• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRATIKUM PENGUJIAN MUTU FISIK TABLET UJI DISOLUSI TABLET

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRATIKUM PENGUJIAN MUTU FISIK TABLET UJI DISOLUSI TABLET"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh Kelompok 2

Program Studi DIII Analis Farmasi dan Makanan 1 Aqwim Sanditya A (30213001)

2 Alfaricha Tenty W (30213010) 3 Desi Purnamasari (30213002) 4 Dhina Arisanti (30213015) 5 Eni Novita Sari (30213003)

6 Ika Dian Novitasari (30213005)

LABORATORIUM FARMASI INDUSTRI

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

KEDIRI

(2)

Mutu Fisik Tablet”. Penulisan laporan merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Analisa Obat II Program Studi DIII Analis Farmasi dan Makanan IIK.

Penulisan laporan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan laporan ini, khususnya kepada Tim lab. Analisa Obat II selaku dosen pembimbing mata kuliah Praktikum Analisa Obat II, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan laporan ini, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan laporan ini.

Penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin. Pelaksanaan Penulisan laporan ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan ini.

Kediri, 10 Desember 2015

Tim Penulis

(3)

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...ii

BAB I PENDAHULUAN ...1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...4

BAB III METODOLOGI ...13

BAB IV HASIL PENGAMATAN ...15

BAB V PEMBAHASAN ...18

BAB VI PENUTUP ...20

DAFTAR PUSTAKA ...21

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan.

Sediaan tablet merupakan sediaan yang paling banyak diproduksi dan juga banyak mengalami perkembangan dalam formulasinya. Beberapa keuntungan sediaan tablet adalah sediaan lebih kompak, dosisnya tepat, mudah pengemasannya dan penggunaannya lebih praktis dibanding sediaan yang lain.

Parasetamol digunakan untuk mengurangi demam pada orang dari segala usia. Hal ini umumnya digunakan untuk menghilangkan sakit kepala, sakit ringan lainnya dan nyeri, dan merupakan bahan utama dalam berbagai obat flu. Parasetamol digunakan untuk menghilangkan rasa sakit yang terkait dengan banyak bagian tubuh. Parasetamol memiliki sifat analgesik sebanding dengan aspirin, sementara yang efek anti-inflamasi yang lemah. Ini lebih baik ditoleransi daripada aspirin pada pasien yang berlebihan sekresi asam lambung atau perpanjangan waktu perdarahan mungkin menjadi perhatian. Tersedia tanpa resep, itu telah dalam beberapa tahun terakhir semakin menjadi umum obat rumah tangga.

(5)

Salah satu parameter uji yang dilakukan untuk pengujian sediaan tablet adalah dilakukan uji disolusi. Uji ini dilakukan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan lain dalam monografi (Depkes RI, 1979).

Obat yang telah memenuhi persyaratan baik dari waktu hancur, keregasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi. Karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet atau kapsul.

Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-obat yang relatif tidak larut dalam air telah lama menjadi masalah pada industri farmasi. Obat-obat tersebut umumnya mengalami proses disolusi yang lambat demikian pula laju absorpsinya. Dalam hal ini partikel obat terlarut akan diabsorpsi pada laju rendah atau bahkan tidak diabsorpsi seluruhnya. Dengan demikian absorpsi obat tersebut menjadi tidak sempurna.

Sediaan tablet termasuk dalam persyaratan uji disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa banyak persentase zat aktif dalam obat yang terlarut dan terabsorbsi ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi. Disolusi menggambarkan efek obat terhadap tubuh, jika disolusi memenuhi syarat maka diharapkan obat akan memberikan khasiat pada tubuh. Oleh karena itu, pada percobaan ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui kecepatan atau laju disolusi dari tablet amoksisilin dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis.

(6)

2 Maksud dan Tujuan 1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah praktikan ingin memahami cara penentuan konstanta kecepatan disolusi dari suatu obat.

2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan menentukan kecepatan disolusi dari tablet parasetamol dengan menggunakan alat disolusi.

3 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan ini yaitu didasarkan pada penentuan konstanta kecepatan disolusi dari tablet amoksisilin berdasarkan kadar parasetamol yang terdisolusi dalam media air suling dengan menggunakan alat disolusi dan menentukan kadarnya menggunakan spektrofotometri UV-Vis.

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1 Teori Umum

1 Definisi Tablet

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai, tablet dapat berbeda ukuran, bentuk, berat, kekerasan dan ketebalan, daya hancurnya dan aspek lain tergantung dengan pemakaian tablet dan cara pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian secara oral. Kebanyakan tablet dibuat dengan penambahan zat warna dan zat pemberi rasa. Tablet lain yang penggunaannya dapat dengan cara sublingual, bukal atau melalui vagina.

Tablet yang dibuat dengan metode apapun harus mempunyai sifat-sifat yang baik yaitu : cukup kuat dan resisten terhadap gesekan, zat aktif dalam tablet harus tersedia dalam tubuh, tablet harus mempunyai keseragaman bobot dan keseragaman kandungan, tablet berpenampilan baik dan memiliki karakteristik, tablet harus menunjukkan stabilitas fisik dan kimia serta efikasi yang konsisten. (Eko, 2011).

2 Definisi Parasetamol

Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang menstruasi, dan diindikasikan juga untuk demam. Parasetamol itu aman terhadap lambung juga merupakan

(8)

Analgesik pilihan untuk ibu hamil maupun menyusui. Tapi bukan berarti parasetamol tidak mempunyai efek samping. Efek samping parasetamol berdampak ke liver atau hati. Parasetamol bersifat toksik di hati jika digunakan dalam dosis besar.

Asetaminofen atau parasetamol memiliki efek antipiretik dan nonnarkotik yang hampir sama dengan aspirin. Asetaminofen atau parasetamol tidak menghambat agregasi trombosit juga tidak menyebabkan distres atau pendarahan lambung. Ia hanya mempunyai respons inflamasi yang lemah. Asetaminofen diabsorpsi oleh saluran gastrointestinal dan dimetabolisme dalam hati untuk mengaktifkan zat-zat metabolisme dalam hati. Waktu puncak bagi asetaminofen terjadi dalam 2 jam dan waktu paruhnya 3 jam.

Parasetamol (Panadol, Tylenol) adalah obat antinyeri dan antidemam paling banyak digunakan karena pada takaran biasa bersifat aman, tanpa memberikan efek samping, juga aman bagi anak kecil dan wanita hamil apabila dimakan dalam waktu singkat. Daya kerja parasetamol hampir sama kuatnya dengan asetosal dan lama kerjanya cenderung lebih singkat.

3 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi,

(9)

spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat penguat seperti prisma ataupun celah optis (Rohman, 2007).

Spektrofotometer yang sesuai pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800 nm.

Gambar II. 1 Instrumentasi spektrofotometer UV-Vis (Gandjar & Rohman, 2012).

Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum, monokromator, sel pengabsorpsi dan detektor sebagai berikut:

1 Sumber

Sumber yang biasa yang digunakan adalah lampu wolfram. Tetapi untuk daerah UV digunakan lampu hidrogen atau lampu

(10)

deuterium. Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang.

2 Monokromator

Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap maka prisma ataupun gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan panjang gelombang yang diinginkan (Rohman, 2007).

3 Sel Absorpsi

Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang bertutup untuk pelarut organik. Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragam seluruhnya.

4 Detektor

Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang spektrofotometri yang paling sering digunakan dalam industri farmasi adalah spektrofotometri ultra violet dan juga cahaya tampak. Salah satu aplikasi dari spekrofotometri ultra violet adalah penetapan kadar yang memiliki peranan panting untuk melakukan penentuan kuantitatif

(11)

bahan baku dan sediaan obat.Penentuan kadar dilakukan dengan mengukur absorpsi maksimum dari kurva absorpsi.

4 Uji Disolusi Tablet

Disolusi didefenisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat melarut. Secara prinsip, proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut.

Secara singkat, alat untuk menguji karakteristik disolusi dan sediaan padat kapsul atau tablet terdiri dari (1) motor pengaduk dengan kecepata yang dapat diubah, (2) keranjang baja stainless berbentuk silinder atau dayung untuk ditempelkan ke ujung batang pengaduk, (3) bejana dari gelas, atau bahan lain yang inert dan transparan dengan volume 1000 ml, bertutup sesuai dengan di tengah-tengahnya ada tempat untuk menempelkan pengaduk, dan ada lubang tempat masuk pada 3 tempat, dua untuk memindahkan contoh dan satu untuk menempatkan termometer, dan (4) penangas air yang sesuai untuk menjaga temperatur pada media disolusi (seperti yang dicantumkan dalam masing-masing monografi) ditempatkan dalam bejana dan biarkan mencapai temperatur 37°C ± 0,5°C. Kemudian satu tablet atau satu kapsul yang diuji dicelupkan ke dalam bejana atau ditempatkan dalam keranjang dan pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada waktu-waktu tertentu contoh dari mesia diambil untuk analisis kimia dari bagian obat

(12)

yang terlarut. Tablet atau kapsul harus memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Ansel, 1989).

Pada penentuan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat terlibat berbagai macam proses disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi dan deagragasi sediaan, merupakan faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat sediaan.

Kecepatan disolusi obat merupakan tahap pembatas kecepatan (rute limiting step) sebelum obat berada dalam darah. Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, ada dua kemungkinan yang akan berfungsi sebagai pembatas kecepatan. Bahan berkhasiat dari sediaan padat tersebut pertama-tama harus terlarut, sesudah itu barulah obat yang berada dalam larutan melewati membran saluran cerna. Obat yang larut baik dalam air akan melarut cepat, obat akan berdifusi secara pasif atau transport aktif, kelarutan obat merupakan pembatas kecepatan absorpsi melalui membran saluran cerna. Sebaliknya, kecepatan obat yang kelarutannya kecil akan dibatasi, karena kecepatan disolusi dari obat tidak larut atau disintegrasi sediaan relatif pengaruhnya kecil terhadap disolusi zat aktif. Apabila kecepatan absorpsi tidak dapat ditentukan oleh salah satu dari tahap, maka tidak satupun dari kedua tahap merupakan pembatas kecepatan (Syukri, 2002).

Agar suatu obat diabsorpsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan pada tempat absorpsi. Dalam hal ini dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut

(13)

akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi.

Pada saat partikel obat mengalami disolusi, molekul-molekul obat pada permukaan mula-mula masuk kedalam larutan menciptakan suatu lapisan jenuh obatlarutan yang membungkus permukaan partikel obat padat yang dikenal lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan berhubungan dengan membran biologis serta absorpsi terjadi.

Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang terabsorpsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat, proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorpsi (Anief, 2000).

Setelah terjadi pelepasan yang bersifat setempat, maka tahap kedua adalah pelarutan zat aktif yang terjadi secara progresif, yaitu pembentukan dispersi molekuler dalam air. Tahap kedua ini merupakan keharusan agar selanjutnya terjadi penyerapan. Tahap ini juga ditetapkan pada obat-obatan yang dibuat dalam bentuk larutan zat aktif dalam minyak tetapi yang terjadi disini adalah proses ekstraksi (penyaringan). Setelah pemberian sediaan larutan, secara in vitro timbul endapan zat aktif yang biasanya berbentuk amorf sebagai akibat perubahan pH dan endapan tersebut selanjutnya akan melarut lagi. Dengan demikian pemberian sediaan larutan tidak selalu dapat mengakibatkan penyerapan segera (Aiache, 1993).

(14)

Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan pada 37°C. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan.Standar kalibrasi pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan (Agoes, 2008).

(15)

2 Uraian Bahan Paracetamol

Nama resmi : Acetaminophen

Sinonim : Paracetamol

Rumus molekul : C8H9NO2

Berat molekul : 151,16

Pemerian : Berupa hablur atau serbuk hablur putih, rasa pahit, berbau, serbuk kristal dengan sedikit rasa pahit. Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol

(95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkalihidroksida.

Inkompatibilitas : Ikatan hidrogen pada mekanismenya pernah dilaporkan oleh karena itu parasetamol dihubungkan dengan permukaan dari nilon dan rayon.

Farmakodinamik : Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan

atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral. Efek anti inflamasinya sangat lemah.

(16)

BAB III METODOLOGI 1 Alat dan Bahan

1 Alat percobaan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi disolution tester, spektrofotometer UV-Vis, kuvet, pipet tetes, pipet ukur, labu ukur, dan push ball.

2 Bahan percobaan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air dan sampel tablet parasetamol.

2 Cara kerja

a Pembuatan Baku Induk 1000 ppm

1) Ditimbang baku parasetamol sebanyak 100 mg 2) Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL

3) Ditambahkan dengan aquades sebanyak 50 mL diaduk sampai larut 4) Ditambah dengan aquades sampai tanda batas, lalu dikocok sampai

homogen

b Pembuatan Baku Seri 10; 15; 20; 25; dan 30 ppm

1) Dipipet 0,1 mL; 0,15 mL; 0,2 mL; 0,25 mL; 0,3 mL dari baku seri 1000 ppm

2) Dimasukkan masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL

3) Ditambahkan dengan aquades sampai tanda batas, lalu dikocok hingga homogen

(17)

c Pembuatan Kurva Kalibrasi Baku

1) Dipipet larutan baku seri 10; 15; 20; 25; dan 30 ppm ke dalam kuvet 2) Diukur absorbansi baku seri pada panjang gelombang maksimum d Uji disolusi tablet

1) Bak mantel (tempat labu disolusi) dimasukkan, diisi dengan air, atur pada suhu 37o + 0,5oC

2) Isi labu disolusi dengan media disolusi. Volume larutan disolusi yaitu 900 mL

3) Dimasukkan tablet ke dalam keranjang bila suhu telah mencapai 37oC

4) Dinyalakan pengaduk dengan kecepatan 100 rpm

5) Diamnil media disolusi secukupnya dengan pipet volume pada menit ke 5; 10; dan 15. Media disolusi dicukupkan kembali hingga volumenya 900 mL pada tiap pengambilan.

6) Ditentukan kadarnya dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang (λ) 243 nm. Dibandingkan dengan kurva kalibrasi dan dilakukan dengan perhitungan kadar.

(18)

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

4.1. Data Hasil Pengamatan

a Hasil absorbansi baku seri dengan berbagai konsentrasi

b Hasil absorbansi sampel pada menit dan vessel yang berbeda

Menit Ke- Vessel Kiri Vessel TengahAbsorbansi Vessel Kanan

10 1,886 1,882 1,86 20 1,882 1,882 1,890 30 1,884 1,886 1,84 Konsentrasi (ppm) Absorbansi 10 0,540 15 0,822 20 1,152 25 1,355 30 1,831

(19)

4.2. Analisis Data

a Kurva kalibrasi baku parasetamol

5 10 15 20 25 30 35 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 f(x) = 0.06x - 0.11 R² = 0.99

Kurva Kalibrasi Baku Parasetamol

Linear () Konsentrasi (ppm) Absorbansi b Analisa data Y = bx + a Y = 0,0623 x – 0,11 Contoh perhitungan

Menit ke-10 vesel kiri = 1,886 Y = 0,0623 x – 0,11 1,886 = 0,0623 x – 0,11 1,886 + 0,11 = 0,0623 x 1,996 = 0,0623 x X = 32,0385 mcg/mL Terdisolusi dalam 900 mL = 900 x 32,0385 = 28834,65 mcg/mL 28834,65 mcg = 288,3465 mg % terdisolusi = (288,3465 : 500) x 100 % = 57,66 %

(20)

20 57,56 % 57,56 % 57,78 %

30 57,61 % 57,66 % 57,61 %

BAB V PEMBAHASAN

Parasetamol merupakan derivat p – aminofenol yang mempunyai sifat analgesik antipiretik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga efek sentral. Sifat analgesik parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang.

Praktikum uji disolusi tablet parasetamol bertujuan untuk mengetahui kadar dari parasetamol, serta jumlah zat aktif yang terlarut dalam media air dengan volume, wakti dan alat tertentu apakah memenuhi persyaratan disolusi yang tertera pada monografi. Sampel tablet berbentuk

(21)

larutan baku induk 1000 ppm dilarutkan menjadi beberapa larutan baku seri yaitu 10; 15, 20; 25; dan 30 ppm.

Pemilihan interval baku seri menyesuaikan absorbansi yang dapat diinterpretasikan oleh spektrofotometer. Kurva baku menghasilkan garis linear regresi y = 0,0623x – 0,11 dengan ketelitian sebesar 98,53%. Garis linear regresi dari kiri bawah menuju ke kanan atas menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi larutan baku seri maka semakin besar pula absorbansi yang dihasilkan.

Perhitungan hasil kadar tablet parasetamol yang dilakukan pada uji disolusi secara spektrofotometri yang dilakukan terhadap 3 tablet dengan perlakuan pengambilan cuplikan media disolusi pada menit ke 10; 20; dan 30. Ditentukan harga Ab (Absorbansi Baku) mendekati harga absorbansi uji. Hasil kadar tablet parasetamol diperoleh sebesar 57,66; 57,56; 57,61; 57,56; 57,56; 57,66; 57,66; 57,78; dan 57,61 %. Kadar zat aktif yang terlarut tersebut tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV, dimana kadar tidak kurang dari Q + 5 % (Q = 80%). Hal ini menunjukkan bahwa zat aktif tablet parasetamol tidak dapat melarut dengan baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kadar tersebut antara lain tablet yang digunakan, media, spektrofotometer, praktikan. Sampel yang digunakan yaitu tablet parasetamol yang sudah kadaluarsa, ditinjau dari data uji kekerasan yang kurang memenuhi persyaratan sehingga diduga

(22)

digunakan kurang sensitif terhadap sampel yang diuji dan perlu dikalibrasi kembali. Pada monografi tertera pengujian spektrofotometri dengan panjang gelombang 243 nm, kemampuan spektrofotometer hanya dalam panjang gelombang 250 nm. Faktor praktikan yang melakukan praktikum dapat mempengaruhi hasil analisa, diduga praktikan kurang menjaga kebersihan alat sehingga adanya pengotor dan galat yang mengganggu hasil analisa.

(23)

parasetamol tersebut tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi Ke Empat, dimana persyaratan kadar uji disolusi tiap unit sediaan adalah tidak kurang dari Q + 5% (Q = 80%).

2 Saran

Untuk pratikum selanjutnya disarankan agar dapat memformula sediaan tablet dengan bahan dan konsentrasi yang baik, tepat dan ketelitian penimbangan sebelum percetakan tablet, juga diperlukan ketelitian dalam melakukan evaluasi tablet karena hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah tablet yang telah dibuat memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia atau tidak.

(24)

parasetamol_5.html. Diakses tanggal 2 November 2015.

Ansel, HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Ke -4. Farida Ibrahim; penerjemah. Jakarta : Universitas Indonesia Pr. Terjemahan dari Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta : Departemen Kesehatan Replubik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta : Departemen Kesehatan Replubik Indonesia.

Ginanjar, Muhammad. 2013. Pendahuluan. [online]

http://ginanjargema13.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 2 November 2015. Lombeng, Fifiliane., Ulaen, Selfie P.J., Banne, Yos. 2010. Uji Kekerasan,

Keregasan dan Waktu Hancur Beberapa Tablet Ranitidin. Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado.

Setiawan, Wahyu. 2013. Evaluasi Sediaan Tablet. [online]

http://wahyurelly.blogspot.co.id/2013/02/evaluasi-sediaan-tablet.html. Diakses tanggal 2 November 2015.

Sipatuhar, Merna. 2010. Uji Disolusi Parasetamol dalam Omegrip Tablet secara Spektrofotometri Ultra Violet di PT. Mutiara Mukti Farma Medan. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu sediaan uji tablet adalah bentuk sediaan padat yang dibuat secara kempa atau dengan mencetak dan sediaan tablet mempunyai beberapa persyaratan antara

Adapun tujuan dari Uji Disolusi Metronidazol dalam sediaan tablet Metronidazol adalah untuk mengetahui apakah kadar metronidazol yang terdapat dalam tablet Metronidazol

Pengujian disolusi secara in vitro pada sediaan tablet diazepam adalah untuk memastikan bahwa zat aktif yang terdapat di dalam obat dapat melarut setelah obat hancur agar efek

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua produk generik dan produk merk dagang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, baik uji mutu fisik tablet maupun uji disolusi. Hasil

HASIL UJI STATISTIK TETAPAN KONSTANTA LAJU DISOLUSI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN ANTAR FORMULA. Descriptives

ABSTRAK: Eritromisin stearat (ERS) diketahui menunjukkan fenomena sintering ketika dikempa yang dapat memengaruhi profil disolusi sediaan tabletnya Pembuatan tablet campuran

Uji dilakukan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan

disolusi yang tertera dalam monografi pada sediaan tablet, kecuali pada etiket.. dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak memerlukan