• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Arsitektur Hijau Arsitektur Ram

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Fenomena Arsitektur Hijau Arsitektur Ram"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Fenomena Arsitektur Hijau, Arsitektur Ramah Lingkungan

dan Arsitektur Berkelanjutan

Antariksa

Dalam arsitektur hijau, filosofi desain struktur dan bangunan mempunyai tujuan untuk menggunakan seminimal mungkin bahan-bahan non-renewable dan/atau bahan-bahan yang dapat mencemari yang digunakan dalam konstruksi. Berarti arsitek yang melakukan pekerjaan mendesain bangunan, seharusnya sudah memahami dan mengerti bahwa tahapan dari proses perencanaan dan desain bangunannya mengikuti pemikiran tersebut. Kalau saat ini banyak digembar-gemborkan mengenai apa itu ‘arsitektur hijau’, ‘arsitektur berkelanjutan’, dan juga ‘arsitektur ramah lingkungan’, sudah seharusnya menjadi bagian

yang perlu dipikiran oleh para arsitek saat ini. Dewas ini, arsitektur hijau/berkelanjutan adalah interpretasi dari berbagai macam ragam. Definisi yang paling umum adalah bahwa itu melibatkan adanya reduksi dari keseluruhan pengaruh dan proses dari desain melalui konstruksi serta operasional bangunan pada penggunakan kembali dari struktur dan elemen-elemennya. Hal itu mengambil beberapa dasar di antaranya: - efisiensi penggunaan site, ruang, bahan-bahan dan energi; - mereduksi pencemaran baik internal maupun eksternal, pemborosan, dan kesehatan lingkungan; dan – memperbaiki produktifitas pekerja, dan perlindungan kesehatan seluruh penghuni.

Oleh karena itu, ‘arsitektur berkelanjutan’ adalah arsitektur yang didesain dengan keramahan lingkungan. Kemudian tujuan dari ‘berkelanjutan’ atau ‘arsitektur hijau’ adalah

untuk menciptakan struktur yang indah dan fungsional, akan tetapi juga memberikan kontribusi untuk keberlanjutan budaya dan kehidupan. Perhatian di dalam arsitektur keberlanjutan tumbuh secara radikal di awal abad ke-21, hal ini terjadi akibat dari respon perkembangan lingkungan, tetapi pada kenyataannya masyarakat telah membangun

keberlanjutan selama ribuan tahun. Di sini ‘hijau’ atau ‘berkelanjutan’ berhubungan dengan

(2)

bangunannya yang katanya ‘environmental friendly’, namun kenyataanya masih banyak yang belum sadar akan hal itu. Mereka tetap melakukan rancangannya baik dengan spirit teknologi maupun mengkopi masa lalu yang dikombinasikan dengan industrialisasi. Sebenarnya pemikiran ke depan adalah bagaimana arsitek sebagai manusia tidak akan membiarkan sebuah bangunan yang secara estetika buruk meskipun bangunan itu dibalut dengan nama

arsitektur ‘hemat energi’ atau arsitektur ‘ramah lingkungan’. Radikalisme arsitektur mulai

berkembang dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian alam dijadikan tempat sebagai pelampiasan inspirasi untuk merepresentasikan model karya arsitekturnya, yang dikatakan arsitektur yang tanggap terhadap kondisi alam dan bumi saat ini. Apakah arsitektur yang berkelanjutan itu merupakan spirit atau style dapat terintegrasi dalam sutuasi dan kondisi lingkungan sekitarnya. Apakah arsitektur ‘hijau’ itu bagian dari perilaku manusia untuk melawan dan mengurangi kerusakan lingkungan. “Hijau merupakan istilah yang

menjadi konsep sustainable development atau pembangunan berkelanjutan sebagaimana yang diterapkan pada bangunan industri. Arsitektur ‘hijau’ ialah arsitektur yang

memepertimbangkan konsep pembangunan berkelanjutan (Saraswati 2011:4). Jawaban itu harus dimulai sejak awal rancangan bangunan itu, kemudian proses pembangunannya dan terakhir sesudah bangunan itu berdiri. Sebenarnya pengertian bangunan ‘hijau’ dalam

konteks arsitektur bangunan gedung tidak terlepas denga pengertian arsitektur bioklimatik, arsitektur ramah lingkungan maupun arsitektur hemat energi (Saraswati 2011:11). Arsitektur hijau atau desain hijau adalah sebuah pendekatan pada bangunan yang meminimalkan efek kerusakan terkait dengan kesehatan manusia dan lingkungannya. Arsitek hijau atau perancang berusaha untuk melindungi udara, air dan tanah dengan memilih material bangunan ramah lingkungan dan praktek konstruksi. Bangunan hijau menggunakan konstruksi nyata dan material yang bertanggung-jawab pada lingkungan, dan efisiensi bahan dan fase desain melalui perawatan dan idealnya untuk merenovasi maupun dekonstruksi.

Kecenderungan saat ini banyak yang menoleh pada arsitektur vernakular dan tradisional dalam melihat sebagai latar belakang keilmuan, dan dijadikan dasar rancangan bangunan-bangunan di Indonesia. Bentuk-bentuk arsitekturnya menyatu dengan alam lingkungan sekitarnya, dengan elemen-elemen ekologisnya menjadikan salah satu inspirasi yang dapat diterapkan untuk bangunan arsitektur di Indonesia. Mereka kaya dengan tawaran tradisi bahan dan teknologi serta menawarkan berbagai macam solusi permasalahan iklim tropis, dan yang paling utama adalah iklim panas lembabnya. Namun sebagian besar teknologi yang berkembang saat ini dalam industri arsitektur belum tentu cocok untuk kondisi geografis-budaya di tempat kita. Iklim tentu saja sangat berpengaruh terhadap bahan bangunan, kemudian perilaku dan tatanan budaya juga akan memberikan dampak besar terhadap hasil karya arstektur tersebut. Untuk itu pendidikan arsitektur sangat berperan besar untuk mengontrol pemahaman teknik bahan dan bangunan berdasar lingkungan tradisi budaya kita yang bersahabat dengan alam lingkungannya. Sebagai kenyataan bangunan modern yang dirancang berdasar prinsip arsitektur berkelanjutan atau arsitektur hijau tentunya dilakukan dengan memasukkan unsur-unsur elemen yang berkaitan dengan

penghawaan. Bangunan ‘hijau’ (green building) ialah bangunan yang berkinerja tinggi (high-performance building) yang dirancang agar responsive terhadap lingkungan, secara ekonomi cukup profit, dan sebagai tempat yang sehat untuk ditempati dan untuk bekerja (envoronmentaly responsible, economically profitable, and healthy places to live and work).

Konsep ‘hijau’ tidak sekedar sebagai trend masa kini, namun harus diperlakukan sebagai

(3)

Bagaimana Bangunan Menjadi Hijau

Lebih dari lima tahun terakhir beberapa penekanan telah diletakkan untuk menuju hijau. Di dalam mendorong individu untuk mengubah kebiasaan agar mereka lebih ramah lingkungan. Disana juga telah dilakukan tekanan besar agar mereka dapat membuat bangunan lebih hijau. Dikatakan pula bahwa arsitektur hijau adalah tidak lebih dari percampuran cat warna kuning dan biru untuk merapikan ruang luar dari rumah mereka. Arsitektur hijau adalah integrasi dari teknologi, dalam teknik konstruksi dengan berpikir sehat ketika memulai merancang sebuah bangunan. Hal ini untuk memperkecil dampak lingkungan dari struktur serta untuk mereka yang tinggal atau bekerja di dalamnya. Bangunan hijau juga dikenal

sebagai ‘konstruksi hijau’ atau ‘bangunan berkelanjutan’ berhubungan dengan sebuah struktur dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Efisiensi bahan melalui siklus usia bangunan dimulai dari awal ke desain, konstruksi, operasional, perawatan, renovasi, dan demolisi. Praktik ini diperluas dan komplemen desain bangunan klasik terdiri dari ekonomi, utiliti, daya tahan, dan kenyamanan.

Arsitektur ramah lingkungan adalah menjadi lebih popular hampir disemua Negara. Bentuk dari bangunan yang keberlanjutan mengambil ke dalam sebuah pandangan luas dari dunia dan akibat dari hal-hal yang telah ada di dalamnya. Arsitektur ramah lingkungan bertujuan untuk mengendalikan keseimbangan lingkungan pada bangunan dan area yang mengelilinginya. Arsitektur ramah lingkungan adalah kerapkali menyerah pada sebagian bangunan berkelanjutan atau desain hijau. Struktur hijau dengan struktur paling tidak-kecil, ruang keluarga yang movabel yang menggunakan bahan yang dapat diperbaharui. Dengan demikian arsitektur ramah lingkungan dapat dikembangkan untuk membantu lingkungan melalui desain mereka dan memproduksi mereka menggunakannya di dalam rumah dan pada ruang publik.

Dalam pengertian umum, arsitektur berkelanjutan dapat menjelaskan ke lingkungan mengenai kesadaran teknik desain dalam bidang arsitektur. Keberlanjutan adalah kerangka dengandiskusi yang luas dari ‘keberlanjutan’ dan menekankan issue ekonomi dan politik dari

(4)

menguntungkan aliran itu tidak pada arah yang benar untuk mengembangkan ke masa depan.

Ada beberapa prinsip dari ‘arsitektur berkelanjutan’ yang diungkapkan oleh Kelly Hart.

Daftar dari tiga belas prinsip dari arsitektur berkelanjutan yang dapat menunjukkan anda di dalam memilih rumah. Prinsip dari arsitektur berkelanjutan tersebut adalah: small is beautiful, heat with the sun, keep your cool, let nature cool your food,be energy efficient, conserve water, use local material, use natural material, save the forests, recycle material, build to cast, grow your food, dan share facilities.

Belajar dari Lokalitas Arsitektur Tradisional

Pelajaran dari arsitektur tradisional dan vernakular yang terdapat di nusantara ini sebenarnya telah banyak memberikan jawaban yang dapat digunakan dan diterapkan dalam mendesain bangunan saat ini. Kedewasaan lokalitas arsitektur tersebut dengan segala macam bentuk fisiknya telah banyak memberikan contoh, dan tentu saja hal itu merupakan salah satu yang dapat dikontribusikan sebagai bagian dari perjalanan berarsitektur di Indonesia. Salah satu bentuk penerapan nilai lokalitas adalah adaptasi tempat tinggal terhadap iklim. Menurut Skolimowski (2004:123-124) arsitektur mengikhtisarkan kebudayaan di mana ia merupakan bagian. Di dalam suatu kebudayaan yang maju, arsitektur ikut serta di dalam kemegahan. Kemudian ia mengungkapkan bukan hanya kekokohan dan komoditi tetapi juga kegembiraan. Ketika sebuah kebudayaan sedang runtuh dan tak mampu mempertahankan corak khasnya, arsitektur mendapat bagian yang banyak dipersalahkan karena kekurangan-kekurangannya terlihat sangat mencolok dan dialami semua orang. Kita lihat konstruksi rumah tradisional Suku Tengger Desa Wonokitri mempunyai kemampuan dalam beradaptasi terhadap iklim setempat. Karena adanya faktor adaptasi terhadap iklim tersebut mengakibatkan adanya beberapa perubahan dan perkembangan dalam penggunaan bahan dan material bangunan pada rumah tradisional masyarakat Suku Tengger di Desa Wonokitri dari waktu ke waktu (Ayuninggar et al. 2011). Rumah-rumah yang terdapat di Desa Kemiren Banyuwangi sebagian besar merupakan rumah yang usianya sudah tua, prosentase paling besar menunjukkan bahwa rumah yang ditinggali memiliki usia lebih dari 50 tahun. Dilihat dari konstruksi rumah asli di Desa Kemiren, hanya tersusun dari tembok berupa kayu dan gedeg, namun mempunyai kekuatan yang melebihi rumah dari dinding bata. Meskipun konstruksinya hanya terbuat dari kayu, rumah asli bisa tahan dari serangan binatang pengerat karena dinding kayu atau gedeg tidak menempel dengan tanah. Antara tanah dan dinding terdapat jarak antara 5-10 cm. Hal ini merupakan salah satu faktor ketahanan rumah Using hingga berpuluh-puluh tahun (Muktining Nur et al. 2009). Di Propinsi nanggroe Aceh Darussalam, jejak-jejak kearifan para arsitek jaman dahulu masih dapat ditemukan. Seperti rumah-rumah tradisional lain di Asia Tenggara, rumoh (rumah) Aceh berupa rumah panggung, yang dirancang sesuai dengan kondisi iklim, arah angin dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Tidak sekedar sebagai hunian, rumoh Aceh juga menyiratkan budaya dan tata cara hidup orang Aceh yang kaya makna (Burhan 2008).

(5)

menjadi bagain dari apa yang sekarang banyak dibicarakan dan menjadi bagian dalam pembelajaran berarsitektur, yaitu arsitektur keberlanjutan. Alam tropis nusantara memberikan karunia besar bagi masyarakat dan arsitektur huniannya. Keragaman dengan kecirian tradisi budaya yang tinggi telah membentuk fisik alam lingkungannya berdasar letak geografisnya. Hal ini dapat terlihat dari bentuk dan teknologi masing-masing bangunannya. Alam nusantara telah memberikan keindahan dalam berkehidupan, tradisi dan budaya menciptakan teknoligi dan struktur ruang yang menakjubkan, sehingga dengan mempelajari hasil budaya masyarakat masa lalu, kemudian mengambil nilai keilmuannya akan menjadi kebangkitan baru dalam berarsitektur di nusantara Indonesia.

Sumber Pustaka

Ayuninggar, D.P., Antariksa & Wardhani, D.K. 2011. Kearifan Lokal Masyarakat Suku Tengger dalam Pemanfaatan Ruang dan Upaya Pemeliharan Lingkungan (Studi Kasus Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan). International Conference in Environmental Talk: Toward A Better Green Living. Faculty of Civil Engineering and Planning Mercubuana University, Jakarta 9 March.

Burhan, I.M., Antariksa & Meidiana, C. 2008. Pola Tata Ruang Permukiman Tradisional Gampong Lubuk Sukon, Kabupaten Aceh Besar. arsitektur e-journal. 1 (3): 172-189. http://antariksae-journal.blogspot.com. (Diakses 15 Mei 2011)

Ernawi, I.S. 2009. Kearifan Lokal Dalam Perspektif Ruang. “Kearifan Lokal dalam

Perencanaan dan Perancangan Kota; Untuk Mewujudkan Arsitektur Kota yang Berkelanjutan. Group Konservasi Arsitektur & Kota: Malang.

Muktining Nur, T. K. H., Antariksa & Sari, N. 2009. Pelestarian Pola Permukiman Masyarakat Using di Desa Kemiren Kabupaten Banyuwangi. arsitekture-journal. 2 (3):191-207. http://antariksae-journal.blogspot.com. (Diakses 2 April 2011).

Saraswati, T. 2011. Tantangan Menuju Arsitektur yang Lebih Tanggap Kondisi Bumi dan Lingkungan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta. Yogyakarta 12 Maret.

Skolimowski, H. 2004. Filsafat Lingkungan. Jogjakarta: Bentang Budaya. Wines, J. 2008. Green Architecture. Koln, Germany: Taschen Gmbh.

Referensi

Dokumen terkait

Metode Monte Carlo pada dasarnya digunakan sebagai prosedur numerik untuk menaksir nilai ekspektasi dari suatu peubah acak sehingga metoda ini dapat digunakan untuk

Hal ini bisa diamati bahwa, peralihan agama menyebabkan fasakh nya perkawinan dalam perspektif hukum Islam, sedangkan dalam KHI Pasal 116 (k) yang menjadi

f. Shuujoshi の よ : sebanyak 13 data dengan fungsi untuk menyatakan pendapat yang diucapkan dengan lemah lembut. Untuk menyatakan pendapat dengan lemahlembut seharusnya

Gambar 9 Tampilan Hasil Keputusan AHP Form Hasil Keputusan AHP memiliki 5 buah tombol, dimana setiap tombol berbeda- beda fungsi seperti tombol Proses berfungsi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan mengenai pengelolaan area bermain outdoor pada anak usia 4-5 tahun di TK LKIA Pontianak, maka

Apabila ada data yang kosong maka akan ada informasi data tidak boleh kosong dan administrator harus mengisi data yang kosong tersebut.. 13 No.proses

Pengumuman disampaikan secara kolektif ke masing- masing sekolah dan Web Politeknik Sekayu (http://www.polsky.ac.id). Siswa yang mengirimkan berkas lamaran tidak

konstruksi sumur gali yang meliputi bibir, dinding, lantai, drainase, dan tutup sumur RPH Kabupaten Jember sebagian besar tidak memenuhi syarat fisik sanitasi sumur;