• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Sosis

Sosis (dalam bahasa Inggris sausage) berasal dari bahasa Latin salsus yang artinya asin adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan dan rempah, serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan (Soeparno, 2009)

Komponen utama sosis terdiri dari daging lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat. Sosis daging sapi dapat mengandung air sampai 60% (Soeparno, 1994). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein. Hanya saja, karena kadar lemak dan kolestrol sosis yang cukup tinggi, sosis sebaiknya tidak dijadikan menu rutin bagi anak-anak guna mencegah maslah obesitas dan penyakit-penyakit yang mengikutinya dikemudian hari. Jika anak anda suka sosis, sebaiknya anda memilih produk sosis dengan kandungan lemak yang tidak terlalu tinggi (kurang dari 10%). Untuk itu, anda harus jeli membaca kandungan nutrisi pada label

(2)

Sosis merupakan produk olahan daging yang digiling dan dihaluskan, dicampur bumbu kemudian diaduk dengan lemak hingga tercampur rata dengan proses kuring dan dimasukkan ke dalam selongsong (Buckle, 1987).Sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis. Bahan baku yang digunakan untuk membuat sosis terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging, es, minyak, garam dan lemak. Sedangkan bahan tambahannya yaitu bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu, bahan penyedap dan bahan makanan lain yang diizinkan (bahan inovasi). Istilah sosis berasal dari kata dalam bahasa latin “salsus”, yang memiliki arti garam, sehingga sosis dapat diartikan sebagai daging giling yang diawetkan dengan garam. Sosis didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang dicacah serta dibungkus dalam casing menjadi bentuk silinder (Kramlich, 1973).

Sosis merupakan salah satu jenis emulsi, namun emulsi sosis bukanlah emulsi sesungguhnya seperti mayonnaise atau emulsi minyak dalam air lainnya. Emulsi sosis yang secara umum dimaksud oleh industri sosis adalah campuran daging yang digiling halus, lemak, dan bumbu-bumbu. Lemak pada sosis dibungkus oleh protein daging lean dengan struktur serupa dengan emulsi,walaupun bukan emulsi minyak dalam air yang sesungguhnya. Protein larut garam terutama mayonnaise diekstrak dengan garam dan selama proses pencacahan membentuk sejenis emulsi yang membungkus partikel lemak.

(3)

Menurut Kramlich et al.(1973) sosis adalah produk daging olahan yang diberi garam dan kadang-kadang ditambahkan bumbu. Menurut Bukle et al. (1987) sosis adalah bahan pangan yang berasal dari potongan kecil-kecil daging yang digiling dan diberi bumbu, yang dapat langsung disiapkan dan segera dimasak untuk dimakan.

Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin yaitu salsus yang secara harfiah berarti daging yang disiapkan melalui penggaraman, karena pada awal pembuatannya sosis dibuat melalui penggaraman dan pengeringan daging. Proses pembuatan sosis pada waktu itu dirasakan cukup karena dimaksudkan untuk mengawetkan daging segar yang tidak dapat dikonsumsi pada saat itu saja (Rust 1987). Proses pembuatan sosis sekarang ini tidak lagi sebatas memberikan garam dan melakukan pengeringan pada daging, namun sekarang ini sosis dibuat dari daging yang digiling dan diberikan bumbu dan biasanya dibentuk menjadi bentuk yang simetris (Tauber 1985).

Sosis merupakan emulsi minyak dalam air (oil in water atau o/w). Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi cairan dalam cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairan itu tidak berbaur tetapi saling antagonistik (Winarno 1997). Berdasarkan metode pembuatannya, sosis dikelompokkan ke dalam enam kelas, yaitu: sosis segar, sosis tidak dimasak tapi diasap, sosis dimasak dan diasap, sosis masak, sosis kering dan semi kering serta difermentasi dan sosis spesialis daging masak (Kramlich 1971).

Sosis segar dibuat dari daging segar, dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu, dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong

(4)

serta harus dimasak sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari daging segar, bisa ditambahkan bahan-bahan lain atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong, tidak diasap dan setelah dibuat harus segera dimasak. Sosis kering dan agak kering dibuat dari daging yang ditambahkan bahan-bahan lain dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum pengeringan serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setengah masak (Soeparno 2009).

2.1.1 Bahan pembuatan Sosis

Bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, menurut Nakai dan Modler (2000), adalah:

a. Daging mentah: Pemilihan daging yang tepat adalah penting untuk produksi sosis berkualitas. Daging mentah yang digunakan harus segar, dengan jumlah mikrobia yang sangat rendah.

b. Garam: Bentuk utama garam yang biasa digunakan adalah natrium klorida. Pada prinsipnya, kegunaan garam adalah untuk memecah dan mengekstrak protein myofibril yang diperlukan untuk dapat membentuk ikatan selama pemasakan.

c. Fosfat: Digunakan untuk memperbaiki kapasitas pengikatan air dari daging dengan meningkatkan pembengkakan serat, untuk memecah protein, dan mengurangi oksidasi. Selain itu juga dapat membantu melindungi dan menstabilkan rasa serta warna pada produk akhir.

d. Bahan pengawet: Kebanyakan sosis diawetkan dengan nitrit dan bentuk nitrit yang populer digunakan adalah natrium nitrit.

(5)

e. Extenders dan Filler: Banyak produk sosis yang mengandung extenders atau filler, seperti konsentrat whey protein, gluten gandum, dll. Fungsinya adalah untuk meperbaiki tekstur dan rasa sosis.

f. Air

g. Penghambat mikrobia: Contohnya adalah potassium sorbat, benzoat (dengan pencelupan), dan natrium laktat (diformulasikan dalam sosis). h. Bumbu: Sosis merupakan produk yang sangat berbumbu jika

dibandingkan produk lain. Penambahan bumbu berfungsi untuk memperbaiki rasa akhir produk.

i. Antioksidan: Untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi.

Bahan-bahan tambahan yang sering digunakan dalam proses pembuatan sosis diantaranya adalah garam, fosfat, bahan pengawet seperti nitrat, bahan pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat atau lemak. Penambahan lemak terutama untuk mencegah pengerutan protein dan menambah cita rasa. Garam dan fosfat digunakan agar daging lebih awet dan untuk mengembangkan protein, serta meningkatkan pengikatan air. Sedangkan asam askorbat digunakan agar daging terlihat lebih memerah dan untuk mencegah pembusukan daging. Sedangkan untuk meningkatkan kandungan sosis, tak jarang ditambahkan karbohidrat dan isolat protein agar sosis lebih bergizi (Soeparno, 2009).

2.1.2 Proses Pembuatan dan Umur Simpan Sosis

Walaupun banyak terdapat tipe-tipe produk sosis, terdapat beberapa proses dasar dalam pembuatannya. Produksi sosis memiliki lima langkah yang umum,

(6)

yaitu proses perubahan, pencampuran, pengisian, penggabungan, dan pengemasan (Nakai dan Modler, 2000). Adapun proses pembuatan sosis daging sapi, menurut Sutaryo dan Mulyani (2004), meliputi penggilingan daging, pencampuran adonan sosis (daging, lemak, tepung, garam, gula, bumbu dan es), pengisian selongsong sosis, pengukusan selama 30 menit, dan pendinginan.

Sosis mempunyai umur simpan yang berbeda-beda, tergantung dari cara pengolahannya. Sosis mentah harus disimpan dalam refrigerator dengan kemasan utuh, dapat disimpan dalam waktu tiga hari atau simpan beku, dan masak sempurna sebelum dikonsumsi. Sosis masak dapat disimpan dalam refrigerator selama tujuh hari setelah kemasan dibuka, atau simpan beku. Sosis kering dapat disimpan pada suhu ruang sampai tiga minggu. Sosis semi kering dapat bertahan hingga tiga minggu (kemasan utuh) dengan penyimpanan dalam refrigerator. Jika kemasan sudah terbuka, simpan dalam refrigerator dan habiskan dalam waktu tiga hari atau simpan beku (Syamsir, 2009). Syarat mutu sosis daging yang baik menurut SNI 01-3820-1995 dapat dilihat pada Tabel berikut:

(7)

Tabel. 2.1. Syarat Mutu Sosis Daging yang Baik

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Keadaan :

1.1 Bau - Normal

1 1.2 Warna - Normal

1.3 Rasa - Normal

1.4 Tekstur - Bulat Panjang

2 Air %b/b Maks. 67,0

3 Abu %b/b Maks. 3,0

4 Protein %b/b Min. 13,0

5 Lemak %b/b Maks. 25,0

6 Karbohidrat %b/b Maks. 8

Bahan tambahan makanan

7 7.1 Pewarna Sesuai SNI 01-0222-1995

7.2 Pengawet Cemaran logam

8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0

8 8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20,0

8.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0

8.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 (250,0)

8.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03

9 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1

Cemaran mikrobia :

10.1 Angka lempang total Koloni/gr Maks.105

10.2 Bakteri bentuk koli APM/gr Maks. 10

10.3 Escherichia coli APM/gr >3

10 10.4 Enterococci Koloni/gr 102

10.5 Clostridium perfringens - Negatif

10.6 Salmonella - Negatif

10.7 Staphilococcus aureus Koloni/gr Maks. 102

(SNI 01-3820-1995)

Berdasarkan proses pengolahannya, sosis umum dapat dibagi 5 yaitu:

a. Sosis mentah (fresh sausage) yaitu sosis yang diolah tanpa pemanasan, contohnya polish sausage.

b. Sosis yang dimasak dan diasap, contohnya frankfuter, bologna, knackwurst.

(8)

c. Sosis yang dimasak tanpa diasap, contohnya beer salami, liver sausage d. Sosis kering, semikering (atau sosis fermentasi), misalnya summer

sausage, cervelet, dry salami, pepperoni.

e. Produk sejenis sosis yang dimasak, contohnya meat loaves.

Dari lima jenis sosis ini, yang umum dijumpai di Indonesia adalah dari jenis yang dimasak dan diasap. Jika sosis mentah (fresh sausage) harus dimasak hingga matang sebelum dikonsumsi maka sosis fermentasi dapat langsung dimakan tanpa proses pemasakan atau pemanasan. Sosis masak dengan atau tanpa diasap, karena sudah mengalami proses pemasakan pada proses pembuatannya, cukup dipanaskan sebelum dikonsumsi.

Adapun Proses Pembuatan Sosis yaitu: Sosis dibuat dari daging segar yang telah dibersihkan, urat-uratnya dibuang dan dipotong tipis dan dicampur dengan bahan-bahan garam, gula, NaNO3 atau NaNO2 dan sodium polifosfat sampai merata. Daging campuran disimpan dengan suhu 1-3,5oC selama 1 malam. Setelah selesai proses pencampuran, daging dihaluskan dengan diberi bumbu seperti bawang merah, bawang putih, lada, jahe, pala, bumbu masak MSG dan gula pasir. Kemudian ditambah minyak goreng, tepung, susu krim. Keseluruhan campuran digiling kembali dengan suhu saat penggiling harus tetap sama dengan suhu kamar. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam selongsongan diikat dengan benang. Sosis tersebut dapat dimasak dengan cara perebusan, pengasapan atau pengukusan dan kombinasi cara-cara tersebut. Setelah pemasakan, sosis tersebut didinginkan. Pendinginan sosis setelah pemasakan selain untuk menurunkan suhu

(9)

sosis secara cepat, juga untuk memudahkan pengupasan pembungkus jika menggunakan jenis yang tidak dapat dimakan (Suparno, 1998).

2.2 Nitrit

Nitrit adalah senyawa nitrogen yang reaktif. Kalium nitrat dan nitrit serta natrium nitrat dan nitrit telah digunakan dalam daging olahan (kuring) selama berabad-abad (Silalahi, 2005). Penggunaan bahan ini menjadi semakin luas karena manfaat nitrit dalam pengolahan daging (seperti sosis, korned, dan burger) selain sebagai pembentuk warna dan bahan pengawet antimikroba, juga berfungsi sebagai pemberi aroma dan cita rasa (Cahyadi, 2006). Curing adalah cara proses daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Natrium nitrit dan atau Natrium nitrat dan gula serta bumbu-bumbu (Harris, 1989). Maksud curing antara lain adalah untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik dan memperpanjang masa simpan produk daging. Produk daging yang diproses dengan curing disebut daging cured (Soeparno, 1994).

Menurut Winarno (2004), Pada umumnya proses curing terjadi karena: a. Reaksi biologis yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan NO, yang

mampu mereduksi ferri menjadi ferro.

b. Terjadinya denaturasi globinoleh panas. Bila daging yang di curing dipanaskan pada suhu 1500F atau lebih, maka terjadi proses denaturasi. c. Hasil akhir curing daging membentuk pigmen nitrosilmioglobin bila tidak

dimasak, dan nitrosilhemokromogen bila telah dimasak.

Nitrit mampu menghambat pertumbuhan bakteri, terutama bakteri patogen Clostridium botulinum (Silalahi, 2005). Bakteri ini merupakan mikroorganisme

(10)

patogenik paling berbahaya dan sangat fatal yang dapat mengkontaminasi daging cured. Nitrit mengahmbat produksi toksin Clostridium botulium dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora. Keracunan makanan yang disebabkan oleh toksin Clostridium botulium disebut botulisme (Soeparno, 2009).

Biasanya nitrit dan nitrat banyak digunakan pada berbagai jenis daging olahan seperti sosis dan daging lainnya . Pada sebuah penelitian pada tahun 1978 dikatakan bahwa nitrit dapat mengakibatkan kanker pada tikus percobaan karena pada kondisi tertentu akan terjadi reaksi antara nitrit dan beberapa amin yang secara alamiah terdapat didalam makanan sehinga membentuk senyawa nitrosiamin yang bersifat karsinogenik atau pemicu terbentuknya sel-sel kanker yang sangat berbahaya ternyata nitrosiamin dapat menimbulkan tumor pada jenis organ bahkan kadang-kadang dapat menembus plasenta sehinga dapat pula mengakibatkan tejadinya tumor pada janin jadi meskipun berbagai jenis bahan tambahan ini di bolehkan untuk dikonsumsi tetap ada batasnya yang di tetepkan (Nurhayati 2007).

Nitrit juga merupakan antioksidan yang efektif menghambat pembentukan WOF (Warmed-Over Flavor) yaitu berubahnya warna, aroma dan rasa yang tidak menyenangkan pada produkdaging yang telah dimasak. Penambahan nitrit pada konsentrasi 156 mg/kg cukup efektif menghambat pembentukan WOF dan menurunkan angka TBA pada produk daging sapi dan ayam. TBA (Thio Barbiturat Acid) adalah senyawa yang dapat bereaksi dengan senyawa aldehid membentuk warna merah yang bisa diukur menggunakan spektrofotometer. Angka TBA adalah angka yang dipakai untuk menentukan adanyaketengikan dari

(11)

senyawa aldehid yang dihasilkan dari oksidasi minyak atau lemak (Raharjo, 2006).

Pengawet merupakan salah satu bentuk Bahan Tambahan Makanan (BTM). Penambahan pengawet dimaksudkan untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu suatu pengawet ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya vitamin serta mineral (Yuliarti, 2007).

Nitrat dan nitrit terjadi secara alamiah dalam lingkungan dan juga sengaja ditambahkan pada beberapa makanan oalahan, seperti daging sebagai pengawet dan pewarna tetap (Adam M. dan Y. Motarjemi, 2004). Nama lain (sinonim) atau nama dagang dari Natrium Nitrit adalah, Sendawa Chili, Caliche, Saltpeter, Soda niter, anti-rust, filmerine, erinitrit, nci-c02084, synfat1004, azotynsodowy, dusitansodny, natriumnitrit, nitritosodico, dan Sodium nirite. Sifat fisik dari Natrium nitrit (NaNO2) berbentuk butiran berwarna putih sedangkan Kalium nitrit (KNO2) berbentuk butiran berwarna putih dan mudah larut dalam air (Cahyadi, 2006).

Salah satu jenis pengawet yang digunakan adalah nitrit. Nitrit digunakan dalam pengolahan daging. Sifat-sifat nitrit sebagai bahan pengawet, antara lain : 1. Nitrit yang ditambahkan dalam bahan pangan sebelum bahan pangan

(12)

daripada bahan pangan dipanaskan terlebih dahulu selanjutnya ditambahkan nitrit.

2. Selama penyimpanan mengakibatkan konsentrasi nitrit semakin menurun 3. Sifat anti-botulinum nitrit tidak dipengaruhi oleh pH, kandungan garam,

suhu inkubasi, jumlah spora Clostridium botulinum. (Nurwantoro, 1997). Menurut Soeparno (1998), penggunaan nitrit sebagai pengawet mempunyai tujuan untuk :

1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen

Mikroorganisme patogen paling berbahaya yang dapat mengkontaminasi daging adalah Clostridium botulinum. Nitrit menghambat produksi toksin Clostridiumbotulinum dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora atau dengan cara membentuk senyawa penghambat bila nitrit pada daging dipanaskan. Nitrit juga dapat menghambat pertumbuhan Clostridium perferingens dan Staphylococcus aureus pada daging.

2. Membentuk cita rasa

Peranan nitrit yang berhubungan dengan cita rasa daging olahan atau awetan bersifat sebagai antioksidan. Nitrit akan menghambat oksidasi lemak yang akan membentuk senyawa-senyawa karbonil seperti aldehid, asam-asam dan keton yang menyebabkan rasa dan bau tengik.

3. Memberi warna merah muda yang menarik

Penambahan nitrit pada daging olahan terutama bertujuan untuk memberi warna merah muda yang menarik. Perubahan warna secara kimia sangat kompleks. Pigmen dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut

(13)

mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk oksimioglobin yang berwarna merah terang. Warna merah terang dari oksimioglobin tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebihan akan berubah menjadi metmioglobin yang berwarna coklat. Tetapi yang mengalami penambahan nitrit akan tetap berwarna merah (Winarno, 1980). Menurut Buckle (1987), mioglobin bereaksi degan nitrogen oksidasi menghasilkan senyawa nitroso-mioglobin, yang selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam membentuk nitroso-myochromagen yang mempunyai warna merah muda yang relatif stabil.

Berdasarkan penelitian mengenai kadar nitrit pada kornet yang dilakukan Fuad (2004) terhadap 13 sampel kornet sapi yang beredar di pasar swalayan di Kota Semarang, terdapat 5 merek melebihi standar Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.

Penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005) terhadap 3 sampel chicken nugget yang dijual di daerah Malang, dapat diketahui bahwa ketiga sampel chicken nugget tersebut mengandung pengawet nitrit.

2.3 Sifat Fisik dan Struktur Kimia Nitrit

Nitrat dan nitrit adalah ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan.

(14)

Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui proses oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Bentuk pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrat dan nitrit adalah komponen yang mengandung nitrogen berikatan dengan atom oksigen, nitrat mengikat tiga atom oksigen sedangkan nitrit mengikat dua atom oksigen. Di alam, nitrat sudah diubah menjadi bentuk nitrit atau bentuk lainnya.

Stuktur kimia dari nitrat Struktur kimia dari nitrit

Berat meolkul: 62.05 Berat molekul: 46.006

Pada kondisi yang normal, baik nitrit maupun nitrat adalah komponen yang stabil, tetapi dalam suhu yang tinggi akan tidak stabil dan dapat meledak pada suhu yang sangat tinggi dan tekanan yang sangat besar. Biasanya, adanya ion klorida, bahan metal tertentu dan bahan organik akan mengakibatkan nitrat dan nitrit menjadi tidak stabil. Jika terjadi kebakaran, maka tempat penyimpanan nitrit maupun nitrat sangat berbahaya untuk didekati karena dapat terbentuk gas beracun dan bila terbakar dapat menimbulkan ledakan. Bentuk garam dari nitrat dan nitrit tidak berwarna dan tidak berbau serta tidak berasa. Nitrat dan nitrit bersifat higroskopis (Wahyudi, 2007).

2.4 Dampak Pengawet Nitrit Terhadap Kesehatan

Penggunaan nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrit dapat berikatan dengan

(15)

O-amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik (Cahyadi, 2006). Nitrosamin merupakan zat karsinogenik yang dapat menimbulkan kanker pada berbagai macam jaringan tubuh (Anwar, 2004).

Pengawet nitrit dapat mengakibatkan beberapa dampak yang tidak diingini seperti rasa mual, muntah-muntah, pening kepala dan tekanan darah menjadi rendah, lemah otot serta kadar nadi tidak menentu. Nitrit dalam jumlah besar dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, disusul oleh konvulsi, koma, dan bila tidak ditolong akan meninggal. Keracunan kronis dapat mengakibatkan depresi, sakit kepala (Awang, 2003).

Menurut Wahyudi (2007), apabila nitrit dan nitrat masuk bersamaan dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba usus mengubah nitrit sebagai senyawa yang lebih berbahaya. Karena itu pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis yang penting terhadap keracunan. Selain itu, nitrit di dalam perut akan berikatan dengan protein membentuk N-nitroso, komponen ini juga dapat terbentuk bila daging yang mengandung nitrat atau nitrit dimasak dengan panas yang tinggi. Komponen ini sendiri diketahui menjadi salah satu bahan karsinogenik seperti timbulnya kanker perut pada manusia.

Nitrit juga dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah karena efek vasodilatasinya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa nausea, vomitus, nyeri abdomen, nyeri kepala, pusing, penurunan tekananan darah dan takikardi, serta sianosis dapat muncul dalam jangka waktu beberapa menit sampai 45 menit. Pada

(16)

kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir dan membran mukosa. Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total hemoglobin dalam darah, saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat pemeriksaan. Bila mengalami keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar seperti stupor, koma atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat tergantung dari terapi yang diberikan (Wahyudi, 2007).

Penggunaan nitrit pada produk kornet, sosis, dan produk daging giling lainnya tidak boleh melebihi 150ppm. Orang yang mengkonsumsi produk makanan yang menggunakan pengawet nitrit berlebihan akan mengalami sakit di bagian kepala dan muka memerah yang muncul dalam 30 menit setelah mengkonsumsi makanan tersebut (Candra, 2007). Batas penggunaan nitrit di negara-negara Barat telah diturunkan dari 150 ppm menjadi hanya 50 ppm saja, karena terbukti adanya kemungkinan terbentuknya senyawa nitrosamin yang bersifat karsinogenik (Anwar, 2004).

Nitrit juga dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah karena efek vasodilatasinya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa nausea, vomitus, nyeri abdomen, nyeri kepala, pusing, penurunan tekananan darah dan takikardi, serta sianosis dapat muncul dalam jangka waktu beberapa menit sampai 45 menit. Pada kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir dan membran mukosa. Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total hemoglobin dalam darah, saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat pemeriksaan. Bila mengalami keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar seperti stupor, koma

(17)

atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat tergantung dari terapi yang diberikan (Wahyudi, 2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005), pengawet nitrit berbahaya karena penggunaan nitrit dapat bereaksi dengan amin sekunder, seperti prolin atau derivat poliamin yang ada dalam bahan makanan pada kondisi pH yang sama dengan lambung dan membentuk senyawa karsinogen (penyebab kanker).

2.5 Jenis-Jenis Bahan Pengawet

Bahan pengawet, menurut Cahyadi (2009), dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Zat Pengawet Organik Zat pengawe organik yang masih sering dipakai

adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit.

2. Zat Pengawet Anorganik Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam betuk garamnya. Contoh: asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan lain-lain.

Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses kyuring daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikrobia seperti Clostridium botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang mematikan. Penggunaan bahan ini menjadi semakin luas karena manfaat nitrit dalam pengolahan daging (seperti sosis, kornet, ham, dan hamburger) selain sebagai pembenuk warna dan bahan pengawet antimikrobia, juga berfungsi sebagai pembentuk faktor sensori lain, yaitu aroma dan cita rasa. Akan tetapi,

(18)

penggunaan Na-nitrit dapat menimbulkan efek yang membahayakan karena nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik (Cahyadi, 2009).

Menurut Cahyadi (2009), reaksi pembentukan nitrosamin dalam pengolahan atau dalam perut bersuasana asam adalah sebagai berikut:

R2NH + N2O3 R2N.NO + HNO2 (amin sekunder)

R3N + N2O3 R2N.NO + RNO2 Nitrosoamina (karsinogenik)

Penggunaan nitrat sebagai pengawet memang terbukti mampu mencegah perkembangan bakteri Clostiridium botulinum penyebab keracunan makanan. Namun kajian lain juga menemukan bahwa bahan nitrat atau nitrit yang digunakan sebagai pengawet daging dapat membentuk nitrosamin yang bersifat toksik dan karsinogenik. Jika bahan ini seringkali masuk ke dalam tubuh bersama makanan yang dimakan dalam rentang waktu yang lama, dikhawatirkan dapat menimbulkan kanker (Benowitz, 2007).

(19)

2.6 Kerangka Konsep

Sosis menggunakan pengawet nitrit pada proses pengolahan. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar nitrit yang tedapat dalam sosis kemudian disesuaikan dengan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Sosis

Kandungan Nitrit

Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999

Tidak memenuhisyarat Memenuhi syarat

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep PenelitianSosis

Referensi

Dokumen terkait

1) Daging dipilih (daging berlemak dan tanpa lemak), ditimbang, dipotong, dihaluskan kemudian dicampur dengan bahan lain. Campuran ini kemudian dicetak sesuai bentuk yang

Santan adalah emulsi minyak dalam air yang diperoleh dari ekstraksi daging buah kelapa yang dihaluskan dengan air.. Santan dimanfaatkan sebagai bahan untuk memasak dan membuat

Kualitas kimiawi daging yang baik dapat dilihat dari kandungan protein, lemak, nilai total asam pada daging serta nilai aktivitas air.. Kualitas mikrobiologis secara umum dapat

Udang, ikan dan telur dicampur dan diaduk rata lalu masukkan daging babi diaduk rata, masukkan garam, lada, penyedap rasa dan yg terakhir masukkan tepung sagu sambil diuleni /

SNI 01-3818-2014 mendefinisikan bakso daging adalah produk olahan daging yang dibuat dari daging ternak yang dicampur pati dan bumbu-bumbu, dengan atau

Menurut Badan Standar Nasional (BSN) sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau

MATERI DAN METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dendeng sapi giling yang dibuat dari daging sapi yang digiling dicampur dengan bumbu- bumbu seperti garam, gula,

ABSTRAK Bakso daging adalah produk olahan daging yang dibuat dari daging hewan ternak yang dicampur pati dan bumbu-bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lainnya, dan atau