• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BOTIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BOTIA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH

IKAN BOTIA

(2)
(3)

LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus) DENGAN PEMBERIAN PAKAN CACING SUTERA (Tubifex sp.) YANG DIKULTUR DENGAN BEBERAPA JENIS PUPUK KANDANG

ROMI PINDONTA TARIGAN 090302015

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus) DENGAN PEMBERIAN PAKAN CACING SUTERA (Tubifex sp.) YANG DIKULTUR DENGAN BEBERAPA JENIS PUPUK KANDANG

SKRIPSI

ROMI PINDONTA TARIGAN 090302015

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus) DENGAN PEMBERIAN PAKAN CACING SUTERA (Tubifex sp.) YANG DIKULTUR DENGAN BEBERAPA JENIS PUPUK KANDANG

SKRIPSI

ROMI PINDONTA TARIGAN 090302015 Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Romi Pindonta Tarigan NIM

: 090302015

Menyatakan bahwa skrips yang berjudul “Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) Dengan Pemberian Pakan Cacing Sutera (Tubifex sp.) Yang Dikultur Dengan Beberapa Jenis Pupuk Kandang” benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di akhir skripsi ini.

Medan, Juni 2014

Romi Pindonta Tarigan NIM. 090302015

(4)

Judul

: Laju Pertumbuhan Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) dengan Pemberian Pakan Cacing Sutera (Tubifex sp.) yang Dikultur dengan Beberapa Jenis Pupuk Kandang.

Nama

: Romi Pindonta Tarigan

NIM

: 090302015

Program Studi

: Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. Ketua

Indra Lesmana, S.Pi, M.Si. Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

ABSTRAK

ROMI PINDONTA TARIGAN, Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) dengan Pemberian Pakan Cacing Sutera (Tubifex sp.) yang Dikultur dengan Beberapa Jenis Pupuk Kandang. Dibimbing oleh YUNASFI dan INDRA LESMANA. Ikan botia (Chromobotia macracanthus) merupakan ikan hias air tawar yang yang memiliki nilai ekonomis penting karena memiliki daya jual yang cukup tinggi terutama di pasar ikan hias di Sumatera Utara. Pakan alami merupakan faktor pentin dalam budidaya ikan hias. Penelitian dilakukan untuk

mengetahui pengaruh dari pemberian pakan cacing sutera (Tubifex sp.) terhadap laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan botia. Kultur cacing sutera dilakukan dengan menggunakan kotak kayu dengan sistem resirkulasi dan pemeliharaan benih ikan botia dilakukan dengan akuarium volume 72 liter dalam ruangan tertutup. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dengan 3 kali ulangan, sebagai berikut; 1) Kultur tubifex pemberian fermentasi kotoran ayam (KTPFKA), 2) Kultur tubifex pemberian fermentasi kotoran sapi (KTPFKS), 3) Kultur tubifex pemberian fermentasi kotoran domba (KTPFKD), 4) Tubifex tanpa perlakuan (TTP), 5) Pelet ikan hias (PIH). Tingkat kelangsungan hidup sebesar 100 % pada masing-masing perlakuan. Pemberian pakan cacing sutera yang dikultur dengan fermentasi kotoran domba memberikan hasil terbaik terhadap panjang mutlak (L), bobot mutlak (W), dan laju pertumbuhan harian (GR),

masingmasing 1.02 cm, 0.91 g, dan 2.57% selama 30 hari pemeliharaan. Kata kunci : Botia, Pakan buatan, Tubifex.

ABSTRACT

(5)

macracanthus) with Feeding Tubifex worms (Tubifex sp.) in Cultured With Several Types of Manure. Under academic supervision YUNASFI, and INDRA LESMANA. Botia (Chromobotia macracanthus) is a freshwater fish that are having economic value is important because it has high sale value,

especially in the ornamental fish market in North Sumatra. Life food is an important factor in the cultivation of ornamental fish. The research was conducted to determine the effect of feeding Tubifex worms (Tubifex sp.) on the growth performance and survival rate of Botia larvae. Tubifex worm culture do by using a wooden box with a recirculation system and the maintenance of Botia larvae done with volume 72 liter aquarium in a closed room. Experimental design using a completely randomized design with 5 treatments with 3 replications, as follows; 1) The Tubifex worms culture given chicken manure fermentation, 2) The Tubifex worms culture given cow manure fermentation, 3) The Tubifex worms culture given sheep dung fermentation, 4) Tubifex without treatment, 5) Pellet ornamental fish. The survival rate was 100 % in each treatments. Feeding the Tubifex worms are cultured with sheep dung fermentation gives the best results on the survival rate (SR), the absolute length (L), absolute weight (W), and daily growth rate (GR), respectively 1.02 cm, 0.91 g, and 2.57% for 30 days of maintenance. Keywords: Artificial feed, Botia, Tubifex.

RIWAYAT HIDUP

ROMI PINDONTA TARIGAN, dilahirkan di Medan pada tanggal 13 September 1991, dari Alm. Ayahanda Merhat Tarigan dan Ibu Pawen Br. Sitepu. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Penulis

menyelesaikan pendidikan di SD. Santo

Thomas 2 Medan tahun 2003, SMP. Santo Thomas 1 Medan tahun 2006, dan SMA. Santo Thomas 2 Medan pada 2009. Penulis diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Lokal Penerimaan Mahasiswa Baru (SLPMB). Selama masa perkuliahan penulis juga aktif dalam organisasi antara lain Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMMASPERA) sebagai koordinator bidang

kewirausahaan, Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) Mbuah Page Fakultas Pertanian periode 2012-2014 sebagai ketua. Penulis melakukan magang di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juni tahun 2011. Penulis juga mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada bulan Mei tahun 2012. Penulis melaksanakan penelitian skripsi berjudul “Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) dengan Pemberian Pakan Cacing Sutera

(Tubifex sp.) yang dikultur dengan Beberapa Jenis Pupuk Kandang”

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Laju

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) dengan Pemberian Pakan Cacing Sutera (Tubifex sp.) yang dikultur dengan Beberapa Jenis Pupuk Kandang”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat arahan, perhatian dan bimbingan dari berbagai pihak baik berupa materi, ilmu dan informasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing maupun Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Indra Lesmana, S.Pi, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing serta kepada Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si selaku Penguji I dan Rusdi Leidonald, SP. M.Sc selaku penguji II yang telah memberikan kritis,

(6)

saran arahan dan bimbingan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan pegawai yang telah memberikan ilmu dan membantu penulis selama menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara. Terima kasih juga disampaikan kepada Alm. Ayahanda Merhat Tarigan, dan Ibunda Pawen Br. Sitepu serta kakak Marlinda Br. Tarigan dan Suranta Sembiring, Sri Rejeki Br. Tarigan dan Maradona Ginting, serta abangda Baskami Tarigan yang telah memberikan dukungan, doa dan semangat kepada penulis. Rekan-rekan mahasiswa

angkatan 2009 di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan seluruh staf juga pegawai Unit Pelaksana Teknis Budidaya, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang manajemen

sumberdaya perairan.

Medan, Juni 2014

Romi Pindonta Tarigan

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK

i ABSTRACT ii RIWAYAT HIDUP iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN x

(7)

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Kerangka Pemikiran Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

1 3 4 6 7

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Botia Ekologi dan Makanan Ikan Botia Pakan Alami dan Pakan Buatan Pakan Alami Pakan Buatan (Pakan Komersil) Biologi Cacing Sutra Ekologi dan Makanan Cacing Sutra Kultur Cacing Sutera Pengaruh Pemupukan Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup

8 9 11 11 12 13 14 16 17 18

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Kultur Cacing Sutera Perlakuan dengan Ikan Botia Pengamatan Penelitian Pelaksanaan Penelitian

20 20 20 20 20 21

Persiapan Wadah Kultur Cacing Sutera Persiapan Wadah Persiapan Pupuk Organik Cair Kultur Cacing Sutera Persiapan Panen Cacing Sutera Persiapan Pemeliharaan Benih Ikan Botia Persiapan Wadah Pemeliharaan Penebaran Benih Ikan Botia Perlakuan Pemberian Pakan Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Botia Rancangan Percobaan Analisis Data Parameter Pengamatan Tingkat

Kelangsungan Hidup Pertambahan Panjang Mutlak Pertambahan Bobot Mutlak Laju Pertumbuhan Harian Kualitas Air

21 21 21 22 22 23 23 23 24 24 24 25 25 25 26 26 26 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kultur Cacing Sutera Tingkat Kelangsungan Hidup Panjang Mutlak Benih Ikan Botia Bobot Mutlak Benih Ikan Botia Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Botia Kualitas Air Pembahasan Kultur Cacing Sutera Tingkat Kelangsungan Hidup Laju Pertumbuhan Ikan Botia Kualitas Air

28 28 28 29 30 31 32 32 32 33 34 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

38 38

DAFTAR TABEL

No.

Teks

Halaman

1. Data Kualitas Air

27

(8)

32

DAFTAR GAMBAR

No.

Teks

Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian

6

2. Ikan Botia

8

3. Cacing Sutera

13

4. Wadah Kultur Cacing Sutera dengan Berbagai Jenis Pupuk Kandang

28

5. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia

29

6. Pertumbuhan Panjang Benih Ikan Botia

29

7. Panjang Rata-Rata Benih Ikan Botia

30

8. Pertumbuhan Bobot Benih Ikan Botia

30

9. Bobot Rata-Rata Benih Ikan Botia

31

10. Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Botia

31

(9)

No.

Teks

Halaman

1. Data Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia

45

2. Data Panjang Rata-Rata (cm) Benih Ikan Botia

46

3. Data Bobot Rata-Rata (g) Benih Ikan Botia

47

4. Data dan ANOVA Pertumbuhan Panjang Mutlak Benih Ikan Botia

48

5. Data dan ANOVA Pertambahan Bobot Mutlak Benih Ikan Botia

49

6. Data dan ANOVA Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Botia

50

7. Dokumentasi Penelitian

52

PENDAHULUAN

Latar Belakang Budidaya perikanan merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan hasil sumberdaya perairan. Budidaya perikanan adalah kegiatan pengembangan suatu komoditi perikanan, dalam kegiatan budidaya perikanan secara umum mencakup kegiatan pembenihan, pendederan, dan pembesaran dalam upaya pengelolaan sumberdaya perairan. Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi perikanan salah satunya dapat dilakukan melalui kegiatan pengusahaan. Pengusahaan merupakan kegiatan dalam pemeliharaan untuk

memperbanyak (reproduksi), menumbuhkan (growth), serta meningkatkan mutu biota akuatik, sehingga diperoleh keuntungan (Effendi, 2004). Pembenihan merupakan salah satu aspek yang menentukan berhasil atau tidaknya produksi perikanan, karena pada tahap ini benih ikan akan tumbuh dengan cepat seiring dengan pemberian pakan yang optimal. Tahap kritis atau kerentanan ikan budidaya adalah pada stadia larva hingga benih, dikarenakan tubuh ikan tersebut masih rentan terhadap penyakit atau lingkungan sekitar (suhu, pH, dan oksigen terlarut) serta membutuhkan kualitas dan kuantitas yang baik dari makanan yang dikonsumsi oleh ikan budidaya. Sehingga dibutuhkan lingkungan yang dapat direkayasa agar mengurangi efek negatif yang dapat

(10)

cukup berkembang dengan berbagai jenis ikan hias air tawar yang dibudidayakan. Salah satu yang dikembangkan dalam budidaya ikan hias air tawar adalah ikan botia. Ikan botia (Chromobotia

macracanthus) merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis penting dalam skala lokal, maupun ekspor dimana memiliki daya jual yang cukup tinggi terutama di pasar ikan hias di daerah Sumatera Utara. Kebanyakan faktor yang tidak diperhatikan oleh para pembudidaya ikan adalah ketersediaan pakan bagi ikan budidaya baik itu pakan buatan maupun pakan alami yang tersedia secara kualitas dan kuantitas pada stadia larva hingga benih. Pakan alami dibudidayakan sesuai keperluan dari setiap komoditi dimana faktornya adalah ukuran, jumlah, waktu dan bukaan mulut dari benih komoditi tersebut. Salah satu jenis pakan alami yang banyak disenangi ikan dan hewan air tawar lainnya adalah Tubifex sp. Dikarenakan Tubifex sp. mempunyai sifat yang selalu bergerak, hal ini merangsang ikan untuk memakannya. Selain itu, Tubifex sp. juga mempunyai unsur nutrisi yang lebih tinggi dan lengkap. Sedangkan pakan buatan merupakan pakan alternatif yang digunakan untuk mengganti pakan alami akibat kebutuhan pakan yang semakin meningkat seiring

pertumbuhan ikan. Cacing sutera (Tubifex sp.) merupakan salah satu pakan alami yang dibutuhkan bagi budidaya perikanan, dikarenakan menjadi salah satu pakan bagi stadia larva hingga benih. Selama ini ketersediaan cacing sutera masih dipengaruhi pada penangkapan di alam seperti di sungai dan parit-parit yang berarus tenang. Kebutuhan akan cacing sutera di daerah Sumatera Utara meningkat, tetapi belum dapat terpenuhi dalam segi jumlah, waktu dan kualitas dari cacing sutera tersebut yang berasal dari distributor atau penjual ikan hias. Oleh karena itu, dalam

penelitian ini cacing sutera dikultur dengan menggunakan beberapa jenis pupuk kandang (kotoran ayam, kotoran domba dan kotoran sapi) untuk mengetahui biomassa dan populasi cacing sutera. Hasil dari kultur cacing tersebut

akan diaplikasikan untuk menguji laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari benih ikan botia.

Perumusan Masalah Ketersediaan pakan menjadi salah satu faktor pembatas kegiatan pembenihan dalam budidaya perikanan. Tahap benih merupakan tahap atau stadia pada siklus hidup ikan dimana laju kurva pertumbuhan yang tinggi dan kelangsungan hidup yang masih rentan. Ikan botia

merupakan ikan hias air tawar yang masih perlu dikembangkan. Pusat pengembangan ikan botia pada saat ini masih terdapat di Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH) Depok. Pakan yang tersedia dalam jumlah banyak jika dibudidayakan dalam waktu yang singkat merupakan jenis pakan alami yaitu cacing sutera. Cacing sutera merupakan pakan alami yang tersedia di lingkungan perikanan. Karena ketersediaan stok yang terbatas sehingga harus dikultur dengan tujuan memperbesar populasi dan biomassa cacing sutera. Populasi dan biomassa cacing sutera tergantung dari

ketersediaan bahan organik dan kondisi lingkungan, sehingga perlu dikultur dengan beberapa jenis pupuk kandang dengan sistem resirkulasi air sebagai faktor pendukung terhadap pertumbuhan populasi dan biomassa cacing sutera. Pengaruh fermentasi pupuk kandang akan menentukan bahan organik terlarut yang dihasilkan untuk menjadi pakan dari Tubifex sp. agar populasi dan biomassa meningkat. Dan pengaruh pemupukan terhadap cacing sutera tersebut akan dibandingkan dengan cacing sutera yang dipasar ikan hias dan pelet ikan hias untuk mengetahui laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan botia (Chromobotia

macracanthus). Adapun beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh beberapa jenis pupuk kandang terhadap populasi dan biomassa cacing sutera (Tubifex sp.) yang dikultur dengan sistem resirkulasi? 2. Bagaimana pengaruh cacing sutera (Tubifex sp.) yang dikultur dengan beberapa jenis pupuk kandang yang berbeda terhadap laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan botia (Chromobotia macracanthus)?

Kerangka Pemikiran Pakan menjadi faktor yang memiliki peranan penting dalam kegiatan

(11)

merupakan stadia yang membutuhkan pakan yang cukup untuk membantu pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari ikan yang dibudidayakan.

Pemberian

pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan akan menyebabkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan akan menjadi terganggu. Oleh karena itu, perlu dicari jenis pakan sesuai dengan kebutuhan ikan. Dalam memilih jenis pakan terdapat faktor pembatas seperti tipe, ukuran dan kandungan nutrisi pakan tersebut. Benih ikan botia merupakan benih ikan yang memiliki ukuran bukaan mulut yang sangat kecil sehingga dibutuhkan pakan yang yang cukup dalam segi jumlah dan ukuran untuk bukaan mulut ikan botia. Ikan botia juga hewan yang tergolong hewan pemakan dasar (bottom feeder), yakni lebih sering menghabiskan waktu berenang untuk mencari makanan di dasar perairan dengan menggunakan sungut untuk merangsang gerakan.

Pakan alami merupakan pakan awal dan utama bagi benih ikan karena memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap. Pakan alami yang diberikan harus lebih kecil dari diameter bukaan mulut ikan, mengandung nutrisi yang tinggi bergerak, warna mencolok, dan mudah dicerna oleh ikan. Satyani dkk., (2007) menyatakan bahwa benih ikan botia biasa memakan pakan alami berupa cacing sutera. Oleh karena itu ketersediaan pakan alami menjadi faktor yang penting dalam budidaya ikan botia selama periode larva atau tahap pembenihan. Dengan asumsi yang menyatakan bahwa pakan hidup cacing rambut dengan jumlah pemberian pakan 10% dari bobot badan per hari akan meningkatkan laju pertumbuhan harian benih botia paling tinggi dibanding pemberian kutu air (Moina sp.) dan nauplii artemia. Cacing sutera dikenal sebagai pakan alami tetapi belum dapat diketahui keunggulan dari cacing sutra yang dipupuk dengan kotoran yang berbeda yaitu kotoran ayam, sapi dan domba. Sehingga hal yang mendasari dilakukannya penelitian ini, bahwa cacing sutera yang dikultur dengan beberapa jenis pupuk kandang serta pelet ikan hias akan diaplikasikan terhadap benih ikan botia (Chromobotia macracanthus) untuk mengetahui laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan botia (Chromobotia macracanthus). Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Budidaya Ikan Hias Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus)

Pakan Alami

Pakan Buatan

Cacing Sutera (Tubifex sp.)

Pelet Ikan Hias (PIH)

Dikultur dengan pupuk kandang kotoran ayam (KTPFKA) Dikultur dengan pupuk kandang kotoran sapi (KTPFKS) Dikultur dengan pupuk kandang kotoran domba (KTPFKD) Tubifex tanpa perlakuan (TTP) Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) Analisis Data Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Tujuan Untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan cacing sutera (Tubifex sp.) dengan beberapa jenis pupuk kandang (kotoran ayam, sapi, dan domba) terhadap laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan botia (Chromobotia macracanthus).

Manfaat Penelitian ini bermanfaat sebagai referensi bagi budidaya perikanan mengenai jenis pakan yang dibutuhkan benih ikan hias air tawar. Penelitian ini juga dapat memberikan referensi dalam

(12)

pengembangan kultur cacing sutera (Tubifex sp.) mengenai beberapa jenis pupuk kandang yang dapat digunakan dalam pengembangan kultur cacing sutera tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Ikan Botia Ikan botia (Gambar 2.) merupakan ikan hias asli dari perairan Sumatera dan Kalimantan dan sudah menjadi komoditas ekspor primadona ikan hias air tawar selama puluhan tahun. Spesies ini dikenal juga dalam dunia perdagangan sebagai sebutan clown loach atau tiger botia. Nama lokal ikan ini adalah ikan macan (Sumatera), gecubang (Lampung), biju bana (Jambi), languli (Mahakam) (Suseno dan Subandiah, 2000).

Gambar 2. Ikan Botia (Chromobotia macracanthus)

Klasifikasi ikan botia adalah sebagai berikut (Kottelat, 2004) : Kingdom

: Animalia Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Ordo : Cypriniformes Famili : Cobitidae Genus : Chromobotia Spesies : Chromobotia macracanthus

Menurut Sterba (1969) diacu oleh Sari (2003); Weber dan Beaufort (1916) diacu oleh Kamal (1992); Kottelat dkk. (1993); dan Satyani dkk. (2006), bahwa ciri morfologis ikan botia yaitu memiliki bentuk tubuh memanjang agak pipih ke samping dan ditutupi sisik halus (sikloid), kepala agak meruncing pipih ke arah mulut (seperti torpedo), mulut terdapat di ujung anterior dan mengarah agak ke bawah dengan empat pasang sungut diatasnya, bukaan mulut berbentuk sepatu kuda, bibir tebal dan berlamela, yaitu semacam pelat tipis. Mempunyai patil atau duri dibawah mata yang akan

(13)

keluar apabila merasa ada bahaya. Sirip dada dan sirip perut berpasangan, sirip punggung tunggal dan sirip ekor bercagak dalam. Warna ikan kuning cerah dengan tiga garis lebar atau pita hitam lebar. Pita pertama melingkari kepala melewati mata, yang kedua dibagian depan sirip punggung dan yang ketiga memotong sirip punggung bagian belakang sampai ke pangkal ekor. Sirip berwarna merah oranye kecuali sirip punggung yang terpotong garis hitam (Satyani dkk., 2006). Ukuran ikan botia di alam dapat mencapai 30 cm, tetapi jika dipelihara di akuarium ukurannya hanya mencapai 15-20 cm, bahkan pernah ditemukan mencapai ukuran 40 cm (Suseno dan Subandiah, 2000). Menurut Kamal (1992) ikan botia yang tertangkap di Sungai Batang Hari ukuran panjang totalnya mencapai 30,5 cm.

Ekologi dan Makanan Ikan Botia Distribusi ikan botia hanya terdapat di Sumatera (DAS Batanghari-Jambi dan DAS Musi-Sumatera Selatan) dan di Kalimantan (DAS Kapuas-Kalimantan Barat,

Kalimantan Tengah dan Daerah Aliran Sungai Barito-Kalimantan Selatan) (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2006). Di Sumatera ikan botia menyebar di Sungai

Tulang Bawang (Lampung), Teluk Betung, Sungai Pangabuang, Sungai Musi dan sekitarnya, Sungai Kwanten, Sungai Batang Hari dan Danau Maninjau. Penyebaran ikan botia di Kalimantan yaitu di Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Kapuas, Sungai Bongan dan Sungai Mahakam (Weber dan Beaufort, 1916 diacu oleh Kamal, 1992; Suseno dan Subandiah, 2000). Habitat ikan botia terdapat di daerah sungai dengan kondisi air dengan pH agak asam antara 5-7, kisaran suhu 24-30oC dan perairan jernih dengan batu-batuan dasar merupakan habitat ikan botia (Satyani, dkk., 2006). Di alam, ikan botia banyak ditemukan mulai dari hulu sampai ke muara, serta berkumpul di dasar perairan tenang (tidak berarus deras) karena ikan ini cenderung bergerombol atau bersifat

schooling. Menurut Satyani dkk., (2006), anak-anak ikan botia hidup di daerah yang berarus lemah, substrat berupa lumpur dan kekeruhan tinggi dengan kedalaman 5-10 m. Sementara induknya berada di daerah berarus kuat (hulu) yang jernih, substrat berpasir dan berbatu dengan kedalaman maksimum adalah sekitar 2 m. Ikan botia merupakan ikan peruaya yaitu beruaya dari habitat asuhan (hilir) ke habitat induk (hulu). Ruaya mulai dilakukan seiring dengan adanya perubahan kualitas air, pada saat benih ikan berukuran panjang >2 cm. Ruaya mulai dilakukan pada pertengahan musim penghujan yaitu sekitar bulan Januari jika musim penghujan dimulai pada bulan Oktober (Nurdawati dkk., 2006). Di akuarium, ikan ini sangat menyukai tempat berlindung (shelter) dan intensitas

cahaya yang rendah di dasar perairan (Sterba 1969 diacu oleh Sari, 2003). Ikan botia tergolong ikan omnivor yang cenderung karnivor (Samuel dkk., 1994) dan pemakan dasar (Kamal, 1992), menyukai hewan-hewan kecil seperti Tubifex sp., larva serangga, Daphnia sp., jentik nyamuk dan sisa-sisa makanan. Ikan

botia makan pada siang atau malam hari dan dalam mencari makanannya dibantu oleh alat peraba berupa sungut sebanyak empat pasang (Saanin, 1968).

Pakan Alami dan Pakan Buatan Pakan Alami Pakan alami merupakan pakan yang sudah tersedia di alam, baik dengan atau tanpa bantuan aktifitas manusia dalam hal pengadaannya. Pakan alami ikan merupakan organisme hidup yang menghuni suatu perairan, baik berupa tumbuhan maupun hewan dan dapat dikonsumsi oleh ikan. Jenis-jenis pakan alami yang dimakan oleh ikan sangat bermacam-macam tergantung pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Pada saat benih ikan mulai belajar mencari makan dari luar, makanan yang pertama-tama mereka makan adalah plankton yang ukurannya sesuai dengan bukaan mulut benih (Djariah, 1995). Pakan alami merupakan pakan awal dan utama bagi benih ikan karena memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap. Kandungan gizi yang terdapat dalam pakan alami antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Nilai kandungan gizi yang cukup tinggi dan baik dalam pakan alami sangat diperlukan oleh benih ikan pada masa kritis untuk hidup dan tumbuh dari fase benih ke fase selanjutnya. Pakan alami yang diberikan kepada benih ikan harus memenuhi syarat antara lain berukuran lebih kecil dari diameter bukaan

(14)

mulut benih ikan, mengandung kandungan nutrisi tinggi, mudah dicerna dengan baik, dan memiliki warna yang mencolok, dapat bergerak dan terapung atau tersuspensi dalam air sehingga dapat merangsang benih ikan untuk memakannya

(Djariah, 1995).

Pakan Buatan (Pakan Komersil) Pakan buatan adalah makanan yang kita ramu atau kita buat sendiri yang terdiri dari bahan-bahan alami yang berupa bahan nabati dan hewani atau dari beberapa macam bahan yang kemudian kita olah menjadi bentuk khusus sebagaimana yang kita kehendaki. Fungsi dari pakan utama sendiri yaitu untuk pemeliharaan tubuh dan mengganti jaringan tubuh yang rusak, menunjang aktifitas metabolisme dan untuk pertumbuhan serta reproduksi (Herawati, 2005). Sedangkan kelebihan pakan buatan itu sendiri, yaitu dapat meningkatkan padat produksi melalui padat penebaran tinggi dengan waktu pemeliharaan yang pendek, dapat memanfaatkan limbah industri pertanian yang berupa sisa-sisa buangan dan rasa pakan buatan dapat kita atur sesuai dengan selera serta kebutuhan yaitu dengan mengatur susunan formulasinya. Pakan buatan yang diberikan harus mengandung zat gizi yang dibutuhkan ikan untuk menghasilkan energi dan menjaga keseimbangan asupan dalam tubuh. Untuk menghasilkan energi, ikan membutuhkan asupan protein, lemak dan karbohidrat. Untuk menjaga keseimbangan asupan dalam tubuh, ikan membutuhkan vitamin dan mineral (Hoar dkk., 1979).

Biologi Cacing Sutra Cacing sutera (Gambar 3.) merupakan hewan tingkat rendah karena tidak memiliki tulang belakang (vertebrae) yang disebut juga dengan invertebrata, ordo Haplotaxida, famili tubificidae dan genus Tubifex. Oligochaeta merupakan salah jenis pendatang penghuni dasar (bentos) yang suka membenamkan diri dalam lumpur (Johan, 2009).

Gambar 3. Cacing Sutera

Menurut Muller (1774), Tubifex sp. dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Filum

: Annelida Kelas : Clitellata Ordo : Oligochaeta Famili : Tubificidae Genus : Tubifex Species : Tubifex sp.

(15)

Tubifex sp. merupakan jenis cacing air tawar yang sangat disukai oleh benihbenih ikan. Cacing berwarna merah, karena mengandung erythrocruorin yang larut dalam darah. Pada umumnya cacing ini mengandung asam-asam amino yang cukup lengkap dan biasanya diberikan sebagai makanan ikan hias, pakan alami ini diberikan umumnya untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan laju pertumbuhannya (Scheurman, 1990 diacu oleh Febrianti, 2004). Secara fungsional dan ekologi Tubifex terbagi menjadi 2 tipe, yaitu microdrile dan megadrile. Microdrile merupakan spesies akuatik, berukuran 1-30 mm, dinding

tubuh tipis, agak transparan. Sedangkan megadrile merupakan spesies darat, dinding tubuh tebal, umumnya panjang antara 5-30 cm (Suwingnyo dkk., 2005). Menurut Muliasari (1993), famili Tubificidae memiliki siklus hidup yang relatif pendek, yaitu 42-50 hari dan memiliki fekunditas sebesar 92-340 butir, bertoleransi pada kadar oksigen yang rendah dan mudah berkembang dalam substrat dari sampah-sampah organik yang terbuang, serta dapat bertahan pada keadaan anaerob hingga 48 hari pada suhu 0oC – 20C dan semakin besar temperaturnya semakin kecil kelangsungan hidupnya.

Ekologi dan Makanan Cacing Sutera Tubifex sp. hidup diperairan tawar jernih sedikit mengalir dengan dasar mengandung banyak bahan organik sehingga sering ditemukan pada sungai atau danau bersedimen halus. Kondisi dasar perairannya berpasir (41,4%), tanah halus (46%) dan lumpur (11,3%). Cacing dewasa ditemukan pada permukaan sedimen sampai kedalaman 4 cm, sedangkan juvenil ditemukan pada kedalaman hingga

2 cm.

Cacing ini akan membenamkan bagian kepala pada dasar perairan sementara bagian ekor disembulkan dari dasar untuk melakukan pernapasan (Djarijah,1995). Cacing sutera yang juga disebut “sludge worms” atau tubifex worm dengan panjang lebih dari 2 cm ada yang hidup di air tawar dan air laut. Beberapa cacing sutra sangat umum hidup di daerah dengan polusi limbah organik tingkat tinggi (Brusca dan Brusca, 1990). Cacing sutera mempunyai habitat lingkungan dengan konduktivitas tinggi, kedalaman rendah, sedimen liat berpasir atau liat berlumpur,

kecepatan arus rendah, dan jumlah yang berubah-ubah dari bahan-bahan organik (Marchese, 1987).

Selain pada kedalaman rendah cacing sutera juga ditemukan pada bagian terdalam danau (Pennak, 1953). Umumnya jenis oligochaeta yaitu cacing tanah dan tubifex, mendapatkan makanan dengan cara menelan substrat, dimana bahan organik yang melalui saluran pencernaan akan dicerna, kemudian tanh beserta sisa pencernaan dibuang melalui anus. Adakalanya makanan itu terdiri atas ganggang filamen, diatom dan detritus. Oligochaeta banyak tinggal pada lubang-lubang tanah atau didasar lumpur dan sampah tanaman pada aliran air tawar, empang dan danau. Kebanyakan oligochaeta ditemukan pada bahan-bahan organik dan perairan dengan polusi tinggi. Karena pada umumnya oligochaeta dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi oksigen rendah (Wilmoth, 1967). Tubificid seringkali dihubungkan dengan lingkungan yang tercemar. Jenis cacing tubificid yang dapat berkembang dengan subur pada kondisi tercemar dari cacing Tubifex tubifex dan Limnodrillus hoffmeisteri dengan jumlah kurang lebih sama (Yuherman, 1987). Keberhasilan cacing tubificidae hidup pada lingkungan yang tercemar organik berat adalah karena kemampuannya untuk

melakukan respirasi pada tekanan oksigen yang sangat rendah. Laju respirasi Tubifex tubifex hampir tidak terpengaruh pada kadar oksigen terlarut serendah 20% dari kejenuhan udara (Palmer, 1968).

Kultur Cacing Sutera Cacing sutera sudah dibudidayakan sejak lama, para pembudidaya awalnya mendapati cacing sutera pada lubang-lubang tanah atau didasar lumpur dan sampah tanaman pada aliran air tawar, empang dan danau. Kebanyakan Tubifex sp. ditemukan

(16)

pada bahan-bahan organik dan perairan dengan polusi tinggi. Karena pada umumnya cacing Tubifex sp. dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi oksigen rendah (Wilmoth, 1967). Kultur cacing sutera pada dewasa ini sudah mulai mendapat perhatian yang perkembangan budidaya cacing ini mulai dari menggunakan ember dengan bantuan tambahan penyuplai oksigen dengan menggunakan aerasi hingga mengggunakan lahan yang terdapat di alam sebagai wadah kultur (sistem terbuka) dan beberapa peneliti pernah menggunakan sistem resirkulasi dan membuat design wadah sendiri. Penelitian Febrianti (2004), yang mengkaji tentang pengaruh pemupukan harian dengan kotoran ayam terhadap pertumbuhan populasi dan biomassa cacing sutera dengan padat tebar awal 150 individu/wadah dimana ukuran wadah yang dipakai 80 x 20 x 15 cm dan diperoleh hasil tertinggi pada dosis pupuk 1 kg/m2/hari dengan jumlah populasi 213.415 individu/m2 dan biomassa sebesar 292 g/m2 pada masa pemeliharaan 40 hari. Sedangkan Febriyani (2012), meneliti juga mengenai Tubifex sp. dimana mengkaji tentang padat penebaran yang berbeda dengan sistem terbuka dengan wadah kultur 100 x 25 x 20 cm. Memperoleh hasil tertinggi dengan padat penebaran 4.600

individu/m2 dengan populasi 447.904 individu/m2 dan biomassa sebesar 2.239,52 g/m2 pada masa pemeliharaan 40 hari. Dengan laju pertumbuhan biomassa didapati sebesar 55,41 g/m2/hari dengan kondisi dosis pemberian pupuk sebesar 1 kg/m2/hari.

Pengaruh Pemupukan Pemupukan dalam budidaya cacing sutra bertujuan untuk menambah sumber makanan baru pada media pemeliharaan cacing sutra. Pemberian pupuk tambahan

yang berbeda baik frekuensi maupun jumlah setiap pemberian pupuk secara langsung akan mempengaruhi bahan organik dalam media. Tingginya bahan organik dalam media akan

menyebabkan jumlah bakteri dan partikel organik hasil dekomposisi oleh bakteri sehingga dapat meningkatkan jumlah bahan makan pada media yang dapat mempengaruhi populasi dan biomassa cacing (Syarip, 1988). Teknologi fermentasi juga dapat digunakan sebagai cara untuk meningkatkan produktivitas cacing sutera. Penggunaan pupuk yang difermentasi memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk kandang yangtidak difermentasi. Hal ini dapat dilihat dengan

membandingkan hasil penelitian Fadillah (2004) yang menggunakan pupuk kotoran ayam yang difermentasi dengan Febriyanti (2004) yang menggunakan pupuk kotoran ayam kering tanpa difermentasi. Pada penelitian Fadillah (2004) diperoleh hasil hasil terbaik sebesar 1.720 g/m2, sedangkan Febriyanti (2004) memperoleh hasil terbaik 292 g/m2. Pupuk yang dapat digunakan untuk budidaya cacing sutra bermacam- macam, Findy menggunakan kotoran sapi, sedangkan Fadillah (2004) dan Febriyanti (2004) menggunakan kotoran ayam. Selain kedua pupuk tersebut, dapat juga digunakan kotoran domba.

Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Tolak ukur kegiatan pembenihan ikan adalah pertumbuhan. Dikarenakan pertumbuhan dari larva hingga menjadi benih terlihat dalam kurva pertumbuhan ikan sangat besar. Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran panjang atau bobot dalam suatu waktu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi faktor internal dan eksternal (Effendie, 1997). Faktor internal meliputi keturunan, kematangan gonad, parasit dan penyakit. Faktor eksternal meliputi suhu, oksigen, makanan, padat penebaran dan bahan

buangan metabolit. Apabila jumlah ikan melebihi batas kemampuan suatu wadah maka ikan akan kehilangan berat. Selain itu persaingan dalam hal makanan sangat penting karena kompetisi untuk memperoleh makanan lebih tinggi pada padat penebaran yang lebih tinggi dibandingkan padat penebaran yang lebih rendah. Oleh karena itu, pada padat penebaran lebih tinggi ukuran ikan lebih bervariasi sedangkan padat penebaran yang lebih rendah relatif seragam dan

ukurannya lebih besar

(17)

Kelangsungan hidup adalah perbandingan jumlah organisme yang hidup pada akhir periode dengan jumlah organisme yang hidup pada awal periode (Effendie, 2004). Tingkat kelangsungan hidup dapat digunakan untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup. Dalam usaha budidaya, faktor kematian yang mempengaruhi kelangsungan hidup larva atau benih. Mortalitas ikan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam tubuh ikan yang mempengaruhi mortalitas adalah perbedaan umur dan kemampuan untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan. Faktor luar meliputi kondisi abiotik, kompetisi antar spesies, meningkatnya predator, parasit, kurang makanan, penanganan, penangkapan dan penambahan jumlah populasi ikan dalam ruang gerak yang sama. Kematian ikan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah oleh kondisi abiotik,

ketuaan,

predator,

parasit,

penangkapan dan kekurangan

makanan

(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010). Dalam hal ini perlu upaya peningkatan kelangsungan hidup yang dapat dilakukan dengan pengaturan padat tebar, kualitas air dan ketersediaan pakan sesuai dengan kebutuhan ikan. Padat penebaran yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan

yang optimal dan kelangsungan hidup yang maksimal. Tingkat kelangsungan hidup akan

menentukan produksi yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Ikan yang lebih kecil akan rentan terhadap penyakit dan parasit. Kelangsungan hidup ikan disuatu

perairan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya kepadatan dan kualitas air. Umumnya laju kelangsungan hidup benih lebih tinggi dibandingkan larva, karena benih lebih kuat (Effendi, 2004).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April tahun 2014, dan dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Budidaya, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

(18)

Sumatera Utara.

Bahan dan Alat Kultur Cacing Sutera Bahan-bahan yang digunakan pada kultur cacing sutera antara lain pasir halus, cacing sutera, kotoran ayam, kotoran sapi dan kotoran domba. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah papan, terpal/plastik hitam, pompa air, pipa paralon, saringan halus, tali plastik, ember, gayung plastik, sarung tangan, masker, gelas ukur, selang, timbangan dan pompa air.

Perlakuan dengan Ikan Botia Bahan-bahan yang digunakan pada budidaya ikan botia antara lain benih ikan botia ukuran 3-4 cm, oxytetracyline (OTC) dan pelet ikan hias. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah akuarium, aerator, pipa paralon, pompa air, kertas karton, plastik putih, saringan busa, selang sipon, dan mangkok.

Pengamatan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan pada saat pengamatan antara lain cacing sutera dan benih ikan botia. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah kertas milimeter

blok, timbangan analitik, pH-meter, DO-meter, termometer, penggaris, saringan kasar, kamera digital, buku catatan, dan alat tulis.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Kultur Cacing Sutera Persiapan Wadah Wadah yang digunakan untuk kultur cacing sutera ialah kotak yang terbuat dari kayu. Kotak kayu berukuran 100 x 50 x 20 cm dan dialasi dengan terpal atau plastik hitam dan dilengkapi dengan tandon berukuran 100 x 50 x 100 cm dan dialasi juga dengan terpal yang berfungsi sebagai bak penampungan air. Wadah kultur akan dialiri air yang bersumber dari pipa yang dibuat senyawa dengan terpal tandon. Air yang tumpah dari wadah kultur cacing sutera akan ditampung dalam bak penampungan yang terbuat dari kotak kayu dengan alas terpal atau plastik dengan pompa untuk mengaliri air kembali kedalam bak tandon. Persiapan Pupuk Organik Cair Kotoran yang digunakan adalah kotoran ternak ayam, sapi, dan domba. Kotoran yang digunakan merupakan kotoran sekam. Kotoran ayam berasal dari peternakan ayam Kandang Baru (TAMORA), kotoran domba berasal dari jurusan peternakan Fakultas Pertanian USU, sedangkan kotoran lembu berasal dari kandang sapi masyarakat lokal daerah Simalingkar B, Medan Sumatera Utara. Kotoran sekam kemudian dibersihkan terlebih dahulu hingga menjadi bersih dari sampah, kemudian timbang dengan perbandingan 1:1 yaitu sebanyak 1 kg kotoran, diberi air sebanyak 1 liter. Kemudian diaduk sehingga kotoran tercampur merata dengan air, setelah diaduk merata kemudian dimasukkan kedalam ember dan ditutup selama 10 hari untuk proses

fermentasi. Pupuk organik cair yang digunakan untuk pemupukan kultur cacing sutera sebanyak 2 liter pupuk per hari dengan pemberian sekali dalam sehari. Pembuatan pupuk organik cair masing-masing kotoran ternak dilakukan secara langsung sebanyak 20 kg pupuk dan dicampur dengan 20 liter air. Kultur Cacing Sutera Pakan alami berupa cacing sutera yang masih hidup dan segar yang didapatkan dari penjual ikan hias di Jalan Dr. Mansyur, Medan, Sumatera Utara. Cacing sutera yang dikultur terlebih dahulu ditimbang seberat 100 g (3.333 individu/wadah) sebagai awal penebaran. Cacing sutera tersebut dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air bersih mengalir untuk menghilangkan lumpur yang menempel pada cacing sutra. Kemudian cacing sutera ditebar pada masing-masing wadah kultur dimana 100 g untuk 1 wadah kultur. Wadah kultur yang pertama diberi pupuk organik cair kotoran ayam, wadah kultur yang kedua diberi pupuk organik cair kotoran

domba, dan wadah kultur yang ketiga diberi pupuk organik cair kotoran sapi. Cacing sutera yang sudah ditebar akan dipupuk dengan masing-masing 2 liter pupuk organik cair per hari dan dipupuk selama 50 hari pemeliharaan. Persiapan Panen Cacing Sutera Cacing sutera dipanen ketika sudah dikultur selama 20 hari pemeliharaan. Pemanenan cacing sutera dengan cara mengambil substrat dengan menggunakan ember kemudian dipisahkan antara cacing dan substrat dengan menggunakan

(19)

saringan dan cacing sutera diambil dengan menggunakan tangan dan dipisahkan ke wadah pemanenan. Cacing yang telah dipanen kemudian dibersihkan dengan air mengalir sehingga diperoleh cacing yang siap menjadi pakan pada pemeliharaan benih ikan botia. Hal ini terus dilakukan hingga diperoleh jumlah cacing sutera yang diinginkan.

Persiapan Pemeliharaan Benih Ikan Botia Persiapan Wadah Pemeliharaan Wadah untuk penelitian benih ikan botia menggunakan 15 buah akuarium dengan ukuran 60 x 40 x 40 cm yang diisi air sebanyak 72 liter serta dilengkapi dengan aerator sebagai penyuplai oksigen. Penebaran Ikan Botia Benih ikan botia yang digunakan ini berasal dari Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH) Depok, dengan panjang 3-4 cm dengan berat 0,5-1 g. Dan benih yang diambil harus sehat dengan melihat warna yang cerah dan bergerak aktif dengan padat penebaran 7 ekor/liter atau 10 ekor pada

masing-masing akuarium. Benih yang telah sampai di unit pelaksana teknis budidaya terlebih dahulu di aklimatisasi pada bak penampungan sementara dengan menggunakan aerasi tanpa penggunaan sistem resirkulasi dan diberi oxytetracyline (OTC) dengan dosis 0,01 mg/l dengan air yang telah diendapkan selama kurang lebih 3 hari dan aerasi berjalan 24 jam setiap harinya. Perlakuan Pemberian Pakan Dalam penelitian ini yang menjadi pakan benih ikan botia adalah cacing sutera yang tidak diberi pupuk, diberi berbagai jenis pupuk organik cair (kotoran ayam, sapi dan domba) dan pelet ikan hias. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 1 kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WIB dengan frekuensi pakan yang diberikan secara ad libitum atau sekenyang-sekenyangnya. Perlakuan pertama yang dilakukan ialah dengan menguji coba pemberian pakan dengan jumlah 0,1 g, 0,2 g, 0,4 g, 0,5 g, dan 1 g. Dan diamati jumlah makanan yang habis dan bersisa selama 8 jam, dan 1 g didapati sebagai hasil pakan yang dikonsumsi 10 ekor ikan botia dalam waktu 8 jam, sehingga

diberikan jumlah pakan 3 g (menggunakan timbangan analitik) perhari dalam frekuensi 1 kali sehari. Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Botia Pengukuran sampel benih ikan botia dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan ikan dan tingkat penyesuaian ikan terhadap pakan dan lingkungan agar dapat bertahan hidup. Pengukuran dilakukan dengan cara mengambil ikan contoh sebesar 100 % (seluruhnya) untuk ditimbang beratnya dengan timbangan analitik dan diukur panjang ikan dengan menggunakan milimeter blok yang telah dilaminating. Pengukuran yang digunakan adalah panjang total yaitu dari ujung mulut hingga ke ujung ekor. Pengukuran dilakukan setiap 10 hari sekali selama 30 hari pemeliharaan. Sedangkan untuk kelangsungan hidup benih ikan dilakukan

perhitungan ikan pada awal penelitian dan pada akhir penelitian terhadap keseluruhan jumlah ikan.

Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan, dimana dijelaskan sebagai berikut : 1. Kultur tubifex pemberian fermentasi kotoran ayam (KTPFKA) 2. Kultur tubifex pemberian fermentasi kotoran sapi (KTPFKS) 3. Kultur tubifex

pemberian fermentasi kotoran domba (KTPFKD) 4. Tubifex tanpa perlakuan (TTP) 5. Pelet ikan hias (PIH)

Analisis Data Data percobaan dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excel dan hasil data percobaan ditabulasikan dengan ANOVA. Data tersebut akan dijelaskan secara deskriptif.

Sedangkan model rancangan percobaan yang digunakan yaitu sebagai berikut : Yij = μ + δi + εij (Steel dan Torrie, 1982) Keterangan : Yij

= Hasil Pengamatan

μ

(20)

δi

= Nilai tambah akibat perlakuan

εij

= Galat percobaan

Parameter Pengamatan Tingkat Kelangsungan Hidup Pertambahan bobot mutlak ikan dihitung dengan rumus (Goddard, 1996) : SR (%) =

Nt x 100 % No

Keterangan : SR

= Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt

= Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor)

No

= Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian (ekor)

Pertambahan Panjang Mutlak Pertambahan panjang mutlak ikan uji dihitung mengikuti rumus yang digunakan oleh Effendie (1997) : ∆L = Lt − Lo

Keterangan : L

= Pertambahan panjang mutlak (cm)

Lt

= Panjang rata-rata individu pada waktu t (cm)

Lo

= Panjang rata-rata individu pada awal penelitian (cm)

Pertambahan Bobot Mutlak Pertambahan bobot mutlak ikan dihitung dengan mengikuti rumus Effendie (1997) : ∆t = Wt − Wo Keterangan : GR

= Pertambahan mutlak (g/hari)

Wt

= Berat rata-rata pada waktu ke t (g)

(21)

= Berat awal penebaran benih (g)

Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan harian ikan uji dihitung mengikuti rumus Effendie (1997) : G =

(LnWt − LnWo) x 100 % t

Keterangan : G

= Laju Pertumbuhan Spesifik (%)

Wt

= Berat ikan pada akhir penelitian (g)

Wo

= Berat ikan pada awal penelitian (g)

t

= Waktu pemeliharaan (hari)

Kualitas Air Pengamatan parameter kualitas air dilakukan setiap pagi hari sebelum pemberian pakan, dikecualikan pada oksigen terlarut yang di ambil setiap 10 hari sekali. Data kualitas air (Tabel 1.) adalah suhu air, DO, dan pH. Untuk menjaga kualitas air agar tetap terkontrol maka dilakukan penyiponan setiap 10 hari sebelum pemberian pakan pada pagi hari. Penyiponan

dilakukan dengan cara mengurangi air sebanyak 100% dari tinggi volume air pada akuarium. Tabel 1. Data Kualitas Air Parameter Suhu Oksigen Terlarut pH

Satuan o C Mg/l Unit

Metode Pembacaan Skala Pembacaan Skala Pembacaan Skala

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kultur Cacing Sutera Kultur cacing sutera yang dilakukan pada wadah kotak kayu dengan sistem resirkulasi air dimana perlakuan pemberian satu jenis pupuk organik cair untuk masing-masing wadah kultur cacing sutera (Gambar 4.). Populasi dan biomassa cacing sutera diperoleh selama 50 hari pemeliharaan yakni pada wadah kultur dengan pemberian pupuk organik cair kotoran ayam diperoleh hasil sebesar 255.18 g (8.506 individu/wadah), pada pemberian pupuk organik cair kotoran sapi sebesar 259.40 g (8.646 individu/wadah) dan pada pemberian pupuk organik cair kotoran domba sebesar 279.28 g (9.309 individu/wadah).

Gambar 4. Wadah Kultur Cacing Sutera dengan Berbagai Jenis Pupuk Kandang

Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia Tingkat kelangsungan hidup benih ikan botia selama 30 hari pemeliharaan (Gambar 5.) tidak mengalami penurunan pada masing-masing perlakuan dengan kisaran 100%. Data kelangsungan hidup benih ikan botia (Lampiran 1.) memperoleh

(22)

Gambar 5. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia

Panjang Mutlak Benih Ikan Botia Ikan botia mengalami pertumbuhan panjang selama 30 hari pemeliharaan (Gambar 6.) dari 3.90-4.14 cm menjadi 4.14-5.15 cm. Dari data panjang rata-rata benih ikan botia (Lampiran 2.) diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan berkisar antara 0.14 cm hingga 1.02 cm (Gambar 7.). Hasil analisis ragam (Lampiran 4.) menyatakan bahwa pemberian pakan cacing sutera yang dikultur dengan beberapa jenis pupuk kandang mempunyai pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang mutlak (Fhit>0.05)

Gambar 6. Pertumbuhan Panjang Benih Ikan Botia

Gambar 7. Panjang Rata-Rata Benih Ikan Botia.

Bobot Mutlak Benih Ikan Botia Benih ikan botia mengalami perubahan dalam 30 hari pemeliharaan diketahui dari data bobot rata-rata benih ikan botia (Lampiran 3.), bahwa terjadi peningkatan bobot dari 0.75-0.78 g menjadi 0.86-1.68 g disajikan pada Gambar 8. Pertambahan bobot rata-rata benih ikan botia berkisar antara 0.09 g hingga 0.91 g (Gambar 9.). Hasil analisis ragam (Lampiran 5.) menyatakan bahwa pemberian pakan cacing sutera yang dikultur dengan beberapa jenis pupuk kandang mempunyai pengaruh nyata terhadap pertambahan bobot mutlak (Fhit>0.05).

Gambar 8. Pertumbuhan Bobot Benih Ikan Botia

Gambar 9. Bobot Rata-Rata Benih Ikan Botia

Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Botia Selama 30 hari masa pemeliharaan benih ikan botia diperoleh data laju pertumbuhan bobot harian berkisar antara 0.27% hingga 2.57% (Gambar 10.). Hasil analisis ragam (Lampiran 6.) menyatakan bahwa pakan cacing sutera yang dikultur dengan beberapa jenis pupuk kandang mempunyai pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan harian (Fhit>0.05).

Gambar 10. Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Botia

Kualitas Air Hasil pengamatan data kualitas air (Tabel 2.) dari 30 hari pemeliharaan benih ikan botia diperoleh kisaran suhu antara 26.1-27.7oC. Nilai pH berkisar antara 7-7.6, serta nilai kelarutan oksigen (DO) berkisar antar 8.1-8.8 ppm. Tabel 2. Data Kualitas Air Wadah Pemeliharaan Benih Ikan Botia Parameter Kualitas Air Perlakuan Suhu (oC) pH DO (ppm) KTPFKA 26.7-27.4 7.2-7.6 8.1-8.3 KTPFKS 26.3-27.7 7.2-7.4 8.2-8.3 KTPFKD 26.1-27.4 7-7.3 8.3-8.5 TTP 26.3-27.1 7-7.1 8.7-8.8 PIH 26.3-27.3 7.3-7.6 8.4-8.6

Pembahasan Kultur Cacing Sutera Kultur cacing sutera mencapai populasi dan biomassa cacing sutera nilai tertinggi didapati oleh fermentasi kotoran domba dan nilai terendah pada fermentasi kotoran ayam. C/N juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang menjadi makanan bagi cacing. Hubungan rasio C/N dengan mekanisme kerja bakteri yaitu bakteri memperoleh makanan melalui substrat karbon dan nitrogen dengan perbandingan tertentu sehingga jumlah bakteri dapat

meningkat. Menurut Darmawati (2013), apabila rasio C/N yang terlalu tinggi artinya pupuk organik cair ini masih mengandung fraksi-fraksi padat, jika rasio C/N terlalu rendah berarti kandungan nitrogen semakin tinggi sehingga akan menghasilkan amonia pada proses fermentasi sedangkan menurut Supadma dan Arthagama (2008) yang menyatakan limbah kotoran ayam menghasilkan rasio C/N yang paling rendah jadi semakin tinggi kadar N bahan dasar, maka semakin mudah mengalami tingkat dekomposisi, kadar N-total yang semakin tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan

(23)

lapangan, fermentasi kotoran ayam segar selama 10 hari menimbulkan bau yang tidak sedap hal ini berbeda dengan fermentasi kotoran sapi dan domba. Adanya perbedaan jumlah populasi dan

biomassa cacing sutera pada perlakuan fermentasi kotoran domba dan sapi akibat jumlah bahan organik yang dapat terkandung pada kotoran berbeda, dimana menurut Rahman (2012) pemakaian kotoran sapi fermentasi pada budidaya cacing sutera memiliki nilai C/N tertinggi dari pada

fermentasi kotoran ayam dan puyuh, sedangkan Chamberlain dkk., (2001) pemakaian bahan berserat untuk pertumbuhan bakteri harus dihindari sebab bahan berserat relatif tidak dapat terdekomposisi dengan baik, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Jika dibandingkan dengan domba maka nilai C/N sapi juga lebih tinggi karena jumlah konsumsi sapi akan bahan berserat jauh lebih banyak dibandingkan domba.

Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia Tingkat kelangsungan hidup benih ikan botia yang diberi perlakuan pada saat pemeliharaan menunjukkan hasil yang sama yaitu tidak ada yang mengalami kematian, sehingga perlakuan pemberian pakan yakni kultur cacing sutera dengan pupuk kandang ayam, pupuk kandang sapi, pupuk kandang domba, dan cacing sutera tanpa pemberian perlakukan pupuk kandang dan pelet ikan hias tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kelangsungan hidup benih ikan botia. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan botia mencapai nilai 100% pada setiap perlakuan juga menunjukan bahwa tidak ada pengaruh pada penebaran dan juga kualitas air pada saat pemeliharaan benih ikan botia selama 30 hari. Menurut Effendie (1997), bahwa kelangsungan hidup ikan disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya padat tebar ikan yang terlalu tinggi. Padat tebar

merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan dalam persaingan gerak, dan konsumsi oksigen. Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui toleransi dan kemampuan hidup ikan dalam suatu populasi dengan melihat mortalitas ikan.

Laju Pertumbuhan Benih Ikan botia Menurut Effendie (1997), pertumbuhan adalah perubahan ukuran baik panjang, bobot maupun volume dalam kurun waktu tertentu, atau dapat juga diartikan sebagai pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis, yang terjadi apabila ada kelebihan pasokan energi dan protein. Pertumbuhan panjang mutlak (L) benih ikan botia

menunjukkan hasil tertinggi pada perlakukan pemberian pakan cacing sutera yang diberi pupuk kandang domba dimana rata-rata pertumbuhan panjang sebesar 1.02 cm dan terendah menunjukkan hasil sebesar 0.14 cm pada perlakukan pemberian pakan pelet ikan hias ikan terhadap benih ikan botia. Benih ikan botia menunjukan respon terhadap pakan pelet ikan hias yang rendah dikarenakan benih ikan botia memerlukan adaptasi untuk dapat memakan pelet. Berbeda dengan cacing sutera yang diberikan menunjukkan respon benih ikan botia yang tinggi yang menyatakan benih ikan botia lebih dominan mengkonsumsi pakan alami (cacing sutera) yang merangsang benih ikan botia

melalui gerakan daripada pakan buatan (pelet) dikarenakan jumlah kandungan protein pada pakan alami (cacing sutera) lebih tinggi dari pakan buatan. Berdasarkan komposisi pelet ikan hias yang digunakan pada saat penelitian terdiri dari kandungan protein 48% dan lemak 6%, sedangkan cacing sutera memiliki kandungan protein sebesar 57% dan kadar lemak 13%. Menurut Jauncey (1982) diacu oleh Nofyan (2005), kualitas pakan sangat

mempengaruhi laju pertumbuhan organisme, terutama besarnya kadar protein didalam pakan tersebut. Protein merupakan bagian yang terbesar dari daging ikan. Menurut Ekavianti (2004), bahwa ikan botia merupakan ikan karnivora yang membutuhkan kadar protein yang lebih tinggi, dan ikan botia lebih menyukai pakan alami cacing sutera dibandingkan pelet buatan dikarenakan kadar protein cacing sutera lebih tinggi dari pada pakan buatan. Respon rendah benih ikan botia terhadap pelet ikan hias dari pada cacing sutera mengakibatkan pertumbuhan panjang mutlak terendah pada saat pemeliharaan benih ikan botia selama 30 hari pemeliharaan. Hal ini juga terjadi pada laju

(24)

pertumbuhan harian (GR) benih ikan botia, dimana nilai tertinggi pada perlakuan pemberian pakan cacing sutera yang dikultur dengan pupuk kandang domba yaitu sebesar 2.57%, dan terendah pada pelet ikan hias yaitu sebesar 0.27%. Laju pertumbuhan harian benih ikan botia berhubungan dengan bobot ikan dimana bobot mutlak (W) dengan nilai tertinggi pada perlakuan pemberian cacing sutera yang dikultur dengan pupuk kandang domba yaitu sebesar 0.91 g, dan terendah pada perlakuan pemberian pakan pelet ikan hias yaitu sebesar 0.09 g. Pada penelitian ini pemberian pakan terhadap benih ikan botia diberikan secara ad libitum dimana ikan tidak memiliki frekuensi pemberian pakan. Pemberian pakan diberikan sekali sehari pada puku 08:00 WIB. Dimana mempengaruhi pada

perlakuan pemberian pakan berupa pelet. Menurut Ekavianti (2004), kelemahan dari pakan buatan adalah bila terlalu lama berada di air akan larut dan menyebabkan air menjadi keruh. Sisa pakan akan menghasilkan amoniak, terutama dari pakan dengan kandungan protein tinggi, yang akhirnya menyebabkan kualitas air menurun. Ini jelas mempengaruhi laju pertumbuhan harian dan bobot dari benih ikan botia meninjau

kelemahan dari pelet ikan hias yakni cepat hancur (amoniak), sehingga ketika lambung benih ikan botia kosong makanan tidak tersedia. Berdasarkan uji statistik, bahwa nilai tertinggi pada

perlakukan pemberian pakan cacing sutera yang diberi pupuk kandang domba berbeda nyata

terhadap pertumbuhan panjang dan bobot benih ikan botia, tapi tidak signifikan terhadap perlakuan yang diberikan pada cacing yaitu pupuk kandang yang berbeda (ayam, sapi dan domba) terhadap pertumbuhan panjang dan bobot benih ikan botia. Sedangkan perlakuan pemberian pakan pelet ikan hias menunjukkan berbeda nyata terhadap perlakuan kultur cacing sutera dengan pemberian pupuk kandang ayam, sapi dan domba. Menurut Syarip (1988), pemupukan dalam budidaya cacing sutera bertujuan untuk menambah sumber makanan baru pada media pemeliharaan cacing sutera.

Pemberian pupuk tambahan yang berbeda baik frekuensi maupun jumlah setiap pemberian pupuk secara langsung akan mempengaruhi bahan organik dalam media. Tingginya bahan organik dalam media akan meningkatkan jumlah bakteri dan partikel organik hasil dekomposisi oleh bakteri sehingga dapat meningkatkan jumlah bahan makanan pada media yang dapat mempengaruhi populasi dan biomassa cacing.

Kualitas Air Berdasarkan data penunjang kualitas air yang dihasilkan selama pemeliharaan benih ikan botia masih berada dalam kisaran normal. Lingga dan Susanto (2003), menyatakan bahwa kandugan oksigen terlarut untuk pertumbuhan yang optimal bagi sintasan ikan botia harus selalu lebih dari 5 mg/liter. Sedangkan menurut Panjaitan (2004), dalam penelitiannya menunjukan bahwa suhu 27.16-27.44oC memperoleh

hasil tertinggi dalam pertumbuhan panjang dan bobot ikan botia. Menurut Boyd (1982), pH ideal untuk kehidupan ikan yatiu 6.5-9.0. Nilai pH dibawah 4 dan diatas 11 menyebakan kematian pada ikan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat kelangsungan hidup benih ikan botia sebesar 100% pada setiap perlakukan. Dan hasil tertinggi diperoleh dari perlakuan pemberian pakan cacing sutera yang dikultur dengan menggunakan fermentasi kotoran domba (KTPFKD) terhadap

pertambahan panjang mutlak (L) sebesar 1.02 cm, pertambahan bobot mutlak (W) sebesar 0,91 g, dan laju pertumbuhan harian (GR) sebesar 2.57%. Hasil terendah didominansi dari perlakuan pemberian pakan pelet ikan hias (PIH) terhadap pertambahan panjang mutlak (L) sebesar 0.14 cm, pertambahan bobot mutlak (W) sebesar 0.09 g, dan laju pertumbuhan harian (GR) sebesar 0.27%. Dan kualitas air termasuk optimal untuk pertumbuhan benih ikan botia pada setiap perlakuan yakni suhu 26.1-27.7 oC, pH 7-7.6, dan DO sebesar 8.1-8.8 ppm.

(25)

Saran Disarankan dalam pemeliharaan benih ikan botia ukuran 3.9-4 cm dengan pemberian pakan pelet ikan hias diberikan dengan frekuensi pemberian pakan. Selain itu disarankan pula

pemeliharaan benih ikan botia menggunakan pakan yang merupakan campuran dari pakan buatan dan alami.

DAFTAR PUSTAKA Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. El Sevier Scientific Publishing Company. New York. 318 p. Brusca, R.C., Brusca, G.J., 1990. Invertebrates. Sinauer Associates, Sunderland. Chamberlain, G., Avnimelech, Y., McIntosh, R.P., Velasco M., 2001. Advantages of Aerated Microbial Reuse Systems with Balanced C/N : Nutrient Tranformation and Water Quality Benefits. Global Aquaculture Alliance : April 2001. Chumaidi, Nurhidayat, dan A. Priyadi. 2009. Pemeliharaan Larva Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) Menggunakan Pakan Alami yang Diperkaya Nutrisinya. Jurnal Akuakultur Indonesia. 8(1) : 11-18. Chumaidi, Y. Suryanti, dan A. Priyadi. 2005. Pemeliharaan Ikan Botia (Botia macracantha) dengan Pemberian Pakan Komersial dan Pakan Hidup (Pheretima sp.). Jurnal Aquacultura Indonesiana. 6(2) : 47-51. Darwati, 2013. Kandungan Kalium Rasio C/N dan pH pada Pupuk Cair Hasil Fermentasi Kotoran Berbagai Ternak Menggunakan Starter Starbio. IKIP PGRI. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Semarang. Djarijah, A.S. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta. 87 Hal. Effendi, T. Prasetya, A. O. Sudrajat. N. Suhenda. dan K. Sumawidjaja. 2003. Pematangan Gonad Induk Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) Dalam Kolam. Jurnal Akuakultur Indonesia. 2(2) : 51-54. Effendie, M. I. 1997. Metoda Perancangan Percobaan. CV Armico. Bandung. 472 hal.

Effendie, M. I. 2004. Pengantar Akuakultur. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Ekavianti, R. 2004. Laju Pertumbuhan Benih Ikan Botia (Botia macracanthus Bleeker) yang Dipelihara Dalam Sistem

Resirkulasi Dengan Frekuensi Pemberian Pakan yang Berbeda. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institus Pertanian Bogor. Bogor. Fadillah, R. 2004. Pertumbuhan Populasi dan Biomassa Cacing Sutra (Limnodrillus) Pada Media yang Dipupuk Kotoran Ayam Hasil Fermentasi. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Febrianti, D. 2004. Pengaruh Pemupukan Harian Dengan Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan Populasi Dan Biomassa Cacing Sutera (Limnodrillus). Skripsi. Program Studi Teknologi dan

Manjemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Febriyani, M. 2012. Budidaya Cacing Oligochaeta Dengan Padat Penebaran Berbeda Pada Sistem Terbuka. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Goddard. S., 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall, New York. Herawati, V. E. 2005. Manajemen Pemberian Pakan Ikan. Laporan Pengembangan

Program Mata Kuliah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Hoar, W. S.D. J. Randall dan J. R. Brett. 1979. Fish Physiologi Volume VIII. Academic Press. Inc. Johan, Y. 2009. Bioteknologi: Produksi Tubifex sp. Sebagai Pakan Alami. http://www.yarjohan.com. (26 Mei 2013). Kamal, M. M. 1992. Bioekologi Ikan Botia (Botia macracanthus Bleeker) di Sungai Batang Hari, Propinsi Jambi. [Skripsi.]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institus Pertanian Bogor. Bogor. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Teknologi Pembenihan Ikan Patin (Pangasius sp.) yang Dipelihara Secara Outdoor Dikolam yang Dipupuk. Laporan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Kottelat, M., S. N. Kartikasari, A. J. Whitten dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Perplus Edition (HK) Ltd. Jakarta. Indonesia. Kottelat, M. 2004. Botia kubotai, A new Species of Loach (Teleostei:Cobitidae) From The Ataran River Basin (Myanmar), With Comments on Botiine Nomenclature and Diagnosis of A New Genus. Zootaxa 401. Lingga, P.dan Susanto, H. 2003. Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta. Marchese, M. R. 1987. The Ecology of Some

Benthic Oligochaeta from The Prana River, Argentina. Hydrobiologia, 155 : 209 – 214. Muliasari. 1993. Pengaruh Pemberian Cacing Rambut (Tubifex sp.) dan Daging Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Tingkat Perbandingan yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Sidat

(26)

(Anguilla bicolor). Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York. 352p. Nofyan, E. 2005. Pengaruh Pemberian Pakan Dari Sumber Nabati dan Hewani Terhadap Berbagai Aspek Fisiologi Ikan Gurami (Osphronentus gouramy L.). Jurnal Iktiologi Indonesia, Vol. 5, No. 1, Hal. 3. Nurdawati, S., Samuel, dan D. Prasetyo. 2006. Sudah Anda Tahu? Ikan Botia (Botia macracanthus). Dalam : Berita Riset Kelautan dan Perikanan. DKP. 2005. http://www.dkp.go.id. (10 Oktober 2013). Palmer, M. F. 1968. Aspect of The Respiratory Physiology of Tubifex tubifex in Relation its Ecology. J. Zooi., 154 : 463-473. Panjaitan, E. F. 2004. Pengaruh Suhu Air yang Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Botia macracanthus Bleeker). Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institus Pertanian Bogor. Bogor. Pennak, R. W. 1953. Freshwater Invertebrates of The United States. The Ronald Press Co., New York. Rahman, W. J. 2012. Efektifitas Penggunaan Berbagai Pupuk Kandang Yang

Difermentasikan Pada Budidaya Cacing Sutra Oligocaheta. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institus Pertanian Bogor. Bogor. Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kuntji Identifikasi Ikan. Djilid I. Binatjipta, Bandung. 256 hal. Samuel, D. Prasetyo dan Akrimi, 1994. Distribusi dan Biologi Ikan Botia di DAS Batanghari Jambi. Kumpulan makalah hasil penelitian sub Balitkanwar Palembang. Sari, O. 2003. Efisiensi Produksi Benih Ikan Botia (Botia macracanthus Bleeker) yang Diberi Berbagai Pakan Alami. [Skripsi]. Tidak dipublikasikan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Satyani D., J. Slembrouck, H. Mundriyanto, S. Subandiyah, I. W. Subamia, S. Sugito dan M. Legendre. 2007. Pembenihan Ikan Hias Botia (Chromobotia macracanthus) Populasi Kalimantan. Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok, BRKP dan IRD. Satyani, D., H. Mundriyanto, S. Subandiyah, Chumaidi, Sudarto, P. Taufik, J. Slembrouck, M. Legendre dan L. Pouyaud. 2006. Teknologi Pembenihan Ikan Hias Botia (Chrombotia macracanthus Bleeker) Skala Laboratorium. IRD dan Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Serdiati, 1988. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang Dipelihara dalam Karamba pada Kolam dengan Input Air Limbah Rumah Tangga. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hassanudin. Ujung Pandang. Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1980.

Principles and Procedures of Statistics A Biometrical Approach. Second Edition. McGraw-Hill International Book Company. Tokyo. 633 hal. Sterba, G. 1969. Freshwater Fishes of The World. The Pet Library Ltd., New York. 877 p. Supadma, A. A. N dan D. M Arthagama. 2008. “Uji Formulasi Kualitas Pupuk Kompos yang Bersumber dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Ternak Ayam, Sapi, Babi dan Tanaman Pahitan.” Jurnal Bumi Lestari, Vol. 8 No. 2: 113-121. Suprapto, 1986. Perkembangan Populasi Cacing Tubifex sp. Dalam Kombinasi Takaran Pupuk Kotoran Ayam dan Lumpur. Tesis Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta. Suseno, D., dan Siti Subandiah. 2000. Ciri Morfologis Jenis Ikan Macan Atau Botia Strain Batanghari, Musi, dan Kapuas. Prosiding

Seminar Nasional Keanekaragaman Hayati Ikan, 6 Juni 2000. Suwingnyo, S., Widigdo, B., dan

Wardiatno, Y. 2005. Averterbrata Air (Jilid 2). Jakarta : Penebar Swadaya. Syarip, M. 1988. Pengaruh Frekuensi Pemberian Pupuk Tambahan Terhadap Pertumbuhan Tubifex sp. Skripsi. Fakultas

Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Weber, M. dan L.F. de Beaufort. 1916. The Fishes of The Indo-Australian Archipelago. Vol VIII. E.J. Brill Ltd., Leiden. 456 p. Wilber, C. G. 1971. The Biological Aspects of Water Pollution. Charles C Thomas Publisher. USA. Wilmoth, J. H. 1967. Biology of

Invertebrate. PrenticeHall, Inc. Englewood Cliffs. New Yersey. 465 hal. Yuherman. 1987. Pengaruh Dosis Penambahan Pupuk Pada Hari Kesepuluh setelah Inokulasi Terhadap Pertumbuhan Populasi Tubifex sp. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(27)

Lampiran 1. Data Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia Perlakuan KTPFKA KTPFKS KTPFKD TTP PIH Ulangan (ekor) 1 10 10 10 10 10 2 10 10 10 10 10 3 10 10 10 10 10 SR (%) 100 100 100 100 100

Lampiran 2. Data Panjang Rata-Rata (cm) Benih Ikan Botia Perlakuan

KTPFKA

KTPFKS

KTPFKD

PIH

TTP

Ulangan 1 2 3 Rataan SD 1 2 3 Rataan SD 1 2 3 Rataan SD 1 2 3 Rataan SD 1 2 3 Rataan SD

Hari ke 0 4.00 4.00 4.14 4.04 0.21 3.90 3.92 4.04 3.95 0.26 3.97 3.99 4.00 3.98 0.21 4.09 4.10 3.97 4.05 0.28 3.96 3.85 3.97 3.92 0.22 10 4.22 4.19 4.28 4.23 0.16 4.09 4.07 4.20 4.12 0.21 4.17 4,14 4.09 4.13 0.19 4.13 4.05 4.00 4.06 0.26 4.02 4.04 4.05 4.04 0.19 20 4.34 4.44 4.54 4.44 0.23 4.22 4.55 4.46 4.41 0.27 4.69 4.53 4.50 4.57 0.24 4.15 4.05 3.99 4.06 0.28 4.31 4.43 4.38 4.37 0.24 30 4.60 4.88 5.04 4.84 0.35 4.47 4.92 4.97 4.78 0.36 5.15 4.97 4.90 5.00 0.33 4.27 4.25 4.07 4.19 0.27 4.59 4.78 4.85 4.74 0.27 ∆pt 0.60 0.88 0.90 0.8 0.57 1.00 0.93 0.83 1.18 0.98 0.90 1.02 0.18 0.15 0.10 0.14 0.63 0.93 0.88 0.82

Lampiran 3. Data Bobot Rata-Rata (g) Benih Ikan Botia Perlakuan

KTPFKA

KTPFKS

KTPFKD

PIH

(28)

Ulangan 1 2 3 Rataan SD 1 2 3 Rataan SD 1 2 3 Rataan SD 1 2 3 Rataan SD 1 2 3 Rataan SD Hari ke 0 0.79 0.71 0.81 0.77 0.12 0.86 0.70 0.80 0.78 0.16 0.77 0.77 0.75 0.76 0.12 0.82 0.78 0.76 0.78 0.14 0.71 0.75 0.80 0.75 0.14 10 0.94 0.94 0.94 0.94 0.22 0.94 0.94 0.94 0.94 0.19 0.94 0.94 0.94 0.94 0.16 0.94 0.94 0.94 0.94 0.27 0.94 0.94 0.94 0.94 0.15 20 0.95 1.17 1.38 1.17 0.25 0.90 1.29 1.25 1.14 0.29 1.45 1.32 1.17 1.31 0.24 0.99 0.91 0.83 0.91 0.28 1.06 1.11 1.17 1.11 0.19 30 1.17 1.48 1.73 1.46 0.39 1.06 1.68 1.63 1.46 0.45 1.91 1.67 1.45 1.68 0.45 0.86 0.79 0.93 0.86 0.19 1.18 1.35 1.55 1.36 0.29 ∆b 0.38 0.77 0.92 0.69 0.20 0.98 0.83 0.68 1.14 0.90 0.70 0.92 0.04 0.01 0.17 0.08 0.47 0.60 0.75 0.61

Lampiran 4. Data dan ANOVA Pertumbuhan Panjang Mutlak Benih Ikan Botia

Ulangan (cm) Perlakuan KTPFKA KTPFKS KTPFKD TTP PIH

1 2 3 0.60 0.57 1.18 0.63 0.18 0.88 1,00 0.98 0.93 0.15 0.90 0.93 0.90 0.88 0.10 Total Perlakuan (cm) Rata-rata (cm) 2.38 2.50 3.06 2.44 0.43 0.79 0.83 1.02 0.81 0.14

SK DB JK KT Fhitung Perlakuan 4 1.348427 0.337107 13.00231422 Error 10 0.259267 0.025927 Total 14 1.607693

F5% F1% 3.478049691 5.994339

Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) BNT5% = t (α,v)

(29)

)

BNT5% = 2.228 x 0.126 BNT 5% = 0.28 Perlakuan

Rata-Rata

KTPFKA 0.793333333 b KTPFKS 0.833333333 b KTPFKD 1.02 b PIH 0.143333333 a TTP

0.813333333 b Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil pada taraf kepercayaan 95%.

Lampiran 5. Data dan ANOVA Pertambahan Bobot Mutlak Benih Ikan Botia

Ulangan (g) Perlakuan KTPFKA KTPFKS KTPFKD TTP PIH

1 2 3 0.38 0.20 1.14 0.47 0.04 0.77 0.98 0.90 0.60 0.01 0.92 0.83 0.70 0.75 0.23 Total Perlakuan (g) Rata-rata (g) 2.07 2.01 2.74 1.82 0.28 0.69 0.67 0.91 0.60 0.09

SK DB JK KT Fhitung Perlakuan 4 1.103373 0.275843 4.161788373 Error 10 0.6628 0.06628 Total 14 1.766173

F5% F1% 3.478049691 5.994339

Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) BNT5% = t (α,v)

(

)

BNT5% = 2.228 x 0.209 BNT 5% = 0.465 Perlakuan Rata-Rata KTPFKA 0.69 b KTPFKS 0.67 b KTPFKD 0.913333333 b PIH 0.093333333 a TTP 0.606666667 b Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil pada taraf kepercayaan 95%.

(30)

Lampiran 6. Data dan ANOVA Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Botia

Ulangan (%) Perlakuan KTPFKA KTPFKS KTPFKD TTP PIH

1 2 3 1.26 0.66 3 1.66 0.13 2.43 2.86 2.56 1.93 0.03 2.50 2.33 2.16 2.16 0.66 Total Perlakuan (%) Rata-rata (%) 6.19 5.85 7.72 5.75 0.82 2.06 1.95 2.57 1.91 0.27 SK DB JK KT Fhitung F5% F1% Perlakuan 4 9.072707 2.268177 5.256898949 3.478049691 5.994339 Error 10 4.314667 0.431467 Total 14 13.38737

Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) BNT5% = t (α,v)

(

)

BNT5% = 2.228 x 0.535 BNT 5% = 1.191 Perlakuan Rata-Rata KTPFKA 2.063333333 b KTPFKS 1.95 b KTPFKD 2.573333333 b PIH 0.273333333 a TTP 1.916666667 b Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil pada taraf kepercayaan 95%.

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

Wadah Kultur Tubifex sp.

Proses Pemberian Pupuk Organik Cair

Pupuk Organik Cair Kotoran Ayam

Wadah Kultur Tubifex sp Setelah Diberi Pupuk Organik Cair Kotoran Ayam

(31)

Kotoran Lembu

Pupuk Organik Cair Kotoran Domba Wadah Kultur Tubifex sp Setelah Diberi Pupuk Organik Cair Kotoran Domba

Proses Pemanenan Tubifex sp.

Hasil Pemanenan Tubifex sp.

Wadah Pemeliharaan Ikan Botia (Chromobotia macracanthus)

Bak Aklimatisasi Sebelum Penebaran Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) ke Akuarium

Proses Peneraban Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus)

Setelah Penimbangan Tubifex sp.

Proses Pemberian Pakan Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus)

Setelah Penimbangan Pelet Ikan Hias

Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus)

Pengukuran Panjang Tubuh Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus)

Penimbangan Bobot Tubuh Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus)

Proses Pemanenan Ikan Botia (Chromobotia macracanthus)

Jumlah Ikan Pada Saat Sampling

Pengukuran nilai pH Wadah Pemeliharaan Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus)

Pengukuran nilai DO dan Suhu Wadah Pemeliharaan Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus)

(32)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kesempatan lain terungkap pengakuan karyawan dari hasil wawancara pada tanggal 19 September 2007 pukul 12:25 - 15:35 dengan beberapa karyawan di perusahaan

legitimasi yang diberikan kepada

Untuk mencari luas setengah lingkaran, carilah luas dari lingkaran penuh tersebut, lalu bagi dua hasilnya.. Jika yang diketahui hanyalah diameter lingkaran, bagi dua untuk

Peningkatan kemampuan cyber weapon yang dimiliki oleh kedua negara dapat memicu ketidakstabilan hubungan di antara kedua negara, yang sewaktu- waktu dapat memicu konflik yang

Banyak orang juga yang melihat bahwa pengaruh AIPAC atau kelompok kepentingan Yahudi di pemerintahan Amerika Serikat begitu besar sehingga bisa mempengaruhi

Nasution, abang penulis Rizky Ihsan Nasution, SE yang telah memberikan doa dan dukungan moril dan materil kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.. Dekan dan Wakil Dekan

yang di cocokan dengan Al- qur’an dan Hadist, belum menyentuh Nilai-nilai Aqidah pada Ajaran Kejawen di dalam Persaudaraan Setia Hati Terate

Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal dengan sebagai Hipertensi.. merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari