• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMULASI PERBANDINGAN MULTI-PROTOCOL LABEL SWITCHING TERHADAP ROUTING PROTOCOL OSPF, RIPV2, DAN EIGRP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIMULASI PERBANDINGAN MULTI-PROTOCOL LABEL SWITCHING TERHADAP ROUTING PROTOCOL OSPF, RIPV2, DAN EIGRP"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Komputer (S.Kom)

Oleh

DODI SUKMANA NIM: 1113091000061

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

Sebagai civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Dodi Sukmana

NIM : 1113091000061

Program Studi : Teknik Informatika Fakultas : Sains dan Teknologi Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullaj Jakarta Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah yang berjudul: SIMULASI PERBANDINGAN MULTI-PROTOCOL LABEL SWITCHING

TERHADAP ROUTING PROTOCOL OSPF, RIPv2, DAN EIGRP

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Jakarta

Pada tanggal: 27 September 2018 Yang Menyatakan

(6)

vi

ABSTRAK

Penggunaan internet besar-besaran dalam beberapa tahun ini telah menyebabkan traffic pada jaringan dan layanan internet semakin padat. Dengan kondisi seperti ini Penyedia Layanan Internet pun dituntut untuk menyediakan pengiriman data yang cepat serta kualitas layanan yang baik. Saat ini teknologi

Multi-Protocol Label Switching (MPLS) sebagai elemen jaringan yang berfungsi

aktif dalam menangani pengiriman paket yaitu dengan menambahkan suatu label pada setiap paket yang datang dan menggunakan label tersebut untuk menentukan ke arah mana seharusnya paket data tersebut dikirimkan. Dengan menambahkan MPLS terhadap routing protocol, proses pengiriman paket menjadi lebih cepat. Dalam penelitian ini dilakukan kajian terhadap kinerja teknologi MPLS terhadap

routing protocol OSPF, RIPv2, EIGRP dengan melihat parameter Quality of Service (QoS) yaitu throughput, jitter, packet loss, convergence time, dan ping response time. Penelitian ini dilakukan di EVE-NG. Hasil percobaan menunjukkan

bahwa nilai throughput tertinggi dihasilkan routing protocol dengan MPLS, nilai

jitter dan convergence time terendah dihasilkan routing protocol dengan MPLS,

dan nilai packet loss terendah dihasilkan routing protocol tanpa MPLS.

Kata kunci : Multi-Protocol Label Switching, QoS, throughput, jitter,

packet loss, convergence time, OSPF, RIPv2, EIGRP,

EVE-NG

Jumlah Pustaka : 13 buku + 11 jurnal

Jumlah Halaman : VI Bab + xviii halaman + 112 halaman + 30 gambar + 50 tabel + 20 grafik

(7)

vii

ABSTRACT

The massive use of internet in recent years has caused traffic on the network and internet services to become increasingly congested. With these conditions, Internet Service Providers are also required to provide fast data delivery and good quality service. Currently Multi-Protocol Label Switching (MPLS) technology as a network element that functions actively in handling package delivery is by adding a label to each packet that comes and uses the label to determine which direction the data packet should be sent. By adding MPLS to the routing protocol, the process of sending packets is faster. In this study a study of the performance of MPLS technology on the OSPF, RIPv2, EIGRP routing protocol was conducted by looking at the Quality of Service (QoS) parameters, namely throughput, jitter, packet loss, convergence time, and ping response time. This research was conducted on EVE-NG. The experimental results show that the highest throughput value is generated by the routing protocol with MPLS, the lowest jitter value and convergence time generated by the routing protocol with MPLS, and the lowest packet loss value generated by the routing protocol without MPLS.

Keyword : Multi-Protocol Label Switching, QoS, throughput, jitter,

packet loss, convergence time, OSPF, RIPv2, EIGRP,

EVE-NG

Bibliography : 13 books + 11 journals

Number of Pages : VI Chapters + xviii pages + 112 pages + 30 images + 50 tables + 30 charts

(8)

viii

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Komputer Program Studi Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Proses penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari berbagai bantuan, dukungan, saran, dan kritik yang telah penulis dapatkan, oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua Penulis, yaitu Bapak Ahmad Sahroni dan Ibu Tresna Saraswati yang telah memberikan segalanya untuk penulis, kesabaran yang begitu besar, kasih saying yang tak ternilai, serta do’a yang tak pernah berhenti mengalir untuk penulis.

2. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Arini, MT., selaku Ketua Program Studi Teknik Informatika, serta Bapak Feri Fahrianto, M.Sc., selaku sekretaris Program Studi Teknik Informatika.

4. Ibu Siti Ummi Masruroh, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Andrew Fiade, M.Kom., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa selesai dengan baik.

5. Seluruh Dosen, Staff Karyawan Fakultas Sains dan Teknologi, khususnya Program Studi Teknik Informatika yang telah memberikan bantuan dan kerjasama dari awal perkuliahan.

6. Terima kasih kepada Sriwanti Ayu Aisah, yang telah men-support penulis dalam segala bidang bahkan hampir selalu ada ketika penulis membutuhkan bantuan dan motivasi sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

(9)

ix

8. Seluruh sahabat-sahabat terbaik dari Teknik Informatika angkatan 2013, khususnya semua anak kelas TIC 2013 (Angga, Ucup, Didi, Jamal, Taufik, Lay, Icad, Cahyo, Abi, Nando, Ojay, Tami, Macia, Sisca, Calysta, Ames, Habibi, Rais, Anto) yang telah memberikan warna dan menemani perjuangan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman JFUIN, KKN 244 Gema Merdeka, KMIK, PMII yang telah memberikan motivasi tambahan bagi penulis.

10. Seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat serta menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Jakarta, September 2018

(10)

x

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GRAFIK ...xviii

BAB I ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat ... 3

1.3.1 Bagi Penulis ... 3

1.3.2 Bagi Institusi Perguruan Tinggi ... 3

1.3.3 Bagi Pembaca ... 4

1.4 Rumusan Masalah ... 4

1.5 Batasan Masalah ... 4

1.6 Metode Penelitian... 5

1.6.1 Metode Pengumpulan Data ... 5

1.6.2 Metode Simulasi ... 6 1.7 Sistematika Penulisan ... 6 BAB II ... 7 2.1 Jaringan Komputer ... 7 2.2 Network Emulator ... 7 2.3 Perangkat Jaringan ... 7 2.3.1 Switch ... 7

(11)

xi

2.6 Protokol TCP ... 12

2.6.1 Proses Pembangunan Sesi TCP ... 12

2.6.2 Proses Terminasi Sesi TCP ... 13

2.6.3 Struktur Segmen TCP ... 14

2.7 Protokol UDP ... 16

2.8 Protokol Internet versi 4 (IPv4) ... 18

2.8.1 IPv4 Addressing ... 18

2.8.2 Kelas IPv4 ... 19

2.8.3 IPv4 Subnetting ... 20

2.9 Routing Protocol ... 21

2.10 Multi-Protocol Label Switching ... 23

2.10.1 Arsitektur MPLS ... 24

2.10.2 Header MPLS ... 25

2.10.3 Distribusi Label ... 26

2.11 Open Shortest Path First (OSPF) ... 27

2.12 Routing Information Protocol Version 2 (RIPv2)... 30

2.13 Enhanced Interior Gateway Routing Protocol (EIGRP) ... 34

2.14 Quality of Service (QoS) ... 38

2.15 Cisco IOU ... 40

2.16 EVE-NG ... 40

2.17 Metode Simulasi... 41

BAB III ... 45

3.1 Metode Pengumpulan Data ... 45

3.1.1 Data Primer ... 45

3.1.2 Data Sekunder ... 45

(12)

xii

3.2.5 Simulation ... 47

3.2.6 Verification and Validation ... 48

3.2.7 Experimentation ... 48

3.2.8 Output Analysis ... 48

3.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 48

3.4 Perangkat Penelitian ... 49

3.4.1 Perangkat Lunak (Software) ... 50

3.4.2 Perangkat Keras (Hardware) ... 50

BAB IV ... 51

4.1 Problem Formulation ... 51

4.2 Conceptual Model ... 51

4.3 Collection of Input Output Data ... 54

4.3.1 Input ... 54 4.3.2 Output ... 54 4.4 Modelling ... 55 4.4.1 Skenario 1 OSPF ... 55 4.4.2 Skenario 2 RIPv2 ... 57 4.4.3 Skenario 3 EIGRP ... 58 4.4.4 Skenario 4 OSPF-MPLS ... 60 4.4.5 Skenario 5 RIPv2-MPLS ... 62 4.4.6 Skenario 6 EIGRP-MPLS... 64 4.5 Simulation ... 65

4.5.1 Konfigurasi IP Interface Router ... 66

4.5.2 Konfigurasi OSPF ... 66

4.5.3 Konfigurasi RIPv2... 66

4.5.4 Konfigurasi EIGRP ... 67

4.5.5 Konfigurasi MPLS ... 67

(13)

xiii

5.2 Experimentation ... 80

5.2.1 Pengujian Ping Response Time ... 80

5.2.2 Pengujian Transmit Throughput dan Receive Throughput ... 80

5.2.3 Pengujian Packet Loss ... 81

5.2.4 Pengujian Jitter ... 82

5.2.5 Pengujian Convergence Time ... 83

5.3 Output Evaluation ... 83

5.3.1 Hasil Skenario 1 OSPF ... 84

5.3.2 Hasil Skenario 2 RIPv2 ... 86

5.3.3 Hasil Skenario 3 EIGRP ... 88

5.3.4 Hasil Skenario 4 OSPF-MPLS ... 90

5.3.5 Hasil Skenario 5 RIPv2-MPLS... 92

5.3.6 Hasil Skenario 6 EIGRP-MPLS ... 95

5.3.7 Perbandingan Hasil Skenario 1 dan Skenario 4 ... 97

5.3.8 Perbandingan Hasil Skenario 2 dan Skenario 5 ... 100

5.3.9 Perbandingan Hasil Skenario 3 dan Skenario 6 ... 103

5.3.10 Perbandingan Rata-Rata Hasil Seluruh Skenario di EVE-NG ... 106

BAB VI ... 109

6.1 Kesimpulan ... 109

6.2 Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(14)

xiv

Gambar 2.3 Network Interface Card ... 9

Gambar 2.4 Referensi Model OSI ... 10

Gambar 2.5 Perbandingan Model TCP/IP dan OSI ... 12

Gambar 2.6 Sesi TCP yang dibentuk dari three-way handshake ... 13

Gambar 2.7 Proses Terminasi Sesi TCP ... 14

Gambar 2.8 Struktur Segmen TCP... 15

Gambar 2.9 Struktur Datagram UDP ... 17

Gambar 2.10 Header MPLS ... 25

Gambar 2.11 MPLS Packet On-The-Wire ... 25

Gambar 2.12 Pembagian Area OSPF ... 29

Gambar 2.13 Contoh Routing RIP ... 31

Gambar 2.14 EIGRP Neighbor Discovery ... 36

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 49

Gambar 4.1 Rancangan Topologi ... 53

Gambar 4.2 Gambar Rancangan Skenario 1 ... 55

Gambar 4.3 Gambar Rancangan Skenario 2 ... 57

Gambar 4.4 Gambar Rancangan Skenario 3 ... 58

Gambar 4.5 Gambar Rancangan Skenario 4 ... 60

Gambar 4.6 Gambar Rancangan Skenario 5 ... 62

Gambar 4.7 Gambar Rancangan Skenario 6 ... 64

Gambar 4.8 Konfigurasi IP di PC 1 ... 68

Gambar 4.9 Konfigurasi IP di PC 2 ... 68

Gambar 5.1 Tampilan NetIO-GUI di PC 1 ... 80

Gambar 5.2 Tampilan NetIO-GUI di PC 2 ... 80

Gambar 5.3 Tampilan Pengujian Menggunakan Iperf3 di PC 1 ... 81

Gambar 5.4 Tampilan Pengujian Menggunakan Iperf3 di PC 1 ... 81

(15)

xv

(16)

xvi

Tabel 2.3 Tabel FEC ... 27

Tabel 2.4 Tabel Routing B (1) ... 32

Tabel 2.5 Tabel Routing A ... 32

Tabel 2.6 Tabel Routing B (2)... 32

Tabel 2.7 Perbedaan RIPv1 dan RIPv2 ... 34

Tabel 2.8 Kategori Jitter ... 39

Tabel 2.9 Kategori Packet Loss ... 39

Tabel 3.1 Literatur Sejenis ... 45

Tabel 4.1 Tabel Skenario 1 ... 55

Tabel 4.2 Tabel Skenario 2 ... 57

Tabel 4.3 Tabel Skenario 3 ... 58

Tabel 4.4 Tabel Skenario 4 ... 60

Tabel 4.5 Tabel Skenario 5 ... 62

Tabel 4.6 Tabel Skenario 6 ... 64

Tabel 5.1 Hasil TX OSPF pada Skenario 1... 84

Tabel 5.2 Hasil RX OSPF pada Skenario 1 ... 84

Tabel 5.3 Hasil Ping Response Time OSPF pada Skenario 1 ... 85

Tabel 5.4 Hasil Jitter dan Packet Loss OSPF pada Skenario 1 ... 85

Tabel 5.5 Hasil Convergence Time OSPF pada Skenario 1 ... 86

Tabel 5.6 Hasil TX RIPv2 pada Skenario 2 ... 86

Tabel 5.7 Hasil RX RIPv2 pada Skenario 2 ... 86

Tabel 5.8 Hasil Ping Response Time RIPv2 pada Skenario 2 ... 87

Tabel 5.9 Hasil Jitter dan Packet Loss RIPv2 pada Skenario 2 ... 87

Tabel 5.10 Hasil Convergence Time RIPv2 pada Skenario 2 ... 88

Tabel 5.11 Hasil TX EIGRP pada Skenario 3... 88

Tabel 5.12 Hasil RX EIGRP pada Skenario 3 ... 88

(17)

xvii

Tabel 5.18 Hasil Ping Response Time OSPF-MPLS pada Skenario 4 ... 91

Tabel 5.19 Hasil Jitter dan Packet Loss OSPF-MPLS pada Skenario 4 ... 92

Tabel 5.20 Hasil Convergence Time OSPF-MPLS pada Skenario 4... 92

Tabel 5.21 Hasil TX RIPv2-MPLS pada Skenario 5 ... 92

Tabel 5.22 Hasil RX RIPv2-MPLS pada Skenario 5 ... 93

Tabel 5.23 Hasil Ping Response Time RIPv2-MPLS pada Skenario 5 ... 93

Tabel 5.24 Hasil Jitter dan Packet Loss RIPv2-MPLS pada Skenario 5 ... 94

Tabel 5.25 Hasil Convergence Time RIPv2-MPLS pada Skenario 5 ... 94

Tabel 5.26 Hasil TX EIGRP-MPLS pada Skenario 6 ... 95

Tabel 5.27 Hasil RX OSPF-MPLS pada Skenario 6... 95

Tabel 5.28 Hasil Ping Response Time EIGRP-MPLS pada Skenario 6 ... 96

Tabel 5.29 Hasil Jitter dan Packet Loss EIGRP-MPLS pada Skenario 6 ... 96

Tabel 5.30 Hasil Convergence Time EIGRP-MPLS pada Skenario 6... 96

Tabel 5.31 Hasil Perbandingan Rata-Rata Setiap Parameter Skenario 1 dan Skenario 4... 97

Tabel 5.32 Hasil Perbandingan Rata-Rata Setiap Parameter Skenario 2 dan Skenario 5... 99

Tabel 5.33 Hasil Perbandingan Rata-Rata Setiap Parameter Skenario 3 dan Skenario 6... 102

Tabel 5.34 Hasil Perbandingan Rata-Rata Seluruh Skenario Routing Protocol tanpa MPLS dan Routing Protocol dengan MPLS ... 105

(18)

xviii

Tabel 5.3 Perbandingan Jitter Skenario 1 dan Skenario 4 ... 98

Tabel 5.4 Perbandingan Packet Loss Skenario 1 dan Skenario 4 ... 99

Tabel 5.5 Perbandingan Convergence Time Skenario 1 dan Skenario 4 ... 99

Tabel 5.6 Perbandingan Ping Skenario 2 dan Skenario 5 ... 100

Tabel 5.7 Perbandingan Throughput Skenario 2 dan Skenario 5... 100

Tabel 5.8 Perbandingan Jitter Skenario 2 dan Skenario 5 ... 101

Tabel 5.9 Perbandingan Packet Loss Skenario 2 dan Skenario 5 ... 101

Tabel 5.10 Perbandingan Convergence Time Skenario 2 dan Skenario 5 ... 102

Tabel 5.11 Perbandingan Ping Skenario 3 dan Skenario 6 ... 103

Tabel 5.12 Perbandingan Throughput Skenario 3 dan Skenario 6... 103

Tabel 5.13 Perbandingan Jitter Skenario 3 dan Skenario 6 ... 104

Tabel 5.14 Perbandingan Packet Loss Skenario 3 dan Skenario 6 ... 104

Tabel 5.15 Perbandingan Convergence Time Skenario 3 dan Skenario 6 ... 105

Tabel 5.16 Perbandingan Ping Skenario Routing Protocol Tanpa MPLS dan Routing Protocol Dengan MPLS ... 106

Tabel 5.17 Perbandingan Throughput Skenario Routing Protocol Tanpa MPLS dan Routing Protocol Dengan MPLS ... 106

Tabel 5.18 Perbandingan Jitter Skenario Routing Protocol Tanpa MPLS dan Routing Protocol Dengan MPLS ... 107

Tabel 5.19 Perbandingan Packet Loss Skenario Routing Protocol Tanpa MPLS dan Routing Protocol Dengan MPLS ... 108

Tabel 5.20 Perbandingan Convergence Time Skenario Routing Protocol Tanpa MPLS dan Routing Protocol Dengan MPLS ... 108

(19)

1

sehari-hari. Penggunaan internet besar-besaran dalam beberapa tahun ini telah menyebabkan traffic pada jaringan dan layanan internet semakin padat. Selain itu, ini mempengaruhi performa secara negatif, mengurangi kualitas layanan yang disediakan oleh layanan internet, dan kemungkinan dapat mengganggu performanya secara serius. Dengan semua permasalahan ini, aplikasi real-time seperti suara dan video menunjukkan masalah dalam kinerja ketika hanya menggunakan routing protocol biasa, karena harus menyediakan bandwidth yang besar, pengiriman data yang cepat, serta kualitas layanan yang baik. (Albdoor & Kannan, 2017)

Routing mengacu pada proses penentuan rute terbaik untuk pengiriman

paket data dari sumber paket menuju tujuannya berdasarkan pada routing

protocol. Routing protocol itu sendiri adalah suatu set aturan yang digunakan

jaringan untuk berkomunikasi satu sama lain di seluruh jaringan. Sebuah

routing protocol menentukan bagaimana router berkomunikasi satu sama lain,

menyebarkan informasi yang memungkinkan memilih rute antara dua node di jaringan komputer. Algoritma routing ini bertanggung jawab untuk memilih jalur terbaik untuk komunikasi. (Asher, 2015)

Terdapat dua cara untuk mengonfigurasi router yaitu secara static (statis) dan dynamic (dinamis). Router dapat di konfigurasi secara statis ketika ukuran jaringan tidak terlalu besar karena penggunaan konfigurasi statis di situasi ini dapat membuat router menghemat sumber daya dan konfigurasinya tergolong mudah. Namun ketika jaringannya besar, penggunaan konfigurasi statis akan sangat sulit bagi administrator karena penentuan jalur untuk berkomunikasi dengan router lain harus dilakukan secara manual. Oleh karena itu, untuk jaringan dengan skala yang besar dibutuhkanlah dynamic routing yang administrasinya lebih mudah. Namun penggunaan konfigurasi dinamis dapat

(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menyebabkan beban sumber daya router semakin berat. (Vetriselvan, Patil, & Mahendran, 2014)

Terdapat beberapa dynamic routing protocol yang dapat digunakan dalam suatu jaringan, diantaranya adalah Open Short Path First (OSPF), Routing

Information Protocol (RIP), Intermediate System to Intermediate System (IS-IS)

dan Enhanced Interior Gateway Routing Protocol (EIGRP). Setiap routing

protocol memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Penentuan

dan pemilihan routing protocol tergantung pada beberapa parameter yang mempengaruhi kualitas suatu jaringan. (Xu & Trajkovi, 2013)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Network Engineer di sebuah perusahan ISP yaitu Muhammad Didi Majdi Saleh, menyampaikan bahwa routing protocol yang umum digunakan ialah Open Shortest Path First

(OSPF), Routing Information Protocol Version 2 (RIPv2), dan Enhanced Interior Gateway Routing Protocol (EIGRP). Untuk Intermediate System to Intermediate System (IS-IS) itu sendiri sangat jarang digunakan di Indonesia.

Salah satu cara mengatasi masalah ini maka dikembangkanlah teknologi

Multi-Protocol Label Switching (MPLS). Sejak ditemukan pada tahun 1997

oleh IETF, MPLS telah berkembang luas dan telah digunakan oleh banyak kalangan pada jaringan IPv4. Dengan mengusung teknologi tag-switching, MPLS mampu menggabungkan keunggulan switching di layer 2 dan routing di layer 3. MPLS menawarkan mekanisme pengiriman paket data yang sederhana dan cepat dengan melakukan pembacaan label pada setiap paket data yang masuk. Pembacaan paket hanya dilakukan pada saat masuk dan keluar pada jaringan MPLS.

Sebelumnya terdapat penelitian yang pernah dilakukan oleh Wijayanto pada tahun 2015 yang berjudul Analisis Pengaruh Hello Interval Routing Protokol OSPF dengan MPLS pada Link Tidak Stabil, di mana penelitian ini menunjukkan jaringan OSPF MPLS lebih bagus dibandingkan dengan jaringan OSPF tanpa MPLS, baik pada link stabil maupun terhadap link tidak stabil. Terdapat juga penelitian yang ditulis oleh Masruroh, Fiade & Iman pada tahun 2017 dengan judul Performance Evaluation Of Routing Protocol RIPv2, OSPF,

(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

EIGRP with BGP, di mana penelitian dilakukan untuk menguji performa routing protocol RIPv2, OSPF, dan EIGRP dengan BGP. Selain itu, terdapat

juga penelitian yang dilakukan oleh Harits, Rizal, dan Periyadi pada tahun 2017 yang berjudul Performance Analysis of Frame Relay Network Using OSPF

(Open Shortest Path First) and MPLS (Multi-Protocol Label Switching) based on GNS3, di mana penelitian ini berfokus untuk menggabungkan keunggulan

dari Frame Relay, MPLS, dan OSPF menjadi jaringan multisite.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penulis mengambil judul penelitian “SIMULASI PERBANDINGAN MULTI-PROTOCOL LABEL

SWITCHING TERHADAP ROUTING PROTOCOL OSPF, RIPV2, DAN

EIGRP”.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian ini adalah mensimulasikan routing protocol OSPF, RIPv2 dan EIGRP dengan mengimplementasikan service MPLS dan membandingkan hasilnya dengan

routing protocol OSPF, RIPv2, dan EIGRP sebelum diimplementasikan MPLS

di EVE-NG dengan parameter ping, troughput, jitter, packet loss, dan

convegence time untuk mengetahui peforma yang terbaik diantara keduanya.

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Penulis

1. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan strata 1 (S1) Program Studi Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sebagai portofolio penulis yang nantinya akan berguna di masa mendatang.

3. Sebagai tolak ukur terhadap masa studi penulis selama menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.3.2 Bagi Institusi Perguruan Tinggi

1. Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Sebagai bahan evaluasi program studi Teknik Informatika di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk menghasilkan insan-insan unggul di bidangnya.

1.3.3 Bagi Pembaca

1. Mengetahui kombinasi routing protocol mana yang lebih unggul untuk digunakan dalam suatu kondisi.

2. Sebagai referensi pada penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan routing protocol dan internet protocol.

1.4 Rumusan Masalah

Bagaimana perbandingan kinerja antara routing protocol OSPF, RIPv2, dan EIGRP dengan menggunakan MPLS dan tanpa MPLS, dengan parameter ping,

throughput, jitter, packet loss, dan network convergence?

1.5 Batasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini lebih terarah, maka dibatasi sebagai berikut:

1.5.1 Metode

1. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dan studi pustaka.

2. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode simulasi.

1.5.2 Proses

1. Penelitian dilakukan dengan menggunakan aplikasi network

emulator.

2. Topologi jaringan yang dirancang menggunakan 9 buah router dan 2 buah PC.

3. Penelitian ini berisi tentang evaluasi kinerja routing protocol OSPF, RIPv2, dan EIGRP dengan menambahkan MPLS.

4. Parameter evaluasi yang digunakan adalah ping, throughput, jitter,

(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Penelitian ini menggunakan metode simulasi dalam pengembangan nya.

1.5.3 Tool

1. Sistem Operasi yang digunakan untuk melakukan simulasi adalah Windows 10 Pro 64-bit version 1803 Build 17134.285.

2. Simulasi dilakukan dengan laptop processor Intel Core i7 7700HQ

2.8 GHz dan RAM sebesar 8GB.

3. Aplikasi network emulator yang digunakan adalah EVE-NG Community Edition versi 2.0.3-84.

4. OS Router yang digunakan adalah CISCO IOU i86bi-linux-l3-adventerprisek9-15.4.1T dengan RAM 1024MB, NVRAM 1024KB, dan MTU sebesar 1500.

5. Sistem Operasi virtual yang digunakan pada PC simulasi adalah Windows 7 64 bit dengan RAM sebesar 1GB.

6. Aplikasi virtualisasi yang digunakan adalah VMware Workstation Pro 12.

7. Aplikasi yang digunakan untuk mengevaluasi performa ping dan

throughput adalah NetIO GUI.

8. Aplikasi yang digunakan untuk mengevaluasi performa jitter dan

packet loss adalah iperf3.

9. Aplikasi yang digunakan untuk mengukur network convergence

time adalah Wireshark.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1.6.1 Metode Pengumpulan Data a. Data Primer

1) Data Evaluasi 2) Data Simulasi b. Data Sekunder

(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1) Studi Pustaka/Literatur 1.6.2 Metode Simulasi

1. Problem Formulation 2. Conceptual Model 3. Collection of Input data 4. Modelling

5. Simulation

6. Verification and Validation 7. Experimentation

8. Output Analysis 1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyajikan dalam 6 bab yang digambarkan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini menyajikan latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Bab ini menyajikan tentang teori-teori yang berhubungan dengan fakta atau kasus yang sedang dibahas.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi pembahasan atau pemaparan metode penelitian yang penulis pakai dalam pencarian data maupun metode simulasi yang dilakukan pada penelitian

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EKSPERIMEN

Bab ini membahas mengenai rancangan jaringan yang akan digunakan, serta tahapan-tahapan analisa dan implementasi jaringan dengan routing protocol EIGRP, RIPv2, OSPF, dan BGP pada GNS3 dan EVE-NG.

(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bab ini membahas mengenai hasil dari simulasi yang telah dilakukan yang kemudian di evaluasi oleh penulis.

BAB VI PENUTUP

Bab ini menjelaskan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan saran yang dapat menjadi perbaikan untuk perkembangan penelitian selanjutnya.

(26)

7

Jaringan komputer adalah dua atau lebih komputer yang terkoneksi oleh suatu transmisi media, seperti kabel atau gelombang udara. Setelah terkoneksi, komputer tersebut dapat berkomunikasi satu sama lain. Fungsi utama dari jaringan komputer ini untuk kebutuhan orang-orang berbagi resources, berbagi informasi, dan juga berkomunikasi dengan bertukar pesan. (Tomsho, 2016)

2.2 Network Emulator

Network emulator merupakan perangkat lunak yang menjalankan perangkat virtual yang sama persis dengan perangkat asli di dunia nyata. Sistem Operasi dan images dari peralatan jaringan yang dijalankan secara virtual oleh Network

emulator sama dengan yang aslinya sehingga beban mesin yang menjalankan

emulator menjadi berat. Walaupun network emulator menghabiskan resource komputer yang besar, Emulator dapat mengemulasikan network yang lebih real dibandingkan network simulator.

Network emulator yang banyak digunakan untuk penelitian dan

pembelajaran saat ini ada empat yaitu GNS3, EVE-NG, VIRL, dan CML. GNS3 dan EVE-NG merupakan network emulator yang bersifat gratis dan

open-source sedangkan VIRL dan CML merupakan network emulator yang

dikembangkan oleh cisco dan bersifat berbayar. Untuk VIRL harga lisensi per tahunnya dapat mencapai 199€ dan untuk CML 2.500$ per tahun. (Pizzonia & Rimondini, 2016)

2.3 Perangkat Jaringan

2.3.1 Switch

Switch digunakan untuk menghubungkan banyak komputer

sehingga mereka bisa berkomunikasi satu sama lain. Sebuah switch memiliki beberapa port yang bisa dimasukkan kabel jaringan. Tidak

(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

seperti hub yang membaca pesan yang masuk dan meneruskan ke semua port, switch benar-benar membaca data dari pesan yang masuk, menentukan port mana yang akan dituju, dan hanya meneruskan pesan ke port yang dituju tersebut. Karena switch hanya meneruskan ke satu port bukannya ke semua port, switch mampu menangani komunikasi antar komputer dalam satu waktu, memungkinkan setiap perangkat memiliki network bandwith penuh, atau disebut dedicated bandwith. (Tomsho, 2016)

Gambar 2.1 Switch (Sumber : Sofana, 2013)

2.3.2 Router

Router adalah perangkat jaringan yang digunakan untuk

memindahkan paket data antara network yang besar. Untuk melakukan hal itu, router harus membaca arah ke mana data ditujukan secara pintar dan dari mana data tersebut berasal. Informasi tersebut dapat membuat router bisa mengirim paket data menuju pemberhentian berikutnya untuk kemudian diteruskan ke tujuannya. Router menggunakan berbagai jenis routing protocol untuk memenuhi tugasnya. Router bekerja terutama pada layer 3 dan layer 4 di model OSI (Tomsho, 2016).

Gambar 2.2 Router (Sumber : Sofana, 2013)

2.3.3 NIC (Network Interface Card)

NIC atau Network Interface Card adalah sebuah perangkat yang digunakan untuk membuat dan memperantarai koneksi antara

(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

computer dan media jaringan. Media bisa berupa kawat tembaga, kabel fiber optic, gelombang udara. Tetapi dalam semua hal, data di representasikan dalam bentuk sinyal bit yang dapat di kirim dan di terima oleh NIC. (Tomsho, 2016)

Gambar 2.3 Network Interface Card (Sumber : Sofana, 2013)

2.4 Model OSI (Open System Interconnection)

Model OSI adalah sebuah framework umum yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana sistem jaringan beroperasi. Model OSI telah menjadi bagian penting dalam jaringan karena menjadi acuan umum yang digunakan untuk pengembangan oleh para developer dan pembelajaran oleh siswa.

Gambar 2.4 Referensi Model OSI (Sumber : Tomsho, 2016)

Model OSI memiliki 7 lapisan yang berbeda. Data dibagi bagi menjadi unit data yang sesuai untuk setiap lapisan. Setiap unit disebut protocol data unit

(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(PDU), diteruskan dari satu lapisan ke lapisan lain dalam perjalanannya ke atas atau ke bawah stack protocol. Pada beberapa lapisan, perangkat lunak menambahkan format atau pengalamatannya sendiri ke PDU, yang disebut

header. Proses penambahan header ini disebut enkapsulasi. Sedangkan proses

pelepasan header dari PDU disebut dengan dekapsulasi. Hal ini dilakukan jika PDU naik ke layer yang lebih tinggi. (Tomsho, 2016)

Berikut adalah 7 lapisan model OSI beserta fungsinya :

Tabel 2.1 OSI layer dan fungsinya

No Nama Layer PDU Protocol Perangkat Fungsi 7 Application Data HTTP, FTP,

SMTP, DHCP

Komputer - Menyediakan program dengan akses ke network service 6 Presentation Data Redirectors - - Mengatur

representasi data - Menangani enkripsi dan dekripsi 5 Session Data DNS, Authentication Protocol - - Memisahkan data

dari aplikasi yang berbeda

4 Transport Segment TCP, UDP - - Menyediakan metode pengiriman data - Melakukan perbaikan kesalahan sebelum pengiriman ulang 3 Network Packet IP, ICMP, ARP Router,

Firewall, Layer 3 Switch

- Menangani packet

routing, logical addressing

2 Data Link Frame Ethernet, token ring, FDDI, NIC driver

Switch, NIC - Menyediakan akses ke media

menggunakan MAC

(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Menggabungkan paket ke dalam bytes dan bytes ke frames 1 Physical Bits - Hub/Repeater,

Connector

- Mengatur koneksi hardware

- Mengatur pengiriman dan penerimaan sinyal binary

- Menangani encoding bit

2.5 Model TCP/IP

TCP pertama kali muncul kembali pada tahun 1973, dan pada tahun 1978, terbagi menjadi dua protokol yang berbeda: TCP dan IP. Kemudian, pada tahun 1983, TCP / IP menggantikan Network Control Protocol (NCP) dan diberi otorisasi sebagai sarana transportasi data resmi untuk segala hal yang berhubungan dengan ARPAnet, leluhur Internet. (Lammle, 2016)

Model TCP/IP pada dasarnya adalah versi ringkas dari model OSI. Model OSI memiliki 7 lapisan sedangkan model TCP/IP hanya memiliki 5 lapisan. Berikut adalah perbandingan antara Model TCP/IP dan Model OSI :

Gambar 2.5 Perbandingan Model TCP/IP dan OSI (Kiri TCP/IP, Kanan OSI) (Sumber : Lammle, 2016)

(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6 Protokol TCP

Transmission control protocol (TCP) adalah salah satu protokol yang ada di

lapisan transport model OSI atau model TCP/IP. TCP merupakan

connection-oriented protocol yang berarti koneksi yang dapat diandalkan.

Di dalam jaringan, frame bertukar di lapisan data link (Layer 2), paket IP bertukar pada network layer, dan segmen TCP bertukar pada transport layer (Layer 4).

Ketika modul TCP pengirim menerima data dari application layer, modul TCP kemudian melakukan enkapsulasi data ke dalam bentuk segmen TCP. Sebelum modul TCP pengirim mengirim segmen TCP ke modul IP, modul TCP pengirim menukarkan TCP control segment dengan modul TCP penerima untuk membangun sesi TCP. Setelah sesi TCP terbangun, modul TCP pengirim dan penerima mulai bertukar segmen TCP. Modul TCP akan terus bertukar TCP

control segment hingga sesi TCP berakhir. Pertukaran segment control ini

berarti komunikasi TCP dapat diandalkan dan merupakan connection-oriented. TCP juga mengkompensasi unreliability pada layer 2 dan layer 3. Frames dan paket dapat hilang dikarenakan kepadatan jaringan, tapi teknologi layer 2 dan layer 3 tidak dapat mendeteksi frame yang hilang atau Packet loss. Akan tetapi, TCP didesain untuk mendeteksi frame dan packet loss serta melakukan transmisi ulang untuk menjamin pesan tersampaikan. Hal ini dimungkinkan lewat proses enkapsulasi. Frame pada layer 2 dienkapsulasi ke dalam paket IP sebagai payload untuk kemudian dienkapsulasi ke dalam segmen TCP sebagai payload. (Jiang, 2016)

2.6.1 Proses Pembangunan Sesi TCP

Ketika komputer ingin berkomunikasi dengan komputer lainnya lewat TCP. Komputer harus memulai proses three-way

handshake untuk membangun sesi TCP. Berikut adalah langkah

membangun sesi TCP antara 2 komputer : (Jiang, 2016)

1. Modul TCP komputer A mengirim segmen SYN ke modul TCP komputer B untuk memohon pembangunan sesi TCP. Koneksi

(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

TCP ini akan memungkinkan komputer A untuk mengirim

control data ke komputer B

2. Modul TCP komputer B mengirim segmen SYN+ACK ke komputer A. Segmen ini berisi acknowledgement atau tanda setuju dari permintaan komputer A serta permintaan pembangunan sesi TCP dari komputer B ke komputer A. 3. Modul TCP computer B mengirim segmen ACK ke komputer B

untuk mengkonfirmasi pembuatan koneksi sesi TCP ke dua.

Gambar 2.6 Sesi TCP yang dibentuk dari three-way handshake (sumber: Jiang, 2016)

2.6.2 Proses Terminasi Sesi TCP

Setelah sesi TCP telah dibuat lewat three-way handshake, komputer A dan komputer B mulai bertukar segmen TCP dan kontrol segmen TCP. Ketika segmen TCP telah selesai, Komputer A dan B akan bertukar segmen FIN dan ACK untuk menghentikan sesi TCP. Proses ini dilakukan lewat proses four-way handshake. Berikut adalah proses terminasi sesi TCP : (Jiang, 2016)

1. Komputer A mengirim segmen FIN ke komputer B untuk meminta terminasi terhadap koneksi TCP

(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Komputer B membalas dengan segmen ACK untuk menerima permintaan dari komputer A dan menghentikan sesi TCP 3. Ketika komputer A menerima segmen ACK, komputer A

menghentikan koneksi

4. Proses ini dilakukan lagi dari komputer B ke komputer A. Perlu dicatat bahwa proses ini merupakan proses yang terpisah karena ada dua koneksi TCP yang berbeda.

Gambar 2.7 Proses terminasi sesi TCP (sumber: Jiang, 2016)

2.6.3 Struktur Segmen TCP

Gambar 2.8 Struktur Segmen TCP (sumber: Lammle, 2016)

(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Source Port

Source port menunjukkan modul aplikasi yang mengeluarkan

dan mengirim TCP segment payload. 2. Destination Port

Destination port menunjukkan modul aplikasi yang menerima payload dari segmen TCP.

3. Sequence Number

Sequence number memiliki singkatan yaitu SeqNo. SeqNo

menunjukkan nomor sequence pada segmen TCP. Berdasarkan SeqNo, penerima dapat menentukan apakah segmen diterima berkali-kali atau hilang.

4. Acknowledgement Number

Acknowledgement number memiliki singkatan yaitu AckNo.

Nilai dari AckNo adalah oktet TCP 5. Header Length

Header length menunjukkan panjang dari TCP segment header. Header bisa saja berisi opsi, oleh karena itu panjang header

bervariasi, namun panjang header harus kelipatan dari 4. 6. Flag

Flag memiliki panjang 6 bit, setiap bit memiliki nama dan

artinya masing-masing. Contoh flag adalah URG, SYN, PSH, RST, ACK, dan FIN.

7. Checksum

Checksum berfungski untuk pengecekan kesalahan pada header

dan data. 8. Urgent

Urgent merupakan area yang valid jika urgent pointer di dalam

bit kode telah diatur. Jika kondisinya seperti itu, maka urgent menunjukkan offset dari sequence number dalam oktet dimana segmen dari non-urgent data dimulai.

(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

9. Option

Nilai dari option mungkin 0, artinya tidak ada pilihan yang harus hadir, atau kelipatan 32 bit. Namun, jika ada opsi yang digunakan yang tidak menyebabkan bidang opsi menjadi total kelipatan 32 bit, padding 0s harus digunakan untuk memastikan data dimulai pada batas 32 bit. Batas-batas ini dikenal sebagai kata-kata.

10. Data

Data merupakan data yang didapat dari layer yang lebih atas dari transport layer. (Lammle, 2016)

2.7 Protokol UDP

User datagram protokol (UDP) adalah protokol connectionless yang disediakan oleh layer 4. Pada komunikasi jaringan, keandalan dan efisiensi transmisi informasi bertentangan satu sama lain. Terkadang, tingkat keandalan naik dengan harga berkurangnya efisiensi dan lain sebagainya.

Sebagai contoh, acknowledgement dan retransmission meningkatkan keandalan, namun mengurangi efisiensi. Dengan semakin berkembangnya teknologi jaringan, media transmisi menyediakan kecepatan yang lebih tinggi, kemampuan anti gangguan, sehingga koneksi jaringan menjadi lebih andal. Terdapat sedikit kemungkinan untuk terjadi kesalahan. Sebagai tambahan, untuk beberapa aplikasi, tingkat keandalan transmisi yang rendah masih bisa di toleransi. Sebagai contoh, pengguna dapat mendeteksi atau mengetahui ketika ada sedikit data yang hilang pada saat transfer video, namun tidak dapat toleransi waktu untuk retransmission atau pengiriman ulang. Berikut adalah gambar struktur datagram UDP :

(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.9 Struktur Datagram UDP

(sumber: Jiang, 2016)

UDP dibangun untuk digunakan pada aplikasi yang sensitif dengan waktu. Untuk jenis aplikasi ini, dropping packet lebih baik dibandingkan dengan menunggu paket yang tertunda.

Gambar di atas menunjukkan struktur dari datagram UDP. Source dan

destination port di header UDP sama dengan yang ada di segmen TCP. Header

UDP tidak memiliki sequence number seperti TCP.

Karena UDP merupakan protokol yang connectionless, datagram UDP tidak diklasifikasikan ke dalam paket data dan paket kontrol. Modul UDP dari pengirim dan penerima tidak membangun sesi UDP maupun melakukan

acknowledgement dan retransmission. Modul UDP pengirim mengenkapsulasi

data yang akan dikirimkan menggunakan lapisan aplikasi ke dalam datagram UDP dan mengirimkan datagram UDP tersebut ke modul IP. Modul UDP penerima mengekstrak payload dari datagram UDP dan mengirim payload tersebut ke modul aplikasi berdasarkan destinasi port nya.

UDP tidak menyelesaikan masalah packet loss, repetition, delay, atau

sequencing error. Karena keandalan datagram UDP di jamin oleh layer

aplikasi. Jika sebuah aplikasi membutuhkan tingkat keandalan transmisi yang tinggi, programnya sendiri yang akan menyediakan acknowledgement dan

retransmission.

Internet engineering task force (IETF) telah menentukan aplikasi apa yang

menggunakan TCP dan aplikasi apa yang harus menggunakan UDP, aplikasi apa yang menggunakan keduanya, dan aplikasi apa yang tidak bisa menggunakan TCP dan UDP. (Jiang, 2016)

(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8 Protokol Internet versi 4 (IPv4)

IP merupakan singkatan dari internet protocol. IP pertama kali di perkenalkan pada tahun 1981 oleh Internet Engineering Task Force (IETF). Protokol inti ini mendeskripsikan, menjelaskan, dan mengkodekan format dari paket IP yang digunakan pada jaringan komputer. Namun, ketika kita menggunakan istilah “IP”, kita biasanya memaksudkan ke internet protocol file nya sendiri.

IP merupakan bagian dari layer network pada model TCP/IP. Selain IP terdapat juga protokol lain seperti ICMP, IGMP, dan ARP di layer network. IP sendiri memiliki versi yang berbeda-beda. Yang paling penting adalah IPv4 dan IPv6. Saat ini, hampir seluruh paket IP yang di transmisikan lewat internet adalah paket IPv4.

Perangkat pada jaringan global tidak dapat menggunakan MAC address untuk berkomunikasi satu sama lain. Untuk melakukan itu, setiap perangkat harus mengetahui semua MAC address yang digunakan pada jaringan, dan itu tidak mungkin.

Oleh karena itu, perangkat berkomunikasi satu sama lain menggunakan alamat IP atau IP address. Mirip dengan nomor telepon yang berisi kode negara dan kode kota dari daerah tertentu. IP address menunjukkan lokasi fisik dari sebuah perangkat di jaringan. (Jiang, 2016)

2.8.1 IPv4 Addressing

Jika sebuah perangkat ingin berkomunikasi menggunakan TCP/IP, perangkat tersebut membutuhkan IP address. Ketika perangkat memiliki IP address serta software dan hardware yang tepat, perangkat dapat mengirim dan menerima paket IP. setiap perangkat yang setidaknya memiliki satu interface dengan IP

address dapat mengirim dan menerima paket IP dan dinamakan

sebagai IP host.

IP address terdiri dari 32-bit angka, biasanya ditulis dengan notasi titik desimal atau dotted-decimal notation (DDN). Bagian desimal merupakan istilah yang muncul dari fakta bahwa setiap byte (8bit) dari 32-bit IP address di tunjukkan sebagai desimal setaranya.

(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keempat desimal tersebut menghasilkan angka desimal yang dituliskan dalam urutan dengan lambang titik atau titik desimal. Setiap desimal dipisahkan dengan titik seperti contoh 168.1.1.1; IP tersebut ditulis menggunakan bentuk desimal. Ketika IP tersebut ditulis menggunakan versi binary maka penulisannya menjadi 10101000 00000001 00000001 00000001.

Setiap DDN memiliki empat desimal oktet, yang dipisahkan dengan titik. Istilah oktet hanyalah istilah netral dari vendor untuk istilah byte. Karena setiap oktet merepresentasikan 8-bit nomor binary. Jarak angka desimal di setiap oktet adalah 0 sampai 250. (Odom, 2016)

2.8.2 Kelas IPv4

IANA (Internet Assigned Numbers Authority) meregistrasi beberapa kelas network address yang berbeda. Perbedaan dapat di lihat di subnet mask. Subnet mask merupakan bit yang digunakan untuk merepresentasikan jaringan dan host. Berikut adalah tabel singkat dari Kelas yang ada :

Tabel 2.2 IPv4 Kelas A, B, dan C

Class A Class B Class C

Network 8 16 24

Host Address Bits 24 16 8

Subnet Mask 255.0.0.0 255.255.0.0 255.255.255.0 First Byte Value 0 - 127 128 - 191 192 - 223 Number of Hosts 16.777.214 65.534 254

Ide dibalik perbedaan kelas adalah untuk membuat jaringan dengan besar yang bervariasi sehingga cocok digunakan untuk organisasi dan aplikasi yang berbeda. Sebuah gedung perusahaan yang memiliki jaringan yang relatif kecil dapat menggunakan alamat IPv4 kelas C, karena jenis alamat ini hanya memiliki 8 bit host, dan mendukung hingga 254 network, lalu untuk organisasi yang lebih

(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

besar bisa menggunakan kelas B atau Kelas A dengan 16 atau 24 bit host dan membuat subnet dari IP tersebut. Subnet dapat dibuat dengan “meminjam” beberapa bit host dan menggunakannya untuk membuat pengidentifikasi sub jaringan khususnya jaringan dalam jaringan.

Untuk jaringan privat, terdapat range IP address khusus yang dapat digunakan. IP address ini disebut juga dengan IP private. Berikut adalah range IP private yang ada di setiap kelas :

1. Kelas A 10.0.0.0 sampai 10.255.255.255 2. Kelas B 172.16.0.0 sampai 172.31.255.255 3. Kelas C 192.168.0.0 sampai 192.168.255.255

IP yang tidak terdaftar di IP private adalah IP publik. IP publik digunakan untuk koneksi ke internet. IP publik biasanya di sediakan oleh ISP. (Sandberg, 2015)

2.8.3 IPv4 Subnetting

Skema pengalamatan alamat IP memberikan solusi untuk proses pengalamatan ribuan jaringan, walaupun begitu masalah masih tetap ada. Orang yang mendesain IP tidak membayangkan internet akan tumbuh sangat besar sehingga waktu itu pembuatnya menggunakan alamat 32 bit. Untuk menyelesaikan masalah ini dan untuk membuat sejumlah besar alamat jaringan baru, terdapat cara lain dengan membagi alamat 32 bit dan dinamakan dengan

subnetting. Subnetting merupakan proses pembagian alamat jaringan

ke jaringan yang lebih kecil.

Ketika dihadapkan dengan pilihan antara untuk menggunakan atau tidak menggunakan subnetting, Anda harus mengingat beberapa keuntungan subnetting. Berikut adalah keuntungan subnetting : (Lammle, 2016)

1. Meminimalkan traffic jaringan, mengurangi kepadatan karena

router menyaring traffic berdasarkan alamat jaringan, sehingga traffic lokal tetap berada di jaringan lokal.

(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Mengisolasi jaringan dari jaringan lainnya, sehingga membutuhkan router untuk menyediakan konektivitas antara subnet.

3. Meningkatkan performa dengan mengurangi traffic di segmen jaringan, khususnya di jaringan ethernet dimana collision menjadi masalah.

4. Menetapkan Batasan dan broadcast domain karena router tidak meneruskan broadcast packet.

5. Mengoptimalkan penggunaan alamat IP dengan menentukan jumlah host per jaringan.

6. Meningkatkan kemampuan untuk mengamankan jaringan lewat segmentasi yang hati-hati dan memasang firewall di antara sub jaringan.

2.9 Routing Protocol

Proses routing merupakan fungsi utama dari layer 3 pada model OSI. Pada model TCP/IP, routing dilakukan pada internet layer. Routing berguna untuk menyambungkan jaringan kecil menjadi jaringan besar. Routing protocol berguna untuk mengontrol aliran data antara jaringan kecil untuk menghindari kemacetan pada link. Router berfungsi sebagai titik masuk dan keluar data dari jaringan kecil yang saling bertetangga. Fungsi utama dari router adalah untuk mencari jalur terbaik antara dua atau lebih node yang berada di jaringan yang berbeda tapi terhubung. Jalur terbaik yang dipilih bisa saja berdasarkan waktu minimum transit, jumlah hop tersedikit, tingkat kepadatan lalu lintas data, atau alat ukur lain yang digunakan oleh routing protocol tertentu. (Misra & Goswami, 2017)

Sebuah router mempelajari tentang berkomunikasi jarak jauh dalam suatu jaringan dari router tetangga ataupun dari administrator. Router kemudian membangun table routing, yang pada dasarnya adalah peta dari internetwork, dan itu berguna untuk menemukan jaringan pada jarak jauh. Jika suatu jaringan

(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terhubung secara langsung, maka router sudah mengetahui cara mendapatkannya. (Lammle, 2016)

Tetapi jika jaringan tidak terhubung secara langsung ke router, router harus menggunakan salah satu dari dua cara untuk mempelajari cara masuk ke jaringan jarak jauh. Metode tersebut ialah static routing dan dynamic routing.

Static routing membutuhkan seseorang untuk memetakan semua lokasi jaringan

ke dalam table routing. Sebaliknya, ketika menggunakan dynamic routing, protokol pada satu router berkomunikasi dengan protokol yang sama yang berjalan di router tetangganya. Router kemudian saling memperbarui tentang semua jaringan yang mereka ketahui dan menempatkan informasi ini ke dalam table routing. Jika perubahan terjadi di jaringan, protokol dynamic routing secara otomatis menginformasikan semua router tentang perubahan tersebut. Jika menggunakan static routing, administrator bertanggung jawab untuk memperbarui semua perubahan secara manual ke semua router. Kebanyakan orang biasanya menggunakan kombinasi dynamic routing dan static routing untuk mengelola jaringan besar. (Lammle, 2016)

Routing protocol memiliki tiga kelas yaitu :

1. Distance Vector

Distance-vector protocol digunakan untuk mencari jalur terbaik menuju

tujuan dengan cara menghitung dari jaraknya. Pada proses routing menggunakan RIP, setiap paket dikirim melewati sebuah router disebut dengan hop, dan rute yang memiliki jumlah hop paling sedikit menuju tujuan akan dipilih sebagai jalur terbaik. Vektor menunjukkan arah menuju jaringan yang dituju. RIP merupakan distance-vector routing

protocol dan secara periodik mengirim seluruh routing table ke router

yang secara langsung terhubung. 2. Link State

Link-state protocol biasa juga disebut shortest-path-first (SPF) protocol.

Pada kelas jenis ini, setiap router membuat tiga tabel yang terpisah. Tabel pertama digunakan untuk melacak tetangga yang terhubung langsung. Tabel kedua digunakan untuk menentukan topologi dari seluruh jaringan.

(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel ketiga digunakan untuk routing table. Router yang menggunakan

link-state tahu lebih banyak informasi tentang jaringan dari pada semua router yang menggunakan distance-vector. OSPF merupakan routing protocol yang menggunakan link-state secara penuh. Routing table yang

ada pada link-state tidak bertukar secara periodik. Sebagai gantinya, pembaruan dilakukan hanya ketika ada perubahan pada link-state

information. Link-state secara periodik mengirim sinyal keepalive dalam

bentuk hello message, yang ditukarkan antara tetangga yang terhubung secara langsung untuk membangun dan memelihara hubungan tetangga. 3. Advanced Distance Vector

Advanced distance-vector atau biasa juga disebut dengan hybrid routing protocol menggunakan aspek yang ada di distance-vector dan link-state.

EIGRP merupakan contoh routing protocol yang menggunakan

advanced distance-vector. EIGRP bertindak seperti link-state karena

menggunakan protokol halo untuk menemukan tetangga dan membuat hubungan tetangga, dan juga hanya pembaruan sebagian yang dikirim ketika perubahan terjadi. Namun, EIGRP masih menggunakan prinsip

distance-vector karena seluruh informasi tentang jaringan didapatkan

dari tetangga yang terhubung secara langsung.

Tidak ada seperangkat peraturan untuk diikuti yang mendikte secara jelas tentang bagaimana mengonfigurasi routing protocol untuk setiap situasi. Hal tersebut merupakan tugas yang harus dilakukan berdasarkan kasus per kasus, dengan memperhatikan kebutuhan spesifik masing-masing. (Lammle, 2016)

2.10 Multi-Protocol Label Switching

Multi-Protocol Label Switching merupakan suatu mekanisme penyampaian

paket data yang menggunakan beberapa fitur dari jaringan circuit-switched melalui jaringan packet-switched. MPLS juga merupakan mekanisme switching yang menanmkan label (angka) ke paket dan kemudian menggunakannya untuk meneruskan paket. Label ditugaskan di ujung jaringan MPLS, dan mekanisme

(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tersebut. Label ini biasanya menyesuaikan jalur berdasarkan pada alamat tujuan dari layer 3, yang sama dengan routing berbasis jalur IP. (Lammle, 2016)

MPLS dirancang untuk mendukung forwarding protokol selain dari TCP/IP. Dalam jaringan yang lebih besar, hasil pelabelan MPLS menunjukkan hanya edge router yang melakukan pencarian routing. Semua core router meneruskan paket berdasarkan label, yang membuat meneruskan paket melalui ISP lebih cepat. Hal ini yang menjadi alasan sebagian perusahaan mengganti jaringan frame relay dengan layanan MPLS. (Lammle, 2016)

2.10.1 Arsitektur MPLS

Arsitektur MPLS menjelaskan mekanisme untuk melakukan label

switching, yang menggabungkan manfaat dari paket forwarding

berdasarkan Layer 2 switching dengan manfaat Layer 3 routing. Seperti jaringan layer 2 (misalnya Frame Relay atau ATM), MPLS memberikan label untuk paket untuk transportasi di seluruh jaringan berbasis paket. Mekanisme forwarding di seluruh jaringan adalah label swapping, di mana unit data membawa paket, fixed-length label yang memberitahu switching

node sepanjang jalur paket bagaimana memproses dan meneruskan data.

(Wijayanto, 2015)

MPLS berada di antara lapisan 2 dan 3, secara teknis MPLS dapat dikatakan sebagai suatu metode forwarding (meneruskan data melalui suatu jaringan dengan menggunakan informasi dalam label unik uang dilekatkan pada paket IP). Header MPLS diberikan pada setiap paket IP berupa label yang berisi prioritas paket dan rute yang harus dilalui paket. Header MPLS diberikan pada tiap paket IP dalam sebuah router pertama yang dilalui paket IP dan digunakan untuk mengambil keputusan pengiriman paket IP bagi

router lain. Analisa paket IP dilakukan pada router pertama yang dilalui

paket IP. (Wijayanto, 2015)

Penggunaan label swapping ini memiliki banyak keuntungan. Ia bisa memisahkan masalah routing dari masukan forwarding. Routing merupakan masalah jaringan global yang mmbutuhkan kerjasama dari semua router sebagai partisipan. Sedangkan forwarding merupakan masalah setempat.

(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Router switch mengambil keputusannya sendiri tentang jalur mana yang

akan diambil. MPLS juga memiliki kelebihan yang mampu memperkenalkan kembali connection stack ke dalam dataflow IP. (Wijayanto, 2015)

2.10.2 Header MPLS

MPLS memiliki header yang digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.10 Header MPLS (sumber: Ahmed, Saleem, & Waseem, 2015)

Gambar 2.11 MPLS packet on-the-wire (sumber: Monge & Szarkowicz, 2015)

Berikut ini ialah deskripsi dari 32 bit yang membentuk header MPLS : 1. 20 bit pertama (baris ke 4) adalah MPLS label.

2. 3 bit berikutnya (baris ke 5) adalah Traffic Class. Dulunya, ini disebut bit eksperimen. Field ini mirip dengan 3 bit pertama dari

header IPv4 Differentiated Service Code Point (DSCP) (baris ke

11)

(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. 1 bit berikutnya (baris ke 6) adalah bit Bottom of Stack (BoS). Nilai ini diatur ke angka 1 hanya ketika header MPLS dalam kontak dengan header protokol berikutnya (dalam kasus ini, IPv4). Selain itu, nilainya diatur ke angka 0. Bit ini sangat penting karena header MPLS tidak memiliki tipe area apapun, maka dari itu membutuhkan bit BoS untuk menunjukkan bahwa itu adalah header terakhir sebelum payload MPLS.

4. 8 bit berikutnya (baris ke 7) adalah Time-to-Live (TTL) MPLS. Sama halnya dengan TTL IP, TTL MPLS mengimplementasikan sebuah mekanisme untuk membuang paket dalam suatu proses

forwarding loop. (Monge & Szarkowicz, 2015)

2.10.3 Distribusi Label

Jaringan MPLS terdiri dari jalur yang disebut Label Switched Path (LSP), yang menghubungkan titik-titik yang disebut Label Switched Router (LSR). Untuk menyusun LSP, Label Switching Table di setiap LSR harus dilengkapi dengan pemetaan dari setiap label masukan ke setiap label keluaran. Proses melengkapi table ini dilakukan dengan Label Distribution

Protocol (LDP). (Wijayanto, 2015)

Distribusi label terdiri dari :

1. Edge Label Switching Router (ELSR)

ELSR ini terletak pada perbatasan jaringan MPLS, dan berfungsi untuk mengaplikasikan label ke dalam paket-paket yang masuk ke dalam jaringan MPLS, label yang berisi informasi tujuan node berikutnya. Sebuah ELSR akan menganalisa header IP dan akan menentukan label yang tepat untuk dienkapsulasi ke dalam paket tersebut ketika sebuah paket IP masuk ke dalam jaringan MPLS. Pada Label Switching Protocol terjadi proses meneruskan paket-paket di layer 3.

2. Label Distribution Protocol (LDP)

LDP merupakan suatu prosedur yang digunakan untuk menginformasikan ikatan label yang telah dibuat dari satu LSR ke

(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

LSR lainnya dalam satu jaringan MPLS. Dalam arsitektur jaringan MPLS, sebuah LSR yang merupakan tujuan atau hop selanjutnya akan mengirimkan informasi tentang ikatan sebuah label ke LSR yang sebelumnya mengirimkan pesan untuk mengikat label tersebut bagi rute paketnya. LDP memungkinkan jaringan MPLS menentukan sendiri LSP antar node di jaringan (untuk membangun LSP).

3. Label Switching Path (LSP)

LSP merupakan jalur yang melalui satu atau serangkaian LSR dimana paket diteruskan oleh label swapping dari satu node MPLS ke node MPLS yang lain.

4. Forwarding Equivalence Classes (FEC)

FEC merupakan sekelompok paket IP yang diteruskan dengan cara yang sama (misalnya melalui rute yang sama, dengan metode

forwarding yang sama)

Tabel 2.3 Tabel FEC

Dest. Address Dest. Port FEC Next Hop Label Instructions 201.20.3.4 201.20.4.5 208.12.8.1 80 443 25 B A IP x.x.x.x y.y.y.y z.z.z.z 65 18 - Push Push Native IP

Semua paket yang diklasifikasikan ke dalam FEC yang sama akan mendapatkan perlakuan yang sama juga, misalnya dengan meneruskan paket ke jalur tertentu. Jika pengklasifikasian sudah selesai, maka paket data diberi label (label imposition/pushing) sesuai dengan klasifikasi FEC, sehingga klasifikasi paket hanya dilakukan di sisi edge. (Wijayanto, 2015)

2.11 Open Shortest Path First (OSPF)

OSPF (Open Shortest Path First) merupakan routing protocol yang secara umum dapat digunakan oleh tipe router yang berbeda, seperti router juniper,

(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

cisco, huewei, mikrotik, dan yang lainnya, sehingga antar router yang berbeda dapat terhubung dengan routing OSPF. Teknologi OSPF menggunakan teknologi algoritma link state, algoritma ini didesain untuk pekerjaan dalam yang efisien dalam proses pengiriman update informasi rute. (Fiade, 2013)

Untuk update routing OSPF menggunakan triggered update, maksudnya tidak semua informasi yang ada di router akan dikirim seluruhnya ke router lainnya, tetapi hanya informasi yang baru (pengubahan, penambahan atapun pengurangan jaringan semua router), untuk satu area, sehingga mengoptimalkan dalam efesien bandwith. Link state routing protocol ini juga memiliki ciri-ciri memberikan informasi ke semua router, sehingga setiap

router bisa melihat topologinya masing-masing. Lalu konvergensi antar router

sangatlah cepat dikarenakan informasi yang berubah, bertambah, berkurang saja yang dikirim ke router lainya. Sehingga tidak mudah terjadi loop (Routing

Loop, proses paket yang dikirimkan dalam jaringan router berlangsung terus

menerus dan selalu berputar dalam jaringan yang sama). OSPF berdasarkan

open standard, maksudnya OSPF dapat dikembangkan dan diperbaiki oleh

vendor-vendor lainya.

Komunikasi OSPF berdasarkan tetangga yang dekat dengan router, arti tetangga dalam hal ini yaitu router sebelah dengan router OSPF berjumlah 1 hop (1 lompatan) dari kanan, kiri, atas, atau bawah jika dilihat dari desain jaringan. Maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh sebuah router OSPF untuk dapat menemukan router tetangganya dan dapat membuka hubungan. Mekanisme ini selalu memberitahukan apakah router tetangganya valid atau tidak valid.

OSPF bekerja dengan mengirimkan broadcast message dari setiap router ke seluruh router yang ada pada satu jaringan. OSPF juga menjaga link dengan mengirimkan paket “HELLO” ke setiap router tetangganya dan mendapatnya keseluruhan informasi tabel routing. (Kurose & Ross, 2016)

Beberapa kelebihan dari OSPF antara lain : 1. OSPF bukan protokol propiertary

(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Mendukung VLSM

4. Tidak memiliki Batasan jumlah hop 5. Mendukung multiple path

6. Mendukung jaringan dalam skala besar

Pembagian area dalam OSPF dapat dilihat pada gambar 10. Setiap interface hanya dapat memiliki satu area. Area backbone merupakan area 0.

Gambar 2.12 Pembagian area OSPF (sumber: Masruroh, Fiade, & Iman, 2017)

Pada prosesnya dalam membentuk hubungan dengan tetangga, router OSPF akan mengirimkan sebuah paket berukuran kecil secara periodik kedalam jaringan atau kesebuah perangkat yang terhubung langsung dengan nya. Paket kecil tersebut diistilahkan sebagai Hello packet. Pada kondisi standar, Hello

packet dikirimkan berkala setiap sekali (dalam media broadcast multi-access

diartikan 1 host mengirim data ke banyak host) dan 30 detik sekali dalam media

point-to-point yaitu proses komunikasi dengan dua host/komputer/router istilah

point satu ke point lainya.

Hello packet berisikan informasi pernak-pernik yang ada pada router

pengirim. Hello packet pada umumnya dikirim dengan menggunakan multicast

address (multicast address mengirimkan paket host lain berdasarkan kelompok

(49)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk menuju ke semua router yang menjalankan OSPF (IP multicast pada

router OSPF yaitu 224.0.0.5) (Fiade, 2013)

Terdapat lima langkah routing protocol OSPF dalam tahap mulai dari awal hingga saling dapat bertukar informasi. Berikut adalah langkah-langkahnya :

1. Membentuk Adjacency Router, yakni router yang bertetangga atau

router yang terdekat

2. Memilih Designated Routers (DR) dan Backup Designated Routers (BDR) yang merupakan peran penting yang berfungsi sebagai pusat komunikasi seputar informasi OSPF dalam jaringan tersebut.

3. Mengumpulkan state-state dalam jaringan, yang tujuannya untuk bertukar informasi mengenai state-state dan jalur-jalur yang ada dalam jaringan.

4. Memilih rute terbaik untuk digunakan, dengan memilih rute terbaik untuk dimasukan ke dalam routing table.

5. Menjaga informasi routing tetap up-to-date.

Pada OSPF terdapat beberapa paket LSP (Link State Packets), masing-masing paket dibutuhkan dalam proses routing pada OSPF. Berikut paket-paket LSP pada OSPF. Hello packet digunakan untuk memulai dan menjaga keterhubungan informasi dengan router OSPF yang lain.

1. Packet Database Description (DBD) – DBD untuk memeriksa dan mensinkronisasi antar router.

2. Link State Request (LSR) – LSR digunakan untuk menarik informasi dari yang lain.

3. Link State Update (LSU) – Paket ini digunakan untuk menjawab LSR. 4. Link State Acknowledgement (LSAck) – LSAck digunakan untuk

mengirim informasi paket LSU yang diterima router.

2.12 Routing Information Protocol Version 2 (RIPv2)

RIP merupakan protokol routing dinamik yang dibuat sekitar tahun 1970. RIP menggunakan perhitungan Distance Vector Protocol. RIP digunakan pada jaringan dengan ukuran kecil, dimana untuk implementasi dan konfigurasinya

(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang sederhana dan mudah. RIP versi 2 memiliki dukungan untuk VLSM, autentikasi, dan multicast. (Fiade, 2013)

RIP pertama kali dikenalkan pada tahun 1969 dan merupakan algoritma

routing yang pertama pada ARPANET. Versi awal dari routing protocol ini

dibuat oleh Xerox Parc’s PARC universal Packet Internetworking dengan nama

Gateway Internet Protocol. Kemudian diubah menjadi Xerox Network Service.

Protokol RIP memiliki tingkat kompleksitas komputasional yang lebih rendah, sehingga konsumsi seumber daya memorinya juga lebih rendah. Akan tetapi, konsekuensi yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah penggunaan RIP hanya terbatas pada jaringan menengah ke bawah dengan jumlah host yang tidak terlalu besar.

Untuk cara kerja RIP dapat dilihat pada gambar 9 dan tabel 4, dimana terdapat lima unit router dan garis putus-putus yang menandakan router tersebut terhubung dengan beberapa router lainnya. Variable v,w,x,z merupakan network yang terhubung dengan router.

Gambar 2.13 Contoh routing RIP (sumber: Masruroh et al., 2017)

Tabel 2.4 Tabel routing B (1)

Network Tujuan Next Hop Jumlah Hop

X A 2

Y - 1

V D 8

Dijelaskan pada tabel diatas, bahwa untuk ke network x maka dari router B perlu melalui router A dan memiliki hop sebanyak dua (y,x). Dalam contoh ini

Gambar

Gambar 2.1 Switch  (Sumber : Sofana, 2013)
Gambar 2.3 Network Interface Card  (Sumber : Sofana, 2013)
Gambar 2.5 Perbandingan Model TCP/IP dan OSI (Kiri TCP/IP, Kanan OSI)  (Sumber : Lammle, 2016)
Gambar 2.7 Proses terminasi sesi TCP  (sumber: Jiang, 2016)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut simulasi dari penelitian yang telah penulis lakukan dengan mennggunakan software network simulator 2, routing protocol EIGRP maupun OSPF keduanya

Dalam tugas akhir ini akan dilakukan pengujian terhadap resource, end-to-end delay, overhead routing, dan throughput Routing Information Protocol (RIP) dan Enhanced

Menurut simulasi dari penelitian yang telah penulis lakukan dengan mennggunakan software network simulator 2 , routing protocol EIGRP maupun OSPF keduanya

Oleh sebab itu penulis ingin membuat sebuah penelitian untuk membandingkan routing protocol manakah yang paling baik kinerjanya berdasarkan kecepatan proses routing

Untuk mengetahui kombinasi dari kinerja routing pro- tocol mana yang lebih baik antara RIPv2, OSPF, EIGRP dengan BGP pada layanan DMVPN maka peneliti akan melakukan evaluasi

Jaringan yang menggunakan routing protocol EIGRP memiliki peningkatan kinerja yang lebih baik untuk parameter throughput yaitu sebesar 5% dari throughput

Salah satu teknologi untuk dapat menghubungkan jaringan WAN adalah teknologi MPLS (Multi Protocol Label Switching), MPLS yaitu arsitektur jaringan yang

MNS versi 2 tidak support terhadap RSVP-TE Model konseptual dan komponen MNS digambarkan sebagai berikut MPLS Node Packet In CR-LDP Routing Protocol Resource Manager Admission