INFEKSI NOSOKOMIAL
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi saat dirawat di Rumah Sakit.
Pada saat masuk Rumah Sakit, pasien tersebut belum
mengalami infeksi atau tidak dalam masa inkubasi kuman tertentu.
Infeksi terjadi 3 x 24 jam setelah dirawat di RS atau infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh
mikroorganisme berbeda dengan mikroorganisme saat masuk.
Infeksi ini juga dapat disebabkan atau di bawa oleh tenaga medis rumah sakit yang kurang memperhatikan
kebersihan diri maupun kebersihan dalam tindakan medis.
a) Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
b) Infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3x24 jam (72 jam) sejak pasien mulai dirawat.
c) Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama dari waktu inkubasi infeksi tersebut.
d) Infeksi terjadi pada neonatus yang diperoleh dari ibunya pada saat persalinan atau selama dirawat di rumah sakit. e) Bila dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda
infeksi dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
Penularan kuman penyebab infeksi nosokomial dapat terjadi melalui:
1) Infeksi sendiri (self infection) yaitu: infeksi nosokomial berasal dari penderita sendiri (fora
endogen) yang berpindah ke tempat atau bagian tubuh lain, seperti kuman Escherichia coli dan staphylococcus aureus, kuman tersebut dapat berpindah melalui benda yang dipakai, seperti linen atau gesekan tangan sendiri. 2) Infeksi silang (cross infection) yaitu: infeksi nosokomial terjadi akibat penularan dari penderita atau orang lain di rumah sakit.
3) Infeksi lingkungan (environmental infection) yaitu infeksi yang disebabkan kuman yang didapat dari bahan atau
benda di lingkungan rumah sakit.
a) Bakteriemia
Bakteriemia adalah keadaan pasien dengan menunjukkan demam tinggi setelah 3x24 jam dirawat di rumah sakit dengan suhu mencapai 38,5oC. Dikatakan bakteriemia
nosokomial apabila terjadi tindakan invasif di rumah sakit seperti pemasangan infus, lumbal fungsi dan kateterisasi.
b) Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih terjadi setelah dilakukan tindakan keteterisasi buli-buli dan tindakan invasif pada system reproduksi.
c) Infeksi luka operasi
Infeksi luka operasi dikatakan infeks nosokomial bila keadaan pra bedah dan selama pembedahan terjadi infeksi pada luka operasi.
d) Infeksi hepatitis akut
Timbul setelah 2 minggu dirawat inap atau atau 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit. Dengan
tanda-tanda klinik yang khas yaitu kenaikan SGOT, SGPT dan billirubi.
e) Infeksi saluran cerna
Infeksi saluran cerna yang terjadi diruang rawat inap dengan tanda dan gejala seperti mencret dengan
atau tanpa muntah, nyeri perut, dan disertai demam. f) Infeksi saluran napas bagian bawah
Infeksi ini terjadi setelah 3x24 jam sejak mulai dirawat gejala demam 38,8oC, lekositosis, batuk
Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan
infeksi nosokomial. Tindakan ini merupakan seperangkat tindakan yang didesain untuk membantu meminimalkan resiko terpapar material infeksius seperti darah dan cairan tubuh lain dari pasien kepada tenaga kesehatan atau
sebaliknya.
Menurut Zarkasih, pencegahan infeksi didasarkan pada
asumsi bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh mempunyai potensi menimbulkan infeksi baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya.
Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan
kesehatan adalah mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan dan kesterilan dengan lima standar penerapan yaitu:
1. Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan merupakan metode yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial, efektif mengurangi perpindahan
mikroorganisme karena bersentuhan
2. Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus (apron), masker, sarung tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang digunakan di rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah penularan berbagai jenis
mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan dan lain-lain.
3. Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah pasien. Terakit dengan hal ini, tempat sampah khusus untuk alat tajam harus disediakan agar tidak
menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan maupun pasien.
4. Melakukan dekontaminasi, pencucian dan
sterilisasi instrumen dengan prinsip yang benar. Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi resiko tranmisi infeksi dari instrumen dan alat lain
pada klien dan tenaga kesehatan
5. Menjaga sanitasi lingkungan secara benar.
Sebagaiman diketahui aktivitas pelayanan kesehatan akan menghasilkan sampah rumah tangga, sampah medis dan sampah berbahaya, yang memerlukan manajemen yang baik untuk menjaga keamanan tenaga rumah sakit, pasien, pengunjung dan
Prosedur Pelaksanaan Penanggulangan Infeksi Nosokomial Secara Umum
A. Cuci Tangan
Tehnik mencuci tangan yang baik merupakan satu-satunya cara yang paling penting untuk mengurangi penyebaran infeksi.Dengan cara menggosok tangan dengan sabun atau deterjen dan air kuat kuat selama 15 detik dan dibilas baik baik sebelum dan sesudah
memeriksa penderita,sudah cukup .Namun bila selama merawat penderita,tangan terkena darah,sekresi
luka,bahan bernanah,atau bahan yang lain yang di curigai maka harus di cuci selama 2 sampai 3 menit dengan menggunakan bahan cuci antiseptic.
Asepsis
adalah pencegahan penularan dengan cara meniadakan mikroorganisme yang secara potensial berbahaya.
Tujuan asepsis ialah mencegah atau membatasi infeksi.di rumah sakit digunakan 2 konsep asepsis yaitu
1. Asepsis medis .Asepsis Medis meliputi segala praktek yang di gunakan untuk menjaga agar para petugas medis,penderita dan lingkungan
terhindar dari penyebab infeksi,seperti cuci tangan,sanitasi dan
kebersihan lingkungan rumah sakit itu hanyalah beberapa contok asepsis medis.
2. Asepsis Bedah meliputi cara kerja yang mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam luka dan jaringan penderita.
Asepsis bedah semua alat kesehatan harus berprinsip steril,lingkungan harus bersanitasi,dan juga fora mikroba di udara harus di saring lewat filter berefisiensi tinggi.
Banyak rumah sakit mempunyai pusat penyediaan yaitu tempat kebanyakan peralatan dan suplai
dibersihkan serta di sterilkan. Hasil proses ini di monitor oleh
laboratorium.mikrobiologi secara teratur.
Kecenderungan rumah sakit untuk menggunakan alat alat serta bahan yang di jual dalam keadaan steril dan sekali pakai.karena dapat mempersingkat waktu tanpa harus mensterilkan alat,tetapi juga dapat mengurangi pemindah sebaran patogen melalui infeksi silang.
Tujuan sanitasi lingkungan adalah
membunuh atau menyingkirkan
pencemaran atau mikroba dari permukaan.
Untuk mengevaluasi prosedur dan cara-cara
untuk mengurangi pencemaran,dilakukan pengambilan contoh mikroorganisme
sewaktu-waktu dari permukaan lantai. D. Sanitasi Lingkungan Rumah
Ialah pengamatan dan pengawasan serta
pencatatan secara sistematik terjadinya
penyakit menular. Ini merupakan dasar bagi usaha pengendalian aktif.Identisifikasi dan evaluasi masalah-masalah infeksi
nosokomial dan pengembangan serta
penilaian pengendalian efektif hanya dapat dicapai dengan adanya pengawasan teratur terhadap infeksi-infeksi semacam itu pada penderita.
Pengawasan infeksi penderita di mulai
ketika masuk rumah sakit dengan
menyertakan kartu data infeksi di dalam catatan medis penderita.
Data yang di kumpulkan setiap hari
mengenai biakan dari laboratorium mikrobiologi serta dari hasil inspeksi
laboratoris dan klinis di catat pada setiap kartu data infeksi setiap penderita.
Pemeriksaan fisik harus merupakan persyaratan
bagi semua petugas rumah sakit,dan catatan imunisasi harus diperiksa.
Bila tidak tercatat,maka imunisasi terhadap
penyakit polio,tetanus,difteri,dan campak harus di isyaratkan.Petugas yang menunjukkan hasil
positif pada uji tuberculin harus diperiksa dengan sinar x di bagian dada untuk menentukan
kemungkinan adanya tuberculosis aktif.
Bila perawat pengendalian infeksi
menemukan satu atau lebih kasus infeksi baru,maka mungkin diperlukan banyak biakan dari penderita,petugas dan
lingkungan untuk menemukan sumber patogen dan lalu meniadakanya
H. Pengawasan Lingkungan Rumah Sakit
1. Sterilisasi, Desinfeksi, Antiseptik dan
Dekontaminasi
2. Kewaspadaan Universal dan Tes Laboratorium.
3. Kewaspadaan Universal pada Pengelolaan Alat Tajam
4. Kewaspadaan Universal di Unit tertentu & Unit Intravaskular.
5. Tindakan Prophylaxis pada Kecelakaan Kerja 6. Surveilance
Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis
bekerja di bagian kebidanan di sebuah rumah sakit di Vienna, Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka kematian di antara ibu di bangsal yang dilayani oleh
mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis
mendalilkan bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan setelah belajar otopsi (bedah mayat), dan membawa infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia memerintahkan dokter dan
mahasiswa untuk mencuci tangannya dengan larutan
klorin sebelum memeriksakan ibu tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa dengan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin
jelas, dicari kebijakan baru untuk menguranginya. Solusi pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit
khusus untuk penyakit menular. Pengenalan sarung tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi
penularan. Tetapi dengan peningkatan mortalitas (angka kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan di AS pada 1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan
semua pasien yang diketahui tertular infeksi menular. Namun kebijakan ini kurang berhasil serta menimbulkan banyak masalah lain. Perhatian pada masalah ini menjadi semakin tinggi dengan munculnya HIV pada 1985,
Sesuai dengan kebijakan ini yang
dikembangkan pada 1970, semua pasien yang diketahui terinfeksi penyakit menular melalui tes wajib diisolasi. Kebijakan ini
menentukan tujuh kategori isolasi
berdasarkan sifat infeksinya (daya menular, ganas, dll.). Kewaspadaan khusus (sarung tangan dsb.) dengan tingkat yang
ditentukan oleh kategori hanya dipakai untuk pasien ini.
Peningkatan dalam jenis dan jumlah infeksi menular,
sehingga semakin banyak tes harus dilakukan, dan semakin banyak pasien harus diisolasi
Hasil tes sering diterima terlambat, sering setelah
pasien pulang
Biaya sangat tinggi, bila semua orang dites untuk setiap
infeksi
Stigma dan diskriminasi meningkat bila hanya pasien
yang dianggap berisiko tinggi dites untuk menenkankan biaya
Hasil tes dapat negatif palsu (hasil negatif walau
terinfeksi), terutama dalam masa jendela, dengan akibat petugas layanan kesehatan kurang waspada
Sebaliknya hasil tes positif palsu (hasil
positif walau tidak terinfeksi), dengan akibat kegelisahan untuk pasien dan petugas
layanan kesehatan
Perhatian pada hak asasi mengharuskan
pasien memberi informed consent (disertai oleh konseling untuk HIV) – apa yang
dilakukan bila pasien tidak menyetujui tes?
Sejak AIDS diketahui, kebijakan baru yang bernama kewaspadaan
universal (KU) dikembangkan.
Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu
lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya.
Semua alat medis harus dianggap sebagai sumber penularan, dan
penularan dapat terjadi pada setiap layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan gigi dan persalinan, pada setiap tingkat (klinik dan puskesmas sampai dengan rumah sakit rujukan).
Harus ditekankan bahwa kewaspadaan universal dibutuhkan tidak
hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah dan sebetulnya lebih mudah menular, mis. virus hepatitis B dan C.
Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan
universal secara penuh dalam hubungan dengan SEMUA pasien.
Dasar pemikiran
Kita biasanya menganggap cairan yang dapat
menular HIV sebagai darah, cairan kelamin dan ASI saja. Namun ada cairan lain yang dapat mengandung kuman lain, dan dalam sarana kesehatan, lebih
banyak cairan tubuh biasanya tersentuh. Contohnya, walaupun tinja tidak mengandung HIV, cairan berikut mengandung banyak kuman lain:
Nanah
Cairan ketuban
Cairan limfa
Ekskreta: air seni, tinja
Beberapa kegiatan yang umum dilakukan oleh
petugas layanan kesehatan yang menimbulkan
risiko, termasuk:
Suntikan/ambil darah
Tindakan bedah
Tindakan kedokteran gigi
Persalinan
Membersihkan darah/cairan lain
Menutup jarum suntik kembali
Salah meletakan jarum atau
pisau/alat tajam
Sentuh pasien tanpa cuci tangan
Pakai alat pelindung yang sesuai
Pengelolaan alat tajam (disediakan tempat
khusus untuk membuang jarum suntik dan semprit)
Dekontaminasi, sterilisasi, disinfeksi
Pengelolaan limbah
Unsur kedua kewasapadaan universal adalah
penggunaan alat pelindung yang sesuai tindakan.
Alat yang dibutuhkan dapat hanya sarung tangan (mis. untuk ambil darah) hingga semua alat ini yang
dibutuhkan oleh seorang bidan waktu membantu kelahiran. Namun perawat yang hanya menyentuh pasien tidak membutuhkan sarung tangan – yang penting cuci tangan sebelum dan sesudahnya.
Sarung tangan Celemek
Masker – pelindung muka Kacamata
Pelindung kaki
Kewaspadaan universal tidak hanya
dibutuhkan dalam sarana kesehatan resmi, tetapi juga terkait perawatan di rumah.
Tujuan utama adalah untuk melindungi
pasien dan keluarga/tim perawatan dari berbagai infeksi, bukan hanya HIV , kita harus menganggap sebagian besar cairan tubuh sebagai sumber infeksi.
Prosedur kewaspadaan universal untuk perawatan di rumah serupa dengan di rumah sakit, hanya
mungkin lebih sederhana.
Bila tidak ada sarung tangan, secara darurat kita
dapat memakai kantong plastik yang utuh.
Menutup semua luka pada kulit dengan plester
luka.
Menjaga kebersihan di rumah.
Cucian; bila tercemar lebih baik dicuci dengan
pemutih dulu (larutan klorin 0,5%) dengan
Tempat Infeksi
Bakteri Penyebab
Saluran pencernaan
Saluran pernafasan atas
Saluran pernafasan bawah
Septikemi
Luka bakar
Luka
Saluran kemih
E.coli, Salmonella, Shigella, Camphylobacter,
H. influenzae, S.pyogenes, S.pneumoniae
S. pneumoniae, P.aerugenosa, K.pneumoiae dan L.
pneumophila.
E.coli, P.aeruginosa, S.aureus.
P. aeruginosa, E.coli, Saureus, S.Pyogenes
S. aureus, S. epidermidis, Klebsiella, Bacteroides,
P.mirabilis, S. marcescens
E.coli, P. aeruginosa, Proteus,
E.aerogenes,S.marcescens, Klebsiella, S.faecalis
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di
bagian tengah gambar berikut), yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui
tempat tertentu, kemudian dengan cara
penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah
sakit rentan terhadap infeksi (terutama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang
lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.
Sumber Pustaka, antara lain :
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Depkes, 2001, Pedoman Pengendalian
Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit, Jakarta.
Depkes, 2003, Pedoman