VALIDASI METODE ORTO FENANTROLIN PADA PEMERIKSAAN KADAR ZAT BESI DENGAN
MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun oleh:
Ria Agustina P17335115030
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG JURUSAN FARMASI
2018
i
VALIDASI METODE ORTO FENANTROLIN PADA PEMERIKSAAN KADAR ZAT BESI DENGAN
MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Diploma III
Jurusan Farmasi
Disusun oleh:
Ria Agustina P17335115030
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG JURUSAN FARMASI
2018
ii
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Ria Agustina NIP : P17335115030 Tanda Tangan :
Tanggal : 25 Juni 2018
iii
Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Karya Tulis Ilmiah dengan judul
VALIDASI METODE ORTO FENANTROLIN PADA PEMERIKSAAN KADAR ZAT BESI DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI
Disusun oleh:
Nama : Ria Agustina NIM : P17335115030
Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan pada sidang Karya Tulis Ilmiah
Pembimbing,
Yayat Sudaryat, S.T, M.T NIP. 195810051981021002
Mengetahui : Ketua Jurusan Farmasi
Dra. Mimin Kusmiyati, M.Si NIP. 196308111994032001
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG JURUSAN FARMASI
HALAMAN PERSETUJUAN KARYA TULIS ILMIAH
iv
Karya Tulis Ilmiah ini telah diujikan pada sidang Karya Tulis Ilmiah Program Pendidikan Diploma III Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan Bandung Tanggal : 5 Juni 2018
VALIDASI METODE ORTO FENANTROLIN PADA PEMERIKSAAN KADAR ZAT BESI DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI
Disusun oleh : Nama : RIA AGUSTINA
NIM : P17335115030
Penguji : Tanda Tangan
Ketua : Dra. Mimin Kusmiyati, M. Si ( ) NIP : 196308111994032001
Anggota : Dra. Ganthina Sugihartina, Apt. M. Si. ( ) NIP : 196306281990032002
Anggota : Yayat Sudaryat, S. T, M. T ( ) NIP : 195810051981021002
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG JURUSAN FARMASI
HALAMAN PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulisan KTI ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya Farmasi pada Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Bandung. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan KTI, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Mimin Kusmiyati, M.Si, selaku Ketua Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Bandung dan selaku dosen pembimbing akademik, yang telah memberikan arahan, bantuan dan dukungan bagi kami untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah;
2. Yayat Sudaryat, S.T, M.T, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah;
3. Suami dan putri saya, yang telah penuh pengertian dan tanpa henti mendukung dan mendoakan saya;
4. Ibu saya untuk dukungan tanpa lelah kepada saya, dan saya yakin atas do’anyalah saya dapat melanjutkan kuliah lagi;
5. Keluarga besar yang telah selalu mensupport saya dalam segala kondisi;
6. Keluarga Puskesmas Cimahi Tengah, yang telah mendukung dengan penuh pengertian untuk saya;
7. Rekan-rekan kuliah, yang selalu saling menyemangati untuk dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini; dan
vi
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT akan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Bandung, 25 Juni 2018
Penulis
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KTI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Poltekkes Kemenkes Bandung, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ria Agustina NIM : P17335115030 Jurusan : Farmasi
Jenis karya : Karya Tulis Ilmiah
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Poltekkes Kemenkes Bandung Jurusan Farmasi Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
VALIDASI METODE ORTO FENANTROLIN PADA PEMERIKSAAN KADAR ZAT BESI DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Poltekkes Kemenkes Bandung Jurusan Farmasi berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama sayasebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Bandung Pada tanggal : 25 Juni 2018
Yang menyatakan
( Ria Agustina )
viii ABSTRAK
VALIDASI METODE ORTO FENANTROLIN PADA PEMERIKSAAN KADAR ZAT BESI DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI
Ria Agustina
Zat besi merupakan unsur esensial dari tubuh. Kekurangan zat besi menyebabkan erythropoesis dan anemia. Besi dan garamnya hanya dapat diberikan untuk pengobatan dan pencegahan anemia akibat kekurangan zat besi.
Sediaan yang biasa digunakan untuk terapi substitusi pada kekurangn zat besi berbentuk tablet atau kapsul yang dalam peredarannya harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya adalah persyaratan kadar. Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur kadar zat besi adalah metode Orto Fenantrolin dengan menggunakan Spektrifotometri Visibel. Untuk meminimalkan gangguan analisa diperlukan perlakuan awal terhadap sampel, yaitu dengan destruksi. Pengukuran kadar zat besi dilakukan dengan penetapan kadar menggunakan spektrofotometri visible yang didasarkan pada reaksi pembentukan komplek dengan 1,10 fenantrolin pada pH 3,2-3,3 membentuk kompleks berwarna merah orange, yang dapat diukur absorbansinya pada spektrofotometer visible. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah 511 nm. Hasil regresi linier kurva baku adalah y₌0,2518x+0,0016 dengan nilai r₌0,9998; dengan % RSD < %;
LoD₌0,0032 ppm dan LoQ₌0,0141 ppm. Kadar zat besi yang diperoleh adalah, Pada sampel A sebesar 100,41% dan 108,73%. Pada sampel B sebesar 99,85%
dan 112,16%. Pada sampel C sebesar 98,89% dan 115,71%. Pada sampel D sebesar 100,35% dan 108,63%. Pada sampel E sebesar 97,04% dan 107,17%.
Kata kunci : Fe, Spektrofotometri visible, Destruksi, Regresi linier, RSD, LoD dan LoQ.
ix ABSTRACT
VALIDATION ORTO FENANTROLIN METHOD OF IRON CONDITION WITH SPECTROFOTOMETRI
Ria Agustina
Iron is an essential element of the body. Iron deficiency causes erythropoesis and anemia. Iron and salt of iron can only be given for the treatment and prevention of iron deficiency anemia. Commonly used preparations for substitution therapy in iron deficiency in form of tablets or capsules in circulation must meet several requirements, one of which is the requirement of levels. One method used to measure iron levels is the Orto Fenantrolin method using Visible Spectrofotometry. To minimize the interruption of the analysis required the initial treatment of the sample, is by destruction. Measurements of iron content were performed by determination of levels using visible spectrofotometry based on complex forming reactions with 1,10 phenanthrolins at pH 3.2-3.3 to form orange red complexes, which can be measured for absorbance on a visible spectrofotometer . Maximum wavelength obtained is 511 nm. The result of linear regression of standard curve is y₌0,2518x + 0,0016 with value of r₌0,9998; with% RSD < 2%; LoD₌0,0032 ppm and LoQ₌0,0141 ppm. Iron levels obtained are, On sample A ₌ 100,41% and 108.73%. On sample B ₌ 99,85% and 112.16%; On sample C ₌ 98,89% and 115,71%; On sample D ₌ 100,35% and 108,63% and On sample E ₌ 97,04% - 107,17%.
Keywords: Fe, Visible Spectrofotometry, Destruction, Linear Regression, RSD, LoD and LoQ.
x DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii
KTI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Definisi ... 4
2.1.1 Zat Besi (Fe) ... 4
2.1.2 Tablet... 4
2.1.3 Tablet Tambah Darah ... 5
2.2 Anemia ... 6
2.2.1 Definisi Anemia ... 6
2.2.2 Kriteria Anemia ... 7
2.2.3 Klasifikasi Anemia ... 7
2.2.4 Penatalaksanaan Anemia ... 8
2.3 Analisis Kadar Zat Besi ... 8
2.3.1 Metode Orto-Fenantrolin ... 8
2.3.2 Persyaratan Kadar Zat Besi ... 9
xi
2.4 Validasi Metode Analisis ... 9
2.5 Spektrofotometri UV-Vis ... 11
2.6 Metode Destuksi ... 13
2.6.1 Pengertian Metode Destruksi ... 13
2.6.2 Destruksi Basah ... 13
2.6.3 Destruksi Kering ... 14
2.7 Definisi Operasional ... 15
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
3.1 Jenis Penelitian ... 18
3.2 Populasi dan Sampel... 18
3.2.1 Populasi ... 18
3.2.2 Sampel ... 18
3.3 Tempat dan Waktu ... 18
3.4 Metode Pemeriksaan ... 18
3.4.1 Bahan ... 18
3.4.2 Alat ... 18
3.4.3 Cara Kerja ... 19
3.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 22
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1 Uji Pendahuluan ... 23
4.2 Validasi Metode Analisa ... 24
4.2.1 Uji Linearitas ... 24
4.2.2 Uji Presisi ... 25
4.2.3 Batas Deteksi (LoD) dan Batas Kuantifikasi (LoQ) ... 26
4.3 Penetapan Kadar Sampel ... 27
4.4 Pembahasan ... 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
5.1 Kesimpulan ... 31
5.2 Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Anemia Menurut WHO………...7
Tabel 2.2 Definisi Operasional………..15
Tabel 4.1 Data Uji Linearitas Fe (II) ... 24
Tabel 4.2 Hasil Uji Presisi Fe (II) ... 25
Tabel 4.3 Data LoD dan LoQ ... 26
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Penetapan Kadar ... 27
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Instumentasi Spektrofotometri UV-Vis ... 12 Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Fe (II) ... 25
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Perhitungan Penimbangan Bahan... 35
LAMPIRAN 2 Larutan Standar Fe ... 36
LAMPIRAN 3 Larutan Reagent ... 37
LAMPIRAN 4 Standar dengan Berbagai Konsentrasi... 38
LAMPIRAN 5 Sampel Destruksi Kering ... 39
LAMPIRAN 6 Sampel Destruksi Basah ... 40
LAMPIRAN 7 Proses Penyaringan ... 41
LAMPIRAN 8 Sampel Hasil Destruksi ... 42
LAMPIRAN 9 Pengenceran Hasil Destruksi ... 43
LAMPIRAN 10 Pengukuran Kadar ... 44
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Zat Besi adalah unsur esensial dari tubuh, yang dibutuhkan untuk pembentukan haemoglobin dan untuk proses oksidasi jaringan hidup. Kekurangan zat besi menyebabkan erythropoesis dan anemia. Besi dan garamnya hanya dapat diberikan untuk pengobatan atau pencegahan anemia akibat kekurangan zat besi.
Zat besi tidak dapat digunakan untuk pengobatan jenis anemia yang lain.
(Martindale edisi 36, 2009).
Allah SWT menciptakan zat besi dengan peranan yang begitu penting, sebagaimana telah dijelaskan dalam firman-Nya dalam Q.S.Al Hadid ayat 25 sebagai berikut:
“Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu)” (QS.
Al Hadid: 25)
Secara global prevalensi kasus anemia tertinggi terdapat pada anak-anak yaitu 42,6% dan yang terendah pada wanita tidak hamil yaitu 29%, sedangkan kasus anemia pada wanita hamil yaitu 38,2% dan pada wanita usia reproduksi adalah 29,4%. Dari data WHO (World Health Organisation) pula diketahui bahwa prevalensi kasus anemia di dunia adalah sekitar 20,0 – 39,9%. (WHO, 2011).
Anemia terjadi pada 37,1% ibu hamil di Indonesia, 36,4% ibu hamil di perkotaan dan 37,8% ibu hamil di perdesaan. Untuk mencegah anemia setiap ibu hamil diharapkan mendapatkan tablet tambah darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan. Hasil PSG (Pemantauan Status Gizi) mendapatkan hanya 40,2% ibu hamil di Indonesia yang mendapatkan TTD minimal 90 tablet, lebih rendah dari target nasional tahun 2016 sebesar 85%. (Propil Kesehatan Indonesia, 2016).
2
Di Jawa Barat prevalensi kasus anemia pada ibu hamil adalah sekitar 53,8%. Sedangkan persentase distribusi tablet tambah darah di Jawa Barat adalah sekitar 44,1%. (Sri martuti & Sukati Saidin).
Kekurangan zat besi dalam tubuh manusia dapat dihindari dengan memberikan asupan zat besi yang cukup. Pengobatan anemia tidak cukup hanya dengan perubahan konsumsi makanan, tetapi juga dapat diatasi dengan mengkonsumsi tablet penambah darah. Pengkonsumsian tablet penambah darah harus sesuai dengan dosis yang telah ditentukan sehingga zat besi yang terdapat di dalam tubuh tidak berlebihan. Penderita anemia harus mengonsumsi tablet penambah darah dengan kadar besi 60 mg sebanyak 1–2 kali sehari.(Suerni Kurniawati dan Djarot Sugiarso, 2016).
Obat yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan penandaan. Standar dan/atau persyaratan mutu sebagaimana dimaksud meliputi: pemerian, sterilitas, uji disolusi, uji potensi, kadar, keseragaman sediaan (keseragaman kandungan dan keragaman bobot), pH label tidak sesuai dengan kandungan dan atau kekuatan zat aktif (mislabel), kadar air, ketidaksesuaian penandaan dengan yang disetujui, keseragaman bobot, volume terpindahkan, isi minimum dan waktu hancur.(Peraturan Kepala Badan POM RI, 2011).
Dari persyaratan diatas terdapat persyaratan kadar, sehingga penting untuk mengetahui apakah obat yang beredar di pasaran sudah sesuai dengan kadar yang tertera pada kemasan obat. Termasuk tablet tambah darah (Fe) yang beredar di pasaran. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai kadar zat besi (Fe).
Ada beberapa metode untuk menentukan kadar Fe, salah satu yang sering digunakan adalah metode Spektrofotometri UV-Vis. Metode ini memerlukan pengompleksan sehingga dapat membentuk warna yang spesifik yang dapat terukur dalam spektrofotometer UV-Vis. Untuk meminimalkan gangguan analisa, maka diperlukan perlakuan awal yang tepat. Cara yang biasa dilakukan sebagai perlakuan awal adalah destruksi. Destruksi perlu dilakukan sebelum
3
analisa karena destruksi berfungsi untuk menghilangkan atau memisahkan kandungan ion lain. Destruksi terdapat dua macam yaitu destruksi basah (wet digestion) dan destruksi kering (dry ashing). Kedua metode destruksi tersebut memiliki karakteristik masing-masing. Oleh karena itu, perbandingan kedua metode tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui keakuratan hasil analisa kadar zat besi dalam tablet penambah darah. (Suerni Kurniawati dan Djarot Sugiarso, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana hasil validasi metode orto fenantrolin pada pemeriksaan kadar zat besi?
2. Apakah hasil pemeriksaan kadar zat besi dalam multivitamin tambah darah sesuai persyaratan kadar?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan hasil validasi metode orto fenanatrolin pada pemeriksaan kadar zat besi dengan Spektrofotometri Visibel
2. Mengukur kadar zat besi dengan metode orto fenantrolin 1.4 Manfaat Penelitian
Dapat menjadi referensi apakah kadar zat besi dalam tablet tambah darah telah sesuai dengan persyaratan kadar. Dan dapat menjadi rujukan dalam menggunakan metode analisa kadar zat besi yang telah tervalidasi.
4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi
2.1.1 Zat Besi (Fe)
Zat Besi adalah unsur esensial dari tubuh, yang dibutuhkan untuk pembentukan haemoglobin dan untuk proses oksidasi jaringan hidup. Kekurangan zat besi menyebabkan erythropoesis dan anemia. Besi dan garamnya hanya dapat diberikan untuk pengobatan atau pencegahan anemia akibat kekurangan zat besi.
Zat besi tidak dapat digunakan untuk pengobatan jenis anemia yang lain.
Biasanya zat besi yang digunakan adalah bentuk garam fero yang absorpsinya lebih baik dibandingkan garam feri. Dosis yang biasa diberikan untuk pengobatan anemia pada orang dewasa adalah 100 – 200 mg perhari dalam dosis terbagi. Untuk pencegahan 60 – 120 mg perhari. Ada berbagai rekomendasi untuk dosis anak-anak dan maksimal 2 mg/kg berat badan zat besi tiga kali sehari untuk pengobatan, dan 1-2 mg/kg berat badan perhari untuk pencegahan anemia akibat kekurangan zat besi. Pengobatan diberikan hingga kadar haemoglobin kembali normal.
Zat besi juga dapat diberikan secara parenteral pada kasus terapi oral tidak dapat digunakan (Martindale edisi 36, 2009).
2.1.2 Tablet
Tablet adalah sediaan yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa.
Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja.
Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan. Tablet berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet.
Bolus adalah tablet besar yang digunakan obat hewan, umumnya untuk hewan besar.
5
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah kedalam lubang cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan (Farmakope Indonesia Edisi V, 2014).
2.1.3 Tablet Tambah Darah
Tablet tambah darah adalah sediaan tablet yang berisi zat besi sebagai kandungan utamanya yang digunakan sebagai terapi substitusi dalam hal kekurangan zat besi dalam tubuh, salah satunya pada ibu hamil yang mengalami anemia.
Adapun tablet tambah darah yang beredar dipasaran saat ini memiliki kandungan zat besi dalam bentuk kimia yang berbeda-beda, diantaranya yang tertera dalam Farmakope Indonesia Edisi V (2014) adalah:
1. Ferrosi Sulfas ( Besi (II) Sulfat )
Besi (II) Sulfat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 104,5% FeSO₄.7H₂O. Memiliki pemerian hablur atau granul warna hijau kebiruan, pucat, tidak berbau dan rasa seperti garam. Merekah di udara kering. Segera teroksidasi dalam udara lembab, berbentuk besi (III) sulfat berwarna kuning kecoklatan. Larutan (1 dalam 10) bereaksi asam terhadap lakmus P. pH lebih kurang 3,7. Memiliki kelarutan mudah larut dalam air, tidak larut dalam etanol, sangat mudah larut dalam air mendidih. BM FeSO₄.7H₂O adalah 278,01 sedangkan BM FeSO₄ anhidrat adalah 151,90.
2. Ferrosi Fumaras ( Besi (II) Fumarat )
Besi (II) Fumarat mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 101,0% C₄H₂FeO₄ dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Memiliki pemerian serbuk, jingga kemerahan hingga coklat merah, tidak berbau. Dapat mengandung gumpalan lunak yang membentuk kepingan kuning bila digerus. Memiliki kelarutan sukar larut dalam air, sangat sukar larut dalam etanol. Kelarutan dalam asam klorida encer terbatas karena memisahnya asam fumarat. BM C₄H₂FeO₄ 169,90.
6
3. Ferrosi Gluconas ( Besi (II) Glukonat )
Besi (II) Glukonat mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 102,0% C₁₂H₂₂FeO₁₄ dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Memiliki pemerian serbuk halus atau granul, abu-abu kekuningan atau kuning kehijauan pucat, bau lemah seperti karamel.
Larutan ( 1 dalam 20 ) bereaksi asam terhadap lakmus. Memiliki kelarutan larut dalam air dengan sedikit pemanasan, praktis tidak larut dalam etanol.
BM C₁₂H₂₂FeO₁₄.2H₂O adalah 482,17 sedangkan BM C₁₂H₂₂FeO₁₄ anhidrat adalah 446,14.
2.2 Anemia
2.2.1 Definisi Anemia
Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan.
Menurut WHO (1992) Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan.
Menurut I Made Bakta (dalam Luh Ani Seri, 2013) Anemia secara laboratorik yaitu keadaan apabila terjadi penurunan dibawah normal kadar hemoglobin hitung eritrosit dan hemotokrit (packedredcell).
7
2.2.2 Kriteria Anemia
Adapun kriteria anemia menurut WHO terdapat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kriteria Anemia Menurut WHO
Laki-laki dewasa Hemoglobin < 13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil Hemoglobin < 12 g/dl
Wanita hamil Hemoglobin < 11 g/dl
Anak umur 6-14 tahun Hemoglobin < 12 g/dl
Anak umur 6 bulan-6 tahun Hemoglobin < 11 g/dl
Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya adalah:
1. Hemoglobin < 10 g/dl 2. Hematokrit < 30 % 3. Eritrosit < 2,8 juta/mm³
( I Made Bakta, 2003) 2.2.3 Klasifikasi Anemia
Anemia karena penurunan produksi sel eritrosit 1. Anemia defisiensi zat besi
Disebabkan karena kurangnya suplai zat besi ke dalam tubuh.
Penyebabnya bias karena gangguan absorpsi besi, kehilangan darah karena perdarahan, atau kebutuhan sel darah merah meningkat pada wanita hamil.
Pada wanita hamil dapat mengakibatkan keguguran, lahir sebelum waktunya,berat badan lahir rendah,perdarahan sebelum dan selama persalinan,bahkan dapat mengakibatkan kematian pada ibu dan janinnya.
2. Anemia megaloblastik
Disebabkan karena kerusakan sintesis DNA.
3. Anemia defisiensi vitamin B12
8
Merupakan gagguan autoimun karena tidak adanya faktor intrinsik yang diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi ganguan absopsi vitamin B12.
4. Anemia defisiensi Asam folat 5. Anemia aplastik
2.2.4 Penatalaksanaan Anemia
1. Mengatasi penyebab anemia seperti perdarahan, cacingan, dll.
2. Pemberian nutrisi/makanan yang banyak mengandung unsur zat besi, diantaranya daging hewan, telor, ikan, sayuran hijau.
3. Pemberian tablet zat besi
Satu tablet di Indonesia mengandung 60 mg Fe dan 0,25 asam folat. Setiap tablet setara dengan 200 mg ferrosulfat.
Pada anemia defisiensi zat besi pada wanita hamil, selama kehamilan minimal diberikan 90 tablet sampai 42 minggu setelah melahirkan.
2.3 Analisis Kadar Zat Besi
Salah satu metode yang sering digunakan untuk menentukan kadar zat besi atau Fe (II) adalah metode spektrofotometri UV-Vis. Metode ini memerlukan pengompleksan sehingga dapat membentuk warna yang spesifik yang dapat terukur dalam spektrofotometri UV-Vis. Untuk meminimalkan gangguan analisa, maka diperlukan perlakuan awal yang tepat. Cara yang biasanya dilakukan sebagai perlakuan awal adalah destruksi (Mikhael Santoso & Lidya Giovani, 2017).
Analisis kuantitatif zat besi dengan spektrofotometri dikenal dua metode, yaitu orto-fenantrolin dan metode tiosianat. Pada penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan metode orto-fenantrolin.
2.3.1 Metode Orto-Fenantrolin
Metode orto-fenantrolin memiliki prinsip kerja yaitu kandungan besi dalam sampel harus dirubah menjadi bentuk feri atau besi (II) dengan cara
9
direduksi oleh hidroksil amin dalam suasana asam dengan pendidihan. Kemudian dengan penambahan 1,10 fenantrolin pada pH 3,2 – 3,3 akan terbentuk senyawa komplek berwarna merah orange, yang dapat diukur absorbansinya pada spektrofotometer UV-Vis. Setiap satu molekul besi (II) diikat oleh tiga molekul fenantrolin. Metode ini dapat digunakan untuk penetapan kadar besi dengan kadar 0,2 ppm sampai 4,0 ppm (Standard Methods, Edisi ke-15).
2.3.2 Persyaratan Kadar Zat Besi
Persyaratan kadar zat besi dalam tablet tambah darah yaitu tablet besi mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (FI V, 2014 ).
2.4 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis adalah akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang dianalisa. Secara singkat, validasi merupakan aksi konfirmasi bahwa metode analisis yang akan digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan (Harmita, 2004; Rohman, 2014).
Beberapa parameter yang harus ditetapkan dalam validasi metode analisa antara lain (Gandjar & Rohman, 2012; Harmita, 2004):
1. Linearitas
Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil- hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linearitas merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungakan antar respon (y) dengan konsentrasi (x). Linearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses untuk menentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya.
Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien r pada analisa regresi linier Y = a + bx. Hubungan linier dicapai jika nilai b = 0 dan r =
10
+1 atau -1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukan kepekaan analisis terutama instrument yang digunakan. Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur.
2. Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisa dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relative (koefisien variasi) dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Presisi dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility).
Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek.
Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi meberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal. Ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya maupun waktunya.
3. Batas Deteksi (LoD) dan Batas Kuantifikasi (LoQ)
Batas deteksi (limit of detection) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Batas deteksi merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu.
Batas kuantifikasi (limit of quantification) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.
Batas deteksi dan kuantifikasi seringkali dinyatakan sebagai suatu konsentrasi pada rasio signal terhadap derau (signal to noise ratio) yang biasanya memiliki rasio 2 atau 3 banding 1. Namun, batas deteksi dan kuantifikasi juga dapat dihitung berdasarkan standar deviasi (SD) respon dan kemiringan (slope) kurva baku. Standar deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan pada standar deviasi blanko, standar deviasi residual dari garis regresi, atau standar deviasi intersep y pada garis regresi.
11
2.5 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri didefinisikan sebagai interaksi antara radiasi elektromagnetik (REM) dengan sampel. Jika panjang gelombang REM yang digunakan bersesuaian dengan panjang gelombang ultraviolet-visibel maka disebut dengan spektroskopi ultraviolet-visibel yang biasa disingkat dengan UV- Vis, sementara itu jika panjang gelombang REM yang digunakan bersesuaian dengan panjang gelombang infra merah maka disebut spektroskopi infra merah,dan sebagainya.
Kebanyakan molekul obat menyerap radiasi di daerah ultraviolet, meskipun ada beberapa obat (terutama senyawa-senyawa obat yang berwarna) yang mampu menyerap radiasi di daerah tampak/ visible. Disamping itu, obat- obat yang semula tidak berwarna dapat diubah menjadi senyawa berwarna setelah direaksikan dengan reagen tertentu.
Hasil pengukuran spektrofotometri UV-Vis ditunjukan dengan nilai absorbansi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi absorbansi suatu senyawa yaitu:
1. Adanya gugus-gugus penyerap (kromofor)
2. Pengaruh pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel (metode destruksi sampel)
3. Pengaruh suhu 4. Ion-ion anorganik 5. Pengaruh pH
12
Gambar 2.1 Instumentasi Spektrofotometri UV-Vis
1. Sumber sinar
Sumber sinar atau lampu pada kenyataannya merupakan 2 lampu yang terpisah, yang secara bersama-sama mampu menjangkau keseluruhan daerah spectrum ultraviolet. Untuk sinar tampak digunakan lampu tungsten. Lampu ini terbuat dari logam tungsten. Lampu tungsten mengemisikan sinar pada panjang gelombang 350-2000nm, karena cocok untuk kolorimetri.
Untuk senyawa-senyawa yang menyerap di spektrum daerah ultraviolet, digunakan lampu deuterium. Deteurium merupakan salah satu isotop hidrogen, yang mempunyai satu etron yang lebih banyak dibanding hidrogen biasa dalam inti atomnya. Suatu lampu deuterium merupakan sumber energy tinggi yang mengemisikan sinar pada pajang gelombang 200-370 nm dan digunakan untuk semua spektroskopi dalam daerah spectrum ultraviolet.
2. Monokromator
Pada kebanyakan pengukuran kuantitatif, sinar harus bersifat monokromatik, yakni sinar dengan satu panjang gelombang tertentu. Hal ini dicapai dengan melewatkan sinar polikromatik (yakni sinar dengan beberapa panjang gelombang) melalui monokromator.
3. Kuvet
Merupakan tempat menyimpan sampel yang akan diukur absorbansinya.
Pada saat sinar monokromatis melalui kuvet, terjadi penyerapan sejumlah tertentu cahaya, sementara sebagian lainnya diteruskan ke detektor.
13
Syarat-syarat kuvet untuk analisis yaitu:
a. Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.
b. Permukaan harus sejajar.
c. Tidak bereaksi dengan bahan-bahan kimia.
d. Tidak rapuh.
Untuk pengukuran serapan sinar tampak (visible), kuvet yang digunakan dapat terbuat dari gelas silika biasa . Untuk pengukuran sinar UV kuvet yang digunakan harus terbuat dari kwarsa yang dapat mentransmisikan sinar UV maupun sinar visible.
4. Detektor
Detektor berfungsi untuk mengubah energi cahaya yang ditransmisikan atau diteruskan oleh kuvet menjadi energi listrik (sinyal listrik).
5. Recorder/Komputer
Sinyal listrik yang dihasilkan pada detektor diubah menjadi data visual dalam besaran absorbansi atau % T yang kemudian dapat dilihat pada output data.
2.6 Metode Destuksi
2.6.1 Pengertian Metode Destruksi
Destruksi merupakan suatu perlakuan pemecahan senyawa menjadi unsur- unsurnya sehingga dapat dianalisis. Istilah destruksi ini disebut juga perombakan, yaitu dari bentuk organik logam menjadi bentuk logam-logam anorganik.
Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia yaitu destruksi basah (oksida basah) dan destruksi kering (oksida kering). Kedua destruksi ini memiliki teknik pengerjaan dan lama pemanasan atau pendestruksian yang berbeda (Kristianingrum, 2012).
2.6.2 Destruksi Basah
Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator. Pelarut-pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain asam nitrat, asam sulfat, asam perklorat, dan asam klorida. Kesemua
14
pelarut tersebut dapat digunakan baik tunggal maupun campuran. Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada larutan destruksi, yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah larut sempurna atau perombakan senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan baik. Senyawa- senyawa garam yang terbentuk setelah destruksi merupakan senyawa garam yang stabil dan disimpan selama beberapa hari. Pada umumnya pelaksanaan kerja destruksi basah dilakukan secara metode Kjeldhal. Dalam usaha pengembangan metode telah dilakukan modifikasi dari peralatan yang digunakan (Kristianingrum, 2012).
2.6.3 Destruksi Kering
Destruksi kering merupakan perombakan organik logam di dalam sampel menjadi logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle furnace dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini dibutuhkan suhu pemanasan antara 400- 800°C, tetapi suhu ini sangat tergantung pada jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan suhu pengabuan dengan sistem ini terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis. Bila oksida-oksida logam yang terbentuk bersifat kurang stabil, maka perlakuan ini tidak memberikan hasil yang baik. Oksida-oksida ini kemudian dilarutkan ke dalam pelarut asam encer baik tunggal maupun campuran, setelah itu dianalisis menurut metode yang digunakan. Contoh yang telah didestruksi, baik destruksi basah maupun kering dianalisis kandungan logamnya (Kristianingrum, 2012).
15
15
2.7 Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Linearitas
Kemampuan metode analisis yang
memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi
matematik yang baik, proporsional
terhadap konsentrasi analit dalam sampel
Membuat plot antara absorbansi dan konsentrasi analit dan menghitung nilai koefisien korelasi (r)
Spektrofotometer Koefisien
korelasi (r) Rasio
2 Akurasi
Ukuran yang menunjukan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya
Mengukur absorbansi
dan konsentrasi Spektrofotometer % Rasio
3 Presisi
Ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik
Pengujian presisi
dengan cara menghitung rata-rata nilai absorbansi yang diperoleh dan dihitung nilai RSD
Spektrofotometer % Rasio
4 LoD Konsentrasi terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih
memberikan respon signifikan disbanding
Mengukur nilai absorbansi dari konsentrasi terendah
Spektrofotometer ppm Rasio
16
16
dengan blangko yang diperiksa
berdasarkan literatur yang didapat adalah 0,02 ppm. Pengukuran absorbansi dilakukan sebanyak 7 kali pengulangan, dihitung rata-ratanya dan dicari standar deviasinya (SD).
Nilai LoD diperoleh dari nilai rata-rata ditambah 3 SD
5 LoQ
Konsentrasi terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama
Mengukur nilai absorbansi dari konsentrasi terendah yang diperiksa berdasarkan literatur yang didapat adalah 0,02 ppm. Pengukuran absorbansi dilakukan sebanyak 7 kali pengulangan, dihitung rata-ratanya dan dicari standar deviasinya (SD).
Spektrofotometer ppm
Rasio
17
Nilai LoQ diperoleh dari nilai rata-rata ditambah 10 SD.
6 Kadar Fe Jumlah Fe dalam tablet tambah darah Mengukur absorbansi dari sampel, kemudian dengan menggunakan persamaan regresi, dihitung kadar zat besi dari sampel.
Spektrofotometer % Rasio
17
18 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Pada metode ini, peneliti hanya melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan dan hasil pengukuran disajikan apa adanya.
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi
Populasi yang diambil adalah Multivitamin tambah darah/ antianemia yang terdaftar dalam ISO INDONESIA, Volume 51 tahun 2017-2018.
3.2.2 Sampel
Sampel yang akan digunakan adalah sediaan Multivitamin tambah darah dari lima produsen yang berbeda dan dipilih dengan metode Random sampling.
Selanjutnya akan disebut sampel A,B,C,D dan E.
3.3 Tempat dan Waktu
Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Kimia Politeknik Kesehatan Bandung Jurusan Farmasi. Pada bulan April 2018.
3.4 Metode Pemeriksaan 3.4.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar FeSO₄.
7H₂O; HCl Pekat; H₂SO₄ pekat; hidroksilamin; 1,10-fenantrolin; amonium asetat;
sodium asetat dan aquadest.
3.4.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer UV-Vis double beam ( , muffle furnace, neraca
19
analitik ( , Hot plate, volume pipet dan peralatan gelas yang umum digunakan di laboratorium.
3.4.3 Cara Kerja 1. Pembuatan Reagen
1) Larutan Stock Fe (II) 1000 ppm
Perlahan menambahkan 10 ml H₂SO₄ pekat ke dalam 25 ml aquadest dalam gelas beker dan melarutkan kedalamnya ferro sulfat 7H₂O sebanyak 2,482 gram. Kemudian memasukkan larutan ke dalam labu ukur 500 ml dan menambahkan aquadest hingga tanda batas dan dikocok.
2) Larutan Standar Fe (II) 10 ppm
Memipet sebanyak 10 ml larutan stock Fe (II) 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian menambahkan aquadest hingga tanda batas, kocok. Kemudian dari larutan standar Fe (II) 100 ppm tersebut dipipet sebanyak 10 ml dan memasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian menambahkan aquadest hingga tanda batas, dikocok.
3) Larutan 1,10-fenantrolin 1000 ppm
Memasukan sebanyak 0,1000 gram padatan 1,10-fenantrolin ke dalam gelas beker dilarutkan dalam 100 ml aquadest. Dipanaskan sampai 80°C, tidak boleh mendidih.
4) Larutan Buffer Amonium asetat
Memasuka sebanyak 25 gram CH₃COONH₄ ke dalam labu ukur 100 ml, dilarutkan dalam 15 ml aquadest. Menambahkan 70 ml asam asetat glacial, menambahkan aquadest hingga tanda batas.
5) Larutan Hidroksilamin
Memasukan sebanyak 10 gram NH₂OH.HCl ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan aquadest hingga tanda batas.
20
6) Larutan Sodium asetat
Melarutkan sebanyak 20 gram NaC₂H₃O₂.3H₂O kedalam 80 ml aquadest.
2. Validasi Metode Analisa (Orto-Fenantrolin) 1) Uji Pendahuluan
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Memipet larutan standar Fe (II) 10 ppm sebanyak 0,5 ml, kemudian memasukkannya ke dalam labu ukur 50 ml, menambahkan 1 ml larutan hidroksilamin (NH₂OH.HCl), menambahkan 0,1 ml larutan sodium asetat, menambahkan 0.1 ml larutan buffer ammonium asetat kemudian dilarutkan, lalu menambahkan 1 ml larutan fenantrolin dan menambahkan aquadest hingga tanda batas, dilarutkan. Larutan didiamkan selama kurang lebih 10 menit, kemudian diukur untuk menentukan panjang gelombang maksimal.
2) Uji Linearitas dan Presisi
Memipet larutan standar Fe (II) 10 ppm sebanyak 0,3; 0,5; 2,5; 5; 7,5 dan 10 ml, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, menambahkan 0,1 ml larutan hidroksilamin (NH₂OH.HCl), menambahkan 0,1 ml larutan sodium asetat, menambahkan 0,1 ml larutan buffer ammonium asetat kemudian dilarutkan, lalu menambahkan 1 ml larutan fenantrolin dan menambahkan aquadest hingga tanda batas, dilarutkan. Larutan didiamkan selama kurang lebih 10 menit, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal (masing-masing konsentrasi diukur sebanyak 5 kali pengukuran). Hasilnya dibuat kurva kalibrasi.
3) Batas Deteksi dan Kuantifikasi
Memipet larutan standar Fe (II) 10 ppm sebanyak 0,1 ml kemudian memasukkannya ke dalam labu ukur 50 ml, menambahkan 0,1 ml larutan hidroksilamin (NH₂OH.HCl), menambahkan 0,1 ml larutan sodium asetat, menambahkan 0,1 ml larutan buffer ammonium asetat
21
kemudian dilarutkan, lalu menambahkan 1 ml larutan fenantrolin dan menambahkan aquadest hingga tanda batas, dilarutkan. Larutan didiamkan selama kurang lebih 10 menit, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal (pengukuran dilakukan sebanyak 7 kali pengulangan). Kemudian diukur batas deteksi dan batas kuantifikasinya.
4 Penetapan Kadar Sampel 1) Preparasi Sampel
a. Destruksi Kering
Menimbang multivitamin tambah darah sebanyak 10 dan menghitung rata-rata beratnya, kemudian sampel dihaluskan dengan menggunakan mortar, dimasukkan ke dalam cawan porselein sebanyak rata-rata berat yang didapatkan, melakukan pengabuan dalam tanur pada suhu ≤ 525°C sampai warna berubah (kurang lebih 3 jam). Memasukan sampel kedalam beaker glass, selanjutnya ke dalam beaker glass menambahkan HCl Pekat sebanyak 25 ml, kemudian memanaskannya di atas hot plate hingga abu larut. Kemudian menyaring larutan tersebut dan filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Menambahkan aquadest hingga tanda batas dan dihomogenkan.
b. Destruksi Basah
Menimbang multivitamin tambah darah sebanyak 10 dan menghitung rata-rata beratnya, kemudian sampel dihaluskan dengan menggunakan mortar. Sampel ditimbang sebanyak berat rata-rata yang diperoleh dan memasukkannya dalam beaker glass.
Kemudian menambahkan HCl pekat sebanyak 25 ml, kemudian memanaskannya di atas hot plate hingga tersisa beberapa ml dan larutan menjadi jernih. Selanjutnya menyaring larutan dan filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Menambahkan aquadest hingga tanda batas dan dihomogenkan.
22
2) Penentuan Kadar Fe (II) dalam Tablet Penambah Darah
Memasukan larutan hasil preparasi sebanyak 0,1 ml ke dalam labu ukur 50 ml, menambahkan 0,1ml larutan hidroksilamin (NH₂OH.HCl), menambahkan 0,1 ml larutan sodium asetat, menambahkan 0,1 ml larutan buffer ammonium asetat kemudian dilarutkan, lalu menambahkan 1 ml larutan fenantrolin dan menambahkan aquadest hingga tanda batas, dilarutkan. Larutan didiamkan selama kurang lebih 10 menit, kemudian mengukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali untuk setiap sampel multivitamin tambah darah.
3.5 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh berupa nilai absorbansi, yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan Spektrofotometer Visibel digunakan untuk membuat kurva kalibrasi dan menentukan nilai presisi, linearitas, LoD, LoQ serta kadar zat besi yang terkandung dalam multivitamin tambah darah.
23 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dalam penelitian ini dilakukan dengan menentukan panjang gelombang maksimal dari larutan standar Fe (II). Pengujian dilakukan dengan membuat larutan dengan konsentrasi 0,5 ppm, kemudian diukur pada spektrofotometri pada kisaran panjang gelombang 400 sampai 700 nm. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang gelombang yang memberikan serapan paling besar untuk larutan Fe (II) yaitu pada panjang gelombang 511,0.
Pengukuran panjang gelombang maksimal terdapat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Panjang Gelombang Maksimal Larutan Fe (II)
24
4.2 Validasi Metode Analisa 4.2.1 Uji Linearitas
Pengujian linearitas dilakukan dengan membuat 6 variasi konsentrasi larutan standar Fe (II), yaitu 0,06; 0,1; 0,5; 1; 1,5 dan 2 ppm. Keenam variasi konsentrasi tersebut diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang maksimal yang telah diperoleh. Pada setiap konsentrasi dilakukan pembacaan absorbansi sebanyak 5 kali. Masing-masing konsentrasi dihitung rata-rata nilai absorbansinya, kemudian dibuat kurva kalibrasinya. Data kurva kalibrasi adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1 Data Uji Linearitas Fe (II)
No Standar
Standar Fe (II) ( ppm )
Absorbansi RATA2
1 0,06 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015
2 0,1 0,027 0,027 0,027 0,027 0,027 0,027
3 0,5 0,133 0,132 0,132 0,133 0,131 0,1322
4 1,0 0,25 0,25 0,249 0,249 0,249 0,2494
5 1,5 0,379 0,38 0,38 0,378 0,379 0,3792
6 2,0 0,506 0,506 0,507 0,506 0,506 0,5062
Dari data yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam persamaan regresi y = bx + a antara data konsentrasi standar Fe (II) dan nilai rata-rata absorbansi sehingga dapat dibuat kurva kalibrasi seperti pada Gambar 4.2.
25
Absorbansi
Konsentrasi (ppm)
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Fe (II)
Data kurva kalibrasi Fe (II) yang diperoleh yaitu koefisien korelasi (r) sebesar 0,9998, nilai intersep (a) sebesar 0,0016 dan nilai slope (b) sebesar 0,2518 sehingga didapat persamaan regresi y = 0,2518x + 0,0016. Karena diperoleh nilai koefisien korelasi (r) mendekati 1 maka data tersebut memenuhi syarat linearitas.
4.2.2 Uji Presisi
Uji presisi dilakukan dengan menghitung standar deviasi dari rata-rata absorbansi dari setiap konsentrasi larutan, kemudian dihitung simpangan baku relatif ( % RSD ).
Tabel 4.2 Hasil Uji Presisi Fe (II) Standar
Fe (II) ( ppm )
RATA2
Absorbansi SD RSD (%)
0,06 0,015 0,0000 0,00
0,1 0,027 0,0000 0,00
0,5 0,1322 0,0008 0,63
1,0 0,2494 0,0005 0,22
1,5 0,3792 0,0008 0,22
2,0 0,5062 0,0004 0,09
y = 0.2518x + 0.0016 R² = 0.9998
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Series1
Linear (Series1)
26
Berdasarkan Tabel 4.2 diperoleh % RSD dari hasil pengujian adalah 0,00;
0,00; 0,63; 0,22; 0,22 dan 0,09 yang kesemua hasilnya adalah dibawah nilai 2, maka syarat Uji Presisi terpenuhi.
4.2.3 Batas Deteksi (LoD) dan Batas Kuantifikasi (LoQ)
Nilai LoD dan LoQ diukur dengan menggunakan nilai absorbansi dari konsentrasi terendah yang diperiksa berdasarkan literatur yang didapat adalah 0,02 ppm. Pengukuran absorbansi dilakukan sebanyak 7 kali pengulangan, dihitung rata-ratanya dan dicari standar deviasinya (SD). Nilai LoD diperoleh dari nilai rata-rata ditambah 3 SD, sedangkan nilai LoQ diperoleh dari nilai rata-rata ditambah 10 SD. Data pengukuran absorbansi terdapat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Data LoD dan LoQ
Rata-rata = 0,0012 SD = 0,0004
LoD = Rata-rata + (3 x SD) 0,0012 + (3 x 0,0004) 0,0024 = 0,0032 ppm LoQ = Rata-rata + (3 x SD)
0,0012 + (3 x 0,0004) 0,0051 = 0,0141 ppm
Standar Fe (II)
0,02 ppm Absorbansi
1 0,001
2 0,001
3 0,001
4 0,002
5 0,002
6 0,001
7 0,001
27
4.3 Penetapan Kadar Sampel
Hasil perhitungan kadar zat besi dalam 5 sampel multivitamin tambah darah dapat dilihat pada Tabel 4.4. Perhitungan bobot rata-rata sampel dan banyaknya sampel yang ditimbang terdapat pada lampiran.
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Penetapan Kadar Nama
Sampel
Jenis Destruksi
Rata-rata Absorbansi
Kadar di Etiket
Kadar yang Dianalisis
Konsentrasi
( % ) Rata 2
A
Kering 0,1662 250 259,0475 103,62
100,41
Kering 0,1436 250 243,0052 97,20
Basah 0,1878 250 273,6279 109,45
108,73
Basah 0,1668 250 270,0293 108,01
B
Kering 0,1458 250 247,1139 98,85
99,85
Kering 0,149 250 252,1198 100,85
Basah 0,159 250 270,2449 108,10
112,16
Basah 0,1712 250 290,5194 116,21
C
Kering 0,5872 360 352,6441 97,96
98,89
Kering 0,598 360 359,3000 99,81
Basah 0,6986 360 420,0843 116,69
115,71
Basah 0,6872 360 413,0384 114,73
D
Kering 0,1458 90 86,8730 96,53
100,35
Kering 0,1572 90 93,7409 104,16
Basah 0,1668 90 99,5532 110,61
108,63
Basah 0,1608 90 95,9791 106,64
E
Kering 0,3552 200 190,4567 95,23
97,04
Kering 0,3686 200 197,6742 98,84
Basah 0,3982 200 213,5608 106,78
107,17
Basah 0,401 200 215,1256 107,56
28
4.4 Pembahasan
Dalam menetapkan kadar suatu senyawa, khususnya penetapan kadar dengan menggunakan spektrofotometer terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan. Diantaranya adalah uji pendahuluan dan validasi metode analisa. Uji pendahuluan yang dilakukan adalah penentuan panjang gelombang maksimum.
Sedangkan validasi metode terdiri dari uji linearitas, presisi, akurasi, batas deteksi dan batas kuantifikasi.
Penentuan panjang gelombang maksimum bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang yang menghasilkan serapan terbesar. Nilai panjang gelombang maksimum yang diperoleh kemudian digunakan untuk analisis senyawa dengan menggunakan spektrofotometer. Berdasarkan data serapan dalam Gambar 4.1 nilai serapan tertinggi adalah 511,0 nm.
Tahap selanjutnya adalah validasi metode analisa, yang pertama adalah Uji Linearitas yang merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil- hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linearitas merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungakan antar respon (y) dengan konsentrasi (x). Linearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses untuk menentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya (Gandjar & Rohman, 2012; Harmita, 2004).
Dari data kurva kalibrasi pada Gambar 4.2 diperoleh persamaan regresi yaitu y = o,2518x + 0,0016 dengan nilai koefisien korelasi (r) yaitu 0,9998. Hubungan yang linear dicapai apabila nilai r mendekati +1 atau -1 bergantung pada arah garis (Harmita, 2004). Nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 serta bentuk grafik yang mendekati lurus menunjukkan bahwa kurva kalibrasi memenuhi syarat linearitas, yang artinya terdapat hubungan antara absorbansi dan konsentrasi zat.
Uji presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisa dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relative (koefisien variasi) dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Presisi dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). (Gandjar &
29
Rohman, 2012; Harmita, 2004). Uji presisi dilakukan dengan menghitung standar deviasi dari rata-rata absorbansi dari setiap konsentrasi larutan, kemudian dihitung simpangan baku relatif ( % RSD ). Berdasarkan Tabel 4.2 diperoleh % RSD dari hasil pengujian adalah 0,00; 0,00; 0,63; 0,22; 0,22 dan 0,09 yang kesemua hasilnya adalah dibawah nilai 2, maka hasil tersebut memenuhi persyaratan parameter presisi menurut Harmita (2004) yaitu nilai RSD yang dapat diterima adalah ≤ 2 %.
Batas deteksi (limit of detection) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Batas deteksi merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu. Batas kuantifikasi (limit of quantification) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Gandjar & Rohman, 2012; Harmita, 2004). Dari data Tabel 4.4 diperoleh hasil uji batasdeteksi yaitu pada 0,0032 ppm dan hasil uji batas kuantifikasi yaitu pada 0,0141 ppm.
Penetapan kadar sampel dilakukan menggunakan lima merek suplemen tambah darah dengan kandungan zat besi yang berbeda. Sampel masing-masing ditimbang sebanyak 10 lalu dihitung bobot rata-ratanya. Pada setiap merek dilakukan dua macam perlakuan destruksi dan untuk setiap jenis destruksi dilakukan pengukuran dua kali. Berdasarkan Farmakope Indonesia V, persyaratan kadar tablet besi adalah tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 110%. Dari data perhitungan kadar yang diperoleh, kadar zat besi pada kelima sampel sebagian besar sudah sesuai dengan persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope Indonesia V, namun pada dua sampel diperoleh kadar zat besi yang melebihi batas persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope Indonesia V. Kadar zat besi yang diperoleh pada sampel A sebesar 100,41% dan 108,73%. Pada sampel B sebesar 99,85% dan 112,16%. Pada sampel C sebesar 98,89% dan 115,71%. Pada sampel D sebesar 100,35% dan 108,63%. Pada sampel E sebesar 97,04% dan 107,17%.
Perbedaan kadar dapat terjadi karena proses persiapan sampel awal yang kurang baik. Kemungkinan saat proses penggerusan sampel dari beberapa tablet
30
kemudian hasil penggerusan dimasukan kedalam suatu wadah kemungkinan dapat terjadi segregasi atau proses pemisahan zat besi dengan zat lain pada sampel, sehingga pada saat sampel ditimbang pada setiap bagiannya tidak homogen dan dapat terjadi perbedaan kadar saat dilakukan analisis. Zat besi merupakan mineral yang memiliki kadar maksimum yang diperlukan oleh tubuh, kadar yang melebihi peryaratan yang ditetapkan tidak terlalu signifikan dan tidak melebihi kebutuhan maksimun zat besi perhari.
31 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil validasi metode yang diperoleh yaitu Panjang gelombang maksimum untuk analisis zat besi adalah 511 nm. Koefisien korelasi sebesar 0,9998;
% RSD < 2 %; nilai akurasi berada diantara 98-101 %; batas deteksi yaitu 0.0032 ppm dan batas kuantifikasi yaitu 0,0141 ppm.
2. Kadar zat besi yang diperoleh pada sampel A sebesar 100,41% dan 108,73%. Pada sampel B sebesar 99,85% dan 112,16%. Pada sampel C sebesar 98,89% dan 115,71%. Pada sampel D sebesar 100,35% dan 108,63%. Pada sampel E sebesar 97,04% dan 107,17%.
5.2 Saran
Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar melakukan preparasi sampel dengan lebih baik lagi, bila perlu serbuk sampel sebelum ditimbang diaduk atau dihomogenkan terlebih dahulu sehingga dapat diperoleh sampel untuk analisa yang memiliki kadar zat besi yang sama atau hampir sama disetiap bagian serbuknya.
32
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1970. Methods Of Analysis of association of official analytical chemists.
Eleventh edition.
Budijanto, Didik dkk. 2016. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Greenberg, Arnold dkk. Standard Methods For the examination of water and wastewater. Fifteenth edition. Washington DC: American Public Health Association.
Gandjar, I.G. dan Rohman, A. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
ISO Indonesia vol.47. 2012 s/d 2013. Jakarta: MSD.
Kurniawati, Suerni dan Djarot Sugiarso. 2016. Perbandingan Kadar Fe (II) dalam tabtet tambah darah Secara Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Sains dan Seni ITS Vol. 5, No. 1, 2337-3520.
Kristianingrum, Susila. 2012. Kajian Berbagai Proses Destruksi sampel dan Efeknya. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA.
Kementrian Kesehatan RI. 2015. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala BPOM RI, Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat Yang Tidak Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan. Jakarta: BPOM RI.
Rahayu, Wiranti Sri dkk. 2007. Validasi Penetapan Kadar Besi Dalam Sediaan Tablet Multivitamin Dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis. Pharmacy, Vol 05 No 01 ISSN 1693-3591.
Rasyid, Roslinda dkk. 2015. Validasi Metode Analisis α- Mangostin Dalam Plasma Darah Manusia Secara In Vitro Dengan Metode Spektrofotometri
33
Uv. Prosiding Seminar Nasiona & Workshop “ Perkembangan Terkini Sains Farmasi & Klinik 5”.
Seri, Luh Ani. 2013. Anemia Defisiensi Besi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sweetman, Sean C.(Ed). 2009. Martindale: The Complete Drug Reference, Edisi 36. USA: Pharmaceutical Press.
Tarwoto dan Wasdinar. 2013. Anemia Pada Ibu Hamil. Jakarta: Trans Info Media.
World Health Organisation 2015. The Global Prevalence of Anaemia In 2011.
Geneva: WHO Document Production Services.
34
LAMPIRAN
35
LAMPIRAN 1
Perhitungan Penimbangan Bahan
Rata-Rata Bobot Multivitamin Tambah Darah ( g )
NO SANGOBION BIOSANBE HEMOBION NONEMI FE
TABLET
1 0,4326 0,4735 0,7065 0,7090 0,3765
2 0,4419 0,4655 0,7065 0,7140 0,3719
3 0,4409 0,4698 0,7037 0,7067 0,3766
4 0,4326 0,4771 0,7090 0,6901 0,3782
5 0,4218 0,4774 0,7161 0,6951 0,3759
6 0,4343 0,4745 0,7081 0,6930 0,3792
7 0,4275 0,4693 0,7124 0,6729 0,3764
8 0,4356 0,4725 0,7097 0,6677 0,3717
9 0,4328 0,4873 0,7075 0,6908 0,3835
10 0,4330 0,4790 0,6995 0,6752 0,3830
Ẋ 0,4343 0,4746 0,7079 0,6915 0,3773
Penimbangan Sampel (g )
NAMA SAMPEL DESTRUKSI I II
SANGOBION Kering 0,4342 0,4337
Basah 0,4345 0,4370
BIOSANBE Kering 0,4757 0,4748
Basah 0,4766 0,4755
HEMOBION Kering 0,7076 0,7079
Basah 0,7082 0,7079
NONEMI Kering 0,6915 0,6915
Basah 0,6917 0,6920
FE TABLET Kering 0,3773 0,3773
Basah 0,3772 0,3773
36
LAMPIRAN 2 Larutan Standar Fe
37
LAMPIRAN 3 Larutan Reagent
38
LAMPIRAN 4
Standar dengan berbagai konsentrasi
39
LAMPIRAN 5 Sampel Destruksi Kering
40
LAMPIRAN 6 Sampel Destruksi Basah
41
LAMPIRAN 7 Proses Penyaringan
42
LAMPIRAN 8 Sampel hasil destruksi
Destruksi Basah
Destruksi Kering
43
LAMPIRAN 9
Pengenceran hasil destruksi
Destruksi Kering
Destruksi Basah.
44 LAMPIRAN 10
Pengukuran Kadar
SAMPEL JENIS DESTRUKSI
ABSORB ANSI
RATA2
ABSORBANSI y= 0.2518x + 0.0016 dalam 100 ml
PENGENCERAN50/0.1 PENIMBANGAN KADAR FE / TAB KONVERSI FE FE SEBAGAI KADAR DI ETIKET % KADAR
PPM PPM ( mg/1000 ml) mg/100 ml
1 2=∑ 1 / 5 3=(2-0.0016)/0.2518 4=3/10 5=4*50/0.1 6 7=5*6 8 9=7*8 10 11=9/10*10
0
A
DK
0.153
0.1528 0.6005 0.0600 30.0238 1.0021 30.0862 8.6102 259.0475 250 103.62
0.153 0.153 0.152 0.153
DK
0.143
0.1436 0.5639 0.0564 28.1970 1.0009 28.2230 8.6102 243.0052 250 97.20
0.143 0.144 0.144 0.144
DB
0.161
0.1612 0.6338 0.0634 31.6918 1.0028 31.7796 8.6102 273.6279 250 109.45
0.161 0.161 0.161
46