• Tidak ada hasil yang ditemukan

UMKM DAN PERKEMBANGAN UMKM DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UMKM DAN PERKEMBANGAN UMKM DI INDONESIA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PEREKONOMIAN INDONESIA

UMKM DAN PERKEMBANGAN UMKM DI INDONESIA

DI SUSUN OLEH

:

Vania Pramanda Sari 5111141108

Muhammad Akbar

Dika Nakita

Dosen Pembimbing

:

FAKULTAS EKONOMI

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya lah kami dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “UMKM DAN PERKEMBANGAN UMKM DI INDONESIA”. Terimakasih kepada Ibu. Leni selaku dosen yang telah memberikan kami pengajaran mengenai Perekonomian Indonesia dan telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mencari tau dan menjelaskan mengenai UMKM dan PERKEMBANGAN nya di Indonesia.

Dalam penulisan makalah ini kami mengutip dari bebagai sumber buku dan juga internet yang dapat menambah wawasan kami untuk mengetahui apa itu UMKM, dan perkembangan nya di Indonesia. Kesulitan dalam pembuatan makalah pun sering kami alami. Namun, dengan berdiskusi dan membahas nya maka kesulitan-kesulitan tersebut dapat kami atasi.

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Rumusan Masalah...2

BAB II PEMBAHASAN...3

2.1. Peran, Karakteristik, Konsep dan Definisi UMKM...3

2.1.1. Peran...3

2.1.2. Karakteristik...6

2.1.3. Konsep dan Definisi UMKM...9

2.2. Hukum yang Mengatur UMKM di Indonesia...10

2.3. Perkembangan UMKM dari Perspektif Teori...11

2.3.1. Pola dari perkembangan UMKM...11

2.3.2. faktor-faktor utama yang memengaruhi pola perubahan...29

2.3.3. Faktor pendapatan-permintaan...30

2.3.4. Faktor Pendapatan-Penawaran...33

2.3.5. Faktor populasi permintaan...34

2.3.6. Faktor penawaran populasi...34

2.3.7. Faktor “push” versus “Pull”...34

BAB III PENUTUP...36

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) ini merupakan salah satu usaha yang berperan besar dalam menganekaragamkan produk-produk ekspor Indonesia dan menjadi andalan dalam perolehan devisa. Dalam sejarah nya, sepanjang pemerintahan orde baru, UMKM sangat dikesampingkan keberadaan nya. Berbeda dengan usaha besar yang selalu diberikan keleluasan dalam berbagai hal. Namun, UMKM justru dapat bertahan dalam menghadapi kebijakan kebijakan tersebut. UMKM sangat lah penting keberadaan nya di Indonesia karena selain dapat menambah pendapatan UMKM juga dapat mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.

Selain itu, melihat kenyataan bahwa sebagian besar dari jumlah UMKM di Indonesia terdapat di perdesaan, kelompok usaha tersebut sangat diharapkan sebagian motor utama penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi perdesaan, yang berarti juga mengurangi kesenjangan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan. UMKM diperdesaan terutama bisa berperan sebagai mendorong diversifikasi kegiatan ekonomi diluar sector pertanian, dan ini sangat penting karena kapasitas penyerapan tenaga kerja dari sector pertanian di banyak wilayah ditanah air semakin mengecil karena banyak hal, termasuk luas lahan yang semakin sempit.

(5)

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Peran, Karakteristik, Konsep, dan Definisi UMKM ? 2. Hukum yang mengatur UMKM di Indonesia ?

(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Peran, Karakteristik, Konsep dan Definisi UMKM

2.1.1. Peran

Dari perspektif dunia, di akui bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memainkan suatu peran sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di Negara-negara yang sedang berkembang (NSB), tetatpi juga di Negara-negara maju (NM). Di NM, UMKM sangat penting karena kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja di bandingkan usaha besar (UB), seperti halnya di NSB, tetapi juga di banyak Negara kontribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan produk domestic bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari UB.

Di NSB di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, UMKM juga berperan sangat penting, khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, dan pembangunan ekonomi perdesaan. Namun, dilihat dari sumbangannya terhadap pembentukan PDB dan ekspor non-migas, khususnya produk-produk non-faktur dan inovasi serta penembangan tekhnologi, peran UMKM di NSB masih relative rendah, dan ini sebenarnya perbedaan yang sangat mencolok dengan UMKM di NM.

Di dalam literature diakui secara luas bahwa di NSB, UMKM sangat penting karena karakteristik-karakterik utama mereka yang berbeda dengan UB, yakni sebagai berikut :

(7)

2. Karen asangat padat karya, berarti mempunyai suatu potensi pertunbuhan kesempatan kerja yang sangat besar, pertumbuhan UMKM dapat dimasukkan sebagai suatu elemen penting dari kebijakan kebijakan nasional untuk meningkatkan kesempatan kerja dan mencipkana pendapatan, terutama bagi masyarakat miskin.

3. Tidak hanya mayoritas dari UMKM, terutama UMI, di NSB berlokasi di pedesaan, kegiatan-kegiatan produksi dari kelompok usaha ini juga pada umumnya berbasis pertanian.

4. UMKM memakai teknologi-teknologi yang lebih “cocok” (jika dibandingkan dengan teknologi-teknologi canggih yang umum dipakai oleh perusahaan perusahaan modern / UB) terhadap proporsi-proporsi dari factor-faktor produksi dan kondisi local yang ada di NSB, yakni sumber daya alam (SDA) dan tenaga kerj aberpendidikan rendah yang berlimpah ( walaupun jumlahnya bervariasi menurut Negara atau wilayah di dalam sebuah Negara), tetapi modal serta sumber daya ( SDM) atau tenaga kerja berpendidikan yan sangat terbatas.

5. Banyak UMKM bisa tumbuh pesat. Bahkan, banyak UMKM bisa bertahan pada saat ekonomi diindonesia dilanda suatu krisis besar pada tahun 1997-1998.

6. Walaupun pada umumnya masyarakat perdesaan miskin, banyak bukti yang menunjukkan bahwa orang-orang desa yang miskin bisa menabung dan mereka mau mengambil resiko dengan melakukan investasi.

7. (Masih berkaitan dengan butir 6) Terbukti bahwa pada umumnya pengusaha UMKM membiayai sebagian besar dari operasi-operasi bisnis mereka dengan tabungan pribadi, ditambah dengan bantuan atau pinjaman dari saudara atau kerabat, atau dari pemberi-pemberi kredit informal, pedagang atau pengumpul, pemasok bahan baku, dan pembayaran di muka dari konsumen-konsumen.

(8)

untuk barabg-barang konsumsi sederhana dengan harga relative murah, seperti pakaian jadi dengan desain sederhana, mebel dari kayu, bambu, dan rotan, barang-barang lainnya dari kayu, alas kaki, dan alat-alat dapur dari alumunium dan plastic.

9. Sebagai bagian dari dinamikanya, banyak juga UMKM (khususnya UK dan UM yang mampu meningkatkan produktifitasnya lewat investasi dan perubahan teknologi) walaupun Negara berbeda mungkin punya pengalaman berbeda dalam hal ini, tergantung pada banyak factor. Factor-faktor tersebut bisa termasuk tingkat pembangunan ekonomi pada umumnya dan pembangunan sector terkit pada khususnya.

10. Seperti sering dikatakan di dalam literature, satu keunggulan dari UMKM adalah tingkat fleksibilitasnya yang tinggi, relative terhadap pesaingnya UB.

(9)

2.1.2. Karakteristik

Karakteristik-karakteristik utama dari UMI, UK dan UM di NSB

N o

Aspek UMI UK UM

1. Formalitas Beroperasi di sector informal; usaha tidak terdaftar; system pembukuan formal (ACS) anggota-anggota yang tidak dibayar

(10)
(11)

tinggi

Menurut laporan tersebut, sebagian besar pengusaha mikro di Indonesia mempunyai latar belakang ekonomi, yakni alasan utama melakukan kegiatan tersebut adalah ingin memperoleh perbaikan penghasilan. Ini menunjukkan bahwa pengusaha mikro berinisiatif mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Disamping itu, latar belakang menjadi pengusaha mikro karna factor keturunan, yakni meneruskan usaha keluarga.

Karakteristik lainnya adalah dalam struktur umur pengusaha. Berdasarkan data BPS, struktur umur pengusaha di UMKM menurut kelompok umur menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga ( 34,5 persen ) pengusaha UMKM berusia diatas 45 tahun, dan hanya sekitar 5,2 persen pengusaha UMKM yang berumur dibawah 25 tahun.

(12)

2.1.3. Konsep dan Definisi UMKM

Definisi dan konsep UMKM berbeda menurut Negara. Oleh karena itu, memang sulit membandingkan pentingnya atau peran UMKM antarnegara. Tidak ada kesepakatan umum dalam membedakan sebuah MIE dari sebuah UK, atau sebuah UK dari sebuah UM, dan yang terakhir ini dari sebuah UB. Namun demikian, secara umum, sebuah UMI mengerjakan lima (5) atau kurang pekerja tetap; walaupun banyak usaha dari kategori ini tidak mengerjakan pekerja yang di gaji, yang didalam literature dering disebut self-employment. Sedangkan sebuah UKM bisa berkisar antara kurang dari 100 pekerja, misalnya di Indonesia, ke 300 pekerja, misalnya di China. Selain mengunakan jumlah pekerja, banyak Negara yang juga menggunakan nilai aset tetap ( tidak termasuk gedung dan tanah ) dan omset dalam mendefinisikan UMKM. Bahkan di banyak Negara, definisi UMKM berbeda antarsektor, misalnya di Thailand, India, dan China, atau bahkan berbeda antarlembaga atau departemen pemerintah, misalnya Indonesia dan Pakistan.

(13)

ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung, dari UMI, UK atau UB yang memenuhi kriteria UM sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut.

Selain menggunakan nilai moneter sebagai kriteria, sejuklah lembaga pemerintah seperti departemen peridustrian dan badan pusat statistik/BPS, selama ini juga menggunakan jumlah pekerja sebagai ukuran untuk membedakan skala usaha antara UMI, UK, UM, dan UB.

2.2. Hukum yang Mengatur UMKM di Indonesia

Berikut ini adalah list beberapa UU dan Peraturan tentang UKM

1. UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil

2. PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan

3. PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil

4. Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah

5. Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan

(14)

7. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan

8. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara

9. Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

2.3. Perkembangan UMKM dari Perspektif Teori

2.3.1. Pola dari perkembangan UMKM

Dalam pembahasan system-sistem industry dan peran UMKM di dalam sistem-sistem tersebut serta pola perkembangan dari kelompok usaha itu di NSB, perhatian umumnya terfokus pada karya-karya yang terkenal, termasuk dari hoselized (1959), Staley dan Morse (1965), serta Anderson 1982. Pemikiran-pemikiran mereka diklasifikasikan sebagai teori-teori “klasik” mengenai perkembangan UMKM. Sedangkan, yang masuk dalam literature yang memuncul kan paradigm baru atau disebut juga teori-teori “modern” mengenai perkembangan UMKM adalah Berry dan Mazumdar (1991) serta Levy (1991). Teori-teori secara eksplisit membahas penting nya jaringan-jaringan subcontracting dan keuntungan-keuntungan ekonomi dari aglomerasi dan pengelompokan, atau umum disebut cluster, bagi perkembangan UMKM.

(15)

Literature mengenai UMKM di NSB pada umum nya membahas UMKM di industry manufaktur, dan perkembangan literature ini diawali oleh munculnya artikel dan Staley dan Morse tahun 1965. Studi mereka didasarkan pada pengalaman dari NM dan NSB, dan mereka mengidentifikasi 3 kategori kondisi bagi keberadaan UMKM, yakni lokasi, proses pengolahan, dan pasar atau tipe dari produk yang dihasilkan. Operasi-operasi pengolahan yang terpisah, kerajinan, atau pekerjaan tangan yang sangat membutuhkan presisi dan proses perakitan, pencampuran, dan penyelesaian akhir yang sederhana adalah kondisi-kondisi paling penting dari proses pengolahan bagi keberadaan UMKM. Sedangkan kondisi pasar yang cocok bagi perkembangan UMKM adalah dalam bentuk produk diferensiasi dengan skala ekonomi yang terendah dan melayani pasar-pasar kecil.

Dari kondisi-kondisi tersebut, staley dan Morse (1965) beragumen bahwa khusus nya kegiatan-keiatan pengolahan yang terpisah atau spesifik (misalnya UMKM memproduksi komponen-komponen tertentu untuk UB) dan produk diferensiasi dengan skla ekonomi yang rendah adalah factor-faktor yang menjelaskan paling penting yang menjelaskan keberadan UMKM di NSB.

a. Pangsa Tenaga Kerja

(16)

menunjukkan bahwa pada tahap ‘awal’ pembangunan, sektor manufaktur di Negara itu di dominasi oleh pengrajin-pengrajin dan banyak dari mereka akhirnya berkembang menjadi usaha-usaha besar; sedangkan yang lainnya gugur atau kegiatannya mengalami stagnasi.

Namun demikian, Hoselitz (1959) tidak menganalisis secara eksplisit sifat alami dari keterkaitan antara tingkat industrialisasi dan perubahan structural di dalam sektor manufaktur. Dia lebih menekankan pada karakteristik dari biaya produksi yang rendah, yang ia simpulkan sebagai kunci kebehasilan dari UMKM. Rendahnya biaya produksi disebabkan teruutama oleh pemakaian angota-anggota keluarga sebagai pekerja-pekerja tidak dibayar.

(17)

(kebanyakan adalah perusahaan asing atau badan usaha milik Negara yang berlokasi di perkotaan atau kota-kota besar). Dalam tahap ini, UMI lebih terkonsentrasi di industry-industri seperti pakaian jadi, pandai besi, alas kaki, kerajinan, bahan-bahan bangunan sederhana, serta makanan dan minuman. Di NSB, kegiatan-kegitan produksi di subsector-subsektor tersebut relative mudah dilakukan. Khususnya industry-industri pakaian jadi, makanan dan minuman, serta kerjainan, kebutuhan modal awal sangat sedikit dan produsen/pengusaha tidak perlu memiliki pendidikan formal yang tinggi dan tidak perlu ada tempat khusus untuk kegiatan produksi. Mungkin untuk alasan ini, kegiatan produksi UMI di kelompok-kelompok industri tersebut lebih banyak dilakukan oleh perempuan dan anak-anak sebagai suatu kegiatan paro waktu, dan dilakukan di dalam rumah pemilik usaha/pengusaha. Pendapatan dari kegiatan-kegiatan UMI tersebut sangat penting, baik sebagai sumber pendapatan utama atau satu-satunya maupun sebagai sumber pendapatan tambahan keluarga. Di banyak negara, termasuk Indonesia, kebanyakan UMI adalah usaha sendiri tanpa pekerja (di dalam literatur umum disebut self-employment atau unit usaha satu orang di mana pemilik melakukan semua pekerjaan).

(18)

Dalam fase kedua, di wilayah-wilayah yang lebih berkembang dengan pendapatan per kapita lebih tinggi, UK dan UM (sebut UKM) mulai muncul dan tumbuh pesat, dan secara perlahan menggeser UMI di sejumlah subsektor manufaktur. Ada sejumlah faktor yang bisa menjelaskan ekspansi UKM pada fase kedua ini. Steel (1979), misalnya, menekankan salah satunya adalah pentingnya pasar (dia sebut cash market, yang artinya pasar dimana penjualan dan pembelian dilakukan dengan uang) yang berkembang: Increased urbanization and expanding cash markets give rise to a shift from traditional household activities to complete specialization of the entrepreneur in small scale production and increased use of apprentice and hired labor.

Dalam fase ketiga, pada tahap “terakhir” pembangunan, pabrik-pabrik besar (UB) menjadi dominan, menggantikan UKM (dan juga UMI yang masih ada) di sejumlah industri. Menurut Anderson (1982) fase ini sebagian adalah suatu produk dari fase kedua, sejak pertumbuhan output dan kesempatan kerja di UB dapat dibagi ke: (a) perkembangan skala usaha dari yang sebelumnya UKM menjadi UB, dan (b) perluasan skala produksi dari UB. Namun demikian, ekspansi UB dalam fase ini bisa juga disebabkan sebagian oleh munculnya UB baru (yang perkembangannya sejak awal tidak melalui struktur skala), yang tidak diperhitungkan secara eksplisit dalam analisisnya Anderson.

(19)

perusahaan-perusahaan untuk berkembang menjadi lebih besar. Dalam kenyataannya, faktor-faktor ini sering kali lebih tersedia atau menguntungkan UB atau usaha modern daripada UMKM, khususnya UMI, dan hal ini dapat menjelaskan kenapa kinerja UB lebih baik daripada UMKM dalam fase industrialisasi yang lebih maju.

Dapat dikatakan bahwa bukti empiris mengenai pola perubahan struktur usaha yang sistematis di sektor industri, walaupun masih terbatas, lebih banyak daripada literatur teorinya. Penelitian-penelitian dari Snodgrass dan Biggs (1996) and Tambunan (1994) mungkin dapat memberikan suatu gambaran umum mengenai pentingnya UMI dan UK secara relatif menurut negara dengan tingkat pembangunan ekonomi (diukur dengan tingkat pendapatan) yang berbeda.

Ada banyak kemungkinan pola dari perubahan atau perkembangan dari perusahaan-perusahaan, baik secara individu maupun kelompok skala, yang bisa terjadi yang semuanya konsisten dengan data tersebut. Pola-pola tersebut bisa: (i) banyak UK berkembang menjadi UM dan sejumlah UMI menjadi UK; (ii) banyak perusahaan baru skala kecil atau langsung menjadi skala menengah atau besar; (iii) banyak UMI dan mungkin juga UK tutup karena kalah bersaing.

(20)

manufaktur dengan 250 pekerja sebagai batas maksimum untuk definisi UMKM. Variabel ini memberikan suatu ukuran yang konsisten dari distribusi perusahaan menurut skala antarnegara. Ukuran kedua (SMEOFF) adalah pangsa UMKM dengan memakai definisi UMKM resmi dari masing-masing negara yang diteliti, yang definisinya bervariasi antara 100 hingga 500 tenaga kerja.

b. Pangsa Output

(21)

Biggs dan Oppenheim (1986) juga menunjukkan bukti yang mengindikasikan bahwa pergeseran sektoral atau perpindahan dari sebelumnya membuat produk-produk sederhana ke produksi barang-barang yang lebih canggih di dalam suatu kelompok industri berlangsung berbarengan dengan perubahan skala usaha, yakni dari UMI menjadi UK, dari UK ke UM, dan dari UM tumbuh menjadi UB.

(22)

dengan mereka, adalah keahlian atau spesialisasi khusus yang dimiliki pengusaha-pengusaha di UMI secara tradisional (turun-temurun).

c. Perbedaan Pola Pembangunan UMKM Menurut Wilayah Perdesaan dan Perkotaan

Di dalam suatu negara, perbedaan-perbedaan dalam pola transisi di dalam kelompok UKM (yaitu perkembangan dari UMI menjadi UK dan dari UK menjadi UM) atau dari UM menjadi UB juga terjadi menurut lokasi, yakni antara perdesaan dan perkotaan. Penyebab utamanya berkaitan dengan perbedaan-perbedaan dalam pembangunan ekonomi, sosial, budaya/kebiasaan masyarakat, dan dalam karakteristik UMKM antara perdesaan dan perkotaan. Dalam perbedaan karakteristik, sejumlah studi menunjukkan bahwa UMI, terutama pengrajin-pengrajin tradisional, seperti pandai besi, pembuat anyaman, pengukir, dan pengrajin lainnya, relatif lebih penting di pedesaan dan mereka lebih banyak dari kategori unit usaha satu orang (tanpa pekerja). Sedangkan UKM, khususnya UM, cenderung mendominasi perkotaan. Pekerja untuk periode jangka pendek, dan sekaligus sebagai tempat pelatihan/magang dan pekerja yang digaji adalah komponen-komponen yang relatif lebih penting dari total kesempatan kerja di UKM perkotaan; sedangkan UMI di perdesaan lebih bergantung pada anggoa-anggota keluarga dari pemilik usaha/pengusaha sebagai pekerja. Selain itu, di daerah perdesaan, pangsa terbesar dari kesempatan kerja di industri manufaktur, terutama di kelompok UMI, dibandingkan dengan UKM berbasis perkotaan, sangat musiman: kegiatan-kegiatan nonpertanian paro waktu mencapai puncaknya pada saat tidak ada kegiatan di sektor pertanian (di luar musim tanam dan panen).

(23)

pengusaha-pengusaha mikro dan kecil memiliki perbedaan-perbedaan dalam latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang substansial dibandingkaan rekan mereka di perkotaan. Pemilik perusahaan-perusahaan di perdesaan (yang didominasi oleh UMI dan UK) pada umumnya berpendidikan formal lebih rendah daripada rekan mereka di perkotaan, dan mereka di perdesaan kebanyakan adalah petani atau dari keluarga petani.

Perbedaan dalam orientasi pasar juga kelihatan nyata. Beberapa studi menemukan bahwa perusahaan-perusahaan di perdesaan tidak terlalu berorientasi pasar, baik untuk output maupun input, dibandingkan rekan mereka di perkotaan, dalam arti tidak agresif mencari atau berusaha memperluas pasar. Selanjutnya, hasil observasi dari Chuta dan Liedholm (1985) di Sierra Leone (Afrika) mengungkapkan adanya suatu keterkaitan erat antara laju pertumbuhan UMKM dan jumlah pekerjanya dengan luas lokasi: laju pertumbuhan UMKM di perkotaan lebih pesat dibandingkan perdesaan. Alasan utanmanya menurut Anderson (1982) adalah pertumbuhan pasar yang lebih pesat di perkotaan daripada di perdesaan. Yang terakhir ini pada gilirannya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita (yang menentukan jumlah pembeli aktual dan potensi) di perkotaan lebih pesat, dan, lebih penting lagi, segmen-segmen penduduk perkotaan yang berpenghasilan menengah dan tinggi lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan. Kondisi seperti ini menciptakan lebih banyak kesempatan bagi UMKM perkotaan untuk memperluas usaha dan melakukan diservasifikasi pasar; dan khususnya UMKM perkotaan yang melayani pasar bagi segmen berpenghasilan tinggi bisa tumbuh pesat.

(24)

bagi UMKM yang berlokasi di perkotaan yan melayani segmen pasar ini (misalnya, lewat subcontracting). Sedangkan di perdesaan atau desa-desa yang lokasinya jauh atau secara geografi terisolasi dari ekonomi perkotaan, perusahaan-perusahaan lokal kebanyakan memproduksi barang-barang tradisional dengan elastisitas pendapatan yang rendah atau bahkan negatif, untuk pasar-pasar lokal yang kecil, dan terutama untuk segmen penduduk berpenghasilan rendah (Mazumdar, 1976).

Sedangkan menurut Byerlee (1973) adanya perbedaan dalam pola perubahan atau pembangunan antara UMKM perdesaan dan UMKM perkotaan, disebabkan oleh pola penawaran dan permintaan dari perusahaan-perusahaan di perdesaan yang sangat berbeda dengan di perkotaan, walaupun dalam skala yang sama. Permintaan output dan sisi penawaran dari UMKM perdesaan sangat erat kaitannya dengan volume produksi dan tingkat pendapatan di perdesaan yang sangat fluktuatif sesuai musim aktifitas pertanian.

Dengan perbedaan-perbedaan karakteristik dan lingkungan yang telah di bahas di atas, UMKM perkotaan bisa menghadapi berbagai masalah, tetapi juga peluang-peluang yang berbeda dengan yang dihadapi oleh UMKM perdesaan. Maka bisa diperkirakan bahwa proses pembangunan ekonomi dalam bentuk peningkatan pendapatan per kapita atau perubahan permintaan di pasar akan memberi dampak yang berbeda terhadap UMKM di perkotaan dengan di perdesaan.

d. Pola Keseluruhan

(25)

negara di eropa yan menunjukkan munculnya kembali UMKM sebagai unit-unit bisnis yang kompetitif; semakin pentingnya UMKM di Jepang dan negara-negara industri baru di Asia Timur dimana kelompok usaha tersebut sangat terintegrasi dengan UB lewat jaringan-jaringan subcontracting; dan berkembangnya literatur mengenai berakhir era produksi massal dan tesis mengenai FS, memberi kesan bahwa teori-teori “klasik” tersebut tidak berlaku lagi, tidak hanya di NM, tetapi juga di banyak NSB yang sudah lebih maju, seperti Taiwan dan Korea Selatan.

Sebagai suatu rangkuman, teori-teori “klasik” mengenai evolusi UMKM percaya bahwa dalam perjalanan pembangunan, porsi “ekonomi” dari UMKM dalam pembentukkan atau pertumbuhan PDB, kesempatan kerja, output sektoral, dan total perusahaan akan terus menurun. Sebaliknya, pangsa UB yang lebih modern tumbuh dengan laju yang semakin pesat dan akhirnya kelompok usaha ini mendominasi ekonomi.

Hipotesis “Klasik” Mengenai Hubungan antara Pembangunan Ekonomi dan Pentingnya UMKM di Dalam Ekonomi

Pangsa “ekonomi” dari UMKM

Garis Pendapatan-UMKM

Pendapatan per kapita

(26)

2.3.1.2. Teori-teori “Modern

(27)

local communities than large firms, both in the sense of sourcing and recruiting locally and in the sense of being less geographically footloose than large companies.

Literatur mengenai tesis FS mengatakan secara explisit bahwa tekhnologi-technologi baru (seperti komputer dan alat-alat monitor dan mesin kontrol pabrik) membuat skala ekonomi menjadi lebih efisien, dan ini semua mempromosikan kelayakan relatif dari UMKM di dalam era globalisasi. Kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan suatu industri untuk memenuhi perubahan-perubahan pasar yang cepat (khususnya pasar global) dengan tepat waktu, murah, dan efisien telah menciptakan suatu peran baru bagi UMKM di NM. Jadi, peran baru UMKM ini di dalam ekonomi bisa digunakan sebagai suatu argumen untuk menentang proposisi dari Anderson, diantara beberapa lainnya, yang telah dibahas sebelumnya, yang menyatakan bahwa dalam jangka panjang ekonomi akan dikuasai oleh UB (dalam output maupun kesempatan kerja).

Ada empat bentuk organisasi yang umum dari FS yang diidentifikasi di dalam bukunya Piore dan Sabel (1984) tersebut.

1. Fleksibel dan spesialisasi: perusahaan-perusahaan di dalam komunitas dapat menyesuaikan dengan cepat tekhnik-tekhnik produksi mereka terhadap perubahan-perubahan pasar, tetapi tetap berspesialisasi dalam memproduksi satu tipe barang, misalnya pakaian jadi.

2. Masuk terbatas: perusahaan-perusahaan di dalam komunitas membentuk bagian dari suatu komunitas yang tertutup dan perusahaan-perusahaan di luar komunitas tidak bisa atau sulit masuk.

(28)

4. Tingkat kerja sama yang tinggi: ada persaingan terbatas antarsesama perusahaan di dalam komunitas dalam hal gaji dan kondisi kerja, yang merangsang kerja sama yang lebih besar antarmereka.

Sejak dipublikasi bukunya Piore dan Sabel (1984) tersebut, tidak hanya karakteristik-karakteristik dan bentuk baru dari organisasi industri tersebut didiskusikan secara luas, tetapi beberapa peneliti juga telah berusaha mengkaji relevansi dari paradigma FS tersebut terhadap distrik-distrik industri yang didominasi oleh UMKM di NB. Selain itu, banyak juga peneliti yang telah berusaha mengkaji implikasi dari FS terhadap industri, khususnya kluster-kluster UMKM, di banyak NSB.

Juga dalam beberapa tahun belakangan ini, muncul literatur yang hampir serupa dengan tesis FS tetapi secara eksplisit melihat UMKM atau wirausaha sebagai sumber inovasi. Literatur ini menegaskan bahwa UMKM yang melakukan suatu strategi inovasi adalah UMKM yang akan bisa membuat produk-produk yang kompetitif, yang berarti juga UMKM yang bisa bertahan terus dan bahkan berkembang pesat. Peran baru UMKM ini juga bisa dibaca dari salah satu paragraf dari tulisannya Audretsch (2003) sebagai berikut: The empirical evidence has found that the post-entry growth of firms that survive tends to be spurred by the extent to which there is a gap between the MES (Minimum Efficient Scale) level of output and the size of the firm. However, the likelihood of any particular new firm surviving tends to decrease as this gap increases. Such new SMEs (UMKM) deploying a strategy of innovation to attain competitiveness are apparently enganged in the selection process. Only those SMEs offering a viable product that can be produced afficiently will grow and ultimately approach or attain te MES level of output. The remainder will stagnate,………may ultimately be forced to exit the industry. Thus, in highly innovative industries, there is a continuing process of the entry of new SMEs into industries.

(29)
(30)

tingkat pertumbuhan kewirausahaan yang lebih tinggi juga mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan tingkat pengangguran yang lebih rendah.

Robson dan Gallagher (1993) juga secara eksplisit menekankan aspek inovasi dari peran baru dari UMKM: small firms can play a leading role as a test bad for new ideas, new innovations and new technologies. Therefore those firms in which new innovations, ideas and technologies are likely to be developed should be at the top of the list for receiving aid. Also, to further encourage those small firms which can grow independently of large firms, or whose growth can be complementary to large firm growth. Juga, Rothwell dan Zegveld (1982) menegaskan sebagai berikut: any assessment of the importance of small firms within the industrial and social structure of societies, and the need to strengthen their productivity, will lead to the establishment of measures aimed at improving the position of these firms as utilizers of upgraded technologies. National scientific and technological policy, on the other hand, will tend to be mainly interested in the small innovative or new technological-based firm within the fluid, high growth, scientific-based industrial branches, from which radical new technologies might emerge…….,a great deal has been written concerning the innovativeness of SMEs in comparison to that of larger companies. It has on the one hand been argued that large size and monopoly power are prerequisites for economic progress via technical change, while on the other hand it has been argued that small firms are more efficient at performing innovative activities and are, in fact, the major source of innovations.

(31)

juga regional. Tidak heran kalau sejak akhir 1980-an muncul banyak sekali buku atau artikel yang membahas peran UMKM di dalam perekonomian Inggris. Berikut ini beberapa penjelasan/pernyataan dari sejumlah peneliti: Danson (1996), over the last two decades there has been an increasing realization of the importance of small and medium enterprises (SMEs) to the development and health of the national and regional economy…….there has been a perceived need to intervene in the market to ensure that the high proportion of SMEs which fail each year are replaced, and to promote the creation of new businesses to convensate for the decline in large plants; Oakey (1991), the rediscovery of the importance of small firms a decade ago, and the acknowledgement of this size of enterprise as an important part of any national industrial effort, was a welcome balancing of an earlier excessive preoccupation with large firms…….the perception that entrepreneurially led new small firms in high technology sectors could sustain manufacturing industry in the face of a general decline of industries that had grown in the 1960s……there can be little doubt that high technology small firms are important to future British national industrial employment growth; Smallbone dan North (1996), ….the growth and survival of manufacturing SMEs in different location ……..suggets that estabilished SMEs have an important contribution to make to relagion economic development. They have been shown to be an important source of new jobs, especially in rural and outer metropolitan locations; Holiday (1995), ….since the publication of the Bolton Report on small firms (1971),

Di rusia, Struthers dkk. (1996) melihat kehancuran rezim komunis beserta sistem ekonominya yang sangat sentralistik menjadi suatu kesempatan besar bagi perkembangan UMKM, dan salah satu caranya adalah dengan menstransfer semua BUMN yang bangkrut menjadi usaha-usaha yang lebih kecil dan efisien.

(32)

1. Distribusi dari kekuatan pasar lewat sebuah sistem dari UMKM membuat suatu distribusi dari kekuatan pasar yang lebih baik di masyarakat secara umum 2. Suatu tingkat konsentrasi pasar yang tinggi mengakibatkan ekonomi tidak

efisien

3. UMKM bisa berfungsi sebagai suatu peredam terhadap goncangan kesempatan kerja, misalnya pada saat krisis ekonomi (1997-1998)

4. UMKM menghasilkan produk-produk yang lebih bervariasi yang bisa memenuhi selera individu masyarakat.

Sedangkan dari perspektif inovasi atau perubahan tekhnologi beberapa alasan kenapa UMKM sangat penting adalah:

a. Perubahan tekhnologi paling baik dipromosikan di dalam suatu sistem yang menggunakan potensi dari relasi atau kerjasama yang saling menguntungkan antara UMKM dan UB

b. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa UMKM sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan inovasi

c. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa dalam bentuk inovasi yang diukur dengan pengualaran dolar untuk R & D, UMKM memiliki suatu kinerja yang lebih tinggi daripada UB.

Hipotesis “Modern” Mengenai Hubungan antara Tingkat Pembangunan Ekonomi dan Pentingnya UMKM di Dalam Ekonomi

Pangsa “ekonomi” dari UMKM

Garis Pendapatan-UMKM

(33)

Rendah Tinggi

2.3.2. faktor-faktor utama yang memengaruhi pola perubahan

Didalam literatur mengenai UMKM di NSB, diantara banyak faktor, tingkat pendapatan riil perkapita dan kepadatan penduduk sering disebut sebagai dua faktor penting yang memenaruhi pola atau sifat alami dari pembangunan dan perubahan UMKM. Kedua faktor ini memengaruhi proses transformasi UMKM lewat efek-efek langsung nya secara bersamaan terhadap sisi permintaan (pasar output) dan sisi penawaran (pasar tenaga kerja) dari UMKM. Efek-efek sisi permintaan dan sisi penawaran dari perubahan- perubahan dari kedua faktor tersebut terefleksikan, masing-masing, dalam perubahan permintaan pasar terhadap produk – produk buatan UMKM dan dalam perubahan penawaran tenaga kerja ke UMKM.

Dua Faktor dan Efek-efeknya Terhadap Proses Transformasi UMKM

Pendapatan riil per kapita Kapadatan Penduduk

- Faktor pendapatan-permintaan - Faktor pendapatan-penawaran - Faktor populasi-permintaan - faktor populasi-penawaran

(34)

2.3.3. Faktor pendapatan-permintaan a) Perubahan Permintaan

Pergeseran struktur di dalam permintaan akhir ini menyebabkan penurunan permintaan pasar terhadap barang-barang inferior, yang kebanyakan dibuat oleh UMI, dan peningkatan permintaan pasar terhadap barang-barang dengan elastisitas pendapatan tinggi, yang pada umumnya dihasilkan oleh UB dan sebagian kecil juga oleh UK atau UM. Dalam kasus permintaan antara, semakin tinggi tingkat pembangunan atau industrialisasi semakin banyak permintaan industri terhadap produk-produk antara dan barang-barang modal. b) Pola permintaan terhadap produk-produk UMKM di perdesaan

Mengetahui bahwa sebagian besar dari UMKM di NSB (terutama negara-negara miskin) adalah UMI dan berlokasi di perdesaan, efek dari peningkatan pendapatan di perdesaan atau modernisasi perekonomian perdesaan pada permintaan lokal terhadap produk-produk buatan UMI perdesaan menjadi suatu isu penting. Dalam pembangunan ekonomi di perdesaan dengan masuknya pengaruh kultur dan pola konsumsi dari perkotaan akibat antara lain perbaikan/pembangunan infrastruktur, fasilitas transportasi dan komunikasi antara perdesaan dan perkotaan dan di perdesaan tiu sendiri, dan biasanya diikuti dengan peningkatan pendapatan per kapita dari masyarakat perdesaan, selera atau preferensi dari banyak orang di perdesaan berubah yang menguntungkan barang-barang dengan kualitas lebih baik yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan modern di perkotaan atau dari luar negeri (impor). Akibatnya, permintaan lokal terhadap produk-produk buatan perdesaan menurun.

(35)

produk-produk mereka ke luar desa, baik dengan bantuan pedangang-pedagang atau melakukannya sendiri. Perusahaan-perusahaan di desa-desa dekat dengan pusat-pusat bisnis/pasar di perkotaan akan memproduksi lebih banyak barang untuk pasar perkotaan dan akan memiliki pasar lebih luas dibandingkan rekan-rekan mereka yang berlokasi di desa-desa yang terisolasi yang hanya melayani masyarakat lokal dalam volume yang kecil.

Jadi, integrasi ekonomi perdesaan-perkotaan tidak harus selalu berarti bahwa semua industri perdesaan akan mati karena persaingan dari industri-industri perkotaan. Itu tergantung terutama pada bagaimana pengusaha-pengusaha di perdesaan dapat cepat menyesuaikan diri terhadap suatu situasi yang sedang berubah yang sebenarnya sedang menciptakan kesempatan-kesempatan pasar baru, misalnya, dengan mengubah atau melakukan diversifikasi produk, meningkatkan kualitas, dan mengubah strategi pemasaran mereka.

Kesanggupan sebuah perusahaan untuk menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan pasar tidak hanya tergantung pada kemampuan dari pemilik/manajer perusahaan, tetapi karakteristik-karakteristik umum dan sikap yang lebih objektif dari perusahaan itu sendiri juga memainkan suatu peran sangat penting. Menurut Chuta dan Liedholm (1979), berdasarkan pada observasi-observasi mereka sendiri, industri-industri perdesaan yang layak ekonomi (yakni yang mempunyai kesempatan-kesempatan lebih baik untuk tumbuh dalam jangka panjang dengan proses pembangunan ekonomi perdesaan dan integrasi ekonomi antara perdesaan dan perkotaan) merefleksikan empat pola umum sebagai berikut.

1) Memakai pekerja-pekerja berkualitas baik yang digaji, jadi tidak memakai anggota-anggota keluarga seperti istri dan anak sebagai pekerja berkualitas rendah yang tidak dibayar.

(36)

3) Kegiatan produksi dilakukan di tempat kerja khusus atau pabrik, jadi tidak bersatu dengan rumah tinggal pengusaha atau pemilik usaha.

4) Membuat produk-produk atau kegiatan-kegiatan usaha yang punya prospek pasar/ekonomi yang lebih baik, misalnya mebel, roti, pakaian jadi, dan bengkel atau reparasi mobil.

2.3.4. Faktor Pendapatan-Penawaran

Perubahan pendapatan riil per kapita juga berpengaruh terhadap pola dari perubahan kesempatan kerja di UMKM lewat sisi penawarannya, yaitu lewat pasar tenaga kerja dalam bentuk perpindahan tenaga kerja ke (atau keluar dari) UMKM dari (ke) UB atau dari (ke) UMKM di subsektor-subsektor manufaktur atau sektor-sektor lainnya.

(37)

2.3.5. Faktor populasi permintaan

Tingkat permintaan perdesaan terhadap produk-produk lokal tidak hanya tergantung pada tingkat pendapatan riil per kapita (dan faktor-faktor lain), tetapi juga pada besarnya populasi.

2.3.6. Faktor penawaran populasi

Perubahan dalam jumlah atau kepadatan penduduk juga dipengaruhi pola dari perubahan kesempatan kerja di UMKM, lewat efeknya terhadap supplay tenaga kerja ke perusahaan-perusahaan tersebut. White (1976) membuat suatu perbedaan antara faktor-faktor permintaan dan penawaran dalam menjelaskan besarnya kesempatan kerja nonpertanian di perdesaan. Menurutnya, kesempatan kerja ini di tentukan oleh suatu interaksi yang komplek antar dua kelompok faktor-faktor tersebut.

2.3.7. Faktor “push” versus “Pull”

(38)

Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan atau tetap banyaknya UMKM, dan khususnya UMI di Indonesia bisa menandakan suatu pembangunan yang positif,dalam arti banyak orang memang tertarik (pull) untuk melakukannya sebagai alasan, seperti ingin mandiri (tidak mau bekerja sebagai pegawai). Ingin

(39)

BAB III PENUTUP

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM merupakan sebuah istilah yang mengacuke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri.Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah:³Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secaramayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah daripersaingan usaha yang tidak sehat.´Pertumbuhan UKM di Indonesia membawa dampak baik bagi perkembanganekonomi. Satu hal yang patut menjadi perhatian adalah rasio kredit bermasalah aliasnon performing loan (NPL). Selain itu, UKM juga mampu meningkatkan jumlah pendapatan Negara. Selain bermanfaat bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia,tanpa disadari UKM juga telah mampu mengurangi angka pengangguran dimasyarakat, sekaligus juga meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

(40)
(41)

DAFTAR PUSTAKA

TAMBUNAN.TULUS.2009.”UMKM DI INDONESIA”.Perpustakaan Nasional.Jakarta.

Tambunan.Tulus.”PEREKONOMIAN INDONESIA”.

http://iamsyahputra.wordpress.com/2011/10/20/peranan-umkm-terhadap-pembangunan-ekonomi-indonesia/

http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/2034751-peran-ukm-dalam-perekonomian-indonesia/

repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/18076/H08mte.pdf

http://diskop.padang.go.id/rendah-adopsi-teknologi-informasi-oleh-ukm-di-indonesia/

http://www.scribd.com/doc/35101611/PERKEMBANGAN-UKM-BAGI-PEREKONOMIAN-INDONESIA

(42)
(43)
(44)
(45)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penilitian dan pembahasan serta uraian dari bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : (1) hasil analisis data secara simultan

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini akan melakukan pemanfaatan citra Geoeye – 1 dan sistem informasi geografis untuk pemodelan spasial tingkat risiko penyakit diare di

5 Dengan demikian tidak semua ayat/surat yang turun di Makkah dikatakan ayat Makkiyyah, demikian pula tidak semua ayat yang turun di Madinah dikatakan sebagai ayat

Remaja yang berada dalam sebuah kelompok atau geng mengalami tekanan yang sangat kuat untuk melakukan konformitas, sehingga usaha untuk menghindari situasi yang

Penerapan sistem tanpa olah tanah menunjukkan hasil yaitu penggunaan varietas Manjung menghasilkan bobot umbi per hektar yang tidak berbeda dengan varietas Bima

Adapaun metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitiaan Historis yang terdiri dari lima tahapan penulisan yang meliput: (1) Penentuaan Tema/ Topik, (2)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air cookies pada semua perlakuan pendahuluan, substitusi tepung biji nangka dan kombinasinya berbeda nyata.. Hasil

Desain kebijakan kriminal dalam UU No.11/2008 ini kemungkinan tidak dapat berlaku secara efektif, terutama bila dibandingkan dengan pengaturan Cybercrimes yang dilakukan