commit to user
EKSPRESI PROTES TERHADAP
KETIDAK-ADILAN SOSIAL
KONSEP PENGANTAR KARYA TA
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Seni
Jurusan Seni Rupa Murni
Oleh:
WAHYU WIJAYA NIM. C0607010
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
commit to user
commit to user
iv
PERSEMBAHAN
Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada:
Jurusan Seni Rupa Murni Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Bapak dan ibuku tersayang.
Teman–teman angkatan 2007 Stephanus Budi S.P, S.Sn, Galih Raditya Aji,
commit to user
v
PERNYATAAN
Nama: Wahyu Wijaya NIM. C. 0607010
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa konsep pengantar karya TA berjudul Ekspresi Protes Terhadap Ketidak-adilan Sosial adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam konsep pengantar karya ini diberi citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan konsep pengantar karya TA dan gelar yang diperoleh dari konsep pengantar karya ini dicabut.
Surakarta, 29 Juni 2012
Yang membuat pernyataan,
commit to user
vi
MOTTO
Aku yakin, Tuhan membekaliku dengan keistimewaan, maka aku yakin akan berhasil, aku bisa lihat dari jiwaku, maka sekarang waktunya, kalau bisa sekarang kenapa
menunggu nanti atau besok .
(penulis)
Apa yang kamu inginkan maka raih dan gapailah.
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya sehingga Tugas Akhir ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Tak lupa shalawat dan salam tercurah kepada uswatuh khasanah, Rasulullah Muhammad SAW. Tugas Akhir ini penulis susun guna memenuhi sebagian persyaratan guna meraih gelar Sarjana Seni pada Jurusan Seni Rupa Murni Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Banyak hal yang telah penulis dapatkan selama mengerjakan tugas akhir ini, segalanya lebih berharga atas dukungan berbagai pihak. Terima kasih kepada: 1. Drs. Riyadi Santoso, M.Ed., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret.
2. Drs. Agustinus Sumargo, M.Sn. selaku Ketua Jurusan Seni Rupa Murni Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
3. Dr. Narsen Afatara, MS., selaku pembimbing I. 4. Drs. R. Suatmadji, M.Sn., selaku pembimbing II.
5. Teman-teman Jurusan Seni Rupa Murni beserta keluarga besar Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
6. Bapak, Ibu, dan Adikku, atas doa dan dukungannya.
7. Safira Amalia dan keluarga yang telah memberikan motivasi dan bantuan baik materiil maupun spiritual.
8. Sugeng Wijayantho mahasiswa Jurusan Seni Rupa Murni angkatan 2010 yang telah membantu selama proses pengerjaan tugas akhir.
commit to user
D. Protes Sebagai Perwujudan Sikap Nasionalistik ... 12
commit to user
ix
K. Stensil Print ... 30
BAB III: PROSES PENCIPTAAN KARYA
A. Implementasi Teori ... 34 B. Implementasi Visual ... 38 BAB IV: PENUTUP
Kesimpulan ... 62 DAFTAR PUSTAKA
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gb.1. Karya Banksy di Palestina ...
... 31 Gb.2. Karya Banksy yang menyindir tentara ...
... 32 Gb.3. Karya Banksy yang Menyindir lahan parkir ...
... 32
Gb.4. Karya Banksy tentang politik ... ... 33
Gb.5. Karya Banksy yang menyindir pengacara ... ... 33 Gb.6. Sketsa karya I ...
... 44 Gb.7. Langkah pertama tahapan proses pembuatan karya ...
... 44 Gb.8. Langkah ke dua tahapan proses pembuatan karya ...
... 45
Gb.9. Langkah ke tiga tahapan proses pembuatan karya ... ... 45
commit to user
xi
Gb.11. Langkah ke lima tahapan proses pembuatan karya ... ... 46
Gb.12. Langkah ke enam tahapan proses pembuatan karya ... ... 47
Gb.13. Langkah ke tujuh tahapan proses pembuatan karya ... ... 47 Gb.14. Hasil akhir dari proses pembuatan karya ...
... 48 Gb.15. Sketsa karya II ...
... 48 Gb.16. Hasil akhir karya II ...
... 49
Gb.17. Sketsa karya III ... ... 49
Gb.18. Hasil akhir karya III ... ... 50 Gb.19. Sketsa karya IV ...
... 50 Gb.20. Hasil akhir karya IV ...
... 51 Gb.21. Sketsa karya V ...
commit to user
xii
Gb.22. Hasil akhir karya V ... ... 52
Lampiran Gambar
Lampiran 1 : Sketsa Karya I
Lampiran 2 : Sketsa Karya II Lampiran 3 : Sketsa Karya III Lampiran 4 : Sketsa Karya IV
Lampiran 5 : Sketsa Karya V
Lampiran 6 : Ekspresi Protes Terhadap Ketidak-Adilan Sosial 1
Lampiran 7 : Ekspresi Protes Terhadap Ketidak-Adilan Sosial 2 Lampiran 8 : Ekspresi Protes Terhadap Ketidak-Adilan Sosial 3 Lampiran 9 : Ekspresi Protes Terhadap Ketidak-Adilan Sosial 4
commit to user
xiii ABSTRAK
Wahyu Wijaya. C0607010. 2012.
Ekspresi Protes Terhadap
Ketidak-Adilan Sosial
. Tugas Akhir: Program Studi Seni Lukis Jurusan Seni Rupa Murni Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.Permasalahan yang dibahas dalam Tugas Akhir ini, yaitu (1) Berbagai ekspresi protes terhadap ketidak-adilan sosial di Indonesia? (2) Bagaimana memunculkan subject matter protes terhadap ketidak-adilan sosial di Indonesia? (3) Bagaimana menciptakan karya seni lukis yang bertolak dari subject matter tersebut?
Tujuan Tugas Akhir ini adalah (1) Mendeskripsikan tentang berbagai ekspresi protes terhadap ketidak-adilan sosial di Indonesia. (2) Memunculkan subject matter dari protes masyarakat terhadap ketidak-adilan sosial di Indonesia. (3) Merumuskan konsep untuk menciptakan karya seni lukis yang bertolak dari subject matter tersebut.
Metode yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah deskriptif kualitatif. Adapun dalam proses penulisannya meliputi Implementasi Teoritik dan Implementasi Visual. Implementasi Teoritik mencakup tinjauan karya secara teoritik dan konseptual penulis. Implementasi Visual mencakup konsep bentuk, medium, dan teknik.
Dasar pembuatan karya seni lukis ini adalah Berbagai peristiwa sosial sehubungan dengan ketidak adilan terhadap rakyat kecil menjadi persoalan yang menarik untuk diangkat menjadi sumber ide dalam penciptaan karya seni lukis. Pengamatan tentang peristiwa yang sudah ada dapat dilihat dari berita di televisi, dari surat kabar, maupun dari internet. Banyak protes-protes yang dilakukan oleh rakyat menuntut kebijakan pemerintah. Dari pengamatan ini terlihat adanya penderitaan rakyat kecil sebagai dampak negatif akibat dari peristiwa-peristiwa yang ada. Maka muncul keinginan menarik permasalahan tersebut menjadi sebuah kesadaran pribadi untuk mengekspresikan protes terhadap ketidak-adilan sosial.
commit to user
Bab I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Saat ini di Indonesia sedang terjadi berbagai tuntutan terhadap
ketidak-adilan sosial. Hal ini menjadi bagian yang penting sebagai bagian dari gerakan perjuangan melawan penindasan dan kerakusan sistem kapitalisme. Dalam kurun
waktu antara tahun 2010 sampai dengan 2011 saja banyak kasus-kasus di Indonesia yang menimbulkan dampak negatif dari kebijakan negara. Di Indonesia
kasusnya sangat jelas seperti misalnya Freeport, Newmont, dan lain-lain. Alih-alih melindungi rakyatnya, negara justru mendahulukan kepentingan bisnis besar, bukannya menyediakan kesehatan murah, pendidikan murah, dan lain-lain, tetapi
hanya memuluskan jalannya kepentingan korporat besar.
Yang baru saja terjadi yaitu reshuffle kabinet, atau pelantikan menteri baru
pada akhir masa jabatan menteri yang sebelumnya. Menteri-menteri yang baru sudah diangkat, tetapi selama ini banyak menteri yang tidak memberi manfaat untuk rakyat. Seperti contohnya saja rakyat yang tinggal di desa, yang masih
berjuang untuk sekedar bisa makan.
Banyak yang usai lepas SMP atau SMU pergi ke kota jika tidak menjadi
TKI untuk bekerja di pabrik, penjaga toko, atau menjadi kuli. Jika itu belum di dapat, mengamen atau menjadi pengemis menjadi alternatif lain. Namun apabila alternatif yang terakhir tidak mau menjalani karena malu, maka tindakan kriminal
merupakan langkah terakhir (http://www.detiknews.com/menteri-derita-wong-cilik.21/10/2011).
commit to user
Pertanian bukan lagi menjadi harapan karena tidak lagi menguntungkan.
Benih tidak bisa dihasilkan sendiri, pupuk mahal, pengairan tidak tentu, dan petugas pertanian tidak lagi peduli dengan petani. Buruknya sektor pertanian
biasanya diakali penduduk desa dengan berdagang kecil-kecilan di pasar tradisional sebagai cara lain dalam mencari tambatan hidup. Tapi kini pasar tradisional sudah tergantikan oleh supermarket yang ”menjamur” sampai ke
pelosok. Hilangnya pasar tradisional juga diikuti dengan hilangnya bank dengan bunga tinggi yang ditagih setiap hari, dimana rakyat bawah lebih senang
berhutang dengan cara seperti itu karena bank negeri tidak memeri pinjaman yang beresiko.
Kasus serupa yang baru saja terjadi adalah ketika petani kentang dari Dieng protes ke Jakarta karena kebijakan kentang impor yang merugikan mereka. Hal itu disebabkan pemerintah impor kentang seenaknya pada waktu musim
panen, akhirnya petani kentang di Dieng merugi karena kentangnya tidak laku. Itulah yang disebut kebijakan yang memiskinkan.
(http://www.occupy.sebuah.gerakan.global.html.21/10/2011).
Penulis melihat dan mengamati dengan jelas munculnya peristiwa sosial yang terjadi di Indonesia sehubungan dengan ketidak-adilan terhadap rakyat kecil.
Melihat dari berita di televisi, dari surat kabar, maupun dari internet, banyak protes-protes yang dilakukan oleh rakyat menuntut kebijakan pemerintah. Dari pengamatan ini terlihat adanya penderitaan rakyat kecil sebagai dampak negatif
akibat dari peristiwa-peristiwa yang ada. Maka muncul keinginan menarik permasalahan tersebut menjadi sebuah kesadaran pribadi untuk mengekspresikan
commit to user
Dari pengamatan yang dilakukan terhadap peristiwa-peristiwa yang sudah
ada, penulis tertarik untuk memfokuskan peristiwa-peristiwa tersebut ke dalam subject matter dalam karya seni lukis. Dalam penulisan ini subject matternya
adalah ekspresi protes terhadap ketidak-adilan sosial menggunakan visualisasi yang metaforik dengan muatan misi kemanusiaan sebagai bahasa estetik dan
pertanggung jawaban sebagai seorang perupa.
B.
Batasan Masalah
Penulisan ini dibatasi tentang berbagai peristiwa sosial yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan tinjauan pada kasus-kasus penyimpangan atau ketidak adilan sosial yang terjadi antara tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 yang
berdampak negatif yaitu penderitaan rakyat kecil. Dari permasalahan yang ada, maka akan difokuskan dalam subject matter dalam karya seni lukis, yaitu ekspresi
protes terhadap ketidak-adilan sosial menggunakan visualisasi yang metaforik dengan muatan misi kemanusiaan sebagai bahasa estetik dan pertanggung jawaban sebagai seorang perupa.
C.
Rumusan Masalah
1. Berbagai bentuk ekspresi protes terhadap ketidak-adilan sosial di
Indonesia?
2. Bagaimana memunculkan subject matter protes terhadap ketidak-adilan
sosial di Indonesia?
3. Bagaimana menciptakan karya seni lukis yang bertolak dari subject matter
commit to user
D.
Tujuan Penulisan
Adapun penulisan ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan tentang berbagai ekspresi protes terhadap ketidak adilan
sosial di Indonesia.
2. Memunculkan subject matter dari protes masyarakat terhadap ketidak
adilan sosial di Indonesia.
3. Merumuskan konsep untuk menciptakan karya seni lukis yang bertolak
dari subject matter tersebut.
E.
Manfaat Penulisan
1. Memberikan gambaran tentang ekspresi protes terhadap ketidak-adilan
sosial yang terjadi di Indonesia.
2. Sebagai pemahaman bahwa protes terhadap ketidak-adilan sosial di
Indonesia dapat memberikan inspirasi untuk menciptakan sebuah karya
seni.
3. Sebagai pemahaman karakteristik visual suatu karya dan sebagai referensi
commit to user
Bab II
KAJIAN PUSTAKA
A. Seni
Kata “Seni” adalah sebuah kata yang dipastikan setiap orang
mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda. Ada begitu
banyak pengertian tentang seni. Menurut Soedarso, SP, dalam buku Diksi Rupa
yang ditulis Mikke Susanto “Seni adalah karya manusia yang
mengkomunikasikan pengalaman-pengalaman batinnya, pengalaman batin
tersebut disajikan secara indah atau menarik sehingga merangsang timbulnya pengalaman batin pada manusia lain yang menghayatinya, kelahirannya tidak
didorong oleh hasrat memenuhi kebutuhan pokok melainkan merupakan usaha yang sifatnya spiritual” (Mikke Susanto, 2001: 101).
I Gusti Bagus Sugriwa mengatakan seni berasal dari kata “Sani” dalam
bahasa Sansekerta berarti pemujaan, pelayanan, donasi permintaan atau pencarian dengan hormat dan jujur. Jakob Sumardjo mengatakan bahwa istilah seni diambil
dari bahasa Belanda “genie” atau jenius, menurutnya seni adalah suatu pemujaan atau dedikasi, pelayanan, ataupun donasi yang dilaksanakan dengan hormat dan jujur yang untuk melakukanya diperlukan bakat dan kejeniusan. Dalam bahasa
Melayu jarum yang sani-sani adalah jarum yang kecil-kecil yang ditemukan dalam sajak Melayu tahun 1936-1941. Namun dalam majalah Pujangga Baru
terbitan 10 april 1935, telah dipakai kata seni dalam pengertian sekarang, yaitu yang merupakan padanan dari istilah Inggris “art”(Soedarso, 2006: 6).
commit to user
B. Seni Rupa Sebagai Media Ekspresi
Berbicara tentang “Seni” atau “Art” dengan huruf “S”/”A” besar maka
yang dimaksud adalah semua atau bentuk seni apapun, antara lain ; seni lukis,
patung, keramik, kriya logam, tekstil, ataupun tari, musik, prosa fiksi, drama dan film, dan lain-lainnya. Dalam menuangkan gagasan atau ide dari suatu
pengalaman yang diperolehnya setiap manusia mempunyai cara yang berbeda-beda. Sehingga terjadi keanekaragaman bentuk, teknik serta media yang digunakan. Salah satunya adalah melalui media seni.
Dalam konteks yang lebih mengkhusus pada seni rupa, munculnya keinginan seseorang untuk menuangkan pengalamannya tidak dibatasi media
tertentu, sehingga orang tersebut dapat secara bebas menuangkan pengalamannya melalui seni, baik seni patung, seni lukis, seni grafis atau seni yang lainnya. Secara detail Jim Supangkat mengungkapkan bahwa Seni rupa (visual art) menunjukkan pada pengertian “Seni yang menekankan rupa” dan mempunyai
lingkup lebih luas dari seni rupa murni (fine art), (Yayasan Cemeti, 2003: 2-4).
Dari sini jelas bahwa seni rupa mempunyai banyak pengertian serta keanekaragaman cara untuk mewujudkan ekspresi jiwa ke dalam media tertentu.
Seni rupa ditinjau dari segi fungsi terhadap masyarakat atau kebutuhan manusia, secara teoritis dibagi menjadi dua yaitu seni rupa murni (fine art) dan seni rupa
terapan (applied art). “Seni rupa murni (fine art) adalah kelompok karya seni rupa yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan spiritual”. (Dharsono Sony Kartika, 2004: 34). Kelebihan karya seni disini lebih dari adanya ungkapan atau ekspresi
commit to user
Suzanne K. Langer menerangkan dalam buku Problematika Seni yang diterjemahkan oleh FX. Widaryanto bahwa “Karya seni adalah suatu bentuk
ekspresi yang diciptakan bagi persepsi kita melalui indera atau pencitraan, dan apa
yang diekspresikannya adalah perasaan insani” (FX. Widaryanto, 2006: 17). Kata perasaan di sini dimaksudkan dalam pengertian yang lebih luas, maksudnya
adalah sesuatu yang bisa dirasakan, baik dari sensasi fisik, suatu derita hati maupun kesenangan, kegairahan dan ketenangan, sebagian emosi yang kompleks, tekanan pikiran, ataupun sifat-sifat perasaan yang tetap terkait dalam kehidupan
manusia.
Sebuah ekspresi adalah apa saja yang bisa dipahami dan dicitrakan secara menyeluruh, yang menunjukan tata hubungan bagian-bagiannya, atau maksud
yang dikandungnya, sehingga mungkin bisa menggambarkan secara menyeluruh elemen-elemennya yang memiliki hubungan analogis. Penggunaan bentuk
ekspresi sebagai simbol adalah alasan untuk mengggambarkan sesuatu yang berbeda dengan penggambaran peta atau globe untuk menunjukkan tempat dan
memandang bumi dengan peta tersebut.
“Pengertian dari sebuah benda lewat sesuatu yang lain nampak
merupakan sebuah proses kedalaman intuitif dalam benak manusia, ini begitu
alamiah sehingga kita kerap kali mengalami kesulitan untuk membedakan bentuk ekspresi simbolik dengan apa yang disampaikannya” (FX. Widaryanto, 2006: 23).
Bahasa adalah salah satu yang memukau dari instrumen perlambangan
commit to user
kita, sebagai elemen-elemen yang nyata dari dunia persepsi kita yang disebut
fakta. Dengan bahasa kita bisa berkomunikasi, dengan menghasilkan kata-kata dalam sebuah pola yang sehari-harinya dikenal, dan dengan cepat bisa dimengerti
sebagai cerminan dari berbagai konsepsi pengertian yang dimilikinya. “Penggunaan bahasa ini merupakan wacana, dan pola wacana ini diketahui
sebagai diskursif form (bentuk diskursif)” (FX. Widaryanto, 2006: 24). Yang bertolak belakang dengan bentuk diskursif bahasa sangat sulit untuk dipegang konsepsinya, dan mungkin tidak bisa dikomunikasikan secara tepat dan layak seperti “berkomunikasi” pada umumnya. Namun intuisi logis ataupun persepsi
bentuk manusia kenyataannya jauh lebih kuat daripada yang diyakini sehari-hari,
dan pengetahuan (pengetahuan yang murni, ataupun pengertian) manusia jauh lebih luas dari wacananya.
Dalam penggunaan bahasa jika ingin menamakan sesuatu yang baru atau
ingin mengungkapkan sebuah hubungan di mana tidak ada kata kerja atau mendeskripsikannya dengan sesuatu yang lain adalah prinsip metafora, dimana pengucapan sesuatu dengan arti sesuatu yang lain, dan dengan harapan bisa dimengerti artinya. “Metafora bukanlah bahasa, namun cita yang terungkap dalam
bahasa, sebuah cita yang dalam perubahan fungsinya berlaku sebagai simbol untuk mengekspresikan sesuatu” (FX. Widaryanto, 2006: 26).
Dalam menetapkan apa karya seni itu, Suzanne K. Langer menggunakan kata-kata; “bentuk”, “ekspresi”, dan “kreasi”, itulah kata kuncinya. Secara
commit to user C. Ekspresi Protes
Ekspresi protes khususnya yang muncul karena ada indikasi terhadap
ketidak-adilan sosial terjadi di berbagai bidang dan elemen masyarakat. Di bidang seni rupa juga terlihat ekspresinya melalui munculnya seni jalanan. Contohnya
dapat dilihat dalam buku Jalan Seni Jalanan Yogyakarta yang ditulis oleh Syamsul Barry, yang di mana semula adalah sebuah tesis dengan judul Seni Jalanan Yogyakarta untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Magister
Humaniora pada Program Magister Ilmu Religi dan Budaya (cultural Studies) Konsentrasi Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah
disesuaikan dalam format buku. Buku ini membentangkan gambaran politik ekonomi sosio kultural yang mendorong lahirnya suatu gerakan seni ditempat
tertentu (Yogyakarta, terjadi juga di berbagai kota yang lain) dengan berusaha mengaitkan dengan pergerakan protes sosial, semisal bentuk corat-coret pada masa Reformasi 1999 yang berbeda dengan coretan nama gank pada era tahun
1980-an yang kesemuanya berkaitan dengan kekuasaan yang ada pada saat itu. Sejumlah kalangan mendeskripsikan seni jalanan sebagai bagian dari
perkembangan seni rupa kontemporer yang mencoba membongkar batasan-batasan mapan seni rupa yang selama ini identik dengan karya di atas kanvas yang dipamerkan di ruang-ruang galeri (Syamsul Barry, 2008:88). Dengan demikian
bisa disimpulkan bahwa seni jalanan menawarkan sebuah konvensi, pemahaman-pemahaman baru, metode dan perlengkapan teknis berkesenirupaan yang lain,
pilihan alternatif media, model penghadiran seni rupa di ruang publik.
Besar kemungkinan seni jalanan masuk bersama-sama produk budaya negara yang lebih besar, untuk selanjutnya ditiru atau dikembangkan sesuai
commit to user
kejenuhan terhadap budaya modern yang lebih dominan, tetapi sebaliknya
perkembangan seni jalanan di Indonesia berawal dari kesenangan para pelaku meniru budaya negara besar karena dianggap sebagai bentuk baru perlawanan
terhadap sesuatu yang sudah baku (budaya setempat). Sikap tersebut muncul disebabkan cara berpikir anak muda yang cenderung anti kemapanan dan
menyukai tantangan (Syamsul Barry, 2008:126).
Perpaduan kreativitas, anti kemapanan, dan sikap memberontak dari para anak muda di bidang seni rupa kerap dianggap sebagai bentuk perlawanan karena
ketidakpuasan terhadap konsep seni rupa yang telah ada. Salah satu contoh yang terjadi pada tahun 1975, Gerakan Seni Rupa Baru (GRSB) yang lahir dari upaya
kritik terhadap keadaan seni rupa saat itu melakukan perlawanan lewat sejumlah konsep mereka yang dituangkan dalam manifesto bertema Lima Jurus Gebrakan Seni Rupa Baru Indonesia (Jim Supangkat, 1979). Mereka percaya bahwa
masalah sosial yang aktual lebih penting untuk diangkat menjadi karya seni daripada keharuan atau sentimentalitas pribadi seorang seniman. Dengan demikian, kekayaan ide atau gagasan yang analitis pada suatu persoalan lebih dipentingkan daripada keterampilan “master” seorang seniman.
Melihat di sisi yang lain muncul pergerakan-pergerakan yang serupa,
namun lebih radikal dan frontal dalam mengungkapkan ekspresi protes. Seperti salah satunya gerakan punk, yang sudah tentu seluruh lapisan masyarakat pasti mengenalinya. Di Indonesia munculnya sebuah sub budaya seperti punk adalah
commit to user
Liga Chaniago menerangkan dalam tulisannya yang berjudul Skinhead
sebagai berikut ;
Yang terjadi di indonesia adalah pengadopsian budaya luar yang masuk kesini oleh masyarakatnya. Namun setiap budaya yang masuk ke negeri ini tidaklah diterima begitu saja seperti bentuk asli dari negara asalnya. Dalam prosesnya selalu terjadi akulturasi atau kompromi antara budaya yang masuk tersebut dengan keadaan sosial ekonomi, politik, budaya, norma dan nilai-nilai yang telah berlaku di negeri ini (Liga Chaniago AKA Scars, 2010: 11).
Punk adalah gerakan yang mengajukan kebebasan sebagai fondasi utama
setiap aktivitas. Gerakan punk memandang kemapanan sebagai bahaya sosial karena berpotensi membatasi kebebasan berpikir, mencegah orang-orang untuk
melihat sesuatu yang benar di masyarakat, dan sebaliknya memaksa mereka untuk menuruti kehendak kekuasaan. Gerakan punk bukan sekedar ihwal musik dan
penampilan melainkan sebuah pola pikir (state of mind).
Punk adalah salah satu irisan dalam kontra kultur. Kalaupun sekarang
beberapa hal di dalamnya sudah termodifikasikan, tapi punk selalu menyimpan
energinya tersendiri. Mungkin karena itu pula punk menjadi sub-kultur yang dikenali identifikasi visualnya nyaris oleh setiap orang di dunia.
Salah satu kegiatan yang sering dilakukan punker adalah membuat grafiti yang berisi slogan kesejahteraan sosial, lingkungan hidup, propaganda anarkis, atau tuntutan pada pemerintah. Seperti yang dilakukan oleh salah satu kelompok
punk, AFRA, misalnya, di sepanjang tahun 2000-2003 mereka telah membuat banyak kegiatan aksi sebagai bentuk dukungan terhadap buruh dan mahasiswa.
commit to user
kompromi, dan dalam berkegiatan biasanya sering terlibat bentrok dengan pihak
keamanan. Lewat grafiti, mereka mengungkapkan berbagai hal yang menyangkut ketidakadilan dengan lugas dan tegas” (Syamsul Barry, 2008:58).
Dalam masyarakat umum juga dapat dilihat seperti Gerakan Occupy atau gerakan “duduki” yang sekarang telah menyebar ke berbagai belahan penjuru
dunia telah mengguncang sebuah sistem besar yang bernama kapitalisme. Gerakan yang menggunakan bahasa “kami adalah 99%” melawan 1%”
menunjukkan bagaimana sistem kapitalisme hanya memberikan keuntungan bagi
1% masyarakat dunia dan mematikan serta menggilas 99% masyarakat dunia dalam sebuah lingkaran kemiskinan.
Dari sumber yang di akses dari internet yang berjudul Occupy sebuah gerakan global diterangkan sebagai berikut ;
“Masih banyak lagi sesuatu yang dapat dilakukan untuk menggembosi sistem kapitalisme yang dilakukan dengan sangat sederhana. Bukan hal-hal besar saja yang mesti kita lakukan untuk menghancurkan sistem kapitalisme yang tamak ini, hal-hal kecil yang kita lakukan sepanjang kita memaknainya sebagai gerakan untuk melawan, menggembosi sistem yang telah akut ini merupakan sumbangan besar terhadap kehancuran sistem kapitalisme...”(http://www.occupy.com//
occupy-sebuah-gerakan-global.html.05/04/2012)
D. Protes Sebagai Perwujudan Sikap Nasionalistik
Indonesia adalah salah satu negara demokratis yang sudah lekat dengan berbagai aksi-aksi protes. Jika ditanyakan, “dari mana datangnya tradisi aksi
commit to user
Tetapi, rupanya, tradisi aksi protes sudah dikenal di negara kita sejak lama.
Persisnya, di jaman kerajaan dulu, atau sering disebut: Feodalisme. Seperti yang diterangkan dalam situs www.berdikarionline.com dengan judul di Indonesia aksi
protes sudah ada sejak jaman kerajaan sebagai berikut ;
Mohamad Hatta, Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia yang cerdas itu, menyebut tradisi protes sebagai „hak rakyat Indonesia yang asli‟. Dalam
tulisannya, Tuntut Kemerdekaan Pers, Bung Hatta merujuk pada dua prinsip hukum adat Indonesia: Rapat, sebagai tempat utusan rakyat mencari
permufakatan, dan Hak Rakyat untuk membantah secara umum (recht op massa-protest). Raja-raja nusantara yang paling lalim sekalipun, kata Bung Hatta, tidak
pernah melanggar hak-hak rakyat tadi. Dengan demikian, hak protes sudah seperti
harta pusaka bangsa Indonesia yang dipunyai sejak lama
(http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat//di-indonesia-aksi-protes-sudah-ada-sejak-jaman-kerajaan.html.10/03/2012).
Pertanyaannya: jika tradisi protes sudah dikenal bangsa Indonesia sejak dulu, bahkan dianggap “harta pusaka” bangsa Indonesia, kenapa rezim yang
mengaku demokratis saat ini justru kelihatan sangat alergi atau paranoid dengan aksi protes? Hal ini di karenakan di mata pemerintahan saat ini lahirnya aksi
protes atau pergerakan rakyat adalah karena hasutan atau provokasi. Kita harus menekankan bahwa lahirnya aksi protes bukan bikinan pemimpin pergerakan,
commit to user
Bung Karno, bapak pendiri bangsa kita, pernah mengatakan sangat gamblang:
“pergerakan rakyat adalah bikinan kesengsaraan rakyat. Pengaruh kami di atas rakyat adalah pula bikinan kesengsaraan rakyat! Kami hanyalah menunjukkan jalan: kami hanyalah mencarikan bagian-bagian yang rata dan datar untuk aliran-aliran yang makin lama makin membanjir itu;–kami hanya menunjukkan tempat-tempat yang harus dilalui banjir itu, agar supaya banjir itu bisa dengan sesempur-sempurnanya mencapai lautan keselamatan dan kebesaran adanya”
( di unduh dari http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat//hak-untuk-melakukan-protes.html.24/03/2012).
Jalan radikalisme atau Jalan non-koperasi telah membuat kita menuntut kemerdekaan tidak setengah-setengah. Jalan radikalisme telah menunjukkan kebulatan tekad rakyat kita yang sudah tidak mau lagi tinggal di alam
kolonialisme. Jalan radikalisme telah menjadi pembawa pesan bahwa rakyat Indonesia menghendaki kemerdekaan tanpa tawar-menawar. Mungkin,
seandainya para pemimpin pergerakan kita menggunakan jalan cooperation, maka kita tidak akan menemukan Republik Indonesia (RI) dalam sejarah, kemungkinan hanya akan ada “Indonesia dominion” atau “Uni Indonesia Belanda”. Hal ini sama
dengan seruan pemerintah saat ini untuk melakukan demo secara tertib.
Begitupula dengan aksi-aksi protes rakyat yang radikal sekarang ini ketika
pemerintah menyerukan untuk demo secara tertib. Aksi protes yang mulai mengambil bentuk radikal itu adalah pesan bahwa rakyat tidak tahan lagi dengan keadaan sekarang dan menghendaki situasi baru. Makin radikalnya aksi-aksi
commit to user
Seharusnya seorang pemimpin bisa membaca pesan-pesan aksi protes itu.
Sebab, demokrasi tidak akan berlaku, kalau tidak ada hak rakyat untuk mengadakan protes bersama. Janganlah rezim sekarang gembar-gembor soal
demokrasi jikalau tidak mengakui hak rakyat untuk menggelar protes. Protes adalah bagian dari kritik sosial, dimana mengkritik dengan baik adalah
perwujudan dari sikap nasionalistik.
Seperti kata Bahar Buasan dalam bukunya Perilaku Nasionalistik Masa Kini dan Ketahanan Nasional, “Melakukan kritik secara baik sebenarnya juga
bisa masuk dalam kategori sikap yang nasionalistik. Melalui kritiklah, maka masing-masing pihak bisa mengevaluasi dirinya, sehingga bias membawa perbaikan ke depannya. Kritik di dalam politik ibarat obat. Ia memang pahit, tapi yang pahit itu justru obat yang menyehatkan” (Bahar Buasan, 2012:93)
E. Pengertian Tentang Keadilan Sosial
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, menyatakan bahwa
"Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran".
(http://www.wikipediabahasaindonesia.com//Keadilan_sosial.html.21/03/2012). Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita
commit to user
teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari
keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
Keadilan sosial menjadi sebuah konsep yang menarik untuk diangkat menjadi sebuah pokok bahasan, seperti yang dijelaskan dalam wikipedia bahasa
indonesia yang dapat diakses di internet ;
“Keadilan sosial adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum sejak Plato membantah filsuf muda, Thrasymachus, karena ia menyatakan bahwa keadilan adalah apa pun yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik, Plato meresmikan alasan bahwa sebuah negara ideal akan bersandar pada empat sifat baik: kebijakan, keberanian, pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan. Penambahan kata sosial adalah untuk membedakan keadilan sosial dengan konsep keadilan dalam hukum. Keadilan sosial juga merupakan salah satu butir dalam Pancasila”
(http://www.wikipediabahasaindonesia.com//Keadilan_sosial.html. 21/03/2012).
F.
Ketidak-Adilan SosialDi antara berbagai pendapat atau tesis mengenai penyebab kekerasan, ada yang menyatakan bahwa kekerasan disebabkan oleh ketidak-adilan sosial. Pendapat ini senyatanya banyak mendapat dukungan dari para akademisi maupun
pengamat perilaku massa kontemporer. Bahkan, pendapat ini adalah yang paling banyak disetujui. Hal itu terlihat dari banyaknya seminar, konferensi, atau
workshop yang menyandingkan „kekerasan‟ dengan „ketidak-adilan‟.
Di dalam psikologi sosial, kekerasan salah satunya dijawab oleh teori frustrasi-agresi. Teori ini menunjukkan bahwa kekerasan berhubungan erat
commit to user
mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek, ekonomi,
sosial, politik, hukum, pendidikan, kesehatan, pelayanan publik, dan sebagainya. Teori yang dikembangkan oleh Dollard dkk ini memang tidak pernah
menggunakan istilah injustice-aggression, namun studi-studinya telah mengarah pada hubungan kekerasan dan ketidakadilan sosial. Teori frustrasi-agresi
menemukan banyak fakta bahwa konflik dan kekerasan lebih banyak terjadi pada keluarga miskin. Kemiskinan sendiri adalah indikasi ketidakadilan sosial dalam hal ekonomi. Seperti yang dikatakan Mahatma Gandhi, “Poverty is the worst form
of violence” (kemiskinan adalah bentuk terburuk dari kekerasan).
Dalam konteks yang nyata tentang ketidak-adilan sosial banyak kasus
yang muncul akibat adanya indikasi ketidak-adilan sosial. Dalam kurun waktu antara tahun 2010 sampai dengan 2011 saja banyak kasus-kasus di Indonesia yang menimbulkan dampak negatif dari kebijakan negara. Di Indonesia kasusnya
sangat jelas seperti misalnya Freeport, Newmont, dan lain-lain. Alih-alih melindungi rakyatnya, negara justru mendahulukan kepentingan bisnis besar, bukannya menyediakan kesehatan murah, pendidikan murah, dan lain-lain, tetapi
hanya memuluskan jalannya kepentingan korporat besar.
Contohnya seperti dalam buku George Junus Aditjondro yang berjudul
Kebohongan-Kebohongan Negara yang menerangkan tentang kawasan pembatas aliran sungai, Ajkwa, di Irian Jaya telah dicemari oleh cabang perusahaan Freeport McMoran selama hampir dua puluh tahun, tanpa upaya pembersihan dan
commit to user
Hal tersebut berdampak pada munculnya aksi protes dari warga
masyarakat yang merasa dirugikan. Seringkali reaksi protes warga masyarakat terhadap pemerintah atau kelompok lain, hanya dilandasi kekhawatiran mereka
bahwa sumber daya alam mereka tak akan mampu memenuhi kebutuhan mereka mapun anak cucu mereka, atau bahwa para pendatang memperlakukan sumber
daya alam mereka tidak sesuai dengan tradisi penduduk setempat. Bukan karena mereka mau mendirikan satu Negara sendiri, yang lepas dari Republik Indonesia.
Namun seringkali protes-protes masyarakat ini diklaim oleh aparat
keamanan RI maupun aktivis-aktivis politik di luar negeri sebagai gerakan tertentu. Pengkambing hitaman gerakan-gerakan protes rakyat setempat dengan
gerakan-gerakan yang dilarang pemerintah kemudian memberikan justifikasi untuk meredam protes-protes itu dengan kekuatan senjata. Penggunaan kekerasan secara resmi oleh pemerintah melahirkan reaksi serupa dari kelompok-kelompok
warga masyarakat, dan mengalami eskalasi apabila ada dukungan dari kelompok-kelompok di luar daerah dan di luar negeri.
George Junus Aditjondro dalam bukunya yang berjudul
Kebohongan-Kebohongan Negara juga menerangkan bahwa “Protes-protes masyarakat yang merasa sumber daya alam mereka diambil alih oleh unsur-unsur pemerintah atau
warga masyarakat lain yang secara politis dan ekonomis lebih kuat, cepat sekali dikambing hitamkan sebagai gerakan subversif ini dan itu” (George Junus Aditjondro, 2003: 34).
Reaksi warga masyarakat terhadap pengkambing hitaman itu berbeda-beda. Ada yang melawan dengan kekuatan senjata, sehingga terjadi eskalasi
commit to user
kelompok masyarakat yang melawan dengan menggunakan aksi-aksi massa untuk
menarik simpati orang luar. Sayangnya untuk menghadapi aksi massa yang demikian pun dikerahkan kekuatan tentara untuk menakut-nakuti penduduk
setempat.
Penggunaan kekuatan bersenjata oleh pemerintah maupun
kelompok-kelompok pemerintah mengalihkan berbagai sumber daya (baik manusia maupun dana) yang sesungguhnya lebih berguna dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai masalah kemiskinan di Indonesia, seperti kekurangan pangan, papan, dan
sarana hidup sehat lainnya.
Yang baru saja terjadi yaitu reshuffle kabinet, atau pelantikan menteri baru
pada akhir masa jabatan menteri yang sebelumnya. Menteri-menteri yang baru sudah diangkat, tetapi selama ini banyak menteri yang tidak memberi manfaat untuk rakyat. Seperti contohnya saja rakyat yang tinggal di desa, yang masih
berjuang untuk sekedar bisa makan.
Banyak yang usai lepas SMP atau SMU pergi ke kota jika tidak menjadi TKI untuk bekerja di pabrik, penjaga toko, atau menjadi kuli. Jika itu belum di
dapat, mengamen atau menjadi pengemis menjadi alternatif lain. Namun apabila alternatif yang terakhir tidak mau menjalani karena malu, maka tindakan kriminal
merupakan langkah terakhir.
Pertanian bukan lagi menjadi harapan karena tidak lagi menguntungkan. Benih tidak bias dihasilkan sendiri, pupuk mahal, pengairan tidak tentu, dan
petugas pertanian tidak lagi peduli dengan petani. Buruknya sektor pertanian biasanya diakali penduduk desa dengan berdagang kecil-kecilan di pasar
commit to user
tradisional sudah tergantikan oleh supermarket yang ”menjamur” sampai ke
pelosok.
Bahan-bahan nabati dan hewani yang dijual di toserba atau pasar
swalayan, sudah dibersihkan atau di racik-racik ditempat lain, di mana segala limbah organis itu terkumpul, sebelum diangkut ke pasar swalayan. Bagaimana
nasib segala botol, kaleng, plastik pembungkus buah, daging, telur, dan sayur, sesampainya di rumah? Oleh karena itu dapat di renungi lebih dalam lagi bahwa sebenarnya swalayan ataupun supermarket tidak lebih baik dari pedagang kaki
lima di pinggir jalan ataupun pasar tradisional.
Peruntukan ruang umum ditentukan secara sepihak oleh penguasa dan
pemilik modal besar, tanpa mengikutsertakan rakyat kecil yang punya kepentingan langsung dalam penentuan tata ruang itu, baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen. Celakanya lagi, peraturan yang lahir dari proses
public policy marking itu pun masih diterapkan secara selektif sehingga
kepentingan rakyat kecil lebih dikorbankan lagi (Syamsul Barry,2008).Hilangnya pasar tradisional juga diikuti dengan hilangnya bank dengan bunga tinggi yang
ditagih setiap hari, dimana rakyat bawah lebih senang berhutang dengan cara seperti itu karena bank negeri tidak memberi pinjaman yang beresiko.
Kasus serupa yang baru saja terjadi adalah ketika petani kentang dari Dieng protes ke Jakarta karena kebijakan kentang impor yang merugikan mereka. Hal itu disebabkan pemerintah mengimpor kentang seenaknya pada waktu musim
panen, akhirnya petani kentang di Dieng merugi karena kentangnya tidak laku, itulah yang disebut kebijakan yang memiskinkan.
commit to user
dan sporadis terhadap proyek ini dan itu. Pemberitaan masalah lingkungan oleh pers di Indonesia tidak berkembang menjadi kritik yang fundamental terhadap sistem kapitalisme yang tidak hanya membelenggu mereka yang
dikritik, melainkan juga membelenggu mereka yang mengkritik” (George
Junus Aditjondro, 2003: 67).
Itu semua selanjutnya menjadi “ kerangka umum “ mengenai kerja sama
lebih erat antara gerakan lingkungan dengan serikat pekerja. Semoga saja kerangka umum itu bias bermanfaat bagi kedua kelompok aktivis sosial, yang
biasanya dipandang sebagai antagonis, kendati kedua-duanya memiliki tujuan yang sama, yakni menghadang dan pada akhirnya, menaklukkan musuh bersama mereka, yakni sistem kapitalis global.
Perkembangan kapitalisme lanjut ditandainya dengan makin meluasnya pasar bebas secara global. Kapitalisme sudah menguasai seluruh formasi dan
struktur sosial tatanan hidup di semua benua. Di era kapitalisme lanjut ini, yang berkembang tidak hanya industri manufaktur, jasa dan perbankan semata, melainkan juga produksi simbol, imajinasi dan citraan (decoding) (sebagai sesuatu
yang maya) yang berkembang secara masif. Pada gilirannya, era estetifikasi hidup menjadikan tubuh dan kehidupan manusia sebagai komoditi estetik juga.
G.
Seni LukisSeni lukis adalah salah satu cabang seni rupa yang berupa pengungkapan
pengalaman artistik manusia pada bidang dua dimensional. Dengan demikian karya seni lukis seharusnya dinikmati dari dua arah: yakni dari muka. Namun
demikian masih dimungkinkan unsur-unsur rupa yang digunakan tergolong tiga dimensional. Misalnya saja penggunaan benda-benda seperti: bola, boneka, dan
commit to user
Dharsono Soni Kartika dalam bukunya Seni Rupa Modern menerangkan
bahwa seni lukis dapat dikatakan sebagai suatu ungkapan pengalaman estetik seseorang yang dituangkan dalam bidang dua dimensi (dua matra) dengan
menggunakan medium rupa yaitu garis, warna, tekstur, shape, dan sebagainya. (Dharsono Sony Kartika, 2004:36)
Mike Susanto dalam buku Diksi Rupa juga menerangkan, “Pada dasarnya
seni lukis merupakan bahasa ungkapan dari pengalaman artistik maupun ideologis yang menggunakan warna dan garis, guna mengungkapkan perasaan,
mengekspresikan emosi, gerak, ilusi maupun ilustrasi dari kondisi subyektif seseorang” (Mikke Susanto, 1998:71).
Dari beberapa pendapat di atas, kesimpulannya adalah suatu usaha
manusia untuk mengungkapkan perasaan, dan pengalaman estetik dan artistik pada bidang dua dimensional dan bidang tiga dimensional, dengan menggunakan
medium rupa yaitu garis, warna, tekstur dan shape guna mengungkapkan perasaan, mengekspresikan emosi, gerak, ilusi maupun ilustrasi dari kondisi
subyektif seseorang.
H. Komponen Seni Rupa
Dalam buku Pengetahuan Seni yang disusun oleh P.Mulyadi diterangkan di
dalam karya seni terdapat komponen sebagai berikut : 1. Tema
Tema adalah, sesuatu (persoalan) yang akan diungkapkan pada suatu dalil
commit to user
senimannya. Menurut Ocvirk, tema yang digunakan seniman dalam hal ini bisa
saja berfungsi sebagai perangsang kreativitas.
2. Bentuk
Bentuk dikenal pula sebagai “totalitas” karya yang merupakan organisasi
unsur-unsur sehingga terwujud apa yang disebut karya. Unsur-unsur yang dimaksudkan adalah garis, shape, gelap terang, warna. Ini berarti bahwa bentuk
adalah sesuatu yang dapat ditangkap dengan panca indera. Dengan kata lain bisa dilihat, diraba, atau didengar (dalam musik).
3. Isi
Isi dalam sebuah karya seni sangat mempengaruhi penghayat atau orang yang melihat karya tersebut. Isi dalam karya seni juga disebut sebagai kualitas
atau arti. Isi juga dimaksudkan sebagai final statement, suasana hati ataupun pengungkapan penghayatan. Isi merupakan arti yang esensial sebagai jenis emosi
atau asosiasi yang kita lakukan terhadap suatu karya yang diciptakan.
I. Unsur/Elemen Seni dan Desain
1. Titik
Sebuah hasil sentuhan alat gambar yang meninggalkan tanpa pergeseran
yang meninggalkan bekas pada bidang gambar disebut titik. Sebesar apapun bentuknya tetaplah disebut titik asalkan bentuk itu merupakan hasil sentuhan
commit to user
dikatakan kecil bila diletakkan di lapangan sepak bola, bintang di langit terlihat
kecil dilihat dari bumi. Objek tersebut akan dikatakan besar apabila diletakkan pada area sempit.
Titik yang dihasilkan dari cipratan,tetesan, semprotan, cap, tutulan, disebut spot. Melukis atau menggambar dengan teknik titik-titik disebut pointilisme.
Eksperimen menyusun titik-titik dapat dilakukan denan berbagai alat, misal kuas,
pena, lidi, kayu, dan lainnya. Dapat pula dengan alat untuk cap dengan berbagai motif. Dalam bentuk titik tiga dimensi dapat menggunakan susunan biji-bijian
(Drs. Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:94).
2. Garis
Goresan yang dihasilkan dari sebuah alat gambar atau lainnya pada sebuah bidang disebut garis. Ada dua pengertian mengenai garis, yang pertama yaitu suatu hasil goresan yang disebut garis nyata atau kaligrafi. Kaligrafi sering
digunakan untuk menyebut seni menulis huruf yang dilakukan dengan goresan langsung secara manual. Namun sesungguhnya kaligrafi tak sebatas itu saja. Semua hasil goresan langsung manual tangan disebut kaligrafi. Pengertian yang
kedua yaitu batas atau limit suatu benda, batas sudut ruang, batas warna, bentuk massa, rangkaian masa, dan lain-lain disebut garis semu, maya atau imajiner (Drs.
Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:96).
3. Shape/bidang
Garis yang digoreskan memutar dan kembali lagi bertemu dengan titik
commit to user
permukaan. Bidang dapat diartikan sebagai bentuk yang menempati ruang, dan
bentuk bidang sebagai ruangnya sendiri disebut ruang dwimatra, tempat dimana objek-objek berada (exist). Bidang sebagai ruang bisa dibedakan menjadi dua
macam, yaitu ruang positif (ruang yang terisi objek) dan ruang negatif (ruang yang kosong tanpa objek).
Macam-macam bentuk bidang meliputi bidang geometri dan
non-geometri. Bidang geometri adalah bidang teratur yang dibuat secara matematis, misalnya segitiga, segi empat, segi lima, segi enam, segi delapan, lingkaran dan
sebagainya. Sedangkan bidang non geometri adalah bidang yang dibuat secara bebas. Bidang non geometri dapat berbentuk bidang organik, bidang bersudut
bebas, bidang gabungan, dan bidang maya.
Bidang organik yaitu bidang-bidang yang dibatasi garis-garis lengkung bebas, bidang bersudut bebas yaitu bidang yang dibatasi garis patah-patah bebas,
bidang gabungan yaitu bidang gabungan antara lengkung dan bersudut. Sedangkan bidang maya yaitu bidang yang seolah meliuk, bentuk bidang seolah
miring membentuk perspektif, bidang seolah melintir, dan lain-lain
(Drs. Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:117).
4. Warna
Warna merupakan getaran/gelombang yang diterima indera penglihatan. Warna dapat didefinisikan secara objektif/fisik sebagai sifat cahaya yang
commit to user
merupakan salah satu bentuk pancaran energi yang merupakan bagian yang
sempit dari gelombang elektromagnetik. Secara subjektif atau psikologis penampilan warna dikategorikan ke dalam hue (rona warna atau corak warna),
value (kualitas terang-gelap warna, atau tua-muda warna), chroma (intensitas/kekuatan warna yang murni-kotor warna, cemerlang-suram warna, atau
cerah-redup warna).
Sebagai bagian dari pengalaman indera penglihatan, warna merupakan pantulan cahaya dari sesuatu yang disebut pigmen atau warna bahan yang
lazimnya terdapat pada benda-benda, misalnya cat, rambut, batu, daun, tekstil, kulit, dan lain-lain. Warna menjadi terlihat dikarenakan adanya cahaya yang menimpa suatu benda, dan memantulkan cahaya ke mata (retina) yang kemudian
diterjemahkan oleh otak sebagai warna tertentu manakala pemilik otak tersebut tidak buta warna.
Terdapat lima klasifikasi warna,yaitu warna primer (warna pokok, dapat digunakan sebagai bahan pokok pencampuran untuk memperoleh warna-warna lain), warna sekunder (hasil pencampuran dua warna primer), warna intermediate
(warna perantara, warna yang ada diantara warna primer dan sekunder dalam lingkaran warna), warna tersier (hasil pencampuran dua warna sekunder), warna
kuarter (hasil pencampuran dua warna tersier) (Drs. Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:13-32).
5. Value
Value adalah dimensi mengenai derajat terang gelap atau tua muda warna,
commit to user
merupakan nilai gelap terang untuk memperoleh kedalaman karena pengaruh
cahaya. Value dapat pula disebut suatu gejala cahaya yang menyebabkan perbedaan pancaran warna suatu objek (Drs. Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:61).
6. Tekstur
Tekstur adalah nilai atau ciri khas suatu pemukaan atau raut. Nilai atau ciri khas permukaan tersebut dapat kasar, halus, polos, bermotif/bercorak, mengkilat,
buram, licin, keras, lunak, dan sebagainya. Secara sederhana tekstur dapat dikelompokkan ke dalam tekstur nyata dan tekstur semu.
Tekstur nyata adalah tekstur yang dapat dirasakan lewat indera peraba, artinya dilihat tampak kasar, diraba pun kasar. Sedangkan tekstur semu adalah
tekstur yang dirasakan lewat indera penglihatan, artinya tekstur yang terlihat kasar jika diraba ternyata bisa halus. Namun tekstur semu dapat pula bersifat nyata di
mana dilihat kasar diraba pun kasar (Drs. Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:137).
J. Prinsip-Prinsip Dasar Seni dan Desain
1. Irama
Irama/ritme adalah gerak perulangan atau gerak mengalir/aliran yang “ajek”, runtut, teratur, teratur, terus-menerus. Pengertian “ajek” dalam irama
artinya bisa “keajekan” pengulangan dan kesamaan-kesamaan, bisa “keajekan” pengulangan dengan perubahan-perubahan (dekat), atau bisa “keajekan”
commit to user
yang tanpa henti. Ajek sesungguhnya istilah bahasa Jawa yang artinya
terus-menerus dengan jarak, waktu, gerak, yang sama.
Dari pengertian irama tersebut terdapat dua hal penting yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan proses penciptaan karya seni dan desain. Kedua hal itu sebagai berikut.
a. Gerak pengulangan; jika objek yang kita susun merupakan objek yang sama
atau mirip, objek tersebut dapat kita susun berulang sehingga menimbulkan gerak karena pengulangan objek yang satu ke objek yang lain, dan gerak
pengulangan tersebut melahirkan garis semu atau garis imajinasi tertentu.
b. Gerak mengalir/aliran; jika kita menyusun suatu objek yang
bermacam-macam rautnya, maka rangkaian dari objek satu dengan objek yang lain harus membentuk aliran yang melahirkan garis semu atau garis imajinasi tertentu
(Drs. Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:182-183).
2. Kesatuan/Unity
Kesatuan/unity merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa. Unity bisa disebut juga keutuhan. Prinsip kesatuan sesungguhnya ialah “adanya saling
hubungan” antar unsur yang disusun. Karya seni/desain harus menyatu, utuh,
tampak menjadi satu, unsur-unsur yang disusun satu sama lain tidak dapat
dipisah-pisah, sema menjadi satu unit (unity) atau utuh. Tanpa adanya kesatuan , suatu karya seni/desain akan terlihat cerai-berai, kacau-balau, buyar seperti sapu
commit to user
Dengan demikian pendekatan untuk mencapai kesatuan dapat meliputi :
a. Pendekatan kesamaan-kesamaan unsur seni/rupa.
b. Pendekatan kemiripan-kemiripan unsur seni/rupa.
c. Pendekatan keselarasan-keselarasan unsur seni/rupa.
d. Pendekatan keterikatan-keterikatan unsur seni/rupa.
e. Pendekatan keterkaitan-keterkaitan unsur seni/rupa.
f. Pendekatan kerapatan-kerapatan unsur seni/rupa (Drs. Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:233).
3. Dominasi/Penekanan
Dominasi bisa disebut keunggulan, keistimewaan, keunikan, keganjilan, kelainan/penyimpangan. Setiap karya seni harus memiliki dominasi agar menarik, artistik/memiliki nilai seni. Dominasi digunakan sebagai daya tarik dan pusat
perhatian. Dominasi bisa juga disebut center of interest (pusat perhatian/fokus perhatian) (Drs. Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:243).
4. Keseimbangan/Balance
Keseimbangan menurut ilmu pesawat (matematis) adalah keadaan yang dialami oleh sesuatu (benda) jika semua daya yang bekerja saling meniadakan.
Dalam bidang seni/desain siatnya perasaan, tetapi pengertiannya hampir sama, yaitu suatu keadaan ketika di semua bagian karya tidak ada yang lebih terbebani.
Jadi sebuah karya dikatakan seimbang manakala di semua bagian pada karya bebannya sama, sehingga pada gilirannya akan membawa rasa tenang dan enak
commit to user
Ada beberapa jenis keseimbangan, antara lain adalah sebagai berikut.
a. Keseimbangan simetris (symmetrical balance)
b. Keseimbangan memancar (radial balance)
c. Keseimbangan sederajat (obvious balance)
d. Keseimbangan tersembunyi (axial balance) (Drs. Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:259).
5. Proporsi
Proporsi atau prbandingan merupakan salah satu prinsip dasar seni rupa
untuk memperoleh keserasian. Proporsi bisa juga disebut kesepadanan. Karya seni/desain harus serasi agar enak dinikmati. Tujuan pokok mempelajari proporsi
adalah untuk melatih ketajaman rasa/feeling, agar selanjutnya feeling seseorang secara cepat dapat mengatakan apakah objek/benda yang dihadapi tersebut serasi
atau tidak (Drs. Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:273).
K. Stencil Print
Stencil Print ialah jenis pembuatan cetakan memanfaatkan bagian dari
material yang dapat tembus tinta. Teknik seperti ini dapat menggunakan bahan
kertas atau kain sutera (nilon). Teknik ini sering disebut “cetak saring “atau “serigraphy”.Cetak saring atau serigraphy atau orang banyak mengenal dengan
sebutan cetak sablon merupakan teknik yang banyak digunakan masyarakat
seperti pembuatan sablon pada kaos, spanduk, stiker dan lain-lain. Banyak sekali teknik yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari misalnya pada
commit to user
disemprot, hal ini sebenarnya sudah termasuk teknik cetak, demikian juga pada stempel (Dharsono Sony Kartika, 2004: 38).
Salah satu contoh seniman yang menggunakan teknik stencil dalam
pembuatan karyanya adalah Banksy. Banksy adalah seniman yang menekuni street art, dan karyanya pada umumnya di eksekusi di bidang permukaan dinding ruang
publik. Beberapa penulis kesulitan untuk menulis biografi Banksy, karena identitas asli sang seniman masih menjadi misteri. Yang dapat diketahui oleh public yaitu artis ini berasal dari Bristol, Inggris. Stencil Banksy dapat dilihat di
dinding-dinding, bahkan hampir di seluruh penjuru dunia.
Banyak karya seni Banksy yang awalnya dieksekusi di dinding publik
berubah menjadi koleksi pribadi dalam bentuk print dengan edisi yang terbatas (limited edition prints). Karya tersebut seringkali diproduksi dalam jumlah besar di balai lelang seperti Christies dan Bonhams. Karya Banksy juga sudah banyak
yang masuk ke museum seni modern di New York dan London.
Beberapa contoh karya stensil 3D yang di ciptakan oleh Banksy ;
Gb.1. Karya Banksy di Palestina
commit to user
Gb.2. Karya Banksy yang menyindir tentara
Di unduh dari http://tumblr.com 17/04/2012
Gb.3. Karya Banksy yang Menyindir lahan parkir
commit to user Gb.4. Karya Banksy tentang politik
Di unduh dari http://tumblr.com 17/04/2012
Gb.5. Karya Banksy yang menyindir pengacara
commit to user
Bab III
PROSES PENCIPTAAN KARYA
A. Implementasi Teoritis
Berbagai ekspresi protes yang terjadi di sekitar kita khususnya di negeri
Indonesia, muncul dari berbagai elemen masyarakat dan berbagai bidang. Akan tetapi yang nampak begitu jelas dan dapat diamati secara langsung oleh orang-orang yang berada di sekitarnya adalah berbagai aksi protes yang secara
terang-terangan atau radikal, yang biasanya disebut demonstrasi. Seringkali aksi-aksi tersebut identik dengan kaum buruh atau kalangan menengah ke bawah.
Tuntutan-tuntutan yang muncul acap kali tentang pasar bebas, perdagangan yang tidak adil, atau menuntut biaya kesehatan dan pendidikan murah. Hal itu dikarenakan mereka mensinyalir adanya ketidak adilan sosial, di mana pemerintah dianggap hanya
memuluskan jalannya para pengusaha-pengusaha besar atau korporat. Pada akhirnya hal-hal tersebut melahirkan berbagai aksi dengan bentuk kekerasan.
Peristiwa pada tahun 1998 bisa dilihat dengan pandangan yang sama. Pecahnya kekerasan di berbagai daerah di Indonesia jelas merupakan protes yang keras terhadap ketidak adilan sosial Orde Baru.
Memandang pada sisi lain yang juga nampak jelas dapat kita lihat muncul gerakan-pergerakan seperti punk misalnya, yang didominasi oleh kalangan remaja
dan anak-anak. Pada akhirnya gerakan ini menjadi sebuah sub budaya baru di tengah-tengah budaya negara Indonesia yang sudah ada. Walaupun sebenarnya yang terjadi di Indonesia hanyalah pengadopsian dari negara asing, akan tetapi
para pelakunya mampu menerimanya meskipun masih terjadi akulturasi dengan
commit to user
norma-norma dan adat yang berlaku di negeri ini, dan juga dengan keadaan
ekonomi, sosial, dan budaya. Ini dikarenakan kualitas dari sumber daya manusia di negeri ini yang berada di bawah negara yang lebih besar, maka
kecenderungannya adalah untuk meniru budaya dari negara luar yang masuk ke negara Indonesia ini. Gerakan seperti punk ini akhirnya menjadi komunitas, yang
identik dengan dandanan yang juga diadopsi dari para pelaku di negara asalnya juga, dan melakukan tindakan-tindakan yang bersifat anarki yang membuat masyarakat memandangnya sebagai sebuah kriminalitas.
Tetapi apakah sepenuhnya komunitas punk ini hanya memiliki nilai negatif? Penulis mendapati hal di balik semua itu, bahwa komunitas ini memiliki
estetika tersendiri dari pergerakannya. Walaupun tidak semua pengikut dari komunitas ini memiliki pemikiran atau ideologi yang sama karena sebenarnya ada yang hanya sekedar meniru untuk style dan fashion semata. Tapi gerakan ini
adalah sebuah fenomena sosial yang awalnya muncul hanya sekedar musik dan fashion dari pandangan masyarakat sekitarnya, dan pada akhirnya menjadi sebuah ideologi bagi para pelakunya, yang merasa jenuh akan kemapanan, ataupun
merasa dibatasi ruang geraknya oleh pemerintah. Sebenarnya inti dari ideologi gerakan ini juga sama dengan aksi demonstrasi yang berbentuk kekerasan. Bahkan
komunitas ini melakukan protes secara radikal dan frontal, yang melawan sebuah sitem besar yaitu kapitalisme global. Para pengikut komunitas ini yang memiliki kecenderungan dalam satu bidang maka mereka akan melakukan aksi-aksi
protesnya melalui bidangnya. Namun yang sangat menonjol adalah di bidang seni, baik seni musik, seni rupa, maupun prosa. Lirik lagunya yang berisikan tentang
commit to user
agama. Di bidang seni rupa salah satu kegiatan yang sering dilakukan punker
adalah membuat grafiti yang berisi slogan kesejahteraan sosial, lingkungan hidup, propaganda anarkis, atau tuntutan pada pemerintah. Seperti yang dilakukan oleh
salah satu kelompok punk, AFRA, misalnya, di sepanjang tahun 2000-2003 mereka telah membuat banyak kegiatan aksi sebagai bentuk dukungan terhadap
buruh dan mahasiswa.
Kelompok ini dikenal sebagai kelompok yang anti kompromi, dan dalam berkegiatan biasanya sering terlibat bentrok dengan pihak keamanan. Lewat
grafiti, mereka mengungkapkan berbagai hal yang menyangkut ketidakadilan dengan lugas dan tegas.
Apabila dilihat dan dikaji lebih detail, aksi protes yang dilakukan oleh
rakyat Indonesia adalah wujud dari cintanya kepada bangsa sendiri. Akan tetapi karena berbagai faktor seperti keadaan ekonomi dan pendidikan yang tidak
memadai bagi kalangan menengah kebawah khususnya, maka bukan jalan negosiasi atau edukasi melainkan dengan demonstrasi yang syarat dengan unsur kekerasan. Apalagi untuk menghadapi aksi massa yang demikian pun dikerahkan
kekuatan tentara untuk menakut-nakuti penduduk setempat. Penggunaan kekuatan bersenjata oleh pemerintah maupun kelompok-kelompok pemerintah mengalihkan
berbagai sumber daya yang sesungguhnya lebih berguna dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai masalah kemiskinan di Indonesia, seperti kekurangan pangan, papan, dan sarana hidup sehat lainnya Sebenarnya yang perlu
diperhatikan lebih serius adalah masalah kemiskinan, seperti kata Mahatma Gandhi, “Poverty is the worst form of violence”, yang artinya kemiskinan adalah
commit to user
penulis dan kemudian bermaksud untuk mengekspresikan protes terhadap ketidak
adilan sosial berdasarkan kesadaran pribadi penulis.
Dari peristiwa-peristiwa yang sudah ada berdasarkan kajian melalui
berbagai media terhadap kasus-kasus yang terjadi, difokuskan kepada berbagai penyimpangan atau ketidak adilan sosial sebagai manifesto atau nilai pesan
penciptaan untuk dijadikan pesan sosial yang disampaikan kepada masyarakat. Tetapi manifesto ini akan difokuskan pada subject matter dalam karya seni lukis, yaitu visualisasi yang metaforik dengan muatan misi kemanusiaan sebagai bahasa
estetik dan pertanggung jawaban sebagai seorang perupa.
Sesuai dengan bidang penulis yang menempuh studi pada jurusan seni
rupa murni, Fakultas Sastra Seni Rupa UNS surakarta, maka penulis menuangkan ide gagasan untuk menciptakan sebuah karya seni lukis berdasarkan teknik yang diperoleh selama masa studi baik secara formal mulai dari studio lukis satu yang
ditempuh pada semester lima sampai dengan studio lukis empat pada semester delapan, dan juga non formal selama penulis berkesenian khususnya seni rupa di luar wilayah akademis. Penulis berharap ekspresi protes terhadap ketidak-adilan
sosial yang menjadi konsep penciptaan karya seni lukis di sini dapat memberikan gambaran tentang representasi realita kehidupan dan masalah-masalah sosial yang
commit to user
B. Implementasi Visual
1. Proses Perwujudan
Dalam pembuatan karya seni lukis ini penulis menghadirkan bentuk
lukisan yang menggunakan cara melukisnya menggunakan teknik cetak stensil yang berjumlah lima buah dengan papan kayu triplek sebagai bidang lukisnya.
Dari konsep “Ekspresi Protes Terhadap Ketidak Adilan Sosial” maka ide-ide yang
dituangkan adalah tentang ekspresi protes dari diri penulis yang akan divisualisasikan dalam karya seni lukis I sampai dengan V. Pada karya, penulis
sebagai perupa membuang sejauh mungkin pembatasan seni rupa murni hanya di sekitar wilayah seni lukis, seni patung, maupun seni grafis. Keseluruhannya
berada dalam satu kategori, dan semuanya didasari dengan estetika yang berbeda. Oleh karena itu pemilihan media, bahan dan teknik yang bermacam-macam dirasakan paling tepat untuk menampung gagasan tersebut. Karya yang
diciptakan menggunakan visualisasi yang metaforik dengan muatan misi kemanusiaan sebagai bahasa estetik.
Dari berbagai kasus yang telah terjadi dan menimbulkan ketidak adilan
sosial maka penulis akan melukiskan hasil olahan imajinasi dengan teknik yang dikehendaki. Di sini penulis lebih mengarah pada kecenderungan dan kepercayaan
terhadap masalah-masalah sosial yang aktual sebagai masalah yang lebih penting untuk dikemukakan, di mana dalam hal ini kekayaan ide atau gagasan lebih didahulukan daripada keterampilan dalam menggarap elemen-elemen bentuk.
Sebuah penciptaan karya membutuhkan sebuah media/medium untuk megimplementasiakan ide dan gagasanya, apakah itu dengan menggunakan
commit to user
diamati. Sehigga tidak hanya sekedar pemikiran dan angan-angan yang ada tetapi
ada bentuk kongkritnya yaitu sebuah karya seni. Pemilihan medium yang tepat sangat mempengaruhi hasil akhir sebuah karya seni, pesan yang disampaikan
seorang seniman juga dapat diwakilkan dengan menggunakan medium yang ready made, medium yang salah akan mempengaruhi komunikasi antara seniman
dengan penikmat seni. Pemilihan papan triplek dengan memberikan pewarnaan menggunakan cat tembok dan ditambah dengan teknik stensil dipilih karena dianggap sangat bisa mewakili gagasannya dan menampung ekpresi penulis
sebagai seorang perupa. 2. Teknik Penggarapan
Dalam pengerjaan karya, penulis menggunakan bahan papan kayu triplek dengan tebal tiga millimeter sebanyak lima buah, dengan ukuran panjangnya 244 cm dan lebar 122 cm, lalu kayu reng dengan tebal 3x4 cm dan panjang empat
meter sebanyak dua belas buah yang digunakan sebagai span ram, dan plastik mika film setebal 0,12 milimeter dengan lebar 144 cm dan panjang delapan meter yang digunakan sebagai negatif cetak sablon/stensil. Untuk bahan pewarna
menggunakan cat aerosol semprot kalengan (Pilox) warna hitam dof, cat tembok Decolith warna putih lima kilogram, binder dua kilogram, dan pigmen dengan
warna primer yaitu merah, kuning, biru, dan warna hitam masing-masing dua ons. Untuk alat yang digunakan dalam proses pengerjaan karya penulis menggunakan kuas Eterna dengan berbagai macam ukuran, dan juga peralatan seperti paku,
commit to user
Untuk proses pengerjaannya ada beberapa langkah sebagai berikut;
a. Langkah pertama dalam pembuatan karya lukis adalah dengan membuat sketsa
dari ide dan gagasan penulis, kemudian membuat foto yang akan menjadi bagian
dari objek dalam lukisan dengan menggunakan kamera.
b. Langkah ke dua, triplek sebagai bidang yang akan dilukis dipasangi kerangka
di bagian belakangnya dengan menggunakan kayu reng dan diamplas permukaanya. Kemudian di dasari warna putih, dengan menggunakan cat akrilik yang dicampur dengan binder.
c. Langkah ke tiga, blok dengan warna yang telah ditentukan sebagai background,
dengan menggunakan cat akrilik yang dicampur dengan pigmen.
d. Langkah ke empat, edit gambar yang akan menjadi objek lukisan dengan menggunakan software photoshop Cs5, kemudian diprint dan digambar sekala besar diatas mika, kemudian di lubangi dengan menggunakan cutter ataupun
solder, atau cara seperti ini biasa disebut teknik stencil.
e. Langkah ke lima, setelah mika sudah dilubangi dan menjadi master dari stensil,
kemudian mika dibentangkan diatas bidang yang akan dilukis lalu disemprot
dengan cat kaleng aerosol (pilox). Disini penyemprotan tipis karena hanya sebagai sketsa objek yang akan di lukis.
f. Langkah ke enam yaitu, mengecat background dengan cat akrilik sesuai dengan
bentuk yang diinginkan.
g. Langkah ke tujuh membuat sket objek yang merupakan bagian dari lukisan
dengan cat akrilik.
h. Langkah ke delapan, blok warna objek dengan menggunakan cat akrilik dan