• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Penurunan Tanah Akibat Penekanan Tiang Tekan Hidrolis dengan Menggunakan Pendekatan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus : Pembangunan Hotel Medan Siantar, Sinaksak)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Penurunan Tanah Akibat Penekanan Tiang Tekan Hidrolis dengan Menggunakan Pendekatan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus : Pembangunan Hotel Medan Siantar, Sinaksak)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan,

menara, dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat

mendukungnya.Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk

mendefenisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang

bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan

harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat

sendiri, beban–beban yang bekerja, gaya–gaya luar seperti tekanan angin, gempa

bumi dan lain–lain.

Setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan

yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang mungkin

terjadi.

2.2 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Dalam perencanaan pondasi konstruksi bangunan diperlukan adanya

penelitian untuk mengetahui parameter-parameter tanah yang akan digunakan

dalam perhitungan daya dukung tanah pondasi. Daya dukung tanah sangat

berpengaruh pada bentuk dan dimensi pondasi serta sistem perbaikan tanah agar

diperoleh perencanaan yang optimal dan efisien.Pondasi adalah suatu bagian

(2)

badan konstruksi atas (upper structure) yang harus kuat dan aman untuk mendukung beban dari konstruksi atas (upper structure) serta berat sendiri pondasi. Untuk dapat memenuhi hal terssebut diatas, dilaksanakan penelitian

tanah (soil investigation) di lapangan dan laboratorium untuk memperoleh parameter-parameter tanah berupa perlawanan ujung/konus (cone resistance) dan hambatan lekat (skin friction) yang di peroleh dari hasil pengujian sondir, jenis dan sifat tanah dari pengujian pengeboran tanah pondasi serta dari hasil pengujian

laboratorium yang digunakan dalam perhitungan daya dukung pondasi dan cara

perbaikan tanah.

2.2.1 Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT)

Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat

sondir tipeDutch Cone Penetration yang mempunyai konus seluas 10 cm2, sudut lancip kerucut 60o untuk mengukur perlawanan ujung, dan dilengkapi mantel

(sleave) yang berdiameter sama dengan konus dan luas selimut 100 cm2, untuk mengukur lekatan (friction) dari lapisan tanah. Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan maksimum 1 cm/detik,

sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) juga

terus diukur.

Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis,

yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan

untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2, atau kedalam maksimal 30 m,

(3)

kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang

terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar.

Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan

pemboran tanah untuk penyelidikan.Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT,

dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan

langsung ataupun untuk uji laboratorium.Tujuan dari pengujian sondir ini adalah

untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang

merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan

dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.

Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai

selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi

tersebut.Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser

dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir

mekanis yaitu pada (Gambar 2.1) :

1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya

digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan

lekatnya kecil;

2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan

lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan

dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan

tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau

perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan

(4)

yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang. Darihasil sondir diperoleh nilai

jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan

lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut :

1. Hambatan Lekat (HL)

��= (�� − ��) ×�

2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)

���=� ���

�=0

Dimana :

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2)

PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2)

A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)

B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm

I = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

(2.1)

(5)

Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil

tanah terhadap kedalaman.Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan

menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap

kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung

tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu

dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada

kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan

untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.

Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL).Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah,

maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan

ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (fR) terhadap kedalaman tanah.

2.2.2 Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan

dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung

sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan

massa pendorong (palu) seberat 63,5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm.

Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305

mm dinyatakan sebagai nilai N.

Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif

lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui

(6)

memperoleh data yang kualitatif pada perlawananpenetrasi tanah serta

menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil

sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti: mesin bor, batang bor,

splitspoon sampler,hammer, dan lain-lain;

2. Letakkan dengan baik penyanggah tempat bergantungnya beban penumbuk.

3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari

kotoranhasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar

lubang bor.

4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm.

5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan

palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut,

dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value);

Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm

N2 = 5 pukulan/15 cm

N3 = 8 pukulan/15 cm

Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13

pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan

pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar

lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi

gangguan.

6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan

(7)

struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa

dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box. 7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT.

Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4x interval.

2.3 Macam-Macam Pondasi

Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban

bangunan ke tanah atau batuan yang berada dibawahnya. Klasifikasi pondasi

dibagi 2 (dua) yaitu:

a. Pondasi dangkal

Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara langsung

seperti :

1. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung

sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak

sisinya akan terhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.2a).

2. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung

kolom (Gambar 2.2b).

3. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk

mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila

susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya,

sehingga bila dipakai pondsi telapak, sisi- sisinya berhimpit satu sama

(8)

Gambar 2.2 (a) Pondasi memanjang (lajur). (b) Pondasi setempat. (c) Pondasi

rakit. (Sumber: Hardiyatmo, H. C.,1996).

b. Pondasi dalam

Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah

keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti:

1. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan

peralihan antara pondasi dangkal dan pondsi tiang (Gambar 2.3a),

(a) (b)

(9)

relative dalam, dimana pondasi sumuran Df/B > 4 sedangkan pondasi

dangkal Df/B ≤ 1, kedalaman (Df) dan lebar (B).

2. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada

kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah

kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam (Gambar 2.3b).

Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang

dibanding dengan pondasi sumuran (Bowles, J. E., 1991).

3.

Gambar 2.3 (a) Pondasi sumuran. (b) Pondasi tiang.(Sumber:

(10)

2.4 Pondasi Tiang

Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara tiang

meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan satu

persatu.

2.4.1 Pondasi Tiang Menurut Pemakaian Bahan dan Karakteristik Strukturnya.

Tiang pondasi dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, J. E.,

1991), antara lain :

A. Tiang Kayu

Tiang kayu dibuat dari kayu yang biasanya diberi pengawet dan

ditekankan dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Tapi

biasanya apabila ujungnya yang besar atau pangkal dari pohon di tekankan untuk

tujuan maksud tertentu, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah

tersebut akan kembali memberikan perlawanan dan dengan ujungnya yang tebal

terletak pada lapisan yang keras untuk daya dukung yang lebih besar.

Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang tekan

kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air tanah dan

tiang tekan kayu akan lebih cepat rusak apabila dalam keadaan kering dan basah

selalu berganti-ganti, sedangkan pengawetan dengan pemakaian obat pengawet

pada kayu hanya akan menunda dan memperlambat kerusakan dari kayu, dan

(11)

Oleh karena itu pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang

didukung oleh tiang kayu, maka puncak dari pada tiang kayu tersebut diatas harus

selalu lebih rendah dari pada ketinggian dari pada muka air tanah terendah. Pada

pemakaian tiang tekan kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan muatan lebih

tinggi 25 sampai 30 ton untuk satu tiang.

B. Tiang Beton

Tiang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang ini dapat dibagi

dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, J. E., 1991), yaitu:

a. Precast Reinforced Concrete Pile

Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan ditekankan. Karena tegangan tarik beton kecil dan

praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka

tiang tekan ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan

momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

Tiang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk

(12)

Gambar 2.4 TiangPrecast Reinforced Concrete Pile(Bowles, J. E., 1991)

b. Precast Prestressed Concrete Pile

Tiang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu

dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton

mengeras seperti dalam (Gambar 2.5). Untuk tiang jenis ini biasanya dibuat

oleh pabrik yang khusus membuat tiang tekan, untuk ukuran dan panjangnya

dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.

(13)

c. Cast in Place

Cast in Place merupakan tiang yang dicor ditempat dengan cara membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan

pengeboran.Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1. Dengan pipa baja yang ditekankan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan

beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.

2. Dengan pipa baja yang ditekan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan

beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

Gambar 2.6 Tiang tekan Cast in place pile (Sardjono, 1991)

C. Tiang Baja

Kebanyakan tiang tekan baja ini berbentuk profil H. Karena terbuat dari

(14)

pengangkutan dan instalasi tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada

tiang beton precast. Jadi pemakaian tiang baja ini akan sangat bermanfaat apabila

kita memerlukan tiang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.

Tingkat karat pada tiang baja sangat berbeda-beda terhadap tekstur tanah,

panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah.

a. Pada tanah yang memiliki tekstur tanah yang kasar/kesap, maka karat yang

terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati

keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka;

b. Pada tanah liat ( clay) yang mana kurang mengandung oksigen maka akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi

karena terendam air;

c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah

yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen maka lapisan pasir

tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang

tekan baja.

Pada umumnya tiang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan

permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition (keadaan udara pada pori-pori tanah) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis

dari air tanah.Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut

dengan ter (coaltar) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” (± 60 cm) dari muka air tanah terendah.

(15)

Gambar 2.7 Tiang baja (Sardjono, 1991)

D. Tiang Komposit

Tiang tekan komposit adalah tiang yang terdiri dari dua bahan yang

berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang.

Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian

bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas

muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya.

Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan

cara ini diabaikan.

1. Water Proofed Steel and Wood pile

Tiang ini terdiri dari tiang kayu untuk bagian yang di bawah permukaan

air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui bahwa

kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini

(16)

Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang tekan ini

menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaanya secara

singkat sebagai berikut:

a. Casing dan core (inti) ditekan bersama-sama dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang tekan

kayu tersebut dan ini harus terletak dibawah muka air tanah yang

terendah.

b. Kemudian core ditarik keatas dan tiang tekan kayu dimasukan dalam casing dan terus ditekan sampai mencapai lapisan tanah keras.

c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core

ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

2. Composite Dropped in-Sheel and Wood Pile

Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe diatas hanya bedanya di sini memakai

shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya di beri alur spiral.

Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut:

a. Casing dan core ditekan bersama-sama sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.

b. Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari casing dan tiang kayu dimasukkan dalam casing terus ditekan sampai

mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang kayu ini harus

diperhatikan benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau pecah.

(17)

d. Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan

dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa

sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang tekan kayu tersebut.

e. Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi

ditahan terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core diujung atas shell.

3. Composite Ungased-Concrete and Wood Pile

Dasar pemilihan tiang composit tipe ini adalah:

• Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan

untuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah

dalam transport dan mahal.

• Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang

tekan kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang tekan

kayu tersebut selalu berada dibawah permukaan air tanah terendah.

Adapun prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut:

a. Casing baja dan core ditekan bersama-sama dalam tanah sehingga sampai pda kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t )

b. Core ditarik keluar dari casing dan tiang tekan kayu dimasukkan casing

(18)

c. Setelah sampai pada lapisan tanah keras core dikeluarkan lagi dari

casing dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core

dimasukkan lagi dalam casing.

d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti

bola diatas tiang tekan kayu tersebut.

e. Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai padat setinggi beberapa sentimeter diatas permukaan tanah.

Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik keatas sampai keluar dari tanah.

f. Tiang composit telah selesai.

Tiang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur Concrete Pile

Corp.

4. Composite Dropped-Sheel and Pipe Pile

Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:

• Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place

concrete.

• Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit

yang bagian bawahnya terbuat dari kayu.

Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:

(19)

b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah

dimasukkan dalam casing terus ditekan dengan pertolongan core sampai

ke tanah keras.

c. Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembali. d. Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing

hingga bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa

baja. Bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam

shell dan kemudian beton dicor sampai padat.

e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan

tanah atau pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang

pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa.

5. Frankie Composite Pile

Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya

disini pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil

H dari baja.

Adapun cara pelaksanaan tiang composit ini adalah sebagai berikut:

a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa

baja ditekan dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah

keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki biasa.

b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan,

pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer

sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton

(20)

c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai

bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.

d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan

kerikil atau pasir.

2.5 Metode Penekanan 2.5.1 Hydraulic system

Hidrolic system adalah suatu metode penekanan pondasi tiang dengan menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini telah mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom, China dan New

Zealand.

Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan paralel dengan tiang yang akan ditekan, dimana untuk menekan tiang tersebut

ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak

tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian tiang ditekan ke dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara

kontiniu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran.

Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang menyebabkan didapatkannya posisi titik tekan yang cukup presisi

dan akurat.Ukuran diameter piston mesin hydraulic jack tergantung dengan besar kapasitas daya dukung mesin tersebut. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok–

balok beton atau plat–plat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya

(21)

Keunggulan teknologi hidrolik sistem ini yang ditinjau dari beberapa segi,

antara lain adalah :

1. Bebas getaran.

Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan,

pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang

bekerja, maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut.

2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan

Teknologi penekanannya bersih dari asap dan partikel debu (jika

menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika menggunakan bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat suara pukulan tekan (seperti pada drop hammer), maka untuk lokasi yang

membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di

tengah kota, teknologi ini tidak akan membuat lingkungan sekitarnya

terganggu. hydraulic jacking system ini juga disebut dengan teknologi berwawasan lingkungan (environment friendly).

3. Daya dukung aktual per tiang diketahui.

Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan

dibangun umumnya terdiri dari lapisan–lapisan yang berbeda ketebalannya,

jenis tanah maupun daya dukungnya. Dengan hydraulic jacking system, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor langsung dari

(22)

4. Harga yang ekonomis

Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan ekstra penahan impack pada kepala tiang tekan seperti pada tiang tekan

umumnya.Disamping itu, dengan sistem pemancangan yang simpel dan cepat

menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat.

5. Lokasi kerja yang terbatas

Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system ini dapat digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas, alat

hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponan sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja.

Kekurangan dari teknologi, hydraulic jacking system antara lain adalah :

1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang

yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat

pemancangan.

2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur

(biasanya pada areal tanah timbunan).

3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 320 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan

dapat mengakibatkan posisi alat tekan menjadi miring bahkan tumbang.

Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja.

(23)

2.5.2 Tahapan Pelaksanaan Hydraulic System

Secara garis besar penekanan dengan hydraulic static pile driver untuk operasinya menggunakan sistem jepit kemudian menekan tiang tersebut.

Metode pelaksanaan HSPD seabagai berikut :

a. Tentukan/tetapkan penggunanaan tanda–tanda yang disepakati yang

digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan pengukuran dan pematokan agar

tidak terjadi keracuan dalam membedakan titik–titik pemancangan dengan

titik as bangunan atau titik–titik bantuan lainnya.

b. Untuk menghindari terjadi pergeseran as tiang dari koordinat yang telah

ditentukan maka gunakan titik bantu selama proses penekanan tiang kedalam

tanah. Lakukanlah pengukuran as tiang terhadap titik bantu pada kedalaman 2

meter dengan menggunakan waterpass , apabila terjadi penyimpangan jarak

antara as tiang dan as titik bantu, apabila posisi tiang yang tertanam masih

dapat dilakukan pengangkatan atau pencabutan dan posisikan kembali as

tiang tepat pada koordinat yang telah ditentukan.

c. Check verticality tiang tekan setiap kedalaman 50 cm s/d kedalaman 2 meter.

d. Proses awal dari penekanan tiang dengan sistem tekan, posisikan alat HSPD

unit pada koordinat yang ditentukan, check keadaan HSPD unit dalam

keadaan rata dengan bantuan alat “ Nivo” yang terdapat dalam ruang operator

dibantu dengan alat waterpass yang diletakkan pada posisi chasis panjang.

e. Selanjutnya setelah kondisi HSPD unit tepat pada posisinya, tiang tekan

dimasukan kedalam alat penjepit, kemudian posisikan tiang tekan tepat pada

koordinat telah ditentukan, kontrol posisi tiang pada arah tegak dengan

(24)

penjepitan tiang dengan tekanan maksimum 20 Mpa dibaca pada manometer

C.

f. Setelah penjepitan dilakukan, kemudian lakukan penekanan tiang tekan,

sampai mencapai daya dukung yang diijinkan. Dalam proses penekanan tiang

harus dicatat (pilling record) tekanan yang timbul vs kedalaman tiang

tertanam. Selama proses penekanan tersebut lakukan pengukuran kembali

posisi as tiang terhadap titik bantu gunakan format – 01. ( tiap 2 meter

kedalaman tiang tertanam).

g. Apabila dalam proses penekanan tiang ternyata tiang tersebut tidak dapat

ditekan lagi,sehingga mengakibatkan tiang terdapat sisa diatas permukaan

tanah, maka tiang tersebut harus dipotong rata tanah untuk memberikan jalan

kerja bagi HSPD unit untuk berpindah ketitik yang lain

h. Setelah proses tersebut dilakukan secara benar, kemudian lakukanlah

pengukuran ulang posisi tiang, sehingga apabila terjadi pergeseran as tiang

terpasang dan rencana dapat segera diketahui, yang selanjutnya akan

(25)

Gambar 2.8 Skema mesin Hydraulic Static Pile Driver

Parameter yang digunakan sebagai acuan bahwa penekanan tiang bisa dihentikan :

• bacaan tekanan pada pressure gauge sudah mencapai tekanan dimana

apabila nilai tersebut dikonversikan ke daya dukung tiang, maka daya

dukung desain tiang telah terpenuhi

• alatjack-in pile terangkat dan bila dilakukan penetrasi lagi sudah tidak mampu lagi.

Seletah proses pemancangan dihentikan, selanjutnya dilakukan pencatatan

(record) yang berisi tinggi tiang tertanam dan bacaan tekanan dari pressure gauge

alat pancang.

2.6 Pelaksanaan Pekerjaan Pemasangan Tiang

Pembuatan pondasi tiang harus dilakukan dengan pengawasan yang

ketat.Hal-hal berikut ini seyogyanya perlu diperhatikan dalam pelaksanaan

(26)

2.6.1 Hubungan Antara Perubahan Sifat Tanah pada Tanah Asli Akibat Pemasangan Tiang dan Teknik Pemasangannya.

Dalam melaksanakan pekerjaan pemasangan tiang, perubahan sifat

kerapatan tanah pada tanah pasti tidak dapat dihindari. Hubungan antara teknik

pemasangan tiang dan perubahan sifat tanah pondasi adalah sebagai berikut:

Table 2.1 Hubungan Antara Teknik Pemasangan Tiang dan Perubahan Sifat Tanah

Pondasi

Teknik Pemasangan Perubahan Sifat Tanah Pondasi

Cara pemancangan Tanah pondasi akan terpadatkan

Cara penimbunan

Tanah pondasi menjadi mudah terurai

(lepas) Cara dengan memakai tiang yang di cor

di tempat

(Sumber: Nakazawa.K., 2000)

Alasannya adalah pada cara pemancangan, sejumlah tanah yang

volumenya sama dengan volume tiang, akan terdesak ketika tiang ditekan

kedalam tanah, dan pada cara penimbunan dan cara pengecoran di tempat,

keseimbangan tekanan tanah akan lenyap ketika lubang digali dan selanjutnya

sejumlah tanah akan berpindah tempat.

2.6.2 Pergerakan Tanah Pondasi

(27)

kadang mengakibatkan bangunan-bangunan yang berada di dekatnyaakan

bergerak dalam arah horizontal, maupun dalam arah vertical, tergantung pada

kesempatan yang dimilikinya.

Pada Gambar 2.9 Memperlihatkan keadaan dimana pondasi tiang suatu

bangunan pabrik bergerak dalam arah horizontal akibat adanya tiang-tiang yang

ditekankan di dekatnya.Dalam hal ini, pondasi tiang pabrik bergerak sekita 6

sampai 7 m.

Gambar 2.9 Pergeseran existing building akibat pemancangan tiang. (Nakazawa.K., 2000)

Oleh sebab itu seperti yang sudah kita bahas di atas, kita perlu

mengumpulkan segala daya yang memungkinkan dalam pembangunannya,

sehingga selain tidak terjadi peralihan tempat (displacement) pada tanah pondsi atau bangunan di dekatnya, tetapi juga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan

(28)

2.7 Settlement(Penurunan)

Dalam bidang teknik sipil ada dua hal yang perlu diketahui mengenai

penurunan, yaitu :

1. Besarnya penurunan yang akan terjadi.

2. Kecepatan penurunan.

Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap.Umumnya, penurunan

yang tidak seragam lebih membahayakan bangunan dari pada penurunan

totalnya.Contoh kerusakan bangunan akibat penurunan Gambar 2.1

Gambar 2.10 Contoh kerusakan bangunan akibat penurunan (Hardiyatmo.H.C.,

2011)

a. Pada Gambar (a), dapat diperhatikan jika tepi bangunan turun lebih besar dari

bagian tengahnya, bangunan diperkirakan akan retak-retak pada bagian

tengahnya.

(29)

(2.3) yang terjadi sangat besar, tegangan tarik yang berkembang dibawah bangunan

dapat mengakibatkan retakan-retakan.

c. Pada Gambar (c), penurunan satu tepi/sisi dapat berakibat keretakan pada

bagian c.

d. Pada Gambar (d), penurunan terjadi berangsur-angsur dari salah satu tepi

bangunan, yang berakibat miringnya bangunan tanpa terjadi keretakan pada

bagian bangunan.

Penurunan (settlement) pada tanah yang disebabkan oleh pembebanan dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu:

1. penurunan konsolidasi, merupakan hasil dari perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air yang menempati pori-pori tanah.

2. Penurunan segera, merupakan akibat dari deformasi elastis tanah kering, basah, dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air. Perhitungan penurunan segera umunya didasarkan pda penurunan yang diuturunkan dari teori elastisitas.

Penurunan total adalah jumlah penurunan segera dan penurunan

konsolidasi. Bila dinyatakan dalam bentuk persamaan penurunan total adalah:

�� = � + ��+��

Dimana :

�� = penurunan total

S = penurunan akibat konsolidasi primer

(30)

(2.4)

�� = penurunan segera

2.7.1 Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement)

Bila suatu lapisan tanah jenuh yang permeabilitasnya rendah dibebani,

maka tekanan air pori dalam tanah tersebut akan bertambah. Perbedaan tekanan

air pori pada lapisan tanah, berakibat air mengalir ke lapisan tanah yang tekanan

air porinya lebih rendah, yang diikuti proses penurunan tanahnya. Karena

permeabilitasnya rendah akibat pembebanan, dimana prosesnya dipengaruhi oleh

kecepatan terlepasnya air pori keluar dari rongga tanah.

Penambahan beban di atas permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan

tanah di bawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan

karena adanya deformasi partikel tanah, keluarnya air atau udara dari dalam pori.

Faktor-faktor tersebut mempunyai hubungan dengan keadaan tanah yang

bersangkutan.

Bilamana suatu lapisan tanah jenuh air diberi penambahan beban, angka

tekanan air pori akan naik secara mendadak. Keluarnya air dari dalam pori selalu

disertai dengan berkurangnya volume tanah yang menyebabkan penurunan lapisan

tanah tersebut. Bila suatu lapisan tanah diberi penambahan tegangan, maka

penambahan tegangan akan diteruskan ke air pori dan butiran tanah. Hal ini

berarti bahwa penambahan tegangan akan terbagi sebagian ke tegangan efektif

dan sebagian lagi ke tegangan air pori. Secara prinsip dapat dirumuskan :

(31)

Dimana :

Δσ = penambahan tekanan total

Δσ = penambahan tekanan efektif

Δμ = penambahan tekanan pori

Tanah lempung mempunyai daya rembesan yang sangat rendah, dan air

adalah zat yang tidak begitu termampatkan dibandingkan dengan butiran tanah.

Oleh karena itu pada saat t = 0, seluruh penambahan tegangan Δσ akan dipikul

oleh air sehingga Δσ = Δμ pada seluruh kedalaman lapisan tanah. Tidak

sedikitpun dari penambahan tegangan tersebut akan dipikul oleh butiran tanah

(jadi penamhahan tegangan efektit e Δσ = 0 ).

Sesaat setelah penambahan tegangan.air dalam ruang pori mulai tertekan

dan akan mengalir keluar dalam dua arah menuju lapisan pasir. Dalam proses ini,

tekanan air pori pada tiap kedalaman akan berkurang secara perlahan dan

tegangan yang dipikul oleh butiran tanah akan bertambah. Jadi pada saat 0 < t <∞.

�� = ∆�′ + �� ( ��′> 0 ����� < �� )

Secara teori, pada saat t = ∞, seluruh kelebihan tekanan air pori sudah hilang dari

lapisan tanah lempung, jadi Δμ = 0, sekarang penambahan tegangan total akan

dipikul oleh butir tanah, jadi: Δσ = e Δσ . Proses keluarnya air dari dalam poripori

tanah, sebagai akibat dari penambahan beban, yang disertai dengan pemindahan

kelebihan tekanan air ke tegangan efektif akan menyebabkan terjadinya

penurunan.

(32)

(2.5)

(2.6)

(2.7)

efektif akan menyebabkan terjadinya penurunan yang merupakan fungsi dari waktu (time-dependent settlement) pada lapisan tanah lempung.

Penurunan konsolidasi dapat dibagi dalam tiga fase dimana :

1. Fase awal, yaitu fase dimana terjadi penurunan segera setelah bekerja. Pada

umunya penurunan ini disebabkan oleh pembebanan awal.

2. Fase konsolidasi primer atau konsolidasi hidrodinamis, yaitu penurunan yang

dipengaruhi oleh kecepatan aliran air yang meninggalkan tanahnya akibat

adanya tekanan.

3. Fase konsolidasi sekunder, merupakan lanjutan dari proses konsolidasi

primer, dimana setelah tekanan air pori hilang seluruhnya.

Untuk menghitung penurunan akibat konsolidasi primer dapat digunakan

rumus:

a. Penurunan untuk lempung normally consolidated

�= ��.�

1+�0��� �

��+∆�

�� �

b. Untuk lempung overconsolidated

1. Bila (�+∆� ≤ �)

(33)

(2.12) (2.8)

(2.9)

(2.10) Cs = indeks pemuaian (swell index)

H = tebal lapisan tanah

eo = angka pori awal

�� = tekanan efektif rata-rata

Δp = besar penambahan tekanan

Besarnya konsolidasi sekunder dapat dihitung sebagai berikut:

�� =��′� log⁡(�2/�1)

dimana:

��′ =��/⁡(1 +��)

�� = angka pori pada akhir konsolidasi primer

H = tebal lapisan lempung

Untuk menghitung indeks pemampatan lempung yang teruktur tanahnya

belum terganggu belum rusak, menurut Terzaghi, K., and Peck, R. B., (1967)

seperti yang dikutip Braja M. Das (1995) menyatakan penggunaan rumus empiris

sebagai berikut :

�� = 0,009 (�� −10),dengan LL adalah Liquid Limit dalam persen.

Indeks pemuaian lebih kecil daripada indeks pemampatan dan biasanya

dapat ditentukan di laboratorium. Pada umumnya,

�� ≅ 15������101 ��

indeks pemampatan sekunder (�) dapat didefinisikan sebagai berikut:

(34)

(2.11)

dimana:

∆� = perubahan angka pori

�1,�2 = waktu

2.7.2 Penurunan Segera (Immediate Settlement)

Penurunan segera atau penurunan elastis dari suatu pondasi terjadi segera

setelah pemberian beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan kadar air.

Besarnva penurunan ini bergantung pada ketentuan dari pondasi dan tipe material

dimana pondasi itu berada.

Penurunan segera untuk fondasi yang berada di atas material yang elastis (dengan ketebalan yang tak terbatas) dapat dihitung dari persamaan-persamaan yang diturunkan dengan menggunakan prinsip dasar teori elatis. Bentuk persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

�� = �.�

1− �2

� ��

dimana:

�� = penurunan elastis

p = tekanan bersih yang dibebankan

B = lebar pondasi (= diameter pondasi yang berbentuk lingkaran)

� = angka Poisson

E = modulus elastisitas tanah (modulus Young)

(35)

(2.13) (2.12)

Schleincer (1926) memberikan persamaan factor pengaruh untuk bagian ujung dari pondasi persegi yang lentur sebagai berikut:

�� =1��1 �� �

1+��12+1

�1 �+�� ��1+��12+ 1��

dimana:

�1 =panjang pondasi lebar pondasi

2.7.3 Kecepatan Waktu Penurunan

Lamanya waktu penurunan yang diperhitungkan adalah waktu yang

dibutuhkan oleh tanah untuk melakukan proses konsolidasi. Hal ini dikarenakan

proses penurunan segera (immediate settlement) berlangsung sesaat setelah beban bekerja pada tanah (t = 0). Waktu penurunan akibat proses konsolidasi primer

tergantung pada besarnya kecepatan konsolidasi tanah lempung yang dihitung

dengan memakai koefisien konsolidasi (Cv), panjang aliran rata-rata yang harus

ditempuh air pori selama proses konsolidasi (Hdr), serta faktor waktu (Tv). Faktor

waktu (Tv) ditentukan berdasarkan derajat konsolidasi (U) yang merupakan

perbandingan penurunan lapisan lempung pada saat t (St), dengan penurunan

batas lapisan lempung yang disebabkan oleh konsolidasi primer (S).

� =��

(36)

(2.14)

(2.15)

(2.16) Cassagrande (1938) dan Taylor (1948) yang dikutip dari Braja M. Das (1994)

memberikan hubungan U dan Tv sebagai berikut :

Untuk u < 60%

�� =� 4�

2

Untuk u > 60%

�� = 1,781 – 0,933 ��� (100 – �%)

Untuk menghitung waktu konsolidasi digunakan persamaan berikut:

�= ��.���

2 ��

Panjang aliran rata-rata ditentukan sebagai berikut :

 Untuk tanah dimana air porinya dapat mengalir kearah atas dan bawah, maka

Hdr sama dengan setengah tebal lapisan tanah yang mengalami konsolidasi.

 Untuk tanah dimana air porinya hanya dapat mengalir keluar dalam satu arah

saja, maka Hdr sama dengan tebal lapisan tanah yang mengalami konsolidasi.

2.7.4 Penurunan Ijin Bangunan

Beberapa contoh tipe penurunan bangunan diperlihatkan dalam Gambar

2.11.Gambar 2.11a menyajikan penurunan seragam yang banyak ditemui pada

(37)

bangunan berotasi. Gambar 2.11c menunujukkan kondisi yang banyak ditemui

pada struktur yang mengalami penurunan tak seragam.Disini, penurunan

berbentuk cekungan seerti mangkuk. Penurunan tak seragam diantara

pondasi-pondasi disebabkan oleh beberapa faktor:

1. sifat tanah yang tidak seragam, walaupun tanah Nampak homogen.

2. Bentuk dari lapisan tanaj tidak beraturan.

3. Beban bangunan tidak disebarkan ke kolom-kolom secara sama.

Penurunan tak seragam adalah penurunan terbesar dikurangi penurunan terkecil

atau �= ����� − ����. Penurunan tak sergam juga dikarakteristikkan oleh rasio

�/�, yaitu beda penurunan antara dua titik (�) dibagi jarak (L) kedua titik

tersebut. Nilai banding �/� dinyatakan dalam istilah distorsi kaku (angular

distortion).

Penurunan ijin dari suatu bnagunan atau besarnya penurunan yang

ditoleransikan, bergantung pada beberapa faktor.Faktor-faktor tersebut meliputi

jenis, tinggi, kekakuan, fungsi bangunan, serta besar dan kecepatan penurunan

serta distribusinya. Rancangan dibutuhkan untuk dapat memperkirakan besarnya

penurunan maksimum dan beda penurunan yang masih dalam batas toleransi. Jika

penurunan berjalan lambat, semakin besar kemungkinan struktur untuk

menyesuaikan diri terhadap penurunan yang terjadi tanpa adanya kerusakan

struktur oleh pengaruh rangkak (creep). Oleh karena itu, dengan alas an tersebut,

kriteria penurunan pondasi pada tanah pasir dan pada tanah lempung berbeda.

Karena penurunan maksimum dapat diprediksi dengan ketepatan yang

memadai (namun tidak untuk penurunan tak seragam), umumnya dapat diadakan

(38)

MacDonald (1955) meyarankan batas-batas penurunan maksimum, seperti yang

ditunjukkan dalam Tabel 2.2.

Dalam Tabel 2.2 maksud dari pondasi terpisah (isolated foundation)

adalah pondasi yang berdiri sendiri diantara pondasi-pondasi yang mendukung

bangunan.Terlihat bahwa, batasan nilai penurunan pondasi pada tanah pasir lebih

kecil daripada pondasi tanah lempung.Hal ini, karena alasan kemampuan

penyesuaian bangunan terhadap penurunan, seiring dengan berjalannya waktu,

dan lagi, di alam, lapisan tanah granular lebih tidak homogen dibandingkan

dengan lapisan tanah lempung.

(39)

Tabel 2.2 Batas Penurunan Maksimum Menurut Skempton dan MacDonald

Jenis Pondasi Batas penurunan maksimum (mm)

Pondasi terpisah (isolated foundation) pada

tanah lempung

65

Pondasi terpisah pada tanah pasir 40

Pondasi rakit pada tanah lempung 65-100

Pondasi rakit pada tanah pasir 40-65

(Sumber: Skempton dan MacDonald, 1955)

Penurunan tak seragam dari bangunan tak bias dihindarkan, kecuali jika

pondasi terletak pada lapisan batu. Penurunan tak seragam pada bangunan sangat

dipengaruhi oleh tipe pelaksanaan . Terzaghi mengamati bahwa dinding dengan

panjang 18 m dan 23 m, retak pada penurunan tak seragam 2,5 cm(1”). Tapi,

untuk dinding dengan panjang 12-30 m, dan mengalami penurunan tak seragam 2

cm (3/4”) atau kurang, maka dinding tidak mengalami retak-ratak. Karena itu,

Terzaghi memberikan petunjuk bahwa dalam perancangan sebaiknya penurunan

(40)

Tabel 2.3 Penurunan Ijin Menurut Shower

Tipe Gerakan Faktor Pembatas Penurunan maksimum

Penurunan total

Drainase

Jalan masuk

Kemungkinan penurunan tidak seragam:

Bangunan dinding bata

Bangunan rangka

Cerobong asap, silo, pondasi rakit (mat)

15-30 cm

Miringnya cerobong asap, menara

Rolling of trucks, dll.

Stacking of goods

Operasi mesin-perkakas benang tenung

Operasi mesin-generator turbo

Rel Derek (crain rail)

(41)

Gerakan tidak

seragam

Dinding bata kontinyu tinggi

Bangunan penggilingan satu lantai (dari

batu bata), dinding retak

Plesteran retak (gypsum)

Bangunan rangka beton bertulang

Bangunan dinding tirai beton bertulang

Rangka baja, kontinyu

Penurunan ijin yang lain disarankan oleh Showers (1962), yaitu dengan

memperhatikan penurunan total, kemiringan, dan gerakan tidak seragam, seperti

yang dilihatkan dalam Tabel 2.3. Terlihat dalam tabel ini bahwa

bangunan-bangunan yang lebih fleksibel (seperti bangunan-bangunan rangka baja sederhana), atau

yang mempunyai pondasi kaku (seperti pondasi rakit) dapat bertahan pada nilai

penurunan total dan penurunan tak seragam yang lebih besar.

Bjerrum (1963) menyarankan hubungan antara tipe masalah struktur dan

nilai distorsi kaku (�/�) dengan � adalah penurunan total dan L adalah jarak

antara 2 kolom atau jarak 2 titik yang ditinjau. Nilai-nilai �/� ditunjukkan dalam

Tabel 2.4.Nilai-nilai �/� di dalam tabel tersebut dihubungkan dengan tipe

kerusakan yang mungkin timbul untuk berbagai macam distorsi kaku. Dapat

dilihat bahwa kerusakan pada elemen-elemen bangunan akan terjadi pada distorsi

(42)

Tabel 2.4 Hubungan Tipe Masalah Pada Struktur dan �/�

Tipe masalah �/�

Kesulitan pada mesin yang sensitif terhadap penurunan 1/700

Bahaya pada rangka-rangka dengan diagonal 1/600

Nilai batas untuk bangunan yang tidak diijinkan retak 1/500

Nilai batas dengan retakan pertama diharapkan terjadi pada

dinding-dinding panel, atau dengan kesulitan terjadi pada overhead crane

1/300

Nilai batas dengan penggulingan (miring) bangunan tingkat tinggi

dapat terlihat

1/250

Retakan signifikan dalam panel dan tembok.

Batasan yang aman untuk dinding tembok fleksibel dengan h/L < ¼

(h = tinggi dindinng)

1/150

(Sumber: Bjerum, 1963)

2.8 Metode Elemen Hingga

Metode Elemen Hingga pada rekayasa geoteknik merupakan suatu metode

yang membagi-bagi daerah yang akan dianalisis ke dalam bagian-bagian yang

kecil dimana bagian-bagian kecil ini disebut dengan elemen. Semakin banyak

elemen itu dibagi maka akan semakin mendekati kondisi asli pula hasil

perhitungan numeriknya. Metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik

memiliki sedikit perbedaan dengan metode elemen hingga pada rekayasa struktur,

perbedaan ini terletak pada rekayasa geoteknik ada terjadinya suatu interaksi

elemen yang memiliki nilai kekakuan yang jauh berbeda. Contoh halnya seperti

(43)

didapat perbedaan kekakuan antara dua elemen, yaitu elemen dari tanah dan

elemen struktur atau dari pondasi itu sendiri.

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam menganalisa

menggunakan metode elemen hingga adalah sebagai berikut :

1. Pemilihan Tipe Elemen

Pada dasarnya, elemen-elemen dalam Metode Elemen Hingga (MEH)

dapat dibedakan menjadi 3, yaitu 1D (line elements), 2D (plane elements), dan 3D.

Gambar 2.12Jenis-jenis elemen

Dalam suatu elemen terdapat dua jenis titik, yaitu titik nodal dan titik

integrasi.Tiitk nodal merupakan titik yang menghubungkan antara elemen satu

dengan elemen lainnya.Perpindahan elemen terjadi pada titik nodal ini.

Sedangkan titik integrasi adalah titik yang berada di dalam elemen, titik integrasi

dikenal juga sebagai stress point. Dari titik integrasi ini dapat diperoleh tegangan

dan juga regangan yang terjadi dalam elemen tersebut. Elemen 1D yang juga

mirip dengan spring element adalah truss element, tetapi bedanya truss element

(44)

(stress) akan dapat dihitung dengan terlebih dahulu mengetahui strain,

displacement, dan gaya yang bekerja. Masalah fisik yang dapat dianggap truss

adalah batang yang cukup panjang, dan disambung dengan pin pada

ujung-ujungnya.

Pada spring element dan truss element, respons hanya dengan memiliki nilai pada satu arah saja, yaitu pada arah memanjang (longitudinal). Dengan

demikian, kedua elemen ini hanya mempunyai dof translasi pada arah longitudinal

saja. Hanya saja, jika spring element atau truss element diposisikan menyudut

pada sistem koordinat global, maka response dapat diuraikan ke dalam dua arah

sumbu (x, y) atau tiga arah sumbu (x, y, z).

Selain spring element dan truss element, ada lagi beam element yang juga sering dipakal dalam pemodelan elemen 1D. Elemen ini sama dengan elemen

truss, dengan tambahan bahwa elemen beam ini menerima beban bending, yang dengan demikian stress tidak hanya berupa normal stress, tetapi juga shear stress.

Berbeda dengan spring element dan truss element yang hanya mempunyai dof translasi pada arah longitudinalnya, beam element memiliki dof translasi ke

semua arah dan juga dof rotasi ke semua arah.

Elemen-elemen 2D digunakan jika response memiliki nilai signifikan ke 2

arah (x dan y), sedangkan response terhadap arah lainnya yaitu arah z diabaikan.

Beban hanya bekerja disepanjang arah x dan y. Tetapi pada kasus geometri lain

tidak selamanya arah z itu diabaikan, contohnya pada kasus plain strain, dimana

dimensi pada arah z bisa saja sangat besar nilainya namun strain hanya diukur

(45)

Bentuk elemen 2D yang umum digunakan adalah bentuk triangular element (segitiga) dan quadrilateral element (segiempat). Jika order elemennya adalah 1maka sisi-sisi elemen tersebut (edges) akan berupa garis lurus. Namun jika orderelemennya lebih dari 1 (kuadrat, kubik, dst) maka sisi-sisinya bisa

berupa kurva.

Selanjutnya pada elemen-elemen 3D, response elenennya terjadi pada

ketiga arah (x, y, z) memiliki besar yang signifikan.Secara umum elemen-elemen

3D bisa dibedakan menjadi solid elements, shell elements, dan

solid-shellelements.Semua elemen 3D memiliki dof translasi pada arah x, y, dan z pada setiap nodenya, tanpa dof rotasi.

Bentuk elemen 3D yang umum dipakai adalah tetrahedral element (limas segitiga) dan hexahedral element (balok, batubata). Jika order elemennya adalah 1 makaedge dan surface elemen tersebut berupa garis yang rata dan bidang yang rata. Namun jika ordernya lebih dari satu, maka dimungkinkan edge dan surface

elemen tersebut berupa garis dan bidang yang melengkung. Terdapat pula elemen

3D yang memiliki node ditengah-tengah titik beratnya.

2. Pemilihan Fungsi Perpindahan

Fungsi perpindahan atau sering juga disebut dengan shape function yang dinotasikan dengan N merupakan suatu fungsi yang menginterpolasikan

perpindahan dititik nodal ke perpindahan di elemen dengan menggunakan metode

segitiga Pascal.

Pemilihan fungsi perpindahan bergantung juga pada jenis elemen yang

(46)

(2.17) (2.18)

(2.19)

(2.20) titik yang ditinjau nilai N nya akan bernilai 1 dan bernilai 0 di titik lainnya.

Berikut penjabaran fungsi perpindahan menggunakan matriks:

Tabel 2.5Pemilihan Fungsi Perpindahan

Persamaannya akan menjadi,

X ( ξ , η ) = a1 + a2 ξ + a3 η + a4 ξ η

Y ( ξ , η ) = a5 + a6 ξ + a7 η + a8 ξ η

Jika dimuat ke dalam matriks maka,

�X ( ξ ,η)

Y( ξ ,η)� =�

a1+ a2ξ+ a3η+ a4ξη

a5+ a6ξ+ a7η+ a8ξη�

Jika matriks tersebut dipisah maka akan diperoleh :

(47)

(2.21) 3. Pendefinisian Regangan dan Tegangan

Dalam tahapan ini, matriks perpindahan merupakan turunan pertama dari

fungsi perpindahan yang dipilih dari tahap sebelumnya.Dengan begitu dapat

diketahui tegangan dan regangan yang terjadi di titik integrasi untuk setiap

elemennya. Bentuk persamaan matriksnya adalah sebagai berikut:

(2.22)

(2.23)

(2.24)

(48)

(2.26)

(2.27)

(2.28)

(2.29)

(2.30)

(2.31)

(2.32)

(2.33)

(49)

4. Menentukan Matriks Kekakuan

Persamaan dari matriks kekakuan adalah sebagai berikut :

Dimana D adalah matriks konstitutif yang nilainya bergantung daripada jenis

pemodelan.

Setelah diperoleh seluruh matriks kekakuan untuk setiap elemen, maka

koordinat lokal diubah menjadi koordinat global untuk mengetahui gaya-gaya

yang berkerja pada elemen yang dimodelkan.

2.9 Plaxis

Plaxis merupakan suatu program yang berbasis metode elemen hingga

untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan

tanah. Pertama kali plaxis dikembangkan pada tahun 1987 di Negara Belanda oleh

Technical University of Delfi dengan tujuan plaxis sebagai alat bantu dalam (2.35)

(2.36)

(2.37)

(2.38)

(50)

menganalisis permasalahan yang kerap dihadapi oleh ahli-ahli Geoteknik.

Meskipun telah banyak pengujian dan validasi dilakukan, tetap saja tidak ada

jaminan bahwa program plaxis bebas dari kesalahan.

Untuk memperoleh tingkat keakuratan dari keadaan yang sebenarnya di

lapangan sangat bergantung pada keahlian orang yang memodelkan permasalahan

sepeti pemahaman terhadap model-model, penentuan parameter yang akan

digunakan serta kemampuan dalam melakukan interpretasi dari hasil analisis

menggunakan program plaxis tersebut. Dalam program plaxis terdapat beberapa

jenis pemodelan tanah, antara lain model tanah Mohr – Coulomb dan model Soft Soil (tanah lunak).

2.9.1 Model Tanah Mohr – Coulomb

Model tanah Mohr – Coulomb merupakan modelLinear elastic dan

Plastic sempurna (Linear Elastic Perfectly Plastic Model) dimana melibatkan lima buah parameter inti, yaitu :

- Modulus kekakuan tanah (modulus Young ), E dan Poisson rasio yang

memodelkan keelastikan tanah,

- Kohesi tanah, c dan sudut geser dalam tanah, Φ yang memodelkan perilaku

plastic dari tanah.

- Sudut dilatansi, ψ yang memodelkan prilaku dilatansi tanah.

Nilai kohesi c dan sudut geser Φ diperoleh dari uji geser , atau diperoleh

dari hubungan empiris berdasarkan data uji lapangan. Sementara sudut dilantasi ψ

(51)

pada tanah pasir dilantasi tergantung dari kerapatan dan sudut geser Φ dimana ψ =

Φ – 30°. Jika Φ < 30° maka ψ = 0. Sudut dilantasi ψ bernilai negatif hanya

bersifat realistis jika diaplikasikan pada pasir lepas.

Model ini cukup baik sebagai pemodelan pendekatan perilaku tanah dan

batuan. Disini setiap lapis tanah dianggap memiliki kekakuan yang konstan atau

meningkat secara linear terhadap kedalaman. Kelemahan model ini adalah

melinearkan kekakuan tanah dengan tidak memperhitungkan perubahan nilai E

terhadap perubahan tegangan.

2.9.2 Model Tanah Lunak (Soft Soil)

Model tanah lunak ini diambil berdasarkan teori Cam – Clay yang

dikembangkan di Cambridge. Seperti pada model Mohr – Coulomb, batas

kekuatan tanah dimodelkan dengan parameter kohesi, c, sudut geser dalam, Φ dan

sudut dilatansi, ψ. Sedangkan untuk kekakuan tanah dimodelkan dengan

menggunakan parameter lamda, λ*

dan kappa, k*, yang merupakan parameter

kekakuan yang diturunkan dari uji triaksial maupun oedometer.

λ∗ = Cc 2,3 (1+e)

k∗ = 2Cs

2,3 (1+e)

λ∗/k= 2,57,5

Model tanah lunak ini dapat memodelkan hal – hal sebagai berikut :

- Kekakuan yang berubah bersama dengan tegangan (Stress Dependent

Stiffness)

- Membedakan pembebanan primer (primary loading) terhadap unloading –

(2.40)

(2.41)

(52)

- Mengingat tegangan pra – konsolidasi.

- Kriteria keruntuhan sesuai dengan teori Mohr – Coulomb.

2.9.3 Parameter Tanah

Modulus Young ( E )

Karena sulitnya pengambilan contoh asli di lapangan untuk tanha

granuler maka beberapa pengujian lapangan (in-situ-test) telah dikerjakan untuk mengestimasi nilai modulus elastisitas tanah. Terdapat beberapa usulan

nilai E yang diberikan oleh peneliti, diantaranya pengujiansondir yang

dilakukan oleh DeBeer (1965) dan Webb (1970) memberikan korelasi antara

tahanan kerucut qc dan E sebagai berikut :

qc = 4N (untuk pasir)

Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan dari pengumpulan

data pengumpulan data sondir, sebaai berikut :

E=3.qc (untuk pasir)

E = 2.sampai dengan 8.qc (untuk lempung)

denganqc dalam kg/cm2

Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dari pengujian SPT

(Standart Penetration Test).Nilai modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai SPT, sebagai berikut:

E = 6 ( N + 5 ) k/ft2 (untuk pasir berlempung)

E = 10 ( N + 15 ) k/ft2 (untuk pasir)

Selain itu modulus elastisitas tanah dapat juga di cari dengan pendekatan (2.43)

(2.44)

(2.45)

(2.46)

(53)
(54)

Tabel 2.7 Korelasi N-SPT Dengan Modulus Elastisitas Pada Tanah Pasir

(Sumber: Schmertman,1970)

Poisson’s Ratio (μ)

Rasio poisson sering dianggap berkisar antara 0,2 – 0,4 dalam

pekerjaan – pekerjaan mekanika tanah.Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai

untuk tanah jenuh dan nilai 0 sering dipakai untuk tanah kering dan tanah

(55)

Tabel 2.8 Hubungan Jenis Tanah, konsistensi dan Poisson’s Ratio (μ)

Soil Type

Description Μ

Clay

Soft 0,35 – 0,40

Medium 0,30 – 0,35

Stiff 0,20 – 0,30

Sand

Loose 0,15 – 0,25

Medium 0,25 – 0,30

Dense 0,25 – 0,35

(Sumber:Das, 1995)

Berat Isi Tanah Kering ( γdry)

Berat isi tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering

dengan satuan volume tanah.Berat jenis tanah kering dapat diperoleh dari data

Soil Test dan Direct Shear.

Berat Isi Tanah Jenuh ( γsat)

Berat isi tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah

jenuh.Dimana ruang porinya terisi penuh dengan air.

γsat (kg cm⁄ 3) =�Gs + e 1 + e �

(sumber : Braja, 1995) dimana :

Gs :Spesific Gravity

e :Angka Pori (cm3)

(56)

γw : Berat Isi Air (kg/cm3)

Nilai – nilai dari Gs, e dan γw didapat dari hasil pengujian tanah dengan

Triaxial Test dan Soil Test.

Sudut Geser Dalam (Φ)

Sudut geser dalam tanah dan kohesi merupakan faktor dari kuat geser

tanah yang menentukan ketahan tanah terhadap deformasi akibat tegangan

yang bekerja pada tanah.Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi

keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser

dalam tanah didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.

Kohesi (c)

Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Nilai dari

kohesi didapat dari engineering properties, yaitu dengan triaxial test dan

direct shear test.

Permeabilitas (k)

Berdasarkan persamaan Kozeny – Carman, nilai permeabilitas untuk

setiap layer tanah dapat dicari dengan menggunakan rumus :

k = e3

1+e

(57)

kv =

H

�H 1k 1�+ �H 2

k 2�+⋯+� H n k n�

(sumber : Das, 1995)

dimana :

H : tebal lapisan (cm)

e : angka pori ( cm3)

k : koefisien permeabilitas (cm/detik)

kv : koefisien permeabilitas arah vertikal (cm/detik)

kh : koefisien permeabilitas arah horizontal (cm/detik)

Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis

tanah tersebut seperti pada Tabel 2.9 berikut ini .

(58)

Tabel 2.9 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah

Jenis Tanah K

cm/dtk ft/mnt

Kerikil bersih 1,0 – 100 2.,0 – 200

Pasir kasar 1,0 – 0.01 2,0 – 0,02

Pasir halus 0,01 – 0,001 0,02 – 0,002

Lanau 0,001 – 0,00001 0,002 – 0,00002

Lempung < 0,000001 < 0,000002

(Sumber:Das, 1995)

2.9.4 Faktor Keamanan pada Plaxis

Faktor keamanan umumnya didefinisikan sebagai rasio antara beban

runtuh dengan beban kerja.Namun demikian, untuk struktur tanah definisi di atas

tanah tidak selalu diaplikasikan.Sebagai contohnya, pada struktur timbunan

sebagian besar beban yang bekerja diakibatkan oleh berat sendiri tanah dan

peningkatan berat tanah umumnya tidak mengakibatkan keruntuhan. Dengan

demikian, definisi yang lebih tepat untuk faktor keamanan adalah :

SF =τultτall

Dimana :

SF = Faktor keamanan

(59)

τall= Kuat geser ijin (kN/m2)

Rasio dari kekuatan tanah yang tersedia terhadap kekuatan minimum yang

dihitung untuk mencapai keseimbangan adalah faktor keamanan yang secara

konvensional digunakan dalam Mekanika Tanah. Dengan menerapkan kondisi

standar dari Coulomb, faktor keamanan dapat diperoleh dengan persamaan :

SF =cult +σntanΦult call +σntanΦall

Dimana :

SF = Faktor keamanan

σn = Tegangan normal (kN/m2)

Φall = Sudut geser dalam yang diijinkan (º)

Φult = Sudut geser dalam yang tersedia (º)

Prinsip diatas adalah dasar dari metode phi/c reduction yang digunakan dalam Plaxis untuk menghitung faktor keamanan global. Dengan pendekatan ini,

parameter tanah c dan Φ direduksi dengan proporsi yang sama. Reduksi parameter

kekuatan diatur oleh faktor pengali total ∑Msf. Parameter ini akan ditingkatkan

secara bertahap hingga keruntuhan terjadi. Faktor keamanan kemudian

didefinisikan sebagai nilai ∑Msf saat keruntuhan terjadi, hanya jika saat

keruntuhan terjadi suatu nilai yang kurang lebih konstan telah diperoleh untuk

beberapa langkah pembebanan secara berturut-turut. Adapun penentuan faktor

(60)

ΣMsf = cult

cr =

tanΦult tanΦr

Dimana :

ΣMsf = Faktor keamanan pada Plaxis

cult = Kohesi yang tersedia (kN/m

2

)

Φult = Sudut geser dalam tanah yang tersedia (º)

�� = Kohesi tereduksi (kN/m2)

�� = Sudut geser dalam tanah yang tereduksi (º)

Referensi

Dokumen terkait

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 1

Pada contoh program kalkulator sederhana yang akan digunakan sebagai media analisa kedua bahasa tersebut, maka akan dilakukan penganalisaan perbandingan kinerja pada kedua

Grafika komputer pada dasarnya adalah suatu bidang ilmu komputer yang mempelajari tentang cara-cara untuk meningkatkan dan memudahkan komunikasi antara manusia dengan mesin

Setelah sempat berada pada posisi merugi hingga 66 milyar Rupiah pada per- tengahan tahun, dengan melaksanakan program TURN AROUND yang tersusun dan tersistematis yang

[r]

Dalam penulisan ini, penulis mencoba membuat aplikasi permainan komputer sederhana yaitu Permainan Konsentrasi Sederhana dengan menggunakan Turbo Pascal 7.1 yang diharapkan

Submitted to Language Education Faculty as a partial Fulfillment of the Requirement for the Degree

Penulisan ilmiah ini membahas tentang bagaimana membuat sebuah animasi walkthrough dimana memanfaatkan replika tiga dimensi sebuah gedung yang kemudian dianimasikan dengan