BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berperilaku. Pendidikan merupakan salah satu proses pembentukan karakter manusia. Pendidikan merupakan usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Menurut Tilaar, (2004), agar dapat merawiskan budaya dan karakter dengan baik dan tidak gagal mendidik generasi muda, maka pendidikan nasional harus dibersihkan dari unsur-unsur politik praktis agar dapat ditangani secara professional.
Seiring dengan laju perkembangan masyarakat, pendidikan menjadi sangat dinamis dan disesuaikan dengan perkembangan yang ada. Kurikulum pendidikan tidak menjadi patokan yang baku dan statis, tetapi sangat dinamis dan harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada dalam rangka ini reformasi pendidikan
menjadi penting agar pendidikan tetap kondusif.
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Hal ini sesuai dengan maksud dari pasal 3 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejalan dengan hal tersebut adalah pendapat Mendiknas M. Nuh dalam Soedarsono (2009), mengatakan bahwa pendidikan harus
menampilkan tiga hal, yaitu idelisme/cita-cita,
memberikan ilmu, dan karakter.
Beberapa tahun terakhir pendidikan di Indonesia
mengalami perubahan kurikulum seperti
diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004, yang disusul dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Di samping itu, juga telah dilakukan berbagai inovasi dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu
bentuk inovasi tersebut adalah dicanangkannya
pendidikan karakter bangsa melalui berbagai proses pendidikan. Sulistyaningrum (2012), berpendapat bahwa pendidikan karakter adalah sistem penanaman karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen
karakter berkaitan dengan krisis karakter yang cukup memperihatinkan semakin meningkatnya problem terkait dengan karakter generasi muda bangsa Indonesia.
Syarifah, (2013), menyatakan bahwa selain
memprihtainkan juga mudahnya pengaruh budaya asing masuk ke negara, yang dikawatirkan dapat mereduksi karakter bangsa Indonesia.
Porsi kegagalan terbesar dunia pendidikan ini terkait model pembelajaran yang diterapkan selama ini. Menurut Astuti (2010:2), demoralisasi merambah ke dunia pendidikan yang tidak pernah memberikan ruang
gerak untuk berperilaku jujur, karena proses
pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral budi pekerti sebatas teks dan kurang dipersiapkan pada siswa untuk menyikapi dan menghidupi kehidupan kontradiktif. Sedangkan Sulistyawati (2012:8), melihat
fenomena di kalangan peserta didik mengalami
penurunan moral dengan mudahnya dipengaruhi oleh kemajuan teknologi informasi yang berkembang sangat pesat di negara ini. Hal ini dapat dilihat adanya komunikasi bebas lintas benua, lintas negara, bahkan mampu menerobos sampai ke pelosok, akhirnya pengaruh arus derasnya budaya global yang negatif menyebabkan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa semakin memudar. Rosyida (2012), menjelaskan bahwa pendidikan karakter yang marak sekarang ini tidak lepas dari keprihatinan semua komponen bangsa yang menilai bahwa karakter bangsa ini semakin memudar.
semakin kental, keteladanan para pemimpin semakin merosot dan hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil dan bukan bagi para kapitalis, pemimpin atau penguasa. Agus Santoso (2013), berpendapat bahwa budaya negatif yang dimaksudkan ialah pengaruh arus informasi yang sangat mudah dan cepat diakses oleh setiap orang (pelajar) tanpa mem-filter terlebih dahulu.
Moral di kalangan peserta didik yang semakin merosot dan membuat para orang tua, para guru kuatir dan tidak habis pikir mengapa hal ini bisa terjadi.
Ikhwanuddin (2012), menjelaskan bahwa berbagai
tindakan amoral, kekerasan, dan kriminal yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa, seperti mengkonsumsi miras, penyalahgunaan narkoba, bahkan terlibat dalam jaringan
narkoba, munculnya geng-geng pelajar, tindakan
kekerasan senior terhadap yunior pada mahasiswa,
tawuran antarpelajar dan mahasiswa, pergaulan bebas,
dan lain sebagainya. Maka dari itu pendidikan karakter
sama pentingnya dengan pendidikan penguasaan
pengetahuan dan keterampilan penggunaan teknologi. Di SMK Negeri 1 Klaten juga masih ada beberapa
siswa yang moralnya rendah, seperti perilaku
menggelapkan uang komite (SPP), pembolosan,
komite (SPP) untuk keperluan lain, 0,06% anak kehilangan HP di kelas, 0,06% anak yang kehilangan helm di tempat parkir, 0,06% anak yang kehilangan sepeda, dan 0,12% anak pacaran di sekolah (Sumber: dokumentasi Sekretaris STP2K)
Meskipun perilaku pelanggaran ini prosentasenya tergolong kecil namun sudah dapat dikategorikan sebagai permasalahan sosial yang harus segera mendapatkan penanganan yang serius. Bila hal ini tidak segera ditangani maka perilaku bisa berkembang ke arah yang lebih memprihatinkan dan tentunya nama baik para guru menjadi semakin terpuruk. Oleh karena itu, para guru diharapkan dapat mengatasi hal tersebut, salah satunya dengan cara menekankan pembelajaran pendidikan karakter, sekolah juga memiliki peranan yang besar
sebagai pusat pembudayaan karakter melalui
pengembangan budaya sekolah.
Kurikulum KTSP memasukkan nilai-nilai karakter pada setiap mata pelajaran melalui silabus dan RPP, hal ini menunjukkan pentingnya kurikulum tersebut. Guru
sebagai pengembang silabus dan penyusun RPP,
sekaligus sebagai agen perubahan diharapkan dengan implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran ini dapat memberikan semaksimal mungkin pembelajaran afektif kepada peserta didik dalam hal ini siswa SMK Negeri 1 Klaten dengan menekankan pada penanaman sikap dan nilai karakter.
pembelajaran. Dengan begitu pembelajaran pendidikan karaker bagi siswa SMK Negeri 1 Klaten yang diajarkan melalui mata pelajaran normatif dan adaptif memuat pengamalan nilai moral dan sikap terhadap peserta didik serta tujuan pembelajaran karakter dapat dicapai. Penelitian ini berfokus pada implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran mata pelajaran normatif dan adaptif di SMK Negeri 1 Klaten. Dengan implementasi pendidikan karakter diharapkan membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Inilah rancangan pendidikan karakter (moral) yang oleh Thomas Lickona disebut moral knowing, moral feeling,
dan moral action (Lickona 1991:51). Karena itulah semua
mata pelajaran yang dipelajari oleh peserta didik di SMK Negeri 1 Klaten bermuatan pendidikan karakter sehingga bisa membawanya menjadi manusia yang berkarakter. Pendidikan karakter sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tetapi juga di rumah dan di lingkungan sosial.
sekolah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata
yang diperlihatkan oleh tenaga pendidik dan
kependidikan dalam keseharian kegiatan di SMK Negeri 1 Klaten.
1.2.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah implementasi pendidikan karakter
melalui mata pelajaran normatif dan adaptif di SMK Negeri 1 Klaten?
2. Hambatan apa yang ditemui dalam implementasi
pendidikan karakter melalui mata pelajaran normatif dan adaptif di SMK Negeri 1 Klaten?
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan
karakter melalui mata pelajaran normatif dan adaptif di SMK Negeri 1 Klaten.
2. Mendeskripsikan hambatan yang ditemui dalam
implementasi pendidikan karakter melalui mata pelajaran normatif dan adaptif di SMK Negeri 1 Klaten.
1.4.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
pendidikan, secara khusus pendidikan karakter dan dapat menjadi salah satu acuan bagai penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Bagi sekolah, hasil penelitian dapat dijadikan acuan
sekolah dalam mengupayakan kebijakan dalam
mengerahkan pembelajaran sehingga siswa-siswanya
memiliki dan mengamalkan nilai-nilai karakter.
Sebagai salah satu acuan dalam mengambil keputusan dan kebijakan tentang pengembangan pendidikan karakter di sekolah