• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ikatan Auditor Internal (Institute of Internal Auditors (IIA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ikatan Auditor Internal (Institute of Internal Auditors (IIA)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

9

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Audit Internal

Internal audit merupakan unsur penting dari struktur pengendalian internal dalam suatu organisasi karena dibuat untuk memonitor efektivitas dari aktivitas internal perusahaan atau organisasi.

Menurut Ikatan Auditor Internal (Institute of Internal Auditors (IIA) – IPPF, 2017) mendefinisikan audit internal sebagai berikut :

“Audit internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif, dan konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan kegiatan operasi suatu organisasi. Audit intern ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan melakukan pendekatan sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola”.

Dari definisi sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Audit Internal adalah : 1. Suatu aktivitas independen objektif

Definisi terdahulu menggambarkan Audit Internal sebagai fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam organisasi, sedangkan definisi baru mengakui profesi yang lebih fleksibel dan meninggalkan konsep independensi yang didefinisikan secara sempit.

2. Aktivitas pemberian jaminan dan konsultasi

Fungsi penilaian tidak lagi menjadi jasa yang diberikan oleh Audit Internal dan tidak mengantisipasi peran Auditor yang meningkat dan pengaruhnya yang makin berkembang dalam organisasi. Konsep aktivitas pemberian

(2)

jaminan dan konsultasi memfokuskan pada para pengguna jasa, bila profesi Auditor Internal tidak dapat memenuhi kebutuhan pada para pengguna, mereka akan memperolehnya dari pihak luar perusahaan.

3. Dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi

Konsep ini menempatkan Audit Internal ke inti organisasi. Perubahan filosofi ini sepenuhnya dapat diterima oleh semua Auditor. Sebagian Auditor merasa bahwa istilah “memberi nilai tambah” akan menjadi using dan sebagian orang merasa bahwa Auditor Internal hanya bertanggung jawab pada Komite Audit. Bukti yang ada menunjukan sebagian besar Auditor memberikan nilai tambah bagi organisasi sebab hasil aktivitas tersebut menginformasikan kepada manajemen tentang efektivitas struktur pengendalian yang dimilikinya. Manajemen menghendaki agar semua orang dalam organisasi dapat memberikan nilai tambah.

4. Membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya

Definisi baru berusaha mengkaitkan aktivitas Audit Internal dengan faktor penting dan proses inti dengan menempatkan aktivitas Audit Internal sebagai suatu usaha untuk organisasi dalam mencapai tujuannya.

5. Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian dan proses pengelolaan organisasi.

(3)

Standar Profesi Audit Internal (SPAI) yang diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:9), mengemukakan definisi audit internal sebagai berikut :

“Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian,dan proses tata kelola.”

Selanjutnya dengan mengacu pada definisi dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI) tersebut, dapat disimpulkan bahwa dampak yang muncul dari pernyataan Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal tahun 2004 adalah perlunya peningkatan kapasitas dan kualitas auditor internal dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Oleh karena itu, auditor internal harus memiliki latar belakang pengetahuan yang luas, mencakup seluruh fungsi organisasi termasuk teknologi informasi. Hal ini disebabkan munculnya fungsi baru dalam fungsi audit internal yaitu sebagai konsultan bagi manajemen dalam peningkatan manajemen risiko dan pengendalian tata kelola organisasi atau perusahaan.

2.1.2 Fungsi Audit Internal

Fungsi audit internal ada berdasarkan kebijakan yang telah dibuat oleh manajemen atau dewan direksi. Fungsi audit internal adalah suatu alat bagi manajemen untuk menilai efektivitas serta efesiensi pelaksanaan pengendalian intern perusahaan, kemudian memberikan hasil berupa saran dan rekomendasi bagi manajemen yang akan dijadikan landasan untuk pengambilan keputusan atau tindakan selanjutnya. Standar Profesional Audit Internal (SPAI) yang dikeluarkan Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:21) mengemukakan bahwa :

(4)

“Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan .”

Menurut Mulyadi (2010:211) menyebutkan bahwa fungsi audit internal adalah sebagai berikut :

1. Fungsi internal audit adalah menyelidiki dan menilai pengendalian intern dan efisiensi pelaksanaan berbagai unit organisasi. Dengan demikian fungsinya adalah untuk mengukur dan menilai efektivitas unsur-unsur pengendalian intern yang lain.

2. Fungsi internal audit merupakan kegiatan penilaian yang bebas, yang terdapat dalam organisasi, yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan dan kegiatan lain, untuk membentuk jasa bagi manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka. Dengan cara menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi dan komentar – komentar penting terhadap kegiatan manajemen, internal auditor menyediakan jasa tersebut. Internal auditor berhubungan dengan semua tahap kegiatan perusahaan sehingga tidak hanya terbatas atas catatan akuntansi.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi Audit Internal adalah mengevaluasi dan memberikan kontribusi terhadap kegiatan perusahaan agar sesuai dengan tujuan dengan menggunakan pendekatan yang sistematis dan teratur.

(5)

2.1.3 Tujuan Audit Internal

Menurut Standar Atribut No. 1000 (IPPF 2017) menyatakan bahwa:

“Tujuan, kewenangan dan tanggungjawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI) dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan Dewan Pengawasan Organisasi”.

Menurut Sukrisno Agoes (2012) untuk mencapai tujuan tersebut, audit internal harus melakukan kegiatan-kegiatan berikut:

1. Menelaah dan menilai kebaikan penerapan dari sistem pengendalian manajemen, pengendalian internal, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dan biaya yang tidak terlalu mahal.

2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana-rencana dan prosedur- prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.

3. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.

4. Memastikan bahwa pengolahan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.

5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh manajemen.

6. Menyerahkan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

(6)

2.1.4 Standar Profesi Audit Internal

Belakangan ini peran audit internal semakin diandalkan dalam mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola. Agar dapat mengembangkan kepercayaan yang semakin besar dan menjalankan peran dengan baik, audit internal sebagai suatu profesi memerlukan Standar Profesi Audit Internal.

Standar terdiri dari dua kelompok utama yaitu Standar Atribut dan Standar Kinerja. Standar atribut mengatur atribut organisasi dan individu yang melaksanakan audit internal. Standar kinerja mengatur sifat audit internal dan menetapkan kriteria mutu untuk mengukur kinerja jasa audit internal. Standar atribut dan standar kinerja diterapkan pada seluruh jenis jasa audit internal. Standar atribut terdiri dari:

1. Standar 1000 tentang tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab. 2. Standar 1100 tentang independensi dan objektivitas.

3. Standar 1200 tentang kecermatan professional.

4. Standar 1300 tentang quality assurance fungsi audit internal. Dan standar kinerja terdiri dari:

1. Standar 2000 tentang pengelolaan fungsi audit internal. 2. Standar 2100 tentang lingkup penugasan.

3. Standar 2200 tentang perencanaan penugasan. 4. Standar 2300 tentang pelaksanaan penugasan.

(7)

Standar Profesi Audit Internal menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (SPAI) yang berkaitan dengan sikap yang harus dimiliki oleh seorang auditor internal ada dalam standar atribut 1100 dan 1210 dan 1220.

2.1.5 Tiga Pilar Keberhasilan Audit Internal

Menurut Kurt F. Reding (2013:2-5) terdapat The Three Pillars of Efective Internal Audit Service, tiga pilar tersebut terdiri dari:

1. Standar Atribut 1100 tentang independensi dan objektivitas.

Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus objektif dalam melaksanakan pekerjaannya.

a. Independensi Organisasi, Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggung jawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.

b. Objektivitas Auditor Internal, Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest).

c. Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektivitas, Jika prinsip independensi dan objektivitas tidak dapat dicapai baik secara fakta maupun dalam kesan, hal ini harus diungkapkan kepada pihak yang berwenang. Teknis dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada

(8)

alasan tidak terpenuhinya prinsip independensi dan objektivitas tersebut.

2. Standar Atribut 1210 tentang Kecakapan (Proficiency)

Auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.

a) Penanggung jawab Fungsi Audit Internal harus memperoleh saran dan asistensi dari pihak yang kompeten jika pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi dari staf auditor internal tidak memadai untuk pelaksanaan sebagian atau seluruh penugasannya.

b) Auditor Internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti, dan menguji adanya indikasi kecurangan.

c) Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki pengetahuan tentang risiko dan pengendalian yang penting dalam bidang teknologi informasi dan teknik- teknik audit berbasis teknologi informasi yang tersedia.

3. Standar Atribut 1220 tentang Kecermatan Profesional (Due Professional care)

Auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan ketrampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang prudent dan

(9)

kompeten. Dalam menerapkan kecermatan profesional auditor internal perlu mempertimbangkan:

a) Ruang lingkup penugasan.

b) Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan.

c) Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance.

d) Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan.

e) Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik analisis lainnya.

2.2 Pencegahan Kecurangan (Fraud)

2.2.1 Pengertian Kecurangan (Fraud)

Menurut W. Steve Albrecht dan Chad D. Albrecht, dalam Karyono (2013:3) kecurangan didefiniskan sebagai:

“Kecurangan adalah suatu pengertian umum dan mencakup beragam cara yang dapat digunakan dengan cara kekerasan oleh seorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain melalui perbuatan yang tidak benar. Tidak terdapat definisi atau aturan yang dapat digunakan sebagai suatu pengertian umum dalam mengartikan kecurangan yang meliputi cara yang mengandung sifat mendadak, menipu, cerdik dan tidak jujur yang digunakan untuk mengelabuhi seseorang. Satu-satunya batasan untuk mengetahui pengertian di atas adalah yang membatasi sifat ketidakjujuran manusia.”

Menurut G. Jack Bologna dan Robert Lindquist dalam Forensic Fraud, dalam Karyono (2013:4)

(10)

“Kecurangan adalah penipuan yang disengaja umumnya diterangkan sebagai kebohongan, penjiplakan, dan pencurian. Kecurangan dapat dilakukan terhadap pelanggan, kreditor, pemasok, banker, investor, penjamin asuransi, dan pemerintah.”

Berdasarkan berbagai definisi tersebut fraud tersebut, fraud juga dapat diistilahkan sebagai kecurangan yang mengandung makna suatu penyimpangan dan perbuatan melanggar hukm (illegal act), yang dilkukan dngan sengaja untuk tujuan tertentu atau memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihak-pihak lain, yang dilakukan oleh orang-orang baik dari dalam maupun dari luar organisasi. Kecurangan dirancang untuk mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun kelompok yang memanfaatkan peluang-peluang secara tidak jujur, yang secara langsung maupun tidak langsung maupun tidak langsung merugikan pihak langsung.

2.2.2 Jenis Kecurangan

Menurut Examination Manual 2006 dari Association of Certified Fraud Examiner yang dikutip oleh Karyono (2013: 17), fraud (kecurangan) terdiri atas empat kelompok besar yaitu :

1. Kecurangan Laporan (Fraudulent Statement) yang terdiri atas Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement) dan Kecurangan Laporan Lain (Non Financial Statement).

2. Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation) yang terdiri atas Kecurangan Kas (Cash) dan Kecurangan Persediaan dan Aset Lain (Inventory and Other Assets).

(11)

3. Korupsi (Corruption) terdiri atas Pertentangan kepentingan (Conflict of Interest), Penyuapan (Bribery), Hadiah Tidak Sah (Illegal Gratuities) dan Pemerasan Ekonomi (Economic Exortion).

4. Kecurangan yang berkaitan dengan komputer.

2.2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kecurangan

Menurut Dr. Donald Cressy dalam Karyono (2013:8) dalam teori segitiga, perilaku fraud didukung oleh tiga unsur yaitu adanya tekanan, kesempatan, dan pembenaran. Tiga unsur itu digambarkan dalam segitiga sama sisi karena bobot/derajat ketiga unsur itu sama. Sebagaimana yang digambarkan pada Gambar 2.1 sebagai berikut:

Gambar 2.1

Segitiga Kecurangan (Fraud Triangle)

1. Tekanan (Pressure)

Tekanan

(12)

a. Tekanan keuangan; antara lain berupa banyak hutang gaya hidup melebihi kemampuan keuangan, keserakahan, dan kebutuhan yang tidak terduga.

b. Kebiasaan buruk; antara lain kecanduan narkoba, judi dan peminum minuman keras.

c. Tekanan lingkungan kerja; seperti kurang dihargainya prestasi/kinerja, gaji rendah dan tidak puas dengan pekerjaan.

d. Tekanan lain; seperti tekanan dari suami/istri untuk memiliki barang mewah.

2. Kesempatan (Opportunity)

Kesempatan timbul terutama karena lemahnya pengendalian internal untuk mencegah kecurangan. Kesempatan juga terjadi karena lemahnhya sanksi, dan ketidak mampuan untuk menilai kualitas kinerja. Disamping itu tercipta beberapa kondisi lain yang kondusif untuk terjadinya tindak kriminal. Menurut Steve Albrecht, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kesempatan untuk melakukan fraud yaitu:

a. Kegagalan untuk menertibkan pelaku kecurangan. b. Terbatasnya akses terhadap informasi.

c. Ketidaktahuan, malas dan tidak sesuai kemampuan pegawai. d. Kurangnya jejak audit.

3. Pembenaran (Rationalization)

(13)

a. Pelaku menganggap bahwa yang dilakukan sudah merupakan hal biasa/wajar dilakukan oleh orang lain pula.

b. Pelaku merasa berjasa besar terhadap organisasi dan seharusnya ia menerima lebih banyak dari yang telah diterimanya.

c. Pelaku menganggap tujuannya baik yaitu untuk mengatasi masalah, nanti akan dikembalikan.

2.2.4 Pencegahan Kecurangan (Fraud)

Menurut segitiga kecurangan (fraud triangle) dalam Karyono (2013: 61), faktor pendorong terjadinya fraud adalah tekanan, kesempatan, dan pembenaran. Untuk mencegahnya diperlukan langkah-langkah untuk meminimalisir sebab terjadinya kecurangan, yaitu:

1. Mengurangi “Tekanan” Situasional yang menimbulkan Kecurangan a. Hindari tekanan eksternal yang mungkin menggoda pegawai akunting

untuk menyusun laporan keuangan yang menyesatkan.

b. Hilangkan hambatan operasional yang menahan kinerja keuangan yang efektif seperti pembatasan modal kerja, pembatasan persediaan.

c. Tetapkan prosedur akuntansi yang jelas dan seragam.

d. Hilangkan tekanan keuangan dengan penggajian yang memadai. e. Ciptakan lingkungan kerja yang baik dengan menghargai prestasi

kerja.

2. Mengurangi “Kesempatan” Melakukan Kecurangan

a. Peningkatan pengendalian baik dalam rancangan struktur pengendalian maupun dalam pelaksanaanya.

(14)

b. Ciptakan catatan akuntansi yang akurat dan jelas dan berfungsi sebagai sarana kendali.

c. Pantau secara hati-hati transaksi bisnis dan hubungan pribadi pemasok pembeli.

d. Tetapkan pengamanan fisik terhadap aset dan inventarisasi fisik secara berkala dan pengamanan lokasi/tempat penyimpanan.

e. Lakukan pemisahan fungsi di antara pegawai sehingga ada pemisahan otorisasi penyimpanan dan pencatatan.

f. Pelihara catatan personalia yang akurat dan lakukan pengujian latar belakang pegawai baru.

g. Penetapan sanksi tegas dan tanpa pandang bulu terhadap pelaku fraud. h. Tetapkan system penilaian prestasi kerja yang adil.

3. Mengurangi “Pembenaran” Melakukan Kecurangan dengan Memperkuat Integritas Pribadi Pegawai

a. Ada aturan perilaku jujur dan tidak jujur harus didefinisikan dalam kebijakan organisasi.

b. Ada contoh perilaku jujur dari para manajer dan berperilaku seperti apa yang mereka inginkan.

c. Ada aturan sanksi tugas dan jelas bila ada penyimpangan aturan bagi pelakunya.

2.3 Hubungan Audit Internal dengan Pencegahan Kecurangan

Auditor internal memainkan peran kunci dalam program manajemen risiko kecurangan, sebelum terjadinya kecurangan maka perlu dilakukan pencegahan

(15)

kecurangan. Peran audit internal terhadap pencegahan kecurangan terdapat pada SPAI (2004:16) diatur dalam standar 1210 tentang keahlian, dinyatakan audit internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi audit internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Dalam standar 1210.2 – auditor internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti, dan menguji adanya kecurangan.

Saran penerapan standar 1210.2, pencegahan kecurangan terdiri atas segala upaya yang dikerahkan untuk membuat pelaku kecurangan tidak berani melakukan ataupun kalau kecurangan terjadi maka dampaknya diharapkan sangat minim. Mekanisme untuk mencegah kecurangan adalah kontrol, dan yang paling bertanggung jawab atas kontrol adalah pihak manajemen. Auditor internal bertanggung jawab untuk membantu pencegahan fraud dengan jalan melakukan pengujian kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian intern, dengan jalan mengevaluasi seberapa jauh risiko yang potensial telah diidentifikasi. SPAI (2004:65).

Dalam jurnal Theresa Festi (2014:8) menunjukkan bahwa semakin efektifnya peran audit internal, maka pencegahan kecurangan dapat dijalankan. Pencegahan kecurangan dapat dilakukan apabila audit internal sudah mampu mengidentifikasi kemungkinan terjadinya fraud. Sebaliknya, ketika audit internal

(16)

tidak mampu mengidentifikasi kemungkinan terjadinya fraud, maka kecurangan akan terjadi dan membuat kerugian bagi perusahaan.

2.4 Review Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai pengaruh audit internal terhadap pencegahan

kecurangan (fraud) telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya:

Penelitian Budi Fahreza (2014:153) yang membahas tentang pengaruh audit internal dan pengendalian intern terhadap pencegahan kecurangan (fraud). Hasil tersebut menunjukan baik secara parsial dan secara simultan, audit internal dan pengendalian intern berpengaruh signifikan terhadap pencegahan kecurangan (fraud). Oleh karena itu, auditor internal perlu meningkatkan kemampuannya dalam mengidentifikasi kemungkinan terjadinya kecurangan sejak dini.

Penelitian Eka Komaruzzaman (2015:102) yang membahas tentang pengaruh audit internal terhadap pencegahan kecurangan (fraud). Hasil penelitian tersebut menunjukan audit internal berpengaruh secara signifikan terhadap pencegahan kecurangan (fraud). Oleh karena itu sebaiknya audit internal meyakinkan manajemen tentang fraud yang terjadi melalui bukti-bukti yang cukup setelah melakukan audit dan memastikan apakah benar-benar terjadi fraud seperti yang diperkirakan.

Penelitian oleh Suginam (2016:23) yang berjudul “Pengaruh Peran Audit Internal Terhadap Pencegahan Fraud” mengemukakan Audit Internal perusahaan sangat memiliki peran yang besar di dalam perusahaan untuk mengendalikan dan

(17)

mengevaluasi aktivitas kegiatan perusahaan terutama dalam pencegahan kecurangan. Audit internal berpengaruh terhadap pencegahan kecurangan.

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel/Dimensi

Penelitian

Hasil Variabel/Dimensi Penelitian

Sekarang 1. Budi Fahreza (2014) (Skripsi) Pengaruh Audit Internal Dan Pengendal ian Intern Terhadap Pencegaha n Kecuranga n (Fraud) X1: Audit Internal a. Identifikasi dan Objektifitas b. Kemampuan Profesional c. Lingkup Penugasan d. Perencanaan Penugasan e. Pelaksanaan Penugasan f. Komunikasi Hasil Penugasan g. Pemantauan Tindak Lanjut X2:Pengendalian Internal a. Lingkungan Pengendalian b. Penilaian Risiko c. Aktivitas Pengendalian d. Sistem Informasi dan Komunikasi e. Pengawasan Y:Pencegahan Kecurangan (Fraud) a. Syarat Penemuan Fraud b. Ruang Lingkup Fraud c. Pendekatan Fraud Audit internal dan pengendali an internal berpengaru h signifikan terhadap pencegaha n kecurangan

X: Standar Profesi Audit Internal a. Indenpedensi dan Objektivitas (1100) b. Kecakapan (Proficiency) (1210) c. Kecermatan Profesional

(Due Professional care) (1220)

Sumber: Standar Profesi Audit Internal (2004) Y: Pencegahan Kecurangan a. Mengurangi “Tekanan” situasional yang menimbulkan kecurangan b. Mengurangi “Kesempatan” melakukan kecurangan c. Mengurangi “Pembenaran” melakukan kecurangan dengan memperkuat integritas Karyono (2013:61) 2. Eka Komaru zzaman (2015) (Skripsi) Pengaruh Audit Internal Terhadap Pencegaha n Kecuranga n (Fraud) X:Audit Internal a.Independensi b.Tanggung Jawab dan Kewenangan Audit c.Kemampuan Profesional d.Ruang Lingkup Audit e. Survei Pendahuluan f.Pelaksanaan Kegiatan Audit Audit internal berpengaru h secara signifikan terhadap pencegaha n kecurangan

X: Standar Profesi Audit Internal a. Indenpedensi dan Objektivitas (1100) b. Kecakapan (Proficiency) (1210) c. Kecermatan Profesional

(Due Professional care) (1220)

(18)

Y:Pencegahan Kecurangan (Fraud) a.Syarat Penemuan Fraud b. Ruang Lingkup Fraud Auditing c. Pendekatan Audit

Sumber: Standar Profesi Audit Internal (2004) Y: Pencegahan Kecurangan a. Mengurangi “Tekanan” situasional yang menimbulkan kecurangan b. Mengurangi “Kesempatan” melakukan kecurangan c. Mengurangi “Pembenaran” melakukan kecurangan dengan memperkuat integritas Karyono (2013:61) 3. Suginam (2016) (Jurnal) Pengaruh Peran Audit Internal terhadap Pencegaha n (Fraud)

X: Peran Audit Internal

a. watchdog b. konsultan c. katalis Y: Pencegahan Kecurangan a. mengurangi tekanan b. mengurangi kesempatan c. mengurangi pembenaran Audit internal berpengaru h secara signifikan terhadap pencegaha n kecurangan .

X: Standar Profesi Audit Internal a. Indenpedensi dan Objektivitas (1100) b. Kecakapan (Proficiency) (1210) c. Kecermatan Profesional

(Due Professional care) (1220)

Sumber: Standar Profesi Audit Internal (2004) Y: Pencegahan Kecurangan a. Mengurangi “Tekanan” situasional yang menimbulkan kecurangan b. Mengurangi “Kesempatan” melakukan kecurangan c. Mengurangi “Pembenaran” melakukan kecurangan dengan memperkuat integritas Karyono (2013:61)

(19)

2.5 Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya organisasi perusahaan bertujuan untuk mencapai keuntungan yang baik. Namun setiap organisasi tidak terlepas dari adanya risiko organisasi salah satunya risiko kecurangan (fraud). Kecurangan adalah penipuan yang disengaja umumnya diterangkan sebagai kebohongan, penjiplakan, dan pencurian. Fraud dapat dilakukan terhap pelanggaran, kreditor, pemasok, banker, investor, penjamin asuransi dan pemerintah (Karyono, 2013:4). Pencegahan kecurangan (fraud) terdiri atas segala upaya yang dikerahkan untuk membuat pelaku kecurangan tidak berani melakukan ataupun kalau kecurangan terjadi maka dampaknya diharapkan sangat minim (SPAI, 2004:65).

Oleh karena itu, dibutuhkannya unsur-unsur yang dapat memainkan peran penting dalam pencegahan kecurangan (fraud). Kondisi penyebab terjadinya tindakan kecurangan (fraud) itu diantaranya disebabkan oleh adanya tekanan, kesempatan dan juga sikap rasionalisasi. Tekanan yang umum bagi perusahaan adalah kecurangan penyalahgunaan asset yang berakibat merugikan perusahaan. Apabila kecurangan tidak dicegah atau dikurangi, maka akan berakibat fatal bagi perusahaan. Maka dari itu manajemen bertanggung jawab untuk mengembangkan dan menyelenggarakan secara efektif struktur pengendalian intern organisasinya. Menurut Karyono (2013:61) untuk mencegah terjadinya kecurangan diperlukan langkah-langkah untuk meminimalisir terjadinya kecurangan yaitu mengurangi “tekanan” situasional yang menimbulkan kecurangan, mengurangi “kesempatan” melakukan kecurangan, dan mengurangi “pembenaran” melakukan kecurangan dengan memperkuat integritas pribadi pegawai.

(20)

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran

Perusahaan

Audit Internal Tujuan

Perusahaan

Pencegahan Kecurangan (Fraud) 1. Mengurangi “Tekanan” situasional

yang menimbulkan kecurangan 2. Mengurangi “Kesempatan”

melakukan kecurangan 3. Mengurangi “Pembenaran”

melakukan kecurangan dengan memperkuat integritas

Sumber: Karyono (2013:61-62) Standar Profesi Audit Internal

a. Indenpedensi dan Objektivitas (1100) b. Kecakapan (Proficiency) (1210) c. Kecermatan Profesional (Due

Professional care) (1220)

Sumber: Standar Profesi Audit Internal (2004)

Hipotesis

Risiko

Risiko Kecurangan

(21)

Dari penjelasan kerangka penelitian diatas, maka dapat dibuat sebuah paradigma penelitian mengenai penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3

Paradigma Penelitian

2.6 Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2015:105) Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada data-data empiris yang diperoleh dari pengumpulan data-data. Hipotesis dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. Berdasarkan penjelasan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Pelaksanaan Audit Internal tidak berpengaruh terhadap Pencegahan

Kecurangan (Fraud).

H1 : Pelaksanaan Audit Internal berpengaruh terhadap Pencegahan Kecurangan

(Fraud).

Audit Internal

ghghghg(X)

Pencegahan Kecurangan

Referensi

Dokumen terkait

 Harap membawa dokumen ASLI atau dokumen yang dilegalisir oleh pihak berwenang paling lama 2 (dua) tahun terakhir dan Cap/Stempel Perusahaan untuk pengesahan dokumen

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua di Desa Pattiroang berpandangan bahwa pendidikan ekonomi keluarga sangat penting diterapkan kepada anak mereka terutama

1) Penyediaan tanah dan rumah murah di daerah utama yang dekat dan terkoneksi dengan pusat kegiatan dan fasilitas publik 2) Pencegahan konversi lahan. Kebijakan yang konsisten yang

lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif teknik Bertukar Pasangan memiliki dampak positif terhadap pemahaman

Pergerakan tenaga kerja dari desa ke kota yang terjadi karena faktor tarikan (pull factor) yang lebih dominan, akan berdampak positif karena menambah kesempatan kerja.

3) faktor koreksi agregat adalah nilai kandungan udara agregat yang ditunjukan pada waktu pengujian agregat bahan campuran beton segar;.. 4) agregat kasar adalah agregat

–– Arus atau tegangan yang terbentuk karena Arus atau tegangan yang terbentuk karena adanya energi yang masuk atau keluar dari adanya energi yang masuk atau keluar dari

(3) area pembesaran dan display tanaman yang kondisi awalnya kurang tertata dengan baik.. Diharapkan dengan penampilan visual yang menarik dan penataan yang baik pada