• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN TERKINI VIRUS AVIAN INFLUENZA DAN TANTANGANNYA BAGI INDUSTRI PERUNGGASAN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN TERKINI VIRUS AVIAN INFLUENZA DAN TANTANGANNYA BAGI INDUSTRI PERUNGGASAN DI INDONESIA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PERUNGGASAN DI INDONESIA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Gadjah Mada

Oleh

(2)

PERUNGGASAN DI INDONESIA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Gadjah Mada

Diucapkan di depan Rapat Terbuka Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada

pada 9 Juli 2019 di Yogyakarta

Oleh

(3)

Assalamualaikum waramatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua,

Shalom,

Om Swastiastu, Namo buddhaya, Salam kebajikan. Yang saya hormati,

Ketua, Sekretaris, dan Anggota Majelis Wali Amanah Universitas Gadjah Mada,

Ketua, Sekretaris, dan Anggota Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada,

Ketua, Sekretaris, dan Anggota Senat Akademik Universitas Gadjah Mada,

Rektor dan para Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada

Dekan dan para Wakil Dekan di lingkungan Universitas Gadjah Mada,

Segenap Sivitas Akademika Universitas Gadjah Mada,

Para tamu undangan, teman sejawat, para dosen, mahasiswa, dan sanak keluarga yang saya cintai.

Pertama-tama, perkenankanlah pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengajak Bapak, Ibu, dan hadirin sekalian untuk memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa, atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga kita dapat hadir pada acara Rapat Terbuka Dewan Guru Besar, UGM di Balai Senat yang megah ini dalam keadaan sehat walafiat dan penuh suka cita. Sebelum saya membacakan pidato ini, perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dewan Guru Besar UGM yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan guru besar dalam Bidang Mikrobiologi pada Fakultas Kedokteran Hewan

(4)

UGM yang berjudul “Perkembangan Terkini Virus Avian Influenza dan Tantangannya Bagi Industri Perunggasan di Indonesia”. Judul tersebut saya pilih untuk mengingatkan semua pihak, pemangku kepentingan perunggasan agar tidak lengah dalam menangani kasus penyakit avian influenza (AI) yang sudah lama dilaporkan endemis di Indonesia dan berpotensi menular ke manusia (bersifat zoonosis).

Hadirin yang saya muliakan, Pendahuluan

Usaha bidang perunggasan, khususnya peternakan ayam komersial, dan pembibitan di Indonesia merupakan usaha bidang peternakan yang paling maju dan berkembang. Pertumbuhan populasi unggas dalam kurun waktu lima tahun terakhir cukup menggembirakan. Pada tahun 2018 populasi ayam broiler dilaporkan mencapai 1,9 miliar ekor, meningkat sekitar 23,5% dari tahun 2014. Populasi ayam petelur dilaporkan sebanyak 161,75 juta ekor, meningkat sekitar 9,5% dari tahun 2014 (BPS, 2018).

Daya dukung industri perunggasan juga sangat maju. Industri pakan, farmasetik dan produk biologik, sapronak, serta pengolahan produk perunggasan berkembang dengan pesat. Investasi bidang perunggasan sangat mendominasi jika dibandingkan dengan subsektor peternakan yang lain. Sampai dengan semester I tahun 2018, investasi PMDN subsektor perunggasan mencapai 85,3%, sedangkan PMA mencapai 46,9% (Rahadian, 2019). Kondisi tersebut sebagai sinyal bahwa potensi bisnis perunggasan di Indonesia sangat menjanjikan dan akan terus berkembang.

Di balik perkembangan industri perunggasan yang semakin meningkat, kendala utama yang sering menjadi hambatan pertumbuhan populasi dan produktivitas unggas adalah penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang menghambat

(5)

pertumbuhan tersebut adalah penyakit avian influenza (AI). Wabah penyakit AI di Indonesia, dilaporkan pertama kali pada akhir tahun 2003. Kejadian penyakit AI terus berlanjut dan sampai saat ini dilaporkan sporadis terjadi di sejumlah peternakan ayam. Data updated IVM online menunjukkan sampel positif RT-PCR virus AI tahun 2018 sampai Maret 2019, mengalami kenaikan yang signifikan. Berdasarkan sampel yang masuk terdiagnosis penyakit AI sebanyak 87.532 dan yang terkonfirmasi positif AI dengan teknik RT-PCR, sejumlah 4.348 kasus.

Wabah penyakit AI telah banyak menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi karena penurunan produksi telur pada ayam, burung puyuh, dan itik petelur, serta menyebabkan kematian tinggi berbagai spesies unggas. Wabah tersebut juga menyebabkan hambatan ekspor hasil perunggasan dan ketakutan konsumen untuk mengonsumsi hasil perunggasan (daging dan telur) karena potensi zoonotik virus AI. Di samping itu, seiring dengan kebijakan vaksinasi AI, dalam tata kelola peternakan unggas menambah beban produksi yang tidak sedikit, antara lain: biaya vaksinasi AI, monitoring serologis, virologis, dan peningkatan sarana prasarana program biosekuriti. Besarnya kerugian akibat wabah AI periode 2004─2008 di Indonesia diperkirakan mencapai 4,3 triliun rupiah (Basuno, 2008).

Hadirin yang berbahagia,

Penyakit avian influenza (AI), adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus influenza tipe A, yang termasuk dalam keluarga Orthomyxoviridae, genus influenza virus. Virion virus AI pada umumnya teramati membulat sampai pleomorfik. Genom terdiri atas RNA untai tunggal dengan polaritas negatif dan tersusun ke dalam 8 segmen gen. RNA virus tersebut menyandi 10 protein yang terdapat pada permukaan virion dan kapsid. Protein permukaan terdiri dari HA/H, NA/N, dan M2, sedangkan protein kapsid meliputi: NP, PB1, PB2, PA, dan, M1, serta protein nonstruktural yang terdiri dari: NS-1 dan NS-2.

(6)

Berdasarkan karakter antigenik protein M dan NP, virus influenza di bagi ke dalam tipe A, B, dan C. Influenza tipe A menyebabkan penyakit pada berbagai spesies unggas dan mamalia, termasuk manusia, sedangkan influenza tipe B dan C menyebabkan sakit pada manusia tetapi bersifat kurang patogen. Subtipe virus influenza ditentukan berdasarkan karakter antigenik protein HA dan NA. Sejauh ini diversitas virus influenza telah dikarakterisasi sebanyak 18 HA dan 11 NA (Cox dan Kawaoka, 1998; Tong et al., 2013).

Virus AI adalah virus RNA dan bersegmen, serta tidak memiliki aktivitas enzim proof reading pada enzim polimerase. Oleh karena itu menjadi tidak stabil dan mudah terjadi variasi genetik. Salah satu manifestasi variasi genetik dapat terjadi melalui dua cara, yaitu antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift merupakan perubahan struktur antigenik yang bersifat minor, perlahan tetapi pasti, terutama dapat terjadi pada gen HA dan NA. Antigenic shift dapat timbul akibat pengacakan genetik, yaitu apabila dua atau lebih virus AI subtipe yang berbeda menginfeksi sel yang sama, maka dalam proses replikasi memungkinkan terjadi pertukaran segmen gen. Proses tersebut dapat menyebabkan munculnya suatu galur virus baru yang mempunyai karakter patogenisitas, antigenisitas, dan spesifitas yang berbeda dari virus ancestral-nya (Cox dan Kawaoka, 1998). Hadirin yang saya hormati,

Dinamika virus AI

Virus AI subtipe H5N1 pertama kali diisolasi dari angsa, di Provinsi Guandong, Cina pada tahun 1996 (Xu, et al., 1997) dan oleh karenanya virus A/goose/Guandong/1996 (H5N1) dianggap sebagai ancestral virus H5N1. Analisis yang dilakukan oleh Wang, et al., (2008) menunjukkan bahwa progenitor virus AI di Indonesia berasal dari Hunan, Cina Selatan. Hal tersebut didukung oleh bukti bahwa perbandingan homologi gen HA dan NA virus asal Hunan dan Indonesia, sebesar 99,6% dan 99,2%,

(7)

rerata homologi gen internalnya adalah > 99,5%, kecuali gen NS sebesar 98,01%. Di samping itu, analisis karakter antigenik virus yang diisolasi dari Hunan menggunakan monoklonal antibodi dan serum anti dari ferret terhadap antigen H5 referensi menunjukkan pola yang sama dengan virus asal Indonesia yang diisolasi pada awal wabah.

Menurut WHO/OIE/FAO Evolution Working Groups (2009) untuk menggambarkan diversitas virus AI, klasifikasi virus AI yang berasal dari silsilah A/goose/Guandong/1/96, pada saat ini didasarkan pada homologi gen HA dalam suatu nomenklatur yang disebut clade. Sejauh ini telah dikenal ada 10 clade yang berbeda, yaitu: clade 0─9. Sebagai contoh: virus dalam clade 2 ditemukan di Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan. Clade 2 diklasifikasikan ke dalam sub clade yaitu: 2.1─2.5 dan sub-sub clade: 2.1.1─2.1.3 dan 2.3.1─2.3.4. Virus AI H5N1 yang ditemukan di Indonesia baik isolat asal unggas maupun manusia, termasuk dalam clade 2.1, sedangkan virus AI asal unggas dan manusia dari Cina, Hongkong, Vietnam, Thailand, dan Laos termasuk dalam clade 2.3. Virus yang bersirkulasi di Indonesia bagian timur dalam kurun waktu 2003─2005 yang diisolasi dari unggas diklasifikasikan ke dalam sub-sub clade 2.1.1 dan virus yang bersirkulasi di Indonesia bagian barat yang disolasi dari unggas dan manusia dari tahun 2005─2006 diklasifikasikan ke dalam sub-sub clade 2.1.2. Selanjutnya virus yang diisolasi dari unggas dan manusia dalam kurun waktu 2004─2007 dari Indonesia bagian timur dan barat termasuk dalam sub-sub clade 2.1.3 (WHO/OIE/FAO, 2008).

Pada tahun 2012, telah dilaporkan kasus penyakit AI pada itik di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur dengan gejala klinis, seperti: tortikolis, inkoordinasi, kelumpuhan, dan mata berwarna keputihan dengan kematian tinggi, mencapai 100 %. Karakterisasi molekuler menunjukkan virus AI tersebut termasuk sub-sub clade 2.3.2. yang belum pernah dilaporkan sebelumnya (Dharmayanti, et al., 2014;

(8)

Wibawa, et al., 2012). Menarik untuk dicermati, apakah virus tersebut merupakan mutasi virus lama ataukah sebagai virus baru yang masuk ke Indonesia. Analisis sekuens gen hemaglutinin virus AI H5N1 sub-sub clade 2.3.2 tersebut menunjukkan homologi tinggi mencapai 97─98% dengan virus AI H5N1 sub-sub clade 2.3.2, tetapi homologi virus tersebut cukup rendah, sekitar 91─93% apabila dibandingkan dengan virus AI sub-sub clade 2.1.3 yang telah ada di Indonesia (Wibawa, et al., 2012). Virus sub-sub clade 2.3.2 Indonesia mempunyai kesamaan nukleotida 97─98% dengan sub-sub clade 2.3.2 Vietnam, dan mempunyai homologi yang rendah dengan virus sub clade 2.1 yang telah ada di Indonesia, yaitu 91─94% (Dharmayanti, et al., 2013).

Analisis molekuler gen HA fragmen cleavage site, virus itik tersebut menunjukkan pola asam amino basa multiple yang merupakan ciri virus AI patogenisitas tinggi, tetapi ditemukan variasi pola asam amino basa di antara virus tersebut. Wibawa, et al. (2012) melaporkan bahwa virus AI sub-sub clade 2.3.2 isolat itik, mempunyai motif sekuens ─PQRERRRKR/GLF─ yang pada umumnya merupakan motif isolat virus AI pada awal wabah. Motif yang berbeda dilaporkan dari isolat unggas air dan ayam dari pasar unggas hidup, yang menunjukkan adanya delesi upstream -6 cleavage site (CS), yaitu ─PQRE─RRRKR/G─ (Dharmayanti, et al., 2014; Wibowo, et al., 2013). Beberapa isolat virus AI yang diisolasi dari ayam komersial menunjukkan delesi asam amino upstream -1 dan -2 CS, yang pada umumnya diisi oleh arginin dan lisin, yaitu ─PQRESRRK──/GLFGAIGAFIE─ (Wibowo dan Asmara, 2016).

Penelitian yang mengkaji karakter antigenik virus tersebut dengan uji hemaglutinasi inhibisi menunjukkan bahwa virus clade lama bereaksi silang dengan virus clade baru, tetapi dengan perbedaan titer sangat nyata (Indriani, et al., 2017). Hasil yang sama dilaporkan oleh Tarigan, et al. (2018). Dalam evaluasi titer antibodi pasca vaksinasi pada ayam petelur di DIY dan Jawa

(9)

Barat, dengan menggunakan antigen heterolog clade berbeda, menunjukkan perbedaan hasil yang cukup nyata.

Pada periode kasus ini muncul pertanyaan, apakah virus itik dapat menginfeksi unggas lain? Data surveilans kasus tortikolis pada ayam petelur yang telah divaksinasi ND dan AI, teridentifikasi positif virus AI dan ND. Karakterisasi virus tersebut diketahui sebagai virus AI sub-sub clade 2.3.2, sedangkan virus ND teridentifikasi sebagai genotipe VII-h dan VII-i, (Wibowo dan Asmara, 2016). Hasil tersebut didukung oleh Dharmayanti, et al. (2013) bahwa virus AI H5N1 sub-sub clade 2.3.2 dapat diisolasi dari sampel ayam yang diperoleh dari pasar unggas hidup.

Hadirin yang saya muliakan,

Perkembangan Klinis dan Patologis

Perkembangan penyakit AI di Indonesia, sejak gelombang wabah pertama sampai saat ini, menunjukkan variasi gejala klinis dan patologis yang sangat nyata. Secara ringkas karakter klinis dan patologis tersebut dapat saya kelompokkan menjadi 5 bentuk. Bentuk pertama adalah kasus penyakit AI dengan kematian tinggi tanpa lesi penyakit AI. Bentuk ini teramati pada awal wabah yang ditandai oleh kematian tinggi mencapai 100% pada ayam petelur, burung puyuh, ayam kampung, tetapi tanpa disertai lesi tertentu. Hal tersebut dimungkinkan karena pada saat terjadi infeksi, unggas tersebut belum memiliki antibodi yang berperan dalam netralisai virus sehingga kejadian penyakit berlangsung sangat akut. Infeksi virus AI dapat menyebabkan kerusakan sel yang mengatur organ vital, seperti susunan saraf pusat, kardiovaskuler, dan sistem respirasi, terutama paru (Swayne, 1997). Kondisi demikian menyebabkan kematian ayam dengan cepat sebelum terjadi kerusakan jaringan tertentu.

Bentuk kedua adalah infeksi virus AI yang menimbulkan kematian unggas sangat tinggi, mencapai lebih dari 80%, dalam waktu kurang dari satu minggu. Gejala klinis yang teramati antara

(10)

lain: balung dan pial sianotik, udema, dan hemoragi, yakni perdarahan di otot abdominal, kaki, dan telapak kaki, atau pada bagian tubuh ayam yang tidak berbulu. Bentuk ini banyak dilaporkan pada gelombang wabah pertama antara tahun 2003─2005. Lesi makroskopis menunjukkan perdarahan sistemis pada organ internal dan subkutan. Lesi tersebut, merupakan ciri khas penyakit AI patogenisitas tinggi karena mampu menyebabkan nekrosis endotel vaskuler dengan kondisi patologis yang menyebabkan kerusakan vaskuler pembuluh darah (Swayne, 1997). Lesi karakteristik tersebut tampaknya konsisten dapat diamati pada ayam petelur, ayam kampung, dan burung puyuh. Identifikasi penyebab penyakit pada kasus dengan karakter lesi tersebut positif virus H5N1 (Wibowo, et al., 2007).

Bentuk ketiga adalah penyakit AI dengan tingkat kematian tinggi mencapai 70% dengan kematian unggas berlangsung lebih lama, antara 1─2 minggu, tetapi mortalitas lebih rendah dari kasus AI pada awal wabah. Pada umumnya, gejala klinis dan lesi patologis yang teramati tidak selalu khas penyakit AI (Wibowo et al., 2013). Kasus tersebut banyak dilaporkan setelah gelombang wabah yang pertama sampai sekarang, terutama di farm yang tidak menerapkan vaksinasi AI atau dengan vaksinasi minimal, atau karena berbagai faktor yang menyebabkan kegagalan vaksinasi.

Bentuk keempat adalah kasus penyakit AI dengan mortalitas rendah, tanpa gejala klinis dan lesi patologi makroskopis tersifat penyakit AI. Kasus penyakit AI pada ayam broiler saat awal wabah dilaporkan tanpa gejala khas penyakit AI, tetapi dengan kematian yang meningkat sedikit demi sedikit. Pada ayam layer terjadi penurunan kualitas dan kuantitas produksi dengan drastis. Nekropsi pada kasus tersebut teramati lesi perdarahan yang terbatas pada ovarium, dengan derajad yang bervariasi, hiperemia, ruptur, dan perdarahan yang ektensif pada ovarium. Kasus tersebut akhir-akhir ini dominan dilaporkan (Wibowo, et al., 2019).

(11)

Bentuk kelima adalah penyakit AI yang bersifat subklinis, yang terjadi pada unggas tanpa vaksinasi AI, tetapi dapat diisolasi virus AI dan dibuktikan adanya titer antibodi virus AI. Kasus tersebut dilaporkan terjadi pada unggas sektor 4, yaitu: ayam kampung, burung puyuh, dan unggas air (unpublished data, FKH-UGM). Susanti, et al. (2008) melaporkan bahwa ayam kampung yang dipelihara di sekitar itik peliharaan meskipun tanpa gejala klinis, dapat diisolasi virus AI H5N1.

Perubahan gejala klinis dan lesi patologi makroskopis dipengaruhi banyak faktor, antara lain: patogenisitas molekuler, dosis infeksi, dan imunitas unggas yang terserang. Seiring dengan kebijakan strategi vaksinasi massal pada unggas, permasalahan cakupan dan tingkat proteksi vaksinasi belum tentu optimal oleh berbagai faktor, seperti: individu unggas, kualitas vaksin, program vaksinasi, biosekuriti, dan faktor manajemen yang bervariasi di antara farm. Kondisi tersebut menyebabkan imunitas yang dibangun oleh vaksinasi menjadi tidak merata dan tidak protektif dalam suatu populasi, akibatnya ditemukan unggas yang peka. Di samping itu, penyebaran virus di lapangan mungkin saja menyebabkan pendedahan virus pada sejumlah unggas dengan dosis infeksi yang rendah sehingga justru menginisiasi terbentuknya kekebalan. Adanya imunitas terhadap virus AI, baik akibat vaksinasi maupun pendedahan virus lapangan (meskipun titer antibodi tersebut tidak tinggi), dapat menyebabkan proses netralisasi dan berkurangnya tingkat keparahan penyakit sehingga tidak muncul gejala khas. Kondisi tersebut menjelaskan infeksi virus AI seolah-olah menjadi tidak sevirulen seperti pada awal wabah penyakit AI.

Hadirin yang berbahagia, Penurunan Produksi dan AI

Pada akhir tahun 2016 dilaporkan kasus penurunan produksi pada ayam petelur di daerah Sidrap, Sulawesi Selatan

(12)

yang mencapai 61,68% disertai kematian ringan 2,64%. Hasil uji oleh laboratorium BBVet. Maros, mengonfirmasi kasus penurunan produksi tersebut disebabkan oleh virus AI H9N2. Namun terjadi pro dan kontra tentang keberadaan virus H9N2 tersebut. Banyak kasus penurunan produksi tidak teridentifikasi agen penyebabnya sehingga muncul istilah sindrom 90/40. Hal tersebut diduga para peternak merasa enggan untuk mengirimkan sampel ke laboratorium, sebagaimana terjadi pada kasus penyakit AI H5N1 terdahulu.

Beberapa kasus penurunan produksi pada ayam layer bersifat kompleks. Pada umumnya teramati: lesi ooforitis ringan sampai berat yang disertai deformasi dan ruptup folikel telur, mesenteritis, hepatitis, trakheitis, dan airsakulitis ringan sampai berat. Hasil investigasi kasus penurunan produksi tersebut dikonfirmasi positif kombinasi infeksi H9 dan E. coli, tetapi mayoritas disebabkan oleh kombinasi infeksi IB varian dan ND, IB varian dan H5, serta ND dan H5 (Wibowo, et al., 2019). Jonas, et al., (2018) melaporkan kasus penurunan produksi yang terjadi pada ayam layer komersial dan breeder bervariasi antara 5─50%. Penurunan produksi dengan persentase tinggi terjadi pada kasus multiinfeksi ND, H5, dan H9. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus H9 tersebut membentuk kluster tersendiri, yaitu kluster China-Vietnam-Indonesia (CVI). Kluster tersebut berbeda dengan referensi G-1 lineage, Y-280 lineage, atau Korean Y-439 lineage.

Hasil yang berbeda dilaporkan dalam suatu investigasi kasus kematian dan penurunan produksi telur pada sentra peternakan unggas komersial di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DIY, pada tahun 2018. Konfirmasi agen penyebab penyakit pada kasus penurunan produksi telur tersebut, terutama disebabkan oleh infeksi H5, ND, dan mikoplasma, tetapi negatif untuk virus H9 (Wibawa, et al., 2018, unpublished data). Novianti, et al. (2019), melaporkan data yang cukup menarik bahwa virus H9N2 dapat diisolasi dari ayam sehat yang diperoleh dari pasar unggas.

(13)

Investigasi yang dilakukan pada beberapa kasus penurunan produksi yang terkonfirmasi negatif dari infeksi virus, dapat diisolasi bakteri E. coli strain APEC yang resisten terhadap berbagai antibiotik. Di samping itu, ditemukan indikasi Gallibacterium anatis yang belum pernah dilaporkan dan juga menunjukkan resistensi terhadap beberapa jenis antibiotik (Wibowo, 2019, unpublished data). Bakteri tersebut dapat menimbulkan kasus dengan gejala klinis dan lesi patologis sebagaimana dikeluhkan peternak saat ini.

Hadirin yang saya hormati, Penanganan dan Pengendalian

Menarik untuk dicermati, mengapa penyakit AI masih muncul di industri perunggasan sampai saat ini? Menurut hemat saya, ada yang terlupakan di lapangan, yaitu bahwa praktik biosekuriti mulai kendur dilaksanakan atau bahkan dapat dikatakan diabaikan. Pada tingkat operasional di lapangan banyak dijumpai kotak telur dan keranjang ayam broiler yang keluar masuk farm tanpa perlakuan desinfeksi secara memadahi. Pekerja farm, lalu lintas sarana produksi, kolektor telur, afkir unggas, dan tamu farm berpeluang besar dalam penularan AI. Sejumlah prosedur pengamanan diperlukan untuk membatasi kontak agen penyebab penyakit dengan unggas di farm. Sanitasi dan desinfeksi mempunyai peran penting menurunkan populasi virus AI di farm, karena dapat merusak amplop virus tersebut. Akibatnya, reseptor HA yang menempel pada amplop virus menjadi rusak dan tidak fungsional sehingga proses infeksi menjadi gagal.

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah lalu lintas unggas yang sejauh ini belum dapat sepenuhnya dapat dikendalikan. Transportasi unggas dari farm ke pasar unggas hidup dan depo penjualan ayam hidup yang berasal dari berbagai lokasi, umur, dan spesies unggas memungkinkan terjadi penularan dan propagasi virus AI. Mata rantai lalu lintas tersebut, perlu mendapatkan penanganan tersendiri untuk mengurangi risiko

(14)

penularan, persistensi, dan infeksi virus AI. Prinsip penting bahwa hanya ayam sehat, dan tidak membawa virus AI saja yang boleh ditransportasi keluar daerah, merupakan hal mendasar dalam mencegah penyebaran virus AI.

Strategi vaksinasi menjadi pilihan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi penyakit AI. Vaksinasi dipandang sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap penyakit AI dan mengurangi populasi unggas peka. Jika unggas divaksinasi terhadap AI diharapkan dapat mencegah kematian, menekan pengeluaran virus ke lingkungan, dan menjaga produktivitas. Hasil investigasi vaksinasi AI pada ayam layer komersial di DIY dan Jawa Barat menunjukkan adanya variasi program vaksinasi AI. Mayoritas flok yang divaksinasi mempunyai titer antibodi AI lebih dari titer yang dianggap protektif, tetapi pada umur 68 minggu ayam tersebut menunjukkan titer antibodi yang tidak protektif (Tarigan, et al., 2018). Berdasarkan data tersebut, untuk menjaga imunitas ayam sampai umur 80 minggu/usia afkir diperlukan re-vaksinasi, setidaknya 2 kali pada saat produksi.

Faktor penting dalam manajemen kesehatan unggas yang belum dipikirkan adalah tidak seiramanya program vaksinasi AI di antara peternak dalam suatu kawasan peternakan. Kondisi tersebut menyebabkan variasi titer antibodi antar-farm tergolong lebar, sehingga berpotensi terjadi pendedahan penyakit AI. Untuk itu, konsep vaksinasi ideal setiap farm dalam suatu lingkungan peternakan perlu ditata sebaik mungkin dengan mempertimbangkan farm lain di lingkungannya. Beberapa pertimbangan kerja sama dan keterbukaan antar-farm perlu dikembangkan. Menyangkut strategi ini, di antara peternak sebaiknya tidak menutup diri terhadap lingkungannya.

Evaluasi hasil vaksinasi dapat dilakukan dengan memonitor titer antibodi secara rutin pascavaksinasi AI. Target vaksinasi utamanya adalah keseragaman dan protektivitas titer antibodi dalam suatu populasi, serta untuk menentukan profile home base titer. Meskipun demikian, monitoring titer antibodi

(15)

bukan hal yang sederhana. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang valid diperlukan standardisasi antigen dan sel darah merah standar pengujian. Kualitas serum sangat dipengaruhi skill teknis koleksi darah dan pemisahan serum. Hemolisis yang terjadi pada sampel darah berdampak pada akurasi hasil titrasi. Data serologis akan bermakna jika diperoleh berpasangan, yaitu pada saat wabah terjadi dan 3─4 minggu kemudian. Peningkatan titer antibodi mencapai 2 kali lipat menunjukkan indikasi infeksi terhadap penyakit yang diperiksa.

Pada umumnya, vaksin AI yang digunakan di Indonesia merupakan vaksin inaktif yang ber-adjuvant minyak dan diproduksi pada telur ayam berembrio specific pathogen free. Swayne, et al. (2013) melaporkan bahwa penggunaan vaksin inaktif virus utuh di negara endemis dapat mengalami kegagalan vaksinasi. Kegagalan vaksin tersebut disebabkan oleh kuantitas antigen tidak memadai dan ketidakcocokan antara seed vaksin dan virus yang bersirkulasi. Kegagalan vaksinasi diakibatkan kesalahan teknis vaksinasi dan penanganan vaksin sehingga vaksinasi gagal menginduksi kekebalan yang diharapkan. Kelemahan lain vaksin inaktif adalah harus disuntikkan secara individu, sehingga perlu diperhitungkan apabila jumlah chick-in day old chick (DOC) tinggi. Penggunaan vaksin inaktif adjuvant minyak pada broiler mempunyai kendala karena siklus produksi yang pendek. Saya perkirakan hanya 15─20% total populasi broiler di Indonesia yang divaksin AI, sehingga memberikan peluang individu peka terhadap infeksi virus AI sebanyak 80─85%.

Di beberapa negara maju telah diadopsi dan digunakan teknologi vaksin rekombinan, di antaranya menggunakan tetua virus Marek yang disisipi gen HA virus AI agar mampu menimbulkan kekebalan protektif virus AI. Penggunaan vaksin rekombinan dipercaya lebih aman karena tidak menggunakan virion AI utuh. Dengan backbone virus Marek, vaksin rekombinan dapat diberikan in ovo atau pada saat DOC, sehingga

(16)

dapat digunakan pada ayam broiler dengan siklus produksi pendek. Keuntungan penting vaksin rekombinan adalah dapat menginduksi tidak hanya kekebalan humoral, tetapi juga kekebalan seluler, termasuk perangkat imunitas terhadap virus, yaitu, CD4+ dan CD8+ (Nascimento dan Leite, 2012). Di samping itu, dengan teknologi rekombinan AI memungkinkan dapat diterapkan strategi differentiating infected from vaccinated animal (DIVA), yaitu metode untuk mengetahui unggas yang divaksin menginduksi antibodi protein HA, tetapi tidak ditemukan antibodi protein NP atau M.

Menurut hemat saya, kita tidak boleh terlalu alergi dengan teknologi maju, yang sudah banyak digunakan dan terbukti memberikan keuntungan komprehensif bagi industri perunggasan. Yang penting diperhatikan adalah prinsip kehati-hatian tanpa harus melanggar perundangan di Indonesia.

Kasus penyakit AI sampai saat ini masih dilaporkan sporadis di beberapa daerah di Indonesia. Seiring adanya kasus H9N2 di lapangan memunculkan peluang pengacakan genetik (reassortment) virus menjadi lebih tinggi. Indikasi reassortment virus yang bersirkulasi di Indonesia sudah dilaporkan oleh Karo-karo, et al. (2019). Monitoring dan surveilans virus AI yang bersirkulasi penting dilakukan pada: ayam komersial, breeding, pasar unggas, ayam kampung, unggas air, dan spesies lain yang peka. Karakterisasi molekuler dan biologis memberi informasi karakter virus AI (H5-H9) yang beredar di Indonesia. Sejauh mana distribusi dan merupakan garis keturunan yang mana virus H9 telah tersebar di Indonesia. Pemetaan tersebut perlu dilakukan dalam mendukung konsep vaksin dan vaksinasi H9 pada unggas yang telah diterapkan pemerintah.

Hadirin yang saya muliakan,

Penurunan produksi telur tidak bisa dilepaskan dari penyakit yang terkait dengan gangguan sistem reproduksi ayam, seperti: IBV, NDV, AIV H5-H9, EDS dan penyakit baterial yang

(17)

dapat berdampak pada calon telur, seperti E. coli strain APEC, Gallibacterium anatis, dan Mikoplasma. Penyebab kasus penurunan produksi yang dewasa ini banyak terjadi di lapangan, pada umumnya tidak tunggal, tetapi bersifat kompleks dan multiinfeksi. Gejala klinis yang ditimbulkan tidak spesifik, sehingga lebih sulit dikenali. Peran laboratorium diagnostik sangat diperlukan dalam mengidentifikasi penyebab penyakit unggas, baik kultur maupun deteksi sampai pada aras molekuler. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari pemerintah untuk meningkatkan kapasitas laboratorium diagnostik dalam mendeteksi berbagai penyakit unggas. Riset penyakit unggas tidak boleh lagi dikesampingkan, tetapi setidaknya sejajar dengan riset subsektor peternakan yang lain.

Upaya penanggulangan dan pengendalian penyakit unggas, secara khusus penyakit AI H5-H9 tidak bisa mengandalkan satu cara saja, tetapi harus bersinergi dengan berbagai faktor pengendalian sebagaimana digariskan oleh pemerintah dan harus disertai komitmen yang kuat oleh pelaku usaha perunggasan. Evaluasi tata kelola peternakan secara menyeluruh perlu dilakukan, antara lain: konsep early feeding, kualitas pakan dan minum, ventilasi, dan kelembapan farm. Penumpukan kotoran basah di farm menyebabkan tingginya amonia di kandang sehingga akan mengiritasi saluran pernafasan yang dapat merusak silia pertahanan di saluran pernafasan unggas. Kondisi tersebut mempermudah patogen respirasi, virus (AIV-H5, H9, IBV, NDV, ILTV) dan bakteri E. coli (APEC), serta Mikoplasma dapat dengan mudah menginfeksi sel saluran respirasi.

Dewasa ini, berbagai kasus imunosupresi banyak dilaporkan di lapangan, antara lain: kasus IBH dan IBD, penyakit parasit (koksidia dan cacing), Nekrotik Enteritis, dan mikotoksikosis. Mikotoksin dan penyakit imunosupresif tersebut dapat menghambat perkembangan imunitas yang ditimbulkan oleh vaksinasi sehingga menjadi faktor utama pemicu berbagai

(18)

masalah kesehatan unggas. Di samping itu, pada era pakan tanpa antibiotic growth promotor (AGP), strategi utama pencegahan penyakit ditujukan untuk menjaga milleu intestinal pada kondisi seimbang, meningkatkan integritas tight junction sel epitel mukosa saluran pencernaan dan mencegah kebocoran mukosa berbagai sebab, serta meningkatkan tata laksana pemeliharaan unggas. Untuk itu, peternak dituntut mampu mengidentifikasi, menangani, dan menghilangkan faktor pendukung penyakit-penyakit tersebut, termasuk berbagai faktor stres dan reservoir yang bersirkulasi di lingkungan kandang.

Hadirin yang saya hormati, Penutup

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kasus penyakit AI masih eksis sampai sekarang, bahkan terdapat introduksi virus baru sub-sub clade 2.3.2 dan subtipe H9N2. Virus AI yang bersirkulasi di Indonesia juga memperlihatkan adanya dinamika molekuler, klinis, patologis, dan imunologis. Data tersebut memberikan peringatan kepada pemangku kepentingan perunggasan untuk tidak lengah dan serius dalam menangani penyakit AI yang sampai sekarang masih menjadi problem utama bagi industri perunggasan. Kiranya sumbang saran pemikiran, langkah pengendalian penyakit AI yang saya uraikan di atas merupakan tantangan yang harus diimplementasikan oleh pemerintah, pelaku usaha, dan semua pemangku kepentingan perunggasan dalam rangka penanganan dan pengendalian penyakit AI untuk mewujudkan Indonesia bebas AI.

Hadirin yang saya muliakan,

Sebelum saya mengakhiri pidato ini, izinkanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada berbagai pihak yang telah berperan mendukung dan

(19)

mengantarkan saya mencapai puncak karier sebagai guru besar. Saya menyadari apa yang telah saya capai ini, tidak lepas dari rencana dan karunia Tuhan, karena itu sudah seharusnya saya bersyukur kepada-Nya. Selanjutnya ucapan terima kasih kepada pemerintah RI, melalui Kementrian Riset dan Teknologi yang telah menyetujui dan memberikan kepercayaan kepada saya untuk menduduki jabatan Guru Besar Bidang Mikrobiologi di Fakultas Kedokteran Hewan, UGM. Secara khusus terima kasih saya sampaikan kepada Drs. Dwi Wahyu Atmaji, MPA, Sekjen Kementrian PAN RI, atas segala dukungannya.

Terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada: Rektor UGM, para Wakil Rektor; Ketua, Sekretaris, dan anggota Senat Akademik; Ketua, Sekretaris, dan anggota Dewan Guru Besar; Dekan FKH, para Wakil Dekan FKH; Ketua, Sekretaris, dan anggota Senat FKH; tim administrasi dan tim validasi karya ilmiah tingkat fakultas dan tingkat universitas, yang telah menyiapkan, memproses, menilai, menyetujui pengusulan dan akhirnya menerima saya sebagai guru besar.

Terima kasih dan penghargaan kepada seluruh staf dosen dan karyawan di FKH UGM, secara khusus dosen dan karyawan di Departemen Mikrobiologi, baik yang telah purnatugas, senior maupun junior. Kepada para purnatugas dan para senior yang masih aktif: Prof. drh. Widya Asmara, SU, Ph.D., Prof. Dr. drh. A.E.T.H. Wahyuni, M.Si., Dr. drh Tri Untari, M.Si., saya ucapkan terima kasih atas segala arahan, nasihat, dan kerjasama yang penuh kekeluargaan, serta telah menerima saya menjadi warga Departemen Mikrobiologi. Kepada para junior: drh. Sidna Artanto, M. Biotech., drh. Okti Herawati, M.Sc., drh. Marla Anggita, M.Sc., dan staf laboratorium Mbak Sri Hartini, Mas Widodo, Mas Eriko T. Hananto, dan para staf purna tugas (Pak Parjo, Pak Poniran, dan Mas Ihwan), terima kasih atas atas dukungan, kerjasama, dan kebersamaannya.

(20)

SMAN I, Wonosari, dosen-dosen saya di FKH, terima kasih telah mendidik, membimbing, mengarahkan, memberikan bekal, dan mendukung saya untuk mencapai jabatan akademik tertinggi ini. Kepada Prof. drh. Charles Rangga Tabbu, M.Sc., Ph.D., Prof. drh. Widya Asmara, SU. Ph.D., drh. Darjono, M.Sc., Ph.D. (alm), dan Prof. Dr. drh. Wayan Teguh Wibawan, M.Si. (IPB), Prof. drh Soesanto Mangkoewidjojo, M.Sc. Ph.D., Drs. B. Sarjono, MSc., yang telah memberikan inspirasi, motivasi, dukungan, dan arahan untuk menggeluti bidang perunggasan. Terima kasih yang tulus kepada para pembimbing: skripsi (drh. Darjono, M.Sc. Ph.D), thesis (Drs. B. Sarjono, M.Sc. dan Prof. drh. Widya Asmara SU. Ph.D.), dan desertasi (Prof. drh. Charles Rangga Tabbu, M.Sc. Ph.D., Prof. drh. Widya Asmara SU. Ph.D., dan Drh. Heru Susetya, M.P. Ph.D.) terima kasih atas bimbingan, dukungan, dan dedikasinya. Terima kasih dan penghargaan kepada Prof. drh. Charles Rangga Tabbu, MSc. Ph.D., dan Prof. drh. Widya Asmara SU. Ph.D. yang telah berkenan meluangkan waktu memberikan koreksi perbaikan naskah pidato ini.

Terima kasih dan penghargaan atas kepercayaan dan kerjasama yang telah terbangun selama ini, kepada PT. Ceva Animal Health Indonesia, PT. Boehringer Ingelheim, PT. MSD Animal Health, PT. Medion Jaya Farma, PT. SBU─Japfa Grup, PT. Sinar Indochem (Starfeed), PT. Sanbio Laboratories, dan industri perunggasan lainnya. Kepada Bapak FX. Gani Haryanto dan senior saya di PT. Romindo: drh. Lukas Agus S, drh. Mudiono, drh. Heri Setiawan, dan drh Toto Purwantoro, serta teman seperjuangan di PT. Romindo, terima kasih atas kesempatan belajar ilmu perunggasan dan persaudaraannya. Kepada para peternak; Potrowangsan Farm, Sinar Permata Farm, Nusantara Farm, Mangestoni Farm, Putra Desa farm Medan, dan semua insan perunggasan yang telah bekerja sama, menaruh kepercayaan, dan memberikan dukungan sehingga mewarnai upacara pengukuhan ini.

(21)

untuk mendapatkan wawasan internasional, Dr. Claudio Afonso, (SEPRL, Georgia, Atlanta, USA), Dr. Jagoda Itjnatovic, Prof. Amir Noormahmudi, Prof. Glen Browning, Dr. Nadeeka Wawegama (Melbourne University), Prof. Farhid Hemmatzadeh, PhD. (Adelaide University), Dr. Peter Durr (AAHL, CSIRO Australia), Prof. Arjan Stagemen (Utrecht University), Dr. Guus Koch (Wagenigen University). Kepada para peneliti: Dr. Simson Tarigan, (Balitvet Bogor), Prof. Dr. drh. Wayan Suardana M.Si., Prof. Dr. drh. IGN. Mahardika (Universitas Udayana), Hardi Julendra, S.Pt, M.Sc. dan tim LIPI, Gading, Gunungkidul, Dr. drh. Eko Sugeng Pribadi, MSi., Prof. Dr. drh. Retno D.Soejoedono, MS. (IPB), diucapkan terima kasih atas kerjasamanya. Kepada junior drh. Sidna Artanto, M. Biotech., drh. Khrisdiana Putri, MP. Ph.D., drh. Dito Anggoro, M.Sc., yang telah banyak mendukung riset diucapkan terima kasih. Kepada para mahasiswa dan bimbingan riset saya: S-1, S-2, dan S-3, terima kasih atas semangat, kerjasama, dan telah membuat saya lebih berarti. Tidak lupa terima kasih kepada sahabat saya FX. Gunawan Indarto, kenangan ketika mengantarkan sampel sekuens ke Lembaga Riset Eijkman Jakarta dan hampir terbawa arus air akibat banjir di perimeter Bandara Soekarno Hatta, tahun 2009.

Kepada kel. Om Laksamana L. Handoko, kel. Om Markus Darmaji, SH., MH., kel. Om Drg. H. Handogo, dan keluarga besar trah Rutiyo Subroto dan Pandanrejo, Klaten lainnya, serta Paklik Sujono dan keluarga besar di Gading, Wonosari, terima kasih atas segala nasihat, dukungan, dan doa restu yang telah diberikan. Kekuatan, dukungan, saran, dan doa juga berasal dari saudara saya: Mbak Yanti, Mas Totok, Mas Yadi, Mas Nugroho, Dik Anik, Dik Lilik, Dik. Dwi, Dik Wawan, Dik Prio, Dik Cahyo dan Dik Andreas beserta keluarga masing-masing, terima kasih atas kebersamaan, dukungan, dan doa yang telah diberikan.

Terima kasih dan penghargaan juga saya sampaikan kepada para Guru Besar, para sesepuh PDHI/PIDHI yang telah berkenan hadir untuk memberikan dukungan dan doa restunya.

(22)

Terima kasih juga saya sampaikan kepada ketua Pinsar Peternak Petelur Nasional (Ir. Yudianto Yosgiarso), para pengurus, dan para anggota atas doa dan dukungannya. Kepada para sahabat saya, dari SDK Beji, SMPN Gading, SMAN 1 Wonosari, Angkatan 86 FKH UGM terima kasih atas doa, dukungan, dan persahabatannya.

Jabatan akademik ini saya persembahkan kepada orang tua saya, Drs. Yohanes Sarwo dan Ibu Agnes Kartinah yang telah mengasuh, mendidik, membesarkan saya dengan kasih sayang yang tidak terbatas, berjuang dengah gigih untuk memberikan bekal pendidikan bagi anak-anaknya, sehingga semua mencapai gelar sarjana. Terima kasih atas semangat yang telah dicontohkan, “Tan ono panjongko bisa kajongko tanpa jumangkah, bakal insun temah sanadyan tekenan janggut”. Terima kasih dan hormat saya kepada kedua mertua saya yang telah berpulang (Bapak Hubertus Handono dan Ibu Yosefin Sri Maryatmi) cinta, doa, dan dukungan semasa hidup beliau mengantarkan saya memperoleh jabatan guru besar ini.

Terima kasih yang tulus kepada istri saya tercinta M.M. Kristi Rutyartanti, yang telah rela resigned setelah 20 tahun bekerja di PT. Gramedia, demi mengurus anak-anak dan karir suaminya. Terima kasih atas pengorbanan, kesabaran, doa dan cinta yang diberikan. Kepada anak-anak tercinta P. Kristanty Eka Puspita dan R. Khrisna Bayu Wibowo, terima kasih atas doa, dukungan, dan kehangatan dalam keluarga. Papa dan mama mendoakan kalian, semoga sukses dan berhasil dalam cita cita kalian. Secara khusus terima kasih kepada Bude Dra. Odilia Sumarini Rangga Tabbu, yang telah mempertemukan saya dengan istri tercinta. Semoga bude berbahagia dalam keabadian.

Akhirnya perkenankan saya menyampaikan terimakasih yang sebesar besarnya atas kehadiran, dukungan, dan kesabaran, Bapak/Ibu, Saudara sekalian dalam mengikuti upacara ini. Saya juga memohon maaf yang tulus jika banyak pihak tidak bisa saya sebutkan karena terbatasnya kesempatan. Selanjutnya, apabila

(23)

dalam menyampaikan pidato ini terdapat kekurangan dan tidak berkenan kepada Bapak/Ibu, dan hadirin sekalian, sekali lagi mohon dimaafkan. Kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya upacara ini saya haturkan terima kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Kasih membalas semua amal kebaikan bapak/ibu, Saudara semua.

Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wabarakatu, Om Santi Santi Santi,

(24)

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2018. “Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2018”. http://ditjenpkh.pertanian.go.id

Basuno, E. 2008. “Review Dampak Wabah dan Kebijakan Pengendalian Avian Influenza di Indonesia”. Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 6(4): hlm. 314─334.

Cox, N.J., dan Kawaoka, Y. 1998. “Orthomyxoviruses: Influenza”. dalam Microbiology ang Microbial Infection, Collier, L., Balows, A., dan Sussman, M. (ed). New York: Oxford University Press, Inc. hlm. 386─433.

Dharmayanti, N.L.P.I, Hartawan, R., Hewajuli, D.A., Hardiman, Wibawa, H., Pudjiatmoko. 2013. “Karakteristik Molekuler dan Patogenesitas Virus H5N1 clade 2.3.2 Indonesia”. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 18(2): hlm. 99─113.

Dharmayanti, N.L.P.I., Hartawan, R, Pudjiatmoko, Wibawa, H., Hardiman, Balish, A., Donis, R., Davis, C.T., dan Samaan, G. 2014. ”Genetic Characterization of Clade 2.3.2.1 A (H5N1) Viruses, Indonesia”. Emerg Infect Dis. 20: hlm. 671─674.

Indriani, R., Dharmayanti, N.L.P.I., dan Martintindah, E. 2017. “Reaksi Silang Serum Unggas terhadap Virus Avian Influenza H5N1 Clade 2.1.3 dan 2.3.2 dengan Uji Hemaglutinasi Inhibisi”. Prossiding Seminar Nasional TPV., hlm. 475─481.

Jonas, M, Sahesti, A., Murwijati, T., Lestariningsih, C.L., Irine, I., Ayesda, C.S., Prihartini, W., Mahardika, G.N. 2018. “Identification of Avian Influenza Virus Subtype H9N2 in Chicken Farms in Indonesia”. Prev. Vet. Med. 1(159): hlm.99─105.

Nascimento, I.P. dan Leite, L.C.C. 2012. “Recombinan Vaccines and The Development of New Vaccine Strategies. Braz. J. Med. Biol. Res. (45): hlm. 1102─1111.

(25)

Novianti, A.M., Rahardjo, K., Prasetya, R.R., Nastri, A.M., Dewantari, J.R., Rahardjo, A.P., Estoepangestie, A.T.S., Shimizu, Y.K., Poetranto, E.D., Soegiarto, G., Mori, Y., Shimizu, K. 2019. “Whole-Genome Sequence of an Avian Influenza A/H9N2 Virus Isolated from an Apparently Healthy Chicken at a Live-Poultry Market in Indonesia”. Microbiol. Resour. Announc. 8(17): e01671─18.

Rahadian, A. 2019. Proyeksi Bisnis Perunggasan 2019.

http://www.poultryindonesia.com/proyeksi-bisnis-perunggasan-2019.

Susanti, R., Soejoedono, R.D., Mahardika, I.G.N.K., Wibawan, I.W.T, dan Suhartono, M.T. 2008. “Isolasi dan Identifikasi Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 pada Unggas Air Sehat di Peternakan Skala Rumah Tangga (Backyard) di Jawa Barat”. Media Kedokteran Hewan, 3: hlm. 139─146.

Swayne, D.E. 1997. “Pathology of H5N2 Mexican Avan Influenza Virus Infections of Chicken”. Vet. Pathol., 34: hlm.557─567.

Swayne, D.E., Spackman, E., and Pantin-Jackwood, M. 2013. “Success Factors for Avian Influenza Vaccine Use in Poultry and Potential Impact at the Wild Bird-Agricultural Interface”.

EcoHealth 11: hlm. 94─108. Doi:

10.1007/s10393─013─0861─3.

Tarigan, S., Wibowo, M.H., Indriani, R., Sumarningsih, S., Artanto, S., Idris, S., Durr, P.A., Asmara, W., Ebrahimie, E., Stevenson, M.A., Ignjatovic, J. 2018. “Field Effectiveness of Highly Pathogenic Avian Influenza H5N1 Vaccination in Commercial Layers in Indonesia”. PLoS ONE 13(1): e0190947.

Tong, S., Zhu, X, Li. Y., Shi, M., Zhang, J., Bourgeois, M., Yang, H., Chen, X., Recuenco, S., Gomez, J., Chen, L.M., Johnson, A., Tao, Y., Dreyfus, C., Yu, W., McBride, R., Carney, P.J., Gilbert, A.T., Chang, J., Guo, Z., Davis, C.T., Paulson, J.C., Stevens, J., Rupprecht, C.E., Holmes, E.C., Wilson, I.A.,

(26)

Donis, R.O. 2013. “New World Bats Harbor Diverse Influenza A Viruses”. PloS Pathog., 9(10): e1003657.

Wang, J., Vijaykrishna, D., Duan, L., Bahl, J., Zhang, J.X., Webster, R.G., Peiris, J.S.M., Chen, H., Smith, G.J.D., dan Guan, Y. 2008. “Identification of the Progenitors of Indonesian and Vietnamese Avian Influenza A (H5N1) Viruses from Southern China”. J. of Virol. 28 (7): hlm. 3405─3414.

Wibawa, H., Prijono, W.B., Dharmayanti, N.L.P.I., Irianingsih, S.H., Miswati, Y., Rohmah, A., Andesyha, E., Romlah, Daulay, R.S.D., dan Safitria, K. 2012. “Investigasi Wabah Penyakit pada Itik di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur: Identifikasi Sebuah Clade Baru Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 di Indonesia”. Buletin Laboratorium Veteriner 12, hlm. 2─9.

Wibowo, M.H. dan Asmara, W. 2016. “Kajian Molekuler Potensi Kemampuan Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 Menular ke Manusia”. Laporan Akhir Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi.

Wibowo, M.H., Prihatno, E.A., Putri, K., Asmara, W., dan Tabbu, C.R. 2013. “The Development of Pathogenecity of Avian Influenza Virus Isolated from Indonesia”. Indones. J. Biotechnol., 18 (2): hlm.133─143.

Wibowo, M.H., Untari, T., Susetya, H., Wahyuni., Asmara, W., dan Tabbu, C.R. 2007. “Identifikasi Molekuler virus Avian Influenza yang Diisolasi dari Kasus dengan dan Tanpa Gejala Klinis yang Khas Penyakit Avian Influenza”. J. Vet. 8, (3): hlm.103─110.

Wibowo, M.H., Natsir, A.M., dan Tiksa, I. 2019. “Field Investigation of Respiratory Problem Caused by Infectious Bronchitis in Indonesia”. World Veterinary Poultry Conggress, Bangkok (Accepted).

WHO/OIE/FAO H5N1 Evolution Working Group, 2008. “Toward a Unified Nomenclatur System for Highly

(27)

Pathogenic Avian Influenza Virus (H5N1)”. Emerg. Infect. Dis. 14 (7): hlm. 1─6.

WHO/OIE/FAO H5N1 Evolution Working Group, 2009. “Continuing Progress Toward a Unified Nomenclatur System for Highly Pathogenic Avian Influenza Virus: Devergence of clade 2.2 Viruses”. Influenza Other Resp. Viruses 3: hlm. 59─62.

Xu, X., Subbarao, Cox, N.J., dan Guo, Y. 1999. “Genetic Characterization of the Pathogenic Influenza A/Goose/Guangdong/1/96 (H5N1) Virus: Similarity of Its Hemagglutinin Gene to Those of H5N1 Viruses from the 1997 Outbreaks in Hongkong”. Virology., 261(1): hlm. 15─9. Karo-karo, D., Bodewes, R., Wibawa, H., Artika, I.M., Pribadi, E.S., Diyantoro, D., Pratomo, W., Sugama, A., Hendrayani, N., Indasari, I., Wibowo, M.H., Muljono, D.H., Stegemen, J.A., dan Koch, G. 2019. “Reassortments among Avian Influenza A (H5N1) Viruses Circulating in Indonesia, 2015─2016”. Emerging Infectious Diseases 25 (3): hlm. 465─ 472.

(28)

BIODATA

Nama Lengkap : Michael Haryadi Wibowo Tempat, tanggal lahir : Gunungkidul, 3 Juli 1967. NIP : 196707031999031002. Pangkat/Gol. : Pembina/ IV-a

Jabatan : Guru Besar

Alamat Kantor : Departemen Mikrobiologi FKH-UGM, Jl. Fauna 2, Karangmalang, Yogyakarta 55281

Data Keluarga

Nama Istri : M. M. Kristi Rutyastanti (Akademi Sekretaris Santa Maria)

Anak 1) : P. Kristanty Eka Puspita (Lassale International College- Surabaya)

2) : R. Khrisna Bayu Wibowo (Atmajaya-accepted) Riwayat Pendidikan

1. SD : SD Kanisius Beji, Gading, Playen, GK, DIY. 2. SMP : SMP Negeri Gading, Playen, Gunungkidul, DIY. 3. SMA : SMA Negeri 1 Wonosari, Gunungkidul, DIY. 4. Sarjana : FKH-UGM, 1990.

5. Dokter Hewan : FKH-UGM, 1991.

6. Magister : Program Pasca Sarjana UGM, 2002 7. Doktoral : Sain Veteriner, FKH-UGM 2011 Riwayat Pekerjaan

1992 ─ 1999 : Technical Advisor PT. Romindo P. Jakarta. 1999 ─ sekarang : Dosen Departemen Mikrobiologi, FKH-UGM. 2005 ─ 2015 : Sekretaris Bagian Mikrobiologi, FKH-UGM. 2015 ─2021 : Ketua Departemen Mikrobiologi, FKH-UGM. 2011 ─ sekarang : Asesor Lab. ISO 17025 KAN, BSN.

2011 ─ sekarang : Anggota TTKH-PRG Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, RI.

(29)

2011 ─ sekarang : Anggota Tim Ethical Clearance FKG-UGM. 1999 ─ sekarang : Technical Advisor Industri Perunggasan. Lain-lain

1. Kontributor Majalah TROBOS dan Poultry Indonesa. 2. HAKI : Artikel, Nomor HAKI: EC00201937801. 3. 2019 ─ 2025 : Anggota Dewan Penasehat PINSAR

Peternak Petelur Nasional. Publikasi Terpilih

1. Wibowo, M.H., Natsir, A.M., dan Tiksa I. 2019. “Field Investigation of Respiratory Problem Caused by Infectious Bronchitis in Indonesia”. World Veterinary Poultry Conggress, Bangkok, Thailand (Accepted).

2. Karo-karo, D., Bodewes, R., Wibawa, H., Artika, I.M., Pribadi, E.S., Diyantoro, D., Pratomo, W., Sugama, A., Hendrayani, N., Indasari, I., Wibowo, M.H., Muljono, D.H., Stegemen, J.A., dan Koch, G. 2019. “Reassortments among Avian Influenza A (H5N1) Viruses Circulating in Indonesia, 2015─2016”. Emerging Infectious Diseases 25 (3): hlm. 465─ 472.

3. Hidayati, N.D., Untari, T., Wibowo, M.H., Asmara, W., Koichi, A. 2019. DNA Sequence Variability Analysis of the gD and the UL36 Genes of Bovine Herpesvirus-1 Isolated from Filed Cases in Indonesia. J. of App. Animal Research, 47 (1): hlm. 201-211.

4. Wibowo, M.H., Ginting, T.E., dan Asmara, W. 2019. “Molecular characterization of Pathogenic of 4/91─like and QX─like Infectious Bronchitis Virus Infecting Poultry Commercial Farms in Indonesia”. Veterinary World. 12.(2): hlm. 227-2287.

(30)

5. Triosanti, L.S., Wibowo, M.H., dan Widayanti, R. 2018. “Molecularcharacterization of Hemagglutinin-Neuraminidase Fragment Gene of Newcastle Disease Virus Isolated from Periodically Vaccinated Farms”, Veterinary World.11 (5): hlm. 657─666.

6. Tarigan, S., Wibowo, M.H., Indriani, R., Sumarningsih, S., Artanto, S., Idris, S., Durr, P.A., Asmara, W., Ebrahimie, E., Stevenson, M.A., dan Ignjatovic, J. 2018. “Field effectiveness of Highly Pathogenic Avian Influenza H5N1 Vaccination in Commercial Layers in Indonesia”. PLoS ONE 13(1): e0190947.

7. Wibowo, S.E., Wibowo, M.H., Sutrisno, B. 2018. “Molecular Detection of Pathogenicity Character of Newcastle Disease Virus Isolated from Poultry Commercial Farm during 2013─2016”. Acta Vet. Indon. (5 (2): hlm. 105─119.

8. Hidayati, N.H., Untari, T., Wibowo, M.H., Akiyama, K., Asmara, W. 2018. Cloning and Sequencing gB, gD, and gM genes to perform the genetic variability of Bovine Herpesvirus-1 from Indonesia. Veterinary World, 11 (9): hlm. 1255-1261.

9. Wibowo, M.H., Tarigan, S., Sumarningsih, Artanto, S.,

Indriani, R., Anggoro, D., Putra, CP., Idris, S., Untari, T., Asmara, W., Tabbu, C.R., dan Ignjatovic, J. 2017. “Use of M2e ELISAs for Longitudinal Surveillance of Commercial Poultry in Indonesia Vaccinated against Highly Pathogenic Avian Influenza”. J. of Virological. Method. 249: hlm. 181─188.

10. Wibowo, M.H., Anggoro, D., Amanu, S., Wahyuni, A.E.T.H.,

Untari, T., Artanto, S., dan Asmara, W. 2017. “Receptor Binding and Antigenic Site Analysis of Hemagglutinin Gene Fragment of Avian Influenza Virus Serotype H5N1 Isolated from Indonesia”. Pak. Veterinay. Journal. 37(2): hlm. 123─128.

(31)

11. Wibowo, M.H., Anggoro, D., Wibowo, S.E., Santosa, P.E., Amanu, S., Asmara, W. 2017. “Analyses of VP-2 Gene Fragment of IBDV Isolated from Commercial Farm Showed the Existence of IBDV Virus Classical and Very Virulent Strain”. Acta. Vet. Indo. 5(1): hlm. 47─56.

12. Suardana, I.W., Widiasih, D.A., Nugroho, W.S., Wibowo, M.H., dan Suyasa, I.N. 2017. “Frequency and Risk-factors Analysis of Eschericia coli O157:H7 in Bali-cattle”. Acta Tropica.172: hlm. 223─228.

13. Durr, P.A., Wibowo, M.H., Tarigan, S., Artanto, S., Rosyid, M.N., Ignjatovic, J. 2016.” Defining “Sector 3” Poultry Layer Farms in Relation to H5N1─HPAI─An Example from Java, Indonesia”. Avian Dis, 60 (1): hlm. 183─190.

14. Wibowo, M.H., Untari, T., Artanto, S., Putri, K., Amanu, S., Asmara, W. 2016. Evaluation of Rapid Detection Kit against Avian Influenza A Virus and H5 Subtype for Field Sample. Indonesian Journal of Biotechnology, 21(1): hlm. 48–55.

15. Hidayanto, N.K., Asmara, W., Wibowo, M.H. 2016.

Characterization of Avian Influenza Virus Non Structural Gen 1 (NSI) on Duck Isolate in 2013. Journal Sain Veteriner, Universitas Gadjah Mada, 33 (2): hlm. 185-204.

16. Wibowo, M.H., Untari, T., Artanto, S., Amanu, S., Wahyuni, A.E.T.H., Asmara W. 2015. Evaluation of Rapid Detection Kit against Brain Samples Infected with Rabies Virus. Jurnal Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, 9 (1): hlm 71-77.

Referensi

Dokumen terkait

- Jenis barang apa saja yang sangat laku dan yang kurang laku - Macam-macam biaya yang dikeluarkan pedagang setiap harinya.. Melakukan pengamatan di pasar di mana

Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan

Tanaman pisang memiliki banyak manfaat, tidak hanya pada bagian buah dan daunnya tetapi bagian bonggol pisang yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan

Pada jenis serangan ini, penyerang tidak terlibat dalam komunikasi antara pengirim dan penerima, namun penyerang menyadap semua pertukaran pesan antara kedua entitas

Hasil regresi terhadap hipotesa 3 yakni untuk menguji pengaruh variabel desentralisasi fiskal bidang kesehatan, PDRB per kapita, jumlah tenaga medis dan jumlah tempat

Perlakuan degreening suhu 18 0 C dan penyimpanan suhu ruang pada ketiga varietas menunjukkan perubahan warna menjadi jingga yang lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan

Antioksidan eksogen yang aman dan mudah diperoleh adalah antioksidan dari bahan alam seperti Halimeda macroloba yang mengandung senyawa bioaktif meliputi fenol,

Tingkat kecemasan yang paling banyak dialami pada mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura dalam menghadapi ujian skripsi adalah kecemasan ringan.. Peneliti