• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSUMSI MINUMAN BEROKSIGEN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERFORMA SAAT BEROLAHRAGA, PROFIL LIPID, GLUKOSA DARAH DAN SGOT/SGPT WIRASUWASTI NUGRAHANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSUMSI MINUMAN BEROKSIGEN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERFORMA SAAT BEROLAHRAGA, PROFIL LIPID, GLUKOSA DARAH DAN SGOT/SGPT WIRASUWASTI NUGRAHANI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL LIPID, GLUKOSA DARAH DAN SGOT/SGPT

WIRASUWASTI NUGRAHANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konsumsi Minuman Beroksigen dan Dampaknya terhadap Performa saat Berolahraga, Profil Lipid, Glukosa Darah dan SGOT/SGPT adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Wirasuwasti Nugrahani

(3)

RINGKASAN

WIRASUWASTI NUGRAHANI. Konsumsi Minuman Beroksigen dan Dampaknya terhadap Performa saat Berolahraga, Profil Lipid, Glukosa Darah dan SGOT/SGPT. Dibimbing oleh ENDANG PRANGDIMURTI dan FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA.

Olahraga adalah aktivitas yang memerlukan energi lebih banyak dibandingkan aktivitas normal lainnya. Metabolisme pembentukan energi berupa ATP berkaitan dengan keberadaan oksigen. Konsumsi oksigen meningkat hingga melebihi kapasitas paru-paru saat berolahraga menyebabkan pernafasan secara aerob (memerlukan oksigen) beralih menjadi anaerob (tanpa oksigen). Pernafasan anaerob menghasilkan laktat yang memicu kelelahan. Manfaat air minum beroksigen terhadap performa saat berolahraga telah banyak dikaji. Beberapa studi melaporkan bahwaair minumtersebut dapat mempengaruhi performa saat berolahraga, namun sebagian menunjukkan hasil tidak memberikan pengaruh. Kekuatiran terhadap dampak negatifnya telah diteliti. Studi yang ada menunjukkan bahwa air minum beroksigen tidak beresiko menimbulkan radikal bebas dan tidak menimbulkan kerusakan pada hati, sel darah, sel imun maupun DNA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh konsumsi berbagai konsentrasi minuman beroksigen, pada jangka pendek dan jangka panjang terhadap performa berolahraga dan saturasi oksigen (SPO2), juga pengaruh jangka panjang terhadap paramater yang berkaitan dengan pembentukan ATP, yaitu profil lipid (kolesterol, trigliserida, LDL, dan HDL) dan glukosa darah, serta pengaruhnya terhadap kesehatan hati (SGOT/AST dan SGPT/ALT).

Penelitian dengan responden mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang gemar berolahraga dilakukan di Laboratorium Somatokinetika Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Klinik dr Katili Bogor, dan IPB selama 8 bulan. Tahapan penelitian ini meliputi (1) pengajuan ethical clearance, (2) seleksi calon responden, (3) sosialisasi kepada para responden dan persetujuan inform consent, (4) percobaan jangka pendek, (5) percobaan jangka panjang, dan (6) pengolahan data. Rekrutmen calon responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dan hasil pemeriksaan kesehatan (fisik, darah, fungsi jantung dan paru-paru). Adapun sosialisasi berisi tentang pemberian materi terkait minuman beroksigen dan praktek cara meminum sampel yang benar. Pada percobaan jangka pendek dan setelah jangka panjang, 12 responden mengkonsumsi 1 botol (385 mL) air minum beroksigen 50, 80 dan 130 ppm dan AMDK (kontrol) untuk jangka pendek dan 100 ppm untuk jangka panjang, yang diminum sekitar 15 menit sebelum dan sesaat setelah pengujian. Setiap responden melakukan 4 kali pengujian lari 10 km/jam pada hari yang berbeda menggunakan treadmill yang dihubungkan dengan alat uji kebugaran kardiorespiratori “Fitmate” (Cosmed). SpO2 diukur pada ujung jari tangan menggunakan alat pulse oxymeter “ri-fox Pulsoximeter” (Riester) yang dilakukan sebelum (s1) dan setelah uji performa (s2), setelah meminum sampel kedua pada menit ke-0 (m0), 5 (m5), 10 (m10), dan 15 (m15). Pada percobaan jangka panjang, 17 responden mengkonsumsi 2 botol/hari sampel

(4)

air minum beroksigen (100 ppm). Selama intervensi dilakukan pula food recall, pemberian makan malam, memonitor kegiatan olahraga, penerimaan sensori, dan manfaat bagi kesehatan (subyektif). Darah yang diambil digunakan untuk analisis trigliserida, kolesterol, dan glukosa darah yang menggunakan metode kolorimetri enzimatis, adapun HDL menggunakan metode presipitasi dan kolorimetri enzimatis. LDL dihitung berdasarkan persamaan Friedewald. Analisis SGOT/SGPT dilakukan menggunakan metode kinetik.

Minuman beroksigen yang diberikan tidak mempengaruhi performa saat berolahraga maupun SpO2, namun nilai rata-rata VO2 max dan waktu mencapai kelelahan pada perlakuan minuman beroksigen meningkat dibandingkan mengkonsumsi AMDK. VO2 max yang dicapai pada perlakuan AMDK adalah 45.87 mL/Kg/menit, meningkat pada konsumsi air minum beroksigen 50, 80, 130 ppm (jangka pendek), dan 100 ppm (jangka panjang) berturut-turuf sebesar 48.89, 48.03, 47.40, dan 48.76 mL/Kg/menit. Kriteria pencapaian VO2 max sangat kurang pada perlakuan AMDK (25%) juga paling tinggi dibandingkan perlakuan air minum beroksigen. Pada konsentrasi 50 dan 80 ppm (jangka pendek) tidak ada responden dengan kriteria tersebut. Adapun pada 130 ppm (jangka pendek) dan 100 ppm (jangka panjang) hanya 8.33% responden. Kriteria VO2 max super terbanyak dicapai pada perlakuan jangka panjang sebesar 33.33% responden, sedangkan semua perlakuan jangka pendek hanya sebesar 25% responden. Waktu mencapai kelelahan pada perlakuan AMDK (10.34 menit) paling rendah dibandingkan dengan konsumsi air minum beroksigen, baik pada 50 ppm (11.18 menit), 80 ppm (11.27 menit), 130 ppm (10.93 menit), dan pada konsumsi jangka panjang (100 ppm), yaitu 11.60 menit. Konsumsi jangka panjang menunjukkan juga perbaikan kolesterol (168.12 menjadi 114.53 mg/dL), LDL (103.94 menjadi 54.41 mg/dL) dan rasio kolesterol : HDL. Namun demikian, perbaikan tersebut masih dipengaruhi oleh pola makan dan intensitas aktivitas. Minuman beroksigen tidak mempengaruhi HDL, trigliserida dan glukosa darah serta kesehatan hati (SGOT/SGPT).

Penerimaan sensori pada parameter rasa dan aroma hingga 21 hari intervensi masih rendah. Responden yang menyatakan suka hanya sebesar 23.5% (rasa) dan 35.3% (aroma). Adapun penerimaan warna cukup baik, yaitu 76.5% responden menyatakan suka. Manfaat kesehatan secara subyektif hanya dirasakan oleh 47.1% responden yang merasakan manfaat lebih baik. Kedua hal tersebut mengakibatkan kesediaan meminum kembali produk setelah intervensi rendah, yaitu: 64.7% responden yang bersedia, sisanya ragu-ragu (17.6%) dan tidak mau (17.6%).

Kata kunci: glukosa darah, minuman beroksigen, performa berolahraga, profil lipid, SGOT/SGPT

(5)

SUMMARY

WIRASUWASTI NUGRAHANI. Consumption of Oxygenated Water and It’s

Impact on Exercise Performance, Lipid Profile, Blood Glucose, and AST/ALT.

Supervised by ENDANG PRANGDIMURTI dan FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA.

Exercise requires more energy (ATP) than normal activities. Oxygen consumption increases, while lung capacity is limited. It causes anaerobic respiration which produces lactic acid that reduces exercise performance. The purpose of this study was to assess the effects of short-term and long-term drinking of oxygenated water on the exercise performance and oxygen saturation (SpO2), lipid profile (cholesterol, triglycerides, LDL, and HDL) and blood

glucose, as well as an influence on liver (AST/ALT).

This study included (1) ethical clearance submission, (2) selection of potential respondents, (3) socialization and informed consent, (4) short-term experiment, (5) long-term trials, and (6) data processing. Recruitment of respondents was based on inclusion and exclusion criteria and medical check up. In the socialization, the right way of drinking samples was introduced. In the short-term and after long term experiments, twelve male student volunteers drank oxygenated water (50, 80 and 130 ppm) and normal water, 15 minutes before treadmill (10 Kmh) in Somatokinetika Laboratory of Jakarta State University. SpO2 was measured before and after treadmill, and 0, 5, 10, 15 minutes after

drinking. In the long-term, seventeen male student volunteers drank oxygenated water (100 ppm) for 21 days and lipid profile, blood glucose, and AST/ALT were analyzed. Before and after intervention, blood plasma was used to measure the parameters in the Laboratory Clinic of dr Katili. Cholesterol, triglycerides, and blood glucose analysis used enzymatic colorymetry method, while HDL analysis used enzymatic colorymetry and precipitation method. LDL was calculated by Friedewald equation and AST/ALT analysis used kinetic method.

Oxygenated water had no effect on SpO2 and exercise performance.

Interestingly the average of VO2 max and time to fatigue of those drank

oxygenated water were higher than those drank normal water. VO2 max

(mL/Kg/menit) increased from 45.87 (normal water) to48.89 (50 ppm), 48.03 (80 ppm), 47.40 (130 ppm), and 48.76 (long-term). Time to fatigue was be reached 10.34 minutes (normal water), 11.18 minutes (50 ppm), 11.27 menit (80 ppm), 130 ppm (10.93 minutes) and 11.60 minutes (long-term). Long-term effects also showed the improvements of cholesterol (168.12 to 114.53 mg/dL), LDL (103.94 to 54.41 mg/dL) and the ratio of cholesterol : HDL, however they were also influenced by diet and intensity of activity. HDL, triglycerides, and blood glucose was not affected by oxygenated water and had no harmful effect on the liver.

Keywords: AST/ALT,blood glucose, exercise performance, lipid profile, oxygenated water

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(7)

KONSUMSI MINUMAN BEROKSIGEN DAN DAMPAKNYA

TERHADAP PERFORMA SAAT BEROLAHRAGA,

PROFIL LIPID, GLUKOSA DARAH DAN SGOT/SGPT

WIRASUWASTI NUGRAHANI

F251114061

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(8)

Penguji di luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tesis:

(9)

Judul Tesis : Konsumsi Minuman Beroksigen dan Dampaknya terhadap Performa saat Berolahraga, Profil Lipid, Glukosa Darah dan SGOT/SGPT

Nama : Wirasuwasti Nugrahani NIM : F251114061

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi Prof Dr Ir Fransiska R Zakaria, MSc

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dr Ir Ratih Dewanti, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 ini adalah pengaruh minuman beroksigen pada responden gemar berolahraga, dengan judul Konsumsi Minuman Beroksigen dan Dampaknya terhadap Performa saat Berolahraga, Profil Lipid, Glukosa Darah dan SGOT/SGPT.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi dan Ibu Prof Dr Ir Fransiska R Zakaria, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Puspo Edi Giriwono, STP, MAgr yang telah banyak memberi saran. Terima kasih penulis sampaikan juga kepada Ibu Dr Didah Nur Faridah, STP, MSi dan Bapak Dr. Eko Hari Purnomo, STP, MSc yang telah bersedia sebagai dosen penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pimpinan PT Garuda Food dan staf yang terlibat atas bantuan dana, saran dan penyediaan sampel selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga serta teman-teman, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv 1. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 2 Tujuan Penelitian ... 2 Hipotesis ... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Oksigen dan Metabolisme Energi selama Berolahraga ... 4

Minuman Beroksigen dan Performa Olah Raga ... 8

Penyerapan Oksigen pada Saluran Pencernaan ... 9

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Tahapan Penelitian ... 15

3.1 Managemen Responden ... 15

3.2 Percobaan Jangka Pendek ... 17

3.3 Percobaan Jangka Panjang ... 19

3.3.1 Pengambilan darah ... 19

3.3.2 Intervensi Minuman Beroksigen ... 19

3.3.3 Analisis Profil Lipid, SGOT/SGPT dan Glukosa Darah Puasa ... 19

3.3.3.1 Trigliserida ... 20

3.3.3.2 Kolesterol ... 20

3.3.3.3 High Density Lipoprotein (HDL) ... 21

3.3.3.4 Low Density Lipoprotein (LDL) ... 21

3.3.3.5 SGOT ... 21

3.3.3.6 SGPT ... 22

3.3.3.7. Gula Darah Puasa (GDP) ... 22

(12)

DAFTAR ISI (lanjutan)

3.4 Analisis Penerimaan Produk ... 23

3.5 Analisis Data ... 23

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Sosiodemografi Responden ... 24

Kondisi Kesehatan Responden... 25

Uji Performa Saat Berolahraga ... 26

4.1 VO2 max ... 26

4.2 Waktu mencapai ambang anaerobik (Anaerobic Threshold /AT) ... 28

4.3 Waktu mencapai kelelahan ... 29

Saturasi oksigen (SpO2) ... 31

Profil Lipid ... 32

4.1 Kolesterol ... 32

4.2 High Density Lipoprotein (HDL) ... 34

4.3 Rasio Kolesterol : HDL ... 37

4.4 Low Density Lipoprotein (LDL) ... 37

4.5 Trigliserida ... 39

Glukosa Darah ... 41

SGOT/SGPT ... 44

Cara Mengkonsumsi dan Penerimaan Responden terhadap Produk... 47

SIMPULAN DAN SARAN ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(13)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata konsumsi oksigen pada saat berolahraga ... 4

2 Penelitian-penelitian minuman beroksigen terhadap performa saat berolahraga dan kesehatan ... 10

3 Kondisi sosiodemografi responden ... 24

4 Jenis olahraga para responden (n=17) ... 25

5 Ringkasan hasil pemeriksaan kesehatan responden (n=17) ... 25

6 Perbandingan VO2 max pada berbagai perlakuan... 28

7 Perbandingan waktu mencapai ambang anaerobik pada berbagai perlakuan ... 29

8 Perbandingan waktu mencapai kelelahan pada berbagai perlakuan ... 30

9 Perbandingan SpO2 pada berbagai perlakuan ... 31

10 Perbandingan kadar kolesterol plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 33

11 Perbandingan kadar HDL plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 35

12 Food recall pada responden yang mengalami penurunan HDL ... 36

13 Rasio Kolesterol : HDL sebelum dan sesudah intervensi ... 37

14 Perbandingan kadar LDL plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 38

15 Perbandingan kadar trigliserida plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 40

16 Perbandingan nilai GDP plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 42

17 Food recall responden yang mengalami kenaikan GDP sesudah intervensi ... 43

18 Perbandingan kadar SGOT plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 45

19 Perbandingan kadar SGPT plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 46

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Metabolisme energi saat berolahraga ... 5

2 ATP dibandingkan dengan ketahanan maksimal otot saat berolahraga ... 6

3 Penyerapan oksigen dari minuman beroksigen dalam saluran pencernaan ... 9

4 Perubahan kecepatan dan kemiringan treadmill pada uji lari 10 km/jam ... 18

5 Contoh hasil pengukuran cardiorespiratory fitness test Fitmate ... 18

6 VO2 max responden pada berbagai perlakuan ... 27

7 Kriteria VO2 max responden pada berbagai perlakuan sampel ... 28

8 Waktu mencapai ambang anaerobik pada berbagai perlakuan sampel ... 29

9 Waktu mencapai kelelahan pada berbagai perlakuan ... 30

10 Perbandingan rataan saturasi oksigen (SpO2) pada berbagai perlakuan ... 32

11 Kadar kolesterol plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 33

12 Kadar HDL plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 35

13 Kadar LDL plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 38

14 Kadar trigliserida plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 39

15 Kadar gula darah puasa plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 41

16 Kadar GDP plama darah sebelum dan sesudah intervensi pada responden dengan GDP awal melebihi normal (> 110 mg/dL) ... 42

17 Kadar SGOT plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 44

18 Kadar SGPT plasma darah sebelum dan sesudah intervensi ... 46

19 Penerimaan responden terhadap parameter rasa ... 48

20 Penerimaan responden terhadap parameter aroma ... 49

21 Penerimaan responden terhadap parameter warna ... 49

22 Manfaat kesehatan yang dirasakan secara subyektif ... 50

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Ethical clearance ... 55

2 Form informed consent ... 56

3 Form wawancara penelitian jangka panjang ... 58

4 Form food recall penelitian jangka panjang ... 67

(16)
(17)

Latar Belakang

Olahraga adalah aktivitas yang memerlukan energi lebih dibandingkan aktivitas normal lainnya. Metabolisme pembentukan energi berupa ATP berkaitan dengan keberadaan oksigen (O2). Konsumsi oksigen saat istirahat pada orang dewasa adalah sekitar 250 mL/menit dan dapat meningkat hingga >4000 mL/menit saat olahraga berat, sementara kapasitas paru-paru manusia terbatas untuk menyimpan oksigen (Ward et al 2007). Hal tersebut menyebabkan adanya pernafasan secara aerob (memerlukan oksigen) maupun secara anaerob (tanpa oksigen) pada saat berolahraga. Penambahan oksigen dalam tubuh melalui konsumsi air minum beroksigen pada responden yang gemar berolahraga menarik untuk dikaji lebih lanjut, karena pernafasan anaerob pada saat berolahraga menghasilkan asam laktat yang dapat memicu kelelahan. Oksigen dari minuman yang dikonsumsi diharapkan dapat meningkatkan performa saat berolahraga.

Penelitian manfaat minuman beroksigen terhadap performa saat berolahraga telah banyak dikaji secara internasional, disamping beberapa penelitian terhadap keamanan minuman beroksigen. Minuman beroksigen dapat mempengaruhi performa saat berolahraga, namun beberapa penelitian menunjukkan hasil bahwa minuman beroksigen tidak memberikan pengaruh pada performa olahraga. Studi yang ada juga menunjukkan bahwa minuman beroksigen tidak berisiko menimbulkan radikal bebas dan tidak menimbulkan kerusakan pada hati, sel darah, sel imun maupun DNA (Schoenberg et al 2002, Speit et al 2002, Gruber et al 2004, Fitriany 2005). Adapun peran oksigen terkait pembentukan energi (ATP) telah diteliti oleh Cyntia (2005) dengan NADP sebagai parameter uji, sehingga menjadi menarik untuk dikaji pengaruh oksigen terhadap parameter yang terlibat dalam metabolisme pembentukan ATP seperti profil lipid dan glukosa sebagai sumber energi maupun kesehatan hati. Hati adalah organ yang terlibat dalam metabolisme pembentukan ATP dan tepapar langsung oleh oksigen dari minuman beroksigen yang diserap oleh usus dalam saluran pencernaan.

Penelitian manfaat pemberian minuman beroksigen yang beredar di pasaran Indonesia pada responden yang gemar berolahraga belum banyak dilakukan. Pengaruh konsumsi minuman beroksigen selama jangka pendek (sesaat setelah minum) maupun intervensi dalam jangka panjang terhadap parameter performa saat berolahraga, kadar saturasi oksigen (SpO2) maupun parameter yang berhubungan dengan metabolisme energi saat berolahraga sangat menarik untuk dikaji. SpO2 adalah persentase hemoglobin yang mengikat oksigen dalam aliran darah. Pada penelitian yang melibatkan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang gemar berolahraga ini, parameter jangka pendek yang dikaji adalah: (1) performa saat berolahraga, meliputi VO2 max, waktu untuk mencapai ambang anaerobik (Anaerobic Threshold/AT) maupun waktu untuk mencapai kelelahan, dan (2) kadar saturasi oksigen (SpO2). Ambang anaerobik (AT) adalah kondisi titik permulaan dari akumulasi asam laktat. Adapun parameter jangka panjang, meliputi (1) profil lipid,

(18)

(2) glukosa darah dan (3) kesehatan hati (SGOT/SGPT). Ketiga parameter jangka panjang tersebut pada subyek berolahraga belum pernah diteliti.

Perumusan Masalah

Pada kondisi berolahraga, kebutuhan energi dalam bentuk ATP meningkat untuk menggerakkan otot-otot tubuh. Oksigen berperan dalam pembentukan ATP, yaitu sebagai penerima elektron terakhir. Ketiadaan oksigen menyebabkan respirasi yang seharusnya secara aerob akan berlangsung secara anaerob. Respirasi anaerob hanya terdiri dari 2 tahapan, yaitu proses glikolisis dan fermentasi asam laktat. Hasil akhir fermentasi ini hanya menghasilkan 2 molekul ATP dari satu molekul glukosa yang diuraikan. Jumlah ini kecil jika dibandingkan dengan respirasi aerob yang menghasilkan 38 ATP. Persediaan oksigen yang terbatas mengakibatkan asam laktat yang terbentuk semakin menumpuk. Timbunan ini akan berpengaruh terhadap penurunan pH otot sehingga membuat tubuh semakin lama akan menjadi pegal, terasa lelah, dan sakit, serta napas akan terengah-engah untuk mendapatkan tambahan oksigen. Oksigen dari minuman beroksigen yang diserap oleh usus diharapkan dapat memperbaiki kondisi yang dapat menurunkan performa saat berolahraga tersebut. Performa saat berolahraga dapat diamati dari parameter VO2 max, waktu untuk mencapai ambang anaerobik maupun waktu untuk mencapai kelelahan yang dikaji pada penelitian ini.

Pembentukan energi dalam bentuk ATP merupakan rangkaian proses yang membutuhkan sumber energi seperti glukosa dan lipid di dalam tubuh serta melibatkan organ hati dalam metabolisme tersebut. Oleh karena itu dalam penelitian ini selain pengaruh konsumsi minuman beroksigen jangka pendek terhadap performa saat berolahraga dan SpO2, juga diteliti pengaruh pemberian minuman beroksigen terhadap profil lipid (kolesterol, trigliserida, LDL, HDL), glukosa darah, dan kesehatan hati (SGOT/SGPT) pada responden mahasiswa IPB yang gemar berolahraga.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh konsumsi minuman beroksigen terhadap responden mahasiswa IPB yang gemar berolahraga, pada: - Parameter SPO2 dan performa berolahraga, seperti VO2 max, waktu untuk

mencapai ambang anaerobik (AT) maupun waktu untuk mencapai kelelahan, baik jangka pendek (sesaat setelah minum) dengan berbagai konsentrasi (50, 80 dan 130 ppm) maupun intervensi jangka panjang (100 ppm, dua kali sehari, 21 hari). - Parameter yang berkaitan dengan pembentukan ATP, seperti profil lipid

(kolesterol, trigliserida, LDL, HDL), dan glukosa darah selama intervensi jangka panjang (100 ppm, dua kali sehari, 21 hari).

- Parameter kesehatan hati (SGOT/SGPT) selama intervensi jangka panjang (100 ppm, dua kali sehari, 21 hari).

(19)

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah dengan pemberian minuman beroksigen baik jangka pendek (sesaat setelah minum) pada berbagai konsentrasi (50, 80 dan 130 ppm) maupun intervensi jangka panjang (100 ppm, dua kali sehari) terhadap responden mahasiswa IPB yang gemar berolahraga dapat mempengaruhi SPO2 dan parameter performa saat berolahraga (VO2 max, waktu untuk mencapai ambang anaerobik maupun waktu untuk mencapai kelelahan). Semakin tinggi konsentrasi minuman beroksigen yang diberikan dan semakin lama waktu konsumsi diduga semakin baik penyerapan O2 oleh tubuh sehingga kadar SPO2 akan meningkat. Penyerapan O2 yang lebih baik akan meningkatkan metabolisme pembentukan ATP sehingga memperbaiki performa saat berolahraga, seperti:

- VO2 max semakin meningkat

- Waktu untuk mencapai ambang anaerobik (AT) semakin meningkat atau dengan kata lain semakin lama dapat mempertahankan pernafasan aerobik.

- Waktu untuk mencapai kelelahan semakin meningkat

Adapun pada intervensi jangka panjang, diduga dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

- Profil lipid semakin membaik (penurunan trigliserida, kolesterol, LDL dan kenaikan HDL serta rasio kolesterol : HDL yang membaik dalam batas normal). - Glukosa darah semakin membaik yang ditandai dengan penurunan kadar Gula

Darah Puasa (GDP) dalam batas normal.

- Kesehatan hati tidak terganggu, yang ditandai dengan SGOT/SGPT tidak mengalami peningkatan diluar batas normal.

(20)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Kebutuhan Oksigen dan Metabolisme Energi Selama Berolahraga

Konsumsi oksigen yang normal untuk seorang pemuda saat istirahat sekitar 250 mL/menit. Pada kondisi tertentu seperti olahraga, konsumsi oksigen dapat meningkat hingga >4000 mL/menit (Tabel 1), melebihi kemampuan paru-paru dalam menampung oksigen yang dibutuhkan. Kapasitas paru-paru manusia memiliki keterbatasan dalam menampung oksigen (Guyton dan Hall 2011, Ward et al 2007).

Tabel 1 Rata-rata konsumsi oksigen pada saat berolahraga

Olahragawan mL O2/menit

laki-laki tidak terlatih 3600

laki-laki (atletik terlatih) 4000

pelari maraton 5100

Sumber: Guyton dan Hall (2011)

ATP sebagai energi penggerak otot, di dalam tubuh diproduksi melalui dua proses metabolisme yaitu: (1) metabolisme yang melibatkan oksigen (aerob) dan (2) metabolisme energi tanpa kehadiran oksigen (anaerob), berupa sistem ATP-Fosfokreatin (PCr) dan sistem asam laktat. Metabolisme energi secara aerob merupakan proses yang tidak menghasilkan produk samping. Hal ini berbeda dengan sistem anaerob yang dapat menghasilkan produk samping berupa asam laktat yang akumulasinya akan membatasi efektivitas kontraksi otot yang juga dapat menimbulkan rasa nyeri. Otot rangka dalam menggunakan glukosa, asam lemak ataupun keton sebagai sumber energi (Gambar 1) bergantung oleh derajat keaktifannya (Lehninger1994), sebagai berikut:

- Pada otot yang sedang beristirahat, sumber energi utama adalah asam lemak dan keton yang dibawa hati melalui darah. Asam lemak dan keton tersebut diuraikan menghasilkan asetil KoA, selanjutnya memasuki siklus asam sitrat untuk dioksidasi menjadi CO2. Tahap selanjutnya adalah transfer elektron untuk terjadinya fosforilasi dari ADP menjadi ATP.

- Pada otot yang agak aktif, sumber energi utama adalah glukosa, disamping asam lemak dan keton. Glukosa mengalami glikolisis dan diuraikan menjadi piruvat yang kemudian diuraikan lebih lanjut menjadi asetil KoA sebelum memasuki siklus asam sitrat, transfer elektron dan fosforilasi untuk membentuk energi berupa ATP yang membutuhkan oksigen.

- Pada otot yang aktif secara maksimum seperti pada saat berolahraga, kebutuhan ATP sedemikian besar sehingga aliran darah tidak dapat menyediakan oksigen dalam waktu cepat. Dalam kondisi demikian, glikogen yang tersimpan di otot

(21)

digunakan. Glikogen tersebut dipecah menjadi glukosa melalui glikolisis secara anaerob menghasilkan 2 ATP per unit glukosa yang diuraikan.

Otot rangka tidak memiliki cadangan glikogen cukup banyak, sehingga ada batas maksimum energi yang dapat dihasilkan. Selain itu, akumulasi asam laktat, menurunnya pH, dan meningkatnya suhu otot yang meningkat secara maksimum menimbulkan rasa lelah. Pada saat pemulihan setelah berolahraga, seseorang akan bernafas dengan terengah-engah untuk mendapatkan tambahan oksigen. Oksigen tersebut digunakan untuk mengoksidasi piruvat, laktat dan sumber energi lain untuk membentuk kembali ATP. Selama masa pemulihan, sebagaian laktat yang dibentuk di dalam otot tersebut diangkut ke hati dan mengalami reaksi glukoneogenesis untuk membentuk glukosa darah. Glukosa tersebut selanjutnya kembali ke otot dan disimpan sebagai glikogen (Lehninger,1994).

Gambar 1. Metabolisme energi saat berolahraga

(http://mcb.berkeley.edu/courses/mcb136/topics/Muscle_Cardiovascular/SlideSet1/muscle1.ppt)

Metabolisme energi secara aerob dapat menyediakan energi bagi tubuh untuk jangka waktu yang panjang sedangkan metabolisme energi anaerob mampu untuk menyediakan energi secara cepat di dalam tubuh namun hanya untuk jangka waktu yang terbatas (Gambar 2). Pada olahraga dengan intensitas rendah seperti jalan kaki atau lari-lari kecil, tubuh secara dominan akan menggunakan metabolisme aerob untuk menghasilkan energi. Apabila terjadi peningkatan intensitas olahraga hingga mencapai titik saat metabolisme energi aerob tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan energi sesuai dengan laju yang dibutuhkan, maka energi secara anaerob akan diperoleh dari simpanan fosfokreatin (PCr) dan juga karbohidrat yang tersimpan sebagai glikogen di dalam otot. Menurut Lehninger (1994), otot rangka mengandung fosfokreatin yang dapat secara cepat mengisi gugus fosfat pada ATP, namun hanya mampu menyediakan energi selama 10 detik pada olahraga maksimal (Gambar 2). PCr dipecah menjadi fosfat dan kreatin oleh enzim kreatin kinase,

(22)

selanjutnya fosfat diikat dengan ADP menjadi ATP. Pada saat kontraksi ATP dipecah menjadi ADP dan fosfat diikat kembali oleh kreatin menjadi fosfokreatin pada saat pemulihan, dengan reaksi sebagai berikut:

PCr + ADP kreatin + ATP

Gambar 2. ATP dibandingkan dengan ketahanan maksimal otot saat berolahraga

(http://mcb.berkeley.edu/courses/mcb136/topics/Muscle_Cardiovascular/SlideSet1/muscle1.ppt)

Pembentukan energi merupakan metabolisme yang kompleks. Glukosa mengalami tahap glikolisis menjadi asam piruvat akan masuk menuju siklus Krebs. Namun sebelum itu, asam piruvat perlu dioksidasi terlebih dahulu menjadi asetil KoA. Proses ini disebut juga dekarboksilasi oksidatif karena menggunakan oksigen sebagai oksidatornya (aerob) dan berlangsung di dalam matriks mitokondria. Tahapan ini merupakan tahap penggabungan asam piruvat (3C) yang terbentuk dari proses glikolisis dengan koenzim A sehingga terbentuk asetil KoA (2C). Hasil akhir dekarboksilasi oksidatif berupa 2 molekul asetil KoA dan 2 molekul NADH, serta hasil sampingan 2 molekul CO2. Asetil KoA kemudian masuk ke dalam rangkaian siklus Krebs atau siklus asam trikarboksilat (TCA cycle). Siklus ini dilalui sebanyak dua kali karena terdapat 2 molekul asetil KoA yang masuk melaluinya. Hasil akhir siklus ini berupa 6 molekul NADH, 2 molekul FADH2, 2 molekul ATP, dan 4 molekul CO2. Sebagian besar tahap glikolisis dan siklus Krebs merupakan reaksi redoks, yang terdapat enzim dehidrogenase untuk mentransfer elektron dari substrat ke NAD+ menjadi NADH (Toha 2005, Lehninger 1990).

Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi respirasi sel aerob yang meliputi proses perpindahan elektron dari molekul donor (seperti NADH) menuju penerima elektron terakhir, yaitu oksigen. Proses ini berlangsung pada membran bagian dalam mitokondria. Molekul yang berperan penting dalam reaksi ini adalah NADH dan FADH2, yang telah dihasilkan pada reaksi glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Di samping itu terdapat molekul lain yang ikut berperan, yaitu molekul oksigen, koenzim Q (ubiquinone), sitokrom b, sitokrom

ATP (mol/min)

(23)

c, dan sitokrom a. Pertama-tama NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron berenergi tinggi yang berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q. Energi yang dihasilkan ketika NADH dan FADH2 melepaskan elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron, koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+. Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian sitokrom c mereduksi sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari rantai transpor elektron. Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi oleh sebuah atom oksigen, yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam rantai tersebut, dan merupakan akseptor terakhir elektron. Setelah menerima elektron dari sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O). Oksidasi yang terakhir ini akan menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi ATP. Jadi, secara keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang menghasilkan ATP (Lehninger 1990).

Pada reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, dihasilkan NADH dan FADH2 masing-masing sebanyak 10 dan 2 molekul. Pada transpor elektron, ke-10 molekul NADH dan ke-2 molekul FADH2 tersebut mengalami oksidasi sesuai reaksi berikut.

10 NADH + 5 O2 10 NAD+ + 10 H2O 2 FADH2 + O2 2 FAD + 2 H2O

Setiap oksidasi NADH menghasilkan kira-kira 3 ATP, sedangkan oksidasi FADH2 menghasilkan 2 ATP, sehingga transpor elektron menghasilkan 34 ATP dan H2O. Selain itu, ditambah dengan 4 molekul ATP hasil glikolisis dan siklus Krebs, maka secara keseluruhan reaksi respirasi seluler menghasilkan total 38 ATP dari satu molekul glukosa. Ada 2 ATP yang dibutuhkan untuk melakukan transpor aktif, maka hasil bersih dari setiap respirasi seluler adalah 36 ATP (Lehninger 1990).

Oksigen yang dibawa ke dalam sel melalui sistem peredaran darah berperan penting agar proses respirasi selular secara aerob dapat berjalan secara normal. Molekul ini memegang peranan penting sebagai penerima elektron terakhir pada tahap transpor elektron. Oksigen akan bereaksi dengan 4 H+ dan menghasilkan dua molekul H2O. Apabila tidak terdapat molekul oksigen yang menangkap elektron dari protein kompleks yang terakhir (sitokrom a), elektron akan tetap berikatan pada protein tersebut. Hal tersebut menyebabkan molekul NADH tidak dapat mentransfer elektronnya dan tetap dalam bentuk tereduksi sehingga tidak dapat melepas energinya dan tidak dapat kembali ke siklus Krebs. Oleh karena itu, siklus Krebs akan terhenti dan ATP tidak akan diproduksi lagi pada mitokondria.

Akibat ketidaktersediaan oksigen, setelah proses glikolisis yang berlangsung secara anaerob (tanpa oksigen), asam piruvat sebagai hasil akhir glikolisis akan melalui tahap fermentasi laktat. Berikut merupakan skema singkat fermentasi asam laktat.

(24)

2 C2H3OCOOH + 2 NADH2 2 C2H5OCOOH + 2 NAD Asam Piruvat Asam Laktat

Hasil akhir fermentasi ini hanya menghasilkan 2 molekul ATP dari satu molekul glukosa yang diuraikan. Jumlah ini kecil jika dibandingkan dengan respirasi aerob yang menghasilkan 38 ATP. Fermentasi asam laktat ini mempengaruhi jaringan otot yang tiba-tiba harus berkontraksi kuat untuk mengeluarkan gas karbondioksida (CO2) dari otot. Persediaan oksigen yang terbatas ditambah dengan pengeluaran CO2yang terbatas pula akan mengakibatkan asam laktat yang terbentuk semakin menumpuk. Timbunan ini akan berpengaruh terhadap penurunan pH otot sehingga kapasitas serat otot menurun dan akan membuat tubuh semakin lama menjadi pegal, terasa lelah, dan sakit, serta napas pun akan terengah-engah untuk mengatasi oksigen yang defisit selama proses anaerob berlangsung.

Minuman Beroksigen dan Performa saat Berolahraga

Minuman beroksigen umumnya mengandung oksigen minimal 80 ppm. Air segar dari mata air pegunungan hanya mengandung 10-12 ppm oksigen dan semakin menurun menjadi 5-7 ppm pada air yang telah diolah untuk diminum (Speit et al 2002). Prinsip proses produksi air minum beroksigen serupa dengan pembuatan air minum dalam kemasan (AMDK) secara umum. Pada air minum beroksigen, terdapat penambahan O2 terlarut yang diinjeksi ke dalam botol. Pada tahap awal pembuatan dilakukan proses pemurnian air terlebih dahulu. Proses ini menggunakan sistem UFO (Ultraviolet, Filterisasi dan Ozonisasi) yang dikombinasikan dengan sistem RO (Reverse Osmosis) atau lebih sering disebut sebagai sistem UFO-RO bertujuan untuk menghilangkan kontaminan berupa partikel kecil, seperti bakteri, lemak, protein. Selanjutnya dilakukan tahap pemurnian dan injeksi O2. Proses injeksi tersebut dilakukan pada kondisi kedap udara, suhu rendah dan menggunakan tekanan tinggi.

Ketahanan (endurance) yang mempengaruhi performa sangat penting dikelola untuk melawan kelelahan ketika berolahraga. Ketahanan berolahraga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti VO2 max, waktu mencapai ambang anaerobik dan waktu mencapai lelah.VO2 max yang menggambarkan ketahanan kardiorespiratori adalah kemampuan maksimal seseorang untuk mengkonsumsi oksigen, biasanya dicapai ketika seseorang melakukan aktivitas sampai lelah. Adapun ambang anaerobik adalah titik permulaan dari akumulasi asam laktat (Mc Ardle et al2006).

Penelitian keamanan dan manfaat minuman beroksigen terhadap performa saat berolahraga maupun pengaruhnya terhadap kadar saturasi oksigen (SpO2) telah dilakukan (Tabel 2). SpO2 adalah ukuran relatif dari jumlah oksigen, merupakan persentase hemoglobin yang mengikat oksigen dalam darah. Kadar SpO2 normal adalah 96-98 % sesuai dengan tekanan parsial oksigen (PaO2) yaitu sekitar 80–100 mmHg (Price dan Wilson 2006).

(25)

Penyerapan Oksigen PadaSaluranPencernaan

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa asupan oksigen melalui saluran pencernaan dapat diserap oleh usus. Penyerapan oksigen pada saluran pencernaan diawali oleh penelitian Gurskaya dan Ivanov (1961) yang menunjukkan bahwa oksigen dapat diserap oleh usus secara difusi pasif. Forth dan Adam (2001), mengamati adanya peningkatan tekanan parsial oksigen dalam vena porta hepatica kelinci setelah diberi minum air berkadar oksigen 80 ppm, yaitu terjadi peningkatan tekanan parsial oksigen di pembuluh darah vena porta hepatica sebesar 10 mmHg dari 58 mmHg menjadi 68 mmHg. Hal ini juga membuktikan bahwa oksigen dari air minum beroksigen dapat masuk ke dalam sistem peredaran darah melalui saluran pencernaan. Kadar oksigen 80 ppm selanjutnya menjadi acuan minimal bagi industri minuman beroksigen. Adanya kekuatiran hilangnya oksigen dalam air sebelum sampai ke usus dijawab oleh Nestle et al (2004). Penelitiannya dengan teknik

Magnetic Resonance Imaging (MRI) membuktikan bahwa pelepasan oksigen (outgasing) dari dalam mulut sampai ke lambung terjadi sangat lambat. Penelitian tersebut juga membuktikan bahwa meminum air beroksigen yang kandungan CO2 yang rendah, dapat meningkatkan jumlah oksigen pada lumen oral cavity dan usus.

Oksigen dari air minum beroksigen masuk melalui mulut, kerongkongan, lambung dan kemudian mengalami penyerapan di usus sebagaimana penelitian Forth dan Adam (2001). Menurut Pakdaman (1985), oksigen yang telah diserap oleh usus tersebut akan menuju vena porta lalu ke hati, kemudian diteruskan ke jantung. Oksigen dalam darah dari jantung akan disirkulasikan ke sel-sel tubuh yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan energi berupa ATP (Gambar 3).

(26)

No Pengarang/Judul Subyek Pengukuran Tes Intervensi Desain Hasil

A. Penelitian Minuman Beroksigen terhadap Performa Saat Berolahraga 1. Duncan (1997) Fluid replacement during exercise: Physiologic and biochemical benefits of oxygenated enhanced water

Atlet lari maraton 20 laki-laki, 5 perempuan Usia rata-rata: 39 tahun (21-54 tahun) VO2 max rata-rata: 56,7 mL/kg/menit Waktu mencapai kelelahan 5K time 400 mL (3x/hari) selama 6 hari (uji lab) 200 mL setiap 15 menit selama 90 menit tes Submax 400 mL, 15 menit sebelum tes 5K time Randomized, double blind, crossover design Diet, minum, dan olahraga tidak dikontrol Diet, olahraga dan waktu tidur dikontrol saat melakukan tes Puasa 12 jam sebelum tes

Waktu mencapai kelelahan meningkat 15 detik pada pada tes lari 5K

2. Willmert (2001) Comparing the effects on physical

performance when superoxygenated water is consumed vs. regular bottled water.

8 laki-laki, 4 perempuan Usia rata-rata laki-laki: 20 tahun Usia rata-rata laki-laki: 21 tahun VO2 max rata-rata: 47 mL/kg/menit VO2 max Treadmill (Maximal Test) Modifikasi Protokol Bruce 500 mL diminum 15 menit sebelum tes Randomized, double blind, crossover design

Tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada

peningkatan VO2 max

Sampel yang digunakan hanya mengandung 19,2 mmol/L oksigen (tidak sesuai dengan yang diklaim). 3. Willmert et al (2002)

The effects of oxygenated water on exercise physiology during incremental exercise and recovery

6 laki-laki, 6 perempuan Usia rata-rata laki-laki: 20 tahun Usia rata-rata laki-laki: 21 tahun VO2 max Treadmill (Maximal Test) Protokol Bruce 500 mL diminum 15 menit sebelum tes Randomized, double blind, crossover design

Tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada

peningkatan VO2 max

Sampel yang digunakan hanya mengandung 19,2 mmol/L oksigen (tidak sesuai dengan yang diklaim)

(27)

No Pengarang/Judul Subyek Pengukuran Tes Intervensi Desain Hasil 4. Mielke (2004) Oxygenated water and exercise performance. 8 laki-laki, 7 perempuan VO2 max rata-rata: 55 mL/kg/menit VO2 max Treadmill (Sub Maximal Test) 600 mL diminum 15 menit sebelum tes 1200 mL/hari selama 3 hari sebelum tes Randomized, double blind, crossover design Subyek berpuasa 3 jam sebelum tes

Tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada

peningkatan VO2 max

Sampel yang digunakan hanya mengandung 46% oksigen lebih tinggi dari air biasa (tidak sesuai dengan yang diklaim, yaitu mengandung oksigen 10x dari air biasa).

5. Fuller (2010) The Effects of Activated Stabilized Oxygen on Aerobic Endurance Division II Collegiate Male Soccer Players 20 laki-laki atlet sepak bola VO2 max SpO2 Treadmill (Maximal Test) Protokol Astrand and Rodahl 500 mL diminum 15 menit sebelum tes Randomized, double blind, crossover design

Tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada

peningkatan VO2 max dan

SpO2, namun dapat

meningkatkan waktu mempertahankan kelelahan selama 23.34 detik (p =0.072). 6. Jenkins et al (2001). Effect of Oxygenited Water on Percent Oxygen Saturation and Performance During Exercise 20 orang (10 laki-laki dan 10 perempuan) VO2 max SpO2 Sepeda ergometer 500 mL, diminum 15 menit sebelum tes Double-blindcross-over design

Subyek yang meminum air beroksigen memiliki 4% SpO2 lebih tinggi

dibandingkan plasebo. Waktu kelelahan maksimal meningkat, ketika subyek yang lebih terlatih dipisahkan

(28)

No Pengarang/Judul Subyek Pengukuran Tes Intervensi Desain Hasil

7. Ellyana et al (2011) Perbedaan Pengaruh Air Beroksigen Tinggi dengan Air Mineral terhadap Saturasi Oksigen dan pH Urin Studi Eksperimental terhadap Sukarelawan Setelah Berolahraga. 46 laki-laki (23 orang per kelompok) SpO2 diukur

sebelum dan 20 menit sesudah perlakuan sampel Lari cepat 100 m 600 mL air minum beroksigen Crossover design, dengan plasebo. Crossover dilakukan pada kedua kelompok setelah 24 jam.

Terdapat perbedaan SpO2

yang bermakna (p=0,002) antara sebelum dan setelah pemberian air beroksigen tinggi, tetapi pada pemberian air mineral tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,059). 8. Pitoyo (2005) 10 perempuan, 14 laki-laki, 21-23 tahun 3 kelompok: - 80 ppm : 7 - 130 ppm : 12 - 10 ppm : 5

VO2max, time to fatigue

(waktu mencapai kelelahan), denyut nadi max dan tekanan darah max Treadmill 80 &130 ppm, selama 12 hari Plasebo (<10 ppm), 7 hari Randomized, double blinded design

Tidak ada peningkatan signifikan baik pada

parameter VO2max, time to

fatigue (waktu mencapai

kelelahan), denyut nadi max maupun tekanan darah max .

8. Cyntia (2005) 10 perempuan, 14 laki-laki, 21-23 tahun 3 kelompok: - 80 ppm : 7 - 130 ppm : 12 - 10 ppm : 5 NADP Deproteinasi dan pengukuran dengan spektro fotometer 80 &130 ppm, selama 12 hari Plasebo (<10 ppm), 7 hari Randomized, double blinded

NADP darah manusia menurun dibandingkan perlakuan plasebo.

Penurunan NADP tersebut adanya kemungkinan peningkatan sintesis NADPH.

(29)

No Pengarang/Judul Subyek Pengukuran Tes Intervensi Desain Hasil

B. Penelitian Keamanan Minuman Beroksigen 1. Schoenberg et al (2002) The Generation of Oxygen Radicals after Drinking of Oxygenated Water. 66 orang dalam 2 konsentrasi sampel (sekitar 15 orang per kelompok)

Radikal bebas (Ascorbyl radicals)

Darah (hemoglobin, hematokrit,

eritrosit,

leukosit, trombosit, asam urat) Vitamins (A,C,E) Metode standar 300 mL air beroksigen 3 kali per hari selama 21 hari (15 dan 30 mg O2/L) Randomized, blinded design Sampai H-21 tidak

meningkatkan radikal bebas.

2. Gruber et al (2004) The Influence of Oxygenated Water on The Immune Status, Liver Enzymes, and The Generation of Oxygen Radicals: A Prospective, Randomised, Blinded Clinical Study. 24 orang (18-63 tahun), dibagi 2 kelompok (@ 12 orang) Darah (hemoglobin, hematokrit, eritrosit,

leukosit, trombosit, asam urat)

Hati (ALT, AST, Gamma-GT Bilirubin, Alkaline

phosphatase)

Radikal bebas (Ascorbyl radicals) Sel Imun(CD3,4,8,16/56,19, 45RA/RO) Metode standar 500 mL air beroksigen 3 kali per hari selama 28 hari (190 mg O2/L)

Randomized, double blinded design

Tidak memberikan efek yang membahayakan bagi

kesehatan hati, darah dan sistem imun. Tidak berbeda signifikan antara H0 dan setelah perlakuan (H28) terhadap parameter-parameter yang diteliti.

3. Speit et al (2002) Oxygenated Water Does Not Induce Genotoxic Effects in the Comet Assay.

8 orang (23-42 tahun)

Sel Tikus (V79 Chinese hamster

cells)

Kerusakan DNA sel limfosit Alkaline comet assay (sel elektroforesis gel tunggal). Manusia : 500 mL (70 mg O2/L) sampel diminum 30 dan 60 menit sebelum pengambilan darah Manusia:Rando mized, double blinded design

Secara in vivo dan in vitro tidak memberikan bukti adanya efek genotoksik dari air beroksigen.

(30)

Keterangan :

- 5K : tes lari menempuh jarak 5000 m

- VO2 max : kemampuan maksimal seseorang untuk memasukkan oksigen, yang biasanya dicapai ketika seseorang melakukan aktivitas sampai lelah.

- SpO2 : saturasi oksigen, prameter tersebut mengukur persentase hemoglobin mengikat oksigen dalam aliran darah.

No Pengarang/Judul Subyek Pengukuran Tes Intervensi Desain Hasil

4. Fitriany (2005) Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen Tidak Menyebabkan Kerusakan DNA pada Sel Limfosit Tikus dan Manusia 10 perempuan, 14 laki-lak, 21-23 tahun 3 kelompok, sbb : - 80 ppm : 7 - 130 ppm : 12 - 10 ppm : 5 Tikus Sprague-Dowley (20ekor)

Kerusakan DNA sel limfosit Alkaline comet assay (sel elektroforesis geltunggal). Manusia: 385 mL, 2 kali sehari selama 12 hari Tikus : 33-37 mL/hari, O2 sekitar 15-27%. Randomized, double blinded Tanpa plasebo, dilakukan pengukuran parameter sebelum dan setelah intervensi

Tidak berpengaruh nyata pada migrasi DNA (p=0.05), yang berarti tidak

menginduksi timbulnya kerusakan DNA.

(31)

3. METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama 8 bulan (Agustus 2012 – April 2013) di Laboratorium Somatokinetika Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Jakarta (FIK UNJ), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Klinik dr. Katili, Bogor. Pengujian performa berolahraga dan kadar saturasi oksigen (SpO2) baik jangka pendek maupun setelah jangka panjang dilakukan di Laboratorium Somatokinetika FIK UNJ. Pelaksanaan kegiatan terkait intervensi minuman beroksigen dilakukan di IPB, adapun pengambilan sampel darah serta analisis profil lipid, glukosa darah dan SGOT/SGPT dilakukan di Klinik dr. Katili, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel darah manusia dan reagen untuk analisis biokimia (profil lipid, glukosa darah dan SGOT/SGPT). Reagen-reagen yang digunakan untuk analisis tersebut adalah Triglycerides–

Liquizyme GPO-PAP (Spectrum), Cholesterol–Liquizyme CHOD-PAP (Spectrum), HDL-Cholestero (Spectrum), AST/GOT (Spectrum), ALT/GPT (Spectrum), Glucose–Liquizyme GOD-PAP (Spectrum). Alat yang digunakan untuk analisis biokimia adalah RD-60 Semi Auto Biochemistry Analyzer (Reiged

Diagnostic) dan Microlab 300 (Vital Scientific). Adapun pengujian performa berolahraga yang meliputi uji VO2 max, waktu untuk mencapai ambang anaerobik (Anaerobic Threshold/AT) dan waktu untuk mencapai kelelahan, menggunakan

treadmill yang dihubungkan dengan alat uji kebugaran kardiorespiratori (cardiorespiratory fitness test) “Fitmate” (Cosmed). Kadar SpO2 diukur menggunakan alat pulse oxymeter “ri-fox Pulsoximeter” (Riester).

Tahapan Penelitian 3.1 Managemen Responden

Pengajuan Ethical Clearance (EC) sebagai wujud perlindungan terhadap responden dilakukan pada bulan Agustus – Oktober 2012 dan mendapatkan EC No: KE.01.10/EC/650/2012 (Lampiran 1). EC adalah persetujuan studi klinis dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan.

Rekrutmen calon responden dilakukan pada bulan September – Desember 2012. Responden penelitian adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang gemar berolahraga dengan jumlah 12 orang untuk uji performa saat berolahraga dan pengukuran SpO2 baik pada jangka pendek dengan berbagai konsentrasi (50, 80 dan 130 ppm) maupun setelah intervensi jangka panjang (100 ppm, 21 hari, 2 botol/hari). Adapun pada uji parameter yang terkait dengan metabolisme energi (profil lipid dan glukosa darah) dan kesehatan hati (SGOT/SGPT) berjumlah 17 orang. Penentuan jumlah panelis mengacu pada regulasi BPOM (2005) dan penelitian Willmert et al (2002) dan Gruber et al (2004) yang menggunakan minimal 12 orang sebagai subyek penelitian.

(32)

Responden pada uji performa berolahraga dan SpO2 menggunakan jumlah minimal (12 orang) karena mempertimbangkan lokasi dan intensitas pengujian. Satu orang responden wajib mengikuti minimal 5 kali pengujian tersebut di FIK UNJ, Jakarta.

Rekrutmen dilakukan pada mahasiswa yang mengikuti organisasi olahraga maupun yang secara rutin berolahraga di luar organisasi minimal 60 menit setiap minggu. Olahraga yang dilakukan adalah olahraga yang aktif menggunakan aktivitas fisik dan kaki. Olahraga seperti mendayung ataupun catur yang hanya dominan menggunakan aktivitas otak tidak termasuk kriteria olahraga untuk menjadi responden.

Responden diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi mencakup: (a) usia 17 – 30 tahun, (b) kebiasaan olahraga rutin minimal 1 jam dalam seminggu olahraga yang sering dilakukan dapat berupa jogging rutin, basket, berenang, futsal, sepak bola, badminton atau lainnya, (c) dinyatakan sehat secara medis (fisik, jantung, darah dan paru-paru) dan tidak memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, penyakit kardiorespirasi dan ginjal, (d) tidak memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol, dan begadang, (e) bersedia tidak mengkonsumsi minuman bersoda dan tidak menggunakan oksigen tambahan selama penelitian berlangsung. Adapun kriteria eksklusinya adalah tidak bersedia mengikuti penelitian dan menolak minuman yang diberikan

Pada tahap rekrutmen dilakukan pula pemeriksaan kesehatan di Klinik dr. Katili, Bogor. Pemeriksaan klinis yang dilakukan meliputi pemeriksaan kesehatan fisik organ luar, seperti mata, hidung, mulut, telinga, berat dan tinggi badan. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan fungsi jantung dengan elektrokardiografi, pemeriksaan fungsi paru-paru dengan spirometri, yang didukung dengan rontgen. Pengukuran denyut nadi, tekanan darah dan pengambilan sampel darah untuk analisis hematologi juga dilakukan. Analisis hematologi terutama mengukur kadar hemoglobin. Calon responden juga diseleksi dari riwayat kesehatannya yaitu tidak memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, penyakit kardiorespirasi dan ginjal. Calon responden yang dinyatakan sehat oleh dokter berdasarkan parameter-parameter tersebut yang dapat mengikuti penelitian.

Sebelum penelitian dimulai, calon responden yang memenuhi kriteria dan telah lolos tes kesehatan mengikuti kegiatan sosialisasi. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 28 Desember 2012 dengan jumlah calon responden yang hadir sebanyak 15 orang. Ketidakhadiran beberapa orang karena kegiatan lain dan urusan keluarga, namun penjelasan dan penandatanganan inform concent tetap dilakukan dengan mendatangi tempat tinggalnya. Sosialisasi mencakup pemberian materi terkait air minum beroksigen, rencana penelitian dan teknis pelaksanaan penelitian. Pada saat sosialisasi tersebut juga diberikan materi dan praktik cara meminum sampel yang tepat, seperti (a) menekan badan botol sebelum diminum (sampel yang baik, keras ketika ditekan botolnya), (b) membalikkan badan botol sebelum diminum (pada sampel yang baik, akan tampak gelembung-gelembung udara), dan (c) menghabiskan sampel dalam satu kali minum, dan menutupnya jika masih ada sisa.

(33)

Calon responden yang telah mendapat informasi yang jelas dan bersedia mengikuti kegiatan penelitian, selanjutnya diminta untuk menandatangani “surat persetujuan” (informed consent). Surat tersebut sebagai tanda keikutsertaan secara sukarela dan bukti bahwa responden memiliki kewajiban untuk memenuhi dan mengikuti prosedur yang ditetapkan selama penelitian berlangsung. Form

informed consent terdapat pada Lampiran 2. 3.2 Percobaan Jangka Pendek

Percobaan jangka pendek dilakukan pada 12 responden untuk mengukur Saturasi O2 (SpO2) dan uji performa saat berolahraga (VO2 max, waktu mencapai anaerobic threshold (AT) dan waktu mencapai kelelahan). Uji ini menggunakan sampel sebanyak 1 botol (385 mL) air minum beroksigen pada konsentrasi 50, 80 dan 130 ppm dan AMDK sebagai kontrol.

Uji performa saat berolahraga dilakukan 11 kali pada bulan Januari – Februari 2013 menggunakan treadmill yang dihubungkan dengan alat

cardiorespiratory fitness test “Fitmate” (Cosmed).Setiap responden melakukan 4 kali uji dan hanya diperbolehkan melakukan sekali uji performa dalam sehari. Waktu istirahat 2-3 hari diberikan kepada responden untuk memulihkan kembali kondisi tubuh sebelum melakukan uji performa pada konsentrasi yang berbeda. Pemberian sampel minuman beroksigen dengan berbagai konsentrasi dilakukan secara acak pada setiap responden. Sebelum melakukan uji performa, responden diperiksa kondisi kesehatannya terlebih dahulu oleh dokter dari klinik Laboratorium Somatokinetika FIK UNJ. Responden yang tekanan darah sesaatnya tidak normal, diminta istirahat terlebih dahulu sampai kondisinya normal.

Jenis pengujian yang digunakan adalah tes maksimal (100% denyut nadi) dengan protokol lari 10 km/jam (Run 10 kmh) di atas treadmill hingga mencapai kelelahan maksimum. Responden berlari diatas treadmill (tanpa kemiringan) sampai kecepatan 10 km/jam, kemudian mulai menit ke-7 secara bertahap kemiringan treadmill dinaikkan sebesar 1% per menit sampai kemiringan 14%. Adapun kecepatan awal (7 km/jam) dinaikkan secara bertahap sampai 10 km/jam pada menit ke-6 dan selanjutnya konstan (Gambar 4).

Pada pengujian pengaruh jangka pendek minuman beroksigen, responden diminta meminum satu botol sampel atau air biasa (AMDK), 15 menit sebelum pengujian. Selanjutnya responden berlari di atas treadmill sampai benar-benar mengalami kelelahan. Selama pengujian berlangsung dilakukan pemantauan kondisi responden yang dilihat dari layar monitor baik irama jantung (EKG), VO2 max dan denyut nadi (heart rate/HR). EKG sangat penting dilakukan dalam pengujian ini untuk keselamatan responden. Pada akhir pengujian diperoleh hasil pengukuran VO2 max, waktu untuk mencapai Anaerobic threshold (AT) maupun waktu untuk mencapai kelelahan yang dihitung secara otomatis oleh alat

cardiorespiratory fitness test Fitmate (Gambar 5). Kriteria VO2 max yang dicapai juga ditampilkan pada gambar tesebut, yang terdiri dari sangat kurang (very poor), kurang (poor), cukup (fair), baik (good), sangat baik (excellent) maupun super

(34)

(superior). Pengaruh suhu lingkungan terhadap performa dapat diminimalisir karena pengujian ini dilakukan di dalam ruangan berpendingin (air conditioner).

Gambar 4 Perubahan kecepatan dan kemiringan treadmill pada uji lari 10 km/jam

.

Gambar 5 Contoh hasil pengukuran cardiorespiratory fitness test Fitmate

Pada jangka pendek dilakukan juga pengukuran saturasi oksigen (SpO2). Kadar saturasi oksigen (SpO2) diukur sebelum (s1) dan setelah (s2) treadmill serta setelah meminum sampel air beroksigen atau air biasa dengan konsentrasi yang sama pasca treadmill (sampel kedua) yang dimonitor selama 0, 5, 10, dan 15 menit. Pengukuran sebelum treadmill (s1) dilakukan sebelum responden meminum sampel yang pertama dengan maksud mengukur SpO2 responden sebelum diberikan perlakuan. Pengukuran SpO2 dilakukan secara non-invasif

VO2 max

(35)

menggunakan pulse oximetry yang terdiri atas 2 sensor yaitu sinar infrared yang dapat diabsorbsi oleh oxyhaemoglobin dan sinar red yang dapat diabsorbsi oleh hemoglobin. Sensor tersebut ditepatkan pada jari telunjuk kanan responden yang sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu menggunakan tissue. Kuku responden yang panjang dapat mengganggu alat saat pembacaan kadar SpO2. Oleh karena itu responden diminta untuk memotong kukunya sebelum dilakukan pengukuran. 3.3 Percobaan Jangka Panjang

Intervensi minuman beroksigen untuk mengkaji pengaruh jangka panjang dimulai tanggal 18 Februari – 10 Maret 2013, yang meliputi pengambilan darah, intervensi sampel, analisis parameter dan pengujian performa saat berolah raga dan pengukuran SpO2 setelah intervensi.

3.3.1 Pengambilan Darah

Pengambilan darah dilakukan pada responden, sebelum (H-0) dan sesudah intervensi air minum beroksigen (H-21). Sebelum hari H pengambilan darah, responden diinformasikan agar istirahat cukup, 10-12 jam sebelumnya berpuasa, namun tetap konsumsi air putih yang cukup. Pada hari H pengambilan darah dilakukan pula wawancara (form pada Lampiran 2).

Pengambilan darah dilakukan oleh petugas medis dari klinik dr Katili dengan mengikuti prosedur standar klinik. Darah diambil dari pembuluh vena sebanyak 30 mL dan dimasukkan ke dalam tabung yang telah berisi EDTA (5,4 µg/3 ml sampel darah). Di laboratorium klinik dr Katili, diambil bagian plasma darahnya dengan menggunakan sentrifuse (1000 rpm, 5 menit). Plasma darah kemudian digunakan pada analisis profil lipid (trigliserida, kolesterol, LDL, HDL), SGOT/SGPT, dan Gula Darah Puasa (GDP).

3.3.2 Intervensi Minuman Beroksigen

Pada tahap intervensi, responden diberikan 2 botol air minum beroksigen pada konsentrasi 100 ppm untuk diminum setiap hari (pagi dan sore) selama 21 hari. Selama intervensi tersebut, juga dilakukan:

- Pemberian makan malam selama intervensi (H-1 sampai H-21) - Wawancara (form pada lampiran 3), pada H-1,4, 7, 14, dan 21 - Food recall (form pada lampiran 4), pada H-1,2,3,18,19 dan 20

- Memonitor kegiatan harian responden, seperti olahraga dan kondisi responden setelah meminum sampel(form pada lampiran 5)

3.3.3 Analisis Profil Lipid, SGOT/SGPT dan Gula Darah Puasa (GDP)

Analisis profil lipid (trigliserida, kolesterol, LDL, HDL), SGOT/SGPT, dan Gula Darah Puasa (GDP) dilakukan oleh Laboratorium Klinik Katili pada hari-H pengambilan darah intervensi (H-0 dan H-21). Instrumen yang digunakan adalah RD-60 Semi Auto Biochemistry Analyzer (Reiged Diagnostic) untuk menganalisis SGOT/SGPT dan Microlab 300 (Vital Scientific) untuk menganalisis profil lipid

(36)

dan Gula Darah Puasa (GDP). Prosedur analisis dari setiap parameter adalah, sebagai berikut :

3.3.3.1 Trigliserida

Metode analisis trigliserida yang digunakan adalah kolorimetri GPO-PAP-enzimatis. Reagen Triglycerides–Liquizyme GPO-PAP (Spectrum) ditambahkan pada plasma darah kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC, lalu diinjeksikan pada alat Microlab 300 (Vital Scientific) dan dibaca pada panjang gelombang 546 nm. Prinsip analisis adalah sebagai berikut:

- Trigliserida dihemolisis oleh Lipoprotein Lipase (LPL) menjadi gliserol. Trigliserid LPL Gliserol + AsamLemak

- Gliserol yang bereaksi dengan ATP mengalami fosforilasi menjadi gliserol-3-fosfat pada reaksi katalisis oleh enzim gliserol kinase (GK).

Gliserol + ATP GK Gliserol-3-fosfat + ADP - Oksidasi gliserol-3-fosfat dikatalisis oleh gliserol fosfat oksidase membentuk

dihidroksi aseton fosfat dan hidrogen peroksida (H2O2).

Gliserol-3-fosfat + O2 GPO dihidroksi aseton fosfat + H2O2 - Adanya peroksidase (POD) mengkatalisis reaksi oksidasi berpasangan

Hidrogen Peroksidase dari 4-klorofenol dan 4-aminoantifirin (4 APP) untuk membentuk warna merah quinoneimine dye yang terukur pada panjang gelombang 546 nm.

2 H2O2 + 4 APP + 4 klorofenol POD Quinoneimine dye + 4 H2O Penghitungan hasil trigliserida dilakukan secara otomatis oleh alat tersebut dengan prinsip, sebagai berikut:

Konsentrasi trigliserida (mg/dL) = Aspesimen/Astandar x 200 3.3.3.2 Kolesterol

Metode analisis kolesterol yang digunakan adalah kolorimetri CHOD-PAP-enzimatis. Reagen Cholesterol–Liquizyme CHOD-PAP (Spectrum) ditambahkan pada plasma darah kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC, lalu diinjeksi pada alat Microlab 300 (Vital Scientific) dan dibaca pada panjang gelombang 546 nm. Prinsip analisis adalah sebagai berikut:

- Ester kolesterol dihidrolisis secara enzimatis oleh kolesterol esterase (KE) menjadi kolesterol dan asam lemak

Ester kolesterol KE Kolesterol + Asam lemak

- Kolesterol bebas kemudian dioksidasi oleh kolesterol oksidase (KO) menjadi

cholestenone dan hidrogen peroksida

Kolesterol bebas + O2 KO Cholestenone + H2O2

- Hidrogen peroksida, fenol dan 4 amino antifirin (APP) direaksikan dengan peroksida (POD) membentuk kromofor quinoneimine dye yang dapat terbaca pada panjang gelombang 500-550 nm.

(37)

2H2O2 + fenol + 4 AAP POD Quinoneimine dye + 4 H2O

Penghitungan hasil kolesterol dilakukan secara otomatis oleh alat tersebut dengan prinsip, sebagai berikut:

Konsentrasi kolesterol (mg/dL) = Aspesimen/Astandar x 200 3.3.3.3 High Density Lipoprotein (HDL)

Metode analisis HDL yang digunakan adalah berdasarkan prinsip pengendapan. Reagen HDL-Cholestero (Spectrum) ditambahkan pada plasma darah kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu 20-25oC, lalu diinjeksi pada alat Microlab 300 (Vital Scientific) dan dibaca pada panjang gelombang 546 nm. Prinsip analisis adalah LDL dan VLDL pada sampel diendapkan dengan ion

phosphotungstate dan magnesium. Setelah disentrifugasi selama 10 menit (4000 rpm), supernatan yang mengandung fraksi HDL ditentukan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

- Ester kolesterol dihidrolisis secara enzimatis oleh kolesterol esterase (KE) menjadi kolesterol dan asam lemak

Ester kolesterol KE Kolesterol + Asam lemak

- Kolesterol bebas kemudian dioksidasi oleh kolesterol oksidase (KO) menjadi

cholestenone dan hidrogen peroksida

Kolesterol bebas + ½ O2 + H2O KO Cholestenone + H2O2 - Air, fenol dan 4 amino antifirin direaksikan dengan peroksida (POD)

membentuk kromofor quinoneimine dye yang dapat terbaca pada panjang gelombang 500-550 nm.

2H2O + fenol + 4 AAP POD Quinoneimine dye + 4 H2O Penghitungan hasil HDL dilakukan secara otomatis oleh alat tersebut dengan prinsip, sebagai berikut:

Konsentrasi HDL (mg/dL) = Asampel x 570 3.3.3.4 Low Density Lipoprotein(LDL)

Penghitungan konsentrasi LDL menggunakan persamaan Friedewald (1972) sebagai berikut:

Konsentrasi LDL (mg/dL) = Total kolesterol (mg/dL) – HDL (mg/dL) – (Trigliserida (mg/dL)/5)

3.3.3.5 SGOT

Metode analisis SGOT yang digunakan adalah metode kinetik berdasarkan

International Federation of Clinical Chemistry (IFCC). Reagen yang digunakan adalah AST/GOT (Spectrum) ditambahkan pada plasma darah, lalu diinjeksi pada alat RD-60 Semi Auto Biochemistry Analyzer (Reiged Diagnostic) dan dibaca pada panjang gelombang 340 nm. Prinsip analisis adalah sebagai berikut:

- Grup amino secara enzimatis ditransfer oleh AST dalam sampel dari L-aspartat menjadi 2-oksaloglutarat menghasilkan oksaloasetat dan L-glutamat

Gambar

Gambar 1. Metabolisme energi saat berolahraga
Gambar 2. ATP dibandingkan dengan ketahanan maksimal otot saat berolahraga
Gambar 3 Penyerapan oksigen di dalam saluran pencernaan (Pakdaman 1985)
Gambar 4 Perubahan kecepatan dan kemiringan treadmill pada uji lari 10 km/jam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Parameter yang diamati adalah warna, tipe, dan susunan biji, umur berbunga beti- na, tinggi tanaman, tinggi tongkol, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris, bobot 300

1). Tipe pengasuhan otoriter , yaitu tipe pengasuhan yang menunjukkan derajat kontrol yang tinggi dengan kehangatan yang rendah. Pola asuh otoriter adalah suatu gaya

“Suatu pengertian dari suatu sistem informasi yang utuh ke dalam bagian-.. bagian komponensnya dengan maksud untuk mengindentifikasikan

Dari hasil undian yang dilakukan oleh peneliti kedua diperoleh kelas XI Usaha Perjalanan Wisata I sebagai kelas eksperimen, dengan jumlah peserta didik 28, dan kelas

Manajemen Laba (Studi pada Perusahaan Manufaktur Publik Di Indonesia) ”.. Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan

Sig 0,014 yang artinya &lt;0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan penyuluhan pada tingkat pengetahuan responden, jadi ada pengaruh pemberian

Keberhasilan Partai Golkar dalam pemilu 2004 dapat disebabkan dari sisi internal: (1) Partai Golkar benar-benar berjuang sekuat tenaga berbenah diri menjadi partai

Pada penelitian perancangan prototype sistem informasi perpustakaan pusat dan daaerah menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) Prototype sistem informasi