• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang mempengaruhi Hugo Chavez dal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Faktor yang mempengaruhi Hugo Chavez dal"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Nasionalisasi Perusahaan Minyak Swasta Venezuela sebagai bagian

dari Gerakan Revolusi Bolivarian yang dijalankan oleh Hugo Chavez

Oleh

FADHIL AKBAR KURNIAWAN

1110852004

Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(2)

Nasionalisasi Perusahaan Minyak Swasta di Venezuela sebagai

bagian dari Revolusi Gerakan Bolivarian yang dijalankan Hugo

Chavez

Latar Belakang

Jatuhnya rezim komunis pasca Cold War membawa perubahan yang begitu signifikan terhadap tatanan sistem internasional. Uni Soviet yang menjadi representasi dari negara super power dengan ideologi komunis harus mengakui kedigdayaan Amerika Serikat yang keluar sebagai pemenang dalam Cold War. Amerika Serikat mulai meperluas pegaruhnya terhadap bekas bekas negeri komunis melalui invasi dan operasi operasi intelijen rahasia. Kekuasaan Amerika Serikat saat ini hampir mencapai 50% dari 500 (Multi national Coorporation) dan bank bank terbesar di seluruh dunia dan juga ratusan misi-misi militernya1. Namun, dominasi

kekuasaan imperialism Amerika Serikat mulai ditentang oleh beberapa negara, seperti di Irak dan Afghanistan mulai bermunculan perlawanan oleh gerakan rakyat terhadap invasi invasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan terjadinya konflik konflik bersenjata. Saat ini, gelombang perlawanan rakyat terhadap globalisasi neoliberal diseluruh dunia mulai semakin meningkat.

Gelombang perlawanan yang dilakukan rakyat terhadap hegemoni AS juga terjadi di beberapa negara di kawasan Amerika Latin, khususnya Venezuela. Dibawah kepemimpinan Hugo Chavez yang belakangan menjadi sangat popular di kalangan rakyat jelata Venezuela mulai terang-terangan menentang segala bentuk imperialis yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Trry Lyn Karl mengemukakan bahwa pada kasus Venezuela, minyak merupakan faktor yang paling penting dalam menjelaskan pembentukan kondisi struktural bagi kehancuran otoriterisme militer dan kelangsungan suatu sistem yang demokratis2. Hal tersebut disebabkan minyak merupakan

komoditi vital yang secara universal paling dibutuhkan dalam menjalankan mekanisme pasar.

1SERIAL, Perubahan Sejati Terbukti Bisa, Institut for Global of Justice, Jakarta 2006, hal 7

2Terry Lyn Karl, “Minyak dan Fakta Politik: Transisi Menuju Demokrasi di Venezuela”, dalam Guilermo O’Donnell, et.Al,

(3)

Venezuela merupakan salah satu negara di kawasan Amerika Latin dengan sumber kekayaan alam yang melimpah, terutama dalam komoditi minyak bumi. Minyak bumi menjadi salah satu sumber pendapatan devisa terbesar bagi Venezuela. Pada tahun 2003, Venezuela menjadi negara pengekspor minyak bumi terbesar ke lima di dunia dan terbesar ketiga bagi Amerika Serikat3. Selama dua dekade pelaksanaan agenda neoliberalisme yang dilakukan oleh

Amerika Serikat di Venezuela berdampak terhadap semakin terpuruknya perekonomian Venezuela. Hal tersebut berdampak terhadap semakin meningkatnya pengangguran akibat dari banyaknya perusahaan yang bangkrut dan melakukan PHK besar-besaran.

Hugo Chavez yang didukung oleh rakyat yang rata-rata berasal dari golongan menengah ke bawah, menerapkan sebuah kebijakan ekonomi yang anti terhadap neoliberalisme. Organisasi gerakan rakyat yang menentang kebijakan kapitalisme di kawasan Amerika Latin, khususnya di Venezuela disebut dengan Lingkaran Bolivarian. Kebijakan yang diterapkan oleh Hugo Chavez diantaranya yaitu dengan melakukan kontrol terhadap nilai tukar, prioritas ekonomi yang berlandaskan terhadap nilai nilai keadilan4.

Chavez juga menerapkan kebijakan yang controversial yaitu dengan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan minyak PDVSA (Petroleos de Venezuela SA) yang merupakan salah satu asset negara yang sebelumnya dikuasai oleh pemodal asing khususnya Amerika Serikat. Venezuela menaikkan royalti terhadap setiap barel minyak yang diekspor Venezuela dari 1% menjadi 17%, dan juga pajak atas laba yang sebelumnya hanya 34% dinaikkan menjadi 50% serta mengajukan tagihan pajak yang belum dibayar kepada perusahaan minyak asing. Keuntungan yang berlipat ganda dari sektor migas tersebut dialokasikan untuk program-program kesejahteraan sosial terhadap kaum miskin penduduk serta untuk membangun infrastruktur seperti jalan raya dan juga rel kereta api yang ada di Venezuela5.

Pada akhir Desember 2012, Hugo Chavez melakukan nasionalisasi terhadap dua perusahaan minyak asing yang beroperasi di Venezuela, yaitu ENI (Italia) dan TOTAL SA (Perancis)6.

3Mathew Riemer, Economic Welfare’s New Resistance, dalam www.yellowtime.org,

4Wahid, Solahudin, Bangkitnya Kekuatan Amerika Latin Melawan AS, “The Jakarta Post”, edisi : Jakarta, 15 Agustus 2006 5Swhartz, Nelson D. “Oil’s Mr. Big”, 3 Oktober, 2005. Hal. 55-60

6Michelle Billig, “The Venezuela Oli Crisis: How To Secure America’s Energy”, in Foreign Affairs, Vol. 83, No.5, August 27,

(4)

Nasionalisasi terhadap lapangan minyak yang dikelola oleh pihak asing tersebut dijalankan oleh Venezuela dengan menerapkan sistem manajemen baru yang mengandung unsur politik didalamnya, yaitu meliputi perjanjian politik antara negara dengan perusahaan7.

Selain itu, Pemerintahan Hugo Chavez juga mengharuskan beberapa puluh perusahaan asing yang beroperasi di Venezuela untuk meninjau kembali atau memperbaharui kontraknya. Chavez mengancam, apabila maskapai-maskapai asing tersebut tidak menyetujui perubahan perubahan kontrak yang diusulkan oleh pemerintah, maka maskapai maskapai tersebut lebih baik mencari keuntungan di negara lain. Sumber-sumber energi di Venezuela mulai dicengkram secara ketat oleh Pemerintahan Hugo Chavez, dan juga mengancam para maskapai internasional yang melawan kontrol pemerintah atas sumber-sumber minyak yang menjadi milik bangsa, sehingga menyebabkan tidak satupun perusahaan asing yang memiliki saham mayoritas.

Untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya tersebut, Pemerintah Venezuela siap menghadapi berbagai konfrontasi dan kecaman dari berbagai perusahaan-perusahaan asing yang tidak menyetujui kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Venezuela. Venezuela mengeluarkan ancaman terhadap perusahaan asing yang terlibat dalam konfrontasi semacam itu agar mereka tidak dilibatkan dalam proyek-proyek minyak yang akan dating di Venezuela. Sehingga pada akhirnya perusahaan-perusahaan Amerika Serikat seperti Exxon, Chevron, Conoco Philips), juga perusahaan Eropa (British Petroleum dan Statoil), serta sekitar 20 perusahaan asing lainnya, secara sukarela menyetujui tawaran pemerintah Venezuela tersebut8.

Orinoco Belt Project yang sebelumnya dikontrol oleh enam perusahaan asing (Conoco Philips, Chevron dan Exxon Mobile dari Amerikas Serikat bekerjasama dengan BP dari Inggris, Statoil dari Norwegia dan Total dari Perancis), pengelolaanya kemudian dialihkan kepada perusahaan minyak negara Venezuela yaitu PDVSA, yang akan mengendalikan sekurang-kurangnya 60% dari proyek tersebut, dan keuntungan atas proyek tersebut akan dikembalikan ke Venezuela. Orinoco Belt Project ini merupakan sebuah program yang bertujuan untuk membangun salah satu cadangan minyak terbesar dunia ang berada di Venezuela9.

8Ngadidjo, “Kebijakan Nasionalisasi di Venezuela di Bawah Hugo Chavez”, dalam www.itmiwordpress.com, edisi 7 November

2007

(5)

Langkah nasionalisasi yang dilakukan Chavez merupakan upayanya dalam mengembalikan semua aset strategis negara yang dijual melalui proyek privatisasi oleh rezim pemerintahan pro-liberalisme sebelum Chavez. Pada masa pemerintahan sebelum Chavez, Venezuela dikenal sebagai negara yang sangat kooperatif dengan negara negara maju, khususnya dengan Amerika Serikat (AS). Pada masa jabatan Carlos A. Perez sebagai presiden Venezuela, hubungan dengan AS berjalan dengan baik dikarenakan Venezuela masih bergantung dalam soal persenjataan bagi angkatan bersenjatanya. Sampai jatuhnya pemerintahan Perez dikarenakan kasus korupsi, maka ditunjuklah Ramon Velasquez sebagai presiden sementara di Venezuela, ternyata ia juga menjalin hubungan baik dengan AS terutama dalam pemberantasan jalur perdagangan narkotika. Tidak berbeda dengan pendahulunya, Caldera Rodriguez juga meningkatkan hubungan dengan AS, yang terlihat dengan adanya berbagai pertemuan antara kedua negara untuk membahas upaya peningkatan hubungan bilateral, khususnya dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan keadaan Venezuela pada pemerintahan Hugo Chavez.

Dalam menjalankan politik luar negerinya yang anti-amerikanisme Presiden Hugo Chavez menggariskan politik luar negeri dengan prinsip independensi Venezuela dan melawan campur tangan Amerika Serikat dan turut berpartisipasi dalm pembentukan dunia yang berdasar multipolar yaitu pendekatan dengan Eropa10. Chavez menawarkan minyak pemanas murah

kepada warga Eropa berpenghasilan rendah untuk membantu mereka melewati musim dingin. Chavez menyampaikan tawaran tersebut dalam pidato kepada lebih dari seribu aktivis sayap-kiri di Wina. Dalam rangka terciptanya dunia yang multipolar inilah Hugo Chavez mendorong terbentuknya komunitas Amerika Latin dan menganjurkan perlawanan terhadap neo-liberalisme. Dalam rangka ini pula Venezuela memainkan peran aktif dalam proyek pembangunan sistem penyiaran televise Amerika Latin yang diberi nama “Telesur” yang berpusat di Caracas. Stasiun tersebut menjadi corong penting untuk gagasan integrasi Amerika Latin yang dicita-citakan Hugo Chavez dengan Bolivarianismenya11.

(6)

Pada dasarnya modal yang dimiliki Venezuela dalam menentang pengaruh As, dikarenakan Venezuela memiliki ccadangan minyak terbesar di belahan bumi barat, Sikap keras Chavez menentang kebijakan AS yang merugikan rakyat Venezuela didukung luas tidak hanya dari rakyat Venezuela saja, bahkan beberapa negara kawasan Amerika Latin lainnya seperti Kuba dan Bolivia.

Rumusan Masalah

Revolusi Bolivarian semakin bergema di dunia internasional semenjak munculnya Hugo Chavez dengan kebijakan kebijakannya yang menentang hegemoni Amerika Serikat di Venezuela, khususnya dalam hal menasionalisasikan perusahaan perusahaan minyak swasta milik Amerika Serikat. Dimana kebijakan politik yang diambil Hugo Chavez dilandaskan terhadap upaya dalam mengembalikan hak-hak ekonomi, politik, dan kebudayaan pada rakyat Venezuela. Dengan merebut kembali aset-aset dan sumber daya ekonomi dari tangan pemodal asing, yang selama ini digunakan untuk menumpuk kekayaan dan kepentingannya sendiri. Hal ini menjadi sangat menarik bagi penulis untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari Bolivarianism yang dianut oleh Hugo Chavez dalam mengubah keadaan yang ada di Venezuela.

Pertanyaan Penelitian

Apa pengaruh dari Revolusi Bolivarian terhadap kabijakan Chavez untuk menasionalisasi Perusahaan Minyak Swasta di Venezuela ?

Tujuan Penelitian

(7)

Kajian Pustaka

Dalam Jurnal Ilmiah SERIAL (Solidaritas Rakyat Indonesia untuk Alternatif Amerika Latin) yang bertemakan “Perubahan Sejati Terbukti Bisa” Institute for Global Justice, tahun 2006, yang menjelaskan mengenai perubahan kebijakan Amerika Latin khususnya Venezuela yang melakukan perlawanan terhadap Amerika Serikat. Selain itu, juga dijelaskan mengenai permasalahan internasional mengenai kawasan Amerika Latin, dengan dipelopori oleh Kuba, Venezuela dan Bolivia. Ketiga negara tersebut menjadi pusat perhatian dunia dalam perjuangan bersama-sama menentang neo-liberalisme, dan neo-kolonialisme yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap negara-negara berkembang yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Dominasi imperialisme Amerika Serikat ini mulai ditentang dan dilawan oleh ebebrapa negara di dunia, seperti Afghanistan dan Irak.

Gelombang perlawanan rakyat di dunia terhadap globalisasi neoliberal mulai semakin meningkat sehingga menimbulkan konflik konflik bersenjata. Di Amerika Latin saja terjadi beberapa perlawanan yaitu di Venezuela pada tahun 2001-2001, di Argentina tahun 2001, di Peru tahun 2002, di Bolivia tahun 2000, 2003, dan 2000, dan di Equador pada tahun 2000 dan 2005. Gelobang perlawanan yang dilakukan rakyat terhadap hegemoni AS juga terjadi pada masa kepemimpinan Chavez yang sangat popular di kalangan rakyat jelata Venezuela. Ia secara terang-terangan menentang segala bentuk imperialis yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Sangat bertolak belakang dengan kepemimpinan sebelum Chavez, yang dipimpin oleh Carlos Andrea Perez yang dikenal sangat dekat dengan Amerika Serikat.

Pihak oposisi pemerintah Perez menyebut Perez sebagai komperador atau sebutan bag seseorang yang menjadi kaki tangan/mengikuti kebijakan orang lain. Segala kebijakan ternyata tidak berpihak terhadap rakyat Venezuela, melainkan lebih tunduk dalam segala desakan atau kebijakan dari pemerintah AS.

(8)

200). Pemberontakan yang dipicu oleh peristiwa Caracazo 1989 yaitu pemogokan rakyat melawan kenaikan harga BBM dan kebijakan pendidikan yang merugikan rakyat yang hanya menjadi agenda kebijakan dari neo-liberal. Gerakan ini mengalami kegagalan, yang disebabkan pada saat itu rakyat belum terpimpin. Chavez pada saat itu ditangkap, namun menjadi sosok yang popular di tengah tengah rakyat. Gerakan tersebut menjadi salah satu investasi olitik bagi perubahan untuk kedepannya, terutama dalam hal menyatukan massa untuk bergerak. Selepas Chavez keluar dari penjara dan semakin populer di kalangan masyarakat Venezuela, partainya yaitu “Pergerakan untuk Republik ke Lima” (The Movement for a Fifth Republic) memenangkan pemilu pada tahun 199912.

Di Amerika Latin, rakyat selalu memahami satu prinsip, yaitu “El pueblo unidohama serra fencido”, yang berarti rakyat bersatu tidak dapat dikalahkan. Dengan semangat kerjasama, lingkaran Bolivarian di bawah Chavez memberikan tempat bagi solidaritas dalam hubungan antar manusia dan antar kelompok. Mereka membangun kesatuan ekonomi baru, dibiayai oleh negara untuk menciptakan pembangunan.

Tulisan selanjutnya, Harold Molineu dalam U.S Policy Toward Latin America; From Regionalism to Globalism Westview Press, San Fransisco 1990, yang menjelaskan kepentingan Amerika Serikat di wilayah Amerika Latin. Wilayah Amerika Latin memiliki nilai-nilai yang sangat strategis dan menguntungkan bagi Amerika Serikat. Adapun beberapa poin yang dinilai di Amerika Latin, antara lain, yaitu :

1. Letak geografis wilayah Amerika Latin

2. Pengaruh Amerika Latin bagi posisi Amerika Serikat di dunia Internasional

3. Hasil-hasil sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh negara-negara Amerika Latin 4. Ikatan tradisional dan keterikatan terhadap wilayah

5. Tingginya tingkat investasi dan perdagangan terhadap wilayah ini 6. Nilai-nilai kemanusiaan

12Steve Ellener, Rethinking Venezuelan Politics, “Class, Conflict, and the Chavez Phenomenon”, Lynne Rienner Publisher, 2005

Dari poin-poin tersebut dapat dilihat kepentingan Amerika Serikat, yang terdiri atas:

(9)

2. Pengaruh Amerika Latin bagi posisi Amerika Serikat di dunia Internasional adalah kepentingan politik, dan

3. Sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh negara-negara Amerika Latin merupakan kepentingan ekonomi.

Bagi negara yang memiliki pengaruh besar seperti Amerika Serikat, wilayah Amerika Latin merupakan kawasan yang memiliki nilai-nilai strategis dan menguntungkan. Hubungan Amerika Serikat dan Amerika Latin telah terjalin sejak lama, hal ini terlihat dari dukungan Amerika Serikat terhadap perjuangan kemerdekaan Amerika Latin yang dilakukan oleh Simon Bolivar13.

Selanjutnya, Michelle Billig dalam bukunya “The Venezuelan Crisis: How To Secure America’s Energy in foreign Affairs”, August 27, 2004, yang menjelaskan bahwa nasionalisasi Perusahaan Minyak Asing di Venezuela oleh Hugo Chavez. Pada tahun 2001 menasionalisasi PDVSA (Petroleos de Venezuela SA) yang awalnya dikuasai oleh konglomerat swasta. Dengan nasionalisasi PDVSA semakin mengukuhkan eksistensi Hugo Chavez dalam politik di Amerika Latin khususnya dan di dunia umumnya. Hugo Chavez melakukan tindakan yang sangat berani mengenai optimalisasi potensi minyak yang dimiliki negara Venezuela. Keyakinan bahwa Venezuela merupakan negara penghasil minyak terbesar kelima dunia dan diperkuat dengan pendapat dari berbagai kalangan dalam industry minyak, bahwa Venezuela akan melampaui Saudi Arabia, mendorong Chavez untuk melakukan nasionalisasi terhadapa perusahaan minyak asing yang beroperasi di Venezuela. Pada akhir Desember 2002, Hugo Chavez melakukan nasionalisasi terhadap 2 lapangan minyak di Venezuela yang dikelola oleh investor asing, yaitu : TOTAL SA (Perancis) dan ENI (Italia)14.

13Harold Molineu, U.S Policy Toward Latin America; From Regionalism to Globalism Westview Press, San Fransisco. 1990 14Michelle Billing dalam bukunya “The Venezuelan Oil Crisis: How To Secure America’s Energy in foreign Affairs”, Vol. 83

No.5, August 27, 2004

(10)

masyarakat. Dengan dana dari hasil nasionallisasi Chavez mampu membangun sebuah gerakan ekonomi rakyat mandiri dengan 70.000 Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dari jumlah semula yang hanya sebanyak 762 BUMN ketika Chavez baru pertama kalinya naik menjadi presiden Venezuela.

Selanjutnya, tulisan dari Jurnal Sosial Demokrasi yang berjudul “Belajar dari Sosialisme Baru Amerika Latin: INDONESIA BARU”, edisi Oktober – Desember 2008, Vol.4, No.1. Bangkitnya kekuatan rakyat dan tampilnya para pemimpin berhaluan “kiri” dan “kiri-tengah” di kawasan ini, kerap disebut para pengamat sebagai jalan “sosialisme baru” Amerika latin. Dimana slogan yang disampaikan Hugo Chavez yang mengemuka ketika masyarakat dunia menyaksikan dinamika politik dan perubahan sosial berlangsung intens di negara-negara kawasan Amerika Latin, yang berbunyi “Bila kita hendak mengentaskan kemiskinan, kita harus berikan kekuasaan, pengetahuan, tanah, kredit, teknologi, dan organisasi pada si miskin” (Hugo Chavez, 2005)15.

Ted Sprague (2008), memaknai sosialisme abad ke 21 yang dipopulerkan oleh Chavez tersebut sebagai versi baru sosialisme yang telah terbebas dari distorsi Stalinisme. Perspektif lain menyebutkan, sosialisme abad 21 yang tampil di kawasan Amerika Latin adalah sosialisme demokratik, dimana perjuangan untuk mencapai panggung politik kekuasaan negara dilakukan melalui arena politik electoral, bukan melalui sebuah revolusi proletariat seperti yang dianjurkan oleh Marx. Ada pula sebagian pengamat yang menyatakan bahwa sosialisme abad 21 ala Amerika Latin merupakan gerakan sosialisme genuine, yan bercirikan tradisi penduduk asli Amerika Latin, bukan praktik sosialisme yang diimpor dari Eropa, dank arena itu terbebas dari kecongkakan ras kulit putih.

(11)

Bachelet, aktivis Partai Sosialis, menjadi Presiden Chili (2006); tokoh revolusioner lama Nikaragua, Daniel Ortega, yang kemballi ke panggung kekuasaan negara sebagai Presiden Nikaragua (2006), Rafael Correra, ekonom dan doctor ekonomi lulusan Amerika Serikat, yang terpilih sebagai Presiden Ekuador (2007), dan Fernando Lugo, Presiden Paraguay (2008). Dan, dalam gembong tersebut, terdapat tokoh “kiri” yang menjadi kuncen Amerika Latin, presiden Kuba, Fidel Castro. Pemimpin revolusioner Kuba yang telah lebih dari 30 tahun menghadapi berbagai “serangan” AS terhadap diri dan pemerintahannya ini, kini secara resmi telah digantikan oleh adiknya, Raul Castro15.

Para pemimpin Amerika Latin yang berhaluan “kiri” yang terpilih melalui pemilu demokratis di masing-masing negaranya, kini terus berjuang untuk memperkuat bangunan blok oposisi terhadap Washington yang mempromosikan kebijakan “pasar bebas”. Konsensus Washington yang berisi kebijakan pengetatan anggaran publik, liberalisasi keuangan dan perdagangan, mendorong investasi langsung asing, privatisasi BUMN, reformasi pajak, disiplin fiscal, pengendalian deficit anggaran, dan seterusnya, dianggap sebagai salah satu biang keladi dari kian terperosoknya kehidupan ekonomi dan sosial negara-negara di kawasan Amerika Latin ked alam kubangan kemiskinan, pengangguran, dan tumpukan utang luar negeri. Ada 3 elemen utama dari “Kiri” Amerika Latin yang bisa kita catat, yakni; (a) adanya komitmen yang kuat, baik secara ideologis maupun politis, upaya untuk mempromosikan egalitarianism; (b) ada keinginan yang besar untuk menjadikan “negara” sebagai pengimbang kekuatan pasar; dan (c) penekanan pada partisipasi rakyat (popular participation).

15Jurnal Sosial Demokrasi, “Belajar dari Sosialisme Baru Amerika Latin: Indonesia Baru”, edisi Oktober – Desember 2008,

Vol.4, No.1, hal 1

Kerangka Dasar Teori

(12)

Dalam usaha peningkatan kesejahteraan, negara perlu melakukan nasionalisasi ‘expropriation’, yang sudah tentu menimbulkan pertanggung jawaban negara. Nasionalisasi merupakan pengambilalihan perusahaan asing yang kemudian menjadi milik nasional atau negara yang dikuasai oleh pemerintah untuk penerapan kebijaksanaan ekonomi negara. Nasionalisasi merupakan tindakan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap negara. Nasionalisasi dulu sering dilakukan oleh negara negara komunis yang dipelopori Uni Soviet, Negara negara Asia-Afrika dan negara negara Eropa Barat. Hal ini dianggap sebagai syarat esensial untuk pelaksanaan pembangunan dan dalam kepentingan ekonomi dan kepentingan sosial Negara16.

Ada beberapa alasan mengapa nasionalisasi dilakukan, dikutip dari buku Hukum dan Hubungan Internasional, oleh M. Burhan Tsani, yaitu :

1. Nasionalisasi adalah untuk memenuhi dana Negara guna melangsungkan aktifitas kesejahteraan sosial yang disebabkan tidak adanya penghasilan negara yang memadai. 2. Kebijakan negara menghendaki dilakukan nasionalisasi.

3. Perusahaan asing dianggap hanya merupakan pengaliran devisa kenegara asing, dan reatriasi keuntungan kenegaranya.

4. Kecurangan terhadap aktifitas bisnis dan menggunakan hal itu sebagai pijakan. Negara penjajah dalam menguasai jajahan, perusahaan asing, perusahaan multinasional.

5. Nasionalisme sebagai uapaya untuk menghasilkan pemerintahan yang colonial, sebagai perusahaan asing merupakan wujud terakhir kolonialisme.

Sebuah negara yang berdaulat mempunyai hak yang sah atas pengambilan kebijakan nasionalisasi dan mempunyai hak inheren alam penanganan harta maupun usaha yang ada di wilayahnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Jika tidak ada perjanjian internasional atau jaminan pemerintah terhadap modal asing, negara bebas menasionalisasi harta kekayaan asing

16M. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty,1990)halm.51

(13)

Dependence Theory

Dalam konteks global, teori ini hendak menjelaskan mengenai persoalan kemunduran dari negara-negara bekas jajahan yang berada di Dunia Ketiga. Teori ini berbeda dengan teori imperialism yang melihat hubungan antar negara kuat dan lemah dari segi perspektif negara penjajah, sedangkan teori dependensi memandang persoalan dari perspektif negara yang dijajah.

Teori dependensi melihat dengan adanya pembagian negara oleh Wallerstein dalam “Worl System Theroy” yaitu core, semi phery phery dan phery phery, terjadi sebuah eksploitasi oleh elite lit negara phery phery yang menyebabkan negara negara tersebut ketergantungan terhadap negara maju.

Dependence theory mengajukan argument bahwa para penanam modal asing hanya tertarik pada sektor-sektor ekonomi yang dinamis di negara pinggiran. Teori ini juga menawarkan agar negara negara pinggiran tersebut menjalankan strategi sendiri, tanpa adanya campur tangan asing. Teori ini juga menginterpretasikan fenomena pembangunan yang mengalami distorsi yaitu, membandingkan pola perkembangan ini dengan suatu model ekonomi yang tumbuh lambat tapi merata, berimbang, terintegrasi dan homogen. Bukannya dalam bentuk kediktatoran, penetrasi asing dalam bentuk investasi yang padat modal yang mengurangi kebutuhan akan tenaga buruh dalam jumlah yang besar. Semakin besar jumlah tenaga kerja yang menganggur, maka semakin besardesakan merendahkan tingkat upah buruh, karena buruh yang menuntut terlalu banyak akan mudah diganti.

(14)

Penulis melihat permasalahan ini dari perspektif Realis, dimana suatu negara seharusnya tidak bergantung terhadap negara lain untuk dapat bertahan dalam lingkungan tatanan internasional yang bersifat “anarchy”. Suatu negara memiliki kepentingan yang sangat besar mengenai “power”, dimana hamper semua negara mengarahkan untuk mengukuhkan posisinya dalam konteks menyeimbangkan kekuatan dengan pihak lainnya. Menurut Thomas Hobbes (1588-1679) dalam bukunya “Leviathan”, suatu negara merupakan suatu instrument yang digunakan individu-individu untuk mencapai sebuah keadaan yang aman. Negara memiliki kewajiban untuk melindungi dan menyejahterakan individu-individu yang berada dibawah naungannya.

Selain itu, Hobbes juga menjelaskan mengenai “Negara yang Berdaulat” merupakan negara yang mampu menjaga wilayah teritorrialnya beserta etnis didalamnya dari kekuasaan asing, dan juga mampu untuk berdiri sendiri dengan memaksimalkan kemampuan yang ada didalam negara tersebut.

Hal tersebutlah yang juga dilakukan oleh Hugo Chavez, untuk mengembalikan ketimpangan posisi antara Venezuela dan Amerika Serikat beserta negara maju yang berinvestasi di Venezuela. Hugo Chavez mencoba menjadikan kemampuan sumber daya alam yang melimpah di Venezuela khususnya minyak sebagai “kekuatan” untuk dapat mencapai kepentingan nasional Venezuela agar mampu bertahan dalam tatanan internasional.

(15)

Hugo Chavez merupakan seorang mantan ketnan colonel militer, yang pergerakannya didasarkan pada filosofi dan ideology dari Simon Bolivar. Simon Bolivar merupakan seorang pembebas besar di Amerika Selatan, yang berusaha untuk menyatukan benua agar menjadi kekuatan besar melawan kekuatan kapitalisme. Gerakan Chavez berusaha untuk menerapkan ide-ide serupa dengan mendorong unifikasi politik di kawasan Amerika Selatan melalui penciptaan yang berdaulat dan blok ekonomi yang kuat. Konsep tersebut diterima dengan baik oleh rakyat dikarenakan penderitaan rakyat akibat dari sebuah agenda neoliberal yang telah melumpuhkan ekonomi dan peningkatan kemiskinan secara drastic. Sehingga konsep tersebut dinamakan Revolusi Bolivarian.

Dalam mengimplementasikan gerakan Revolusi Bolivarian, Chavez dan para pendukungnya melakukan perubahan undang-undang (konstitusi) Venezuela guna menjamin berjalannya revolusi di Venezuela. Dibawah kepemimpinannya, Revolusi Bolivarian telah melahirkan konstitusi baru yang menjadi landasan konstitusional bagi kebijakan-kebijakan yang membawa perubahan structural di Venezuela.

Konstitusi Venezuela disusun pada tahun 1999 oleh Majelis Konstitusional yang dipilih melalui referendum rakyat. Konstitusi 1999 diadopsi pada bulan Desember 1999 yang menggantikan konstitusi 1961. Konsekuensi pertama dari konstitusi 1999 adalah perubahan nama resmi Venezuela menjadi “Republik Bolivarian Venezuela”17. Perubahan signifikan terlihat

dari upaya pemisahan kekuasaan (separation power). Hal ini menggantikan tiga cabang pemerintahan dalam bentuk republik lama, dimana Republik Bolivarian Venezuela memiliki lima cabang pemerintahan, yaitu cabang eksekutif (the Presidency), cabang legislatif

17Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik Radikal (Yogyakarta: Resist Book, 2007), hlm.105

(The National Assembly), cabang yudisial (the judiciary), cabang pemilihan (electoral power), cabang kewarganegaraan (citizens’ power).

(16)

bersifat bikameral menjadi unicameral dengan menghilangkan kekuatan lembaga legislative sebelumnya. Sehingga Majelis Nasional yang baru mempunyai satu kamar (singe chamber)

dengan merubah susunan lama sebelumnya yang memiliki dua kekuatan (bidang) kekuasaan legislatif antara Bidang Deputi (Chamber Of Deputies) dan Senat. Selain itu, kekuasaan cabang-cabang legislative dikurangi dan diberikan kepada presiden. Perubahan konstitusi yang dilakukan Chavez memperlihatkan bahwa Chavez ingin mempertahankan kekuasaannya dan menjamin berjalannya proses Bolivarian di Venezuela.

Masyarakat Venezuela melihat kontradiksi yang timbul dari imperialis yang menjadi sebab-sebab ketertindasan ekonomi, ketidakadilan, yang membuat masyarakat memandang sistem ini penuh dengan masalah, walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa neoliberalisme AS memang masih sangat berkuasa di dunia saat ini. Penggunaan cara-cara perang (hard power) yang merupakan cara Amerika Serikat dalam mencapai tujuannya menjadikan pemikiran bagi banyak negara. Gelombang anti Amerikanisme ditandai dengan berbagai macam gerakan yang dilakukan oleh para aktivis. Sentimen anti Amerikanisme paling kuat salah satunya berasal dari Amerika Latin, khususnya Venezuela.

Revolusi Venezuela ingin membuat perubahan positif, membuat suatu (sistem) alternatif menjadi mustahil dan menggugat apa yang dianggap oleh perspektif dominan sebagai akhir dari sejarah. Seiring perlawanan terhadap neoliberalisme di banyak tempat di dunia, perluasan alternative Venezuela telah menjadi sebuah isu besar diantara gerakan sosial: suatu alternative yang mengembalikan revolusi dan sosialisme ke dalam agenda perjuangan rakyat18.

Revolusi Venezuela dilakukan melalui proses pemindahan kekuasaan ke tangan rakyat (dengan demokrasi langsung dan partisipatif) serta mendistribusi kepemilikan pribadi (baik secara bertahap maupun simultan) yang membuka jalan bagi sosialisme abad 21.

18Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik Radikal (Yogyakarta: Resist Book, 2007), hlm.158.

(17)

demokrasu langsung yang partisipatif untuk membangkitkan kesadaran rakyat atas kekuatannya sendiri untuk mengatur negara dalam kehidupannya.

Proses revolusioner yang menempatkan Chavez di Venezuela dengan konsep Sosialisme Abad 21 nya sebagai suatu pilihan tandingan dari Bush di Washington dengan konsep Neoliberalismenya,, bersamaan dengan kemajuan di Kuba, Bolivia, dan Ekuador, yang telah menginspirasi banyak kekuatan demokratik dan revolusioner di seluruh dunia yang harus dibela oleh kaum kiri dan gerakan sosial di seluruh dunia.

Revolusi sosialis dalam pengertian kongkritnya berupa sosialisasi kepemilikan pribadi, transformasi kesadaran dan kebudayaan, serta peningkatan tenaga produktif, yang sedang berkembang di Venezuela. Melalui apa yang disebut dengan “revolusi damai”. Dimana proses tersebut terus berlanjut dan membuat yang dianggap mustahil menjadi kenyataan. Momen-momen penting dan menentukan dalam tahap revolusi adalah 13 April 2002 ketika mobilisasi jutaan rakyat miskin Venezuela berhasil mengalahkan kudeta ooposisi sayap kanan serta keberhasilan perjuangan melawan pemogokan para pemilk bisnis di akhir tahun yang sam. Sejak saat itu, proses revolusioner semakin ditingkatkan, meski beberpaa pendapat menganggapnya masih terlalu lamban. Karena sosialisme tidak terjadi lewat dekrit atau deklarasi walau Chavez sudah mendeklarasinya di akhir Desember 2005.

Hugo Chavez dan gerakannya, didukung oleh kepercayaan rakyat Venezuela dan terpilih sebagai presiden Venezuela pada tahun 1988. Sosialisme merupakan jalan yang dipilih oleh Hugo Chavez sebagai bentuk perlawanan terhadap imperialism. Sosialisme tersebut untuk mengatasi adanya pertentangan antara dua kelas, digantikan dengan hubungan kesetaraan. Saat ini, sosialisme disebut bukan sebagai sosialisme yang sudah lama ada, melainkan sosialisme abad 21 yang menekankan tentang demokratis dan humanis. Salah satu sikap Hugo Chavez dalam melawan neoliberalisme adalah kebijakan nasionalisasi perusahaan minyak swasta di Venezuela, hal ini sangay didukung oleh rakyatnya dimana para buruh di Venezuela sangat antusias akan kebijakan tersebut.

(18)

berdasarkan semangat solidaritas dan kerjasama yang dianggap oleh Hugo Chavez sebagai pembangunan. Ini membuka gerak solidaritas hubungan antar manusia dan kelompok. Revolusi Bolivarian ini mengedepankan pembangunan kesatuan ekonomi baru yang dibiayai negara yang berkelebihan dengan model kapitalis19.

Metode Analisis

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode analisis deskriptif, yakni suatu bentuk penulisan dengan cara memaparkan dan menjelaskan mengenai masalah yang diangkat secara jelas. Tujuan analisis ini ialah untuk membuat deskriptif atau gambaran secara sstematis, factual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki20.

Metode ini ditunjang dengan pengumpulan data melalui studi kepustakaan, yaitu berupa buku-buku yang menyangkut dan berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dalam penulisan ini. Terdapat pula jurnal, tulisan, buku, dan media cetak lainnya, baik yang terbit harian, mingguan, maupun bulanan. Kemudian data juga diperoleh dari media internet.

Setelah tahap pencarian data, selanjutnya dilakukan pengolahan data. Penulis menggunakan metode dedukasi, yaitu dengan menguraikan masalah-masalah yang bersifat umum dan kemudian dilanjutkan dengan menguraikan masalah yang bersifat khusus. Berdasarkan data-data yang telah diseleksi sebelumnya, penulis melakukan pengklasifikasian data, disesuaikan dengan tema yang dibahas. Data-data tersebut digunakan untuk menjawab pokok permaslaahan dengan menggunakan teori sebagai laat analisisnya, sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu kesimpulan.

19 Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik Radikal (Yogyakarta: Resist Book, 2007). 20 Moh. Nasir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988, hal.63

Sistematika Penulisan

Penulisan proposal ini dimulai dengan Bab I yang berisikan latar belakang, maslaah, rumusan masalah, kerangka dasar teori, metode analisis dan sistematika penulisan.

(19)

politik Venezuela saat sebelum dan sesudah Hugo Chavez terpilih sebagai presiden Venezuela pada tahun 1998. Ketergantungan dunia akan minyak Venezuela dan Tinjauan Historis Venezuela dalam kondisi kesengsaraan oleh imperialisme dan kapitalisme global sebagai bentuk pejajahan dengan berbagai keuntungan.

Selanjutnya dilanjutkan pembahasan Bab Ketiga. Dalam Bab ini penulis akan membahas mengenai Hugo Chavez dengan gerakan Bolivariannya. Disini penulis ingin menjelaskan siapa Hugo Chavez dengan menurut sejarah riwayat hidup Chavez, motivasi Chavez sejak awal hingga menjadi presiden Venezuela.

Pada Bab Keempat akan membahsa mengenai lahirnya kebijakan nasionalisasi perusahaan minyak swasta asing oleh presiden Venezuela, Hugo Chavez. Disamping membahsa mengenai tujuan kebijakan itu dibuat, juga akan dibahas mengenai sosialisme abad 21 yang diusung oleh Chavez yang sangat berhubungan dengan lahirnya nasionalisasi perusahaan minyak swasta asing tersebut.

Setelah membahas Bab Keempat, maka penulis akan melanjutkan pembahsannya dengan menyimpulkan seluruh rangkaian bahsan sebelumnya (Bab I – IV), dimana bahsan ini akan terangkum dalam Bab Kelima.

Daftar Pustaka

SERIAL, Perubahan Sejati Terbukti Bisa, Institut for Global of Justice, Jakarta 2006

Terry Lyn Karl, “Minyak dan Fakta Politik: Transisi Menuju Demokrasi di Venezuela”, dalam

(20)

Mathew Riemer, Economic Welfare’s New Resistance, dalam www.yellowtime.org,

Wahid, Solahudin, Bangkitnya Kekuatan Amerika Latin Melawan AS, “The Jakarta Post”,

edisi : Jakarta, 15 Agustus 2006

Swhartz, Nelson D. “Oil’s Mr. Big”, 3 Oktober, 2005.

Michelle Billig, “The Venezuela Oli Crisis: How To Secure America’s Energy”, in Foreign

Affairs, Vol. 83, No.5, August 27, 2004

Ngadidjo, “Kebijakan Nasionalisasi di Venezuela di Bawah Hugo Chavez”, dalam

www.itmiwordpress.com, edisi 7 November 2007

James Ingham,”Nationalization Sweep Venezuela”, dalam www.bbcnews.co.us, edisi 15 Mei 2007

Ellener, Rethinking Venezuelan Politics, “Class, Conflict, and the Chavez Phenomenon”, Lynne Rienner Publisher, 2005

Jurnal Sosial Demokrasi, “Belajar dari Sosialisme Baru Amerika Latin: Indonesia Baru”, edisi Oktober – Desember 2008

Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik Radikal (Yogyakarta: Resist Book, 2007), hlm.105, Vol.4, No.1

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya peningkatan minat dan hasil belajar siswa, tentunya kepala SMK dapat mengambil kebijakan untuk mengembangkan pembelajaran melalui penerapan model

[r]

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dan pengaruh yang signifikan antara compassion fatigue dengan mutu pelayanan keperawatan di IGD RSUD

Proses (pengolahan) adalah inti dari suatu sistem informasi akuntansi manajemen dan digunakan untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang memenuhi tujuan suatu sistem.. Suatu

Belajar akan lebih berhasil apabila sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Cita-cita tentang jenis pekerjaan di masa datang merupakan faktor penting yang

Hasil evaluasi efektivitas sistem informasi keuangan daerah pada dinas pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah (DPPKAD) Kabupaten Bangka berdasarkan

Rangkaian resistor seri dan paralel, (c) Resistor untuk mengatur arus, (d) Resistor untuk pengatur tegangan, (e) Potensio pengatur arus dan tegangan, (f) Mengamati pengisian dan

perkotaan baik yang bersifat teknis dan nonteknis. Pemantauan pengelolaan sistem drainase perkotaan dilakukan oleh.. penyelenggara pengelolaan sistem drainase perkotaan