• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERJUDIAN DI INDONESIA

A.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesopanan pada Pasal 303 dan Pasal 303 bis menetapkan perjudian sebagai kejahatan yang harus diberantas praktiknya di masyarakat karena merupakan penyakit sosial yang buruk dan banyak menimbulkan ekses-ekses negatif.

Kejahatan mengenai perjudian yang pertama dirumuskan dalam Pasal 303 KUHP yang rumusannya yaitu:

1. Pasal 303 KUHP

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin:

1e. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencaharian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu;

(2)

2e. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara;

3e. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian.

(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian itu.

(3) Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Rumusan kejahatan dalam Pasal 303 KUHP tersebut diatas, ada lima macam kejahatan mengenai hal perjudian (hazardspel), dimuat dalam ayat (1)23

1. butir 1 ada dua macam kejahatan;

:

2. butir 2 ada dua macam kejahatan;

23

Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 158.

(3)

3. butir 3 ada satu macam kejahatan.

Pasal 303 ayat (2) KUHP memuat tentang dasar pemberatan pidana, dan Pasal 303 ayat (3) KUHP menerangkan tentang pengertian permainan judi yang dimaksudkan oleh ayat (1). Namun, KUHP tidak memuat tentang bentuk-bentuk permainan judi tersebut secara rinci.

Menurut R.Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal memberikan komentar terhadap Pasal ini mengenai yang biasa disebut sebagai hazardspel ialah seperti permainan dadu, selikuran, jemeh, roulette, bakarat, kemping keles, keplek, tombola. Juga termasuk totalisator pada pacuan kuda, pertandingan sepakbola dan sebagainya. Namun tidak termasuk hazardspel seperti domino, bridge, ceki, yang biasa digunakan untuk hiburan.

Lima macam kejahatan mengenai perjudian tersebut diatas dalam Pasal 303 KUHP mengandung unsur tanpa izin. Pada unsur tanpa izin inilah melekat sifat melawan hukum dari semua perbuatan dalam lima macam kejahatan mengenai perjudian itu. Artinya tidak adanya unsur tanpa izin, atau jika telah ada izin dari pejabat atau instansi yang berhak memberikan izin, semua perbuatan dalam rumusan tersebut hapus sifat melawan hukumnya, sehingga tidak dipidana. Untuk itu dimaksudkan agar pemerintah atau pejabat pemerintah tetap melakukan pengawasan dan pengaturan tentang perjudian.24

1. Kejahatan Pertama

24

(4)

Kejahatan bentuk pertama dalam Pasal 303 KUHP dimuat dalam ayat (1) butir 1e yaitu: Kejahatan yang melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian. Unsur-unsur kejahatan ini adalah sebagai berikut:

Unsur-unsur obyektif: a. Perbuatannya:

1. Menawarkan kesempatan; 2. Memberikan kesempatan;

b. Objek: untuk bermain judi tanpa izin; c. Dijadikan sebagai mata pencaharian. Unsur Subyektif:

d. Dengan sengaja.

Kejahatan bentuk pertama ini, perbuatan yang dilarang adalah (a) menawarkan kesempatan bermain judi dan (b) memberikan kesempatan bermain judi. Larangan ini ditujukan kepada para bandar judi, sedangkan bagi orang yang bermain judi dapat dipidana berdasarkan kejahatan yang dirumuskan pada Pasal 303 bis KUHP.

Menawarkan kesempatan bermain judi maksudnya adalah si pembuat melakukan perbuatan dengan cara apapun untuk mengundang atau mengajak orang-orang bermain judi dengan menyediakan tempat dan waktu tertentu. Dalam perbuatan ini mengandung pengertian belum ada yang bemain judi, hanya sekedar

(5)

permainan permulaan pelaksanaan dari perbuatan memberikan kesempatan untuk bermain judi.25

Kejahatan bentuk pertama ini terdapat unsur kesengajaan. Artinya si pelaku memang menghendaki untuk melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan untuk bermain judi, dan disadarinya bahwa yang ditawarkan atau yang diberi kesempatan itu adalah orang-orang yang akan bermain judi serta disadarinya bahwa dari perbuatannya tersebut dijadikan sebagai pencaharian, artinya ia sadar bahwa dari perbuatannya itu mendapatkan uang untuk biaya hidupnya.

Perbuatan “memberi kesempatan” bermain judi, ialah si pembuat menyediakan peluang yang sebaik-baiknya dengan menyediakan tempat tertentu untuk bermain judi, dimana dimaksud disini telah ada orang yang bermain judi. Misalnya menyediakan tempat atau ruangan untuk orang-orang yang bermain judi.

Perbuatan kesempatan bermain judi dan atau memberi kesempatan bermain judi haruslah dijadikan sebagai pencaharian. Artinya, perbuatan itu dilakukan tidak seketika melainkan telah berlangsung lama dan si pelaku mendapatkan uang yang dijadikannya sebagai pendapatan untuk kehidupan sehari-harinya. Perbuatan itu dikatakan melawan hukum apabila tidak mendapatkan izin terlebih dahulu dari Instansi atau Pejabat Pemerintah yang berwenang.

25

(6)

Unsur kesengajaan si pelaku tidak perlu ditujukan pada unsur tanpa izin, karena unsur tanpa izin dalam rumusan letaknya sebelum unsur kesengajaan. Maksudnya si pelaku tidak perlu menyadari bahwa di dalam melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan itu tidak mendapatkan izin dari Instansi atau Pejabat Pemerintah yang berwenang.26

a. Perbuatannya: turut serta; 2. Kejahatan Kedua

Kejahatan kedua yang juga dimuat dalam dalam ayat (1) butir 1e yaitu: Kejahatan yang melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha permainan judi. Unsur-unsur kejahatan ini adalah sebagai berikut:

Unsur-unsur obyektif:

b. Objek: dalam suatu kegiatan usaha permainan judi tanpa izin; Unsur Subyektif:

c. Dengan sengaja.

Kejahatan jenis kedua ini, perbuatannya adalah turut serta (deelnemen). Maksudnya si pelaku ikut terlibat bersama orang lain dalam usaha permainan judi seperti dalam kejahatan bentuk pertama. Apabila dihubungkan dengan bentuk-bentuk penyertaan yang ditentukan menurut Pasal 55 dan 56 KUHP, pengerian dari perbuatan turut serta atau menyertai (deelnemen) di sini adalah orang yang melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh orang yang turut serta (medepleger) menurut Pasal 55 KUHP, juga termasuk orang yang membantu

26

(7)

melakukan (medeplichtig) dalam Pasal 56 KUHP, dan tidak sebagai pembuat penyuruh melakukan (doen pleger) atau pembuat penganjur (uilokker), karena kedua bentuk yang disebutkan terakhir ini tidak terlibat secara fisik dalam orang lain melakukan perbuatan yang terlarang itu.27

27

Ibid, hal. 162.

Keterlibatan secara fisik orang yang turut serta dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin, yang dimaksudkan pada bentuk pertama, terdiri dari perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan pada orang untuk bermain judi sehingga orang tersebut mendapatkan uang atau penghasilan. Jadi yang dimaksud dengan kegiatan usaha permainan judi adalah setiap kegiatan yang menyediakan waktu dan tempat pada orang-orang untuk bermain judi, yang dari kegiatan itu dia medapatkan uang atau penghasilan.

Seperti juga pada bentuk pertama, pada kejahatan jenis kedua ini terdapat unsur kesengajaan. Kesengajaan di sini harus ditujukan pada unsur perbuatan turut serta dalam kegiatan usaha permainan judi. Artinya si pelaku menghendaki untuk melakukan perbuatan turut serta dan disadarinya bahwa keturutsertaannya itu adalah dalam kegiatan permainan judi.

3. Kejahatan Ketiga

Kejahatan ketiga yang dimuat dalam ayat (1) butir 2e yaitu: Kejahatan yang melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi. Unsur-unsur kejahatan ini adalah sebagai berikut:

(8)

a. Perbuatannya:

1. Menawarkan kesempatan; 2. Memberikan kesempatan; b. Objek: kepada khalayak umum; c. Untuk bermain judi tanpa izin. Unsur Subyektif:

d. Dengan sengaja.

Kejahatan perjudian yang ketiga ini, hampir sama dengan kejahatan perjudian bentuk pertama. Persamaannya terdapat pada unsur tingkah laku, yakni pada perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan. Sedangkan perbedaannya, ialah sebagai berikut28

1. Pada bentuk pertama, perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan tidak disebutkan kepada siapa, oleh karena itu bisa termasuk seseorang atau beberapa orang tertentu. Tetapi pada bentuk ketiga, disebutkan ditujukan kepada khalayak umum. Oleh karena itu bentuk ketiga ini tidak berlaku, jika kedua perbuatan itu hanya ditujukan pada satu orang tertentu.

:

2. Pada bentuk pertama secara tegas disebutkan bahwa kedua perbuatan itu dijadikan sebagai mata pencaharian. Sedangkan pada bentuk ketiga, tidak disebutkan unsur dijadikan sebagai mata pencaharian.

28

(9)

Khalayak umum artinya kepada siapapun, tidak ditujukan pada orang- perorangan atau orang tertentu. Siapa pun juga dapat menggunakan kesempatan untuk bermain judi.

Unsur kesengajaan pada kejahatan bentuk ketiga ini harus ditujukan pada: (a) melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan member kesempatan; (b) khalayak umum, dan (c) bermain judi. Maksudnya si pelaku menghendaki untuk mewujudkan kedua perbuatan itu, dan sadar bahwa perbuatan dilakukan di depan khalayak umum adalah untuk bermain judi. Akan tetapi unsur kesengajaan ini tidak perlu ditujukan pada unsur tanpa izin.29

a. Perbuatannya: turut serta; 4. Kejahatan Keempat

Kejahatan keempat yang juga dimuat dalam ayat (1) butir 2e yaitu: Larangan dengan sengaja turut serta dalam menjalankan kegiatan usaha perjudian tanpa izin. Unsur-unsur kejahatan ini adalah sebagai berikut:

Unsur-unsur obyektif:

b. Objek: dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin; Unsur Subyektif:

c. Dengan sengaja.

Kejahatan bentuk keempat ini hampir sama dengan kejahatan bentuk kedua. Perbedaannya hanyalah pada bentuk kedua, perbuatan turut sertanya itu ada kegiatan usaha perjudian yang dijadikannya sebagai mata pencaharian, sehingga kesengajaannya juga ditujukan pada mata pencaharian itu. Namun, pada

29

(10)

bentuk keempat ini, perbuatan turut sertanya ditujukan pada kegiatan usaha perjudian yang bukan sebagai mata pencaharian. Demikian juga kesengajaan pelaku dalam melakukan turut sertanya ditujukan pada kegiatan usaha bukan sebagai mata pencaharian seperti melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan bermain judi kepada khalayak umum.30

a. Perbuatannya: turut serta; 5. Kejahatan Kelima

Kejahatan kelima yang dimuat dalam ayat (1) butir 3e yaitu: Melarang orang yang melakukan perbuatan turut serta dalam permainan judi tanpa izin yang dijadikannya sebagai mata pencaharian. Unsur-unsur kejahatan ini adalah sebagai berikut:

Unsur-unsur obyektif:

b. Objek: dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin; c. Sebagai mata pencaharian.

Kejahatan bentuk kelima ini, pengertian turut serta (deelnemen) si pelaku hanya ikut terlibat dalam permainan judi bersama orang lain yang bermain, dan bukan ikut terlibat bersama pembuat yang melakukan kegiatan usaha perjudian yang orang ini tidak ikut bermain judi. Menjalankan usaha adalah berupa perbuatan menawarkan dan memberikan kesempatan bermain judi.

Pelaku dalam bermain judi tanpa izin haruslah dijadikan sebagai mata pencaharian, yang artinya dari bermain judi tersebut ia mendapatkan penghasilan

30

(11)

untuk keperluan hidupnya. Maka ia tidak dipidana apabila bermain judi dilakukan hanya sebagai hiburan belaka.31

Dari rumusan tersebut, terdapat dua pengertian perjudian, yakni

Pasal 303 ayat (2) KUHP memuat tentang dasar pemberatan pidana, yang ditujukan pada setiap orang yang melakukan lima macam kejahatan dalam ayat (1) mengenai perjudian tersebut dalam menjalankan pencahariannya. Pada ayat (2) ini dikatakan diancam pidana pencabutan hak untuk melakukan pencariannya itu. Misalnya pengusaha kafe, yang menyediakan meja khusus dan alat bermain judi bagi orang-orang yang hendak berjudi, maka hakim dapat mencabut hak pengusaha kafe tersebut dalam menjalankan usaha kafenya.

Pada Pasal 303 ayat (3) KUHP menerangkan tentang pengertian perjudian yang dimaksudkan oleh ayat (1). Arti perjudian, yakni: tiap tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir.

32

1. Suatu permainan yang kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan atau nasib belaka. Pada macam perjudian ini, menang atau kalah dalam arti mendapat untung atau rugi hanyalah bergantung pada keberuntungan saja, atau secara kebetulan saja. Misalnya dalam permainan judi dengan menggunakan alat dadu.

:

2. Permainan yang kemungkinan mendapat untung atau kemenangan sedikit atau banyak bergantung pada kemahiran atau keterlatihan si pemain.

31

Ibid, hal. 166. 32

(12)

Misalnya permainan melempar bola, permainan dengan memanah, bermain bridge, atau domino.

Dua pengertian perjudian di atas, diperluas juga pada dua macam pertaruhan yaitu33

1. Segala bentuk pertaruhan tentang keputusan perlombaan lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain. Misalnya dua orang bertaruh tentang suatu pertandingan sepak bola antara dua kesebelasan, dimana yang satu bertaruh dengan menebak satu kesebelasan sebagai pemenangnya dan yang satu pada kesebelasan lainnya.

:

2. Segala bentuk pertaruhan lainnya yang tidak ditentukan. Dengan kalimat yang tidak menentukan bentuk pertaruhan secara limitatif, maka segala bentuk pertaruhan dengan cara bagaimana pun dan dalam segala hal mana pun adalah termasuk perjudian. Seperti beberapa permainan kuis untuk mendapatkan hadiah yang ditayangkan pada televisi termasuk juga pengertian perjudian menurut Pasal ini. Tetapi permainan kuis itu tidak termasuk permainan judi yang dilarang, apabila terlebih dahulu telah mendapatkan izin dari Instansi atau Pejabat yang berwenang.

2. Pasal 303 bis KUHP

Semula rumusan kejahatan Pasal 303 bis KUHP berupa pelanggaran dan dirumuskan dalam Pasal 542 KUHP tentang judi di jalanan umum. Namun melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penetiban Perjudian

33

(13)

diubah menjadi kejahatan dan diletakkan pada Pasal 303 bis KUHP. Dengan adanya perubahan tersebut, ancaman pidana yang semula yang berupa kurungan maksimum satu bulan atau denda maksimum Rp. 4.500,00 dinaikkan menjadi pidana penjara maksimum empat tahun atau denda maksimum Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Kejahatan mengenai perjudian yang kedua dirumuskan dalam Pasal 303 bis KUHP yang rumusannya yaitu:

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah:

1. barang siapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan melanggar ketentuan Pasal 303;

2. barang siapa ikut serta main judi di jalan umum atau di pinggir jalan umum atau di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali kalau ada izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan perjudian itu.

2. Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah.

Mengenai kejahatan perjudian yang dimuat dalam ayat (1), ada dua bentuk kejahatan sebagaimana yang dirumuskan pada butir 1 dan 2, yaitu:

(14)

1. Kejahatan Pertama

Kejahatan pertama yang dimuat dalam Pasal 303 bis ayat (1) butir 1 KUHP, terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Perbuatannya: bermain judi;

b. Dengan menggunakan kesempatan yang diadakan dengan melanggar Pasal 303 KUHP.

Diantara lima bentuk kejahatan mengenai perjudian dalam Pasal 303 ayat (1), ada dua bentuk kejahatan yang perbuatan materilnya berupa menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan, yakni:

1. Perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan untuk bermain judi sebagai mata pencaharian.

2. Perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi.

Dengan telah dilakukannya dua kejahatan diatas, terbukalah kesempatan untuk bermain judi untuk siapa saja. Oleh sebab itu, barang siapa yang menggunakan kesempatan itu untuk bermain judi, dia telah melakukan kejahatan Pasal 303 bis KUHP yang pertama ini. Kejahatan Pasal 303 bis KUHP tidak berdiri sendiri, melainkan bergantung pada terwujudnya kejahatan Pasal 303 KUHP. Tanpa terjadinya kejahatan Pasal 303 KUHP, kejahatan Pasal 303 bis KUHP tidak mungkin terjadi.

Kejahatan memberi kesempatan seperti Pasal 303 KUHP diatas, bisa saja dilakukan oleh satu orang, karena si pelaku bukanlah orang yang bermain judi. Akan tetapi, pada kejahatan Pasal 303 bis KUHP, tidaklah dapat dilakukan oleh

(15)

satu orang, karena perbuatan bermain judi tidak mungkin terwujud tanpa hadirnya minimal dua orang. Kejahatan ini termasuk penyertaan mutlak. Penyertaan mutlak adalah suatu tindak pidana yang karena sifatnya untuk terjadi mutlak diperlukan dua orang. Dalam kejahatan permainan judi ini, kedua-duanya dipertanggungjawabkan dan dapat dipidana.

2. Kejahatan Kedua

Kejahatan kedua yang dimuat dalam Pasal 303 bis ayat (1) butir 2 KUHP, terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Perbuatannya: ikut serta bermain judi; b. Tempatnya:

1. di jalan umum;

2. di pinggir jalan umum;

3. di tempat yang dapat dikunjungi umum.

c. Perjudian itu tanpa izin dari penguasa yang berwenang.

Apabila pada bentuk kejahatan kedua dan keempat pada Pasal 303 KUHP, perbuatan turut serta dalam menjalankan usaha menawarkan kesempatan atau memberikan perjudian, yang artinya si pelaku tidak ikut bermain judi. Akan tetapi dalam Pasal 303 bis KUHP yang melakukan turut serta bermain judi adalah si pelaku sendiri. Ikut serta bermain judi disini adalah ikut serta yang lain dari Pasal 303 KUHP. Maksudnya dalam Pasal 303 bis KUHP ini, pelaku harus terdapat dua orang yang bersama-sama bermain judi ditempat yang disebutkan dalam bentuk kejahatan kedua ini seperti di jalan umum, dipinggir jalan umum atau ditempat

(16)

yang dapat dikunjungi umum, yang telah memenuhi semua unsur tindak pidana maka dapatlah disebut dua orang itu sama yakni turut serta bermain judi.

Turut serta yang dimaksud Pasal 303 bis KUHP tidak sama pengertiannya dengan orang yang turut serta (medepleger) menurut Pasal 55 ayat (1) butir 1 KUHP dalam pengertian luas, melainkan turut serta dalam arti sempit. Menurut Pasal 55 ayat (1) butir 1 KUHP terdapat pembuat peserta (medepleger) dan pembuat pelaksana (pleger), sedangkan menurut Pasal 303 bis KUHP ini, ukurannya ialah tanpa adanya dua orang yang perbuatannya memenuhi semua rumusan tindak pidana itu tidaklah mungkin tindak pidana itu terwujud secara sempurna atau dengan kata lain kedua orang itu kualitasnya sama sebagai turut serta bermain judi.34

Dalam kejahatan pertama tidak disebutkan adanya unsur tanpa mendapatkan izin, karena menurut Pasal 303 KUHP perbuatan menawarkan kesempatan atau memberikan kesempatan bermain judi itu sendiri memang harus tanpa izin, sudah tentu orang yang menggunakan kesempatan yang diadakan menurut Pasal 303 KUHP, juga dengan sendirinya sudah tanpa izin. Lain halnya dengan kejahatan kedua menurut Pasal 303 bis KUHP ini, harus disebutkan tanpa Pengertian di pinggir jalan umum adalah di tepi jalan, misalnya di trotoar atau beberapa meter dari jalan. Di tempat lain yang dapat dikunjungi oleh umum, misalnya di lapangan bola, atau di warung dan lain sebagainya. Dapat dikunjungi umum, artinya untuk sampai dan datang ke suatu tempat permainan judi dapat dilakukan oleh setiap orang tanpa ada kesukaran atau hambatan.

34

(17)

izin, walaupun rumusannya dengan kalimat yang lain yakni kecuali ada izin. Sebab jika tidak ditambahkan unsur demikian, setiap bentuk pemainan judi maka dijatuhi pidana, dan ini tidak sesuai dengan konsep perjudian menurut KUHP, karena permainan judi hanya menjadi larangan apabila tanpa izin.

Pasal 303 ayat (2) bis KUHP adalah mengenai residive perjudian, maka setiap orang yang menjadi residivis tindak pidana perjudian dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah.

Pemberian izin oleh Pemerintah di masa lalu inilah yang membuat praktik perjudian itu semakin lama semakin berkembang dan sulit untuk dikordinir, sehingga membuat keresahan dan ketidaktertiban di masyarakat selain daripada ekses-ekses negatif lainnya. Konsep mengenai perjudian menurut KUHP aslinya adalah konsep orang Belanda yang berbeda dengan konsep mengenai perjudian menurut nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang kuat dipengaruhi oleh norma-norma agama dan norma lain yang hidup menurut masyarakat Indonesia. Setelah Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian, sesuai dengan asas hukum Lex posteriori derogat lex priori yang berarti Undang-Undang atau peraturan yang baru mengenyampingkan Undang-Undang atau peraturan yang lama, maka ketentuan yang ada dalam KUHP itu dapat dikesampingkan demi tercapainya keamanan dan ketertiban masyarakat.

(18)

B. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian

Pengaturan mengenai tindak pidana perjudian yang kedua dalam hukum positif di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian. Undang-undang ini menyatakan semua tindak pidana perjudian adalah sebagai kejahatan. Pemerintah mengeluarkan undang-undang ini dimaksudkan menggunakan kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk menertibkan perjudian, hingga akhirnya menuju kepenghapusan perjudian sama sekali dari seluruh wilayah Indonesia.

Dalam KUHP tidak ada menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud sebagai kejahatan, tetapi dimuat dalam Buku II KUHP Pasal 104 sampai dengan Pasal 488 KUHP. Semua jenis kejahatan diatur dalam Buku II KUHP. Namun demikian, masih ada jenis kejahatan yang diatur di luar KUHP, dikenal dengan tindak pidana khusus misalnya tindak pidana korupsi, narkotika, terorisme, tindak pidana ekonomi.

Bonger menayatakan bahwa kejahatan adalah merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari negara berupa berupa pemberian derita dan kemudian sebagai reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum (legal definitions) mengenai kejahatan.35

35

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 2.

(19)

Dengan undang-undang ini diatur beberapa perubahan beberapa Pasal dalam KUHP yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian yaitu36

a. Semua tindak pidana perjudian dianggap sebagai kejahatan. :

Dengan ketentuan ini, maka Pasal 542 KUHP tentang tindak pidana pelanggaran perjudian yang diatur dalam Buku III tentang Pelanggaran dimasukkan dalam Buku II tentang Kejahatan dan ditempatkan dalam Buku II setelah Pasal 303 KUHP dengan sebutan Pasal 303 bis KUHP.

b. Memperberat ancaman pidana bagi pelaku bandar perjudian dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP dari pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan atau denda maksimal Rp. 90.000,- menjadi pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp. 25.000.000,-. Di samping pidana dipertinggi jumlahnya (2 tahun 8 bulan menjadi 10 tahun dan Rp. 90.000,- menjadi Rp. 25.000.000,-) sanksi pidana juga diubah dari bersifat alternatif (penjara atau denda) menjadi bersifat kumulatif (penjara dan denda).

c. Memperberat ancaman pidana dalam Pasal 542 ayat (1) tentang perjudian dalam KUHP dari pidana kurungan maksimal 1 bulan atau denda maksimal Rp. 4.500,- menjadi pidana penjara maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp. 10.000.000,-. Pasal ini kemudian menjadi Pasal 303 bis ayat (1) KUHP.

d. Memperberat ancaman pidana dalam Pasal 542 ayat (2) KUHP tentang residive

perjudian dalam KUHP dari pidana kurungan maksimal 3 bulan atau denda maksimal Rp. 7.500,- menjadi pidana penjara maksimal 6 tahun atau denda

36

http://www.jodisantoso.blogspot.com/2008/05/tambal-sulam-pembaharuan-hukum-pidana.htm, diakses 17 April 2015 Pukul 22.35 WIB.

(20)

maksimal Rp. 15.000.000,-. Pasal ini kemudian menjadi Pasal 303 bis ayat (2) KUHP.

Maksud tersebut perlu mengklasifikasikan segala macam bentuk tindak pidana perjudian sebagai kejahatan, dan memberatkan ancaman hukumannya, adalah karena ancaman hukuman yang ada berlaku dalam KUHP ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan di masyarakat dan tidak membuat pelakunya jera.

C. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian

Pengaturan mengenai tindak pidana perjudian yang ketiga dalam hukum positif di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian. Peraturan pemerintah ini di maksudkan untuk membatasi perjudian sampai lingkungan sekecil-kecilnya untuk akhirnya menuju ke penghapusan sama sekali bentuk dan jenis perjudian di seluruh wilayah Indonesia.

Pemerintah menganggap demi terjaganya ketertiban, ketenteraman, dan kesejahteraan masyarakat, maka perlu untuk menghentikan pemberian izin penyelenggaraan perjudian. Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini disebutkan pemberian izin penyelenggaraan segala bentuk dan jenis perjudian dilarang, baik perjudian yang diselenggarakan di kasino, di tempat-tempat keramaian, maupun yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain. Dengan demikian

(21)

tidak ada lagi perjudian yang diizinkan baik Pemerintah Pusat maupun Pemrintah Daerah.

Ditinjau dari kepentingan Nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai ekses yang negatif dan merugikan moral dan mental masyarakat, terutama terhadap generasi muda. Meskipun dari hasil izin penyelenggaraan perjudian yang diperoleh Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, dapat digunakan untuk usaha-usaha pembangunan, namun akibat-akibat negatifnya pada dewasa ini lebih besar dari pada kemanfaatan yang diperoleh. Dalam Pasal 1 ayat (2) diatur izin penyelenggaraan perjudian yang sudah diberikan sebelumnya, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi terhitung 3 (tiga) hari sejak Peraturan Pemerintah tersebut diundangkan yaitu tepatnya pada tanggal 31 Maret 1981.

Pasal 2 menyatakan berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3040), dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi semua peraturan perundang-undangan tentang Perjudian yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Bentuk dan jenis perjudian yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini, meliputi:

A. Perjudian di Kasino, antara lain terdiri dari: 1. Roulette;

2. Blackjack; 3. Baccarat; 4. Creps; 5. Keno;

(22)

6. Tombola;

7. Super Ping-pong; 8. LottoFair; 9. Satan; 10. Paykyu;

11. Slot machine (Jackpot); 12. Ji Si Kie;

13. Big Six Wheel; 14. Chuc a Luck;

15. Lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar (Paseran); 16. Pachinko;

17. Poker; 18. Twenty One; 19. Hwa-Hwe; 20. Kiu-kiu.

B. Perjudian di tempat-tempat keramaian, antara lain terdiri dari perjudian dengan:

1. Lempar paser atau bulu ayam pada papan atau sasaran yang tidak bergerak; 2. Lempar Gelang;

3. Lempar Uang (Koin); 4. Kim;

5. Pancingan;

6. Menembak sasaran yang tidak berputar; 7. Lempar bola; 8. Adu ayam; 9. Adu sapi; 10. Adu kerbau; 11. Adu domba/kambing; 12. Pacu kuda; 13. Karapan sapi; 14. Pacu anjing; 15. Hailai; 16. Mayong/Macak; 17. Erek-erek.

C. Perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain, antara lain perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan:

1. Adu ayam; 2. Adu sapi; 3. Adu kerbau;

(23)

4. Pacu kuda; 5. Karapan sapi;

6. Adu domba/kambing.

Dalam Penjelasan diatas, dikatakan bahwa tidak termasuk dalam pengertian penjelasan Pasal 1 ayat (1) huruf c di atas, apabila kebiasaan yang bersangkutan berkaitan dengan upacara keagamaan, dan sepanjang hal itu tidak merupakan perjudian.

Ketentuan Pasal ini mencakup pula bentuk dan jenis perjudian yang mungkin akan timbul di masa yang akan datang sepanjang termasuk kategori perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

D. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Pengaturan mengenai tindak pidana perjudian yang keempat dalam hukum positif di Indonesia ada diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Perkembangan dunia teknologi informasi dengan adanya internet menimbulkan banyak bentuk kejahatan baru yang merubah kejahatan konvensional menjadi lebih modern, termasuk dalam perjudian yakni perjudian melalui internet (internet gambling).

Pada awalnya hukum positif Indonesia telah mengakomodasi aturan mengenai perjudian seperti yang telah dibahas sebelumnya, akan tetapi pada perkembangannya muncul berbagai kejahatan di dunia maya (cyber crime) yang menemui kendala pada penegakan hukumnya. Hal itu disebabkan sulitnya

(24)

mengungkap kejahatan, penerapan aturan lama tidak sesuai lagi dari segi unsur-unsurnya, pembuktian alat bukti yang sah secara hukum dan lain sebagainya, sehingga Pemerintah menganggap perlu melahirkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dapat diterapkan pada kejahatan yang terjadi di dunia maya.

Praktik perjudian internet di dunia maya (cyber crime) terdapat perbedaan mendasar selain daripada kegiatan perjudian yang konvensional yang diatur dalam KUHP adalah jenis barang buktinya. Apabila ditelaah, maka Situs/Website

penyelenggara perjudian melalui internet, Surel/E-mail serta pesan singkat/Short Messages Service peserta judinya merupakan bagian dari informasi elektronik yang dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah secara hukum, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ketentuan mengenai alat bukti dan pembuktian sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Adapun isi dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur larangan perjudian terdapat dalam Bab VII tentang perbuatan yang dilarang pada Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut37

Ketentuan hukum dalam pasal diatas mengandung unsur-unsur subyektif dan unsur obyektif. Sengaja dan tanpa hak merupakan unsur subyektif yang

:

“(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.”

37

(25)

muncul karena adanya niat dan kesengajaan (opzettelijke) dari pelaku untuk untuk melakukan tindak pidana perjudian melalui internet (internet gambling) dan maksud tanpa hak yaitu melakukan perbuatan yang dilrarang oleh undang-undang. Sementara itu unsur obyektif dari ketentuan diatas adalah mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

Ancaman pidana dari Pasal 27 ayat (2) diatas yakni disebutkan selanjutnya dalam Bab XI tentang ketentuan pidana pada Pasal 45 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut38

38

Ibid.

:

“(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Terdapat perbedaan ancaman hukuman untuk perjudian antara Pasal 303 KUHP dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jika dalam Pasal 303 KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 25 juta rupiah, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, ancaman pidana penjara menjadi turun hanya paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 1 miliar rupiah.

Referensi

Dokumen terkait

Pelabelan Otomatis (distant supervision) adalah proses pemberian label kelas yang bersifat otomatis dan noisy pada dataset yang belum memiliki label kelas agar data

Dari banyak penelitian yang ada seperti penelitian rukmono budi utomo dalam penelitiannya berjudul Model Regresi Persentase Keuntungan Perusahaan Manufaktur Ditinjau

[r]

Data Flow Diagram (DFD) adalah alat pembuatan model yang memungkinkan profesional sistem untuk menggambarkan sistem sebagai suatu jaringan proses fungsional yang dihubungkan satu

Dalam pembelajaran, kondisi ini penting untuk diperhatikan karena dengan mengidentifikasi kondisi awal siswa saat akan mengikuti pembelajaran dapat memberikan informasi

This research was aimed at proving that team word-webbing was effective for teaching narrative writing at the eighth grade students of SMP Negeri 2 Jeruklegi in

Upaya pembangunan sumber daya pun masalah ini bukan masalah baru, tetapi alam (SDA) danlingkungan hidup tersebut benturan kepentingan antara pemanfaatan hendaknya

“Jazzahummullahukhaira…” pada Nabiku Muhammad SAW dan semua sahabatnya… kalianlah yang selalu memperjuangkan hidayah Allah dan menuntunku kejalan