• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Pseudoefedrin Hidroklorida OH NH Pseudoefedrin

Gambar 1. Rumus struktur pseudoefedrin

Pseudoefedrin adalah salah satu alkaloid yang diperoleh dari Epedra sp dan merupakan stereoisomer dari efedrin. Pseudoefedrin HCl mempunyai rumus molekul = C10H15NO.HCl; BM = 201,70; pemerian : hablur putih atau serbuk putih, serbuk halus putih atau hampir putih, bau khas lemah; kelarutan: sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, agak sukar larut dalam kloroform; titik lebur : 182,50 – 182,50 ; pKa = 9,8 (Ditjen POM, 1995; Moffat, 2007).

Pseudoefedrin HCl adalah salah satu obat simpatomimetik yang bekerja dengan cara langsung terhadap reseptor di otot polos dan jantung dan juga secara tak langsung dapat membebaskan noradrenalin. Penggunaan utamanya adalah bronkodilatasi kuat (β2), sebagai dekongestan. Efek midriatikum dari obat ini kurang merangsang dibandingkan dengan adrenalin. Waktu paruh plasmanya adalah lebih kurang 7 jam. Obat ini banyak digunakan dalam sediaan kombinasi

(2)

untuk flu. Volume distribusi 3L/Kg. Dosis 3-4 kali sehari 60 mg (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2010).

Salah satu analisa kualitatif untuk efedrin dan derivatnya adalah reaksi Chen-kao. Reaksi ini adalah reaksi dengan CuSO4 dan NaOH menghasilkan

warna ungu. Jika dikocok dengan dengan eter, maka akan terbentuk dua lapisan berwarna. Lapisan eter akan berwarna ungu dan lapisan air akan berwarna biru. Reaksi ini adalah reaksi pembentukan kompleks antara Cu dengan turunan fenilalkilamin yang mempunyai gugus amino dan gugus hidroksi. Selain menggunakan eter dapat juga digunakan n-butanol yang akan menghasilkan warna ungu pada lapisan n-butanol dan warna biru pada lapisan air (Roth, et al., 1991).

Pseudoefedrin HCl dapat ditetapkan kadarnya dengan beberapa cara yaitu spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang 257 nm (A 1%, 1 cm dalam larutan asam = 11,9a), kromatografi gas, dan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (Moffat, 2007). Dapat juga ditetapkan kadarnya secara titrasi bebas air karena mempunyai atom N yang bersifat basa (Cairns, 2008).

2.1.2 Triprolidin Hidroklorida

N

N

Triprolidin

(3)

Tripprolidin HCl mempunyai rumus molekul = C19H22N2.HCl.H2O; berat molekul = 332,87; pemerian : serbuk hablur putih, ringan, berbau tidak enak, larutan bersifat basa terhadap lakmus, melebur pada suhu lebih kurang 115oC; kelarutan : larut dalam air, dalam etanol dan dalam kloroform, tidak larut dalam eter; pKa = 6,5 (Ditjen POM, 1995; Moffat, 2007).

Triprolidin HCl adalah antihistamin yang bekerja dengan daya kuat. Bekerja mengurangi efek histamin terhadap tubuh dengan cara menghambat reseptor histamin. Mula kerjanya cepat dan bertahan lama. Dosis 1-10 mg dan diberikan pada malam hari berhubung dengan efek sedatifnya (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2010). Waktu paruhnya 1,5 sampai 20 jam, tetapi rata-rata 5 jam (Moffat, 2007).

Triprolidin HCl dapat ditetapkan kadarnya dengan beberapa metode antara lain dengan spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang maksimum 290 nm (A 1%, 1 cm dalam larutan asam = 347a), dengan kromatografi cair kinerja tinggi, dengan densitometri dan dengan kromatografi gas (Moffat, 2007). Triprolidin juga dapat ditetapkan kadarnya secara titrasi bebas air karena mempunyai atom N yang bersifat basa (Cairns, 2008).

2.2 Spektrofotometri Infra Merah (IR)

Senyawa kimia yang memiliki ikatan kovalen, baik senyawa organik maupun senyawa anorganik akan menyerap radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang berbeda pada daerah InfraMerah. Terjadinya absorbsi karena molekul tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi ketika mengabsorbsi radiasi InfraMerah. Karena setiap ikatan yang berbeda memiliki frekuensi getaran yang berbeda dan ikatan yang sama dari dua senyawa yang berbeda berada dalam

(4)

lingkungan yang berbeda, maka tidak ada dua molekul yang berbeda struktur memiliki spektrum InfraMerah yang sama (Pavia, et al., 1979).

Radiasi elektromagnetik InfraMerah bila dilewatkan pada suatu sampel maka akan diserap oleh ikatan – ikatan molekul di dalam sampel sehingga molekul tersebut akan mengalami gerakan vibrasi regangan dan vibrasi bengkokan. Bentuk vibrasi regangan ini dapat dibagi lagi atas beberapa, yakni: regangan asimetrik dan regangan simetrik. Bentuk vibrasi bengkokan juga dapat dibagi atas: guntingan, pelintiran, kibasan, dan goyangan. Vibrasi regangan terjadi pada bilangan gelombang yang lebih besar (panjang gelombang yang lebih kecil) sedangkan vibrasi bengkokan terjadi pada bilangan gelombang yang lebih kecil (panjang gelombang yang lebih besar) (Pavia, et al., 1979; Watson, 2005).

Radiasi elektromagnetik yang diserap merupakan ciri khas dari setiap ikatan. Spektrum InfraMerah dapat digunakan untuk memeriksa identitas bahan baku obat yang digunakan dan dapat mengidentifikasi bahan kimia sintetik sebagai pemeriksaan pendahuluan (Watson, 2005).

2.3 Spektrofotometri Ultraviolet

Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik. Interaksi antara molekul dengan radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus yang terdapat pada molekul, maka hanya akan terjadi satu absorpsi yang merupakan pita spektrum. Terjadinya dua atau lebih pita spektrum diberikan oleh molekul dengan struktur yang lebih

(5)

kompleks karena terjadi beberapa transisi sehingga mempunyai lebih dari satu panjang gelombang (Rohman, 2007).

Gugus fungsi seperti –OH, -O, -NH2, dan –OCH3 yang memberikan transisi n → π* disebut gugus auksokrom. Gugus ini adalah gugus yang tidak dapat menyerap radiasi ultraviolet-sinar tampak, tetapi apabila gugus ini terikat pada gugus kromofor mengakibatkan pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih besar (pergeseran batokromik) (Rohman, 2007).

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari. Sedangkan menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dengan persamaan :

A= a.b.c (g/liter) atau A= ε. b. c (mol/liter) Dimana: A = serapan

a = absorptivitas b = ketebalan sel c = konsentrasi

ε = absorptivitas molar

Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri dimana konsentrasi dapat dihitung berdasarkan rumus di atas. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu.

Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat senyawa yang

(6)

mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorban (A) yang dalam batas konsentrasi tertentu nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor atau dapat disambungkan dengan suatu pereaksi kromofor .

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau serapan suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan penggabungan dari dua fungsi alat yang terdiri dari spektrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi.

Menurut Day dan Underwood (1998), unsur -unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut:

1. Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara 350- 900 nm.

2. Monokromotor: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian.

(7)

3. Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke dalam berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah meneruskan energi radiasi dalam dearah spektrum yang diinginkan. Pada pengukuran didaerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah ultraviolet kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai ketebalan 1 cm, namun tersedia kuvet dengan ketebalan yang sangat beraneka, mulai dari ketebalan kurang dari 1 mm sampai 10 cm bahkan lebih.

4. Detektor: Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang.

5. Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat listrik itu dapat dibaca.

6. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat listrik 2.4 Spektrofotometri Derivatif

2.4.1 Pengertian Spektrofotometri Derivatif

Spektofotometri deivatif bersangkutan dengan transformasi spektrum serapan menjadi spektrum derivatif pertama, kedua atau spektrum derivatif dengan order yang lebih tinggi Spektrum derivat pertama dibuat dengan memplotkan dA/dλ dengan panjang gelombang (Ditjen POM, 1995).

Pada spektrofotometri konvensional, spektrum serapan merupakan plot serapan (A) terhadap panjang gelombang (λ). Pada spektrofotometri derivatif, plot A lawan λ, ditransformasikan menjadi plot dA/dλ lawan λ untuk derivatif pertama, dan d2A/ dλ2lawan λ untuk derivatif kedua, dan seterusnya.

(8)

A = f(λ), order nol

dA/dλ = f ′(λ), order pertama

d2A/dλ2 = f ″(λ), order kedua

dan seterusnya( Moffat, 2007).

Sesuai dengan hukum Lambert-Beer, maka :

dA/dλ = xbc d cm dA λ ) 1 %, 1 ( dA2/dλ2 = xbc d cm A d 2 2 ) 1 %, 1 ( λ dn = xbc d cm A d n n λ ) 1 %, 1 (

(9)

Gambar 3. Kurva serapan derivat pertama sampai derivat keempat

2.4.2 Metode Spektrofotometri Derivatif

Ada tiga metode spektrofotometri derivatif yang sering digunakan dalam anlisa kuantitatif antara lain metode zero crossing, metode peak to peak dan metode multivariate spectrrophotometric calibration. Panjang gelombang zero

crossing adalah panjang gelombang dimana senyawa tersebut mempunyai serapan

nol dan menjadi panjang gelombang analisis untuk zat lain dalam campurannya.

Gambar 4. Kurva sederhana aplikasi zero crossing (z)

Panjang gelombang peak to peak ditentukan dari penggabungan spektrum derivatif larutan baku dan sampel (analit). Dari hasil penggabungan spektrum derivatif tersebut, dicari daerah panjang gelombang dimana terdapat spektrum yang saling berimpit satu sama lain secara total (Hayun, 2006).

2.4.3 Penggunaan Spektrofotometri Derivatif

Spektrofotometri derivatif banyak digunakan untuk zat-zat dalam suatu campuran yang spektrumnya saling mengganggu atau tumpang tindih (overlapping) dimana zat-zat tersebut dapat larut dalam pelarut yang sama serta

(10)

memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan. Sebagai contoh penetapan kadar campuran pseuoefedrin HCl, triprolidin HCl dan dekstrometorfan HBr (Watson, 2007), penetapan kadar efedrin dan zat warna dalam sediaan sirup (Cairns, 2008), penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen (Hassan, 2008), penetapan kadar campuran parasetamol, kafein dan salisilamid (Wulandari, 2006), penetapan kadar dekstrometorfan HBr dan gliserilguaiakolat dalam sediaan tablet dan sirup obat batuk, campuran tetrasiklin dan oksitetrasiklin, penetapan kadar teofilin dan efedrin HCl dalam sediaan tablet, penetapan kadar campuran vitamin B kompleks (Hayun,2006). Selain dalam bidang farmasi, spektrofotometri derivatif telah diaplikasikan secara luas di dalam analisis lingkungan, klinik, forensik, biomedik, dan industri (Skujins and Varian, 2006).

2.4.4 Komponen Spektrofotometer Derivatif

Komponen-komponen pada spektrofotometer UV/Vis biasa sama dengan komponen pada spektrofotometer derivatif. Alat spektrofotometer harus dilengkapi dengan peralatan sedemikian rupa untuk dapat menghasilkan spektrum derivatif (Ditjen POM, 1995). Biasanya spektrofotometer telah mempunyai software untuk mengolah data yang dapat dioperasikan malalui komputer yang telah terhubung dengan spektrofotometer (Moffat, 2007).

2.5 Validasi Metode Analisis

Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Validasi merupakan persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan hasil dari semua aplikasi analitik (Ermer, 2005). Adapun karakteristik dalam validasi

(11)

metode menurut USP (United States Pharmacopeia) XXX yaitu akurasi/kecermatan, presisi/keseksamaan, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang dan kekuatan/ketahanan

2.5.1 Akurasi (Kecermatan)

Akurasi adalah kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh melalui metode analitik dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery). Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode, yakni spiked – placebo recovery dan standard addition method. Pada spiked –

placebo recovery atau metode simulasi, analit murni ditambahkan (spiked) ke

dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut dianalisis dan jumlah analit hasil analisis dibandingkan dengan jumlah analit teoritis yang diharapkan. Jika plasebo tidak memungkinkan untuk disiapkan, maka sejumlah analit yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam sediaan farmasi. Metode ini dinamakan standard addition

method atau metode penambahan baku. (USP XXX, 2007; Ermer, 2005; Harmita,

2004).

2.5.2 Presisi (Keseksamaan)

Presisi adalah ukuran keterulangan metode analitik, termasuk di antaranya kemampuan instrumen dalam memberikan hasil analitik yang reprodusibel. Berdasarkan rekomendasi ICH (the International Conference on the

Harmonisation), karakteristik presisi dilakukan pada 3 tingkatan, yakni

keterulangan (repeatability), presisi antara (intermediate precision) dan reprodusibilitas (reproducibility). Keterulangan dilakukan dengan cara menganalisis sampel yang sama oleh analis yang sama menggunakan instrumen

(12)

yang sama dalam periode waktu singkat. Presisi antara dikerjakan oleh analis yang berbeda. Sedangkan reprodusibilitas dikerjakan oleh analis yang berbeda dan di laboratorium yang berbeda (USP XXX, 2007; Épshtein, 2004).

2.5.3 Spesifisitas

Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks. Secara umum, spesifisitas dapat ditunjukkan oleh pendekatan secara langsung maupun tidak langsung. Pendekatan langsung dapat ditunjukkan oleh minimalnya gangguan oleh senyawa lain terhadap hasil analisis misalnya mendapatkan hasil yang sama dengan atau tanpa senyawa pengganggu, resolusi kromatografik yang bagus dan kemurnian puncak (peak purity). Pendekatan tidak langsung adalah lewat pengamatan karakteristik akurasi dari metode tersebut. Bila akurasi metode telah dapat diterima (acceptable) dan valid, maka metode tersebut otomatis telah masuk kriteria sebagai metode yang spesifik (Ermer, 2005).

2.5.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan batas kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (USP XXX, 2007).

2.5.5 Linearitas

Linieritas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang

(13)

diberikan. Linieritas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran sampel (analit) yang ditambahkan baku pada sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi yang mencakup seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer, 2005). Berdasarkan rekomendasi ICH, linieritas dalam prakteknya diperkirakan pertama kali secara visual dari penampilan kurva plot luas area / tinggi puncak dengan konsentrasi. Untuk prosedur analitik, CDER (Center for Drug Evaluation and Research, US FDA) merekomendasikan bahwa kriteria linieritasnya pada tingkat koefisien korelasi tidak lebih kecil dari 0,999 (Épshtein, 2004).

2.5.6 Rentang

Rentang adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang cukup (Ermer, 2005). Rentang suatu prosedur dapat divalidasi lewat pembuktian bahwa prosedur analitik tersebut mampu memberikan presisi, akurasi dan linieritas yang dapat diterima ketika digunakan untuk menganalisis sampel (USP XXX, 2007; USP

Convention, 2006).

2.5.7 Kekuatan (Ketahanan)

Kekuatan dievaluasi dengan melakukan perubahan parameter dalam melakukan metode analitik seperti persentase kandungan pelarut organik dalam fase gerak, pH larutan dapar, waktu pengekstraksian analit, komposisi pengekstraksi dan perbandingan konsentrasi fase gerak (Épshtein, 2004).

Gambar

Gambar 2. Rumus struktur triprolidin
Gambar 3. Kurva serapan derivat pertama sampai derivat keempat

Referensi

Dokumen terkait

Validasi metode penetapan kadar kafein pada penelitian ini meliputi parameter linieritas, batas deteksi, batas kuantitasi, akurasi, dan presisi. Hasil

Linieritas Kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Rentang Konsentrasi terendah

Batas kuantifikasi (limit of quantification) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang

LoQ (Limit of Quantitative) merupakan konsentrasi terendah analit dalam sampel yang ditentukan dengan tingkat presisi dan akurasi yang dapat diterima dibawah

Recovery dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80%

Rentang kerja dari metode analisis adalah rentang konsentrasi di mana akurasi dan presisi yang dapat diterima tercapai. -

Penentuan linieritas suatu prosedur analisis dilakukan dengan perlakuan matematika dari hasil uji yang diperoleh pada analisis sampel yang mengandung analit dalam rentang

Rentang dari prosedur analisis disahihkan dengan jalan memverifikasi data yang menunjukkan bahwa prosedur analisis menghasilkan presisi, akurasi, dan linieritas yang dapat