BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Indonesia meurpakan negara majemuk dengan keanearagaman bahasa, budaya, suku bangsa, ras, stata sosial, golongan, kelompok dan agama. Dengan keanekaragaman perbedaan yang dimiliki, menjadikan Indonesia sebagai negara yang rentan akan konflik antar golongan. Keanekaragaman yang dimiliki oleh Indonesia akhirnya tergambar dalam semboyan negara yaitu Bhineka Tunggal Ika “Berbeda-beda tetap satu juga” . Yang memiliki arti, walaupun Indonesia beranekaragam, masyarkaat tetap satu juga sebagai rakyat Indonesia. Dengan semboyan ini masyarakat Indonesia diharap dapat menghargai setiap perbedaan yang ada. Serta dijelaskan dalam Pancasila bait ke 3 yaitu “Persatuan Indonesia”.
Perbedaan-perbedaan tersebut menjadi hal yang sangat sensitif, hingga akhirnya Indonesia sering dilanda konflik. Mulai dari konflik suku, golongan bahkan hal paling sensitif sekalipun yaitu konflik Agama. Agama merupakan hal paling sensitif yang dipercayai setiap manusia. Indonesia memiliki 6 kepercayaan yang diakui oleh negara yaitu Islam, Katholok, Protestan, Hindu, Budha dan Konghuchu. Agama Islam merupakan agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia.
UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
Dalam penelitian Megali Clobert (2014:1) East Asian Religious Tolerance—A Myth or a Reality? Empirical Investigations of Religious Prejudice in East Asian Societies disebutkan bahwa religiusitas merupakan suatu hal yang fundamental, bersifat pribadi dan intrinsik. Hal ini dapat membuat prasangka buruk terhadap orang luar yang dianggap mengancam nilai religius seseorang. Hal inipun berlaku dalam perbedaan ras, suku, agama, homoseksual dan feminis.
Akhir-akhir ini Indoneia sedang di hebohkan dengan, kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Cahya Purnama alias Ahok. Kasus ini terjadi pada amasa kampanye, pemilihan gubernur DKI Jalkarta periode 2017 – 2022. Status Ahok saat itu adalah seorang gubernur DKI Jakarta, yang juga merupakan calon gubernur pada periode berikutnya. Ahok maju bersama pasangannya Djarot, mereka diusung oleh parta PDIP, Hanura, Golkar dan Nasdem. Dalam masa kampanye pemilu, Ahok beserta timnya melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada Selasa, 27 September 2016. Saat itu Ahok melakukan pidato di hadapan warga sekitar. Dalam pidatonya Ahok sempat mengatakan bahwa agar masyarakat tidak “dibohongi oleh surat Al Maidah ayat 51”. Dalam pidato tersebut Ahok berkata “Dibohongi pakai surat Al-Maidah 51 macem-macem itu”.
menyebarkan video Ahok tersebut. Dengan caption yang memprofokatori, akhirnya video ini menjadi viral dan memicu kemarahan umat Muslim di Indonesia.
Pada 7 Oktober 2016, Ahok dilaporkan oleh Habib Novel Chaidir Hasan yang berprofesi sebagai alim ulama, sebagaimana Laporan Polisi Nomor LP/1010/X/2016 Bareskrim. Ahok dilaporkan karena diduga melakukan tindak pidana penghinaan agama. Agama memang suatu hal yang sangat sensitif, Indonesia yang merupakan mayoritas penduduk beragama muslim, membuat Muslim tak hanya menjadi kepercayaan tapi juga kebudayaan dan sistem sosial. Dalam penelitian Megali Clobert (2014:4) East Asian Religious Tolerance—A Myth or a Reality? Empirical Investigations of Religious Prejudice in East Asian Societies dijelaskan bahwa. Perhatikan agama dapat secara sah dilihat sebagai sistem budaya itu sendiri, atau setidak-tidaknya sebagai sub-budaya dalam budaya yang lebih luas (Cohen, 2009).
Tak heran dengan majunya Ahok sebagai calon gubernur DKI Jakarta, hingga dugaan penistaan agama membuat kasus ini menjadi konflik di Indonesia. Kasus ini pada akhirnya bukan hanya menjadi konflik politik, namun sudah merembet hingga menjadi konflik agama. Setelah menjadi sorotan, pada Senin, 10 Oktober 2016, Ahok meminta maaf atas pernyataannya tersebut . Ahok menyatakan tidak bermaksud menyinggung umat Islam. Nyatanya pernyataan Ahok terkait dugaan penistaan agama masih memantik reaksi, demonstrasi pun pecah di depan balai kota DKI Jakarta pada Jumat, 14 Oktober 2016. Ahok, terlapor dugaan penistaan agama pun memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Mabes Polri, Senin, 7 November 2016. Hingga Rabu, 16 November 2016, Ahok resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Pengaruh ini nantinya akan berdampak apakah dapat meredam suasana konflik yang ada dalam masyarakat atau malah sebaliknya.
Jika dilihat dari fungsinya media massa khususnya surat kabar memiliki fungsi untuk mempersuasi atau mempengaruhi pembacanya melalui berita-berita yang disuguhkan. Judul tulisan pun turut digunakan sebagai sarana untuk mempersuasi pembaca. Seperti judul yang tercetak di halaman depan atau headline pada sebuah surat kabar yang biasanya dicetak paling berbeda diantara judul yang lainya, mulai dari pencetakannya yang berhuruf besar, tulisan yang tebal, atau tulisan miring hingga digaris bawahi. Hal tersebut dilakukan agar para pembaca tertarik dan tepersuasi atas pesan yang disuguhkan.
Kekuatan ideologis media massa telah menjadi fokus bagi penulis internasional yang terkenal. Para teoretikus seperti Stuart Hall (1983) telah membuka jalan untuk menantang pandangan ideologi 'media massa sentris' ini dengan melepaskan konsep dari posisi kelas esinisisnya dan mengenalkan pengaruh de-centering dari bahasa dan wacana. Menurut Hall (1980a, 1983), bahasa, sebagai cara utama mengkomunikasikan ideologi, tidak harus hanya memiliki satu makna. Sebaliknya, ideologi dapat disampaikan dengan berbagai cara, dan dari berbagai posisi sosial.
Dalam kasus Ahok sejumlah media memberitakan kasus Ahok dengan caranya masing-masing sesuai ideologi media tersebut. Media yang memberitakan kasus penistaan agama Ahok salahsatunya adalah media online Republika.co.id dan liputan6.com.
Penulis tertarik memilih media online republika.co.id sebagai objek penelitian dikarenakan, mempertimbangakan masalah penistaan yang dilakukan pada agama Islam. Disisi lain ideologi harian umum Republika yang didirikan oleh Cendikiawan Muslim se- Indonesia (ICMI), selain itu juga Republika dikenal dengan berideologi Islam.
Oleh sebab itu peneliti, akan melakukan sebuah Penilitian menggunakan framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki yang merupakan hasil pengembangan dari teori van dijk sebagai analisa data untuk mengetahui pembingkain berita yang di sajikan oleh Republika.co.id.
secara keseluruhan. Keempat, struktur retoris. Retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu kedalam berita. Struktur ini melihat bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik, dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca. Sehingga pengemasan berita yang dibuat oleh media online republika.co.id mampu mengajak khalayak untuk menilai dalam kasus penistaan Agama yang dilakukan oleh Ahok.
Selain itu alasan peneliti menggunakan media online untuk melakukan penelitian, karena media online sedang menjadi trend khalayak dalam mencari informasi dibandingkan melalui media konvensional. Media online dipandang lebih efektif dan efisian oleh khalayak karena mudah diakses dimanapun dan media online memliki kecepatan pembaharuan berita sehingga informasi yang dibutuhkan cepat didapatkan oleh khalayak. Peniliti juga memilih media online Liputan6.com sebagai pembanding pemberitaan yang di sampaikan oleh republika.co.id . Liputan6.com dipandang netral dalam membuat pemberitaan. Liputan6.com diharapkan memiliki pandangan – pandangan yang lebih objektif dan tidak dipengaruhi kepentingan apapun.
Berdasarkan pemaparan tersebut peneliti ingin mengetahui sejauh mana keberhasilan Pembentukan Framing dalam “Pemberitaan Kasus PenistaanAgama oleh Ahok ” Analisis framing Pada Pemberitaan media online republika.co.id dan Liputan6.com.
1.2 Fokus Penelitian
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang permasalahan yang dipaparkan penulis merumuskan suatu permaslahan yang akan diteliti yaitu:
1. Bagaiamana Sintaksis wartawan Media Online republika.co.id dan Media Online Liputan6.com Indonesia mengemas berita Kasus Penistaan Agama oleh Ahok pada Edisi 07 Novermber 2016 – 16 November 2016 ?
2. Bagaimana Skrip wartawan Media Online republika.co.id dan Media Online Liputan6.com mengisahkan berita Kasus Penistaan Agama oleh Ahok pada Edisi 07 Novermber 2016 – 16 November 2016 ?
3. Bagaimana Tematik wartawan Media Online republika.co.id dan Media Online Liputan6.com mengungkapkan pandangan sebuah peristiwa pada berita Kasus Penistaan Agama oleh Ahok pada Edisi 07 Novermber 2016 – 16 November 2016 ?
4. Bagaimana Retoris wartawan Media Online republika.co.id dan Media Online Liputan6.com menekankan arti tertentu pada berita Kasus Penistaan Agama oleh Ahok pada Edisi 07 Novermber 2016 – 16 November 2016 ?
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Pengemasan Berita Kasus Penistaan Agama oleh Ahok pada Edisi 07 Novermber 2016 – 16 November 2016. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana Sintaksis wartawan Media Online republika.co.id dan Media Online Liputan6.com megemas berita Kasus Penistaan Agama oleh Ahok pada Edisi 07 Novermber 2016 – 16 November 2016.
2. Untuk mengetahui bagaimana Skrip wartawan Media Online republika.co.id dan Media Online Liputan6.com mengisahkan berita Kasus Penistaan Agama oleh Ahok pada Edisi 07 Novermber 2016 – 16 November 2016.
3. Untuk mengetahui bagaimana Tematik wartawan Media Online republika.co.id dan Media Online Liputan6.com mengungkapkan pandangan sebuah peristiwa pada berita Kasus Penistaan Agama oleh Ahok pada Edisi 07 Novermber 2016 – 16 November 2016.
4. Untuk mengetahui bagaimana Retoris wartawan Media Online republikacom dan Media Online Liputan6.com menekankan arti tertentu pada berita Kasus Penistaan Agama oleh Ahok pada Edisi 07 Novermber 2016 – 16 November 2016.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Segi Teori
Manfaaat penelitian ini dari segi teoritis yaitu agar nantinya hasil dari penelitian ini dapat menjadi rujukan pengembangan terhadap ilmu pengetahuan, kususnya Ilmu Komunikasi dan Jurnalistik. Selain itu penelitian ini dapat menjadi alat perencanaan dalam melakukan penelitian yang sama.
2. Manfaat Segi Kebijakan
Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi praktisi Ilmu Komunikasi dalam menjalankan profesinya secara professional menjalankan fungsinya lebih maksimal sebagai seorang jurnalis. Selain itu juga di harapkan par praktisi Ilmu Komunikasi di bidan Jurnalistik dapat bersikap adil dan bijak dalam membuat sebuah pemberitaan.
3. Manfaat Segi Praktis
a. Bagi perusahan
b. Bagi peneliti
Sebagai tambahan ilmu yang belum didapat saat masa perkuliahan kelas, sehingga peneliti memiliki kemampuan yang berimbang antara teori dan praktik jika kelak terjun menjadi seorang wartawan. Selain itu dapat menjadi penambah pengalaman bagi peneliti dalam mengolah suatu data penelitian, mulai dari latar belakang hingga pada kesimpulan yang diperoleh dari penelitian di lapangan.
c. Manfaat Segi Isu serta Aksi Sosial
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pemberitaan Ideal di Indonesia pada Media Massa
2.1.1 UNDANG-UNDANG TENTANG PERS.
(Sumber:http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2008_11.pdf)
Hal – hal yang berkaitan dengan dunia wartawan di Indonesia di atur pada Undang – Undang Pres NO 40/1999: PERS HOP Itjen Dep. Kimpraswil2/11. Berikut isi dari Undang – Undang Pers yang berkaitan dengan penelitian dari penulis yang berkiatan dengan pemberitan ideal di Indonesia:
2.1.1.1 BAB I KETENTUAN UMUM
2.1.1.2 BAB II ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS
Pasal 2 Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsipprinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Pasal 3 1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. UU 40/1999: PERS HOP Itjen Dep. Kimpraswil 3/11 2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Pasal 4 1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. 2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. 3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. 4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak. Pasal 5 1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. 2. Pers wajib melayani Hak Jawab. 3. Pers wajib melayani Hak Tolak. Pasal 6 Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut : a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan; c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
Pasal 7 1. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan. 2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Pasal 8 Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
2.1.1.4 BAB IV PERUSAHAAN PERS
2.1.1.6 BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 17 1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan. 2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa : a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers; b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
2.1.2 UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.
(sumber:http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2008_11.pdf)
Hal – hal yang berkaitan dengan dunia media online dan yang berkitand dengan elektronik di Indonesia di atur pada Undang – Undang Informasi dan Transaksi Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No 11 Tahun 2008. Berikut isi dari Undang – Undang ITE yang berkaitan dengan penelitian dari penulis :
2.1.2.1 BAB I KETENTUAN UMUM
wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
2.1.2.2 BAB II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3 Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. Pasal 4 Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk: a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia; b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik; d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
2.1.2.3 BAB III INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Tangan harus menerapkan prinsip kehatihatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik; c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika: 1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau 2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut. (3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.
2.1.2.4 BAB VII PERBUATAN YANG DILARANG
dan tidak melawan hukum. Pasal 35 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik. Pasal 36 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain. Pasal 37 Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
2.1.2.5 BAB IX PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Peraturan Pemerintah. Pasal 41 (1) Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat. (3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.
2.1.3 Elemen – elemen pemberitaan ideal
Menerapkan pemberitaan ideal harus memiliki rujukan, agar sebuah pemberitaan dikatakan layak untuk dimuat dalam sebuah media, Berita tersebut memiliki elemen – elemen yang harus di terapkan oleh para wartawan dalam menulis berita. Elemen – elemen yang harus di pegang oleh para wartawan tersebut dituliskan oleh Bill Kovach dan Tom Rosentiel. Mereka menuliskan hal apa saja yang harus di perhatikan oleh wartawan saat menuliskan sebuat berita pada khalayak. Sehingga berita tersebut sempurna dan terverivikasi dengan baik.
kepada masyarakat 3. Intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi 4. Praktisi jurnalisme harus menjaga independesi terhadap sumber berita 5. Jurnalisme harus menjadi pemantau kekuasaan 6. Jurnalisme harus menyediakan forum kritik maupun dukungan masyarakat 7. Jurnalisme harus berupaya keras untuk membuat hal yang penting menarik dan relevan 8. Jurnalisme harus menyiarkan berita komprehensif dan proporsional 9. Praktisi jurnalisme harus diperbolehkan mengikuti naruni mereka.
Sembilan elemen tersebut menjelaskan kepada khalayak untuk menjadi seorang wartwan tidak mudah karena banyak elemen yan harus di perhatikan. Kurang satu elemen dari yang di tuliskan Bill Kovach dan Tom Resential maka pemeberitaan bisa dikatakan memihak kepada sebuah kepentingan atau dikatakan sebuah media dan atau wartawan tidak berimbang. Sehingga sembilan elemen tersebut layak dikatakan rujuakan ideal wartawan dalam menulis pemberitaan agar berita yang ditulis wartawan dan yang di muat oleh sebuah media dikatakan ideal.
2.1.1 Berita dalam Media Online
“generasi ketiga” setelah media cetak dan media elektronik. Pemberitaan dalam media online merupakan produk jurnalistik online atau cyber journalism yang didefinisikan sebagai pelaporan fakta atau peristiwa yang diproduksi dan didistribusikan melalui internet.
Pemberitaan dalam media online merupakan generasi baru jurnalistik setelah jurnalistik konvensional (jurnalistik media cetak, seperti surat kabar) dan jurnalistik penyiaran (broadcast journalism radio dan televisi). Romli (2014, hlm. 12) mendefinisikan bahwa “Pemberitaan dalam media online merupakan sebagai proses penyampaian informasi melalui media internet, utamanya website atau situs. Karena merupakan perkembangan baru dalam dunia media, website pun dikenal juga dengan sebutan media baru (new media). Hal baru dalam new media antara lain informasi yang tersaji bisa diakses atau dibaca kapan saja dan di mana pun, di seluruh dunia, selama ada komputer dan perangkat lain yang memiliki koneksi internet.”
Sejarah media massa memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru tidak pernah menghilangkan teknologi yang lama, namun mensubstitusinya. Radio tidak menggantikan surat kabar, namun menjadi sebuah alternatif, menciptakan sebuah kerajaan dan khalayak baru. Demikian halnya dengan televisi, meskipun televisi melemahkan radio, tetapi tetap tidak dapat secara total mengeliminasinya. Maka, cukup adil juga untuk mengatakan bahwa jurnalisme online mungkin tidak akan bisa menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media lama. Melainkan, tampaknya menciptakan suatu cara yang unik untuk memproduksi berita dan mendapatkan konsumen berita. (Santana, 2005, hlm. 135). Jurnalisme online tidak akan menghapuskan jurnalisme tradisional, namun meningkatkan intensitasnya. Dengan menggabungkan fungsi-fungsi dari teknologi internet dengan media tradisional.
2.1.2 Karakteristik Berita Media Online
Berita online (Santana, 2005, hlm. 137). adalah tipe baru jurnalisme karena memiliki sejumlah fitur dan karakteristik yang berbeda dari jurnalisme tradisional. Fitur-fitur uniknya mengemukan dalam teknologinya, menawarkan kemungkinan-kemungkinan tidak terbatas dalam memproses dan meyebarkan berita, J.Pavlik dalam bukunya Journalism and New Media menyebut tipe baru jurnalisme ini sebagai “contextualized journalism”, karena mengintegrasikan tiga fitur komunikasi yang unik, yaitu kemampuan-kemampuan berdasarkan platform digital, kualitas-kualitas interaktif komunikasi online, dan fitur-fitur yang ditatanya (costumizeable features).
Santana melanjutkan (2005, hlm. 137) karakter jurnalisme online yang paling terasa meskipun belum tentu disadari adalah kemudahan bagi penerbit maupun masyarakat untuk membuat peralihan waktu penerbitan dan pengaksesan. Penerbit online bisa menerbitkan maupun mengakses artikel-artikel untuk dapat dilihat saat ini maupun nanti. Ini sebenarnya juga dapat dilakukan oleh jurnalisme konvensional, namun jurnalisme online dimungkinkan untuk melakukannya dengan lebih mudah dan cepat karena informasi yang disebarluaskan lebih cepat daripada jurnalisme konvensional.
1. Immediacy adalah kesegaran atau kecepatan penyampaian informasi.
2. Multiple pagination, bisa berupa ratusan page (halaman), terkait satu sama lain, juga bisa dibuka tersendiri,
3. Mulitmedia, menyajikan gabungan teks, gambar, audio, video, dan grafis sekaligus.
4. Flexibility Delivery Platform, wartawan bisa menulis berita kapan saja dan di mana saja, di atas tempat tidur sekalipun.
5. Archieving, terarsipkan, dapat dikelompokkan berdasarkan kategori (rubrik), atau kata kunci (keyword, tags) juga tersimpan lama yang dapat diakses kapan pun.
6. Relationship with reader, kontak atau interaksi dengan pembaca dapat langsung saat itu juga melalui kolom komentar dan lain-lain.
1. Audience Control: audiens atau pembaca dapat lebih leluasa dalam memilih berita yang mereka sukai.
2. Nonlienarity: taip berita yang disampaikan dapat berdiri sendiri atau tidak berurutan.
3. Storage and Retrieval: berita atau informasi tersimpan atau terarsipkan dan diakses kembali dengan mudah kapan saja.
4. Unlimited Space: memungkinkan jumlah berita jauh lebih lengkap ketimbang media lainnya.
5. Immediacy: kesegaran, cepat, dan langsung.
6. Multimedia Capability: bisa menyertakan teks, suara, gambar, video dan komponen lainnya di dalam berita.
7. Interactivity: memungkinkan adanya peningkatan partisipasi pembaca seperti penyediaan kolom komentar dan fasilitas share ke media sosial.
Terdapat lima perbedaan utama antara media massa online dan media massa tradisional yang sekaligus menjadi karakteristik media massa online menurut Santana (2005, hlm. 137) yaitu:
1. Kemampuan internet untuk mengkombinasikan sejumlah media.
3. Tidak seorangpun dapat mengendalikan perhatian khalayak.
4. Internet dapat membuat proses komunikasi berlangsung sinambung.
5. Interaktifitas web.
6. Kecepatannya secara keseluruhan, yang menarik sekaligus menakutkan.
Tak jauh berbeda, Romli (2014, hlm. 33) juga menjelaskan karakteristik sekaligus keunggulan media online dibandingkan media konvensional lainnya:
1. Multimedia, yaitu dapat memuat atau menyajikan berita dalam bentuk teks, audio, video, grafis, dan gambar secara bersamaan.
2. Aktualitas, yaitu info yang disajikan aktual atau terkini karena kemudahan dan kecepatan penyajiannya.
3. Cepat, yaitu saat itu diupload, langsung dapat diakses semua orang.
4. Update, yaitu update informasi dapat dilakukan cepat dari sisi konten maupun redaksional, tidak ada ralat seperti media cetak.
5. Fleksibilitas, yaitu pemuatan dan editing naskah kapan dan dimana saja.
6. Luas, yaitu menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet.
8. Hyperlinked, yaitu informasi yang tersaji terhubung dengan link yang berkaitan.
2.2 Media massa, Framming dan Audience
2.2.1 Pengertian Media Massa
Media merupakan saluran penyampaian pesan dalam komunikasi antarmanusia. Menurut Ye Lu and Yajie Chu dalam Mass media, new technology, and ideology: An analysis of political trends in China (2016:4) media massa adalah perpanjangan alat indra kita. Melalui media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Adapun fungsi media massa secara umum adalah:
2.2.1.1 Media massa memiliki fungsi pengantar (pembawa) bagi segenap macam pengetahuan.
2.2.1.2 Media massa menyelenggarakan kegiatan dalam lingkungan publik.
2.2.1.3 Pada dasarnya hubungan antara pengirim pesan dengan penerima pesanseimbang dan sama.
2.2.1.4 Media massa menjangkau lebih banyak orang dari pada institusi lainnya dan sejak dahulu “mengambil alih” peranan sekolah orang tua, agama dan lain – lain,
komunikan dengan menggunakan bantuan media. Definisi komunikasi massa yang lebih terperinci dijelaskan oleh George Gerbner dalam Human Communication Theory (1967:42) yang menyebutkan bahwa “komunikasi massa merupakan produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri”.
` Definisi tersebut dapat digambarkan bahwa komunikasi massa menghasilkan suatu produk berupa pesan-pesan komunikasi (berita). Produk tersebut disebarkan, didistribusikan kepada khalayak luas secara terus menerus dalam jarak waktu yang tetap, misalnya harian, mingguan, dwimingguan, atau bulanan. Proses memproduksi pesan tidak dapat dilakukan oleh perorangan, melainkan harus melalui lembaga, dan membutuhkan suatu teknologi tertentu, sehingga komunikasi massa akan banyak dilakukan oleh masyarakat industri
Terdapat lima unsur utama yang menjadi dasar berlangsungnya sebuah komunikasi massa. Seperti yang diungkapkan oleh Harold D. Lasswel yang merupakan seorang ahli politik di Amerika Serikat, kelima hal tersebut adalah Who (komunikator) yang merangsang pertanyaan mengenai pengendalian pesan, Says What (apa yang dikatakan/pesan) yang mana merupakan bahan untuk analisis isi, In Which Channel (saluran/media) merupakan saluran komunikasi yang dikaji dalam analisis media, To Whom (komunikan/audiens) merupakan unsur penerima yang dikaitkan dengan analisis khalayak, dan With What Effect (efek/hasil dari komunikasi) yang merupakan unsur pengaruh mengenai akibat yang ditimbulkan pesan komunikasi massa pada khalayk pembaca, pendengar, atau pemirsa.
menggunakan formula ini dengan tujuan untuk membedakan berbagai jenis penelitian komunikasi.
2.2 Konstruksi Realitas Sosial pada Media Massa
2.2.1 Pengertian Konstruksi Realitas Sosial
Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata sosialnya dimana individu berasal. Manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan dirinya melalui respon-respon terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Karena itu, paradigma definisi sosial lebih tertarik terhadap apa yang ada dalam pemikiran manusia tentang proses sosial. Dalam proses sosial, individu dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.
Secara sosial, realitas dipandang sebagai hasil ciptaan manusia yang dilakukan melalui proses konstruksi terhadap dunia sosial yang ada disekitar mereka. Oleh sebab itu, hasil konstruksi setiap individu akan berbeda karena setiap manusia memiliki sudut pandang yang berbeda dalam mendefinisikan sebuah realitas.
Simmel (dalam Bungin, 2004, hlm. 3) mengungkapkan bahwa “dunia sosial merupakan realitas dunia sosial itu berdiri sendiri di luar individu, yang menurut kesan kita bahwa realitas itu “ada” dalam diri sendiri dan hukum yang menguasainya.”
itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya. Untuk itu, setiap manusia memiliki cara yang berbeda dalam mengonstruksi realitas sosial yang ada di sekitar mereka, termasuk wartawan.(Bungin, 2004, hlm.3).
2.2.2 Konstruksi realitas sosial di media massa
Pada dasarnya, media adalah mengkonstruksikan realitas. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna (Konstruksi realitas media massa pada dasarnya memang melibatkan indivdu sebagai subjeknya, akan tetapi individu tersebut tidak akan memberi konstribusi besar terhadap proses konstruksi tanpa melalui media massa),contohnya aktor atau subjek individu dalam proses pengkonstruksian sebuah peristiwa di media massa adalah wartawan dan pihak redaksi media tersebut. Wartawan tersebut tidak memiliki kekuatan konstruksi besar dalam mata khalayak, tetapi gagasan- gagasannya tersebar di media massa. Burhan Bungin (2008, hlm: 129) mengatakan dalam konteks konstruksi iklannya, bahwa konstruksi iklan atas realitas sosial itu terjadi karena iklan televisi adalah bagian dari media televisi dan menjadi salah satu sumber otoritas individu.
Hall (dalam Tamburaka 2012, hlm. 85) berpendapat bahwa “berkenaan dengan eksistensi media massa, saat ini media tidak lagi mereproduksi realitas atau tidak lagi menjadi wadah penyalur informasi, tetapi justru menentukan realitas atau melakukan pembingkaian melalui pemakaian kata-kata tertentu yang dipilih”.
Luckmann (dalam Tamburaka, 2012, hlm. 75) menggambarkan “proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif”.
Dasar yang paling utama dalam konstruksi realitas adalah bagaimana cara seseorang dapat memahami dan memaknai suatu kejadian. Goffman mengungkapkan bahwa “pengalaman seseorang terhadap realitas bergantung pada kemampuannya memaknai situasi dan orang-orang dalam kehidupan sehari-hari tanpa perlu sungguh-sungguh berupaya”.
Dari konten kontruksi sosial media massa, Tamburaka (2012, hlm. 79-82) menjabarkan proses kelahiran kontruksi sosial media massa melalui tahapan sebagai berikut:
Pertama, tahap menyiapkan materi konstruksi. Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi media massa. Tugas itu didistribusikan pada desk editor yang ada di setiap media massa. Terdapat tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial yaitu keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu kepada masyarakat, dan keberpihakan kepada kepentingan umum.
konsumen media tidak memiliki pilihan lain kecuali mengonsumsi informasi tersebut.
Ketiga, tahap pembentukan kosntruksi. Dalam tahap ini, terdapat 3 poin utama yang menjadi langkah pembentukan konstruksi yang ada di masyarakat, yaitu: Pertama, pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang diberitakan di media massa sebagai sebuah realitas kebenaran. Dengan kata lain, informasi media massa sebagai otoritas sikap untuk membenarkan suatu kejadian. Kedua adalah kesediaan dikonstruksi oleh media massa, bahwa pilihan seseorang untuk menjadi pembaca dan pemirsa media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia dikonstruksi. Ketiga adalah menjadikan media massa sebagai pilihan konsumtif yang mana sesorang memiliki sifat ketergantungan kepada media massa. Hal ini disebabkan karena media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tidak bias dilepaskan. Selain itu, pada bagian ini terdapat tahapan pembentukan konstruksi citra. Dimana bangunan konstruksi citra dibangun oleh media massa terbentuk dalam dua model yaitu model good news dan bad news.
Selanjutnya tahap terakhir yaitu tahap konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun masyarakat memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentuk konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap alasan-alasan konstruksi sosial.
Sobur (2012, hlm. 166) memaparkan bahwa pada dasarnya, pekerjaan media massa adalah mengkonstruksikan realitas. Isi media adalah hasil para pekerja mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya, salah satunya realitas politik. Pada umumnya, terdapat tiga tindakan yang biasa dilakukan pekerja media massa , khususnya oleh para komunkator massa saat melakukan kontruksi realitas politik yang berujung pada pembentukan makna atau citra mengenai kekuatan politik.
2.2.3 Kontruksi Realitas Sosial dalam Pengemasan Berita
sekalipun media massa hanya bersifat melaporkan, namun telah menjadi sifat dari pembicaraan politik untuk selalu memperhitungkan symbol politik. dalam komunikasi politik, para komunikator bertukar citra atau makna melalui lambang. Mereka saling menginterpretasikan pesan politik yang diterimanya. Dalam konteks ini, sekalipun melakukan pengutipan langsung atau menjadikan komunikator politik sebagai sumber berita, media massa tetap terlibat langsung atau tidak langsung dengan pilihan symbol yang digunakan sumber tersebut.
Kedua, dalam melakukan pembingkaian peristiwa politik. minimal oleh sebab adanya tuntutan teknis: keterbatasan kolom dan halaman (pada media cetak) atau waktu (pada media elektronik), jarang ada media yang membuat berita sebuah peristiwa secara untuh, mulai dari menit pertama kejadian hingga menit akhir. Atas nama kaidah jurnalistik, peristiwa yang panjang, lebar, dan rumit ini disederhanakan melalui pembingkaian fakta-fakta dalam bentuk berita sehingga layak terbit atau tayang. Untuk kepentingan pemberitaan ini, komunikator massa seringkali hanya menyoroti hal-hal penting dari sebuah peristiwa politik. Dari segi ini dapat dilihat ke arah mana pembentukan sebuah berita.
Ketiga, menyediakan ruang dan waktu untuk sebuah peristiwa politik. Saat media massa memberikan tempat pada sebuah peristiwa politik maka peristiwa tersebut akan memperoleh perhatian dari masyarakat. semakin besar tempat yang diberikan, semakin besar pula perhatian yang diberikan oleh masyarakat. semakin besar tempat, semakin besar pula perhatian yang diberikan khalayak.
2.3 Model Alur Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Konstruksi Realitas Sosial
Liputan6.com Republika.co.id
Teori Analisis Framing Pan dan Kosicki
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Desain penelitian merupakan salah satu prosedur yang harus dilakukan untuk memperoleh data terkait penelitian yang dilakukan. Adapun pendekatan penelitian ini akan menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan “metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Bogdan and Biklen (2012:9) memaparkan beberapa karakteristik dari penelitian kualitatif sebagai berikut:
Dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrument kunci.
1. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.
2. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada produk atau outcome
3. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif
4. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati)
3.2 Metode Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis framing dari Pan dan Kosicki sebagai analisi data. Analisis framing merupakan salah satu bentuk analisis teks media yang bertujuan untuk melihat bagaimana media mengemas dan membingkai berita.
Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam kategori penelitian konstruksionis. Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa dipahami dengan bentukan tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknis jurnalistik, tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan
Keempat, struktur retoris. Retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu kedalam berita. Struktur ini melihat bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik, dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.
Metode analisis framing yang dapat dilihat adalah bagaimana cara media memaknai, memahami dan membingkai kasus/peristiwa yang diberitakan. Metode semacam ini tentu saja berusaha mengerti dan menafsirkan makna dari suatu teks dengan jalan menguraikan bagaimana media membingkai isu. Peristiwa yang sama bisa jadi dibingkai berbeda oleh media. Ada beberapa model framing yang digunakan dalam menganalisis teks media. Salah satunya model Pan dan Kosicki yang merupakan modifikasi dari dimensi operasional analisis wacana Van Dijk. Model framing ini adalah salah satu model yang paling populer dan banyak dipakai. Bagi Pan dan Kosicki, analisis framing ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam menganalisa teks media.
Tabel 3.1 Model Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Struktur Perangkat
1. Skema berita Headline,Lead,Latar Informasi,Kutipan
SKRIP :
November 2016. Sedangkan Objek dari penelitian mengenai kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok.
Pada penelitian kualitatif, konsep subjek penelitian/unit analisis berhubungan dengan apa atau siapa yang diteliti. Sedangkan darimana data diperoleh disebut sebagai unit observasi atau unit pengamatan. Penentuan sumber data pada penelitian kualitatif dilakukan secara purposive, yaitu ditentukan dengan menyesuaikan pada tujuan penelitian dan tujuan tertentu.
Hikmat (2011, hlm. 64) mengemukakan bahwa “purposive sampling (pengambilan sampel berdasarkan tujuan) merupakan pengambilan sampel berdasarkan kapasitas dan kapabelitas atau yang benar-benar kompeten di bidangnya di antara anggota populasi. Yaitu ditunjukan kepada tujauan penelitian peneliti”. Pada penelitian kualitatif, sampling tidak digunakan untuk melihat perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi, tetapi untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. (Moleong, 2010, hlm. 224).
ditetapkan sebagai tersangka gencar diberitakan oleh republika.co.id dan Liputan6.com.
Berdasarkan pembatasan tersebut, maka berita-berita yang diambil sebagai sampel penelitian darirepublika,com adalah sebagai berikut:
Tanggal Publikasi Judul
Senin, 07 November 2016 Umat Islam Dibuat Sakit Hati Lihat Ahok Tertawa Bersama Timses
Selasa, 08 November 2016 Pemuda Muhammadiyah akan Perkuat Bukti Terkait Kasus Ahok
Rabu, 09 November 2016 MUI: Pendapat dan Sikap Keagamaan Soal Ahok Lebih Tinggi dari Fatwa
Kamis, 10 November 2016 Kabareskrim: Ahok Tersangka Kasus Penistaan Agama
Jumat, 11 November 2016 MUI: Ada Indikasi Mengaburkan Substansi Kasus Ahok
Sabtu, 12 November 2016 Fahri Sebut Adil Saja tak Cukup untuk Menyelesaikan Kasus Ahok
Minggu, 13 November 2016 'Ahok Membangunkan Harimau Tertidur'
Senin , 14 November 2016 Warga Tolak Kampanye Ahok, Sosiolog: Mulutmu Harimaumu
Selasa , 15 November 2016 Tim Advokasi MUI: Ahok Penuhi Unsur Pidana
Tabel. 3.3
Tanggal Publikasi Judul
Senin, 07 November 2016 Polisi Kembali Periksa Ahok Senin 7 November
Selasa, 08 November 2016 Syafii Maarif: Ahok Tidak Mengatakan Al Maidah Itu Bohong
Rabu, 09 November 2016
Kamis, 10 November 2016 Top 3: 6 Rekomendasi Wantim MUI Soal Kasus Ahok
Sabtu, 12 November 2016 Megawati Tegaskan Tak Ada Kata Mundur untuk Ahok
Selasa , 15 November 2016 Begini Suasana Gelar Perkara Ahok di Mabes Polri
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2012, hlm 62) mengungkapkan bahwa “teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan”.
Satori dan Komariah (2014, hlm. 103) mengungkapkan “dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui setting dari berbagai sumber, dan berbagai cara. Dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan dengan menngunakan sumber primer dan sumber sekunder”.
Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data yang diambil berdasarkan data primer dan sekunder. Data-data tersebut digunakan untuk mendukung dan memperkuat hasil penelitian ini. Adapun data-data tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Sugiyono (2012, hlm. 62) “sumber data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data”. Oleh karena itu dalam penelitian ini adalah data-data pemberitaan berita Kasus Penistaan Agama oleh Ahok pada Edisi 07 Novermber 2016 – 16 November 2016 pada media online republika,comdan liputan6.com.
3.4.1.1 Dokumentasi
Teknik dokumentasi yang dilakukan adalah mengumpulkan berita pada media online republika.co.id dan Liputan6.com yang berkaitan dengan Berita Kasus Penistaan Agama oleh Ahok pada Edisi 07 Novermber 2016 – 16 November 2016. Serta mengumpulkan tambahan data melalui sember-sumbernya yang berada diperpustakaan seperti, buku-buku, surat kabar dan bahan kepustakaan lainnya. (Kartono, 2005, hlm. 7). Dokumentasi dilakukan agar peneliti memiliki tambahan informasi mengenai pemberitaan tersebut.
3.4.2 Pengumpulan data Sekunder
Sugiyono (2012, hlm.62) mengemukakan bahwa “sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau melalui dokumen”. Dalam penelitian ini beberapa sumber data sekunder yang digunakan untuk membantu perolehan data adalah sebagai berikut:
3.4.2.1 Wawancara
mengadakan tanya jawab kepada pakar ahli Komunikasi Politik di Jawa Barat dan Wakil Pemimpin Redaksi Pikiran Rakyat.
3.4.2.2 Studi Pustaka
Studi pustaka digunakan peneliti untuk menghimpun atau mengumpulkan data mengenai pemberitaan kasus penistaan Agama oleh Ahok pada media online republika.co.id dan Liputan6.com. Dengan mencari buku mengenai analisis framing dan teori-teori lainnya yang bersangkutan dengan penelitian.
3.4.2.3 Observasi data Onlini
Observasi yang dimaksud pada penelitian ini adalah pengamatan langsung pada pengemasan berita kasus penistaan Agama oleh Ahok pada media online republika.co.id dan Liputan6.com. Pengamatan ini terhintung dari edisi 07 November 2016 – 16 November 2016. Observasi adalah (Winarno Surakhmad, 1990, hlm. 162), : “Teknik pengumpulan data yang diambil dari perilaku subyek penelitian dan berkaitan dengan masalah yang akan diteliti” sehingga kita menyadari apa yang di inginkan objek kepada subjek atas pemeberitaan tersebut.
3.5 Instrumen Penulitian
bisa pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan materi terhadap bidang yang diteliti.
Peneliti kualitatif sebagai human instrumen berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya .
Karakteristik asumsi penelitian kualitatif (Creswell, 2014: 254):
a. Kualitatif riset terjadi dalam pengaturan alami, di dalam perilaku manusia dan peristiwa yang terjadi.
b. Riset kualitatif didasarkan pada asumsi yang sangat berbeda dari kuantitatif desain teori atau hipotesisbukan prioritas utama.
c. Peneliti adalah alat utama dalam pengumpulan data
d. Data yang muncul dari sebuah penelitian kualitatif deskriptif. Itu adalah data yang dilaporkan
e. Fokus penelitian kualitatif adalah persepsi dan pengalaman informan, dan cara mereka dalam menjalani kehidupan atau prilaku.
f. Penelitian kualitatif berfokus pada proses yang terjadi serta produk atauhasil. Para peneliti tertarik dalam memahami bagaimana hal-hal terjadi
g. Perhatian pada objek yang diteliti diperhatikan secara khusus; dandata ditafsirkan dalam hal khusus tentang suatu kasus.
sumber data manusia karena subyeknya nyata dan bahwa peneliti berusaha untuk merekonstruksi ulang.
i. Ini penelitian tradisional bergantung pada penggunaan pengetahuan (intuitif dan pengetahuan) karena beberapa realitas fakta dapat sangat dihargai dalam cara ini.
j. Objektivitas dan kejujuran sangat penting untuk penelitian kualitatif. Namun, kriteriauntuk menilai sebuah penelitian kualitatif berbeda dari penelitian kuantitatif. Pertama-tama, peneliti harus berusaha percaya, berdasarkan koherensi, wawasan dan instrumental utilitas dan kepercayaan melalui proses verifikasi bukan melalui tradisional.
3.6 Teknis Analisis Data
Pemeriksaan keabsahan data dapat dilakukan dengan banyak keabsahan data kualitatif, akan tetapi peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah sebuah konsep yang berasal disiplin dalam bidang geografi berkaitan dengan kelangsungan survey.Dalam penelitian ilmu sosial, konsep triangulasi digunakan secara metaforis, memiliki berbagai arti dan melibatkan banyak prosedur yang sesuai. Pada dasarnya, triangulasi dalam penelitian ilmu sosial mengacu pada proses dimana seorang peneliti ingin memverifikasi temuan dengan menunjukkan bahwa langkah-langkah independen itu setuju atau bertentangan. Miles dan Huberman (dalam Meijer, dkk. 2002: 145-146).
1. Triangulasi dengan sumber data, keabsahan data dengan mengacu pada sumber merupakan pengecekan derajat data yang diperoleh berdasarkan fakta dan lapangan/objek penelitian. Dalam data ini penulis melakukan triangulasi sumber yakin kepada hasil wawancara, hasil observasi dan dsiplin ilmu yang berkaitan.
2. Triangulasi dengan metode, keabsahan data dengan mengacu pada metode merupakan pengecekan derajat kepercayaan hasil penelitian dengan pengecekan dari beberapa sumber data dengan metode yang sama yaitu wawancara mendalam. Hal ini dilakukan peneliti dengan sumber informan tidak satu orang.
3. Triangulasi oleh peneliti, keabsahan data dengan mengacu pada teori merupakan pengecekan derajat peneliti sebanding dengan Interrater kehandalan dalam kuantitatif metode.
4. Triangulasi dengan teori, keabsahan data dengan mengacu pada teori merupakan pengecekan derajat menggunakan teori yang berbeda, misalnya, untuk menjelaskan hasil.
5. Triangulasi menurut jenis data, keabsahan data dengan mengacu pada jenis data merupakan pengecekan derajat, misalnya, menggabungkan data kuantitatif dan kualitatif.
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Bandung. Peneliti melakukan pengumpulan data melalui observasi terhadap pemberitaan kasus penistaan Agama oleh Ahok pada media online republika.co.id dan Liputan6.com terhintung dari edisi 07 November 2016 – 16 November 2016.
3.8.2 Waktu Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bungin, Burhan (ed). (2004). Metode Penelitian Kualiatatif : Aktualisasi Metodologis Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers. Creswell, John W. (2007). Qualitative Inquiry and Research Design Choosing
Among Five Approaches. USA: Sage Publications, Inc.
Creswell, John W. (2014). Research Design. Qualitative, Quantitative, andMixed Methods Approaches.SAGE Publications.
Creswell, J. W., & Miller, D. L. (2000).Determining Validity in Qualitative Inquiry.Theory Into Practice, 39(3), 124–130.
Creswell, J. W., & Miller, D. L. (2000).Determining Validity in Qualitativ Inquiry.Theory Into Practice, 39(3), 124–130
Daymon, Christine & Holloway, Immy.(2011). Qualitative Research Methods in Public Relations and Marketing Communications Second Edition. London: Routledge.
Dominick, Joseph R. (1999). Who Do You Think You Are? Personal Home Page and Self Presentation on the World Wide Web. Journalism and Mass Communication Quarterly winter (1999): 646-658.
Eriyanto. (2002) Analisis Framing Kontruksi Indeologi dan Politik Media. Yogyakarta : LKiS.
(3rd ed). USA: SAGE Publications, Inc
Marren, Van. (1990). Five Qualitative Approaches to Inquiry.dalam Creswell, John
W. (2007). Qualitative Inquiry and Research Design Choosing Among Five Approaches. USA: Sage Publications, Inc.
Gerbne, George. (1967). Human Communication Theory . New York
Kovach, Bill dan Tom Resentiel. (2006). Sembilan Elemen Jurnalistik..Jakarta: Pantau
Adrianto, Elvinaro. dkk. (2009). Komunikasi Massa : Suatu Pengantar Edisi Revisi.
Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Meijier, Paulien C. Verloop, Nico. Beijaard, Douwe. 2002. Multi-Method
Triangulation in a Qualitative Study on Teachers Partical Knowledge: An Attempt to Increase Internal Validity. Quality & Quantity 36: 145-167 Kluwer Academic Publishers. Printed in the NetherlandsMulyana, Deddy. (2010). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT.
Mulyana, Deddy. (2010). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Romli, Asep Syamsul M. (2014).Jurnalistik Online: Panduan Mengelola Media Online. Bandung: Nuansa Cendikia
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Santana, K. Setiawan. (2005). Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Tamburuka, Apriadi. (2012) Agenda Setting Media Massa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Meijier, Paulien C. Verloop, Nico. Beijaard, Douwe. 2002. Multi-Method
Jurnal
Budarik, John. (2008). Framing ideology in the niche mediaThe Koori Mail’s construction of the Redfern riots. SAGE Publications
Bowen, Sarah.(2015). A Framing Analysis of Media Coverage of the Rodney King Incident and Ferguson, Missouri, Conflicts
Clobert, Megali. (2014). East Asian Religious Tolerance—A Myth or a Reality? Empirical Investigations of Religious Prejudice in East Asian Societies. 2014. SAGE Publications
Paul,Virginia. (2013). Role Of Mass Media In Social Awreness.
Gitlin, Todd (1980) The Whole World is Watching: Mass Media in the Making and Unmaking of the New Left. Berkeley: University of California Press. SAGE Publications.
M Kuehn ,Kathleen. (2017). Framing mass surveillance: Analyzing New Zealand’s
media coverage of the early Snowden files
Goffman, Erving (1974) Frame Analysis: An Essay on the Organisation of Experience. New York: Harper and Row.
Meye, Hans K. r (2010) The Journalist Behind the News: Credibility of Straight, Collaborative, Opinionated, and Blogged “News” SAGE Publications. Miles, Matthew B, et al. (2014). Qualitative Data Analysis: A MethodSourcebook
(3rd ed). USA: SAGE Publications, Inc
Meijier, Paulien C. Verloop, Nico. Beijaard, Douwe. (2002). Multi-Method Triangulation in a Qualitative Study on Teachers Partical Knowledge: An Attempt to Increase Internal Validity. Quality & Quantity 36: 145-167 Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands.
Oliver, Pamela and Hank Johnston (2000) ‘What a Good Idea: Ideologies and Frames in Social Movement Research’, Mobilization 5(1): 37–54.
Pan , Hondang (1993). Framing Analysis: An Approach to News Discourse . SAGE
Lu, Ye. (2016). Mass media, new technology, and ideology: An analysis of political
trends in China
Scheufele, Dietram. (1999). Framming as The Theoru of Media Effects.
Meyer,Hans K. (2010). The Journalist Behind the News: Credibility of Straight, Collaborative, Opinionated, and Blogged “News”
Altheidet,David L. (2007). The mass media and terrorism. Arizona University.
Sumber Internet
DPR RI (1999). Undang – Undang Tentang Pres No 40 Tahun 1999. Diakses dari : https://www.komisiinformasi.go.id/regulasi/download/id/140. DPR RI (2008). Undang – Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
No. 11 Tahun 2008. Diakses dari:
http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2008_11.pdf