• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Pendidikan Karakter dalam Mata Pelajaran Normatif dan Adaptif di SMK Negeri 1 Klaten Tahun Pelajaran 2013/2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Pendidikan Karakter dalam Mata Pelajaran Normatif dan Adaptif di SMK Negeri 1 Klaten Tahun Pelajaran 2013/2014"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.

Gambaran SMK Negeri 1 Klaten

4.1.1.Letak Sekolah

SMK Negeri 1 Klaten terletak di jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo nomor 22 Klaten. SMK Negeri 1 Klaten terlatak Desa Sekarsuli RT : 02/05, Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, Kode Pos 57432, Nomor Telepon & Fax ( 0272 ) 321266 Fax (0272) 321567, dan E-Mail smkn1klaten@yahoo.com, Website www.smkn1klaten.sch.id

4.1.2. Status Akreditasi Sekolah menurut kompetensi keahlian

Tabel 1.

Status Akreditasi Sekolah

No Kompetensi

Keahlian

Nilai Mulai

Tahun

Berakhir Tahun

1. Teknik Komputer

Dan Jaringan (TKJ)

A = 87,23 04-12 -2008 2013/2014

2. Multimedia (MM) Dalam Proses Akreditasi

3. Teknik Produksi

dan Penyiaran Program

Pertelevisian (TP4)

Dalam Proses

Akreditasi

4. Akuntansi (AK) A = 90,13 07-11-2008 2013/2014

5. Administrasi Perkantoran (AP)

A = 90,37 07-11-2008 2013/2014

(2)

4.1.3.Jumlah Siswa Per Kelas dan Per kompetensi Keahlian

Tabel 2. Jumlah Siswa

No

Kompetensi

Keahlian

Kelas I Kelas II Kelas III

Jml Juml

Ruang

Jml Siswa

Juml Ruang

Jml Siswa

Juml Ruang

Jml Siswa

1. TKJ 3 111 3 120 3 115 346

2. MM 2 73 2 76 2 71 220

3. TP4 2 73 2 76 2 63 212

4. AK 4 148 4 159 4 157 464

5. AP 2 72 2 79 2 78 229

6. PM 2 72 - - - - 72

7. PS - - 2 78 2 74 152

JUMLAH 15 549 15 588 15 558 1.695

4.1.4. Tenaga Pendidik dan Kependidikan Tabel 3.

Jumlah Tenaga Pendidik dan Kependidikan

No Tenaga Pendidik

Dan Kependidikan Jumlah

Jumlah Sertifikasi Sudah Belum

1. Guru Normatif 40 18 24

2. Guru Adaptif 33 8 24

(3)

No Tenaga Pendidik

Dan Kependidikan Jumlah

Jumlah Sertifikasi Sudah Belum

4. Guru BP/BK 08 5 3

5. Tenaga Kependidikan 29 - 29

Jumlah 153 50 103

4.2.

Implementasi Pendidikan Karakter di

SMK Negeri 1 Klaten

4.2.1. Faktor Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu kegiatan untuk menyampaikan pemikiran dan perasaan, harapan atau pengalaman kepada orang lain. Komunikasi dalam implementasi pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Klaten dapat dilihat dari beberapa unsur, yaitu penyampai pesan, isi pesan, dan perubahan setelah menerima pesan. Kemampuan penyampai pesan dalam menyampaikan pesan sangat menentukan dalam proses komunikasi, sebab dari kemampuan tersebut akan ditransmisikan kepada sasaran atau penerima pesan.

Penyampai pesan dalam implementasi pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Klaten adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah yang terdiri dari bagian kurikulum (WKS1), kesiswaan (WKS2), hubungan masyarakat (WKS3) dan sarana dan prasarana (WKS4). Kepala sekolah dan keempat wakil kepala sekolah tersebut mempunyai tugas dalam implementasi pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Klaten.

(4)

di SMK Negeri 1 Klaten telah disampaikan oleh kepala sekolah dalam forum koordinansi pimpinan dan staf guru & karyawan pada haris Senin, 20 Desember 2010. Disampaikan juga oleh petugas dari Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, yaitu Bp. Drs. Wahono, M.Pd. pada rapat guru dan karyawan di SMK negeri 1 Klaten. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa wakil kepala sekolah bagian kesiswaan juga pernah melakukan sosialisasi tentang implementasi pendidikan karakter pada upacara bendera tanggal 29 Desember 2012. Sedangkan wakil kepala sekolah bidang kurikulum pernah menyampaikan sosialisasi tentang pendidikan karakter pada saat pertemuan rapat-rapat di SMKN 1 Klaten, dan saat upacara apel Korpri setiap tanggal 17.

Isi pesan yang disampaikan oleh kepala sekolah dan wakil kepala sekolah memang tentang implementasi pendidikan karakter, namun keutuhan, kelengkapan dan sistematika penyampaian kurang sempurna sehingga kualitas komunikasi menjadi kurang mengena ke tujuan.

Informasi tentang implementasi pendidikan karakter memang disampaikan namun bagaimana teknik pelaksanaannya tidak ada aturan tertulis yang memantapkan kebijakan tersebut, seperti yang diungkapkan oleh guru PAI SMK Negeri 1 Klaten sbb:

(5)

karakter tersebut” (wawancara Jumat, 11 April 2014).

Guru matematika jurusan Teknologi Informasi (TI) SMKN 1 Klaten juga mengatakan tentang isi pesan pendidikan karakter:

“Penyampaian informasi mengenai implementasi pendidikan karakter sudah dilakukan tetapi belum secara maksimal sebab ketika menyampaikan informasi tersebut, kepala sekolah dan wakilnya hanya sekedar berbicara saja, juga tidak menyertakan peraturan yang mengatur tentang implementasi kebijakan tersebut” (wawancara, Sabtu, 12 April 2014)

Berdasarkan pengamatan di SMK Negeri 1 Klaten dapat diketahui bahwa penyampaian pesan (proses komunikasi) berkaitan dengan implementasi pendidikan karakter dilakukan secara informal. Asumsi ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum pernah ada pertemuan/rapat yang khusus membahas tentang implementasi pendidikan karakter. Penyampaian informasi tentang pendidikan karakter memang sering dilakukan tetapi waktunya masih bersamaan dengan kepentingan-kepentingan sekolah yang lain.

(6)

disampaikan kepada sasaran kebijakan. Dalam kenyataannya dapat dijelaskan bahwa kejelasan penyampaian kebijakan tentang implementasi pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Klaten belum dapat dipahami secara tuntas oleh guru dan karyawan. Seperti yang dikemukakan guru matematika SMK Negeri 1 Klaten berikut:

“Penjelasan tentang implementasi hanya secara garis besarnya saja, guru diminta ikut mengimplementasikan sesuai dengan bidang studi dan kompetensi yang diajarkan. Tetapi belum ada aturan yang jelas yang mengatur inplementasi tersebut, misalnya ada sanksi atau tidak bagi guru yang tidak melaksanakan penanaman karakter kepada siswa, atau karyawan yang tidak menegur siswa yang berbuat melanggar karakter di lingkungan sekolah” (wawancara Sabtu, 12 April 2014).

(7)

pengamatan peneliti bahwa belum semua guru di SMK Negeri 1 Klaten menanamkan nilai-nilai karakter selama 3 - 5 menit ketika mengajar, masih ada beberapa guru yang hanya mengajar materi yang mereka ampu saja, tanpa menanamkan nilai-nilai karakter kepada siswa. Ketika peneliti bertanya alasannya mengapa tidak menanamkan karakter, sebagian besar mengatakan menghabiskan waktu yang seharusnya untuk materi pelajaran, lebih baik untuk mengajarkan materi saja.

4.2.2. Faktor Sumber Daya

Untuk menunjang keberhasilan implementasi pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Klaten, sumber-sumber kebijakan patut diperhatikan sehingga dapat memperlancar implementasi yang efektif.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah sebagai penanggung jawab pelaksanaan pendidikan karakter diperoleh keterangan bahwa para petugas penyampai kebijakan (wakil kepala sekolah) masih kurang konsisten dalam melakukan pengawasan terhadap guru dan karyawan berkaitan dengan implementasi pendidikan karakter. Artinya belum dilakukan kegiatan khusus oleh wakil kepala sekolah untuk mengecek pelaksanaan pendidikan karakter di lapangan (kelas atau di lingkungan sekolah) seperti yang dikemukakan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan berikut.

(8)

yakin ketika mengajar di kelas, bapak ibu guru telah mengimplementasikan pendidikan karakter seperti yang direncanakan pada RPP, (2) mengingat banyaknya guru yang ada di SMK Negeri 1 Klaten, yaitu 124 orang sangat sulit menentukan waktu untuk observasi ke dalam kelas”. (Wawancara Kamis, 10 April 2014).

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru di SMK Negeri 1 Klaten, memang para guru mengakui bahwa dalam melaksanakan pendidikan karakter kepada anak belum dilaksanakan secara maksimal. Alasan mereka karena tidak ada pengarahan khusus implementasi pendidikan karakter, kontrol langsung maupun teguran dari atasan juga tidak ada, sehingga pelaksanaannya sangat tergantung pada kemauan dan kemampuan guru. Salah satu guru produktif mengatakan bahwa materi produktif tidak akan selesai kalau setiap masuk kelas harus menanamkan nilai-nilai karakter kepada anak.

”Untuk saya bu, sebagai guru produktif kalau setiap masuk kelas harus menanamkan nilai-nilai karakter kok eman-eman waktunya, sebab materi produktif yang harus diberikan kepada anak itu cakupannya luas. Jadi untuk penanaman nilai lebih baik diserahkan kepada guru PKn atau guru agama saja”. (wawancara Jumat, 11 April 2014.

(9)

implementasi pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Klaten belum dimaksimalkan. Hal ini terlihat dari masih ada beberapa guru yang ketika mengajar di kelas hanya membahas materi tanpa menyisihkan waktu untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada anak. Masih terlihat juga karyawan SMK Negeri 1 Klaten yang tidak peduli ketika dijalan berpapasan dengan siswa yang minum atau makan sambil berjalan, membuang sampah bekas makanan sembarangan. Mereka melihat perilaku anak-anak seperti itu tidak ditegur malah didiamkan saja. Menurut analisis peneliti, pada dasarnya semua petugas yang terlibat dalam implementasi pendidikan karakter (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, karyawan) mempunyai kesempatan untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada anak. Pada kenyataannya ada guru yang menyampaikan nilai-nilai karakter kepada anak, tetapi ada juga guru yang dengan berbagai alasan mereka sendiri, mereka menjadi tidak menyampaikan tugas tersebut.

(10)

”Kenapa harus repot-repot bu, wong saya belum pernah membaca sumber tertulis untuk implementasi pendidikan karakter. Jadi saya tidak takut jika tidak menanamkan nilai-nilai karakter kepada anak sebab tidak ada sanksi yang menakutkan buat saya. Dan memang selama ini tidak ada sanksi bagi guru yang tidak mengimplementasikan nilai-nilai karakter kepada anak”. (Wawancara Sabtu, 12 April 2014)

4.2.3. Faktor Kecenderungan

Disposisi merupakan komitmen, keinginan, atau kesepakatan bersama semua guru bidang studi untuk menyampaikan pendidikan karakter bagi siswa sehingga dapat dilakukan pada setiap pembelajaran dengan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan materi pembelajaran. Hal ini tidak semua dapat melakukan seperti apa yang telah menjadi kebijakan sekolah, antara lain disebabkan kerena kecenderungan bagi masing-masing guru selalu beranggapan bahwa pendidikan karakter tidak tepat jika mereka mengajar sambil menanamkan karakter kepada peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari pendapat salah satu guru produktif sebagai berikut:

(11)

Dari kutipan hasil wawancara di atas merupakan indikasi bahwa guru ada kecenderungan tidak mau dititipi pesan tersebut, padahal tidak selamanya harus sesuai dengan materi, tetapi melalui tindakan-tindakan secara tersiratpun juga telah menanamkan pendidikan karakter. Hanya karena ketidaktahuan guru saja, cara memahaminya kurang dalam, sehingga perilaku tindakan yang dapat mengarah pada pendidikan karakter misalnya: pada tahap awal pembelajaran siswa ditanya bagaimana PR-nya, sudah dikerjakan atau belum, setiap awal pembelajaran diawali doa, penyampaian materi tahap awal diperkenalkan, dan sebagainya. Tindakan seperti ini sebenarnya telah menanamkan nilai-nilai karakter, antara lain nilai kedisiplinan, nilai religius, rasa ingin tahu, dan sebagainya. Sehingga dengan cara seperti itu siswa akan memiliki karakter dari apa yang biasa guru tanyakan dan tindakan ketika mengajar. Oleh karena itu, tindakan membudayakan sikap positif tanpa mengatakannya kepada siswa pun sebenarnya sudah bisa dikatakan menanamkan karakter.

(12)

“Kekompakan dari pihak sekolah (Kepala sekolah, wakil-wakil kepala sekolah, guru, dan karyawan) dalam menanamkan karakter dan menangani anak yang melanggar nilai belum maksimal. Jumlah guru dan murid yang banyak juga menghambat penanaman karakter di SMK Negeri 1 Klaten” (Wawancara Senin, 14 April 2014).

“Kurangnya fasilitas dan kekompakkan dalam menerapkan peraturan dan menangani apabila terjadi pelanggaran disiplin oleh siswa maupun guru” (wawancara Senin, 14 April 2014).

“Kedisiplinan dan kekompakkan guru dalam menyampaikan nilai-nilai karakter dan menangani siswa yang menyimpang/melanggar. Kadang konsekuensi yang diterima siswa untuk pelanggaran yang sama antara siswa yang satu dengan yang lain berbeda karena guru yang menanganinya berbeda. Dari pengamatan saya, ada juga beberapa guru yang tidak disiplin contohnya datang ke sekolah terlambat, masuk kelas terlambat, yang rambutnya panjang tidak dikucir, memakai seragam tidak sesuai jadwal” (Wawancara Selasa, 15 April 2014)

Dari tiga kutipan hasil wawancara di atas menunjukkan kecenderungan para pelaksana yang kurang kompak dalam mengimplementasikan nilai-nilai karakter kepada siswa. Dalam hal ini kurang kompak terhadap dua hal, yaitu dalam menegakkan peraturan berkaitan dengan nilai-nilai karakter dan dalam menangangi pelanggaran.

(13)

bahwa yang lebih sering terlihat melaksanakan pendidikan karakter baik di dalam kelas/ruangan maupun di luar kelas adalah guru-guru yang tergabung dalam petugas STP2K (Satuan Tugas Pelaksana Pembinaan Kesiswaan) yang dianggap sebagai polisi sekolah. Untuk guru yang lain, belum semuanya melaksanakan pendidikan karakter pada saat mengajar di kelas maupun di luar kelas. Dengan beberapa pernyataan baik dari guru maupun dari karyawan dapat ditarik suatu pengertian bahwa disposisi pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Klaten kurang memiliki komitmen untuk melakukan implementasi pendidikan karakter.

Menurut analisis peneliti dapat dijelaskan bahwa para pelaksana kebijakan di SMK Negeri 1 Klaten belum sepenuhnya menyadari tujuan implementasi pendidikan karakter. Apabila para pelaksana menyadari bahwa penanaman karakter tersebut pada masa yang akan datang bisa memunculkan generasi pemimpin bangsa yang religius, disiplin, demokratis, bertanggungjawab juga mempunyai kepedulian yang tinggi, maka pelaksanaan pendidikan karakter dapat berjalan dengan efektif dan berhasil.

4.2.4. Faktor Struktur Birokrasi

(14)

jika ada ketidaksempurnaan dalam struktur birokrasi. Faktor birokrasi sangat penting dalam implementasi pendidikan karakter, sebab birokrasi merupakan bagian dari kelembagaan yang memiliki potensial yang mengarah pada masing-masing pribadi orang dalam hal ini para pelaku contoh pendidikan karakter di sekolah.

Pelaksanaan pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Klaten tidak ada tim khusus yang menanganinya /mengelolanya. Pelaksanaannya disampaikan secara lisan oleh kepala sekolah bahwa penanaman karakter kepada siswa menjadi tanggungjawab semua guru dan karyawan baik melalui penyampaian materi di kelas maupun melalui keteladanan. Hal ini seperti dijelaskan oleh KTU dan guru matematika berikut ini.

“Meskipun hanya dijelaskan secara lisan dan garis besarnya saja, namun cukup jelas untuk mengingatkan kembali tentang nilai-nilai karakter, nasionalisme dan jatidiri bangsa” (Wawancara Kamis, 10 April 2014)

“Penjelasan tentang implementasi hanya secara garis besarnya saja, guru diminta ikut mengimplementasikan sesuai dengan bidang studi dan kompetensi yang diajarkan. Tetapi belum ada aturan yang jelas yang mengatur inplementasi tersebut, misalnya ada sanksi atau tidak bagi guru yang tidak melaksanakan penanaman karakter kepada siswa, atau karyawan yang tidak menegur siswa yang berbuat melanggar karakter di lingkungan sekolah” (Wawancara Sabtu, 12 April 2014).

(15)

Dari hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa yang ditunjuk untuk melaksanakan pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Klaten adalah semua guru dengan cara menyelipkan nilai-nilai karakter pada mata pelajaran mereka masing-masing. Penanaman karakter oleh guru-guru tersebut sebelumnya telah dicantumkan pada silabus dan RPP masing-masing kemudian diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan pengamatan penulis, tidak ada aturan khusus yang mengatur tentang pelaksanaan pendidikan karakter. Urutan nilai karakter mana yang akan disampaikan oleh guru juga tidak ada aturan khusus, semua tergantung pada guru masing-masing ketika mengajar. Setiap guru berpedoman pada silabus dan RPP yang telah dibuat, dimana pada silabus dan RPP tersebut sudah dicantumkan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan materi yang sedang disampaikan guru. Hal ini didukung oleh pernyataan salah satu guru bahasa Indonesia berikut ini.

“Iya. Ikut bu. Apa yang tercantum dalam RPP sebisa mungkin melaksanakan sesuai yang tertulis di dalam RPP. Misal pada RPP kita ingin mengembangkan karaker tanggung jawab dan disiplin, maka kalau guru memberikan PR ya harus ditanyakan PR nya sebagai wujud tanggungjawab siswa”

(Wawancara, Senin, 14 April 2014)

(16)

Begitu juga pada RPP masing-masing guru tertulis dengan jelas pada langkah-langkah pembelajaran terdapat kolom ”karakter yang dikembangkan”, pada kolom tersebut dituliskan nilai karakter yang akan disampaikan kepada siswa pada saat mengajar.

Hasil analisis penulis menunjukkan bahwa (1) belum ada petugas khusus (tim) di SMK Negeri 1 Klaten yang diberikan SK (surat keputusan) kepala sekolah yang bertanggungjawab terhadap implementasi pendidikan karakter, (2) belum ada aturan khusus tentang implementasi pendidikan karakter. Mekanisme implementasi pendidikan karakter diserahkan kepada guru untuk dilaksanakan sesuai kemampuan guru.

4.3.

Hambatan

yang

ditemui

dalam

Implementasi pendidikan karakter di

SMK Negeri 1 Klaten

(17)

1. Kurangnya koordinasi antar wakil-wakil kepala sekolah, guru BP/BK, para wali kelas dan pembina OSIS yang terlibat dalam implementasi pendidikan karakter sehingga mengakibatkan ketidaksamaan persepsi dalam penanganan terhadap siswa yang melanggar /menyimpang.

2. Kurangnya kesadaran guru dan peserta didik dalam implementasi pendidikan karakter. Kompetensi guru yang rendah mengakibatkan adanya cara pandang/cara pikir yang berbeda-beda tentang implementasi pendidikan karakter. Peserta didik yang berasal dari latar belakang ekonomi menengah ke bawah dan tingkat pendidikan orang tua siswa yang rata-rata juga rendah mengakibatkan kesadaran terhadap pelaksanaan pendidikan karakter juga belum maksimal

3. Sikap beberapa guru yang masa bodoh terhadap keberhasilan pendidikan karakter mengakibatkan siswa menjadi tidak berkarakter karena guru tidak mengontrol perilaku siswa dan tidak mendidik karakter dengan baik

(18)

5. Kurangnya koordinasi komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua siswa. Pihak sekolah kurang mengkomunikasikan tentang adanya implementasi pendidikan karakter kepada orang tua siswa sehingga terjadi kesalahpahaman antara sekolah dengan orangtua siswa.

6. Kurangnya fasilitas yang dapat memicu siswa menjadi berkarakter, seperti terbatasnya tempat sepeda, ruang kelas yang berjumlah 38 ruang padahal seharusnya 45 ruang, laboratorium yang jumlah alatnya tidak sesuai dengan jumlah siswa, pintu masuk/keluar di SMK Negeri 1 Klaten yang berjumlah enam pintu, gedung yang berada di unit 1 dan unit 2.

4.4.

Pembahasan

4.4.1. Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam SMK Negeri 1 Klaten dengan dasar Pedoman Pendidikan Karakter

Selain siswa, dari segi input dari tenaga pendidik termasuk baik. Hal ini bisa dilihat dari segi latar belakangnya. Dari guru normatif, adaptif dan produktif yang berjumlah 124 orang, semuanya berlatar belakang pendidikan S1, 14% diantaranya sudah S2. Selain dari penyampaian nilai-nilai karakter melalui mata pelajaran masing-masing guru, dari keteladanan para guru bisa diandalkan, meskipun belum semua guru bisa memberikan keteladanan yang baik.

(19)

Karakter yang dikeluarkan Kemendiknas, yakni dalam perencanaan Pendidikan Karakter dalam mata pelajaran dicantumkan dalam silabus dan RPP. Dalam pembuatan silabus dan RPP ada satu kolom untuk nilai pendidikan karakter yang dikembangkan. Contoh silabus PKn untuk Kompetensi Dasar “Mendeskripsikan Pancasila sebagai idiologi terbuka”, pada kolom terakhir setelah sumber belajar ada aspek nilai karakter terdapat nilai karakter religiusi, toleransi kerjasama, jujur, gemar membaca, dan tanggungjawab.

Sedangkan dalam RPP disebutkan dalam materi yang sama, nilai karakter tersebut ditampilkan dalam langkah-langkah pembelajaran terdapat empat kolom, yakni: nomor, kegiatan belajar, alokasi waktu, dan karakter yang dikembangkan. Dari RPP tersebut perencanaan Pendidikan Karakter dalam PKn muncul dalam kolom yang ke empat, yakni karakter yang dikembangkan.

Kemudian dalam proses (process) sudah dijelaskan pelaksanaan pendidikan karakter dimulai dari mancantumkan nilai-nilai dalam silabus, kemudian dituangkan dalam RPP dan diaplikasikan dalam pembelajaran. Intinya bahwa Pendidikan Karakter dalam mata pelajaran normatif dan adaptif sudah dilaksanakan dengan baik.

(20)

di SMK Negeri 1 Klaten yang memberikan penjelasan dan pengarahan tentang nilai-nilai yang berkarakter sehingga siswa dapat merubah perilaku yang tidak baik menjadi lebih baik (wawancara tanggal 15 April 2014).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti, adanya Pendidikan Karakter di SMK Negeri 1 Klaten dapat memberi dampak positif bagi peserta didik. Hal ini bisa dilihat dampak adanya pelaksanaan Pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran di SMK Negeri 1 Klaten yang dirasakan siswa SMK Negeri 1 Klaten. Siswa SMK Negeri 1 Klaten yang diwawancari peneliti mengatakan adanya pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran mengarahkan dirinya menjadi lebih baik dan memberikan bekal untuk mereka terjun di masyarakat atau di tempat kerja.

(21)

4.4.2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam SMK Negeri 1 Klaten dengan dasar Teori Edward 3

Dimensi komunikasi dalam implementasi Pendidikan Karakter di SMK Negeri 1 Klaten ditentukan dari beberapa unsur yang terdapat dalam komunikasi, seperti penyampai pesan, isi pesan, media yang digunakan, serta sasaran penerima pesan, serta perubahan sebagai akibat komunikasi.

Penyampai pesan/informasi dalam implementasi Pendidikan Karakter di SMK Negeri 1 Klaten adalah Kepala sekolah dan wakil-wakil kepala sekolah yang dalam tugasnya disamping sebagai pemberi informasi juga berfungsi sebagai pengontrol kegiatan, namun dalam praktiknya terdapat keluhan dari pelaksana kebijakan. Kepala sekolah memang melakukan observasi terhadap kegiatan pembelajaran tetapi tidak mungkin setiap hari, begitu juga dengan para wakil kepala sekolah, mereka melakukan observasi pembelajaran jika ada tugas dari kepala sekolah. Jadi kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan karakter lebih banyak berhenti pada kroscek silabus dan RPP. Hal ini yang mengakibatkan belum semua guru di SMK Negeri 1 Klaten menanamkan nilai-nilai karakter selama 3 - 5 menit ketika mengajar.

Media yang digunakan untuk menyampaikan pesan masih memanfaatkan kondisi rapat-rapat sekolah yang materi rapatnya bukan tentang implementasi pendidikan karakter.

(22)

karakter kepada anak, tetapi ada juga guru yang dengan berbagai alasan, mereka tidak menyampaikan nilai-nilai karakter kepada anak. Dalam implementasi pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Klaten, ternyata sumber informasi masih kurang memadai. Salah satu guru matematika jurusan Teknologi Informasi (TI) malah mengatakan tidak mau repot-repot menanamkan nilai-nilai karakter karena informasinya kurang jelas, dan sanksi bagi yang tidak melaksanakan tidak ada.

Informasi mengenai pelaksanaan pendidikan karakter diterima oleh para pelaksana kebijakan baru sebatas perintah lisan dari rapat, dari adanya workshop atau dari kesempatan-kesempatan lain. Untuk informasi (petunjuk) yang sifatnya tertulis sampai sekarang belum ada. Hal ini menyebabkan belum terlaksananya implementasi pendidikan karakter dengan baik.

(23)

kelas. Jadi implementasi pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Klaten kurang memiliki komitmen yang baik.

Dimensi Struktur birokrasi dalam implementasi pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Klaten. Dari hasil analisis peneliti menunjukkan bahwa (1) semua guru diberi wewenang untuk menyampaikan nilai-nilai karakter tetapi, (2) belum ada petugas khusus di SMK Negeri 1 Klaten yang diberikan SK (surat keputusan) kepala sekolah yang bertanggungjawab mengontrol lancar atau tidaknya implementasi pendidikan karakter, (3) belum ada aturan khusus tentang implementasi pendidikan karakter. Mekanisme implementasi pendidikan karakter diserahkan kepada guru untuk dilaksanakan sesuai kemampuan guru.

4.4.3. Perbandingan pelaksanaan pendidikan karakter dalam SMK Negeri 1 Klaten dengan hasil penelitian sebelumnya

(24)

menjadi sangat berarti dan mendesak untuk segera dilakukan. Sama halnya dengan alasan yang dikemukakan oleh Astuti (2010), bahwa salah satu alasan dicanangkannya pendidikan karakter adalah adanya krisis karakter yang cukup memprihatinkan dan meningkatkan problem karakter generasi muda bangsa Indonesia.

Perbedaan nilai karakter yang ditanamkan antara peneliti dengan peneliti terdahulu terletak pada nilai karakter yang ditekankan untuk ditanamkan pada siswa. Menurut peneliti, semua nilai karakter (18 nilai) penting untuk ditanamkan pada peserta didik agar membentuk dirinya menjadi warga negara Indonesia yang baik. Tetapi pada penelitian terdahulu ternyata terdapat nilai-nilai ideal yang diinginkan melalui pembelajaran. Pada penelitian Mulyono nilai yang diidealkan dalam pembelajaran ISMUBA adalah karakter religius, cinta ilmu, mampu bekerja sama, dan peduli, sedangkan pada pembelajaran ISBD (Astuti) nilai karakter yang ditekankan adalah berkerjasama, bertanggungjawab, berkomunikasi, semangat bekerja/belajar, kepercayaan diri, kejujuran, ketaatan beribadah.

(25)

satu kendala juga sama yaitu kurangnya sarana dan prasarana.

4.4.4. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi hambatan

1. Untuk masalah kurangnya koordinasi dapat diatasi dengan memaksimalkan adanya koordinasi yang baik dan konsisten antar wakil-wakil kepala sekolah, guru BP/BK, para wali kelas dan pembina OSIS yang terlibat dalam implementasi pendidikan karakter sehingga terjadi kesamaan persepsi dalam penanganan terhadap siswa yang melanggar /menyimpang. Cara ini dapat diwujudkan dengan rapat bersama antara kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan semua guru yang ada di SMK Negeri 1 Klaten.

(26)

3. Untuk sikap beberapa guru yang masa bodoh. Kepala sekolah mengikutsertakan guru dalam pelatihan-pelatihan pendidikan karakter sehingga sedikit demi sedikit akan mengubah sikap beberapa guru yang masa bodoh terhadap keberhasilan pendidikan karakter yang akhirnya memiliki kemampuan membimbing siswa menjadi berkarakter baik

4. Untuk masalah inkonsistensi dan kurangnya keteladanan guru. Kepala sekolah berusaha melakukan pembinaan agar para guru memiliki konsistensi dan keteladanan yang baik dalam berperilaku sehari-hari. Konsistensi dibutuhkan jika ada siswa yang melanggar peraturan, agar semua guru mengambil tindakan sesuai prosedur. Sedangkan keteladanan dibutuhkan untuk memberikan contoh konkrit kepada siswa.

5. Untuk kurangnya koordinasi komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua siswa. Kepala sekolah bersama stafnya melakukan koordinasi antara pihak sekolah dengan orang tua siswa agar terjalin komunikasi yang baik. Orang tua perlu disosialisasi tentang implementasi pendidikan karakter melalui guru BP/BK dan wali kelas sehingga orangtua siswa menjadi ikut bertanggungjawab terhadap implementasi pendidikan karakter.

(27)

berkarakter, seperti penambahan tempat sepeda siswa, penambahan ruang kelas yang berjumlah sesuai jumlah kelas yang seharusnya, yaitu 45 ruang, perbaikan laboratorium agar alatnya yang ada didalamnya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh siswa, penjagaan pintu masuk/keluar di SMK Negeri 1 Klaten, perlu diadakan tempat penitipan helm dan handphone untuk siswa.

4.4.5. Tabulasi Implementasi Pendidikan Karakter dan Hambatannya

Untuk membantu mempermudah memahami hasil pelaksanaan pendidikan karakter, berikut ini disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 4.

Tabulasi Implementasi Pendidikan Karakter

No Implementasi Hasil Masukan peneliti

(28)

No Implementasi Hasil Masukan peneliti a. Komunikasi Penyampai pesan

adalah kepala b. Sumber daya Penyampai pesan

(29)

No Implementasi Hasil Masukan peneliti khusus

c. Kecenderungan Tidak semua guru bersedia

Hambatan yang ditemui dalam implementasi pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Klaten disajikan dalam bentuk tabel menjadi sbb:

Tabel 5.

Kendala dalam Pendidikan Karakter

No Kendala Solusi peneliti

1. Kurang koordinasi antar warga sekolah

Koordinasi dilakukan secara konsisten dan maksimal

(30)

No Kendala Solusi peneliti dengan pembinaan

3. Sikap guru masa bodoh Guru diikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan karakter 4. Inkonsistensi guru dan

kurang keteladanan

Dilakukan pembinaan terhadap semua guru

5. Kurang komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua siswa

Dilakukan koordinasi agar terjalin komunikasi yang baik antara sekolah dengan orang tua siswa. Perlu disosialisasi tentang implementasi pendidikan karakter kepada orang tua

6. Kurang fasilitas sekolah Pihak sekolah menambah fasilitas yang dibutuhkan untuk lencarnya pelaksanaan pendidikan karakter

Gambar

Tabel 1. Status Akreditasi Sekolah
Tabel 2.  Jumlah Siswa
Tabel 4. Tabulasi Implementasi Pendidikan Karakter
Tabel 5.

Referensi

Dokumen terkait

Pada sistem dilakukan proses pengolahan data dari inputan yang berupa data-data transaksi menjadi output yang berupa laporan keuangan (laporan laba rugi, neraca

Dari hasil pengujian hubungan inovasi terhadap keunggulan bersaing menghasilkan nilai T statistic > 1.96 yaitu 8.112 dengan arah positif sehingga dapat dikatakan

 Tujuan utama adalah meyakinkan donatur Tujuan utama adalah meyakinkan donatur bahwa terdapat masalah yang dapat.. bahwa terdapat masalah

The s i gnificant reduction in the muscle and liver glycogen contents of the adult and all three different sizes of fish respectively from the polluted part of the river

tulisan. 1) Menjelaskan pengertian teks laporan hasil observasi. 2) Mengurutkan susunan (struktur) teks laporan hasil observasi. 3) Menjelaskan kaidah penulisan teks laporan hasil

Pengaruh Partisipasi Dalam Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, dan Struktur Desentralisasi Terhadap Kinerja Manajerial SKPD dengan Pengawasan Internal Sebagai

JABATAN FUNGSIONAL PENELITI DARI KEMENTERIAN/LEMBAGA PEMERINTAH NON DAFTAR NAMA YANG DINILAI KE PENILAI III.. JABATAN FUNGSIONAL PENELITI DARI KEMENTERIAN/LEMBAGA PEMERINTAH

bahwa dalam rangka melakukan penyetaraan bagi kandidat peneliti sebagaimana dimaksud dalam angka 2, perlu membuat Surat Edaran Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia