MAKALAH SOSIOLOGI TENTANG
7 ASPEK SOSIAL SUKU JAWA TENGAH di
INDONESIA
NAMA: MONICA MARFELINA ALEXANDRA
KELAS: XI IPS 4
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 BABELAN
JL.TAMAN KEBALEN INDAH KEC.BABELAN
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya terutama nikmat sehat dan kesempatan
sehingga saya mampu menyelesaikan makalah dengan judul “7 ASPEK
SOSIAL SUKU JAWA TENGAH di INDONESIA” ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Sosiologi tentang “7
ASPEK SOSIAL SUKU JAWA TENGAH di INDONESIA” ini.
Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Bapak
Donny Nugroho,S.Sos selaku Guru Mata Pelajaran Sosiologi.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk pembuatan-pembuatan makalah yang akan
datang.
Bekasi,22 Februari 2016
Penulis
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain diketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak tersebar dan menetap di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti suku Osing, orang Samin, suku Bawean/Boyan,
Naga, Nagaring, suku Tengger dan lain-lain. Suku Jawa hampir ada disegala penjuru Indonesia, mulai dari daerah provinsi Sumatra Utara hingga ke wilayah paling timur Indonesia, yaitu provinsi Papua.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, sekolompok orang Jawa pernah dibawa ke Suriname di Amerika Selatan, sebagai buruh pekerja paksa, yang akhirnya tetap menetap di negara tersebut hingga saat ini, dan membentuk suatu komunitas tersendiri di Suriname sebagai etnis Jawa, yang tetap mempertahankan adat-istiadat serta budaya Jawa, disana dikenal sebagai Jawa Suriname. Terutama mayoritas Suku Jawa Tengah yang kian banyak.
1.Apa saja Kepercayaan yang dianut oleh Masyarakat Suku Jawa Tengah? 2.Apa saja Mata Pencaharian yang digeluti oleh Masyarakat Suku Jawa Tengah? 3.Apa saja Peralatan dan Perlengkapan hidup Masyarakat Suku Jawa Tengah? 4.Bagaimana Kebahasaan Masyarakat Suku Jawa Tengah?
5.Bagaimana Kesenian Masyarakat Suku Jawa Tengah?
6.Bagaiamana Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Jawa Tengah? 7.Bagaimana Ilmu Pengetahuan Masyarakat Suku Jawa Tengah?
TUJUAN MASALAH
1.Untuk Mengetahui Kepercayaan yang dianut oleh Masyarakat Suku Jawa Tengah
2.Untuk Mengetahui Mata Pencaharian yang digeluti oleh Masyarakat Suku Jawa Tengah
3. Untuk Mengetahui Peralatan dan Perlengkapan hidup Masyarakat Suku Jawa Tengah
4. Untuk Mengetahui Kebahasaan Masyarakat Suku Jawa Tengah 5. Untuk Mengetahui Kesenian Masyarakat Suku Jawa Tengah
BAB II
PEMBAHASAN
Kepercayaan yang dianut oleh Masyarakat Suku Jawa Tengah
Mayoritas orang Jawa Tengah menganut agama Islam, sebagian yang lainya menganuti agama Kristian, Protestan dan Katolik, termasuknya dikawasan luar bandar, dengan penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan dikalangan masyarakat Jawa Tengah. Terdapat juga agama kepercayaan suku Jawa Tengah yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini pada dasarnya berdasarkan kepercayaan nimismeA dengan pengaruh agama Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa Tengah terkenal kerana sifat asimilasi kepercayaannya, dengan semua budaya luar diserap dan ditafsirkan mengikut nilai-nilai Jawa.
Suku Jawa Tengah berbeda dengan suku-suku lain dalam hal pandangan hidup, jika suku lain selalu melabelkan agama tertentu sebagai identitas kesukuannya, atau bukanlah bagian dari suku tertentu jika bukan beragama tertentu, maka suku Jawa Tengah merupakan suku yang universal identitas sukunya tidak dibangun oleh agama maupun ras tertentu walaupun setiap individu jawa wajib beragama dan dituntun untuk melaksanakan syariat agamanya yang mesti dilaksanakan dengan taat oleh pribadi jawa yang memeluknya sebagai konsekwensi hidup sebagai hamba Tuhan.
memang sebagai mayoritas bisa dilihat kesultanan-kesultanan yang dibangun oleh suku Jawa Tengah yang bercorakkan islam, namun tetap menghargai suku Jawa Tengah non-muslim yang tidak beragama islam karena agama adalah iman dan keyakinan pilihan jiwa, dan jika orang Jawa Tengah mayoritasnya adalah non muslim maka ia juga berkewajban mengayomi hak-hak suku Jawa Tengah yang beragama lainnya karena memang itu pandangan hidup yang ditanamkan kepada orang-orang jawa hal sesuai dengan Firman Tuhan
Selain itu masyarakat Jawa Tengah percaya terhadap hal-hal tertentu yang dianggap keramat, yang dapat mendatangkan mala petaka jika di tintang atau diabaikan. Kepercayaan itu diantaranya :
Kepercayaan terhadap Nyi roro kidul
Kepercayaan kepada hari kelahiran (Wathon)
Kepercayan terhadap hari-hari yang dianggap baik
Kepercayaan kepada Nitowong
Kepercayaan kepada dukun prewangan
Upacara lainnya adalah sekaten. Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama 7 hari. Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad saw.
Malam satu suro dalam masyarakat Jawa Tengah merupakan suatu perayaan tahun baru menurut kalender Jawa. Di Keraton Surakarta, upacara ini diperingati dengan Kirab Mubeng Benteng (arak-arakan mengelilingi benteng keraton).
Mata Pencaharian yang digeluti oleh Masyarakat Suku Jawa
Tengah
Umumnya masyarakat bekerja pada segala bidang, terutama administrasi negara dan kemiliteran yang memang didominasi oleh orang Jawa Tengah. Selain itu, mereka bekerja pada sektor pelayanan umum, pertukangan, perdagangan dan pertanian dan perkebunan. Sektor pertanian dan perkebunan, mungkin salah satu yang paling menonjol dibandingkan mata pencaharian lain, karena seperti yang kita tahu, di Jawa Tengah banyak lahan-lahan pertanian yang beberapa cukup dikenal, karena memegang peranan besar dalam memasok kebutuhan nasional, seperti padi, tebu, dan kapas.
1. Pertanian
Yang dimaksud pertanian disini terdiri atas pesawahan dan perladangan (tegalan), tanaman utama adalah padi. Tanaman lainnya jagung, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan sayur mayor, yang umumnya ditanam di tegalan. Sawah juga ditanami tanaman perdagangan, seperti tembakau, tebu dan rosella.
2. Perikanan
Adapun usaha yang dilakukan cukup banyak baik perikanan darat dan perikanan laut. Perikanan laut diusahakan di pantai utara laut jawa. Peralatannya berupa kail, perahu, jala dan jarring
3. Peternakan
Binatang ternak berupa kerbau, sapi, kambing, ayam dan itik dan lain-lain.
Kerajinan sangat maju terutama menghasilkan batik, ukir-ukiran, peralatan rumah tangga, dan peralatan pertanian.
Dalam suku Jawa Tengah biasanya bermata pencaharian bertani, baik bertani disawah maupun tegalan, juga Beternak pada umumnya bersipat sambilan, selain itu juga masyarakat Jawa Tengah bermata pencaharian Nelayan yang biasanya dilakukan masyarakat pantai.
Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa Tengah tentu memiliki peralatan dan perlengkapan hidup yang khas diantaranya yang paling menonjol adalah dalam segi bangunan. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Jawa Tengah memiliki ciri sendiri dalam bangunan mereka, khususnya rumah tinggal. Ada beberapa jenis rumah yang dikenal oleh masyarakat suku Jawa Tengah, diantaranya adalah rumah limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Rumah limasan, adalah rumah yang paling umum ditemui di daerah Jawa Tengah, karena rumah ini merupakan rumah yang dihuni oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo, umumnya dimiliki sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para kerabat keraton.
Umumnya rumah di daerah Jawa Tengah menggunakan bahan batang bambu, glugu (batang pohon nyiur), dan kayu jati sebagai kerangka atau pondasi rumah. Sedangkan untuk dindingnya, umum digunakan gedek atau anyaman dari bilik bambu, walaupun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, banyak juga yang telah menggunakan dinding dari tembok. Atap pada umumnya terbuat dari anyaman kelapa kering (blarak) dan banyak juga yang menggunakan genting. Dalam sektor pertanian, alat-alat pertanian diantantaranya: bajak (luku), grosok, bakul besar tenggok, garu.
Berikut Gambar Peralatan dan Perlengkapan hidup Masyarakat Suku Jawa Tengah:
. Dua jenis Bahasa Jawa Tengah tersedia sebagai berikut:
1. Bahasa Lisan Suku Jawa Tengah
Suku Jawa Tengah sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa Tengah, dan membuat orang Jawa Tengah biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.
Mayoritas orang Jawa Tengah menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Sebagian lainnya menggunakan bahasa Jawa yang bercampur bahasa Indonesia. Bahasa Jawa bisa dikatakan bahasa yang rumit karena selain memiliki tingkatan berdasarkan siapa yang diajak bicara, bahasa Jawa juga memiliki perbedaan dalam hal intonasi. Aspek bahasa ini mempengaruhi hubungan sosial dalam budaya Jawa Tengah. Bahasa Jawa sendiri memiliki berbagai macam variasi dialek atau pengucapan. Pada dasarnya, dialek tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Bahasa Jawa dialek Cirebon, dialek Tegal, dialek Banyumas dan dialek Bumiayu (dialek barat).
2. Bahasa Jawa dialek Pekalongan, dialek Semarang, dialek Yogyakarta dan dialek Madiun (dialek madya/tengah).
Dalam bahasa Jawa, pada dasarnya terdiri dari 3 kasta bahasa, yaitu: Ngoko (kasar)
Madya (biasa) Krama (halus)
Dalam bahasa Jawa penggunaan tingkatan bahasa tersebut, tergantung status yang bersangkutan dan lawan bicara. Status bisa ditentukan oleh usia, posisi sosial, atau hal-hal lain. Seorang anak yang bercakap-cakap dengan sebayanya akan berbicara dengan varian ngoko, namun ketika bercakap dengan orang tuanya akan menggunakan krama andhap dan krama inggil. Sistem semacam ini masih dipakai di Surakarta, Yogyakarta, dan Madiun. Dialek lainnya cenderung kurang memegang erat tata-tertib berbahasa semacam ini.
Terdapat juga bentuk bagongan dan kedhaton, yang hanya dipakai sebagai bahasa pengantar di lingkungan keraton. Dengan demikian, dikenal bentuk-bentuk ngoko lugu, ngoko andhap, madhya, madhyantara, krama, krama inggil, bagongan dan kedhaton. contoh kalimat:
Bahasa Indonesia, "maaf, saya mau tanya rumah Budi itu, di mana?"
Ngoko kasar, “eh, aku arep takon, omahé Budi kuwi, nèng*ndi?’
Ngoko alus, “aku nyuwun pirsa, dalemé mas Budi kuwi, nèng endi?”
Ngoko meninggikan diri sendiri, “aku kersa ndangu, omahé mas Budi kuwi,
Madya, “nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, griyané mas Budi niku, teng
pundi?” (ini krama desa (substandar)).
Madya alus, “nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, dalemé mas Budi niku, teng
pundi?” (ini juga termasuk krama desa (krama substandar)).
Krama andhap, “nuwun sèwu, dalem badhé nyuwun pirsa, dalemipun mas
Budi punika, wonten pundi?” (dalem itu sebenarnya pronomina persona kedua, kagungan dalem 'kepunyaanmu'. Jadi ini termasuk tuturan krama yang salah alias krama desa).
Krama lugu, “nuwun sewu, kula badhé takèn, griyanipun mas Budi punika,
wonten pundi?”.
Krama alus, “nuwun sewu, kula badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi
punika, wonten pundi?”.
2. Bahasa Tulisan Suku Jawa Tengah
Aksara Jawa merupakan salah satu peninggalan budaya yang tak ternilai harganya. Bentuk aksara dan seni pembuatannya menjadi suatu peninggalan yang patut untuk dilestarikan. Aksara jawa disebut juga dengan nama aksara Legenda. Aksara Legena merupakan aksara Jawa pokok yang jumlahnya 20 buah.
menulis nama gelar, nama diri, nama geografi, dan nama lembaga. Hanacaraka atau dikenal dengan nama carakan atau cacarakan adalah aksara turunan aksara Brahmi yang digunakan untuk naskah-naskah berbahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa Sunda, bahasa Bali, dan bahasa Sasak.
Hanacaraka dikenal sebagai (tulisan Jawa atau abjad Jawa) ialah suatu sistem tulisan abjad suku kata yang digunakan oleh orang Jawa untuk menulis dalam
bahasa Jawa. Ia juga digunakan di Bali, Sunda, dan Madura. Bahkan ditemukan pula surat-surat dalam bahasa Melayu yang menggunakan tulisan Hanacaraka. Tulisan ini berasal daripada tulisan kawi yang mempunyai asal-usul dari tulisan Brahmi di India. Hanacaraka dinamakan sedemikian kerana lima huruf pertamanya membentuk sebutan "ha-na-ca-ra-ka". Hanacaraka juga boleh merujuk kepada kelompok sistem tulisan yang berkait rapat dengan tulisan Jawa dan menggunakan susunan abjad yang sama, iaitu tulisan Jawa sendiri, tulisan Bali dan
tulisan Sunda.
Aksara Jawa Hanacaraka memiliki 20 huruf dasar, 20 huruf pasangan yang berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf "utama" (aksara murda, ada yang tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, lima aksara swara (huruf vokal depan), lima aksara rekan dan lima pasangannya, beberapa sandhangan sebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda baca, dan beberapa tanda pengatur tata penulisan (pada).
Penduduk Jawa Tengah yang merantau, membuat bahasa Jawa bisa ditemukan diberbagai daerah bahkan diluar negeri. Banyaknya orang Jawa Tengah yang merantau ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa Tengah ke
Jawa juga tersebar di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasan-kawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa Tengah atau dalam persentase yang cukup signifikan adalah: Lampung (61,9%), Sumatera Utara
(32,6%), Jambi (27,6%), Sumatera Selatan (27%), Aceh(15,87%) yang dikenal sebagai Aneuk Jawoe.
Khusus masyarakat Jawa Tengah di Sumatera Utara, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang dipekerjakan di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah Deli sehingga kerap disebut sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera), dengan dialek dan beberapa kosa kata Jawa Deli. Sedangkan masyarakat Jawa Tengah didaerah lain disebarkan melalui program transmigrasi yang diselenggarakan semenjak zaman penjajahan Belanda.
Kesenian Masyarakat Suku Jawa Tengah
Orang Jawa Tengah terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat ada pula. Seni batik dan
keris merupakan dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa Tengah. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Bali memegang peranan penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa Tengah.
1. Kesenian Tipe Jawa Tengah
Wujud kesenian Tipe Jawa Tengah bermacam-macam misalnya sebagai berikut:
a. Seni Tari Contoh: Seni tari tipe jawa tengah adalah tari serimpi dan tari bambang cakil, tari jaipong.
b. Seni Tembang berupa lagu-lagu daerah jawa, misalnya lagu-lagu dolanan suwe ora jamu, gek kepiye dan pitik tukung.
c. Seni pewayangan merupakan wujud seni teater di jawa tengah.
2. Rumah Adat Jawa Tengah
Rumah adat Jawa antara lain corak limasan dan joglo. Rumah situbondo merupakan model rumah adat jawa timur yang mendapat pengaruh dari rumah madura.
3. Pakaian Adat Jawa Tengah
Pakaian pria jawa tengah adalah penutup kepala yang di sebut kuluk, berbaju jas sikepan, korset dan kris yang terselip di pinggang. Memakai kain batik dengan pola dan corak yang sama dengan wanita. Wanitanya memakai kain kebaya panjang dengan batik sanggulnya disebut bakor mengkurep yang diisi dengan daun pandan wangi.
Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Jawa Tengah
Masyarakat Jawa Tengah dalam hal perkawinanya melalui beberapa tahapan. Biasanya seluruh rangkaian acara perkawinan berlangsug selama kurang lebih dua bulan, mencangkup:
Nontoni; Melihat calon istri dan keluarganya, dengan mengirim utusan (wakil).
Nglamar (meminang); Tahapan setelah nontoni apabila si gadis bersedia dipersunting.
Paningset; Pemberian harta benda, berupa pakaian lengkap disertai cin-cin kawin.
Pasok Tukon; Upacara penyerahan harta benda kepada keluarga si gadis berupa uang,pakaian dan sebagainya, diberikan tiga hari sebelum pernikahan.
Pingitan; Calon istri tidak diperbolehkan keluar rumah selama 7 hari atau 40 hari sebelum perkawinan.
Tarub; Mempersiapkan perlengkapan perkawianan termasuk menghias rumah dengan janur.
Siraman; Upacara mandi bagi calon pengantin wanita yang dilanjutkan dengan selamatan.
Ijab Kabul (Akad Nikah); Upacara pernikahan dihadapan penghulu, disertai orang tua atau Wali dan saksi-saksi.
Ngunduh Mantu (ngunduh temanten); Memboyong pengantin wanita kerumah pengantin pria yang disertai pesta ditempat pengantin pria.
Jika di dalam perkawinan ada masalah antara suami istri maka dapat dilakukan "Pegatan" (Perceraian). Jika istri menjatuhkan cerai di sebut "talak" sedangkan istri meminta cerai kepada suami di sebut "talik". Jika keinginan isteri tidak di kabulkan oleh suami istri mengajukan ke pengadilan maka disebut "rapak". Jika ingin kembali lagi jenjang waktunya mereka rukun kembali adalah 100 hari di namakan "Rujuk" jika lebih dari 100 hari dinamakan "balen" (kembali). Setelah cerai seorang janda boleh menikah dengan yang lain setelah "masa Iddah".
Berikut Gambar Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Jawa Tengah:
Ilmu Pengetahuan Masyarakat Suku Jawa Tengah
Salah satu bentuk sistem pengetahuan yang ada, berkembang, dan
masih ada hingga saat ini, adalah bentuk penanggalan atau kalender.
Bentuk kalender Jawa Tengah adalah salah satu bentuk pengetahuan
yang maju dan unik yang berhasil diciptakan oleh para masyarakat Jawa
kuno, karena penciptaanya yang terpengaruh unsur budaya islam,
tetap dipertahankan penggunaanya hingga saat ini, walaupun
penggunaanya yang cukup rumit, tetapi kalender Jawa Tengah lebih
lengkap dalam menggambarkan penanggalan, karena didalamnya
berpadu dua sistem penanggalan, baik penanggalan berdasarkan sistem
matahari (sonar/syamsiah) dan juga penanggalan berdasarkan perputaran
bulan (lunar/komariah).
Pada sistem kalender Jawa Tengah, terdapat dua siklus hari yaitu
siklus 7 hari seperti yang kita kenal saat ini, dan sistem panacawara yang
mengenal 5 hari pasaran. Sejarah penggunaan kalender Jawa Tengah
baru ini, dimulai pada tahun 1625, dimana pada saat itu, Sultan Agung,
Raja Kerajaan Mataram, yang sedang berusaha menytebarkan agama
islam di Pulau Jawa, mengeluarkan dekrit agar wilayah kekuasaanya
menggunakan sistem kalender hijriah, namun angka tahun hijriah tidak
digunakan demi asas kesinambungan. Sehingga pada saat itu adalah
tahun 1025 hijriah, namun tetap menggunakan tahun saka, yaitu tahun
1547.
Dalam sistem kalender Jawa Tengah juga terdapat dua versi
nama-nama bulan, yaitu nama-nama bulan dalam kalender Jawa matahari, dan
kalender Jawa bulan. Nama- nama bulan dalam sistem kalender Jawa
komariah (bulan) diantaranya adalah suro, sapar, mulud, bakdamulud,
jumadilawal, jumadil akhir, rejeb, ruwah, poso, sawal, sela, dan dulkijah.
Namun, pada tahun 1855 M, karena sistem penanggalan komariah
dianggap tidak cocok dijadikan patokan petani dalam menentukan masa
bercocok tanam, maka Sri Paduka Mangkunegaran IV mengesahkan
sistem kalender berdasarkan sistem matahari. Dalam kalender matahari
pun terdapat dua belas bulan.
BAB III
PENUTUP
Suku Jawa Tengah memiliki adat istiadat dan budaya yang amat banyak dan sangat kental di telinga seluruh Masyarakat Indonesia lainnya juga Mancanegara. Diantaranya Kepercayaan terhadap Nyai Roro Kidul ataupun Masyarakat Jawa Tengah suka melakukan Upacara Ritual yang bersifat keagamaan, Mata
Pencaharian seperti bertani dan nelayan, Peralatan dan Perlengkapan hidup seperti Rumah Joglo,senjata keris, Kebahasaannya yaitu Bahasa Jawa, Keseniannya berupa Tari Jaipong,Wayang, Sistem Kekerabatannya yaitu Bilateral dan Ilmu Pengetahuan Suku Jawa Tengah yaitu Kitab Primbon dan Kalender Jawa. Dengan begitu banyak budaya, Suku Jawa Tengah tetap menjaga dan melestarikan semua itu. Juga seluruh Masyarakat Indonesia seharusnya pun begitu agar Negara
Indonesia semakin maju kedepannya.