DAFTAR PUSTAKA
Boediono, Endang. 1997. Sejarah Arsitektur 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. ________. 2007. Sejarah Arsitektur 2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Gartiwa, Marcus. 2011. Morfologi Bangunan dalam Konteks Kebudayaan. Bandung: Muara Indah.
Hildebrandt, M. 2004. Penuntun Simbol-Simbol Ibadah Kristen, Jurnal STT Intim Makassar. Edisi khusus 2004.
Indra, I. 1999. Teologi Sistematis, cetakan kelima. Bandung: Lembaga Literatur Baptis.
Jencks, Charles. 1977. The Language of Post-Modern Architecture. New York: Rizzoli.
Keane. 1998. Architecture: An Interactive Introduction, Exploration of the History, Art, Science, and Profession of Architecture. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Loebis, Nawawiy (2002). Architecture InTranformation The Case of Batak Toba. Universitas Sains Malaysia.
Priatmojo, D. 1989. Arsitektur Gereja Katolik. Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Tarumanegara.
Sitompul, A. A. 1993. Manusia dan Budaya. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Sukaria, Sinulingga. 2011. Metode Penelitian. SumateraUtara : USU Press.
Taylor, S. J., dan Bogdan, R. 1984. Introduction to Qualitative Reserach Methods. New York: John Wiley & Sons.
https://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_Gereja (diakses pada Tanggal 20 Desember 2015, pukul 22:07)
http://mengakubackpacker.blogspot.co.id/2012/05/keajaiban-arsitektur-gotik-part-1-ciri.html (diakses pada Tanggal 28 Desember 2015, pukul 20:21)
http://atpic.wordpress.com/2011/03/02/arsitektur-baroque-akhir-abad-16m-pertengahan-abad-18m/#more-289 (diakses pada Tanggal 28 Desember 2015, pukul 21:15)
http://farizallama-note.blogspot.com/2012/04/perkembangan-arsitektur-renaissance.html (diakses pada Tanggal 28 Desember 2015, pukul 21:40)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif mengenai penerapan gaya arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat, Sumatera Utara. Penelitian kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984:5), dengan mengandalkan data-data dari kunjungan lapangan ke salah satu bangunan yang menjadi objek penelitian.
3.2. Variabel Penelitian
Tabel 3.1. Variabel Penelitian
Variabel Sub Variabel Metode
Wujud arsitektur pada Gereja HKBP Parapat
Bentuk bangunan
Observasi langsung (pengambilan gambar), menggambar ulang denah dan
tampak bangunan Gereja HKBP Parapat kemudian menyesuaikan dengan kajian pustaka.
Elemen arsitektur pada Gereja HKBP Parapat
Atap :
Elemen bagian depan Dinding :
Pintu, Jendela, dan Ornamen Ruang
Observasi langsung (pengambilan gambar), menggambar ulang denah dan
tampak bangunan Gereja HKBP Parapat kemudian menyesuaikan dengan kajian pustaka.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data ada 2 yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.
Tabel 3.2. Metode Pengumpulan Data
Jenis Data Data Metode Pengumpulan Data
Data Primer
Gambaran umum bentuk Gereja HKBP Parapat.
Elemen-elemen
arsitektur Gereja HKBP Parapat beserta detail arsitekturnya.
Observasi langsung (pengambilan gambar) Gereja HKBP Parapat. Gambar ulang site plan
Gereja HKBP Parapat. Gambar ulang denah dan
tampak Gereja HKBP Parapat.
Data Sekunder
Tinjauan pustaka tentang Arsitektur Gereja dan Neo Vernakular.
HKBP PARAPAT 3.4. Kawasan Penelitian
Gereja HKBP Parapat terletak di Jalan Bukit Barisan No.17, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Bangunan eksisiting yang berada di kawasan Gereja HKBP Parapat didominasi oleh tempat penginapan dan rumah penduduk.
Gambar 3.1. Lokasi Gereja HKBP Parapat Sumber: Google Earth (2015)
Gambar 3.2. Skematik Jarak Kawasan Penelitian Sumber : Diolah dari google maps (2015) MEDAN
PELABUHAN FERY AJIBATA,
TIGARAJA PORSEA
3.5. Metode Analisa Data
Metode yang digunakan untuk menganalisa data berupa deskripsi mengenai data yang diperoleh. Adapun tahapan analisa untuk menemukan elemen-elemen yang menerapkan gaya arsitektur Neo Vernakular, sebagai berikut:
Mengumpulkan data-data tentang arsitektur Neo Vernakular. Data ditemukan pada dokumen, buku, jurnal, dan pengambilan gambar.
Melakukan survei lapangan dengan pengambilan gambar Gereja HKBP Parapat. Gambar yang diambil berupa elemen-elemen bangunan, yaitu eksterior dan interior.
Setelah semua data berhasil ditemukan, maka dilakukan pengelompokan data yang sesuai dengan kajian pustaka untuk dianalisa.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Parapat terletak antara 02o 40’ 59” Lintang Utara dan 98o 57’41” Bujur Timur dengan ketinggian berkisar antara 600 – 1600 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon adalah 12.039 Ha atau sekitar 2,74% dari total luas Kabupaten Simalungun (Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dalam Angka, 2012). Batas – batas wilayah, sebagai berikut:
Utara : Kecamatan Sidamanik Barat : Pulau Samosir
Timur : Kecamatan Dolok Panribuan dan Kecamatan Hatonduhan Selatan : Kabupaten Toba Samosir
Gereja HKBP Parapat terletak di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, kota Parapat tepatnya di Jalan Bukit Barisan, dengan batas – batas sebagai berikut:
Utara : Jl. Kol. TPR. Sinaga Barat : Jl. Bukit Barisan Timur : Jl. Josep Sinaga Selatan : Jl. Josep Sinaga
Bank Tabungan Pensiunan Nasional
Hotel Inna Parapat Hotel Niagara Parapat
Danau Toba Pelabuhan Ferry Ajibata
4.2. Gambaran Umum Objek Penelitian 4.2.1. Sejarah Gereja HKBP Parapat
Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Prostestan) Parapat adalah sebuah gereja yang berada disekitar Danau Toba yang tepat nya berada di Jl. Bukit Barisan No. 17, Parapat. Pertama sekali Evangelis Daniel berhasil mengabarkan injil di Parapat dan sekitarnya, yang pada tahun 1904 para jemaat berkumpul di sebuah rumah Missionaris. DR.IL.Nommensen juga berperan penting dalam sejarah HKBP Parapat.
Pada tahun 1906, masyarakat mulai membangun gereja sederhana yang dinamakan Gereja “Ijuk” merupakan gereja pertama kali Parapat terletak di.Sipiak. Pada tahun 1911, Gereja Ijuk kemudian direnovasi menjadi Gereja HKBP Parapat yang terletak di Sipiak.
Pada tahun 1932 Gereja HKBP di Sipiak yang kemudian dipindahkan ke Jl. Bukit Barisan. Sedangkan Gereja HKBP di Sipiak menjadi Hotel Inna Parapat. Gereja HKBP Parapat yang sekarang berada di Jl. Bukit Barisan kemudian kembali di renovasi menjadi setengah beton.
Tabel 4.1. Perkembangan Gereja HKBP Parapat
No. Gambar Tahun Keterangan
1. 1904 Rumah Missionaris, Tempat berkumpulnya para jemaat. 2. 1906
Gereja “Ijuk” yang merupakan gereja pertama kali di Parapat.
3.
1911 Gereja HKBP di Sipiak.
5.
1932
Gereja HKBP Parapat dipindahkan ke Jl. Bukit Barisan.
6.
1974
7.
2010 – sekarang
Gereja HKBP Parapat setelah direnovasi.
Sumber: Diolah dari Google (2015)
Gambar 4.5 Tampak Depan Gereja HKBP Parapat Sumber: Diolah dari survei lapangan (2015)
4.3. Bentuk Arsitektur Neo Vernakular Pada Gereja HKBP Parapat
Penerapan bentuk arsitektur pada Gereja HKBP Parapat dapat dilihat dari segi tampilan bangunan yang terlihat modern, tetapi masi memiliki ciri khas dari daerah Parapat tersebut yaitu arsitektur pada rumah tradisional. Berikut ini akan dibahas mengenai bagian-bagian gereja yang menunjukkan bentuk arsitektur Neo Vernakular.
4.3.1. Atap
Gambar 4.7 Penggunaan Atap Miring PadaGereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
Gambar 4.8 Atap Rumah Tradisional Batak Toba Sumber: www.google.com
4.3.2. Menara
Menara sering dijumpai pada gereja-gereja yang ada, begitu pula dengan Gereja HKBP Parapat yang memiliki menara tunggal pada bagian depan. Menara pada Gereja HKBP Parapat berbentuk lancip yang melambangkan ciri-ciri arsitektur Romanesque (Keane, 1998). Namun pada dasarnya material yang digunakan masih berupa material lokal.
Gambar 4.10 Menara pada Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
4.3.3. Dinding
Gambar 4.11 Detail Dinding pada Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
a) Pintu
Gambar 4.12 Pintu Utama (kiri) dan Pintu Samping (kanan) Gereja HKBP Parapat
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
b) Jendela
Bentuk jendela Gereja HKBP Parapat berbentuk persegi panjang yang biasa di pakai pada rumah tradisional Batak Toba. Pemakaian kaca sebagai material membuat jendela tersebut tampak lebih modern.
c) Ornamen
Pada beberapa bagian gereja tampak mengadopsi ornamen dari rumah Tradisional Batak Toba. Ideologi dari arsitektur Neo Vernakular adalah penerapan elemen arsitektur yang sudah ada dan kemudian sedikit atau banyaknya mengalami pembaruan menuju suatu karya modern. Hal ini dapat dilihat pada ornamen-ornamen yang terdapat didinding gereja. Biasanya pada rumah tradisional Batak Toba ornamen tersebut akan menggunakan material kayu dan menggunakan warna yang cerah namun pada Gereja HKBP Parapat ini menggunakan material semen uuntuk mengukir ornamen tersebut.
Gambar 4.15 Detail Ornamen pada Dinding Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
Gambar menunjukan ornamen yang digunakan mengadopsi jenis gorga iran-iran dan gorga sitangan dimana kedua jenis gorga disatukan dan membentuk ornamen tersendiri sehingga memiliki makna sebagai simbol kecantikan dan memiliki kewajiban untuk selalu ramah dan sopan terhadap orang lain (Wahid dan Alamsyah, 2013).
4.4. Ruang Dalam/Interior Bangunan Gereja HKBP Parapat
mezanin, yang terdapat tangga menuju lantai kedua (terdapat bangku untuk para jemaat), yang kemudian terdapat tangga menuju menara (3 lantai menuju lantai teratas tempat lonceng berada).
Bentuk denah gereja mengadopsi bentuk salib yang merupakan gaya arsitektur Romanesque.
Pada lantai dasar terbagi beberapa ruang, yaitu ruang konsistori, ruang pemusik, dan ruangan ibadah jemaat.
Ruang Konsistori
Ruang konsistori merupakan ruangan yang biasanya para pelayan gereja berkumpul, baik sebelum memulai ibadah, setelah ibadah, ataupun berkumpul untuk mengadakan rapat. Pada ruangan ini hanya terdapat meja dan bangku.
Ruang Pemusik
Gereja ini juga memiliki sebuah ruangan yang berfungsi sebagai tempat untuk pemusik latihan ataupun evaluasi untuk ibadah gereja.
Altar
Altar ini berbentuk setengah lingkaran yang kira – kira berdiameter 8 m, yang terdapat tempat untuk mengabarkan warta jemaat gereja yang dilakukan oleh pelayan gereja (sintua/calon sintua) untuk mengabarkan warta jemaat gereja, dan bagian tengah terdapat mimbar (tempat khotbah untuk pelayan gereja, yang diantaranya: Pendeta, Calon Pendeta, dan Bibelvrouw).
mulai dari kebutuhan fisik, rasa aman, ketentraman, ataupun hal lain yang non material.
Gambar 4.18 Altar Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
Tabel 4.2. Detail Pada Altar
No. Detail Gambar Keterangan
1. Pada bagian atas altar gereja terdapat sebuah kalimat dalam bahasa Batak Toba “Jahowa Siparmahan Ahu” yang berarti “Tuhan Adalah Gembalaku”.
Dinding altar ini menggunakan material kayu.
2. Secara keseluruhan, baik tangga
ataupun ornamen Batak Toba yang terdapat pada mimbar ini menggunakan material kayu.
Pada ornamen menggunakan jenis gorga sitompi yang memiliki makna untuk mempersatukan atau menjalin kesatuan masyarakat layaknya menjalin sebuah anyaman.
Namun pada ornamen ini sudah mengalami perubahan ke bentuk lebih modern.
3. Pada depan mimbar terdapat meja,
dimana menggunakan material kayu. Pada bagian tengah meja terdapat salib dan pada sisinya terdapat ornamen tradisional Batak Toba.
Ornamen ini mengadopsi jenis gorga iran-iran yang berarti sebagai simbol kecantikan.
4.
Pada bagian lantai altar menggunakan lantai keramik berukuran 60x60 cm.
Pada kedua sisi dinding altar terdapat gambar burung merupakan dimana burung merpati merupakan sebuah simbol kehadiran Roh Kudus yang dikaitkan pada peristiwa Yesus dibaptis. Seekor burung merpati yang membawa ranting zaitun menjadi simbol universal untuk perdamaian. Dua ekor merpati disimbolkan sebagai tanda cinta kasih (Hildebrandt, 2004). Pada langit-langit gereja terdapat lampu berbentuk salib. Gereja ini menggunakan gypsum dengan perpaduan warna putih dan krem (Gambar 4.19).
Gambar 4.19 Interior Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
Gambar 4.20 Ornamen pada Dinding Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
Seperti pada gambar 4.21 gereja ini memiliki 86 bangku pada lantai 1 dan 46 bangku pada lantai 2. Gereja ini menggunakan bangku yang terbuat dari kayu.
Pada bagian depan terdapat seperti sekat berbentuk pintu yang berfungsi untuk memisahkan kedua sisi agar para jemaat lebih teratur ketika memasuki ruangan. Sekat ini menggunakan material keramik berwarna coklat dan putih, namun pada bagian tengah terdapat salib yang menerapkan ornamen tradisional Batak Toba seperti terlihat pada gambar 4.22
Gambar 4.22. Sekat Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
Gambar 4.23 Lantai Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
Gambar 4.24 menunjukkan pada lantai 2 hanya terdapat bangku untuk para jemaat. Lantai 2 gereja memiliki void. Bangku-bangku yang disusun bertingkat memanjang ke belakang, dimana bangku depan lebih rendah daripada bangku di belakang agar jemaat dapat melihat altar gereja sehingga jemaat dapat mengikuti ibadah dengan baik. Sedangkan pada langit-langitnya menggunakan plafond gypsum sama seperti ruangan lainnya.
Pada lantai gereja terdapat tangga yang menggunakan material keramik berwarna putih dan hitam. Sedangkan bangku terbuat dari material kayu berwarna coklat.
Gambar 4.25 Material Keramik pada lantai 2 pada Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
[image:30.595.158.467.188.391.2]Gambar 4.26. Denah Simetris pada Gereja HKBP Parapat Sumber: Dioleh dari survei lapangan (2015)
4.5. Ruang Luar/Eksterior Bangunan Gereja HKBP Parapat
Gambar 4.27 Taman Yang Berada Di Halaman Samping Gereja Sumber: Dioleh dari survei lapangan (2015)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Studi ini menganalisa bahwa arsitektur Neo Vernakular diterapkan pada Gereja HKBP Parapat. Hal ini tampak pada penggunaan atap miring yang mengadopsi arsitektur Neo Vernakular, dan penggunaan atap pada entrance dan puncak jendela gereja yang menerapkan budaya sekitar/lingkungan yaitu Batak Toba. Pada atap bagian depan gereja terdapat ulu paung, dilapaung, sibombong ari, sitindangi, dan songsong yang merupakan ornamen pada rumah adat Batak Toba. Menara yang berada di tengah, didesain dengan proporsi menjulang tinggi yang lebih kontras dibandingkan dengan lebar gereja. Menara gereja berbentuk lancip ini mengadopsi gaya arsitektur Romanesque. Bentuk denah gereja mengadopsi bentuk salib yang merupakan gaya arsitektur Romanesque. Gereja HKBP Parapat juga menerapkan arsitektur Neo Vernakular, seperti dinding menggunakan batu bata dan disertai adanya ornamen arsitektur tradisional Batak Toba yang terdapat di dinding eksterior dan interior.
5.2. Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Arsitektur Gereja
Menurut Keane (1998), sejarah Arsitektur Kristen Awal dimulai pada masa kerajaan Romawi dan berkembang secara bertahap pada periode tertentu. Pada abad ke-1 sampai abad ke-4, ajaran Kristen yang diberitakan Yesus Kristus di tengah bangsa Yahudi mengalami banyak penolakan yang mengakibatkan para pengikutNya mati sebagai martir. Karena hidup dalam masa pengejaran, pengikut Kristen lalu mengadakan kebaktian dalam tempat yang tersembunyi, yaitu katakombe. Katakombe merupakan pemakaman yang terletak di bawah tanah.
Gambar 2.1. Basilica of Santa Croce, Florence Sumber: Wikipedia.org
Arsitektur Gereja kemudian dilanjutkan dengan munculnya gaya arsitektur Romanesque. Gaya arsitektur ini muncul setelah Romawi mengalami zaman kegelapan selama ratusan tahun. Arsitektur ini berkembang pada tahun 1050 hingga 1200 Menurut Keane (1998), ciri-ciri dari Arsitektur Romanesque adalah:
[image:35.595.242.383.518.703.2] Ketinggian ruang cenderung mencolok dibandingkan dengan lebarnya, Bentuk denah mengadopsi bentuk salib,
Memiliki jendela yang berukuran kecil,
Gambar 2.3. Jendela yang berukuran kecil Sumber: Wikipedia.org
Dinding-dindingnya dipenuhi ukiran/lukisan yang menggambarkan kisah dalam Alkitab.
Adanya vault (langit-langit) yang berbentuk melengkung. Vault terdiri dari tiga jenis, yaitu:
[image:36.595.238.386.170.371.2]Gambar 2.4. Barrel Vault Sumber: Wikipedia.org
Groin vault, dimana terdapat rusuk yang membagi langit-langit menjadi empat bagian secara diagonal.
Gambar 2.5. Groin Vault Sumber: Wikipedia.org
[image:37.595.248.378.402.614.2]Gambar 2.6. Ribbed Vault Sumber: Wikipedia.org
Fasad bagian depan pada umumnya minim dekorasi, dan gereja ini terdapat menara yang berbentuk lancip.
Gambar 2.7 Katedral Trierdi Jerman (kiri) dan Notre Dame du Mont Cornadore, Saint Nectaire di Prancis (kanan)
Sumber: Wikipedia.org
[image:38.595.114.496.378.493.2]saja seperti cahaya. Oleh karena itu, cahaya dihayati sebagai sifat ilahi. Cahaya matahari kemudian dibiarkan masuk ke dalam interior gereja dan didesain secara estetis yang disebut dengan struktur diafan, artinya tembus cahaya. Arsitektur Gothic terkenal dengan konsep cahaya yang memakai kaca bergambar (stained glass) sebagai pencerahan mistik (Keane, 1998).
Menurut Rachman (2010), Arsitektur Gothic memiliki ciri-ciri, sebagai berikut:
Bentuk pintu seperti berlapis-lapis dan dari bagian depan ke belakang semakin kecil. Bagian sisi dan atasnya dihiasi dengan patung dan ukiran.
Gambar 2.8. FasadKatedral Reims, Prancis Sumber: Wikipedia.org
[image:39.595.127.485.332.580.2]Gambar 2.9. Bentuk jendela seperti mawar pada Gereja Sumber: Wikipedia.org
[image:40.595.134.496.84.315.2][image:40.595.192.441.394.699.2]
Penggunaan busur lancip (pointed arch), yang merupakan pertemuan dua pilar yang membentuk lengkung berujung lancip.
Gambar 2.11. Pointed arch pada Gereja Sumber: Wikipedia.org
Pada interior gereja terdapat ribbed vault yang pada bagian langit-langitnya tampak seperti disokong oleh beberapa rusuk melengkung yang bertemu pada satu titik di tengah.
Gambar 2.12. Ribbed vault pada Gereja Sumber: Wikipedia.org
[image:41.595.249.374.463.634.2] Memiliki banyak dinding penopang/pilar yang tampak menonjol ke luar. Adanya buttress pada dinding bagian luar membuat bangunan ini seperti tersusun atas garis-garis vertikal dari kejauhan sehingga membuat bangunan tampak terlihat lebih tinggi.
Gambar 2.13. Dinding penopang (Buttress)pada Gereja Sumber: Wikipedia.org
Gambar 2.14. Menara loncengpada Gereja Sumber: Wikipedia.org
Pada abad ke-15, arsitektur mulai mengalami peralihan pada masa Renaissance. Masa Renaissance sering disebut juga masa pencerahan, karena menghidupkan budaya-budaya klasik, hal ini disebabkan pengaruh dari Yunani dan Romawi. Menurut Filippo Brunelleschi (1377-1446), arsitektur Renaissance mempelajari prinsip-prinsip konstruksi Romawi dengan melahirkan model kubah dengan bata. Pada arsitektur ini menerapkan prinsip-prinsip desain berupa:
Membangun kubah pada rangkaian arah horisontal seperti kubah beton Pantheon.
Memberikan cangkang ganda untuk mengurangi berat semaksimal mungkin. Menggunakan konstruksi rusuk Gothic dengan memperpanjang kulit luar
kubah di atas 24 rusuk rangka.
Menerapkan busur lancip untuk mengurangi beban.
yang sudah berumur 1200 tahun yang berditi di atas makam St. Petrus (Zaman Kristen Awal), yang kemudian selesai pada tahun 1626.
Gambar 2.15. Gereja St. Petrus di Roma, Italia Sumber: Wikipedia.org
Tiang dan kepala-kepala tiang gereja diambil dari gaya tiang Ionik dan Korinthia Romawi. Pada bagian atas tiang dipasang balok-balok lurus gaya Yunani dengan langit-langit lengkung Romawi. Di bagian atas jendela-jendelanya dibuat melengkung, sedangkan pada langit-langit terbuat dari kaso-kaso kayu yang dipasang miring, karena langit-langit gaya Romawi sangat tebal dan berat, tidak kuat ditahan oleh tiang Romawi yang bentuknya ramping.
komponen klasik lainnya. Yang berbeda pada arsitektur Baroque adalah kebebasan, kebebasan dalam menggabungkan komponen-komponen tersebut, dimana saat Renaisance kebebasan ini tidak dapat diterima (ada aturan-aturan baku).
Gambar 2.16. Carlo Maderno Santa Susanna, Roma Sumber: Wikipedia.org
Pada abad ke-20, Revolusi Industri membawa banyak perubahan dan perkembangan. Prinsip-prinsip yang digunakan pada arsitektur gereja zaman modern memiliki pertimbangan-pertimbangan dari aspek kegunaan (utiity), kesederhanaan (simplicity), keluwesan (flexibility), kedekatan (intimacy), dan keindahan (beauty) (Keane, 1998).
2.1.1. Perkembangan Arsitektur Gereja di Indonesia
Gambar 2.17. Gereja HKBP Hutaraja Dolok Sumber:Wikipedia.org
Gereja di kota-kota besar kebanyakan adalah gereja-gereja yang dibangun orang-orang Kristen berkebangsaan Eropa yang pada waktu itu banyak tinggal di ibukota provinsi dan kota-kota besar lainnya, terutama di Jawa.
Salah satu gereja yang menggunakan gaya arsitektur Eropa yaitu gereja Bleduk yang ada di Semarang. Gereja Bleduk merupakan gereja tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda.
[image:46.595.201.425.491.662.2]Sekarang ini masih dapat kita saksikan berupa katedral-katedral yang terdapat di Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, dan lain-lain, yang dibangun antara tahun 1900-1930. Kebanyakan katedral (gereja) tersebut menggunakan gaya Neo-Gotik atau cabang gaya Eklektik lainnya yang sedang melanda Eropa pada waktu itu.
Gambar 2.19. Gereja Katedral Jakarta Sumber:Wikipedia.org
ini jumlahnya belum begitu banyak, hanya terdapat di kota-kota besar, yang dibangun pada tahun 70-an.
Gambar 2.20. Gereja Poh Sarang Kediri Sumber:Wikipedia.org
2.1.2. Gereja Huria Kristen Batak Protestan
2.1.2.1. Sejarah Singkat Gereja Huria Kristen Batak Protestan
HKBP adalah singkatan dari Huria Kristen Batak Protestan, dimana Huria diambil dari bahasa batak toba yang artinya jemaat. Pada abad ke-14 orang-orang Barat mulai sangat aktif menyelidiki Tanah Batak. Dengan surat keputusan Komisaris Jendral pemerintahan Hindia Belanda tanggal 11 Oktober 1833 No. 310 maka distrik Batak dikuasai oleh pemerintah Belanda secara yuridis. Dalam keputusan itu disebutkan distrik itu terbatas di selatan sampai ke Rao, utara sampai ke Singkil. Di bagian barat sampai ke laut, di timur sampai dimana kekuasaaan Belanda diperluas.Walaupun distrik Batak telah dikuasai tetapi belum semuanya Tanah Batak dapat dikuasai.
Belanda. Pada mulanya raja tersebut disuruh raja-raja lain untuk menghancurkan gereja-gereja serta pengikut agama kristen tersebut yang dikembangkan oleh Nomensen. Tetapi karena terjadi wabah penyakit maka Sisingamangaraja XII tidak melakukan penyerangan. Perlawanan baru meletus pada tahun 1878.
Buku karya Lothar Schreiner (2003) dengan judul Adat Dan Injil mengungkapkan tentang penggabungan adat batak dan ajaran Kristen. Lothar mengungkapkan bahwa masyarakat masih sangat tertutup saat Injil masuk ke tanah Batak. Masyarakat Batak sering kali digambarkan dengan suku bangsa yang memiliki sifat yang sangat sulit disentuh karena memegang teguh adat dan aturan-aturannya.
Pelayanan Rheinische Mission dari Jerman dimulai di Tanah Batak tepatnya pada tanggal 7 Oktober 1861 dan merupakan hari lahirnya Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), ditandai dengan berundingnya empat orang Missionaris, Pdt. Heine, Pdt. J.C. Klammer, Pdt. Betz dan Pdt. Van Asselt membicarakan pembagian wilayah pelayanan di Tapanuli.
Gambar 2.21. Logo HKBP Sumber : HKBP
Ada tiga bidang/bangun yang membentuk logo HKBP, yaitu: 1. Salib: Menggambarkan Yesus Kristus.
2. Lingkaran: Menggambarkan kosmos/dunia
3. Pita dengan tulisan HKBP: Menunjukkan institusi yang terikat sebagai organisasi yang utuh.
Dengan demikian, logo HKBP secara keseluruhan berarti: HKBP terikat kepada Yesus Kristus sebagai kepala Gereja yg berkuasa atas dunia.Sedangkan warna biru mengandung arti perdamaian.
2.1.2.2. Perkembangan Gereja HKBP di Sumatera Utara
Tabel 2.1. Gereja HKBP di Sumatera Utara
No. Gambar Gereja Keterangan
1.
HKBP Resort Bandar Maratur berdiri pada thun 1861. Gereja ini memiliki satu menara yang berada di tengah.
2.
Gereja HKBP Pearaja Tarutung Tapanuli Utara berdiri pada tahun 1873. Gereja ini menerapkan dua menara.
3.
Gereja HKBP Hutaraja berdiri pada tahun 1901. Gereja ini sudah mulai perubahan dengan satu menara di bagian kiri fasad bangunan.
4.
5.
Gereja HKBP Sipinggolpinggol Pematang Siantar berdiri pada tahun 1953. Gereja ini masih menerapkan satu menara yang berada di tengah.
6. Gereja HKBP Paronan Nagodang
Laguboti berdiri pada tahun 1997. Gereja ini masih menerapkan satu menara yang berada di tengah. Namun gereja ini sudah lebih modern dibanding tahun sebelumnya.
Sumber: Diolah dari Google
2.2. Arsitektur Neo Vernakular
2.2.1. Pengertian Arsitektur Neo Vernakular
Kata “neo” berasal dari bahasa Yunani dan digunakan sebagai fonim yang berarti baru. Jadi, Neo Vernakular berarti bahasa setempat yang diucapkan dengan cara baru. Arsitektur Neo Vernakular adalah suatu penerapan elemen arsitektur yang telah ada, baik fisik maupun non-fisik dengan tujuan melestarikan unsur-unsur lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh sebuah tradisi yang kemudian sedikit atau banyaknya mangalami pembaruan menuju suatu karya yang lebih modern atau maju tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat (Nauw & Rengkung, 2013).
perkembangan teknologi industri. Arsitektur Neo Vernakular merupakan arsitektur yang pada konsepnya memiliki prinsip mempertimbangkan kaidah-kaidah normatif, kosmologis, peran serta budaya lokal dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan antara bangunan, alam, dan lingkungan.
Dalam proses menerapkan pendekatan dalam arsitektur Neo Vernakular adalah interpretasi desain yaitu pendekatan melalui analisis tradisi budaya dan peninggalan arsitektur setempat yang dimasukkan kedalam proses perancangan yang terstruktur yang diwujudkan dalam bentuk termodifikasi sesuai dengan zaman sekarang, ragam dan corak desain yang digunakan dengan pendekatan simbolisme, aturan dan tipologi. Struktur tradisional yang digunakan mengadaptasi bahan bangunan yang ada di daerah dan menambah elemen estetis yang diadaptasi sesuai dengan fungsi bangunan (Arifin, 2010).
Arsitektur Neo Vernakular banyak ditemukan bentuk-bentuk yang sangat modern namun dalam penerapannya masih menggunakan konsep lama daerah setempat yang dikemas dalam bentuk yang modern. Arsitektur Neo Vernakular ini menunjukkan suatu bentuk yang modern tapi masih memiliki ciri daerah setempat walaupun material yang digunakan adalah bahan modern seperti kaca dan logam. Dalam arsitektur Neo Vernakular, ide bentuk-bentuk diambil dari vernakular aslinya yang dikembangkan dalam bentuk modern.
2.2.2. Ciri-Ciri Gaya Arsitektur Neo Vernakular
Atap bumbungan menutupi tingkat bagian tembok sampai hampir ke tanah sehingga lebih banyak atap yang di ibaratkan sebagai elemen pelidung dan penyambut dari pada tembok yang digambarkan sebagai elemen pertahanan yang menyimbolkan permusuhan.
b Batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal)
Bangunan didominasi penggunaan batu bata abad 19 gaya Victorian yang merupakan budaya dari arsitektur barat.
c Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan proporsi yang lebih vertikal.
d Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan ruang terbuka di luar bangunan.
e Warna-warna yang kuat dan kontras.
Dari ciri-ciri di atas dapat dilihat bahwa Arsitektur Neo-Vernacular tidak ditujukan pada arsitektur modern atau arsitektur tradisional tetapi lebih pada keduanya. Hubungan antara kedua bentuk arsitektur diatas ditunjukkan dengan jelas dan tepat oleh Neo-Vernacular melalui trend akan rehabilitasi dan pemakaian kembali.
f Pemakaian atap miring
g Batu bata sebagai elemen local h Susunan masa yang indah.
Bentuk-bentuk menerapkan unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, detail, struktur dan ornamen).
Tidak hanya elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga elemen non-fisik yaitu budaya , pola pikir, kepercayaan, tata letak yang mengacu pada makro kosmos, religi dan lainnya menjadi konsep dan kriteria perancangan.
[image:55.595.109.516.416.755.2] Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip bangunan vernakular melainkan karya baru (mangutamakan penampilan visualnya).
Tabel 2.2. Perbandingan Arsitektur Tradisional, Vernakular dan Neo Vernakular Perbandingan Tradisional Vernakular Neo Vernakular
perubahan
zaman, terpaut pada satu kultur kedaerahan, dan mempunyai peraturan dan norma–norma keagamaan yang kental. waktu untuk merefleksikan lingkungan, budaya dan sejarah dari daerah dimana arsitektur tersebut berada.
Transformasi dari situasi kultur homogen ke situasi
yang lebih heterogen.
bertujuan melestarikan unsur–unsur lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh
tradisi dan mengembangkannya
menjadi suatu langgam yang modern.
Kelanjutan dari arsitektur vernakular. Ide Desain Lebih mementingkan fasad atau bentuk, ornamen sebagai suatu keharusan. Ornamen sebagai pelengkap, tidak meninggalkan nilai–nilai setempat tetapi dapat melayani aktifitas masyarakat di dalam.
Bentuk desain lebih modern.
2.3. Arsitektur Tradisional Batak Toba 2.3.1. Rumah Tradisional Suku Batak
Rumah tradisional Toba adalah sebuah bangunan panggung persegi panjang, yang dapat dijangkau dengan lima atau tujuh langkah dari bawah. Rumah terkunci di malam hari dengan pintu perangkap terpasang ke lantai, yang bisa melesat dari dalam. Di beberapa rumah, pintu ditempatkan di bagian belakang. Substruktur rumah terdiri dari tiang kayu besar, selebihnya batu datar yang menyediakan perlindungan efektif terhadap resiko basah (Loebis, 2002).
Gambar 2.22. Denah Rumah Tradisional Suku Batak Toba Sumber: Loebis (2002)
Gambar 2.23. Tampak Depan Rumah Tradisional Suku Batak Toba Sumber: Loebis (2002)
2.3.2. Elemen Bangunan Rumah Tradisional Suku Batak Toba
Menurut Loebis (2002), elemen-elemen pada bangunan dibagi sebagai berikut:
1. Elemen pada bagian depan bangunan:
[image:59.595.186.449.462.674.2]Tabel 2.3. Elemen Bagian Depan
No.
Elemen Bagian Depan
Deskripsi
1. Ulu Paung
Ulu paung merupakan ornamen yang berbentuk raksasa setengah manusia setengah hewan. Ulu paung sekilas mirip wajah manusia bertanduk kerbau.
2. Dilapaung
Lidah seperti papan tegak melambangkan payung (Santungsantung)
3. Sibombong Ari
Perisai atau kasau dalam bentuk struktur segitiga atap pelana, juga disebut Sibombong Anting
4. Sitindangi Papan tegak berfungsi untuk menjaga frame tegak 5. Halang gordang Pendukung Drum di balkon
6. Songsong rak Balok horisontal dari balkon
7. Songsong Boltok
Juga disebut Pamoltoki, bagian balok utama yang dilambangkan sebagai Perut
8.
Tomboman Adopadop
Papan depan terletak di belakang Dorpi Jolo
9. Dorpi jolo Sepotong kecil kayu vertikal yang disebut papan tengah
10. Singasinga
Makhluk mitos ornamen yang menggambarkan Mangala Bulan
2. Elemen pada bagian samping bangunan:
Gambar 2.25. Elemen pada Bagian Samping Bangunan Sumber: Loebis (2002)
Tabel 2.4. Elemen Bagian Samping
No.
Elemen bagian samping
Deskripsi
1. Pardingdingan
Bagian ini adalah bagian yang paling penting dari dinding, itu adalah bagian paling tebal dari sisa dinding, itu berdiri di Tureture. Bentuknya mirip dengan perahu dayung tradisional Toba
2. Dorpi Sandesande
Papan tengah yang bisa dipindahkan, berdiri di atas Pardingdingan
3. Dinding Parginjang Pendukung dari papan tengah tembok 4. Urur Hodahoda Kasau
[image:61.595.108.520.425.731.2]6. Sundalap Balok lintang
7.
Niggor atau Bungkulan
Ring balok
8. Lais-lais Rentang reng 9. Sendal-sendal Balok Kanopi
10. Rassang Papan yang dimasukkan ke dalam kolom Sumber: Loebis (2002)
2.3.3. Gorga Atau Ornamen
Gorga (ornamen) adalah salah satu perwujudan budaya masyarakat Batak Toba. Rumah bukan sekedar tempat tinggal manusia. Rumah adalah tempat dan sumber berkah serta kesejahteraan bagi penghuninya. Agar rumah tetap sanggup menjalankan fungsinya yang sedemikian, si pemilik rumah harus tetap memperhatikan kekuatan hidup dari rumah yang di huninya. Salah satu cara yang di tempuh untuk mempertahankan kekuatan hidup rumah tadi,orang batak toba memberikan hiasan pada rumah dan perangkat isi rumahnya berupa hiasan bermakna bukan hanya ornamentasi belaka, melainkan juga sarana-sarana pendukung daya hidup rumah (ungkap keyakinan).
Warna yang digunakan menghias rumah batak ialah warna khas batak toba yakni ‘triwarna’ putih, hitam dan merah. Dalam bahasa batak toba triwarna tersebut dinyatakan sebagai tolubuma: tolu artinya tiga, boma artinya warna (Wahid dan Alamsyah 2013).
penuh dengan gorga. Gorga ini termasuk seni gaya dongson dengan polo-pola geometris. Gaya dongson adalah salah satu gaya seni bangsa-bangsa proto– melayu (Wahid dan Alamsyah, 2013). Terdapat beberapa jenis Gorga yaitu:
Tabel 2.5. Jenis-Jenis Gorga
No. Gambar Nama Keterangan
1.
Gorga sitompi
Motif: Motif seperti anyaman.
Motif gorga ini berasal dari bentuk ‘tai tompi’ yakni tali rotan yang di anyam agak lebar dan di gunakan sebagai pengikat kaki kerbau.
Letak: Ditempatkan pada
tomboman adop-adop, parhokom sibongbong ari dan tidak pernah pada ture–ture dan songsong boltok.
Makna: Gorga sitompi dipakasi
ipon yang tersusun sepeti deretan gigi,kata ipon berarti gigi.
Letak: Gorga motif ini biasanya
di tempatkan pada jenggar, ture-ture dorpi jolo dan songsong boltok.
Makna: Gorga ini
mengisyaratkan pesan betapa pentingnya kemajuan hidup serta rasa tolong menolong dan saling
melengkapi. Ataupun perlambangan dari suatu hasrat
akan kesuksesan dan kemajuan pribadi keluarga, maupun masyarakat.
3.
Gorga simeol-meol
Motif: Gorga simeol-meol
Letak: Biasanya di tempatkan pada jenggar,ture-ture, dorpi jolo dan songsong boltok.
Makna: Gorga simeol-meol ini
merupakan simbol kegembiraan akan hidup duniawi.
4.
Gorga dalihan na
tolu
Motif: Bentuknya bebas
merupkan gambaran jalinan mengikat mengartikan jalinan dalihan na tolu yang menuntun segenap bentuk perikatan kekeluargaan masyarakat Batak Toba.
Letak: Biasanya di letakan pada
dorpi jolo.
Makna: Sebagai pengingat
pemilik rumah agar senantiasa hormat kepada pihak hula-hula dan sifat membujuk pihak boru serta sikap hati–hati terhadap dongan sabutuha.
5.
Gorga iran-iran
Motif: Iran–iran adalah sejenis
merambat.
Letak: Biasanya di letakan pada
songsong boltok.
Makna: Sebagai simbol
kecantikan atau manis.
6.
Gorga silintong
Motif: Merupakan tanda yang
berbentuk visualisasi dari tiruan putaran air dalam suatu wadah.
Letak: Gorga ini ditempatkan
pada dorpi jolo
Makna: Mengartikan pusaran air
yang indah.
7.
Gorga sitangan
Motif: Bentuk gorga ini
menyerupai dua buah gorga simeol–meol yang dipasang berhadapan.
Letak: Gorga ini ditempatkan
pada dorpi jolo.
Makna: Kewajiban tuan rumah
untuk ramah, hormat, sopan berhadapan dengan tamu.
8.
Gorga sihoda-hoda
Motif: Bentuknya menyerupai
orang yang sedang menunggangi kuda.
Letak: Diletakkan pada
Makna: Pemilik Rumah sudah berhak melaksanakan pesta besar mangalahat horbo
9.
Gorga simataniaria
Motif: Bentuknya mirip matahari.
Letak: Ditempatkan pada sebelah
kiri dorpi jolo.
Makna: Penerangan kesuburan
dan kehidupan bagi pemilik rumah.
10.
Gorga singa-singa
Motif: Bentuknya adalah wajah
manusia yang berwibawa dengan lidah terjulur sampai ke dagu. Kepala beserban dengan kain tiga kali lilitan dan sikap kaki berlutut.
Letak: Gorga ini diletakan di
sebelah kan dan kiri dorpi jolo
Makna: Berwibawa.
11.
Gorga boraspati
Motif: Boraspati (cecak) dapat
menempel berjalan di berbagai bentuk sisi dan bidang.
Letak: Dorpi jolo,parhongkom
rumah dan pintu sopo.
Makna: Kecerdasan,
12.
Gorga gaja dompak
Motif: Bentuknya seperti gorga
jengger hanya berbeda penempatan nya.
Letak: Santung–santung atau
pada dorpi jolo.
Makna: Simbol Kebenaran.
13.
Gorga buah dada
Motif: Gorga buah dada ini
berjumlah delapan buah yang di tempatkan di parhongkom,empat buah berada dikiri dan empat buah di kanan.
Letak: Diletakan depan mulut
boras pati.
Makna: Sebagai lambang
Kesuburan.
14.
Gorga jenggar/jorn
gom
Motif: Menyerupai muka
manusia.
Letak: Gorga ini di tempatkan
pada bagian tomboman adop– adop dan halang gordang.
Makna: Sebagai simbol penjaga
15.
Gorga ulu paung
Motif: Ulu paung berbentuk muka
raksasa setengah manusia setengah hewan. Ulu paung sekilas terlihat mirip wajah manusia bertanduk kerbau.
Letak: Pada bagaian ujung atas
atap.
Makna: Menggambarkan
kekuatan dan sebagai tanda hagabeon parhorasan (banyak keturunan).
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan arsitektur diberbagai belahan dunia semakin hari semakin maju, salah satunya adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perkembangan arsitektur di Indonesia dipengaruhi oleh budaya, kesenian, ekonomi, politik, sosial, geografis dan banyaknya suku bangsa di Indonesia. Banyaknya suku bangsa dengan budaya yang berbeda-beda ini membuat Indonesia kaya akan Arsitektur Tradisionalnya yaitu Rumah Adat pada tiap suku. Misalnya Rumoh Aceh, Rumah Adat Batak Toba (Rumah Bolon), Rumah Adat Karo (Siwalu Jabu), Rumah Gadang, Rumah Panjang, Rumah Limas, dan sebagainya. Rumah adat tersebut dipengaruhi oleh budaya dan aktivitas yang biasa dilakukan oleh suku masing-masing.
Arsitektur Modern dan arsitektur Post-Modern lahir pada periode yang hampir bersamaan. Walaupun berada pada satu periode yang hampir bersamaan, arsitektur Modern dan arsitektur Post-Modern memiliki beberapa perbedaan. Arsitektur Post-Modern merupakan perpaduan antara dua unsur dalam suatu bangunan, yaitu perpaduan antara Arsitektur Tradisional dan Arsitektur Klasik yang diaplikasikan pada beberapa gereja di Indonesia. Arsitektur Neo Vernakular merupakan salah satu aliran yang berkembang pada era Post-Modern yaitu aliran arsitektur yang muncul pada pertengahan tahun 1960-an.
Gereja HKBP Parapat merupakan salah satu gereja yang menerapkan Arsitektur Neo Vernakular. Perpaduan antara dua gaya arsitektur yang berbeda dan tetap mempunyai nilai tradisional membuat bangunan ini menarik untuk dianalisis. Gereja HKBP Parapat terdiri dari dua lantai, dimana pada lantai satu terdapat altar, tempat pemusik, dan terdapat 86 bangku untuk para jemaat gereja. Sedangkan, pada lantai dua terdapat 46 bangku para jemaat yang dapat melihat altar pada lantai satu. Gereja HKBP Parapat memiliki dua lonceng besar pada lantai teratas yaitu lantai lima, dimana lantai tiga sampai lima hanya untuk lonceng.
meneliti tentang penerapan gaya Arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka hal yang menjadi rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi gereja HKBP Parapat sebagai bangunan arsitektur Neo Vernakular?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji penerapan arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat.
2. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi Gereja HKBP Parapat sebagai bangunan arsitektur Neo Vernakular?
1.4. Manfaat Penelitian
1.5. Kerangka Berpikir
LATAR BELAKANG
Munculnya beberapa gaya arsitektur yang mengadopsi dari negara luar, misalnya gaya arsitektur Klasik yang memiliki aliran arsitektur seperti arsitektur Gothic dan arsitektur Renaissance, kemudian dilanjutkan dengan arsitektur Modern dan arsitektur Post-Modern. Arsitektur Neo Vernakular merupakan perpaduan antara Arsitektur Tradisional dan Arsitektur Klasik dalam suatu bangunan.
Gereja HKBP Parapat merupakan salah satu gereja yang menerapkan Arsitektur Neo Vernakular. Perpaduan antara dua gaya arsitektur yang berbeda
RUMUSAN MASALAH Bagaimana penerapan arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat? TUJUAN PENELITIAN Mengkaji penerapan arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat. MANFAAT PENELITIAN
Menjadi salah satu bahan literatur mengenai arsitektur Neo Vernakular.
Dapat dijadikan sebagai referensi bahan perbandingan sebagai literatur tentang arsitektur Neo Vernakular.
STUDI LITERATUR
Arsitektur Gereja
Arsitektur Neo Vernakular
METODE PENELITIAN Jenis penelitian deskriptif kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi literatur dan observasi ke lapangan.
KESIMPULAN
ANALISIS
Analisa gaya arsitektur Neo Vernakular pada bangunan (deskriptif kualitatif).
ABSTRAK
Arsitektur Neo Vernakular merupakan salah satu gaya arsitektur yang berkembang di Indonesia. Perpaduan antara arsitektur tradisional dengan arsitektur modern biasa disebut dengan arsitektur Neo Vernakular. Bangunan dengan gaya arsitektur tersebut salah satunya adalah Gereja HKBP Parapat. Gereja ini berlokasi di Jalan Bukit Barisan Parapat. Wujud arsitektur, eksterior dan interior merupakan hasil perpaduan dari gaya arsitektur Jerman dan tradisional Batak Toba sehingga membuat gereja menarik untuk dikaji. Dalam penelitian ini akan mengkaji tentang penerapan arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat dan mengkaji mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Gereja HKBP Parapat sebagai bangunan arsitektur Neo Vernakular. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu, data-data yang dihasilkan melalui observasi secara langsung pada objek penelitian dan melakukan studi literatur dengan mempelajari buku-buku serta hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan arsitektur Neo Vernakular. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan arsitektur Neo Vernakular tampak pada penggunaan atap miring, penggunaan atap pada entrance dan puncak jendela gereja yang menerapkan budaya sekitar/lingkungan yaitu Batak Toba. Penggunaan dinding batu bata dan adanya ornamen arsitektur tradisional Batak Toba pada Gereja HKBP Parapat juga menunjukkan adanya penerapan arsitektur Neo Vernakular.
Kata kunci: Arsitektur, Gereja Neo Vernakular, Hkbp, Parapat
ABSTRACT
INTERPRETASI ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR PADA GEREJA HKBP PARAPAT, SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH
CHRONIKA DWINA SITORUS
110406130
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
INTERPRETASI ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR PADA GEREJA HKBP PARAPAT, SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
CHRONIKA DWINA SITORUS
110406130
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
PERNYATAAN
INTERPRETASI ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR PADA GEREJA HKBP PARAPAT, SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Januari 2016 Penulis
Judul Skripsi : Interpretasi Arsitektur Neo Vernakular Pada Gereja HKBP Parapat, Sumatera Utara
Nama Mahasiswa : Chronika Dwina Sitorus Nomor Pokok : 110406130
Departemen : Arsitektur
Menyetujui Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Nelson M. Siahaan, Dipl. TP., M. Arch.)
Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,
Telah diuji pada
Tanggal : 08 Januari 2016
Panitia Penguji Skripsi
Ketua Komisi Penguji : Dr. Ir. Nelson M. Siahaan, Dipl.TP.M.Arch. Anggota Komisi Penguji : 1. Amy Marisa, ST., MSc, PhD.
SURAT HASIL PENILAIAN SKRIPSI
Nama : Chronika Dwina Sitorus
Nim : 110406130
Judul Skripsi : Interpretasi Arsitektur Neo Vernakular Pada Gereja HKBP Parapat, Sumatera Utara
Rekapitulasi Nilai :
A B+ B C+ C D E
Dengan ini mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan :
No Status Waktu Pengumpulan Laporan Paraf Pembimbing Koordinator Skripsi 1 Lulus Langsung
2 Lulus Melengkapi 3 Perbaikan
Tanpa Sidang 4 Perbaikan
Dengan Sidang 5 Tidak Lulus
Medan, Januari 2016
Ketua Departemen Arsitektur Koordinator Skripsi
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya yang melimpah sehingga dapat menyelesaikan seluruh proses penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak berperan penting, yaitu:
1. Bapak Dr. Ir. Nelson M. Siahaan, Dipl. T.P., M. Arch. selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Wahyuni Zahrah, ST., M.S. dan Ibu Amy Marisa, ST., M.Sc., Ph.D. selaku Dosen Penguji, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap skripsi ini.
3. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT. selaku Ketua Departemen Arsitektur dan Ir. Rudolf Sitorus, M.LA. selaku Sekretaris Departemen Arsitektur.
4. Bapak/Ibu staff pengajar Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Suhunan Sitorus, S.E., Iroth Nurmala Amastasia Sitorus, Amd. dan abang ipar saya, Vertus Marupa Ronaldo Hutagaol, S.T. Terima kasih atas doa dan dukungannya dari awal masuk kuliah hingga perjuangan menyelesaikan kuliah.
6. Sepupu tersayang Carolina Tessalonika Panjaitan yang selalu memberikan doa, semangat, serta membantu dalam menerjemahkan abstrak skripsi ini. 7. Sahabat-sahabat tercinta yang selalu setia memberikan doa dan
semangatnya serta menemani survei ke lapangan, Anita Yentriana Hutabarat dan Frenky Samuel Takalamingan, S.E.
8. Pengurus Gereja HKBP Parapat, Amang Sihite yang dengan sukacita memberikan izin untuk survei di gereja HKBP Parapat.
9. Sahabat-sahabat saya yang selalu memberikan doa dan semangatnya, juga membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini, Agnesma, Ulikna, Iyun, Susay, Yuni, Rinaldo, dan Octa Birong.
10. Kak Ayu (penghuni perpustakaan Departemen Arsitektur) yang selalu setia memberikan dukungannya dan senantiasa menampung kami adek-adeknya yang terlantar tidak punya ruangan.
11. Teman-teman seperjuangan skripsi, abang dan kakak senior, serta teman-teman mahasiswa stambuk 2011.
Medan, Januari 2016 Penulis
ABSTRAK
Arsitektur Neo Vernakular merupakan salah satu gaya arsitektur yang berkembang di Indonesia. Perpaduan antara arsitektur tradisional dengan arsitektur modern biasa disebut dengan arsitektur Neo Vernakular. Bangunan dengan gaya arsitektur tersebut salah satunya adalah Gereja HKBP Parapat. Gereja ini berlokasi di Jalan Bukit Barisan Parapat. Wujud arsitektur, eksterior dan interior merupakan hasil perpaduan dari gaya arsitektur Jerman dan tradisional Batak Toba sehingga membuat gereja menarik untuk dikaji. Dalam penelitian ini akan mengkaji tentang penerapan arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat dan mengkaji mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Gereja HKBP Parapat sebagai bangunan arsitektur Neo Vernakular. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu, data-data yang dihasilkan melalui observasi secara langsung pada objek penelitian dan melakukan studi literatur dengan mempelajari buku-buku serta hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan arsitektur Neo Vernakular. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan arsitektur Neo Vernakular tampak pada penggunaan atap miring, penggunaan atap pada entrance dan puncak jendela gereja yang menerapkan budaya sekitar/lingkungan yaitu Batak Toba. Penggunaan dinding batu bata dan adanya ornamen arsitektur tradisional Batak Toba pada Gereja HKBP Parapat juga menunjukkan adanya penerapan arsitektur Neo Vernakular.
Kata kunci: Arsitektur, Gereja Neo Vernakular, Hkbp, Parapat
ABSTRACT
Neo Vernacular architecture is one of the architectural style that developed in Indonesia. The combination among traditional architecture with modern architecture commonly called Neo Vernacular architecture. Building that have architectural style like that one of them is the Parapat HKBP church. The church is located at Jalan Bukit Barisan Parapat. A form of architecture, exterior and interior is the result of a combination of German and traditional Batak Toba architectural styles so that make the church interesting to study. In this research will study about the application of Neo Vernacular architecture in Parapat HKBP church and examine the factors that influence HKBP Parapat as Neo Vernacular architecture building. This study uses qualitative descriptive method, that is data generated through direct observation on the object of research and from the literature by studying books as well as the results of studies related to Neo Vernacular architecture. The results of this research is the application of Neo Vernacular architecture looked at the use of the sloping roof, the use of the roof at the entrance and the top of windows of the church were applying surrounding/environment culture that is Batak Toba. The use of brick walls and there is the Batak Toba traditional architectural ornaments on Parapat HKBP church also shows the application of Neo Vernacular architecture.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 3
1.3.Tujuan Penelitian... 3
1.4.Manfaat Penelitian ... 3
1.5.Kerangka Berpikir ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1.Arsitektur Gereja ... 6
2.1.1.Perkembangan Arsitektur Gereja di Indonesia ... 17
2.1.2.Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP ... 20
2.1.2.1.Sejarah Singkat Gereja HKBP ... 20
2.1.2.2.Perkembangan Gereja HKBP di Sumatera Utara ... 22
2.2.Arsitektur Neo Vernakular ... 24
2.2.1. Pengertian Arsitektur Neo Vernakular ... 24
2.3.2. Elemen Bangunan Rumah Tradisional Suku Batak Toba ... 31
2.3.3. Gorga Atau Ornamen ... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 42
3.1. Jenis Penelitian ... 42
3.2. Variabel Penelitian ... 42
3.3. Metode Pengumpulan Data ... 43
3.4. Kawasan Penelitian ... 44
3.5. Metode Analisa Data ... 45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46
4.2. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 49
4.2.1. Sejarah Gereja HKBP Parapat ... 49
4.3. Bentuk Arsitektur Neo Vernakular Pada Gereja HKBP Parapat ... 53
4.3.1. Atap ... 53
4.3.2. Menara ... 55
4.3.3. Dinding ... 55
4.4. Ruang Dalam/Interior Bangunan Gereja HKBP Parapat ... 59
4.5. Ruang Luar/Eksterior Bangunan Gereja HKBP Parapat ... 70
BAB V KESIMPULAN ... 72
5.1. Kesimpulan ... 72
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Gereja HKBP di Sumatera Utara ... 23
Tabel 2.2. Perbandingan Arsitektur Tradisional, Vernakular dan Neo Vernakular ... 27
Tabel 2.3. Elemen Bagian Depan ... 32
Tabel 2.4. Elemen Bagian Samping ... 33
Tabel 2.5. Jenis-Jenis Gorga ... 35
Tabel 3.1. Variabel Penelitian ... 43
Tabel 3.2. Metode Pengumpulan Data ... 43
Tabel 4.1. Perkembangan Gereja HKBP Parapat ... 50
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Basilica of Santa Croce, Florence ... 7
Gambar 2.2. Busur Lengkung ... 7
Gambar 2.3. Jendela yang berukuran kecil ... 8
Gambar 2.4. Barrel Vault ... 9
Gambar 2.5. Groin Vault ... 9
Gambar 2.6. Ribbed Vault ... 10
Gambar 2.7 Katedral Trier di Jerman (kiri) dan Notre Dame du Mont Cornadore, Saint Nectaire di Prancis (kanan) ... 10
Gambar 2.8. Fasad Katedral Reims, Prancis ... 11
Gambar 2.9. Bentuk jendela seperti mawar pada Gereja ... 12
Gambar 2.10. Bentuk ukiran (tracery) pada jendela Gereja dan menggunakan kaca patri bergambar (stained glass) ... 12
Gambar 2.11. Pointed arch pada Gereja ... 13
Gambar 2.12. Ribbed vault pada Gereja ... 13
Gambar 2.13. Dinding penopang (Buttress)pada Gereja ... 14
Gambar 2.14. Menara loncengpada Gereja ... 15
Gambar 2.15. Gereja St. Petrus di Roma, Italia ... 16
Gambar 2.16. Carlo Maderno Santa Susanna, Roma ... 17
Gambar 2.17. Gereja HKBP Hutaraja Dolok ... 18
Gambar 2.18. Gereja Bleduk di Semarang... 18
Gambar 2.19. Gereja Katedral Jakarta ... 19
Gambar 2.21. Logo HKBP ... 22
Gambar 2.22. Denah Rumah Tradisional Suku Batak Toba ... 30
Gambar 2.23. Tampak Depan Rumah Tradisional Suku Batak Toba ... 31
Gambar 2.24. Elemen pada Bagian Depan Bangunan ... 31
Gambar 2.25. Elemen pada Bagian Samping Bangunan ... 33
Gambar 3.1. Lokasi Gereja HKBP Parapat ... 44
Gambar 3.2. Skematik Jarak Kawasan Penelitian ... 44
Gambar 4.1 Peta Kota Parapat, Kec. Girsang Sipangan Bolon ... 46
Gambar 4.2 Peta Lokasi Penelitian ... 47
Gambar 4.3 Peta Kawasan Eksisting Gereja HKBP Parapat ... 48
Gambar 4.4 Master Plan Gereja HKBP Parapat ... 51
Gambar 4.5 Tampak Depan Gereja HKBP Parapat ... 52
Gambar 4.6 Perspektif Gereja HKBP Parapat ... 52
Gambar 4.7 Penggunaan Atap Miring Pada Gereja HKBP Parapat ... 54
Gambar 4.8 Atap Rumah Tradisional Batak Toba ... 54
Gambar 4.9 Penggunaan Atap Tradisional Batak Toba Pada Atap gereja HKBP Parapat ... 54
Gambar 4.10 Menara pada Gereja HKBP Parapat ... 55
Gambar 4.11 Detail Dinding pada Gereja HKBP Parapat ... 56
Gambar 4.14 Tampak Samping Gereja HKBP Parapat ... 58
Gambar 4.15 Detail Ornamen Pada Dinding Gereja HKBP Parapat ... 59
Gambar 4.16 Denah Lantai 1 dan Denah Lantai Mezanin ... 60
Gambar 4.17. Denah Lantai 2 dan Denah Lantai Menara Gereja ... 61
Gambar 4.18 Altar Gereja HKBP Parapat ... 63
Gambar 4.19 Interior Gereja HKBP Parapat... 65
Gambar 4.20 Ornamen pada Dinding Gereja HKBP Parapat ... 66
Gambar 4.21 Lantai 1 dan Lantai 2 Gereja HKBP Parapat ... 66
Gambar 4.22. Sekat Gereja HKBP Parapat ... 67
Gambar 4.23 Lantai Gereja HKBP Parapat ... 68
Gambar 4.24. Lantai 2 pada Gereja HKBP Parapat ... 68
Gambar 4.25 Material Keramik pada lantai 2 Pada Gereja HKBP Parapat ... 69
Gambar 4.26. Denah Simetris pada Gereja HKBP Parapat ... 70
Gambar 4.27 Taman Yang Berada Di Halaman Samping Gereja ... 71