• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena sumbatan (stroke iskemik / non hemoragik) ataupun perdarahan (stroke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena sumbatan (stroke iskemik / non hemoragik) ataupun perdarahan (stroke"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

10

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI 1. STROKE

Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan syaraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke dapat didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik / non hemoragik) ataupun perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011).

Menurut Junaidi (2011) stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses aterosklerosis sedangkan stroke perdarahan, pembuluh darah pecah sehingga aliran darah menjadi tidak normal dan darah yang merembes masuk kedalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

2. STROKE ISKEMIK

a. Pengertian Stroke Iskemik

Stroke iskemik merupakan aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses aterosklerosis (Junaidi, 2011). Menurut Crowin (2009) stroke iskemik terjadi

(2)

akibat thrombus (bekuan darah di arteri serebri) atau embolus (bekuan darah yang berjalan ke otak dari tempat lain ditubuh).

b. Klasifikasi stroke Iskemik

Menurut Junaidi (2011) menyatakan stroke iskemik mempunyai beberapa klasifikasi seperti :

(1) Transient Ischemic Attack (TIA) : serangan stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam

(2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) : gejala neurologis yang akan menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari

(3) Progressing stroke atau stroke in evolution : kelainan atau deficit neurologic berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat

(4) Stroke komplit : kelainan neurologis sudah lengkap menetap dan tidak berkembang lagi

c. Etiologi Stroke Iskemik (1) Ateroma

Pada stroke iskemik, penyumbatan bias terjadi disepanjang jalur ateri yang menuju otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk didalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurannya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis jalur utama memberikan darah kesebagian besar otak.

(2) Emboli

Endapan lemak juga bias terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri

(3)

vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau katupnya.

(3) Infeksi

Infeksi stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Selain peradangan umum oleh bakteri, peradangan juga bisa asam urat yang berlebih dalam darah.

(4) Obat-obatan

Obat-obatan dapat menyebabkan stroke, seperti kokain, amfetamin, epinefrin, adrenalin dan sebagainya dengan jalan mempersempit diameter pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke (Junaidi, 2011).

(5) Kontrasepsi Oral

Sebagian kontrasepsi oral mengandung estrogen dan progesterone, kontrasepsi gabungan ini disebut kontrasepsi oral kombinasi. Dan pil ini dapat meningkatkan tekanan darah serta menyebabkan darah lebih kental dan lebih mudah membentuk bekuan / gumpalan.

Kontrasepsi oral kombinasi meningkatkan resiko stroke iskemik. Terutama pada wanita perokok yang berusia lebih dari 30 tahun.

Jenis kontrasepsi oral lain adalah pil prosgesteron, yang juga dikenal sebagai mini-pill. Wanita yang menggunakan mini-pill memiliki resiko stroke yang lebih rendah, mantan pengguna kontrasepsi oral yang tidak lagi menggunakannya tidak mengalami peningkatan resiko stroke.

(4)

d. Tanda dan Gejala Stroke Iskemik

Menurut Fransisca (2008) gejala klinis yang timbul pada stroke iskemik berupa :Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesi) yang timbul medadak, Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik), Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, lertagi, stupor atau koma), Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara), Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada saasaran), Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).

e. Patofisiologi Stroke Iskemik

Proses terjadinya stroke iskemik diawali proses pembentukan fisik aterosklerosis melalui mekanisme aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Aterosklerosis dimulai dengan adanya luka pada sel endotel pembuluh darah, yaitu lapisan dalam pembuluh darah yang bersentuhan langsung dengan darah dan zat dalam darah. Permukaan sel endotel yang semula licin akan menjadi tidak licin karena plak. Akibatnya semakin menebalnya plak maka fibrous kolagen sub endotel akan robek. Plak yang terbentuk akan menjadi matang dan dapat pecah lalu mengikuti aliran darah yang akanmenyebabkan emboli menyumbat aliran darah sehingga terjadi gangguan suplai oksigen (iskemia) baik dipembuluh darah jantung maupun otak.

Karena tumpukan plak pada dinding arteri semakin banyak membuat lapisan bawah garis pelindung arteri semakin banyak membuat perlahan-lahan menebal dan jumlah sel otot bertambah. Setelah beberapa waktu, jaringan penghubung yang menutupi daerah itu berubah menjadi jaringan parut (Scerosis). Jaringan

(5)

parut tersebut akan mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah sehingga mudah pecah. Akibatnya mulai terjadi penempelan daerah parut oleh sel-sel darah yang beredar dalam darah. Selanjutnya gumpalan darah dapat dengan cepat tertumpuk pada permukaan lapisan arteri yang robek dan semakin lama semakin banyak tumpukan terbentuk sehingga menimbulkan penyemipitan arteri, lalu terjadi penyumbatan total. Apabila aterosklerosis terjadi dalam arteri otot jantung maka akan timbul kekurangan pasokan oksigen akut sehingga terjadi serangan jantung. Apabila ini terjadi pada arteri otak maka terjadi serangan stroke (iskemik/non peredarahan) (Junaidi,2011).

f. Komplikasi Stroke Iskemik

Menurut Corwin (2009) menyatakan komplikasi yang ditimbulkan pada stroke iskemik sebagai berikut :

(1) Individu yang mengalami Cidera Vaskuler Serebral (CVS) mayor pada bagian otak yang mengontrol respons pernafasan atau kardiovaskuler dapat meninggal. Destruksi area ekspresif atau reseptif pada otak akibat hipoksia dapat menyebabkan kesulitan komunikasi. Hipoksia pada area motorik otak dapat menyebabkan paresis. Perubahan emosional dapat terjadi pada kerusakan korteks yang mencakup system limbrik.

(2) Hematoma intraserebral data disebabkan oleh pecahnya anurisma atau stroke hemoragik yang menyebabkan cidera otak sekunder ketika tekanan intracranial meningkat.

(6)

g. Penatalaksanaan Stroke Iskemik

Penanganan stroke iskemik bertujuan untuk mempertahankan fungsi otak yang tergantung pada kesempatan untuk menyelamatkan fungsi otak dalam waktu singkat (Gofir, 2009). Ada beberapa penanganan stroke sebagai berikut :

(1) Pemeriksaan neurologis darurat atau cepat untuk menentukan tipe dan lokalisasi stroke

(2) Pemeriksaan laboratorium darah rutin seperti glukosa, elektrolit dan factor koagulasi

(3) Pemeriksaan scanning secara tepat untuk memastikan jenis stroke

(4) Melakukan koordinasi dari unit perawatan darurat dan tersedianya fasilitas angioplasti

(5) Melakukan pemeriksaaan dopler ultrasonografi secepat mungkin

(6) Melakukan pengobatan dasar seperti pemasangan kateter, drainase, menangani kondisi umum seperti hipertensi, keadaan metabolism serta fungsi jantung.

(7) Terapi obat : Memperbaiki perfusi (Tindakan ini bertujuan memulihkan aliran darah ke otak yang sedang mengalami sumbatan yaitu dengan obat yang dapat menghancurkan thrombus (agent trombolitik)), Terapi Neuroprotektan (Golongan obat ini bersifat melindungi otak yang sedang mengalami iskemik sehingga tidak menjadi mati atau infrak), dan Penanganan factor resiko dan komplikasi (Mengobati penyakit penyerta atau penyakit yang mendasari seperti obat untuk penyakit hipertensi, kencing manis, jantung, hiperlikolesterolemia dan sebagai)

(7)

3. STROKE HEMORAGIK

a. Pengertian Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga menyebabkan iskemia (penurunan aliran) dan hipoksia di sebelah hilir. Penyebab stroke hemoragik adalah hipertensi, pecahnya aneunisma, atau malformasi arteriovenosa (hubungan yang abnormal) (Crowin,2009) stroke hemoragik merupakan pendarahan serebri dan mungkin pendarahan subarachnoid disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya

Gambar 2.1 Stroke hemoragik

kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat, kesadaran klien umumnya menurun (Muttaqin, 2008).

b. Etiologi Stroke Hemoragik

Menurut Junaidi (2011) penyebab stroke hemoragik karena terhalangnya suplai darah ke otak. Pada stroke hemoragik disebabkan arteri yang mensuplai darah ke otak pecah. Penyebab stroke hemoragik misalnya hipertensi yang mendadak

(8)

tinggi dan atau stress psikis berat. Peningkatan tekanan lain seperti mengejan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya.

Perdarahan otak dapat terjadi di dalam otak itu sendiri yang disebut hemoragik otak sehingga otak tercemar oleh kumpulan otak darah atau darah masuk ke selaput otak atau ruang subarkhnoid yang disebut perdarahan subarachnoid. Perdarahan subarachnoid ada 2 macam yaitu primer, bila pembuluh darah yang pecah berasal dari arteri yang ada di subarachnoid dan sekunder bila sumber darah berasal daritempat lain ruangan subrakhnoid yang masuk keruangan subarachnoid. Pada pembuluh darah yang pecah dapat terjadi kontraksi atau vasokontriksi yaitupengecilan diameter atau saluran arteri yang dapat menghambat aliran darah ke otak dan gejala yang timbul tergantung daerah otak mana yang dipengaruhi.

c. Faktor Resiko Stroke

(1) Faktor resiko internal, yang tidak dapat dikontrol atau diubah atau dimodifikasi diantaranya : Umur (Makin tua kejadian stroke makin tinggi), Ras atau suku bangsa biasanya bangsa Afrika atau Negro, Jepang dan Cina lebih sering terkena stroke. Orang yang berwatak keras terbiasa cepat atau buru-buru, seperti orang Sumatra, Sulawesi, Madura rentang terserang Stroke. Faktor jenis kelamin Laki-laki lebih beresiko dibanding wanita. Dan faktor riwayat keluarga (orang tua, saudara) yang pernah mengalami stroke pada usia muda maka yang bersangkutan beresiko tinggi terkena stroke (Guyton, 2007). (2) Faktor resiko eksternal, yang dapat dikontrol atau diubah atau dimodifikasi

(9)

manis, Trannsient Iscemic Attack (TIA) = serangan lumpuh sementara, Fibrilasi atrial jantung, Pasca stroke, Abnormalitas lemak ; lipoprotein, Fibrinogen tinggi dan perubahan hemoreologikal, Perokok, Peminum alcohol, Infeksi virus dan bakteri, Obat-obatan seperti kontrasepsi oral/pil KB, Obesitas, Kurang latihan fisik, Stress fisik dan mental (Guyton, 2007).

(3) Faktor resiko generasi baru dapat diakibatkan karena Defisiensi atau kekurangan hormone wanita (estrogen), Homosistein tinggi, dan Plasma fibrinogen (Nastiti, 2012).

d. Tanda dan Gejala Stroke Hemoragik (1) Perdarahan intraserebral

a. Sakit kepala, muntah, pusing (vertigo), gangguan kesadaran

b. Gangguan fungsi tubuh defcit neurologis), tergantung dari area perdarahan

c. Bila perdarahan ke kapsula interna (perdarahan kapsuler) maka ditemukan :

- Hemiparase kontralateral - Hemiplagia

- Koma (bila perdarahan luas)

d. Perdarahan luas atau massif ke otak kecil atau serebelum maka akan ditemukan ataksia serebelum (gangguan koordinasi), nyeri kepala di oksipital, vertigo, nistagmus dan disastri

(10)

- Biasanya kuadriplek dan flagsid, kadang dijumpai rigditas deserebrasi

- Pupil kecil (pin point) dan reaksi cahaya minimal - Depresi pernapasan atau ceyne stroke

- Hipetensi (reaktif) - Panas

- Penurunan kesadaran dengan cepat tanpa didahului sakit kepala, vertigo, mual atau muntah

f. Perdarahan terjadi thalamus - Deficit hemisensorik

- Hemiparesis atau hemiplegic kontralateral

- Afasia, anomia dan mutisme, bila mengenai hemisfer dominan

- Perdarahan putamen (area striata) daerah yang paling sering terkena perdarahan intraserebral

- Hemiparesis atau hemiplegic kontralateral

- Deficit hemosensorik dan disertai hemianopsian homonym - Afasia, bila mengenai hemisfer dominan

g. Perdarahan di lobus

Peradahan terdapat di subtansia alba supratentorial

- Frontalis : Hemiparesis kontralateral dengan lengan lebih nyata disertai sakit kepala bifrontal, deviasi konjuge ke arah lesi

- Parietalis : Defisit persepsi sensorik kontralateral dengan hemiparesis ringan

(11)

- Oksipitalis : Hemianopsia dengan atau tanpa hemiparesis minimal pada sisi ipsilateral dengan hemanopsia

- Temporalis : afasia sensorik, bila area wernicke hemisfer dominan terkena, hemianopsia atau kuadranopsia karena massa darah mengganggu radiasio optika`

(Broderick J, 2007) (2) Perdarahan subaraknoid

a. Sakit kepala mendadak dan hebat dimulai dari leher b. Nausea dan vomiting (mual dan muntah)

c. Fotofobia (mulai silau)

d. Paresis saraf okulomotrius, pupil anisokor, perdarahan retina pada funduskopi

e. Gangguan otonom (suhu tubuh dan tekanan darah naik) (Uchino, 2007)

e. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Menurut Junaidi (2011) stroke perdarahan disebabkan oleh perdarahan suatu arteri serebralis yang disebut hemoragik. Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk dalam jaringan otak, sehingga terjadi hematom. Hematom ini menyebabkan timbulnya Tekanan tinggi Intra Kranial (TTIK). Keadaan tersebut terjadi pada perdarahan intrakranial. Pada stroke hemoragi darah arteri system pembuluh darah dapat masuk ke dalam rrongga subaraknoid yang disebut perdarahan subaraknoid sekunder. Bila sumber perdarahan berasal dari rongga subaraknoid maka disebut perdarahan subaraknoid primer. Perdarahan dapat

(12)

disebabkan aneurisma, infeksi, hipertensi aneurisma arteri kecil atau arteriol), angioma atau tumor, dan trauma kepala karena rongga cranium tertutup rapat, keluarnya darah arteri segera menyebabkan peningkatan tekanan intakranial, akibatnya teradi iskemik serebri global.

Hemoragik juga menyebabkan kerusakan otak dengan cara darah dan jaringan otak biasanya dipisahkan oleh sawar darah otak dan sawar darah cairanserebrospinal. Terdapatnya darah di jaringan saraf dapat berakibat gangguan fungsi sel yang berat bahkan nekrosis sel saraf. Selain kerusakan jaringan saraf hemoragik juga menyebabkan pembuluh darah berkontriksi dan daerah yang disuplainya menjadi terhambat sehingga terjadi iskemik.

f. Akibat Stroke

Stroke dapat mengakibatkan berbagai defisit neurologis bagi penderitanya, bergantung pada lokasi lesi, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral. Beberapa gangguan yang ditimbulkan oleh stroke antara lain (Suzanne C. Smeltzer B. G., 2005) :

1. Kehilangan Motorik

Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia karena lesi pada sisi

(13)

otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.

2. Kehilangan Komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dimanifestasikan oleh tiga hal yaitu disartia (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara detektif atau kehilangan bicara), dan apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang telah dipelajari sebelumnya).

3. Gangguan Persepsi

Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori.

Gangguan persepsi visual seperti homonimus yaitu kehilangan setengah lapang pandang, dapat permanen atau sementara. Pada kasus ini klien hanya mampu melihat setengah ruangan, sering mengabaikan sisi yang tidak terlihat.

Gangguan hubungan visual-spasial, gangguan mendapatkan hubungan antara dua hal atau objek dalam area spasial. Sering terlihat pada klien yang mengalami hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan mencocokan pakaian ke bagian tubuhnya.

(14)

Kehilangan sensori, ketidakmampuan untuk merasakan, seperti ketidakmampuan untuk merasakan sentuhan ringan, atau mungkin sentuhan berat, kehilangan propriosepsi (ketidakmampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh), serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

4. Disfungsi Kandung Kemih

Inkontinensia dapat terjadi karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kandung kemih menjadi atonik dengan kerusakan sensasi dalam merespon pengisian kandung kemih.

5. Kerusakan Fungsi Kognitif dan efek psikologik

Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologik lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.

(15)

g. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik

(1) Mengobati tekanan darah tinggi yang timbul (2) Mengatasi edema otak dengan :

- Obat-hiperrosmolar, misalnya : manitol, gliserol - Kortikosteroid, bila diperlukan

(3) Tindakan bedah

- Evakuasi darah didekat korteks

- Mengeringkan darah melalui lubang dengan cara bor - Mencegah sindrom inkarserata

4. KOGNITIF

a. Pengertian Kognitif

Fungsi kognitif dimaksudkan untuk menunjukkan kemampuan seseorang dalam belajar, menerima, dan mengelola informasi dari lingkungan sekitarnya. Kerusakan otak merupakan faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif, sehingga memunculkan manifestasi gangguan fungsi kognitif. Kerusakan hemisfer kiri dan kanan memberikan wujud gejala yang berbeda karena telah terjadi proses lateralisasi dari fungsi-fungsi tertentu ke salah satu hemisfer (dominasi serebral). Kerusakan hemisfer kiri akan menimbulkan gangguan kemampuan berbahasa, membaca, menulis, menghitung, memori verbal dan gerakan motorik terampil. Kerusakan hemisfer kanan akan menimbulkan gangguan fungsi visuospasial (persepsi), visuomotor, pengabaian (neglect), memori visual, dan koordinasi motorik (Harsono, 2007).

(16)

Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan fungsi luhur otak berupa gangguan orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi intelektual yang diperlihatkan dengan adanya gangguan dalam berhitung, bahasa, daya ingat semantik (kata-kata) dan pemecahan masalah. Stroke meningkatkan risiko untuk mengalami penurunan fungsi kognitif sebanyak 3 kali (Dewi, 2004). Gangguan fungsi kognitif untuk jangka panjang jika tidak dilakukan penanganan yang optimal akan meningkatkan insidensi demensia (Nugroho, 2004). Menurut penelitian yang dilakukan di Yogyakarta, gangguan kognitif pada penderita stroke merupakan prediktor untuk terjadinya demensia (Firmansyah, 2007).

b. Manifestasi Gangguan Fungsi Kognitif Pasca Stroke Iskemik

Manifestasi gangguan kognitif dapat meliputi gangguan pada aspek bahasa, memori, emosi, visuospasial dan kognisi (Erkinjuntti dkk, 2002. Carlson,1996) : 1. Gangguan bahasa

gangguan bahasa yang terjadi terutama tampak pada kemiskinan kosa kata. Pasien tidak dapat menyebut nama benda atau gambar yang ditunjukkan padanya (confrontation naming), tetapi lebih sulit lagi untuk menyebutkan nama benda dalam satu kategori. Sering adanya diskrepansi antara penamaan konfrontasi dan penamaan kategori dipakai untuk mencurigai adanya demensi dini. Misalnya orang dengan cepat dapat menyebutkan nama benda yang ditunjukkan tetapi mengalami kesulitan kalau diminta menyebutkannama benda dalam satu kategori, ini didasarkan karena adanya daya abstraksinya mulai menurun.

(17)

2. Gangguan memori

Gangguan mengingat sering merupakan gejala yang pertama timbul pada demensia dini. Pada tahap awal yang terganggu adalah memori barunya, yakni cepat lupa apa yang baru saja dikerjakan. Namun lambat laun memori lama juga dapat terganggu. Dalam klinik neurologi fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan bergantung lamanya rentang waktu antara stimulus dan recall yaitu : (Erkinjuntti, 2002. Carlson, 2004)

- Memori segera (immediate memori), rentang waktu antara stimulus dan recall hanya beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan untuk pemusatan perhatian untuk mengungat (attention)

- Memori baru (recent memori), rentang waktu lebih lama yaitu beberapa menit, jam bulan bahkan tahun.

- Memori lama (remote memori), rentang waktunya bertahun tahun bahkan seusia hidup.

(3) Gangguan Emosi

Sekitar 15% klien mengalami kesulitan control terhadap ekspresi dari emosi. Tanda lain adalah menangis tiba-tiba atau tidak dapat mengendalikan tawa. Efek langsungyang paling umum dari penyakit pada otak pada personality adalah emosi yang tumpul, disinhubition, kecemasan yang berkurang atau euphoria ringan dan menurunnya sensitifitas social. Dapat juga terjadi kecemasan yang berlebihan, depresi dan hipersensitif.

(18)

(4) Gangguan visuospasial

Sering timbul dini pada demensia. Klien banyak lupa waktu, tidak tahu kapan siang dan malam, lupa wajah teman dan sering tidak tahu tempat sehingga sering teresesat (disorientasi waktu, tempat dan orang). Secara objektif gangguan visuospasial ini dapat ditentukan dengan meminta klien mengkopi gambar atau menyusun balok-balok sesuai bentuk tertentu.

(5) Gangguankognisi (cognition)

Fungsi ini yang sering terganggu pada klien demensia, terutama daya abstraknya. Ia selalu berpikir konkrit, sehingga sukar sekali member makna peribahasa dan daya persamaan (similarities) mengalami penurunan.

c. Faktor yang Menimbulkan Gangguan Kognitif Pasca Stroke Iskemik

Menurut Lindsay dalam Agus (2011), beberapa penyakit atau kelainan pada otak dapat mengakibatkan kelainan atau ganguan fungsi kognitif, antara lain : cedera kepala, obat-obat toksik, infeksi saluran saraf pusat, epilepsy, penyakit serebrovaskular, tumor otak dan degenerasi.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif Stroke Iskemik

Menurut Pohjasvaana J dalam Agus (2011), faktor -faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif pada stroke iskemik dapat dikelompokkan dalam faktor demografi, faktor resiko ateroklerosis, faktor yang berhubungan dengan stroke dan faktor genetik :

(19)

- Faktor Demografi yang mempengaruhi fungsi kognitif pasca stroke iskemik : Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Faktor resiko aterosklerosis

- Faktor yang berkaitan dengan stroke iskemik : Luas Lesi, Letak Lesi, Jumlah Lesi

e. Gambaran Klinis Aspek Kognitif

Menurut Kemenkes (2010), aspek kognitif meliputi :

1. Orientasi: merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan pengalaman lampau. Orientasi terhadap waktu dan tempat dapat dianggap sebagai ukuran memori jangka pendek, yaitu kemampuan klien memantau perubahan sekitar yang continue. Bila orientasi klien terganggu, hal ini dapat merupakan petunjuk bahwa memori jangka pendeknya mungkin terganggu. 2. Registrasi: kemampuan menggunakan perhatian untuk menduplikasi

informasi dan bagian kemampuan mengingat dengan mengulang kembali apa yang telah disebutkan.

3. Atensi : merupakan kemampuan untuk memfokuskan (memusatkan) perhatian pada masalah yang dihadapi. Konsentrasi merupakan hal penting dalam belajar. Ini memberikan kemampuan untuk memproses hal penting yang dipilih dan mengabaikan yang lainnya. Visuospasial merupakan fungsi kognitif yang kompleks mengenai kemampuan tata ruang, termasuk menggambar dua maupun tiga dimensi. Pada gangguan visuospasial penderita mudah tersesat di lingkungannya.

(20)

4. Memori : menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Memori membuat kita mampu menginterpretasi dan beraksi terhadap persepsi yang baru dengan mengacu kepada pengalaman lampau. Mereka mungkin lupa tanggal, lupa rincian pekerjaan atau gagal mengingat janji di luar kegiatan rutin. 5. Bahasa : merupakan fungsi kognitif dasar bagi komunikasi pada manusia.

Bila terdapat gangguan pada bahasa, penilaian factor kognitif yang lain agak sulit untuk diperiksa. Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa merupakan hal sangat penting. Bila terdapat gangguan, akan mengakibatkan hambatan yang berarti bagi seseorang.

5. PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN STROKE

Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan mengalami gejala yang berbeda, sesuai dengan yang terganggu yaitu (Stuart and Sundeen, 2007):

a. Gangguan pada lobus frontalis, akan ditemukan gejala-gejala kemampuan memecahkan masalah berkurang, hilang rasa sosial dan moral, impilsif, regresi. b. Gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala amnesia dan demensia. c. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala yang

hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi.

d. Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang bervariasi seperti gangguan daya ingat, memori, dan disorientasi.

(21)

6. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN USIA PADA PASIEN STROKE Menurut Pohjasvara dalam Agus (2011), stroke telah terbukti menjadi penyebab utama kecacatan kronik di semua lapisan masyarakat. Penderita yang selamat dari stroke dapat mengalami kecacatan fungsi kognitif akibat kerusakan otak. Pada dasarnya semua kelainan yang mengenai otak dapat menimbulkan gangguan fungsi kognitif.

Terminologi fungsi kognitif biasa digunakan untuk menjelaskan berbagai kemampuan mental dan intelektual termasuk memori, perhatian, penalaran, dan kondisi kesadaran secara umum. Pada stroke tahap awal hampir 50% kerusakan menyebabkan perubahan tingkat kesadaran. Ada yang tidak sadar untuk jangka waktu panjang (koma); kebingungan, diorientasi atau tampak aphatheic dan lethargeic untuk beberapa jam atau hari (Djohan, 2006).

Menurut Kemenkes (2010), faktor-faktor yang berpengaruh pada fungsi kognitif penderita stroke adalah faktor usia dan tingkat pendidikan. Usia lanjut merupakan salah satu faktor risiko utama akan timbulnya berbagai penyakit yang berhubungan denggan proses penuaan. Sebagai contoh adalah demensia merupakan penyakit yang sering ditemukan pada usia lanjut. Pada awal penyakit demensia dapat ditemukan gejala mudah lupa yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Gejala gangguan kognitif ini dapat diikuti gangguan perilaku seperti waham (curiga, sampai menuduh ada yang

(22)

mencuri barang), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan berkelana. Gejalanya antara lain, disorientasi, gangguan bahasa (afasia), penderita mudah bingung, penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tidak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya dan tidak dapat mengingat tindakan yang sudah dilakukan sehingga dapat mengulanginya lagi. Selain itu penderita dapat mengalami gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya.

Issue mengenai penurunan kognitif selama tahun-tahun masa dewasa merupakan suatu hal yang propokatif (Santrock, 2008). David Wechsler (2006) yang mengembangkan skala inteligensi menyimpulkan bahwa masa dewasa dicirikan dengan penurunan kognitif karena adanya proses penuaan yang dialami setiap orang pada hal ini stroke. Dari banyak penelitian diterima secara luas bahwa kecepatan memproses informasi, mengingat dan memecahkan masalah, mengalami penurunan pada masa dewasa akhir. Penelitian lain membuktikan bahwa penderita stroke pada dewasa lanjut kurang mampu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatannya. Ini berarti fungsi kognitif pada pasien stroke sangat erat hubungannya dengan faktor usia. Semakin bertambahnya usia, fungsi kognitif pada pasien stroke semakin menurun.

(23)

7. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN TINGKAT PENDIDIKAN PADA PASIEN STROKE

Selain umur, tingkat pendidikan juga diketahui sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi dalah hasil pemeriksaan fungsi kognitif. Pendidikan merupakan komponen penting yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif individu berusia lanjut (Campbell, 2005). Fasilitas pendidikan semakin tahun memang semakin meningkat, sehingga generasi sekarang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Hal ini tentu sangat berdampak pada uji tes MMSE (Mini Mental State Examination) untuk penderita stroke yang berusia lanjut. Kemampuan intelektual seseorang berkorelasi positif dengan hasil skor pada test fungsi kognitif yaitu tes MMSE.

8. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN WAKTU TERJADINYA STROKE

Gangguan fungsi kognitif juga dipengaruhi dari lama stroke itu terjadi yaitu pada fase akut dan sub akut (Kusumoputro,2007).

a. Gangguan fungsi kognitif pada stroke akut

Kerusakan pada lokasi otak tertentu menyebabkan gangguan kognisi yang sesuai. Stroke pada hemisfer dominan menyebabkan gangguan berbahasa (afasia) dan apraksia. Pada hemisfer non dominan gangguan kognitif dapat berupa neglect (pengabaian) pada salah satu sisi obyek atau ruang. Gangguan kognisi tidak hanya terjadi pada kerusakan di kortikal, namun dapat juga pada subkorteks karena mengenai sirkuit-sirkuit yang ikut mengatur fungsi kognitif antar

(24)

bagian-bagian di otak. Gangguan kognisi juga dapat sekunder akibat gangguan sensorik, visual dan motorik.

b. Gangguan fungsi kognitif pada stroke subakut

Kebanyakan gangguan kognitif pasca stroke membaik setelah periode subakut (sampai 3 bulan setelah stroke) atau lebih awal. Pada fase subakut, proporsi gangguan kognitif berkisar antara 50-90%, tergantung populasi dan metode penelitian yang dipakai. Pada fase ini menentukan perkembangan fungsi kognitif adaah perbaikan sirkulasi serebral karena rekanalisasi spontan, neuroplastisitas, dan adanya ppenyulit yang menyertai. Kebanyakan daerah penumbra mengalami reperfusi dalam waktu 3 bulan stroke. Setelah 3 bulan ukuran kerusakan dan defisit kognitif cenderung stabil. Rehabilitasi juga ikut menentukan perbaikan kognitif pada fase ini.

9. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN LUAS LESI

Infark lakunar adalah strokeyang diakibatkan adanya oklusi satu cabang arteri penetrasi yang memvaskularisasi struktur dalam otak. Istilah infark lakunar digunakan apabila ditemukan infark dengan ukuran kurang dari 15 mm pada satu pembuluh darah kecil. Namun, kronologis perubahan hemodinamik infark lakunar pada daerah iskemik belum terlalu diketahui.

(25)

10. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN LETAK LESI

Lesi pada beberapa lokasi strategi di regio spesifik menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Lesi pada thalamus, nukleus kaudatus, genu kapsula interna, girus angularis hipokampus, lobus frontalis menghasilkan gangguan fungsi kognitif yang menonjol (Shin et al, 2005).

Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak. Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan mengalami gejala yang berbeda, sesuai dengan daerah yang terganggu.

Otak terdiri dari dua belahan (hemisfer) serebri otak, batang otak dan serebelum. Setiap hemisfer mempunyai kapasitas dan fungsi yang unik, tetapi bekerjasama dalam konsep satu dengan yang lain, pada situasi normal.Bila terjadi kerusakan maka, masing – masing hemisfer menimbulkan pola defisit.Kerusakan otak unilateral akan memberikan gejala berbeda. Hemisfer kiri merupakan hemisfer dominan untuk tangan kanan (right handed). Kerusakan hemisfer kiri akan memberi gejala gangguan bahasa / afasia, sedang hemisfer kanan terutama visuospatial (Linsdayet al,1997 ).

11. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN JUMLAH LESI

Jumlah lesiberdasarkan jumlah yang ditentukan dalam ukuran tunggal (1 lesi iskemik) dan multiple(>1 lesi iskemik). Penelitian juga menunjukkan bahwa lesi lebih dari satu

(26)

lokasi, dan luas lesi berhubungan dengan kinerja memori, kecepatan, memproses data, dan fungsi eksekutif yang lebih buruk.

12. PRINSIP DASAR STIMULASI/REHABILITASI KOGNITIF

Menurut Kemenkes (2010), prinsip dasar stimulasi/rehabilitasi kognitif adalah menilai gangguan yang berkaitan dengan fungsi dan struktur otak tertentu dengan cara menganalisis proses kognitif. Adapun prinsip dasar stimulasi/rehabilitasi kognitif adalah sebaggai berikut:

a. Stimulasi/rehabilitasi kognitif berkaitan erat dengan proses belajar dengan penekanan pada penguatan fungsi-fungsi yang hilang, kemampuan diri, dan kontrol diri.

b. Stimulasi/rehabilitasi kognitif dilaksanakan dengan melakukan diagnostik medis dan diagnostik neuropsikologis, untuk melihat gangguan yang terjadi dan penyebabnya meliputi perspektif fisik, kognitif, emosi, dan sosial.

c. Sesi stimulasi/rehabilitasi kognitif selalu terstruktur dan terencana dengan membangun aktivitas dengan referensi dari kedua pengukuran (pengukuran gangguan kognitif dan gangguan aktivitas sosial/sehari-hari) dengan data yang ada dan merespon kebutuhan evaluasi objektif untuk menilai efektivitas terapi. d. Rehabilitasi kognitif bersifat fleksibel dan memberikan pemahaman penderita

untuk lebih memahami kondisi saat ini sehingga dapat beradaptasi dengan memunculkan kemampuan-kemampuan baru yang adaptif serta memodifikasi/merubah pemikiran, perasaan dan emosi negatif.

(27)

e. Pendekatan stimulai/rehabilitasi sosial dilakukan dengan dukungan dari terapis, klien, dan anggota keluarga yang menyembuhkan. Pendekatan dilakukan dengan melalui partisipasi aktif dan berorientai pada tujuan yang terfokus untuk mengatasi problem pasien agar dapat membangun kepercayaan diri.

13. PEMERIKSAAN FUNGSI KOGNITIF a. MMSE (Mini Mental State Examination)

Sejak diperkenalkan oleh Folstein et al pada tahun 1975, Mini Mental State Examination (MMSE) telah menjadi salah satu alternatif dalam pemeriksaan status mental pasien dengan gangguan saraf organik. Awalnya MMSE diadaptasikan dari sebuah literatur pemeriksaan Psychological Assesment Resouces pada tahun yang sama dengan beberapa modifikasi oleh pembuatnya.

Tes ini menggabungkan beberapa item dalam pemeriksaan konvensional, yaitu memori (mengingat kembali), konsentrasi (regresi), aritmatik, bahasa, dan orientasi. Tes ini hanya memakan waktu yang tidak lebih dari 10 menit untuk mendapatkan hasil intrepretasi yang menggambarkan sejauh mana tingkatan gangguan fungsi kognitif pasien (Campbell, 2005).

MMSE berisi tiga puluh pertanyaan singkat yang dapat menggambarkan gangguan kognitif pasien, dalam hal ini dibuktikan dengan tes pada pasien untuk

(28)

menentukan tingkat demensia pasien. Oleh karena tes ini berorientasi pada waktu maka hasil tes dapat saja berubah sewaktu – waktu.

MMSE mencakup beberapa pertanyaan sederhana mengenai tempat dan waktu, mengulangi penyebutan nama benda, mengikuti perintah yang dibaca, berhitung dalam serial tujuh, dan perintah kompleks seperti menggambar dua pentagon yang saling berpotongan (Campbell, 2005).

Semua hasil pemeriksaan dijumlahkan. Jumlah maksimal adalah 30 poin. Dengan interpretasi pada pasien dengan pendidikan tinggi atau minimal SLTA, yaitu : Normal 27 – 30 poin, gangguan kognitif ringan 20 – 27 poin, gangguan kognitif sedang 10 – 20 poin, gangguan kognitif berat < 9 poin. Pada pasien dengan pendidikan rendah atau yang tidak bersekolah, indikasi normal adalah 24 – 30, gangguan kognitif ringan 15 – 24, gangguan kognitif sedang 7 – 15, dan gangguan kognitif berat <6 poin (Campbell, 2005).

b. MoCA (Montreal Cognitive Assesment)

Instrumen MoCA adalah instrumen yang dibuat oleh Ziad Nasreddine pada tahun 1996 di Montreal, Kanada. Instrumen ini diperuntukkan untuk deteksi MCI, dan telah diadopsi untuk beberapa kondisi klinis lainnya. Instrumen MoCA-Ina adalah instrument MoCA yang telah divalidasi di Indonesia, didalam penelitian Patmawati P (2014) “Perbandingan gangguan kognitif dan kualitas hidup berdasarkan letak lesi pasien pasca stroke iskemik” mendapatkan gambaran hasil

(29)

terdapat korelasi yang bermakna antara item MoCA-Ina yaitu penamaan dengan letak lesi di hemisfer kanan pasien pasca stroke iskemik.

Tes MoCA terdiri dari 30 poin tes yang diberikan selama kira-kira 10 menit, dan digunakan untuk memeriksa beberapa domain kognitif, yang terdiri dari : (Freitas et al, 2012) :

a. ingatan jangka pendek (5 poin) meliputi pemberian 5 nama benda, lalu peseta disuruh mengulangi segera dan 5 menit kemudian (delayed recall).

b. Kemampuan visuospasial diperiksa menggunakan tugas menggambar jam (3 poin) dan menggambar ulang kubus 3 dimensi ( 1 poin ).

c. Beberapa aspek dari fungsi eksekutif diperiksa menggunakan mengikuti jalur selang-seling dimulai dari titik B (1 poin), kefasihan fenomenik (1 poin) dan dua item abstraksi verbal (2 poin).

d. Atensi, konsentrasi dan working memory diperiksa dengan tes atensi terus-menerus (deteksi target menggunakan ketukan; 1 poin), tes pengurangan berturut-turut (3 poin) dan angka-angka dari kedepan dan kebelakang (masing-masing 1 poin).

e. Bahasa diperiksa menggunakan tiga item dengan penamaan hewan (singa, unta, badak; 3 poin), pengulangan kalimat kompleks sintaksis (2 poin).

f. Orientasi terhadap waktu dan tempat ( 6 poin )Interpertasi MoCA-Ina didasarkan pada poin yang diperoleh pada saat pemeriksaan yaitu: Skor 26 - 30 : Normal, Skor 19 - 25 : VCI, Skor 18 - 11 : Demensia.

(30)

Berdasarkan penelitian Smith dkk (2007), ditemukan bahwa MoCA mempunyai beberapa implikasi klinis, yaitu MoCA berguna sebagai alat skrining deteksi MCI dan demensia ringan, berguna sebagai alat skirining prediktor untuk berkembangnya MCI menjadi demensia, dan bila dibandingkan dengan MMSE, MoCA tidak lebih baik dalam mendeteksi perubahan kognitif lebih dari 6 bulan. MoCA mempunyai sensitivitas 83% dalam mendeteksi MCI, dibandingkan MMSE hanya 17%. MoCA memiliki sensitivitas 94% dalam mendeteksi demensia, di mana MMSE hanya 25%. 25 Tetapi spesifisitas MMSE dalam mendeteksi demensia adalah 100%, sedangkan MoCA hanya 50%. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ziad Nasreddin dkk (2005), ditemukan bahwa spesifisitas MoCA dalam mendeteksi demensia adalah 87%, atau hampir sama dengan MMSE, yaitu 88%. (Smith et al, 2007; Nasreddine, 2005).

14. TERAPI MUSIK

a. Pengertian terapi musik

Terapi musik adalah materi yang mampu mempengaruhi kondisi seseorang baik fisik maupun mental. Musik memberi rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi otak seperti fungsi ingatan, belajar, mendengar, berbicara, serta analisisintelek dan fungsi kesadaran (Satiadarma, 2004). Terapi musik merupakan suatu disiplin ilmu yang rasional yang memberi nilai tambah pada musik sebagai dimensi baru secara bersama dapat mempersatukan seni, ilmu pengetahuan dan emosi (Widodo, 2000).

(31)

Musik adalah segala sesuatu yang menyenangkan, mendatangkan keceriaan, mempunyai irama (ritme), melody, timbre (tone colour) tertentu untuk membantu tubuh dan pikiran saling bekerja sama (Fauzi, 2006). Musik memberi nuansa yang bersifat menghibur, menumbuhkan suasana yang menenangkan dan menyenangkan seseorang, sehingga musik tidak hanya berpengaruh terhadap kecerdasan berfikir saja tetapijuga kecerdasan emosi (Sari, 2004).

b. Klasifikasi terapi musik

Menurut pakar terapi musik, tubuh manusia memiliki pola getar dasar. Kemudian vibrasi musik yang terkait erat dengan frekuensi dasar tubuh atau pola getar dasar memiliki efek penyembuhan yang sangat hebat pada seluruh tubuh, pikiran, dan jiwa manusia yang menimbulkan perubahan emosi, organ, enzim, sel-sel dan atom (Kozier, et.al., 2010).

Bunyi dengan frekuensi tinggi (3000-8000 Hz) lazimnya bergetar di otak dan mempengaruhi fungsi kognitif seperti berpikir, persepsi spessial dan memori. Bunyi dengan frekuensi sedang 750-3000 Hz cenderung merangsang kerja jantung, par dan emosional. Sedangkan bunyi dengan frekuensi rendah 125-750 Hz akan mempengaruhi gerakan-gerakan fisik. Dikatakan High Frequencies jika lebih dari 100 Hz, dan low frekuencies jika dibawah 100 Hz. Gelombang High Frequencies dan bidang kesehatan gelombangnya digunakan untk pemeriksaan radiologi dan pada penggunaan mesin ESWL (Joseph & Ulrich, 2007)

(32)

Elemen musik terdiri dari lima unsure penting, yaitu picth (frekuensi), volume (intensity), warna nada (tinbre), interval, dan rhytm (tempo atau durasi). Misalnya pitch yang tinggi, dengan rhytm cepat dan volume yang keras akan meningkatkan ketegangan otot atau menimbulkan perasaan tidak nyaman. Sebaliknya, pada pitch yag rendah dengan rhytm yang lambat dan volume yang rendah akan menimbulkan efek rileks (Wilgram, 2002; Chiang 2012). Tempo yang lambat dapat menurunkan Respiratory rate, sementara denyut nadi memiliki kesesuaian dengan rhytm dari musik. Pitch dan rhytm akan berpengaruhi pada system limbic yang mempengaruhi emosi.

Eerikainen (2007) melakukan penelitian frekuensi suara musik yang bisa dijadikan terapi. Frekuensi yang direkomendasikan untuk mengurangi nyeri adalah 40-52 Hz. Terapi musik bisa diawali dengan frekuensi 40 Hz, dengan asumsi dasar bahwa ini adalah frekuensi dasar di thalamus, sehingga stimulus getaran dengan frekuensi yang sama memulai efek kognitif untuk terapi. Pada asien stroke disarankan dengan frekuensi 40 Hz. Musik dengan 40-60 Hz juga telah terbukti menurunkan kecemasan, menurunkan ketegangan otot, mengurangi nyeri dan menimbulkan efek tenang (Arsalan,dkk, 2007).

Satuan volume untuk mendengarkan getaran suara adalah decibel (dB). Untuk mendengarkan musik menggunakan headset, biasanya individu menggunakan volume 70-90dB. Volume musik yang dinyatakan comfortable adalah yang memiliki volume 70 dB, sementara yang biasanya diperdengarkan pada konser

(33)

simfoni musik klasik 70-100 dB.Pada bar atau cafe biasanya menggunakan volume 100 dB. Volume lebih dari 112 dB biasanya untuk konser musik heavy metal atau rock (Staum & Broton, 2000).

Staum & Broton (2000) meneliti bahwa volume yang bisa menimbulkan efek terapeutik adalah 40-60 dB. Volume yang disarankan memiliki efek terapi maksimum 60 dB selama 20-60 menit dalam sekali sesi. Bisa juga dilakukan saat menjelang tidur, disarankan selama 45 menit untuk mendapatkan efek relaksasi maksimum. Dengan sesi terapi dilakukan minimal dua kali sehari (Nilsson,2009). Walaupun tempo, frekuensi, kunci nada dan volume, dari jenis musik yang bisa digunakan sebagai terapi musik sudah diteliti dengan seksama, tetapi jenis musik atau pilihan lagu yang bisa digunakan sebagai intervensi juga sangat berpengaruh. Telah banyak penelitian yang membuktikan efek Mozart sangat berguna dalam terapi musik, tetapi tidak sedikit yang menyatakan bahwa musik Mozart atau musik klasik lainnya menimbulkan perasaan tidak biasa (Wilson & Brown, 1997).

Banyak studi yang menyebutkan bahwa jenis musik untuk terapi musik tidak harus musik klasik (Schou, 2008; Chiang 2012). Musik yang berdasarkan kesukaan atau minat dari pasien merupakan faktor yang sangat penting dalam pemberian terapi musik (Hamel, 2001; Arsian, Ozer, dkkm 2007). Faktor yang mempengaruhi minat terhadap jenis musik ini dikarenakan perbedaan usia, masa, budaya, jenis kelamin, dan kebiasaan (Hamel, 2001).

(34)

Musik yang sejak awal sesuai dengan sasana hati individu, biasanya merupakan pilihan, yang paling baik. Musik klasik, pop, dan modem (dengan catatan musik tanpa vokal, priode tenang) digunakan pada terapi musik. Jenis musik yang direkomendasikan selain instrumental musik klasik, bisa juga slow jazz, pop, yang popular dan hits, folk, western, country, easy listening, bisa juga diserti denga unsure suara natural alam atau musik yang sesuai budaya asal pasien (Chiang, 2012).

Dalam keadaan perawatan akut mendengar musik dapat memberikan hasil yang sangatvefektif dalam upaya pengobatan (Nilsson 2009). Seiring dengan perkembangan dan kemajuan tehnologi juga semakin meningkatkan jenis-jenis musik seperti musik Rok, musik Contry, Musik Jazz, musik Barok, musik Klasik (Mozart), dll. Sebagian dari musik ini dapat digunakan untuk merangsang kecerdasan, walau demikian bukan berarti musik lain tidak berpengaruh sama sekali (Satiadarma, 2004). Jenis – jenis musik sebagai terapi :

(1) Lagu – lagu Gregordian menggunakan ritme pernapasan alamiah untu menciptakan perasaan lapang atau santai. Lagu – lagu tersebut cocok untuk mengiringi belajar dan menditasi dan dapat mengurangi stress

(2) Musik Barok yang lambat seperti Bach, Hendel, Vivialdi dan Corell. Memberikan perasaan yang mantap, teratur dapat diramalkan dan keamanan serta menciptakan suasana yang merangsang pikiran dalam belajar dan bekerja.

(35)

(3) Musikklasik dan instrumental memiliki kejernihan, keanggunan dan kebeningan. Musik ini mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan, mengurangi stres dan persepsi spasial

(4) Musik Romantik, mengeluarkan ekspresi dan perasaan. Seringkali memunculkan tema – tema individualism, nasionalisme, dan mistisme. Musik ini baik digunakan untuk meningkatkan simpati rasa sependeritaan dan kasih sayang

(5) Musik Impressionis, didasarkan pada kesan – kesan suasana hati musikal yang mengalir bebas dan menimbulkan imajinas seperti mimpi.

(6) Jazz, Blues, Raggae (Afrika), dapat membawa kegembiraan dan member ilham, melepaskan rasa gembira maupun kesedihan mendalam, membawa kecerdasaan, ironi dan menegakkan kemanusiaan bersama.\

(7) Salsa, Chumba, Maranga, Macarena (Amerika Selatan), membuat jantung semakin cepat, meningkatkan pernapasan da membuat seluruh tubuh bergerak.

(8) Musik Rock dapat menggunggah nafsu, merangsang gerakan aktif, melepaskan ketegangan, menutup rasa sakit, musik tersebut juga dapat meningkatkan ketegangan, disonansi, stres dan rasa sakit pada tubuh apabila kita tidak dalam suasana batin untuk dihibur secara energetik.

(9) Band besar, Pop dan Top 40, Country-Western dapat mengilhami gerakan ringan hingga moderat, menggungah emosi dan menciptakan rasa sejahtera.

(36)

(10) Musik Rohani bermanfaat untuk mengatasi rasa sakit. Di Indonesia yang mayoritasnya adalah muslim, maka musik yang lebih sesuai diberikan adalah berupa Nasyid, Qosidah atau Gambus.

c. Durasi dan Frekuensi Mendengarkan Musik

Sebuah musik dapat saja terdengar lembut dan tenang. Walaupun diperpanjang berjam – jam dan tidak dibuat macam – macam, sebenarnya sebuah nada dengan sendirinya telah membawa pulsa gelombang yang mempengaruhi pikiran dan tubuh dalam berbagai tingkatan. Mendengar musik sebenarnya tidak sesederhana proses persepsi sensor yang pasif. Telinga bertangung jawab untuk respons fisiologis dari vibrasi mekanis yang masuk ke kanal pendengaran. Tetapi semua itu tergantung pula pada pikiran pendengar dalam mengkonsepsi melodinya, yang dimana untuk mendapatkan hasil tersebut harus dilakukan setiap hari berulang – ulang. Sehingga sebuah melodi bukan hanya nada – nada dengan perangkat fisika saja. Akibatnya adalah harus ada pembedaan dengan istilah mendengarkan dan mendengar musik (Djohan, 2006).

Suara dan musik dapat menggetarkan serta meresonan irama alamiah tersebut agar kondisi kesehatan kembali menjadi harmonis. Setiap sel di dalam tubuh manusia adalah resonator suara dan hidup dalam pola ritmis serta masing – masing organ memiliki siklus, pulsa, dan nada musikal. Berbagai sistem dalam tubuh akan bereaksi terhadap getaran suara seperti yang terjadi pada mental, emosi dan kesadaran spiritual seseorang.

(37)

Terapi musik yang dilakukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan belum memiliki pedoman waktu dan pelaksanaan yang jelas. Pemberian terapi musik dengan jenis musik yang tepat dan diberikan pada pasien yang tepat tidak akan memberikan efek yang membahayakan, walaupun diberikan dalam waktu yang agak lama pada beberapa pasien. Terapi musik yang hanya diberikan dalam waktu singkat dapat memberikan efek positif bagi pasien (Mucci & mucci, 2002). Sedangkan Bellavia (2010) mencatat Penggunaan waktu ideal bagi tiap pasien dalam melakukan terapi musik tidak kurang 30 menit hingga satu jam tiap harinya.

d. Manfaat musik

1. Musik menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan 2. Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak 3. Musik mempengaruhi pernapasan

4. Musik mempengaruhi denyut jantung, denyut nadi, dan tekanan darah

5. Musik mengurangi ketegangan otot dan memperbaili gerak dan koordinasi tubuh

6. Musik mempengaruhi suhu badan 7. Musik dapat menaikan tingkat endopfrin

8. Musik dapat mengatur hormon-hormon yang berkaitan dengan stres

9. Musik dapat membantu mereka yang membutuhkan rehabilitasi seperti pasien Alzheimer, Parkinson, dan Stroke (Campbell. D 2001)

(38)

e. Pengaruh Musik dalam Aspek Kehidupan (1) Aspek Bawaan

Aspek bawaan melibatkan faktor genetik serta berbagai faktor biologis dan psikologis. Peran faktor genetik relatif tidak dapat diubah, tetapi factor biologis dan fisiologis anak dapat dibentuk sejak anak masih di dalam kandungan. Sejumlah musik klasik tertentumemberi pengaruh rasa aman pada orang yang mendengarkan termasuk ibu pada saat hamil.

Kondisi ini mempengaruhi janin untuk tumbuh dan berkembang dalam suasana yang relatif tenang sehingga proses perkembanganya berlangsung optimal (Kasdu Dini, 2004).

(2) Aspek Lingkungan

Lingkungan memiliki peran penting bagi anak-anak untuk belajar memusatkan perhatian dan melakukan aktifitas mereka. Pendidikan musik memberi kesempatan pada anak-anakuntuk memusatkan perhatian. Anak usia 18-24 bulan yang sering diberi perangsangan verbal ritmis (diajarkan bermain dengan kata-kata berirama) lebih tinggi kemampuan verbalnya dibanding dengan anak-anak yang kurang memperoleh perangsangan verbal ritmis. Suasana musikal ini juga memungkinkan anggota keluarga untuk mengurangi beban stress yang dialami (Fauzi, 2006).

(39)

(3) Aspek Sosial

Kesenjangan budaya merupakan aspek sosial lain yang berpotensi menghambat proses belajar musik. Perbedaan antara budaya lain kerap menghambat seseorang untuk menyesuaikan diri ditengah suasana yang berbeda.

Demikian juga halnya dalam proses belajar musik, anak seringkali dibiasakan untuk ikut aktif dalam kegiatan musikal antar budaya, peluang untuk mengenal ragam musik menjadi lebih luas (Satiadarma, 2004).

f. Cara Kerja Musik sebagai Terapi

Mekanisme cara kerja musik sebagai alat terapi yakni mempengaruhi semua organ sistem tubuh. Menurut teori Candace Pert bahwa neuropeptida dan reseptor-reseptor biokimia yang dikeluarkan oleh hypothalamus berhubungan erat dengan kejadian emosi. Sifat riang/rileks mampu mengurangi kadar kortisol, epenefrin-norepinefrin, dopa dan hormon pertumbuhan di dalam serum (Nicholas & Humenick, 2002). Unsur-unsur musik yakni irama, nada dan intensitasnya masuk ke kanalis auditorius telinga luar yang disalurkan ke tulang-tulang pendengaran. Musik tersebut akan dihantarkan sampai ke thalamus. Musik mampu mengaktifkan memori yang tersimpan di limbic dan mempengaruhi sistem syaraf otonom melalui neurotransmitter yang akan mempengaruhi hypothalamus lalu ke hipofisis.

Musik yang telah masuk ke kelenjar hipofisis mampu memberikan tanggapan terhadap emosional melalui feedback negative ke kelenjar adrenal untuk menekan

(40)

pengeluaran hormon epinefrin, norepinefrin dan dopa yang di sebut hormon stress. Masalah mental seperti stress berkurang, ketenangan dan menjadi rileks.

g. Rangsangan Terapi Musik terhadap fungsi Otak

Musik memberi rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi pada otak (fungsi ingatan, belajar, bahasa, berbicara, analisis intelek dan fungsi kecerdasan). Dengan menikmati musik, gudang ingatan anak semakin lama semakin berkembang, sehingga daya ingat anak semakin baik (Satiadarma, 2004).

Musik juga dapat berpengaruh untuk: (1) Merangsang otak secara Fisik

Musik mampu mengaktifkan fungsi fisik otak yang telah mengalami penurunan akibat adanya ganguan fisik. Ada yang beranggapan bahwa bukan musik yang memperbaiki kondisi fisik otak, melainkan kondisi fisik otak yang lebih memungkinkan seseorang untuk belajar musik. Bagian otak yang berperan dalam fungsi pendengaran dan kemampuan verbal (planum temporal) dan bagian otak yang berfungsi sebagai lintas transformasi sinyal dari belahan otak kanan dan belahan otak kiri ( corpus collosum) pada musisi umumnya lebih besar karena musisi belajar musik relatif lebih lama daripada orang lain (Rahmawati, 2001).

(2) Merangsang fungsi Kognitif

Fungsi kognitif (nalar) merupakan fungsi yang sangat penting dalam aktifitas kerja otak. Fungsi kognitif memungkinkan seseorang untuk berfikir, mengingat, menganalisa, belajar dan melakukan aktifitas mental yang lebih

(41)

tinggi. Secara umum musik mampu membantu seseorang untuk meningkatkan konsentrasi, menenangkan pikiran, memberi ketenangan dan membantu seseorang untuk melakukan motivasi dengan kata lain musik dapat membantu individu mengembangkan proses mental dan meningkatkan kesadaran (Satiadarma, 2004).

(3) Merangsang proses Assosiatif

Proses assosiatif adalah salah satu proses berfikir untuk mengaitkan satu hal dengan hal yang lainya. Musik merangsang kemampuan tumbuh kembangnya kemampuan assosiatif anak. Lagu anak-anak yang dirancang jangan menyisipkan kata-kata tertentu merupakan suatu sarana untuk mengembangkan kemampuan assosiatif anak (Satiadarma, 2004).

(4) Merangsang rekognisi (mengenali kembali)

Proses rekognisi merupakan salah satu proses penting dalam berpikir, proses ini berlangsung cukup kompleks dan melibatkan ragam fungsi kerja otak. Pada awalnya rangsang diterima oleh penginderaan dan di sampaikan ke otak dengan menggunakan sinyal tertentu melintas pada jaringan saraf, kemudian otak menganalisa sinyal yang dikirimkan oleh penginderaan, mencari pendengaranya dengan koleksidata yang ada di gudang ingatan (Satiadarma, 2004).

Jika seseorang mendengar alunan musik, saraf indra pendengaran mengirim sinyal ke otak untuk mengenal alunan musik tersebut. Jika individu pernah mendengar alunan serupa maka individu yang bersangkutan akan merespon

(42)

alunan serupa misalnya dengan hentakan kaki, bersiul mengikuti lagu yang didengarnya (Satiadarma, 2004).

(5) Memperluas gudang ingatan

Berbagai bentuk pengalaman memberikan konstribusi koleksi data dalam gudang ingatan. Ragam musik juga memberikan kontribusi data di dalam gudang ingatan, akan tetapi gudang ingatan memiliki keterbatasan jika jumlah data yang masuk jauh lebih besar dari daya tampung dalam gudang ingatan. Musik mampu mengubah individu untuk memanggil kembali data lainya karena adanya proses assosiatif. Banyaknya ragam musik yang direkam dalam ingatan seseorang memperkaya koleksi ingatan dengan ragam bentuk data yang terorganisir sehingga individu lebih mampu mengklasifikasikan kelompok ingatan dan mengaitkanya dengan musik (Satiadarma, 2004). (6) Merangsang perkembangan bahasa

Dalam bidang pendidikan diberbagai lembaga bahasa, musik serta lagu sering digunakan untuk membantu parasiswa agar lebih mampu belajar bahasa. Lirik musik juga mengubah individu untuk memahami kata dan ragam ungkapan dalam lirik lagu tersebut (Fauzi, 2006).

(7) Merangsang berfikir ritmis

Dalam bidang pendidikan diberbagai lembaga bahasa, musik serta lagu sering digunakan untuk membantu parasiswa agar lebih mampu belajar bahasa. Lirik musik juga mengubah individu untuk memahami kata dan ragam ungkapan dalam lirik lagu tersebut (Fauzi, 2006).

(43)

15. MUSIK QASIDAH a. Pengertian qasidah

Pengertian qasidah yang terdapat dalam khazanah kesusasteraan Indonesia mirip dengan qasidah yang ada dalam sastra Arab. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa qasidah merupakan “bentuk puisi, berasal dari kesusateraan Arab, bersifat pujian (satire, keagamaan), biasanya dinyanyikan (dilagukan)” (Tim Penyusun Kamus, 1988:493). Meskipun demikian, istilah tersebut berbeda dengan istilah yang sama yang terdapat dalam ungkapan “lagu

qasidah” yang umumnya berbahasa Indonesia. Istilah qasidah menurut Ma‟luf dan Cowan dalam Syihabuddin (1997:16) berasal dari kata qasada yang salah satu bentuk infinitifnya ialah qasid atau qasidah dan berarti „dimaksudkan‟, „disengaja‟, dan „ditujukan kepada sesuatu‟. Al-Hasyimi (t.t) dalam Syihabuddin (1997:16) mengungkapkan bahwa qasidah ialah syair yang larik-larik baitnya sempurna. Sebuah sya‟ir disebut qasidah karena kesempurnaannya dan kesahihan wazannya, karena pengungkapnya menjadikannya sebagia hiburan, menghiasinya dengan kata-kata yang baik dan terpilih; karena qasidah itu diungkapkan dari hatinya dan perasaannya, bukan dari penalarannya semata.

Sementara itu Nicholson (1962:76-77) menegaskan bahwa pengertian qasidah itu berpusat pada masalah bentuk struktur, persajakan akhir, dan jumlah baitnya. Yang mirip dengan Nicholson di atas ialah pendapat Houtsma (1927:952) yang mengatakan bahwa qasidah merupakan sebuah istilah yang menunjukkan suatu

(44)

jenis sya‟ir yang sangat panjang. Kata qasidah itu sendiri menunjukkan kepada fungsinya, yaitu ditujukkan untuk memuji (“madaha”) kabilahnya atau seseorang, sehingga si penyair beroleh suatu hadiah, atau dimaksudkan untuk mencela suatu kabilah atau seseorang yang dibencinya. Jadi, qasidah ini dapat berbentuk satire maupun ode.

Selanjutnya Houtsma dalam Syihabuddin (1997:17) menegaskan bahwa sebuah qasidah memiliki struktur penceritaan tertentu. Yaitu ia diawali dengan unsur “nasib” atau “gazal” (kerinduan kepada kekasih, kampung halaman, atau berupa

percintaan). Setelah itu dilanjutkan kepada unsur kedua berupa gambaran petualangannya dan perjalanannya tatkala pergi menuju kekasihnya dan kampung halamannya. Pada bagian inilah biasanya si penyair menggambarkan kehebatan kudanya, untanya, keganasan padang pasir, dan keberaniannya dalam menghadang bintang buas.

b. Qasidah burdah

Dikutip dalam sebuah penelitian Syihabuddin, 2013 : Analisis Struktur “Qasidah Burdah”, Intertektualitas, dan fungsinya bagi masyarakat. Qasidah "Burdah" merupakan salah satu karya sastra Arab Islami yang berbentuk puisi. Qasidah ini diterima secara utuh oleh sebagian masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan pesantren. Mereka membacanya, mempelajarinya, dan mengamalkannya, baik dengan melagukannya maupun dengan membacanya seperti biasa. Hal itu tergantung pada situasi pemakaiannya. Karena itu, tidaklah mengherankan jika

(45)

S.O. Robson (1978) berpandangan bahwa pengkajian terhadap karya sastra seperti itu sangatlah penting karena ia merupakan perbendaharaan pemikiran dan warisan nenek moyang yang mungkin sangat berguna bagi kehidupan umat manusia pada zaman sekarang ini. Penelitian tentang qasidah "Burdah" ini merupakan penelitian sastra Arab Islami yang digunakan oleh masyarakat Indonesia.

Qasidah "Burdah" merupakan syair pujian kepada Nabi saw. yang digubah oleh Al-Bushiri. Karya tersebut terdiri atas 160 bait dan setiap baitnya terdiri atas dua larik yang merupakan kesatuan makna. "Burdah" berarti kain semacam mantel atau selimut yang terbuat dari wool, berwarna hitam, berbentuk segi empat, didisain bergaris-garis, dan lazim digunakan oleh orang Arab terutama pada zaman Rasulullah saw.Qasidah karya Al-Bushiri disebut "Burdah" karena setelah dia selesai menulisnya dengan tujuan, di antaranya, untuk memperoleh kesembuhan dari strokenya kemudian menyenandungkannya, tiba-tiba dia lupa lalu tertidur. Dalam tidurnya dia bermimpi dijumpai oleh Rasulullah saw. Beliau mengusapkan tangannya yang mulia ke wajah Al-Bushiri sambil memberikan burdah kepadanya. Sejak itulah dia sembuh dari penyakitnya dan dapat melanjutkan senandung qasidahnya (Syihabudin, 2013).

Tema-tema qasidah "Burdah" disampaikan untuk mengungkapkan perasaan cinta Al-Bushiri yang dalam kepada Nabi saw. dalam bentuk untaian pujian. Pujian itu dimaksudkan agar Al-Bushiri memperoleh syafaat Nabi dan ampunan Allah. Di samping itu, pujian tersebut dimaksudkan agar para pembaca mengetahui

(46)

berbagai jenis mukjizat Nabi saw. Kemudian pengetahuan itu diharapkan akan semakin menambah kecintaan kepadanya, memujinya, dan meneladaninya. Dengan demikian, qasidah "Burdah" bukan merupakan puisi ketasaufan, namun sebagai qasidah pujian (madah).

Qasidah "Burdah" memiliki kedudukan sebagai sastra Arab Islami yang digunakan oleh sebagian masyarakat Arab dan masyarakat Indonesia (ajengan). Maka fungsi “Burdah” bagi masyaraka Arab Bagi masyarakat Arab yang mengamalkan "Burdah", karya ini memiliki fungsi manfaat dan hiburan. Fungsi manfaat itu mencakup aspek agama, spiritual, dan pendidikan. Sehubungan dengan aspek agama "Burdah" telah diintegrasikan oleh pemakainya ke dalam rangkaian pengamalan keagamaan. "Burdah dibaca sebagai amalan khusus pada malam Jum'at, sebagai salah satu unsur dalam kegiatan mengurus mayat, ibadat haji, shalat, dan ziarah ke pekuburan.

keterkaitan dengan aspek spiritual, "Burdah" difungsikan untuk menyembuhkan penyakit ruhani, jasmani, dan penolak bala. Pengamalannya diintegrasikan ke dalam pelaksanaan shalat fardhu atau dikaitkan kepada bilangan dan waktu tertentu, misalnya hari dan malam Jum'at.Sehubungan dengan aspek pendidikan, pembacaan "Burdah" difungsikan sebagai kegiatan ekstra kurikuler bagi para pelajar dan sebagai salah satu buku ajar dalam bidang akhlak dan sejarah.

(47)

Di samping untuk memperoleh ketiga manfaat tersebut, pembacaan "Burdah" pun difungsikan oleh para pembacanya untuk mendapatkan kenikmatan dan hiburan melalui irama, pilihan kata dan keindahan bahasanya.

16. TEORI KEPERAWATAN SELF CARE DOROTHEA OREM

Keperawatan mandiri (self care) menurut Orem's adalah :"Suatu pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai dengan keadaan, baik sehat maupun sakit " (Orem's, 1980). Pada dasarnya diyakini bahwa semua manusia itu mempunyai kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka mempunyai hak untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu.

Menurut Orem, asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kabutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraannya, oleh karena itu teori ini dikenal sebagai Self Care (perawatan diri) atau Self Care Defisit Teori. Orang dewasa dapat merawat diri mereka sendiri, sedangkan bayi, lansia, dan orang sakit membutuhkan bantuan untuk memenuhi aktivitas Self Care mereka.

Nursing system didesain oleh perawat didasarkan pada kebutuhan self care dan kemampuan pasien melakukan self care. Jika ada self care defisit, self care agency dan kebutuhan self care therapeutic maka keperawatan akan diberikan. Nursing

(48)

agencyadalah suatu properti atau atribut yang lengkap diberikan untuk orang-orang yang telah didik dan dilatih sebagai perawat yang dapat melakukan, mengetahui dan membantu orang lain untuk menemukan kebutuhan self care terapeutik mereka, melalui pelatihan dan pengembangan self care agency.

Orem mengidentifikasi tiga klafisikasi Nursing system yaitu:

1) Wholly Compensatory system

Suatu situasi dimana individu tidak dapat melakukan tindakan self care, dan menerima self care secara langsung serta ambulasi harus dikontrol dan pergerakan dimanipulatif atau adanya alasan-alasan medis tertentu. Ada tiga kondisi yang termasuk dalam kategori ini yaitu; tidak dapat melakukan tindakan self care misalnya koma, dapat membuat keputusan, observasi atau pilihan tentang self care tetapi tidak dapat melakukan ambulasi dan pergerakan manipulatif, tidak mampu membuat keputusan yang tepat tentang self carenya.

2) Partly compensatory nursing system

Suatu situasi dimana antara perawat dan klien melakukan perawatan atau tindakan lain dan perawat atau pasien mempunyai peran yang besar untuk mengukur kemampuan melakukan self care

3) Supportive educative system

Pada sistem ini orang dapat membentuk atau dapat belajar membentuk internal atau external self care tetapi tidak dapat melakukannya tanpa bantuan. Hal ini juga dikenal dengan supportive developmental system.

(49)

a) Manusia

Model Orem membahas dengan jelas individu dan berfokus pada diri dan perawatan diri. Namun demikian, seseorang dianggap paling ekslusif dalam kontek ini sedangkan kompleksitas perawatan manusia dan tindakan manusia tidak dipertimbangkan.Dalam hal ini, model tersebut berada dalam kategori yang didefinisikan sebagai paradigma total, bahwa manusia dianggap sebagai sejumlah kebutuhan perawatan diri.

b) Lingkungan

Lingkungan juga dibahas dengan jelas dalam model ini. Namun, hal ini terutama dianggap sebagai situasi tempat terjadinya perawatan diri atau kurangnya perawatan diri.

c) Sehat dan Sakit

Ide ini juga terdapat dalam model tersebut, namun dibahas dalam kaitannya dengan perawatan diri. Alasannya bahwa jika individu dalam keadaan sehat mereka dapat memenuhi sendiri deficit perawatan diri yang mereka alami. Sebaliknya jika mereka sakit atau cedera, orang tersebut bergeser dari status agens perawatan diri menjadi status pasien atau penerima asuhan. Penyamaan sehat dengan perawatan diri dalam hal ini berarti sehat sakit tidak dibahas dalam konsep yang berbeda. Akan timbul masalah disini jika orang yang sehat tidak dapat melakukan perawatan untuk dirinya sendiri.

d) Keperawatan

Model ini membahas dengan cara yang jelas dan sistematik sifat dari keperawatan dan kerangka kerja untuk memberikan asuhan keperawatan.

Gambar

Gambar 2.1 Stroke hemoragik

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Discover much more encounters and understanding by checking out the book qualified Mythical Mermaids - Fantasy Adult Coloring Book (Fantasy Coloring This is an e-book that you

Hak keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jeneponto telah diatur dengan Peraturan daerah Kabupaten Jeneponto

-rinsip dasarnya adalah menggunakan panduan kateter untuk mengakses trakea. dilakukan dilatasi perkutan kemudian diikuti dengan memasukkan kanul trakeostomi#

Unlevered beta rata-rata perusahaan pembanding yang diperoleh dari perhitungan ini kemudian di-relever dengan tingkat leverage yang berlaku pasar untuk memperoleh beta

Beranjak pada materi standar isi dan standar proses yang akan dikolaborasikan dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai standar kelulusan nantinya, tutor

Sumber-sumber penerimaan daerah menurut sabil (2017) menyebutkan sumber pendapatan meliputi tidak saja pendapatan asli daerah (PAD), akan tetapi termasuk pula sumber

Tulungagung GURU KELAS RA Lulus 163 13051602820220 BINTI MASLIHAH MI Swasta TARBIYATUL ISLAMIYAH Kab.. Trenggalek GURU KELAS RA Lulus 176 13051702820183 INAKA DWI MARDIYANI

digunakan untuk menyimpan bahan baku dasar yaitu jagung. CPI – Balaraja memiliki silo dan wetcorn yang memiliki kapasitas yang berbeda-beda. a) 6 buah silo dengan kapasitas 3500