• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak: Karya sastra merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abstrak: Karya sastra merupakan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 . 1

Abstrak

: Karya sastra merupakan jembatan yang menghubungkan pikiran pengarang dengan pembaca. Sebuah novel yang hadir di tangan pembaca sebagai sebuah dunia baru merupakan perpaduan antara kreativitas dan imajinasi pengarang. Kreativitas dan imajinasi itu ditopang oleh unsur-unsur pembangun yang menyatu sehingga menjadi fondasi dan tiang dari karya sastra (novel) tersebut. Untuk menggerakkan tema atau permasalahan sebuah novel, pengarang harus memilih tokoh-tokoh yang dapat menjalankan ide atau gagasannya. Pemilihan tokoh dan watak dalam sebuah novel merupakan harus tepat agar tema yang diusung pengarang dapat dicerna oleh pembaca sebagai penikmat karya sastra. Melalui kajian struktural yang berfokus pada unsur penokohan ditemukan bahwa novel Bumi Manusia (BM) mengedepankan tokoh protagonis dan antagonis yang mempertahankan idealisme masing-masing. Perbedaan watak inilah yang menimbulkan berbagai ketegangan dan konflik dalam cerita.

Kata-kata kunci: Novel, Unsur Intrinsik, Tokoh, Watak.

PENDAHULUAN

Saat ini perkembangan sastra sangat maju dengan pesat. Banyak

novel yang mulai menyentuh hati para p

pembaca dan pecinta novel di tanah air. Hal ini disebabkan oleh semakin beragamnya jenis novel yang tersusun dengan berbagai macam tema.

Dalam arti luas novel adalah cerita berbentuk prosa. Ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, setting cerita yang beragam pula. Namun, ukuran luas di sini juga tidak mutlak demikian. Mungkin yang luas hanya salah satu unsur fiksinya saja, misalnya tema sedangkan karakter, setting dan lain-lain hanya satu. Novel ditulis dan diterbitkan agar dibaca sebab novel adalah salah satu bentuk ungkapan

atau ekspresi sastra untuk

dikomunikasikan kepada orang lain. Novel merupakan salah satu bentuk refleksi dari kesadaran mental pengarang terhadap nilai yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat karena novel tidak pernah lepas dari sistem sosial budaya yang melingkupinya.

Dengan demikian suatu

fenomena sosial dapat menjadi salah satu unsur sebuah novel. Setiap novel sebagai cipta sastra pada umumnya

mempunyai kandungan amanat

tertentu. Artinya pengarang berusaha

mengaktifkan pembaca untuk

menerima gagasan-gagasannya

tentang berbagai segi kehidupan. PENOKOHAN NOVEL BUMI MANUSIA

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

Oleh Johana Pelmelay

(2)

Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 . 2 Sebuah novel yang baik adalah

novel yang memiliki unsur-unsur

pembangun yang baik pula. Dalam sebuah karya sastra (novel) harus mempunyai unsur-unsur yang saling terkait dalam membangun karya sastra

tersebut. Karena kepaduan antar

berbagai unsur (khususnya unsur intrinsik) membuat sebuah novel itu berwujud dan siap dinikmati (dibaca). Unsur yang dimaksud yakni tema,

alur/plot, tokoh/penokohan,

latar/setting, sudut pandang, dan gaya bahasa. Dalam tulisan ini yang menjadi

sorotan utama adalah unsur

penokohan.

Pramoedya Ananta Toer adalah salah seorang prosais besar. Masalah-masalah yang dikupasnya adalah

masalah-masalah dasar manusia

seperti kecintaannya pada keluarga

dan bangsa, kebenciannya pada

kebatilan dan ketidakadilan. Semasa hidup, sastrawan kelahiran Blora tahun 1925 ini memang tidak lepas dari terali penjara. Tahun 1965 hingga 1979, ia ditahan rezim Orde Baru dengan berpindah-pindah tempat, mulai dari

penjara Jakarta, Tangerang,

Nusakambangan, Semarang, Pulau Buru, dan Magelang.

Nama Pram dihapus dari

sejarah sastra nasional. Lain sikap

pemerintah, lain juga sikap

pembacanya. Bukunya tetap dibaca

secara sembunyi-sembunyi dan

menjadi buku yang wajib dibaca oleh para aktivis mahasiswa. Namanya dijadikan ikon perlawanan bagi mereka yang tertindas dan tak puas dengan

keadaan negeri ini. Setelah era

reformasi bergulir dan karya-karyanya diterbitkan ulang, nama Pramoedya Ananta Toer semakin dikenal.

Novel Bumi Manusia melukiskan sebuah zaman yang hilang. Sebuah zaman yang dihuni oleh bapak-bapak

bangsa yang meletakkan dasar-dasar perjuangan besar melawan kolonialisme dan penindasan manusia yang kelak akan membakar rumah penjajah yang kotor. Hal tersebut mendorong penulis untuk mengkaji unsur penokohan novel Bumi Manusia (BM) karya Pramoedya Ananta Toer.

KAJIAN TEORI

Kata novel berasal dari kata latin novellus yang diturunkan pula dari kata novelis yang berarti “baru”. Dikatakan

baru karena kalau dibandingkan

dengan jenis-jenis karya sastra lainnya seperti puisi, drama dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian (Tarigan, 1991:164).

Novel adalah suatu bentuk

prosa yang panjang yang

menyuguhkan rangkaian cerita seorang tokoh dengan tokoh-tokoh lainnya dengan menonjolkan watak dan sifat dari masing-masing tokoh (Salim, 1991:1042).

Sebuah karya fiksi yang jadi, merupakan sebuah bangunan cerita yang menampilkan sebuah dunia yang

sengaja dikreasikan pengarang.

Sebuah novel merupakan sebuah totalitas. Sebagai sebuah totalitas

novel mempunyai bagian-bagian,

unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan.

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang

menyebabkan karya sastra hadir

sebagai karya sastra dan unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita dari dalam karya sastra tersebut. Unsur yang dimaksud misalnya tema, alur/plot,

(3)

Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 . 3 tokoh/penokohan, latar/setting, sudut

pandang, dan gaya bahasa.

Tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan

dalam tindakan (Abrams dalam

Nurgiyantoro, 2005:165).

Dengan demikian seorang tokoh

dengan kualitas pribadinya erat

berkaitan dalam penerimaan pembaca.

Penokohan adalah pelukisan

gambaran yang jelas tentang

seseorang yang ditampilkan dalam

sebuah cerita (Jones dalam

Nurgiyantoro, 2005:165). Penokohan dan karakterisasi-karakterisasi sering

juga disamakan artinya dengan

karakter dan perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak dalam sebuah cerita.

1) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan Tokoh utama adalah tokoh yang

diutamakan penceritaannya dalam

novel. Ia merupakan tokoh yang paling

banyak diceritakan, baik sebagai

pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang kehadirannya di dalam sebuah cerita tidak terlalu sering atau hanya sebagai tambahan saja. Tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan

perkembangan plot secara

keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik.

2) Tokoh Protagonis dan Tokoh

Antagonis.

Tokoh Protagonis adalah

tokoh yang kita kagumi, yang salah

satu jenisnya secara populer

disebut hero, tokoh yang

merupakan pengejawantahan

norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd dan Lewis

dalam Nurgiyantoro, 2005:178).

Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik. Sebuah fiksi harus mengandung

konflik ketegangan, khususnya

konflik dan ketegangan yang

dialami oleh tokoh protagonis.

Konflik yang dialami oleh tokoh

protagonis tidak hanya yang

disebabkan oleh tokoh antagonis seorang (beberapa orang) individu yang dapat ditunjuk secara jelas. Ia dapat disebabkan oleh hal-hal lain

yang diluar individualitas

seseorang.

3) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Tokoh Sederhana adalah

tokoh yang hanya memiliki suatu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sifat dan

tingkah laku seorang tokoh

sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu, watak yang telah pasti itulah yang mendapat penekanan dan terus-menerus terlihat dalam fiksi. Tokoh Bulat adalah tokoh kompleks, berbeda dengan tokoh sederhana serta tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.

METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian ini adalah

Penelitian sastra. Penelitian sastra

memiliki peranan penting dalam

berbagai aspek kehidupan manusia, di

(4)

Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 . 4

terhadap pembinaan dan

pengembangan sastra itu sendiri (Tuloli dalam Suwardi Endraswara, 2008:10).

Tujuan penelitian sastra adalah

memahami makna karya sastra

sedalam-dalamnya (Pradopo dalam

Suwardi Endraswara, 2008:10).

Metode penelitian sastra adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan mempertimbangkan bentuk, isi, dan sifat sastra sebagai subyek kajian.

Penelitian sastra diharapkan

mampu mengungkapkan fenomena di balik objek sastra sebagai ungkapan hidup manusia. Ungkapan kehidupan yang diramu melalui imajinasi, ide, emosi, dan perangkat estetika tersebut yang menjadi sasaran peneliti sastra.

Penelitian sastra akan berusaha

menjelaskan kepada siapa saja tentang maksud yang ada di balik karya sastra. Penelitian sastra juga akan menjadi jembatan antara penulis, teks, dan

pembaca. Penelitian sastra tidak

semata-mata mengandalkan nalar,

tetapi juga perlu penghayatan yang mendalam.

Untuk memecahkan masalah

dalam penelitian ini, penulis

menggunakan pendekatan deksriptif.

Pendekatan deskriptif yakni

mendeskripsikan sejumlah data yang diperoleh dari isi novel yang terurai dalam bentuk kata-kata. Ketekunan

pembaca sangat dibutuhkan.

Pembacaan novel dilakukan secara berulang-ulang agar penulis dapat mengerti dan memahami tokoh dan watak yang hendak dikaji sehingga dapat dianalisis dan dimaknai.

PEMBAHASAN

Minke, tokoh utama dalam novel ini mempunyai peran yang paling penting dalam cerita, mendominasi seluruh bagian besar cerita. Minke adalah tokoh yang selalu muncul dalam

setiap bagian cerita di dalam novel ini dan selalu menjadi perbincangan tokoh lain. Ia juga dikategorikan sebagai tokoh protagonis.

“Aku lebih mempercayai ilmu

pengetahuan, akal.

Setidak-tidaknya padanya ada

kepastian-kepastian yang bisa dipegang (BM, 2005:16). Dan aku ini, siswa H.B.S. haruskah merangkak di hadapannya dan

mengangkat sembah pada

setiap titik kalimatku sendiri untuk orang yang sama sekali

tidak kukenal?... apa guna

belajar ilmu dan pengetahuan Eropa, bergaul dengan orang-orang Eropa, kalau akhirnya toh

harus merangkak, beringsut

seperti keong dan menyembah

seorang raja kecil yang

barangkali butahuruf pula?... tak pernah aku memaksa orang lain

berbuat semacam itu

terhadapku. Mengapa harus aku

lakukan untuk orang lain?

Sambar geledek” (BM,

2005:179-180).

Minke adalah seorang anak

pribumi yang bardarah priyayi

semampu mungkin keluar dari

kepompong kejawaan-nya menuju

manusia bebas dan merdeka. Di sisi lain ia sangat mengagumi Eropa yang

menjadi simbol dan kiblat dari

ketinggian pengetahuan dan

peradaban. Dari awal cerita hingga cerita berakhir juga pada bagian kesatu cerita sampai bagian seterunya, tokoh

Minke selalu muncul dan selalu

menjadi perbincangan tokoh lain.

Karena itulah Minke disebut tokoh utama dalam cerita novel ini.

(5)

Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 . 5 Annelies Mellema, juga adalah

tokoh utama karena mempunyai peran penting dalam cerita, mendominasi sebagian besar cerita juga selalu muncul dalam setiap bagian cerita dan selalu menjadi perbincangan tokoh lain. Ia adalah utama yang protagonis.

“Di depan kami berdiri seorang

gadis berkulit putih, halus,

berwajah Eropa, berambut dan bermata Pribumi. Dan mata itu,

mata berkilauan itu seperti

sepasang kejora; dan bibirnya tersenyum meruntuhkan iman…” (BM, 2005:26). “Waktu dokar yang kutumpangi telah hilang ditelan

kegelapan subuh Annelies

menangis memeluk mama. (tak tahulah aku mengapa ia begitu

penangis dan manja seperti

bocah)…” (BM, 2005:233).

Annelies Mellema adalah anak dari Nyai Ontosoroh dengan Tuan

Herman Mellema. Pengarang

mendeskripsikan betapa cantiknya

Annelies secara fisik dan sangat

mengagumkan. Pengarang juga

menggambarkan bagaimana watak

seorang Annelies yang

kabocah-bocahan serta masih bergantung

kepada orang lain tetapi ia pandai mengatur para pekerja. Seperti halnya Minke, tokoh Annelies Mellema juga menjadi tokoh utama dalam cerita novel ini. Dikatakan demikian karena dari awal cerita hingga cerita berakhir, dari bagian kesatu cerita hingga bagian selanjutnya tokoh Annelies Mellema selalu muncul menyertai tokoh Minke dan selalu menjadi perbincaan tokoh lain. Karena itulah Annelies Mellema

disebut tokoh utama yang terdapat dalam cerita novel ini.

Nyai Ontosoroh, tokoh tambahan tetapi selalu muncul dalam setiap bagian cerita dan selalu menjadi perbincangan tokoh lain juga selalu menyertai tokoh utama yakni Minke dan Annelies Mellema.

“Maka malam itu aku sulit dapat tidur. Pikiranku bekerja keras memahami wanita luar biasa ini.

Orang luar sebagian

memandangnya dengan mata

sebelah karena ia hanya

seorang Nyai, gundik. Atau

orang menghormati hanya

karena kekayaannya. Aku

melihatnya dari segi lain lagi: dari segala apa yang ia mampu kerjakan, dari segala apa yang ia bicarakan…” (BM, 2005:105). “Di mana lagi bisa ditemukan

wanita semacam dia? Apa

sekolahnya dia dulu? Dan

mengapa hanya seorang Nyai, seorang gundik? Siapa pula yang telah mendidiknya jadi begitu bebas seperti wanita Eropa?....” (BM, 2005:34). “Dan di dekatku kini ada wanita lebih tua. Dia tidak menulis, tapi ahli

mencekam orang dalam

genggamannya. Dia mengurus perusahaan besar secara Eropa!

Dia menghadapi sulungnya

sendiri, menguasai tuannya,

Herman Mellema, bangunkan bungsunya untuk jadi calon administratur, Annelies

Mellema-dara cantik idaman semua

pria…” (BM, 2005:106).

Nyai Ontosoroh adalah wanita pribumi yang diperistri oleh seorang

(6)

Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 . 6 Belanda. Nyai Ontosoroh digambarkan

sebagai wanita dusun yang karena dendam telah terpojok bangkit untuk melawan ketidakadilan dan muncul sebagai wanita yang kuat dan cerdas. Dandanannya yang rapi, wajahnya yang jernih, senyumnya yang keibuan, berkulit langsat, dan riasnya yang terlalu sederhana. Berhasil menguasai perusahaan yang begitu besar, mampu

mengurusi kepentingan dirinya,

keluarga dan perusahan dengan

tangannya sendiri, mengambil

keputusan untuk tetap dipanggil

dengan sebutan Nyai bukan mevrouw, tidak bergantung kepada suaminya, berani menghadapi kekuasaan Eropa, dan pengendali seluruh perusahaan. Selama bertahun-tahun ditinggalkan begitu saja oleh Tuannya, tetapi ia tetap berusaha melakukan semuanya sendiri.

Herman Mellema, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari

sebagian kecil cerita tetapi

meninggalkan kesan yang mendalam. Tokoh antagonis, penentang tokoh utama yang menimbulkan konflik.

“Sesosok tubuh seorang lelaki Eropa tergeletak di pojok ruang makan. Badannya panjang dan besar, gemuk, dan gendut. Rambutnya yang pirang terlah

bersulam uban dan agak

botak…, Tuan! Bisik darsam,

Tuan Mellema…” (BM,

2005:401).

“Pada waktu iu, dapat

kusaksikan betapa Nyai telah patah arang dengan Tuannya. Menjamah pun ia tak sudi,

biarpun mayat itu adalah ayah anak-anaknya sendiri. Betapa

dia tak dapat memaafkan.

Dimulai dengan baik Tuan

muda, ditutup dengan

menjijikan. Gerutu darsam. Yang

diburu luput, yang didapat

keparat…” (BM, 2005:405).

Herman Mellema adalah

seorang Belanda, suami dari Nyai Ontosoroh. Herman Mellema yang

digambarkan pengarang adalah

seorang Tuan Administratur, tinggi, besar, gendut, terlalu gendut, alisnya tebal, tidak begitu putih, dan wajahnya beku seperti batu kapur, tuan besar kuasa pemilik Boerderij Buitenzorg

(Perusahaan Pertanian). Ia telah

meninggalkan istri sahnya Mevrouw Amelia Mellema-Hammers dan anak kandungnya yang bernama Ir.Maurits Mlellema serta meninggalkan begitu saja gundiknya (istri tidak sah), Nyai Ontosoroh dan dua orang anaknya dari hasil pergundikannya tersebut.

Robert Mellema, tokoh tambahan yang muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia juga adalalah

tokoh antagonis penentang tokoh

utama yang menimbulkan konflik. “Pemuda itu tidak menyambut aku. Pemuda Pribumi liriknya

tajam menusuk…” (BM,

2005:26).

“Apa sebab kau membenci Minke? Karena ia lebih baik dan lebih terpelajar daripadamu?” “Tak ada urusan dengan Minke. Dia hanya Pribumi.” “Justru Pribumi kau membencinya.” “Lantas, apa guna darah Eropa?

(7)

Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 . 7

tantang Robert…” (BM,

2005:236).

Robert Mellema adalah Anak dari Nyai Ontosoroh dengan Herman Mellema. Robert Mellema digambarkan pengarang adalah seorang pemuda Indo, berwajah Eropa, berkulit Pribumi, jangkung, tegap, dan kukuh. Ia sangat mengagungkan Hindia Belanda dan memandang rendah Pribumi. Ia sangat

membenci Minke karena ia

menganggap Minke hanya seorang Pribumi. Ia cemburu karena Nyai Ontosoroh lebih sayang pada Minke daripada dirinya sebagai anaknya dan ia juga tidak suka ada lelaki selain ia di rumahnya.

Ir. Maurits Mellema, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian cerita tetapi meninggalkan kesan yang mendalam bagi Nyai

Ontosoroh karena ia telah

menghancurkan segalanya. Ia adalah tokoh antagonis yang menentang tokoh utama dan menimbulkan konflik.

“Dalam rombongan ahli itu terdapat seorang insinyur muda. Mula-mula aku baca namanya dalam koran: Insinyur Maurits Mellema. Sedikit dari sejarah

hidupnya diperkenalkan. Dia

seorang insinyur yang kerashati. Dalam kariernya yang masih pendek ia telah menunjukkan prestasi besar, katanya…” (BM, 2005:140).

Ir. Maurits Mellema adalah anak kandung dari Herman Mellema dengan istri sahnya Amelia Mellema-Hammers. Ia sangat keras hati, dan sangat mendendam ayahnya karena ayahnya

telah menelantarkannya beserta ibu kandungnya selama bertahun-tahun. Setelah bertahun-tahun hidup menjadi yatim, akhirnya ia datang dan membuat malapetaka dalam kehidupan Nyai

Ontosoroh dan membuat Nyai

Ontosoroh menjadi menderita

kehilangan semuanya dan kehilangan anak kesayangannya.

Robert Suurhof, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia adalah tokoh

antagonis yang menentang tokoh

utama dan menimbulkan konflik.

“Dia temanku sekolah di H.B.S., jalan H.B.S., Surabaya. Ia lebih

tinggi daripadaku. Dalam

tubuhnya mengalir darah

Pribumi. Entah berapa tetes atau gumpal…” (BM, 2005:17). “Aku akan hormati kau lebih daripada guruku sendiri. Kalau kau kalah, awas, untuk seumur

hidup kau akan jadi

tertawaanku. Ingat-ingat itu, Minke” (BM, 2005:22-23).

Robert Suurhof adalah teman dari Minke dan Robert Mellema. Robert Suurhof digambarkan sebagai pria berperawakan tinggi dan tegar.. Robert Suurhoflah yang mengajak Minke untuk bertemu dengan Annelies Mellema, gadis cantik yang didambanya itu.

Robert Suurhof seakan-akan

memberikan tantangan untuk Minke karena ia sangat membenci Minke. Meskipun ia teman sekolahnya tetapi Robert Suurhof tetap membenci Minke dan cemburu karena Minke telah

(8)

Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 . 8 berhasil merebut hati Annelies dara

cantik impian semua pria itu.

Juffrouw Magda Peters, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia adalah tokoh

protagonis, sejalan dengan tokoh

utama tidak menentang dan tidak menimbulkan konflik.

“Selamat siang, para siswa

H.B.S. Surabaya. Namaku

Magda Peters, guru baru kalian

untuk Bahasa dan Sastra

Belanda. Acungkan tangan

barang siapa tidak suka pada sastra.” “Kalian boleh maju

dalam pelajaran, mungkin

mencapai deretan gelar

kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai. Lukisan adalah sastra dalam

warna-warni. Sastra adalah

lukisan dalam bahasa. Siapa tidak mengerti mengacung.” “Juffrouw Magda Peters, guru Bahasa dan Sastra Belanda . ia masih tetap tidak bersuami. Pada seluruh kulitnya tidak tertutup kelihatan totol-totol coklat. Matanya yang coklat bening selalu kelap-kelip. Pada

mula mengenal

permunculannya ia dapat

menimbulkan tawa. Ia

mengesankan diri seakan

seekor monyet putih betina yang

bertampang kagetan. Tapi

begitu mendengar pelajarannya

yang pertama semua jadi

terdiam.

Kesan monyet putih betina hilang. Totol kulitnya lenyap.

Perasaan hormat

menggantikan…” (BM,

2005:312-313).

Juffrouw Magda Peters adalah seorang penganut aliran Liberal di Hindia Belanda. Ia juga adalah guru Bahasa dan Sastra Belanda, Minke. Ia kelahiran Nederland. Ia tahu bahwa setiap orang Belanda membaca dan

mencintai karya sastra Belanda.

Mereka yang tidak mau belajar

mencintai dan menghormati karya

sastra tersebut dianggap sebagai

Belanda yang kurang adab. Apabila ia sedang memberi pelajaran, suasana kelas menjadi sunyi-senyap. Ia adalah guru kesayangan Minke.

Babah Ah Tjong, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia merupakan tokoh antagonis yang menimbulkan konflik.

“Sebuah rumah bergaya

Tiongkok berpelataran luas dan terpelihara rapi dengan pagar hidup. Pintu dan jendela di depan tertutup, dan siapa tidak tahu rumah siapa dan ada apa

itu? Rumahplesiran, suhian,

Babah Ah Tjong punya… (BM, 2005:24).

Babah Ah Tjong adalah orang Tionghoa yang mempunyai rumah plesiran. Babah Ah Tjonglah yang telah mempengaruhi Herman Mellema dan anaknya, Robert Mellema untuk datang ke rumah plesiran tersebut. Babah Ah Tjong juga yang membuat Herman Mellema dan Robert Mellema dibenci oleh Nyai Ontosoroh. Pada saat itulah kemarahan Nyai Ontosoroh mulai memuncak.

(9)

Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 . 9 Darsam, tokoh tambahan

muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia merupakan tokoh protagonis yang sejalan dengan tokoh utama tidak menentang dan tidak menimbulkan konflik.

“Seorang lelaki Madura datang. Ia tak dapat dikatakan muda, tinggi lebih kurang satu meter

enampuluh, umur mendekati

empatpuluh, berbaju dan

bercelana serba hitam, juga destar pada kepalanya. Sebilah parang pendek terselit pada pinggang. Kumisnya bapang, hitam kelam dan tebal… (Toer,

2005:68). “Darsam ini,

Tuanmuda, hanya setia pada Nyai. Apa yang disayangi Nyai, disayangi Darsam. Apa yang diperintahkan, Darsam lakukan. Tak peduli macam apa perintah itu. Nyai sudah perintahkan Darsam menjaga keselamatan

Tuanmuda aku kerjakan.

Keselamatan Tuanmuda jadi

pekerjaanku. Tidak perlu

percaya, Tuanmuda hanya ikuti

saja nasihatku…” (BM,

2005:226).

Darsam adalah seorang pendekar Madura yang sangat patuh kepada majikannya. Orang kepercayaan Nyai

Ontosoroh. Meski wajahnya

menakutkan, tetapi ia baik hati dan

dapat dipercaya. Nyai Ontosoroh

memberikan kepercayaan kepadanya untuk menjaga Annelies dan Minke.

Ayah Minke, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian kecil cerita.

“Dengar, kau, anak mursal!” perintahnya sebagai pembesar

baru yang lagi naik semangat.

“Kau sudah jadi linglung

mengurusi Nyai orang lain. Lupa

pada orangtua, lupa pada

kewajiban sebagai anak.

Barangkali kau memang sudah ingin beristri…” (BM, 2005:186). Ayah Minke adalah seorang ayah yang keras, pemarah, dan sangat menjunjung tinggi adat istiadat Jawa. Ia sangat membenci anaknya, Minke

untuk berhubungan dengan anak

seorang Nyai yang hanya seorang gundik yang pada saat itu dipandang rendah oleh masyarakat dan undang-undang.

Bunda Minke, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian

cerita. Tokoh protagonis, sejalan

dengan tokoh utama tidak menentang dan tidak menimbulkan konflik.

“Jadi kau pulang juga akhirnya,

Gus. Syukur kau selamat

begini.” diangkatnya daguku, dipandanginya wajahku, seperti aku seorang bocah empat tahun

dan suaranya yang lunak

menyayang, membikin aku jadi terharu. Mataku sebak berkaca-kaca. Inilah bundaku yang dulu

juga bundaku sendiri (BM,

2005:188). “Kau sudah jantan.

Kumismu sudah mulai

melembayang. Kata orang kau sedang menyenangi seorang Nyai kaya dan cantik,” dan sebelum sempat membantah ia

telah meneruskan. “Terserah

padamu kalau memang kau suka dan dia suka. Kau sudah besar. Tentu kau berani memikul akibat dan tanggungjawabnya, tidak lari seperti kriminil.” Ia

(10)

Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 . 10 menghela nafas dan membelai

pipiku seperti bayi (BM, 2005:190).

Bunda Minke adalah seorang

ibu yang bijaksana dan sangat

menyayangi anaknya. Ia tetap

memberikan kebebasan kepada

anaknya untuk menentukan sesuatu mana yang benar dan mana yang tidak benar. Ia tidak pernah melarang anaknya untuk melakukan sesuatu, selagi itu benar ia tetap merestui keinginan anaknya tesebut.

Jean Marais, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian

cerita. Tokohini adalah tokoh

protagonis, sejalan dengan tokoh

utama tidak menentang dan tidak menimbulkan konflik.

“Jean Marais, pelukis,

perancang perabot

rumahtangga, bangsa Prancis,

sahabatku, tak berbahasa

Belanda” (BM, 2005:387).

“Alleluya, Minke, apa kabar hari ini?” tegurnya dalam Prancis

yang memaksa aku

menggunakan bahasanya. “Ada, Jean, ada pekerjaan untukmu. Satu perangkat perabot kamar.” Aku berikan padanya gambar

sebagaimana dikehendaki

pemesan (BM, 2005:19).

Jean Marais adalah seorang pelukis, perancang perabot rumah tangga berkaki satu. Ia kehilangan

kakinya satu karena peperangan

sewaktu masih jadi tentara. Jean Marais adalah bangsa Prancis, tidak berbahasa Belanda, sahabat dekat Minke.

Herbert De La Croix, tokoh tambahan yang muncul beberapa kali dari sebagian cerita.

“Minke, kalau kau bersikap begitu terus, artinya mengambil sikap Eropa, tidak kebudak-budakan seperti orang Jawa seumumnya, mungkin kelak kau bisa jadi orang penting. Kau bisa jadi pemuka, perintis, contoh

bangsamu. Meskinya kau

sebagai terpelajar, sudah tahu: bangsamu sudah begitu rendah dan hina. Orang Eropa tak bisa

berbuat apa-apa untuk

membantunya. Pribumi sendiri yang harus memulai sendiri” (BM, 2005:219-220).

Herbert De La Croix adalah Tuan Asisten Residen B. Ia seorang

Belanda yang sangat menaruh

perhatian kepada Pribumi. Ia

mempunyai dua orang anak yakni Sarah De La Croix dan Miriam De La Croix. Mereka berdua adalah sahabat Minke yang selalu memberi semangat kepada Minke dalam menghadapi semua cobaan.

Sastrotomo, tokoh tambahan yang muncul beberapa kali dari sebagian kecil cerita. Ia adalah tokoh antagonis, yang menentang tokoh utama dan menimbulkan konflik.

“Ini anak sahaya, Tuan Besar Kuasa,” kata ayahku dalam melayu. “Sudah waktunya punya menantu,” sambar tamu itu. Suaranya besar, berat, dan dalam seperti keluar dari seluruh dada. Tak ada orang Jawa

bersuara begitu. “Masukkan

(11)

Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 . 11 pakaianmu ke dalam kopor

ibumu. Kau sendiri berpakaian baik-baik, yang rapih, yang

menarik.” Diatas kendaraan

ayah bilang, suaranya terang

tanpa keraguan: “Tengok

rumahmu itu, Ikem. Mulai hari ini itu bukan rumahmu lagi.” Jadi benar aku diserahkan pada raksasa putih berkulit biawak ini. Aku harus tabah, kubisikkan pada diri sendiri. Takkan ada yang menolong kau! Semua

setan dan iblis sudah

mengepung aku (BM, 2005:120-122).

Sastrotomo adalah ayah dari Sanikem alias Nyai Ontosoroh yang ambisius menjual anaknya kepada

seorang Belanda kaya demi

mendapatkan jabatan sebagai juru bayar kassier pemegang kas pabrik gula Tulangan.

Dokter Martinet, tokoh tambahan yang muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia adalah tokoh protagonis yang sejalan dengan tokoh utama tidak menentang dan tidak menimbulkan konflik.

”Dokter Martinet datang

memeriksa sebentar kemudian

merawatnya. Ia berumur

empatpuluhan , sopan, tenang, dan ramah. Ia berpakaian serba putih kecuali topinya yang dari laken kelabu. Matanya yang sebelah kanan menggunakan kaca monokel yang terikat pada rantai mas pada lubang kancing baju sebelah atas. “Nanti sore aku akan datang lagi, Nyai. Beri dia sarapan lunak sebelum tidur…” (BM, 2005:239).

Dokter Martinet adalah dokter pribadi keluarga Nyai Ontosoroh. Ia

baikhati, sopan, dan mampu

memberikan benih kekuatan baru bagi Annelies dan Minke. Ia yang merawat Annelies selama Annelies sakit.

Mevrouw Telingga, tokoh tambahan yang muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia teramasuk tokoh protagonis yang sejalan dengan tokoh utama tidak menentang dan tidak menimbulkan konflik.

“Mevrouw Telingga telah

beberapa kali mengompres

kepalaku dengan cuka-bawang merah. Seluruh kamar berbau cuka dan perempuan baikhati itu

menarik mejamakan dan

mendekatkan pada tempat

tidurku, kemudian meletakkan susu coklat serta kue di atasnya. “Tuanmuda mau makan apa hari

ini?” “Mevrouw ada uang

belanja?” “Kalau tak ada toh minta pada Tuanmuda?” “Jadi makan apa Tuanmuda hari ini?” “Sup makaroni, Mevrouw…” (BM, 2005:268--269).

Mevrouw Telingga digambarkan pengarang adalah wanita mandul, seorang Indo Eropa, yang lebih Pribumi daripada Eropa, tak ada sisa-sisa kecantikan, gemuk seperti bantal. Ia tak pernah menginjakkan kaki di halaman sekolah dan butahuruf. Anak angkatnya seekor anjing gladak jantan, pandai mencuri ikan di pasar. Ia juga

baikhati, ibu yang menjaga

pemondokan tempat Minke tinggal. Si Gendut, tokoh tambahan yang muncul beberapa kali dari sebagian kecil cerita.

(12)

Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 . 12 “Hei-hei, mengapa si Gendut

agak sipit itu mengawasi aku saja? Ia berpakaian drill coklat, baik kemeja mau pun celana panjangnya. Juga sepatu coklat sepatu sebagaimana layaknya di gerbong klas satu. Topinya dari laken dengan pita sutra, tak juga

lepas dari kepala. Kadang

diturunkan sampai menutup

kening untuk mendapatkan

kebebasan menebarkan

pandang ke mana saja ia suka. Kulitnya langsat cerah, mukanya

kemerahan. Dalam gerbong

mau pun sekarang antara

sebentar ia menyeka leher

dengan setangan biru. Begitu kami lewati ia bergerak, seakan

sengaja hendak membuntuti

(BM, 2005:221).

Si Gendut adalah orang jahat yang sekongkol dengan Robert Mellema untuk membunuh Minke. Ia telah membuntuti setiap langkah Minke. Ia orang yang misterius bagi Minke. Dari wataknya ia dikategorikan sebagai tokoh antagonis.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa tokoh utama dalam cerita novel ini adalah Minke dan Annelies Mellema. Sedangkan tokoh tambahannya adalah Nyai Ontosoroh, Herman Mellema, Robert Mellema, Ir.Maurits Mellema, Robert Suurhof, Juffrouw Magda Peters, Babah Ah Tjong, Darsam, Ayah Minke, Bunda Minke, Jean Marais, Herbert De La

Croix, Sastrotomo, Dokter Martinet, Mevrouw Telingga dan Si Gendut. Tokoh-tokoh tersebut dengan wataknya yang berbeda-beda dengan teguh mempertahankan idealisme

masing-masing sehingga menimbulkan

berbagai konflik dan ketegangan yang menjadikan cerita dalam novel sangat menarik.

SUMBER RUJUKAN

Toer, Ananta Pramoedya. 2005. Bumi Manusia. Jakarta: Lentera Dipantara

Endraswara, Suwardi. 2008.

Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo.

http://pawonsastra.blogspot.com/2008/ 04/biografisingkat-pramoedya-anantatoer.html

Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Salim Peter, Yeni Peter. 1991. Kamus

Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press

Tarigan, Henry Guntur. 1991. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sangat memprihatinkan karena mengimplikasikan bahwa beberapa responden dari kontraktor memiliki pemahaman yang terbatas mengenai konsep biaya kontinjensi proyek,

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, berkat rahmat dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh Relaksasi

Kualitas produk jasa tersebut terbagi menjadi 5 dimensi, yaitu keandalan (Reliability) dapat dilihat dari kemampuan pihak perusahaan untuk memberikan pelayanan dengan segera

Dalam penelitian ini saya selaku responden bersedia diberikan edukasi setiap bulan, dilakukan pengukuran lingkar pinggang, berat badan, tekanan darah dan bersedia diambil sampel

Pengetahuan ilmiah ini secara terus menerus dikembangkan dan dikaji manusia secara mendalam, sehingga melahirkan apa yang disebut filsafat ilmu (philosophy of

ahli 3,33 3,56 3 Substansi yang dijelaskan kepada kelompok asal 3,22 3,33 Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 2 terlihat bahwa proses pembelajaran dengan metode

0 = 0% Dari hasil presentase diatas dapat kita lihat bahwa dalam buku teks siswa PAI kelas XII, jumlah nilai-nilai multicultural berupa, toleransi sebanyak 6 topik merupakan

Faktor internal kelompok tani mempunyai hubungan yang nyata dengan kemampuan kelompok dalam pengelolaan keruahan bawang merah, yang disebabkan adanya pengaruh aspek-aspek fungsi