• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Hubungan Tipe Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Hubungan Tipe Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan internet saat ini semakin pesat. Sejak pertama kali

diperkenalkan sampai saat ini pengguna internet terus meningkat. Pada tahun

1997 pengguna internet diperkirakan mencapai lebih dari 100 juta orang,

kemudian pada tahun 2008 pengguna internet mencapai angka 1.407.724.920.

Pada Juni tahun 2014, ada sekitar 3.035.749.340 pengguna internet diseluruh

dunia (Internet World Stats, 2014).

Di Indonesia pada awal perkembangannya tahun 1990, internet hanya

digunakan oleh para akademisi untuk memudahkan pertukaran data dan informasi.

Dalam 10 tahun terakhir, penggunaan internet semakin meningkat yang ditandai

dengan jumlah pengguna yang bertumbuh pesat setiap tahun, dan tingginya

permintaan produk gadget di pasar. Saat ini pengguna internet di Indonesia telah

mencapai 82 juta orang (Kemenkominfo, 2014). Pengguna internet juga tidak

hanya kalangan akademisi ataupun kalangan-kalangan tertentu namun seluruh

lapisan masyarakat dapat dengan mudah masuk dan menjangkau dunia maya

(APJII, 2012).

Pengguna internet terdiri dari kelompok usia yang bervariasi. Hal ini

dilihat dari survey yang dilakukan oleh APJII tahun 2012, bahwa pengguna

(2)

mencapai total 58,4% dengan pengguna internet tertinggi pada kelompok usia

25-29 tahun yang mencapai 14,4% dari populasi (APJII, 2012).

Meningkatnya penggunaan internet juga dapat dilihat dari fenomena yang

terjadi yaitu banyaknya fasilitas yang menyediakan akes internet saat ini. Internet

tidak hanya bisa diakses lewat warung internet (warnet) tapi juga di

tempat-tempat umum yang menyediakan wifi seperti sekolah, perpustakaan, cafe, pusat

perbelanjaan, dan sebagainya sehingga internet bisa diakses oleh siapapun dan

kapanpun selama terkoneksi dengan jaringan (Suprihatin, 2009).

Berdasarkan survey APJII ditemukan bahwa pengguna internet lebih

banyak menghabiskan waktu di lokasi pekerjaannya seperti kantor, sekolah, atau

kampus daripada berada di luar. Pada kantor di seluruh dunia, semua

karyawannya memiliki akses untuk menggunakan internet baik itu untuk

pekerjaannya maupun tidak (Wallace, 2004). Saat ini, organisasi-organisasi telah

meningkatkan penggunaan teknologi informasi seperti internet, komputer, tablets,

dan smartphones dalam menjalankan fungsinya. Dengan meningkatnya

penyediaan fasilitas-fasilitas teknologi informasi tersebut, perilaku karyawan yang

menggunakannya untuk kepentingan pribadi pada jam kerja juga meningkat

(Weatherbee, 2010; Blanchard & Henle, 2008). Sekitar 63,4% pengguna internet

di Indonesia adalah white Collar yaitu mereka yang bekerja dibidang manajerial

seperti tenaga profesional, tenaga tata usaha, tenaga kepemimpinan dan sejenisnya

(3)

Kemudahan-kemudahan dan manfaat-manfaat yang ditawarkan internet

menjadi alasan meningkatnya pengguna internet saat ini. Kebutuhan

bersosialisasi, mencari informasi, bisnis, dan lain-lain menjadi alasan-alasan

seseorang terlibat dalam aktivitas internet. Namun, di Indonesia pengguna internet

tidak benar-benar serius dalam memanfaatkan teknologi untuk kegiatan produktif

(Wibisono, 2012).

Menurut Wibisono (Dalam survey APJII, 2012) pengguna internet di

Indonesia cenderung konsumtif karena menggunakan internet untuk sekedar

jaringan sosial di dunia maya atau sekedar update berita terkini. Berdasarkan

Survey APJII tahun 2012 sekitar 87,8 % aktivitas internet yang digunakan adalah

Jejaring sosial. Situs yang paling sering dikunjungi adalah situs jejaring sosial,

mesin pencari, diikuti oleh situs berita.

Perilaku online karyawan untuk kepentingan pribadi disebut sebagai

Personal Web Usage (PWU) di tempat kerja (Anandarajan, 2002). Contoh dari

PWU adalah membuka situs berita, mengunjungi situs jaringan sosial, belanja

online, chatting online, game online, stock trading, dan sebagainya. Penggunaan

internet untuk tujuan pribadi juga disebut sebagai cyberloafing (Lim, 2002;

Zoghbi, 2006; Henle & Blanchard, 2008; Liberman, 2011; Sawitri, 2012). Lim

(2002) mendefinisilkan Cyberloafing sebagai perilaku karyawan yang

menggunakan internet perusahaan pada jam kerja untuk kepentingan pribadi dan

kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.

Cyberloafing memiliki dampak positif bagi karyawan dalam sebuah

(4)

meningkatkan produktifitas dan juga mengembalikan konsentrasi karyawan (Lim

& Chen, 2009). Lim (2009) menemukan bahwa pria menganggap cyberloafing

membuat pekerjaannya lebih mudah dan cyberloafing memberikan emosi positif

di tempat kerja. Selain itu juga ditemukan bahwa cyberloafing dapatmengurangi

kebosanan, fatigue, stress, meningkatkan kesejahteraan psikologis, dan rekreasi

yang membuat karyawan lebih bahagia dalam pekerjaannya (Vitak, Crouse,

LaRose, 2011).

Penelitian lain menemukan bahwa pekerja-pekerja yang menggunakan

internet pada saat bekerja memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi.

Cyberloafing juga mengurangi kejenuhan dan kecemasan karyawan dalam

menyelesaikan pekerjaan sehari-harinya. Aktivitas browsing selama bekerja bisa

meningkatkan produktivitas dan kreativitas (Anandarajan, 2005; Stanton, 2002).

Namun, Cyberloafing merupakan penyimpangan di tempat kerja karena

menggunakan internet untuk kepentingan pribadi pada saat jam kerja (Lim, 2002).

Organisasi yang menyediakan akses internet bagi karyawannya memiliki

ekspektasi bahwa akses internet tersebut tidak digunakan untuk kepentingan

pribadi. Namun beberapa karyawan melanggar aturan tersebut secara tidak

sengaja. Hal ini dikarenakan ada beberapa situs yang menyatakan bahwa

cyberslacking tidak masalah selama tidak diketahui. Terdapat situs yang

menyediakan tombol panik yang digunakan untuk mengganti situs game atau

situs-situs lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan menjadi situs bisnis secara

(5)

Efisiensi sistem informasi sebuah perusahaan berkurang ketika

disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan bisnis. Organisasi juga

mengalami kerugian secara materi. Dampak yang paling serius adalah ketika

penggunaan fasilitas dialihkan ke hal-hal yang bukan kepentingan perusahaan dan

berakibat pada penurunan pelayanan terhadap konsumen dan penurunan

produktivitas karyawan yang lain (Oswalt et al, 2003).

Oleh karena itu penting bagi pemimpin sebuah organisasi mengontrol situs

yang dibuka oleh karyawannya. Survey yang dilakukan oleh PC World Online

menemukan bahwa lebih dari 65% karyawan setuju bahwa pimpinan mereka

memiliki hak untuk memantau aktivitas internet mereka namun 95% dari mereka

juga mengakui bahwa sebelum diperiksa oleh pimpinan mereka diberitahu

terlebih dahulu. Hal ini membuat pemimpin tidak boleh mengontrol situs-situs

yang dibuka oleh karyawan selama jam kerja.

Malachowski (2005) menyatakan bahwa cyberloafing adalah cara yang

digunakan untuk menghabiskan waktu selama jam kerja dan penelitian

sebelumnya menunjukkan bahwa karyawan menghabiskan tiga jam dalam

seminggu sampai 2,5 jam per-hari untuk aktivitas cyberloafing. Dengan

demikian, Cyberloafing berdampak pada produktivitas sebuah organisasi atau

perusahaan.

Salah satu alasan yang menyebabkan berkurangnya produktivitas

karyawan ketika melakukan cyberloafing adalah tidak fokus dalam bekerja.

Ketika karyawan melakukan cyberloafing, mereka biasanya terlibat dalam multi

(6)

Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Greenfield (2009) bahwa

individu yang melakukan multi-tasking memiliki performa kerja yang lebih buruk.

Studi ini juga dilakukan dalam desain ekperimen oleh Hembrooke (2003) pada

sekelompok mahasiswa yang sedang mengikuti kuliah. Sebagian mahasiswa

diminta untuk mendengarkan dosen sambil menggunakan internet pada

komputernya, sebahagian lagi diminta untuk menonaktifkan komputer dan fokus

mendengarkan dosen. Hasilnya, mahasiswa yang komputernya dinonaktifkan

lebih memahami apa yang diajarkan dosen daripada mereka yang mendengar

sambil menggunakan internet (Hembrooke & Gay, 2003).

Cyberloafing memiliki dampak yang signifikan bagi karyawan maupun

organisasi karena penggunaan fasilitas internet yang tidak efisien bisa membuat

organisasi menjadi tidak kompetitif (Chen & Yang, 2008). Cyberloafing bisa

menyebabkan rusaknya sistem informasi organisasi yang bisa mengancam nama

baik organisasi. Cyberloafing merupakan salah satu bentuk Workplace deviant

behavior tipe production deviant karena cyberloafing bisa memperlambat proses

produksi karyawan (Ahmedi, Bagheri, Ebrahimi, 2011).

Dampak negatif yang ditimbulkan cyberloafing menyebabkan dilakukan

banyak penelitian untuk mengurangi terjadinya cyberloafing, termasuk penelitian

mengenai penyebab dari cyberloafing itu sendiri. Penyebab dari cyberloafing bisa

dilihat dari faktor yang memicu timbulnya perilaku tersebut. Faktor-faktor

penyebab cyberloafing yaitu faktor organisasi dan faktor individual. Faktor

organisasi meliputi pembatasan penggunaan internet, anticipated outcomes,

(7)

karyawan, dan karakteristik pekerjaan (Ozler, 2012; Lim&Teo, 2005). Adapun

sikap terhadap organisasi dapat dilihat dengan 3 aspek yaitu kepuasan kerja,

komitmen organisasi, dan prejudice dalam tempat kerja (Greenberg, 1998).

Komitmen organisasi yang dimiliki karyawan merupakan hal yang sangat

penting untuk organisasi dalam menghadapi persaingan global dan mengurangi

kemunduran organisasi (Albdour & Altarawneh, 2014). Komitmen Organisasi

merupakan persepsi individu terhadap derajat hubungannya dengan organisasi

tempat dia bekerja. Kelekatan emosional terhadap organisasi membuat mereka

melakukan hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi organisasi tempat dia

bekerja (Jewel, 2008).

Komitmen organisasi pada individu terdiri dari tiga komponen yakni,

continuance commitment, affective commitment, dan normative commitment

(Meyer and Allen, 1990). Ketiga komponen organisasi ini ada dalam diri individu

namun dengan kadar yang berbeda. Komponen Affective diartikan sebagai ikatan

emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan terhadap organisasi.

Komponen Continuance commitment merupakan komitmen karena adanya

kesadaran akan kerugian apabila meninggalkan organisasi. Normative

Commitment adalah persepsi kewajiban untuk tetap didalam organisasi.

Hasil penelitian Allen &Meyer (1990) menunjukkan bahwa ketiga

komponen tersebut memiliki korelasi yang berbeda satu sama lain. Komponen

Affective dan continuance merupakan konstrak yang berbeda. Kemudian pada

(8)

korelasi. Ketiga komponen komitmen tersebut menimbulkan dampak yang

berbeda pada perilaku tertentu. Karyawan dengan komponen affective yang tinggi

bekerja dalam perusahaan karena memang ingin melakukannya. Karyawan

dengan komponen continuance yang tinggi berada dalam organisasi karena

mereka membutuhkan pekerjaan, dan karyawan dengan komitmen normative

yang tinggi bekerja karena mereka merasa wajib untuk melakukannya (Allen &

Meyer, 1990).

Berdasarkan definisi dan indikator komitmen afektif yang tinggi pada

seseorang lebih memungkinkan dirinya untuk melakukan usaha yang lebih baik

untuk organisasinya dibanding dengan komponen continuance dan normative.

Selain itu banyak juga penelitian yang menemukan bahwa komponen afektif

memiliki korelasi yang positif dengan performa kerja. Demikian juga halnya

dengan komponen komitmen normative, kewajiban untuk tetap bekerja pada

perusahaan menimbulkan adanya kewajiban untuk memberikan kontribusi bagi

perusahaan itu juga sehingga komitmen normative juga berkorelasi positif dengan

performa kerja. Sementara itu komitmen continuance memiliki korelasi positif

yang paling sedikit dengan performa karena orang dengan komponen continuance

yang tinggi berada dalam organsasi adalah semata-mata karena kebutuhan

sehingga cenderung tidak ingin memberikan usaha yang lebih untuk organisasi

(Meyer & Allen, 1991).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti hubungan ketiga

komponen komitmen organisasi terhadap cyberloafing. Penelitian ini dilakukan

(9)

Adapun yang menjadi Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera

Utara adalah Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah

melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang

diberikan.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara mempunyai

misi yaitu berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah

melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem

pembayaran dan pengawasan bank serta memberikan saran kepada pemerintah

daerah dan lembaga terkait lainnya.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara menyediakan

akses internet berupa wifi bagi karyawannya. Setiap karyawan dapat memakai

layanan internet tersebut baik dengan menggunakan komputer milik kantor

ataupun milik karyawan. Dalam hal ini, tidak ada larangan khusus bagi karyawan

(10)

B. PERUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan antara komponen komitmen Organisasi affective,

dengan Cyberloafing?

2. Apakah ada hubungan antara komponen komitmen continuance dengan

cyberloafing?

3. Apakah ada hubungan antara komponen komitmen normative dengan

cyberloafing?

C. TUJUAN PENELITAN

Tujuan dalam penelitian ini adalah menemukan hubungan antara

komponen komitmen Organisasi dengan Cyberloafing.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi dunia

psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi. Penelitian ini diharapkan

mampu memberikan gambaran hubungan antara komponen komitmen organisasi

(11)

b. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan perbandingan dengan

hasil-hasil penelitan selanjutnya yang berhubungan dengan cyberloafing dalam

kaitannya dengan komponen komitmen organisasi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran komitmen

organisasi pada sebuah organisasi dan gambaran mengenai cyberloafing serta

keterkaitan antara komitmen organisasi terhadap cyberloafing.

E. SISTEMATIKA PENELITIAN

Penelitian ini disusun dalam suatu sistematika penulisan ilmiah yang

teratur sehingga memudahkan pembaca untuk membaca dan memahaminya.

Sistematika penulisan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut :

BAB I - Pendahuluan

Bab ini menguraikan penjelasan mengenai latar belakang penelitian, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II - Landasan Teoritis

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi

objek penelitian. Meliputi teori-teori Cyberloafing, Komitmen Organisasi, serta

(12)

BAB III - Metode Penelitian

Bab ini menguraikan mengenai identifikasi variabel, definisi operasional,

populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, dan metode

analisa data penelitian.

BAB IV - Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi deskripsi data responden, analisa dan pembahasan yang

diperoleh dari hasil analisis data, dan pembahasan data-data penelitian sesuai

dengan teori yang relevan.

BAB V - Kesimpulan Dan Saran

Pada bab ini berisi kesimpulan, diskusi dan saran mengenai hasil yang

Referensi

Dokumen terkait

DS : Pasien mengatakan nyeri saat obat masuk melalui selang infus DO : Terapi injeksi masuk melalui selang infus Tidak terlihat tanda-tanda alergi terhadap obat DS =

Dengan energi penggerak yang tidak tergantung pada listrik dan minyak bumi, sistem ini bisa menjadi alternatif untuk mengurangi pengaruh krisis energi terutama yang disebabkan oleh

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Kadar haemoglobin pada orang yang terpapar obat nyamuk (coil) menggunakan metode

Kedua, Indonesia juga mengutus salah satu perwakilan biksu budha yang ada di Indonesia untuk berdiskusi dengan tokoh budha yang ada di Myanmar dan memberikan sebuah saran

Dengan ini menyatakan bahwa judul skripsi “ Analisa Pengaruh Ukuran Perusahaan (Size), Profitabilitas dan Leverage Terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) (Studi

Dari hadist ini bisa di pahami bahwa ajaran Rasulullah Saw. ini telah mengaju atau merujuk pada ranah tasawuf yang kita kenal saat ini dengan istilah makrifat. Hal ini

Dalam pembelajaran kontekstual ada prinsip pembelajaran yaitu siswa mengalami secara nyata dalam materi yang disampaikan, siswa tidak hanya mendengarkan dan

Analisis Pembingkaian Berita tentang Penertiban Lokasi Prostitusi dan Perjudian Kalijodo Oleh Pemprov DKI Jakarta (Di Surat Kabar Pos Kota dan Warta Kota, edisi Februari