• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pondasi

Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara, dam atau tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam dunia teknik sipil untuk mendefinisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penyokong atau penopang bangunan dan meneruskan semua beban bangunan di atasnya (upper

structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi

bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban-beban yang bekerja, gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain-lain. Di samping itu, tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang diijinkan.

Berdasarkan Struktur Beton Bertulang, pondasi berfungsi untuk :

1. Mendistribusikan dan memindahkan beban-beban yang bekerja pada struktur bangunan di atasnya ke lapisan tanah dasar yang mendukung struktur tersebut.

2. Mengatasi penurunan yang berlebihan dan penurunan tidak sama pada struktur.

3. Memberi kestabilan pada struktur dalam memikul beban horizontal akibat beban angin, gempa, dan lain-lain.

Pondasi bangunan biasanya dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung dari letak tanah kerasnya dan perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi. Pondasi dangkal kedalamannya kurang atau sama dengan lebar pondasi dan dapat digunakan jika lapisan tanah kerasnya terlekat dekat dengan permukaan tanah. Sedangkan pondasi dalam digunakan jika lapisan tanah keras berada jauh dari permukaan tanah. Untuk memilih pondasi yang memadai, perlu juga diperhatikan apakah pondasi itu cocok

(2)

untuk berbagai keadaan di lapangan dan memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya.

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwasanya pondasi dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal dapat dibedakan atas beberapa jenis, yaitu pondasi telapak, pondasi cakar ayam, pondasi sarang laba-laba, pondasi gasing, pondasi grid dan pondasi hypar (pondasi berbentuk parabola-hyperbola). Sedangkan pondasi dalam terdiri dari pondasi sumuran, pondasi tiang, dan pondasi caisson.

Secara umum, permasalahan pondasi dalam lebih rumit daripada pondasi dangkal. Untuk itu, pada laporan Tugas Akhir ini, Penulis memfokuskan pembahasan terhadap pondasi dalam yakni pondasi tiang pancang.

2.2 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Penyelidikan tanah adalah salah satu dalam bidang geoteknik yang dilakukan untuk memperoleh sifat dan karakteristik tanah dalam kepentingan rekayasa (engineering). Ada dua jenis penyelidikan tanah yang biasa dilakukan, yakni penyelidikan lapangan (in situ test) dan penyelidikan laboratorium (laboratory test).

Penyelidikan lapangan pada umumnya terdiri dari boring seperti hand boring atau machine boring, SPT (Standard Penetration Test), CPT (Cone Penetration Test), DCP (Dynamic Cone Penetration), PMT (Pressumeter Test), DMT (Dilatometer

Test), Sand Cone Test, dll. Sedangkan penyelidikan yang dilakukan di laboratorium

terdiri dari uji index properties tanah (seperti water content, spesific gravity,

atterberg limit, sieve analysis, unit weight, dll) dan engineering properties tanah

(seperti direct shear test, consolidation test, triaxial test, permeability test,

compaction test, CBR test, dll).

Pemilihan jenis pengujian yang dilakukan sangat tergantung kepada jenis konstruksi yang akan dikerjakan pada lokasi. Jenis penyelidikan akan berbeda untuk bangunan tinggi, galian dalam (deep excavation), timbunan (fill), terowongan (tunneling), jalan raya (hihgway), bendungan, dll. Penyelidikan tanah yang dilakukan harus memenuhi standard-standard yang telah diakui secara internasional seperti yang

(3)

biasa digunakan di Indonesia yakni ASTM (American Society for Testing and

Material). Di bawah ini contoh-contoh ASTM yang sering digunakan di Indonesia

dalam penyelidikan tanah :

 ASTM D2216 : untuk standard pengujian kadar air tanah (water content)  ASTM D420 : untuk standard pengambilan sampel tanah di lapangan  ASTM 4318 : untuk standard pengujian Atterbeg Limit

 ASTM D421 : untuk standard pengujian Sieve Analysis  ASTM D422 : untuk standard pengujian Hydrometer Analysis  ASTM D854 : untuk standard pengujian Specific gravity

 ASTM D698 dan ASTM D1557 : untuk standard Compaction Test

 ASTM D2434 : untuk standard Falling Head dan Constant Head Permeability

Test

 ASTM D2850 : untuk standard Triaxial Test  ASTM D3080 : untuk standard Direct Shear Test  ASTM D1883 : untuk standard CBR Test

 ASTM D3385 : untuk standard Cone Penetration Test

Penyelidikan tanah yang dilakukan bertujuan antara lain :

a) Mengetahui stratigrafi atau sistem pelapisan tanah di lokasi. Stratigrafi tanah dapat diperoleh berdasarkan hasil boring atau drilling di lapangan hingga mencapai kedalaman tanah keras dengan N-SPT > 50 untuk jenis tanah pasir dan N-SPT > 30 untuk jenis tanah lempung.

b) Mengetahui kedalaman muka air tanah (ground water level) di lokasi. Hal ini dapat diperoleh dari hasil boring machine.

c) Mengambil sampel tanah (undisturbed sample) dari lokasi untuk dilakukan pengujian laboratorium. Hal ini dapat diperoleh dari boring machine.

d) Mengetahui sifat fisis tanah di lokasi. Hal ini dapat diperoleh dengan melakukan pengujian sampel dari lapangan di laboratorium seperti water

(4)

e) Mengetahui sifat kompressibilitas tanah di lokasi seperti nilai indeks kompressibilitas tanah keras (Cc), konstanta konsolidasi (Cv). Parameter ini dapat diperoleh dari hasil consolidation test.

f) Mengetahui kekuatan tanah pada setiap kedalaman tertentu hingga kedalaman tanah keras. Hal ini dapat diperoleh melalui pengujian Cone Penetration Test di lapangan. Selain itu, dengan menggunakan beberapa korelasi empiris yang telah banyak digunakan selama ini, maka dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan tanah dengan menggunakan hasil pengujian CPT.

g) Mengetahui kekuatan tanah pada setiap kedalaman tertentu. Hal ini dapat diperoleh dari hasil Standard Penetration Test (SPT) yang dinyatakan dengan jumlah pukulan per 30 cm penetrasi.

Sifat dan karakteristik tanah yang telah diperoleh dapat digunakan untuk : a) Menentukan daya dukung pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi

dalam (deep foundation).

b) Mengevaluasi besarnya penurunan tanah akibat beban kerja baik penurunan segera (immediatelly settlement), penurunan konsolidasi (consolidation

settlement), dan penurunan setempat (differential settlement).

Program penyelidikan tanah pada suatu bangunan secara umum dapat dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu :

1) Memisahkan informasi yang telah ada dari bangunan yang akan didirikan Informasi ini meliputi tipe bangunan dan penggunaannya di masa depan, ketentuan peraturan bangunan lokal dan informasi tentang kolom bangunan berikut dinding - dinding pendukung beban.

2) Mengumpulkan informasi yang telah ada untuk kondisi tanah dasar setempat Program penyelidikan tanah akan menghasilkan penghematan yang besar bila para geolog yang mengepalai proyek tersebut lebih dahulu melakukan penelitian yang cermat terhadap informasi yang telah ada tentang kondisi tanah di tempat tersebut karena informasi - informasi tersebut dapat memberikan gambaran yang lebih dalam tentang jenis - jenis dan masalah -

(5)

masalah tanah yang mungkin akan dijumpai pada saat pengeboran tanah yang sebenarnya.

3) Peninjauan lapangan ke tempat lokasi proyek yang direncanakan

Geolog yang bersangkutan sebaiknya melakukan inspeksi visual terhadap lokasi dan daerah sekitarnya, karena dalam banyak kasus informasi yang diperoleh dari peninjauan lapangan seperti itu akan sangat berguna pada perencanaan selanjutnya.

4) Peninjauan lapangan terperinci

Pada tahap ini termasuk pelaksanaan beberapa uji pengeboran di lokasi dan pengumpulan sampel tanah asli dan tidak asli dari berbagai kedalaman untuk diinspeksi langsung atau diuji di laboratorium.

Ada beberapa metode untuk melaksanakan pengeboran di lapangan. Salah satu yang paling sederhana adalah dengan menggunakan auger. Ada juga pengeboran dengan sistem putar (rotary drilling), pengeboran sistem cuci (washing boring), dan pengeboran sistem tumbuk (percussion drilling). Untuk pengambilan sampel tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan menggunakan alat split spoon

standard, dengan tabung berdinding tipis, dan pengambilan sampel tanah dengan alat

piston.

2.2.1. Kemampatan dan Konsolidasi Tanah

Tanah mempunyai sifat kemampumampatan tanah yang sangat besar apabila dibandingkan dengan bahan konstruksi seperti baja atau beton. Baja dan beton itu merupakan bahan yang tidak mempunyai air pori. Itulah sebabnya, volume pemampatan baja dan beton tidak mempunyai masalah. Sebaliknya, karena tanah mempunyai pori-pori yang besar, maka pembebanan biasa akan mengakibatkan deformasi tanah yang besar pula. Hal ini tentu akan mengakibatkan penurunan pondasi yang akhirnya akan mengakibatkan kerusakan konstruksi.

Selain itu, terdapat perbedaan yang mendasar antara tanah dengan bahan – bahan konstruksi lain, yakni karakteristik tanah didominasi oleh karakteristik

(6)

mekanisme seperti permeabilitas tanah atau kekuatan geser tanah yang berubah – ubah sesuai dengan pembebanan yang terjadi pada tanah tersebut.

Mengingat kemampumampatan butiran tanah dan air secara teknis sangat kecil sehingga dapat diabaikan, maka proses deformasi tanah akibat beban luar dapat dipandang sebagai suatu gejala penyusutan pori. Akibat beban yang bekerja pada tanah, susunan butiran dan kerangka struktur butiran tanah berubah sehingga perbandingan angka pori (void ratio) menjadi kecil serta mengakibatkan terjadinya deformasi pemampatan.

Jika beban yang bekerja pada tanah itu kecil, maka deformasi terjadi tanpa pergeseran pada titik-titik antara butiran tanah. Deformasi pemampatan tanah yang terjadi menunjukkan gejala elastis sehingga apabila beban tersebut ditiadakan, tanah akan kembali pada bentuk semula.

Air dalam pori-pori tanah yang jenuh air perlu dialirkan keluar supaya penyusutan pori tersebut sesuai dengan deformasi atau perubahan struktur butiran tanah seperti yang tampak pada gambar.

Permeabilitas tanah kohesif lebih kecil dibandingkan permeabilitas tanah butiran, maka pengaliran air keluar membutuhkan waktu yang cukup lama. Jadi untuk mencapai keadaan deformasi yang tetap sesuai dengan beban yang bekerja, dibutuhkan suatu jangka waktu yang lama. Hal demikian dinamakan peristiwa konsolidasi. Maka, dengan adanya pemadatam, berat isi dan kekuatan tanah akan meningkat.

(7)

2.2.2. Sondering Test / Cone Penetration Test (CPT)

Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat sondir yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60° dan dengan luasan ujung 1,54 in2 (10 cm2). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan tetap 20 mm/detik, sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) juga terus diukur.

Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2, atau kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm2 atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar.

Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.

Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah.

Ada 2 (dua) tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu :

1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya kecil;

(8)

2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang.

Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut :

1. Hambatan Lekat (HL)

HL = (JP − PK) x

(2.1) 2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)

JHL = ∑

HL

(2.2) dimana :

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2) PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2)

A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm) B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m).

Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan

(9)

menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.

Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah, maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (FR) terhadap kedalaman tanah.

(10)

2.2.3. Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya

dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.

Gambar. 2.3. Skema Uji Standard Penetration Test

Tujuan dari percobaan Standard Penetration test (SPT) ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehinggan diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil sampelnya. Percobaan Standard Penetration test (SPT) ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a) Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor, split spoon sampler, hammer, dan lain – lain;

b) Letakkan dengan baik penyanggah (tripod), tempat bergantungnya beban penumbuk;

(11)

c) Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor;

d) Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm;

e) Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value); Contoh :

N1 = 10 pukulan/15 cm N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm

Maka total jumlah pukulan (N) adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan;

f) Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box;

g) Gambarkan grafik hasil percobaan SPT;

Catatan: Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4x interval pengambilan dimana interval pengambilan SPT = 2 m.

Uji SPT ini dapat dilakukan untuk hampir semua jenis tanah. Berdasarkan pengalaman yang cukup lama, berbagai korelasi empiris dengan parameter tanah telah didapatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari pengujian Standard

Penetration test (SPT) dan hubungan antara kepadatan relatif dengan sudut geser

(12)

Tabel.2.1. Hubungan Dϒ, Ø, dan N dari tanah pasir (Sosrodarsono, 1983)

Nilai N

Kepadatan Relatif

= −

Sudut Geser Dalam

Menurut Peck Menurut Meyerhoff

0 – 4 Sangat lepas 0 – 0,2 < 28,5 < 30 4 – 10 Lepas 0,2 – 0,4 28,5 – 30 30 – 35 10 – 30 Sedang 0,4 – 0,6 30 – 36 35 – 40 30 – 50 Padat 0,6 – 0,8 36 – 41 40 – 45 > 50 Sangat Padat 0,8 – 1,0 > 41 > 45 2.3 Pondasi Tiang

Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya vertikal / tegak lurus / orthogonal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi. (Sosrodarsono dan

Nakazawa, 2000).

Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam. Pondasi tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang diterimanya dari konstruksi di atasnya ke lapisan tanah yang lebih dalam.

Selain itu, pondasi jenis ini juga dapat digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat ke atas terutama pada bangunan-bangunan tingkat tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat angin. Tiang-tiang juga digunakan untuk mendukung bangunan dermaga. (Hardiyatmo, 2003). Teknik pemasangan pondasi tiang dapat dilakukan dengan pemancangan tiang-tiang baja / beton pracetak atau dengan membuat tiang-tiang beton bertulang yang langsung dicor di tempat (cast in place), yang sebelumnya telah dibuatkan lubang terlebih dahulu.

(13)

Pada umumnya pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) di dalam tanah, tetapi apabila diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gaya-gaya horizontal. Sudut kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang digunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaan.

2.4 Klasifikasi Pondasi Tiang

Berdasarkan metode instalasinya, pondasi tiang pada umumnya dapat diklasifikasikan atas :

1) Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang dipancang ke dalam tanah sampai kedalaman yang cukup untuk menimbulkan tahanan gesek pada selimutnya atau tahanan ujungnya. Pemancangan tiang dapat dilakukan dengan memukul kepala tiang dengan menggunakan palu jatuh (drop hammer), diesel

hammer, dan penekan secara hidrolis (hydraulic hammer).

2) Tiang Bor

Sebuah tiang bor dikonstruksikan dengan cara menggali sebuah lubang bor yang kemudian diisi dengan material beton dengan memberikan penulangan terlebih dahulu.

2.5 Penggolongan Pondasi Tiang Pancang

Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain type dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri-ciri topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah dan berdasarkan material yang digunakan.

(14)

2.5.1 Pondasi tiang pancang berdasarkan cara penyaluran beban

Berdasarkan cara penyaluran beban, tiang pancang terbagi tiga jenis yaitu : 1. Pondasi Tiang Pancang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile)

Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan tanah pendukung.

Gambar . 2.4. Pondasi Tiang dengan tahanan ujung (Sardjono, H.S.,1998)

2. Pondasi Tiang Pancang dengan tahanan gesekan (Friction Pile)

Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus tidak menyebabkan tanah di antara tiang-tiang menjadi padat, sedangkan bila butiran tanah kasar maka tanah di antara tiang-tiang akan semakin padat.

Gambar . 2.5. Pondasi Tiang dengan Tahanan Gesekan (Sardjono, H.S., 1998)

3. Pondasi Tiang Pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile)

Bila tiang dipancangkan pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah di sekitar dan permukaan tiang.

(15)

Gambar. 2.6. Pondasi Tiang dengan Tahanan Lekatan (Sardjono, H.S., 1988)

2.5.2 Pondasi tiang pancang berdasarkan material yang digunakan

Berdasarkan material yang digunakan, pondasi tiang terbagi atas empat jenis yaitu tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja dan tiang pancang komposit.

1. Tiang Pancang Kayu

Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon dan biasanya diberi bahan pengawet. Pada pemakaian tiang pancang kayu tidak diizinkan untuk menahan beban lebih tinggi dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang. Tiang kayu akan tahan lama apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah dan akan lebih cepat busuk jika dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti-ganti. Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap benda-benda agresif dan jamur yang bisa menyebabkan pembusukan.

Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :

Tiang pancang kayu relatif sehingga mudah dalam pemancangan;

Kekuatan tariknya besar sehingga pada waktu diangkat untuk pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti pada tiang pancang beton precast;

Muda untuk pemotongannya apabila tiang kayu sudah tidak dapat masuk lagi ke dalam tanah;

(16)

Tiang pancang kayu lebih sesuai untuk friction pile daripada end

bearing pile karena tekanannya relatif kecil;

Gambar. 2.7. Tiang Pancang Kayu

Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :

Karena tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air tanah yang terendah agar dapat tahan lama, maka jika letak air tanah terendah tersebut sangat dalam, hal ini akan menambah biaya untuk penggalian;

Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan tiang pancang baja atau beton, terutama pada daerah yang tinggi air tanahnya sering naik turun;

Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu ujung tiang pancang kayu ini bisa rusak atau remuk.

2. Tiang Pancang Beton

Tiang pancang beton terbuat dari bahan beton bertulang yang terdiri dari beberapa jenis, yaitu :

a. Precast Reinforced Concrete Pile

Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang

yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat dan keras, diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang beton ini dapat memikul beban lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, tetapi tergantung pada dimensinya.

(17)

Penampang precast reinforced concrete pile dapat berupa lingkaran, segiempat, dan segidelapan.

Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile :

Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan tekan yang besar tergantung pada mutu beton yang digunakan;

Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing ataupun friction pile; Tahan lama dan tahan terhadap pengaruh air ataupun bahan-bahan

korosif asal selimut beton cukup tebal untuk melindungi tulangannya. Karena tidak berpengaruh oleh muka air tanah maka tidak memerlukan

galian tanah yang banyak untuk poernya.

Kerugian pemakaian precast reinforced concrete pile :

Karena berat sendirinya besar maka biaya pengangkutannya akan mahal, oleh karena itu precast reinforced concrete pile dibuat di tempat pekerjaan;

Tiang pancang beton ini baru dipancang apabila sudah cukup keras. Hal ini berarti memerlukan waktu yang lama untuk menunggu sampai tiang pancang beton ini bisa digunakan;

Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lebih lama juga;

Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada alat pancang (pile driving) yang tersedia, maka akan sukar untuk melakukan penyambungan dan memerlukan alat penyambung khusus; Apabila dipancang di sungai atau di laut, seperti pada gambar di

bawah ini:

(18)

Ada bagian dari tiang yang berada di atas tanah (bagian A-B). Bagian A-B terhadap beban vertikal akan bekerja sebagai kolom, jadi di sini ada tekuk (buckling). Sedangkan terhadap beban horizontal H akan bekerja sebagai balok kantilever. Jadi tiang pancang beton bertulang akan memerlukan penulangan yang kuat untuk memikul beban-beban tersebut.

Adapun bentuk-bentuk penampang tiang pancang : a. Bentuk persegi (segiempat) : Square Pile

b. Bentuk segidelapan : Oktogonal pile c. Bentuk lingkaran

d. Bentuk patent

b. Precast Prestressed Concrete Pile

Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton prategang

yang menggunakan baja dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya. Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile :

Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi; Tiang pancang tahan terhadap karat;

Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi. Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile :

Sukar ditangani;

Biaya pembuatannya mahal;

Pergeseran cukup banyak sehingga prategangnya sukar disambung.

(19)

c. Cast in Place

Tiang pancang cast in place adalah pondasi yang dicetak di tempat pekerjaan dengan terlebih dahulu membuatkan lubang dalam tanah dengan cara mengebor.

Pelaksanaan cast in place dapat dilakukan dengan dua cara :

1) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik ke atas; 2) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian diisi

dengan beton, sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal dalam tanah. Keuntungan pemakaian cast in place :

Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjaan;

Tiang tidak perlu diangkat, jadi tidak ada resiko kerusakan dalam pengangkutan;

Panjang tiang dapat disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Kerugian pemakaian cast in place :

Kebanyakan dilindungi oleh hak patent;

Pelaksanaannya memerlukan peralatan khusus;

Beton dari tiang yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat dikontrol.

Tiang pancang cast in place terdiri dari beberapa jenis tiang, yaitu tiang

franki, solid-point pipe piles,steel pipe piles,Raymond concrete pile, simplex concrete pile,based driven cased pile, dropped in shell concrete pile, dropped in shell concrete pile with compressed base section dan button dropped in shell concrete pile.

1. Franki Pile (Tiang Franki)

Tiang Franki adalah termasuk salah satu tipe dari tiang beton yang dicor setempat (cast in place pile).

Adapun cara pelaksanaannya yakni sebagai berikut :

a) Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan beton yang dicor di dalam ujung pipa dan telah mengeras (kering).

b) Dengan penumbuk yang jatuh bebas (drop hammer) sumbat beton itu ditumbuk. Akibat daripada penumbukan tersebut maka sumbat beton berikut pipanya akan masuk ke dalam tanah.

(20)

c) Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan, kemudian pipa diisi dengan beton sambil terus ditumbuk dan pipanya ditarik ke luar atau ke atas.

d) Tahap terakhir yaitu penyelesain tiang franki. Di sini sumbat beton menjadi melebar, sehingga ujung bawah akan berbentuk seperti jamur (the mushroom base). Sedangkan permukaan tiang tidak lagi rata, akan tetapi akan menjadi sangat kasar. Karena ujung tiang menjadi besar dengan sendirinya tahanan ujung menjadi besar pula sehingga tahanan geser dan lekatan tiang akan menjadi besar pula karena tiang sangat kasar.

Gambar. 2.10. Tiang Franki (Franki Pile)

2. Solid – Point Pipe Piles (Closed – End Pile)

Solid – point pipe piles adalah jenis tiang cast in place yang disumbat

bahan yang terbuat dari besi tuang (cast-iron).

(21)

Adapun cara pelaksanaannya yakni sebagai berikut :

a) Ujung tiang dari besi tuang (cast-iron) dimasukkan ke dalam tanah, kemudian pipa diletakkan di atasnya. Pada ujung atas pipa dipasang topi kemudian pipa dipancang.

b) Pipa dipancang ke dalam tanah.

c) Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan, pemancangan dihentikan dan bagian atas pipa. Jika masih terlalu panjang, maka harus dipotong, kemudian pipa diisi dengan beton. Tapi jika pipa kurang panjang, dapat dilakukan penyambungan dengan “a

cast-steel drive sleeve”. Alat penyambung ini dimasukkan ke dalam pipa

yang akan disambung kemudian pipa penyambung diletakkan di atasnya dan pemancangan dapat dilanjutkan/diteruskan. Penyambungan dapat pula dilakukan dengan sambungan las. Tiang jenis ini dapat diperhitungkan sebagai end-bearing pile maupun

friction pile.

Keuntungan dari jenis pondasi ini yaitu :  Ringan dalam transport dan pengangkatan  Mudah dalam pemancangan

 Kekuatan tekannya besar.

3. Open – End Steel Pipe Piles

Open – end steel pipe piles adalah jenis tiang pancang yang terbuat

dari pipa baja dengan ujung bawah terbuka.

(22)

Adapun cara pelaksanaannya sebagai berikut:

a) Pipa baja dengan ujung bawah terbuka dipancang masuk ke dalam tanah

b) Bila pipa kurang panjang, pipa dapat disambung. Adapun cara penyambungannya dengan tipe solid point steel – pipe pile.

c) Bila pipa telah mencapai kedalaman yang direncanakan, pemancangan dihentikan kemudian tanah yang berada di dalam pipa dikeluarkan. Hal ini dapat dilakukan dengan penyemprotan air (water jet), tekanan udara (compressed), coring out dan sebagainya. d) Pipa telah bersih dari tanah yang berada di dalam pipa.

e) Pipa diisi dengan beton.

Tiang tipe ini dapat pula diperhitungkan sebagai end bearing pile maupun sebagai friction pile. Keuntungan tiang tipe ini yaitu pada saat pemancangan, tidak akan mengganggu bangunan-bangunan yang berada di sekitar tempat pemancangan seperti halnya pada pemancangan-pemancangan

precast reinforced concrete maupun closed end pile. Selain itu, tiang lebih

mudah diangkat karena ringan dan kekuatan tiang pun besar.

4. Raymond Concrete Pile

Tiang Raymond ini termasuk salah satu tipe tiang beton yang dicor setempat dan pertama-tama digunakan sebagai tiang geseran. Tiang Raymond ini makin ke ujung bawah, diameternya makin kecil (biasanya setiap 2,5 ft diameter berkurang 1 inch). Oleh karena itu, untuk panjang tiang yang relatif pendek akan menghasilkan tahanan yang lebih besar dibandingkan dengan tiang yang primatis (diameternya konstan sepanjang tiang). Tiang Raymond ini terdiri dari pipa shell yang tipis dan terbuat dari baja dengan diberi alur berspiral sepanjang pipa.

Cara pelaksanaan tiang ini sebagai berikut :

a) Karena shell tersebut tipis, maka pada waktu pemancangan diberi ini (core) dari pipa baja yang kuat.

(23)

b) Shell bersama-sama dengan inti (core) dipancang ke dalam tanah, sampai mencapai kedalaman yang direncanakan.

c) Kemudian inti (core) ditarik ke luar.

d) Selanjutnya kedalaman shell tersebut dicor beton. Adapun panjang tiang Raymond ini maksimum 37,5 ft (± 11,25 m).

Gambar. 2.13. Raymond Pile

5. Simplex Concrete Pile

Jenis tiang ini dapat dipancang melalui tanah yang lembek maupun kedalaman tanah yang keras. Setelah pipa ditarik bidang keliling (kulit), beton langsung menekan tanah di sekitarnya. Karena itu, tanah harus cukup kuat dan padat untuk mendapatkan beton yang cukup kuat dan padat pula. Kalau tanah tidak cukup kuat dan padat, maka ke dalam pipa dimasukkan pipa shell yang tipis dengan diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan diameter pipa luar, kemudian beton dicor dan pipa sebelah luar ditarik ke atas.

Gambar. 2.14. Simplex Concrete Pile

Adapun cara pelaksanaan tiang simplex ini yaitu :

a) Pipa dirancang dengan ujung bawah diberi sepatu baja sampai mencapai kedalaman yang direncanakan.

(24)

b) Setelah cukup, kemudian kedalaman pipa dicor beton sambil menarik pipa ke atas. Apabila tanah di sekeliling tiang kurang padat, maka ke dalam pipa dimasukkan shell pipa tipis sebelum pipa dicor beton.

c) Setelah telah terpasang ke dalam pipa, maka pipa dapat dicor beton dan tiang simplex pun selesai. Tiang ini dapat diperhitungkan sebagai end-bearing pile maupun friction pile.

6. Base – Driven Cased Pile

Base – driven cased pile adalah jenis tiang yang dicor setempat dengan

pipa baja (casing) yang tetap tinggal di dalam tanah dan tidak ditarik ke atas.

Casing atau pipa baja tersebut terbuat dari plate yang dilas berbentuk pipa.

Diameter pipa berkisar antara 10 sampai 28 inch (25 sampai dengan 70 cm). Panjang tiang dapat ditambah dengan cara dilas (penyambungan). Pada ujung pipa diberi sepatu besi dan sumbat beton yang dicor terlebih dahulu seperti halnya pada tiang franki.

Adapun cara pelaksanaannya yakni sebagai berikut:

a) Pipa baja (casing) yang telah diberi sumbat dipasang pada leader alat pancang (the leader of the pile driving).

b) Palu (hammer) dijatuhkan bebas ke dalam pipa sehingga menumbuk sumbat beton dan pipa masuk ke dalam tanah.

c) Kalau memerlukan penambahan panjang tiang dapat dilaksanakan dengan cara penyambungan (dilas).

d) Kemudian pemancangan dilanjutkan lagi sampai mencapai kedalaman yang telah direncanakan.

e) Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud, pemancangan dihentikan dan beton dicor ke dalam pipa. Tiang jenis ini dapat diperhitungkan sebagai end-bearing pile maupun friction pile.

(25)

Gambar. 2.15. Base-driven Cased Pile

Keuntungan penggunaan jenis tiang ini yaitu :

 Pipa (casing pile) ringan dalam pengangkatannya.

 Penambahan dan pemotongan panjang tiang dapat dilakukan dengan mudah.

 Karena ringan, maka pemancangan tidak membutuhkan alat pancang yang berat seperti precast concrete pile.

7. Dropped – in Shell Concrete Pile

Dropped – in shell concrete pile adalah jenis tiang cor setempat tanpa

adanya pipa (casing) permanent yang tetap tinggal dalam tanah. Sebagai ganti dari pipa digunakan shell logam tipis yang dimasukkan ke dalam pipa luar kemudian dicor. Setelah selesai dicor, pipa (casing) luar ditarik ke luar. Bila casing luar ditarik, maka akan terjadi rongga di sekeliling shell dimana rongga tersebut akan diisi dengan kerikil. Dengan demikian kerikil akan memperbesar getaran antara tanah dengan tiang.

Tiang jenis ini digunakan apabila pembuatan tiang yang dicor setempat tanpa adanya casing luar sulit dilaksanakan. Hal ini biasa terjadi pada tanah pasir. Adapun diameter casing luar berkisar antara 12 sampai 20 inch (30-50 cm) dengan panjang 75 ft (22,50 cm).

Adapun pelaksanaan tiang jenis ini yaitu sebagai berikut:

a) Perlengkapan tiang terdiri dari casing luar (pipa bagian luar) dan

(26)

secara bersamaan ke dalam tanah hingga mencapai lapisan tanah keras.

b) Setelah sampai ke lapisan tanah keras, core ditarik ke atas dan shell dimasukkan ke dalam casing tersebut. Shell terbuat dari logam tipis dengan permukaan berbentuk spiral.

c) Kemudian dilakukan pengecoran beton ke dalam shell sampai beton penuh dan padat. Setelah itu,masukkan core ke dalam shell sehingga ujung core terletak pada bawah permukaan beton. Kemudian casing ditarik ke luar.

d) Lubang di sekeliling shell diisi dengan kerikil.

Gambar. 2.16. Dropped-in Shell Concrete Pile

8. Dropped – in Shell Concrete Pile with Compressed Base Section

Dropped – in shell concrete pile with compressed base section

dipergunakan apabila lapisan atas tanah merupakan jenis tanah yang sangat lunak yang tidak memungkinkan menggunakan tiang yang dicor setempat tanpa adanya casing.

(27)

Adapun cara pelaksanaannya sebagai berikut :

a) Perlengkapan tiang jenis ini yaitu casing dan core. Core dimasukkan ke dalam casing luar kemudian secara bersamaan dipancang hingga mencapai kedalaman tanah keras.

b) Setelah itu, core ditarik ke luar dari casing dan beton dicor ke dalam casing hingga mencapai ketinggian tanah dimana diperhitungkan tanah mampu menahan beton yang masih mudah (belum kering). Kemudian, core dimasukkan lagi ke dalam casing sampai dasar core bertumpu pada beton.

c) Core dipertahankan tetap pada posisinya dengan cara meletakkan

hammer di atasnya sebagai pemberat, kemudian casing ditarik ke

luar perlahan-lahan hingga dasar casing sama tinggi dengan dasar

core.

d) Selanjutnya, core ditarik ke atas kemudian shell dimasukkan ke dalam casing hingga ujung bawah shell terletak pada beton. Core dimasukkan lagi ke dalam casing hingga ujung bawahnya terletak pada shell. Setelah itu, core ditahan ujungnya dengan hammer lalu

casing ditarik ke luar hingga tinggal shell saja yang ada di dalam

tanah.

e) Kemudian beton dicor ke dalam shell dan lubang di sekelilingnya diisi dengan kerikil.

9. Button – button Dropped Shell – in Shell Concrete Pile

Button – button dropped shell – in shell concrete pile digunakan

terutama di daerah di mana sangat dibutuhkan penambahan daya dukung tiang.

Adapun cara pelaksanaannya sebagai berikut :

a) Pipa dipancang dipancang masuk ke dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah direncanakan.

b) Kemudian shell dimasukkan ke dalam pipa sampai ujung bawahnya terletak pada ujung beton / sepatu beton.

(28)

c) Setelah itu beton dicor ke dalam shell sampai penuh dan casing ditarik ke atas. Lubang di sekeliling shell diisi dengan kerikil untuk memperbesar geseran antara tiang dengan tanah.

Gambar. 2.18. Botton-botton Dropped-in Shell Concrete Pile

3. Tiang Pancang Baja (Steel Pile)

Tiang pancang baja (steel pile) adalah jenis tiang pancang yang terbuat dari bahan baja dan pada umumnya berbentuk profil H. Kekuatan tiang ini sangat besar sehingga dalam transport dan proses pemancangannya, tiang tidak mungkin patah seperti yang sering terjadi pada tiang pancang beton precast. Tiang pancang baja (steel pile) sangat cocok digunakan apabila dibutuhkan tiang pancang yang panjang dan tahanan ujung yang besar. Namun, kelemahannya yaitu sangat mudah mengalami karat (korosi) terutama karat pada bagian tiang yang berada di dalam tanah.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat karat pada tiang pancang baja yaitu teksture (susunan butir) dari komposisi tanah, panjang tiang yang berada di dalam tanah, dan keadaan kelembaban tanah (moisture content).

Pada umumnya, tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah yang disebabkan oleh keadaan udara pada pori-pori tanah (Aerated Condition) dan adanya bahan-bahan organik dari air tanah. Hal ini dapat diatasi dengan melapisi bagian sisi tiang pancang dengan ter (coalter) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” (± 60 cm) di bawah muka air tanah terendah. Selain itu, karat pada bagian tiang yang terletak di atas tanah akibat udara (atmospher

(29)

Gambar. 2.19. Tiang pancang baja (Sardjono, 1991)

4. Tiang Pancang Komposit (Composite Pile)

Tiang pancang komposit (composite pile) adalah jenis tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang.

Tiang pancang komposit (composite pile) terdiri dari beberapa jenis, yakni:

a. Water Proofed Steel Pile and Wood Pile

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian di bawah muka air tanah dan beton untuk bagian atas. Bagian tiang yang terletak di bagian bawah muka air tanah terbuat dari bahan kayu karena kayu akan semakin awet dan tahan lama apabila selalu terendam air atau sama sekali tidak terendam. Namun, kelemahan tiang jenis ini terletak pada sambungannya, yaitu tiang akan lemah apabila menerima gaya horizontal yang permanent.

(30)

Adapun cara pelaksanaannya yakni sebagai berikut :

a) Casing dan core dipancang bersama-sama hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakkan tiang pancang kayu tersebut, dan ini harus terletak di bawah muka air tanah terendah. b) Kemudian core ditarik ke atas dan tiang pancang kayu dimasukkan ke

dalam casing lalu dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Di sini perlu diperhatikan bahwa diameter maksimum tiang pancang kayu harus lebih kecil dibanding diameter dalam casing agar tiang tersebut dapat masuk seluruhnya ke dalam casing.

c) Setelah mencapai lapisan tanah keras, pemancangan dihentikan dan

core ditarik keluar casing. Kemudian beton dicor ke dalam casing

sampai penuh lalu dipadatkan.

b. Composite Dropped in Sheel and Wood Pile

Composite dropped in sheel and wood pile hampir sama dengan tipe water proofed steel pile and wood pile. Bedanya hanya tipe tiang ini menggunakan sheel

yang terbuat dari bahan logam tipis dan permukaannya diberi alur spiral. Adapun cara pelaksanaannya sebagai berikut :

a) Casing dan core dipancang bersamaan hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah terendah.

b) Setelah itu, core ditarik keluar casing dan tiang pancang kayu dimasukkan ke dalam casing lalu dipancang sampai mencapai tanah keras. Pada pemancangan ini harus diperhatikan agar kepala tiang tidak rusak atau pecah.

c) Selanjutnya core ditarik keluar dari casing.

d) Kemudian, masukkan sheel ke dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk persegi dimana tulangan ini dibuat sedemikian rupa sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut.

e) Beton kemudian dicor didalam shell. Setelah shell penuh dan padat,

casing ditarik keluar dan shell ditahan dengan cara meletakkan core di

(31)

f) Lubang bekas casing yang terdapat di sekeliling shell diisi dengan kerikil atau pasir.

Gambar. 2.21. Composite dropped in sheel and wood pile

c. Composite Ungased – Concrete and Wood Pile

Dasar pemilihan jenis tiang composite ungased – concrete and wood pile sebagai berikut :

 Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan apabila menggunakan cast in place concrete pile. Sedangkan apabila menggunakan precast concrete pile, terlalu panjang, akibatnya pengangkutan tiang akan sulit dan relatif mahal.  Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan

tiang pancang kayu akan membutuhkan galian yang besar agar tiang tersebut selalu berada di bawah muka air tanah terendah.

Adapun cara pelaksanaan tiang komposit ini yakni :

a) Casing baja dan core dipancang bersamaan sehingga mencapai kedalaman tertentu di bawah muka air tanah terendah.

b) Core ditarik keluar casing dan tiang pancang kayu dimasukkan ke dalam casing lalu dipancang hingga mencapai tanah keras.

c) Setelah sampai pada tanah keras, core dikeluarkan lagi dari dalam

casing dan beton dicor sebagian di dalam casing. Kemudian core

(32)

d) Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai pada jarak tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola di atas tiang pancang kayu tersebut.

e) Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton hingga penuh dan padat. Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik keluar dari tanah.

f) Tiang pancang komposit telah selesai.

Gambar. 2.22. Composite Ungased Concrete and Wood Pile

d. Composite Dropped – Sheel and Pipe Pile

Dasar pemilihan jenis tiang composite ungased – concrete and wood pile sebagai berikut :

 Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya bila menggunakan cast in

place concrete pile.

 Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang pancang komposit yang bagian bawahnya kayu.

Adapun cara pelaksanaan tiang komposit ini yakni :

a) Casing baja dan core dipancang bersamaan sehingga casing seluruhnya masuk ke dalam tanah. Kemudian core ditarik keluar dari

casing.

b) Tiang pipa baja dimasukkan ke dalam casing lalu dipancang dengan bantuan core hingga mencapai tanah keras.

(33)

d) Kemudian shell dimasukkan ke dalam casing hingga bertumpu pada penumpu yang terletak di ujung atas tiang pipa baja. Apabila diperlukan pembesian maka besi tersebut dapat dimasukkan ke dalam

shell dan dicor sampai padat.

e) Shell yang telah terisi beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan pasir atau kerikil.

Gambar. 2.23. Composite dropped – sheel and pipe pile

e. Franki Composite Pile

Franki composite pile (tiang komposit Franki) prinsipnya hampir sama

dengan Franki Pile (tiang Franki). Perbedaannya yakni pada tiang komposit Franki, bagian atas tiang digunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja.

Adapun pelaksanaan tiang komposit ini yakni sebagai berikut :

a) Pipa dengan sumbat beton yang dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa baja, dipancang hingga mencapai tanah keras.

b) Setelah itu, pipa diisi lagi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa ditarik sedikit ke atas hingga terbentuk beton seperti bola.

c) Tiang beton precast atau tiang baja H dimasukkan ke dalam pipa sampai bertumpu pada bola beton, lalu pipa ditarik keluar dari tanah. d) Rongga di sekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan

(34)

Gambar. 2.24. Franki composite pile

5. Tiang Pancang Beton Khusus

Tiang pancang beton khusus pada umumnya memiliki hak patent. Adapun yang termasuk dalam tiang pancang beton khusus yakni :

a. Tiang Pancang Beton dengan Ujung Bawah diperbesar

Tiang jenis ini sangat cocok digunakan pada tanah masih muda dan akan terkonsolidasi. Adapun tujuan memperbesar ujung bawah tiang ini yaitu untuk meningkatkan daya dukung tiang tersebut. Dengan sendirinya, pada pemancangan tiang seperti ini lebih sukar karena tahanan pada waktu pemancangan lebih besar dibandingkan dengan tiang pancang biasa.

Selain itu, daya dukung tiang ini masih dapat dinaikkan apabila celah kosong disamping sisi tiang diisi dengan kerikil karena hal ini akan mempertinggi gaya geseran tiang tersebut terhadap tanah.

(35)

b. Tiang Pancang Tachechi

Tiang ini ditemukan oleh seorang sarjana kebangsaan Jepang yang bernama Tachechi. Tiang ini dicor terlebih dahulu, baru dilakukan pemancangan. Jadi, tiang ini termasuk jenis precast concrete.

Tiang ini sangat cocok digunakan pada jenis tanah lunak dan biasanya di samping tiang diisi dengan pasir atau kerikil yang bertujuan untuk mempertinggi lekatan antara tiang tersebut dengan tanah.

Dengan adanya cincin-cincin pada jarak-jarak tertentu, maka daya dukung tiang ini akan sangat besar bila dibandingkan dengan tiang pancang biasa. Di bawah ini terdapat tabel berisi perbandingan daya dukung tiang pancang biasa dengan tiang Tachechi.

Gambar. 2.26. Tiang pancang Tachechi

2.6 Perencanaan Pondasi Tiang

Pada perencanaan pondasi tiang, pada umumnya diperkirakan pengaturan tiang – tiangnya terlebih dahulu seperti letak / susunan, diameter dan panjang tiang. Dalam pengaturan tiang – tiang tersebut perlu diperhatikan beberapa hal berikut :

1) Tiang yang berbeda kualitas bahannya atau tiang yang memiliki diameter berbeda tidak boleh dipakai untuk pondasi yang sama;

2) Tiang miring dipakai apabila besarnya gaya horizontal yang bekerja pada kelompok tiang terlalu besar untuk ditampung oleh tiang vertikal;

3) Jarak yang dianjurkan antara tiang dalam satu kelompok adalah antara 0, 60 sampai 2, 0 meter.

(36)

Pada umumnya gaya – gaya luar yang bekerja pada tiang yaitu pada kepala tiang yang meliputi berat sendiri bangunan di atasnya, beban hidup, tekanan tanah dan tekanan air. Sedangkan beban yang bekerja pada tubuh tiang yaitu meliputi berat sendiri tiang, gaya geser negatif pada selimut tiang dan gaya mendatar akibat getaran ketika tiang tersebut melentur.

Gambar. 2.27. Beban yang Bekerja pada Kepala Tiang (Sosrodarsono, S.,1990)

Gambar. 2.28. Beban yang Bekerja pada Tubuh Tiang (Sosrodarsono, S.,1990)

Perencanaan suatu pondasi tiang biasanya dilaksanakan sesuai dengan prosedur sebagai berikut :

1) Menentukan kriteria perencanaan, seperti beban – beban yang bekerja pada dasar tumpuan (poer), parameter tanah, situasi dan kondisi bangunan di sekitar lokasi, besar pergeseran yang diijinkan dan tegangan ijin dari bahan – bahan pondasi;

2) Memperkirakan diameter, jenis, panjang, jumlah dan susunan tiang; 3) Menghitung daya dukung vertikal tiang tunggal (single pile);

4) Menghitung faktor efisiensi dalam kelompok tiang dan daya dukung vertikal yang diijinkan untuk sebuah tiang dalam satu kelompok tiang;

(37)

5) Menghitung beban vertikal yang bekerja pada setiap tiang dalam kelompok tiang;

6) Memeriksa beban yang bekerja pada setiap tiang apakah masih dalam batasan daya dukung yang diijinkan. Apabila tidak sesuai, maka perkiraan diameter, jumlah atau susunan tiang pada prosedur yang kedua harus dihitung kembali kemudian dilanjutkan dengan prosedur berikutnya;

7) Menghitung daya dukung mendatar setiap tiang dalam kelompok;

8) Menghitung beban horizontal yang bekerja pada setiap tiang dalam kelompok; 9) Menghitung penurunan (bila diperlukan);

10) Merencanakan struktur tiang.

2.7 Pemancangan Tiang

Pemancangan tiang pancang adalah usaha yang dilakukan untuk menempatkan tiang pancang di dalam tanah sehingga berfungsi sesuai perencanaan. Pada umumnya pelaksanaan pemancangan dapat dibagi dalam tiga tahap, tahap pertama adalah pengaturan posisi tiang pancang, yang meliputi kegiatan mengangkat dan mendirikan tiang pada pemandu rangka pancang, membawa tiang pada titik pemancangan, mengatur arah dan kemiringan tiang dan kemudian percobaan pemancangan.

Setelah selesai, tahap kedua adalah pemancangan tiang hingga mencapai kedalaman yang direncanakan. Pada tahap ini didalam pencatatan data pemancangan, yaitu jumlah pukulan pada tiap penurunan tiang sebesar 0,25 m atau 0,5 m. Hal ini dimaksudkan untuk memperkirakan apakah tiang telah mencapai tanah keras seperti yang telah direncanakan.

Tahap terakhir biasa dikenal dengan setting, yaitu pengukuran penurunan tiang pancang per - pukulan pada akhir pemancangan. Harga penurunan ini kemudian digunakan untuk menentukan kapasitas dukung tiang tersebut.

2.7.1 Peralatan Pemancangan (Driving Equipment)

Untuk memancangkan tiang pancang ke dalam tanah harus menggunakan alat pancang. Pada dasarnya, peralatan pemancangan tergantung dari sistem pancang. Ada

(38)

dua jenis sistem pancang, yakni sistem pukul (hammer system) dan sistem tekan (hidraulic system). Pada proyek ini, jenis alat yang digunakan yaitu Jack – in Pile sistem tekan statis (Hydraulic Static Pile Driver System).

2.7.2 Hal-hal yang Menyangkut Masalah Pemancangan

Ada beberapa hal yang sering dijumpai pada saat proses pemancangan. Pada umumnya yang sering terjadi antara lain adalah kerusakan tiang, pergerakan tanah pondasi hingga pada masalah pemilihan peralatan.

1. Pemilihan peralatan

Alat utama yang digunakan untuk memancangkan tiang-tiang pracetak adalah penumbuk (hammer) dan mesin derek (tower). Untuk memancangkan tiang pada posisi yang tepat, cepat dan dengan biaya yang rendah, penumbuk dan dereknya harus dipilih dengan teliti agar sesuai dengan keadaan di sekitarnya, jenis dan ukuran tiang, tanah pondasi dan perancahnya. Faktor - faktor yang mempengaruhi pemilihan alat penumbuk adalah kemungkinan pemancangannya dan manfaatnya secara ekonomis. Karena dewasa ini masalah-masalah lingkungan seperti suara bising atau getaran tidak boleh diabaikan, maka pekerjaan seperti ini perlu digabungkan dengan teknik-teknik pembantu lainnya walaupun sebelumnya telah ditetapkan salah satu cara pemancangan.

2. Pergerakan tanah pondasi

Pemancangan tiang akan mengakibatkan tanah pondasi dapat bergerak karena sebagian tanah yang digantikan oleh tiang akan bergeser dan mengakibatkan bangunan - bangunan yang berada di dekatnya akan mengalami pergeseran.

3. Kerusakan tiang

Pemilihan ukuran dan mutu tiang didasarkan pada kegunaannya dalam perencanaan, tetapi setidaknya tiang tersebut harus dapat dipancangkan sampai ke pondasi. Kasus ini sering terjadi pada pemancangan menggunakan sistem pukul (hammer). Jika tanah pondasi cukup keras dan tiang tersebut cukup panjang, tiang tersebut harus dipancangkan dengan penumbuk (hammer) dan tiang harus dijaga terhadap kerusakan akibat gaya tumbukan dari hammer.

(39)

2.8 Sistem Hidrolis (Hydrolic System)

Sistem hidrolis adalah suatu sistem pemancangan pondasi tiang dengan menggunakan mekanisme hidraulic jacking foundation system, dimana sistem ini telah mendapat hak paten dari United States, United Kingdom, China, dan New Zealand. Nama alat yang digunakan pada sistem hidrolis ini ini yaitu Jack in pile. Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan pararel dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian tiang ditekan ke dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontiniu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran.

Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang menyebabkan didapatkannya posisi titik pancang yang cukup presisi dan akurat. Ukuran diameter piston tersebut adalah 16,5 cm2 dengan luas 427,432 cm2. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok – balok beton atau plat – plat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang.

Jack in pile adalah suatu sistem pemancangan pondasi tiang yang

pelaksanaannya ditekan masuk ke dalam tanah dengan menggunakan dongkrak hidrolis yang diberi beban counterweight sehingga tidak menimbulkan getaran dan gaya tekan dongkrak langsung dapat dibaca melalui manometer sehingga gaya tekan tiang setiap mencapai kedalaman tertentu dapat diketahui.

Sebelum melakukan jack-in, maka diadakan tes sondir dan boring. Dari hasil tes sondir tersebut, rata-rata kedalaman tanah kerasnya akan diketahui yang kemudian dibandingkan dengan perencanaan panjang dan kedalaman tiang. Pengerjaan dengan menggunakan Jack-in Pile ini memiliki keuntungan-keuntungan antara lain, bebas dari kebisingan/getaran dan polusi serta pondasi tipe ini cocok digunakan pada daerah perkotaan atau daerah padat penduduk, mampu memancang pondasi dengan berbagai ukuran mulai dari 200x200 mm sampai 500x500 mm atau juga dapat untuk spun pile dengan diameter 300 sampai dengan 600 mm, dan proses mobilisasi mudah.

(40)

Selain itu, pada Jack-in Pile tidak mungkin terjadi keretakan pada kepala tiang seperti pada sistem pemancangan dan juga tidak mungkin terjadi necking seperti pada sistem bore-pile. Dengan beban ultimate yang besar hingga mencapai 320 ton. Alat penekan tiang pancang yang terletak pada bagian tengah mesin dikelilingi beban

counterweight bergerak menggunakan rel yang dapat berpindah-pindah dengan

bantuan mesin hidrolis pada bagian bawah mesin.

Jack-in Pile ini memiliki 4 buah kaki, yang mana terdiri dari 2 kaki pada

bagian luar (rel besi berisi air) dan 2 kaki pada bagian dalam yang semuanya digerakkan secara hidrolis. Kaki-kaki ini disebut sebagai support sleeper yang digunakan untuk bergerak menuju ke titik-titik yang sudah ditentukan sebelumnya dan diberi tanda. Jack-in Pile type Hydraulic Static Pile Driver memiliki kemampuan mobilisasi dan mampu untuk memancang tiang pancang berdiameter besar.

Alat lain yang digunakan untuk mendukung kinerja alat ini adalah mobile

crane yang berfungsi untuk mengangkat tiang pancang ke dekat alat pancang. Mobile crane sering digunakan dalam proyek-proyek yang berskala menengah namun proyek

tersebut membutuhkan alat untuk mengangkut bahan-bahan konstruksi yang cukup berat, termasuk tiang pancang. Mobile crane digunakan dalam proyek konstruksi dengan area yang cukup luas karena mobile crane mampu bergerak bebas mengelilingi area proyek [Nunnally, 2000].

Cara kerja alat ini secara garis besar adalah sebagai berikut: Langkah 1

Tiang pancang diangkat dan dimasukkan perlahan ke dalam lubang pengikat tiang yang disebut grip, kemudian sistem jack-in akan naik dan mengikat atau memegangi tiang tersebut. Ketika tiang sudah dipegang erat oleh grip, maka tiang mulai ditekan.

Langkah 2

Alat ini memiliki ruang kontrol/kabin yang dilengkapi dengan oil pressure atau hydraulic yang menunjukkan pile pressure yang kemudian akan dikonversikan ke pressure force dengan menggunakan tabel yang sudah ada.

Langkah 3

Jika grip hanya mampu menekan tiang pancang sampai bagian pangkal lubang mesin saja, maka penekanan dihentikan dan grip bergerak naik ke atas untuk

(41)

mengambil tiang pancang sambungan yang telah disiapkan. Tiang pancang sambungan (upper) kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam grip. Setelah itu sistem jack-in akan naik dan mengikat atau memegangi tiang tersebut. Ketika tiang sudah dipegang erat oleh grip, maka tiang mulai ditekan mendekati tiang pancang 1 (lower). Penekanan dihentikan sejenak saat ke dua tiang sudah bersentuhan. Hal ini dilakukan guna mempersiapkan penyambungan ke dua tiang pancang dengan cara pengelasan.

Langkah 4

Untuk menyambung tiang pertama dan tiang kedua digunakan sistem pengelasan. Agar proses pengelasan berlangsung dengan baik dan sempurna, maka ke dua ujung tiang pancang yang diberi plat harus benar-benar tanpa rongga. Pengelasan harus dilakukan dengan teliti karena kecerobohan dapat berakibat fatal, yaitu beban tidak tersalur sempurna.

Keunggulan teknologi hidrolik system ini yang ditinjau dari beberapa segi, antara lain adalah :

 Bebas getaran

Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan, pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang bekerja, maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut.

 Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika menggunakan

bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat suara pukulan pancang (seperti

pada drop hammer), maka untuk lokasi yang membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di tengah kota, teknologi ini tidak akan membuat lingkungan sekitarnya terganggu. hydraulic jacking system ini juga disebut dengan teknologi berwawasan lingkungan (Environment Friendly).

 Daya dukung aktual per tiang diketahui

Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan dibangun umumnya terdiri dari lapisan – lapisan yang berbeda ketebalannya, jenis

(42)

tanah maupun daya dukungnya. Sedangkan jumlah titik soil investigation seperti sondir dan SPT diadakan dalam jumlah yang terbatas. Sehingga pada sistem drop

hammer untuk mengetahui daya dukung pertiang masih menggunakan dan

mempercayakan cara tidak langsung (indirect means). Sedangkan dengan hydraulic

jacking system, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor langsung dari

manometer yang dipasang pada peralatan hydraulic jacking system sepanjang proses pemancangan berlangsung.

 Harga yang ekonomis

Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan ekstra penahan impack pada kepala tiang pancang seperti pada tiang pancang umumnya. Disamping itu, dengan sistem pemancangan yang simpel dan cepat menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat.

 Dapat beroperasional pada lokasi kerja yang terbatas

Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system ini dapat digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas, Alat

hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponan sehingga

memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja.  Loading test secara langsung

Mengingat beban penekan yang berupa balok beton plat besi adalah merupakan perangkat terpadu dari alat hydraulic jacking system dengan berat dua kali beban maksimum yang dapat dipikul per tiang dan berfungsi juga sebagaibeban uji, maka prosedur, jadwal dan jumlah titik loading test dapat dengan mudah ditentukan pelaksanaannya sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

Adapun kekurangan dari teknologi hydraulic jacking system antara lain : Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang

yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan;

Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur (biasanya pada areal tanah timbunan);

Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 70 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan

(43)

dapat mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja;

Pergerakan alat hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses pemindahannya relatif lama untuk pemancangan titik yang berjauhan.

2.9 Kapasitas Daya Dukung

Tanah harus mampu menopang beban dari setiap konstruksi yang direncanakan yang ditempatkan di atas tanah tersebut. Untuk menghitung daya dukung yang diijinkan untuk suatu tiang dapat dihitung berdasarkan data – data penyelidikan tanah (soil investigation), data sondir dan SPT, serta bacaan manometer pada alat hydraulic jack pile.

2.9.1 Kapasitas daya dukung tiang dari data sondir (CPT)

Uji sondir atau Cone Penetrometer Test (CPT) pada dasarnya adalah suatu pengujian yang dilakukan untuk memperoleh tahanan ujung qc dan tahanan selimut tiang c. Sondir atau CPT merupakan pengujian yang sangat cepat, sederhana, ekonomis, dan dapat dipercaya di lapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. Selain itu, sondir atau CPT juga dapat mengklasifikan lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah.

Dalam perencanaan pondasi tiang pancang, data tanah sangat diperlukan dalam menghitung kapasitas daya dukung tiang (bearing capacity) serta daya dukung ultimit dari tiang pancang. Kapasitas daya dukung ultimit tiang ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

Qu = Qb + Qs = qb . Ap + f . As (2.3) dimana :

Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang

Qs = Kapasitas tahanan kulit

(44)

Ap = Luasan ujung tiang / penampang tiang f = Satuan tahanan kulit per satuan luas As = Luas kulit tiang pancang.

a) Menghitung kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) tiang

Untuk menghitung kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) tiang dapat digunakan Metode Aoki dan De Alencar. Hal pertama yang dilakukan untuk menghitung kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) tiang yaitu menghitung kapasitas ujung tiang (Qb). Kapasitas daya dukung ujung per satuan luas (qb) diperoleh sebagai berikut :

=

( ) (2.4)

dimana :

qca (base) = perlawanan konus rata-rata 1,5 D di atas ujung tiang dan 1,5 D di bawah tiang

Fb = faktor empirik yangtergantung pada jenis tanah.

Setelah diperoleh nilai qb, maka kita hitung nilai kapasitas dukung ujung tiang (Qb) dengan menggunakan rumus :

= (2.5 )

Selanjutnya, hal kedua yang dilakukan untuk menghitung kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) tiang yaitu menghitung kapasitas dukung kulit (Qs).

Kapasitas dukung kulit persatuan luas (f) diprediksi dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

= ( ) (2.6)

dimana :

Gambar

Gambar . 2.5. Pondasi Tiang dengan Tahanan Gesekan (Sardjono, H.S., 1998)
Tabel 2.7 . Nilai – nilai n h  untuk tanah granuler ( c = 0 ) (Hardiyatmo, 1996)  Kerapatan relatif
Gambar 2.44. Faktor penurunan I 0  (Poulus dan Davis, 1980)
Gambar 2.45. Faktor penurunan R µ  (Poulus dan Davis, 1980)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media Agar yang telah

(e) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman lebih dari 40 meter di bawah permukaan tanah ; Dalam hal ini yang paling baik adalah tiang baja dan tiang beton yang dicor

Akuifer dengan produktifitas tinggi dan penyebaran luas. Akuifer berlapis banyak, keterusan sedang sampai tinggi, kedalaman muka air bawah tanah beragam, umumnya

Berdasarkan kutipan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud pengendalian biaya produksi adalah suatu tindakan manajemen untuk mencapai tujuan

Berat jenis lumpur pemboran, prediksi kondisi tekanan bawah permukaan abnormal, kedalaman penempatan casing serta arah sumur pemboran yang tepat dapat ditentukan

Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa prosedur biopsy punch dengan nyeri yang dapat diterima dapat dilakukan hingga kedalaman 1-2 mm pada aplikasi EMLA

Top-down budgeting adalah prosedur penyusunan anggaran dimana anggaran ditentukan oleh manajemen dengan sedikit / bahkan tidak ada konsultasi dengan manajemen tingkat

Menurut pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengendalian kualitas adalah suatu teknik dan aktivitas / tindakan yang terencana yang dilakukan untuk