). PISA 2012 Assessment and Analytical Framework. Paris: OECD Publishing
Serway & Jewett (2004). Physics for Scientist and Enggineers. California: Thomson Brooks
Shwartz et al. (2006). “The Use of Scientific Literacy taxonomy for Assessing Through Development of Chemical Literacy Among High-School Students”. Journal of Chemistry Education Research and Practice: 7 (4), 203-204
Singh, Chandraleka & Rosengrant, David (2003). “Multiple Choice test of Energy
and Momentum Concepts”. American Journal Physics, 71 (6), 607–617.
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: PT. Tarsito Bandung.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methode). Bandung: Penerbit Alfabeta.
Susilana, Rudi & Riyana, Cepi. (2008). Media Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpend FIP UPI.
Wenning J Carl. (2007). “Assessing Inquiry Skills As A Component of Scientific