• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pemasaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pemasaran"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pemasaran

Menurut American Marketing Association di dalam Kotler & Keller (2012, p.27), pemasaran adalah suatu aktifitas, sebuah grup yang berisikan institusi-institusi, dan proses untuk membuat, mengkomunikasikan, mengantarkan dan bertukar penawaran yang mempunyai nilai bagi konsumen, klien, partner dan masyarakat luas”.

Kotler & Keller (2012, p.27) mengatakan bahwa pemasaran adalah sebuah seni dan ilmu pengetahuan dalam memilih target pasar dan memperoleh, menjaga dan menumbuhkan konsumen melalui pembentukan, pengantaran dan pengkomunikasian nilai pelanggan yang superior.

Kotler (2009:10) mengatakan pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Dari definisi tersebut terlihat jelas bahwa marketing atau pemasaran merupakan suatu konsep yang sangat universal mengenai sebuah proses mengidentifikasi segala aspek sosial yang mampu diterjemahkan melalui penciptaan gagasan, konsep, ataupun sebuah produk yang memiliki arti di dalam benak konsumen.

Menurut Kotler (2009:22), pekerjaan pemasaran bukan lagi untuk menemukan pelanggan yang tepat untuk produk, melainkan menemukan produk yang tepat untuk pelanggan. Konsep pemasaran untuk mencapai sasaran organisasi adalah perusahaan harus lebih efektif dibandingkan pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan kepada pasar sasaran yang dipilih.

Menurut Swastha dan Irawan, (2005:10) mendefinisikan konsep pemasaran sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan.

(2)

Konsep pemasaran menurut Kotler (2009:33) menegaskan bahwa kunci untuk mencapai sasaran organisasi adalah menentukan kebutuhan dan keinginan sasaran pasar dan memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan pesaing.

2.1.2 Bauran Pemasaran

Menurut Kotler dan Armstrong (2008:62), Bauran Pemasaran adalah kumpulan alat pemasarantaktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respons yang diinginPkannya di pasar sasaran.

Bauran pemasaran ini dikelompokkan menjadi empat kelompok variabel yangdisebut “7 P”: Product (Produk), Price (Harga), Place (Tempat) &Promotion (Promosi), People, Process (Proses) dan Physical Evidence (Bukti Fisik).

Gambar 2.1 7-P Dalam Pemasaran Sumber: Kotler dan Amrstrong (2008, p.62)

(3)

1. Produk

Produk adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran.

2. Harga

Harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk memperoleh produk.

3. Tempat

Tempat meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran.

4. Promosi

Promosi adalah aktifitas yang menyampaikan manfaat produk dan membujuk pelanggan untuk membelinya.

5. People (Manusia)

Manusia merupakan aset utama dalam industri jasa, terlebih lagi manusia yang merupakan karyawan dengan performance tinggi. Kebutuhan konsumen terhadap karyawan berkinerja tinggi akan menyebabkan konsumen puas dan loyal. Kemampuan knowledge (pengetahuan) yang baik, akan menjadi kompetensi dasar dalam internal perusahaan dan pencitraan yang baik di luar.

6. Proses

Proses, mutu layanan jasa sangat bergantung pada proses penyampaian jasa kepada konsumen. Mengingat bahwa penggerak perusahaan jasa adalah karyawan itu sendiri, maka untuk menjamin mutu layanan (quality assurance), seluruh operasional perusahaan harus dijalankan sesuai dengan sistem dan prosedur yang terstandarisasi oleh karyawan yang berkompetensi, berkomitmen, dan loyal terhadap perusahaan tempatnya bekerja.

7. Physical Evidence(Bukti Fisik)

Building merupakan bagian dari bukti fisik, karakteristik yang menjadi persyaratan yang bernilai tambah bagi konsumen dalai perusahaan jasa yang memiliki karakter .Perhatian terhadap interior, perlengkapan bangunan, termasuk lighting system, dan tata ruang yang lapang menjadi perhatian penting dan dapat mempengaruhi mood pengunjung.Bangunan harus dapat menciptakan suasana dengan memperhatikan ambience

(4)

sehingga memberikan pengalaman kepada pengunjung dan dapat memberikan nilai tambah bagi pengunjung.

2.1.3 Jasa

Jasa merupakan tindakan atau penampilan dari suatu pihak yang dapat menawarkan kepada pihak lain. Jasa secara esensial tidak dapat dirasakan dan tidak langsung dapat menghasilkan dalam suatu kepemilikan dari suatu benda apapun (Kotler dan Keller (2008:378).

Jasa adalah bentuk produk yang terdiri dari aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual dan pada dasarnya tidak berwujud sertatidak menghasilkan kepemilikan akan sesuatu (Kotler dan Armstrong

(2008:p. 266).

American Marketing Association dalam Peter dan Donelly Jr. (2011: p.172) mendefinisikan jasa sebagai aktifitas yang dilakukan oleh penjual dan pengusaha lainnya yang mendampingi penjualan produk dan membantu dalam pertukaran atau penggunaan (sebagai contoh: pengepasan sepatu, bantuan keuangan). Jasa-jasa tersebut merupakan presale atau postsale dan suplemen dari produk tapi tidak mengkompromisasikan hal tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa jasa adalah aktifitas yang dilakukan oleh penjual dan pengusaha lainnya sebagai suatu bentuk lain dari produk yang dijual kepada konsumen namun bersifat intangible dan tidak menghasilkan kepemilikan akan sesuatu barang.

2.1.4 Kualitas Pelayanan (Service Quality) 2.1.4.1 Pengertian Kualitas

Kualitas telah menjadi harapan dan impian bagi semua orang baik pelanggan maupun produsen. Yang dimaksud dengan kualitas atau mutu suatu produk atau jasa yaitu:

a. Derajat atau tingkatan dimana produk atau jasa tersebut mampu memuaskan keinginan dari pelanggan (Wignjosoebroto, 2003:251).

b. Menurut Yamit (2005) membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya yaitu “kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,

(5)

proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”.

c. Menurut Utami (2006:245) keunggulan atau keistimewaan yang dapat didefinisikan sebagai penyampaian pelayanan yang relatif istimewa terhadap harapan pelanggan. Karena pelanggan biasanya terlibat langsung dalam proses tersebut. Sedangkan perusahaan yang menghasilkan produk menekankan pada hasil, karena pelanggan umumnya tidak terlibat langsung dalam prosesnya. Untuk itu diperlukan sistem manajemen kualitas yang dapat memberikan jaminan kepada pihak pelanggan bahwa produk tersebut dihasilkan oleh proses yang berkualitas (Yamit, 2005:9).

d. Lovelock dan Wirtz pada Perez et al (2007:p136) menjabarkan bahwa kualitas pelayanan mempunyai pengertian yang berbeda-beda pada setiap orang tergantung konteks apa yang sedang menjadi bahasannya. Lebih lanjut, Lovelock dan Wirtz membagi hal tersebut menjadi empat definisi sebagai berikut:

1. The transcendant view of quality

Yang dapat disamakan dengan kesempurnaan bawaan, yaitu sebuah titik standar yang tidak bisa dikompromikan dan pencapaian tertinggi

2. The manufacturing-based approach

Pendekatan yang berbasis suplai dan secara khusus berkonsentrasi pada teknik dan praktik produksi

3. User-based definitions

Dimulai dengan sebuah pemikiran bahwa kualitas dinilai oleh mata konsumen/pemakai

4. Value-based definition

Kualitas dinilai berdasarkan nilai dan harga.

Pelayanan terbaik pada pelanggan dan tingkat kualitas dapat dicapai secara konsisten dengan memperbaiki pelayanan dan memberikan perhatian khusus pada standar kinerja pelayanan baik standar pelayanan internal

(6)

maupun standar pelayanan eksternal. Beberapa pengertian yang terkait dalam definisi kualitas jasa pelayanan adalah:

1) Excellent

adalah standar kinerja pelayanan yang diperoleh atau diterima oleh para pelanggannya

2) Customer

adalah perorangan, kelompok, departemen atau perusahaan yang menerima, membayar output pelayanan (jasa dan sistem).

3) Service

adalah kegitan utama atau pelengkap yang tidak secara langusung terlibat dalam proses pembuatan produk, tetapi lebih menekankan pada transaksi antara pembeli dan penjual.

4) Quality

adalah sesuatu yang secara khusus dapat di raba atau tidak dapat diraba dan sifat yang di miliki produk atau jasa.

5) Levels

adalah suatu pernyataan atas sistem yang digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi.

6) Consistent

adalah tidak memiliki variasi dan semua pelayanan berjalan sesuai standar yang di tetapkan.

7) Delivery

adalah memberikan pelayanan yang benar dengan cara yang benar dan dalam waktu yang tepat.

Meskipun sulit mendefinisikan kualitas dengan tepat dan tidak ada definisi kualitas yang dapat diterima secara universal, dari perspektif David Garvin tersebut dapat bermanfaat dalam mengatasi konflik-konflik yang sering timbul di antara para manajer dalam departemen fungsional yang berbeda. Misalnya, departemen pemasaran lebih menekankan pada aspek keistimewaan, pelayanan dan fokus pada pelanggan. Menghadapi konflik seperti ini sebaiknya pihak perusahaan menggunakan perpaduan antara beberapa perspektif kualitas dan secara

(7)

aktif selalu melakukan perbaikan yang berkelanjutan atau melakukan secara terus-menerus.

2.1.4.2 Pengertian Pelayanan

Bagian yang paling rumit dalam pelayanan adalah kualitasnya yang sangat dipengaruhi oleh harapan pelanggan. Harapan pelanggan yang dapat bervariasi dari pelanggan yang satu dengan pelanggan yang lain walaupun pelayanan yang diberikan konsisiten.

Menurut Olsen dan Wycktoff (1978) yang dikutip oleh Yamit (2004:22) melakukan pengamatan atas jasa pelayanan dan mendefinisikan jasa pelayanan sebagai sekelompok manfaat yang berdaya guna secara eksplisit maupun implisit atas kemudahan untuk mendapatkan barang maupun jasa pelayanan.Dan definisi secara umum dari kualitas jasa pelayanan ini adalah dapat dilihat dari perbandingan antara harapan konsumen dengan kinerja kualitas jasa pelayanan.

2.1.4.3 Karakteristik Pelayanan

Beberapa perbedaan terhadap pengertian pelayanan secara terus menerus perbedaan akan mengganggu, beberapa karakteristik pelayanan berikut ini akan memberikan jawaban yang lebih mantap terhadap pengertian pelayanan. Karakteristik pelayanan tersebut menurut Yamit (2004:21) adalah:

a. Tidak dapat diraba (intangibility). Jasa adalah sesuatu yang sering kali tidak dapat disentuh atau tidak dapat diraba. Jasa mungkin berhubungan dengan sesuatu secara fisik seperti pesawat udara, kursi dan meja. Bagaimanapun juga pada kenyataannya konsumen membeli dan memerlukan sesuatu yang tidak dapat diraba. Oleh karena itu jasa atau pelayanan yang terbaik menjadi penyebab khusus yang secara alami disediakan. b. Tidak dapat disimpan (inability to inventory). Salah satu

ciri khusus dari jasa adalah tidak dapat disimpan. Misalnya, ketika kita pergi ke tempat jasa potong rambut, maka apabila pemotong rambut telah dilakukan tidak dapat sebagiannya disimpan untuk besok.

(8)

c. Produksi dan konsumsi secara bersama. Jasa adalah sesuatu yang dilakukan secara bersamaan dengan produksi. Misalnya tempat praktek dokter, salon, restoran, dan sebagainya. d. Memasukinya lebih mudah. Mendirikan usaha dibanding

jasa membutuhkan investasi yang lebih sedikit, mencari lokasi lebih mudah dan banyak tersedia, tidak membutuhkan teknologi tinggi. Kebanyakan usaha jasa hambatan untuk memasukinya lebih rendah.

e. Sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar. Jasa sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar, seperti: teknologi, peraturan pemerintah, dan kenaikan harga energi.

Sedangkan Kotler (2008:12) menguraikan karakteristik atau sifat dari jasa sebagai berikut:

a. Intangible (tidak berwujud)

Jasa memiliki sifat tidak berwujud, tidak dapat dilihat, dikecap, dirasakan, dicium, atau dinikmati sebelum jasa tersebut dibeli.

b. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)

Jasa tidak dapat dipisahkan dari sang pemberi jasa.

c. Variability (bervariasi)

Jasa senantiasa mengalami perubahan, yang dipengaruhi oleh untuk siapa jasa tersebut diberikan.Karena sifat jasa tidak dapat dipisahkan dari si pemberi jasa, maka perubahan yang terjadi adalah perbedaan kualitas jasa tergantung dari siapa penyedia jasa, penerima, dan kondisi di mana jasa tersebut diberikan.

d. Perishability (tidak bertahan lama atau tidak dapat

disimpan)

Maksudnya adalah bahwa jasa tidak dapat disimpan untuk digunakan atau dijual kemudian.Jasa langsung habis dinikmati setelah dibeli saat itu juga.

2.1.4.4 Indikator Kualitas Pelayanan

Zeithaml, Berry dan Parasuraman, dalam Tjiptono (2007:95) meneliti sejumlah industri jasa dan berhasil mengidentifikasikan indikator pokok kualitas jasa, yaitu: reliabilitas, responsif atau daya

(9)

tanggap, kompetensi, akses, kesopanan, komunikasi, kredibilitas, keamanan, kemampuan memahami pelanggan, dan bukti fisik (tangibles). Karena ditemukan adanya overlapping dari beberapa dimensi di atas, sehingga indikator-indikator tersebut disederhanakan menjadi lima indikator pokok kualitas jasa, yaitu:

a. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik,

peralatan/perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.

b. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam

memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan.

c. Responsiveness (daya tangkap), yaitu kesediaan dan

kemampuan penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan dengan segera, meliputi:

 Ketanggapan karyawan dalam menangani masalah  Ketersediaan karyawan menjawab pertanyaan pelanggan

d. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kesopanan

karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya dan keyakinan pelanggan, meliputi:

 Keramahan dan sopan santun karyawan dalam melayani pelanggan

 Pengetahuan karyawan mengenai produk atau jasa yang ditawarkan

 Keterampilan karyawan dalam melayani pelanggan

e. Empathy (empati), yaitu meliputi kemudahan dalam

melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan.

2.1.5 Merek (Brand)

Merek merupakan salah satu komponen utama dalam suatu perusahaan dimana jika merek perusahaan tersebut sudah terkenal maka perusahaan tersebut dapat mengahasilkan suatu produk yang berharga tinggi atau dapat juga menghasilkan kualitas jasa yang sangat baik.

(10)

Menurut UU Merek No.15 tahun 2001 pasal l1 ayat 1, merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.(Tjiptono, 2005 , p.2)

Merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, symbol, atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.

2.1.5.1 Makna Merek

Menurut Kotler (2002, p.460) dalam bukunya tersebut menyatakan ada enam makna yang dapat disampaikan melalui suatu merek, yaitu:

1. Atribut

Merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. Misalnya, Mercedes menyatakan sesuatu yang mahal, dibuat dengan baik, terancang dengan baik, tahan lama, bergengsi tinggi, nilai jual kembali yang tinggi, cepat dan lain-lain. Perusahaan dapat menggunakan satu atau lebih atribut-atribut ini untuk mengiklankan produknya. Selama bertahun-tahun Mercedes mengiklankan,”dirancang tidak seperti mobil manapun juga di dunia ini.” Ini berfungsi sebagai dasar untuk meletakkan posisi untuk memproyeksikan atribut lainnya.

2. Manfaat (Benefits)

Merek tidak saja serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional, atribut ”tahan lama” dapat dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional,”Saya akan tetap aman seandainya terjadi kecelakaan”.

3. Nilai (Values)

Merek juga menyatakan nilai produsen. Mercedes menyatakan kinerja tinggi, keamanan, prestise, dan lain-lain. Pemasar merek harus dapat mengetahui kelompok pembeli mobil yang

(11)

mana yang mencari nilai-nilai ini.

4. Budaya (Culture)

Merek juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya Jerman: terorganisir, efisien dan mutu tinggi.

5. Kepribadian (Personality)

Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Sering kali produk tertentu menggunakan kepribadian orang terkenal untuk mendongkrak atau menopang merek produknya

6. Pemakai (User)

Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Pemakai Mercedes pada umunya diasosiasikan dengan orang kaya, kalangan manager puncak dan sebagainya. Pemakai Dimension Kiddies tentunya adalah anak – anak.

2.1.5.2 Kesadaran Merek (Brand Awarness)

Menurut Durianto, et al (2004, p54) mendefinisikan kesdaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk atau jasa tertentu

Rangkuti (2004, p.23) mendefinisikan kesadaran merek merupakan kemampuan seorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu secara spontan atau setelah dirangsang dengan kata-kata kunci.

2.1.5.3 Peranan Kesadaran Merek

Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu:

1. Jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain

Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiai-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi dibenak

(12)

konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut.

2. Familie atau rasa

jika kesadaran merek kita sangaat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek kita dan lama-kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek yang kita pasarkan .

3. Substansi atau komitmen

kesadaran merek dapat menandakan keberasaan, komitmen dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran akan merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

• Diiklankan secara luas

• Eksistensi yang sudah teruji oleh waktu • Jangkauan distribusi yang luas

• Merek tersebut dikelola dengan baik • Mempertimbangkan merek

2.1.5.4 Tingkatan Dalam Kesadaran merek

Menurut David Aaker yang dikutip oleh Durianto, et al (200, p.57-59), peran Brand Awareness dalam keseluruhan ekuitas merek bergantung pada sejauh mana tingkatan Awareness yang dicapai oleh suatuu merek. Adapun tingkatan dalam Brand Awareness adalah sebagai berikut:

• Puncak Pikiran (Top Of Mind)

Yang dimaksud dari top of mind ini sendiri adlah merek yang pertama kali diingat oleh para responden atau pertama kali disebut ketika responden ditanya tentang suatu produk tertentu.

(13)

• Pengingatan Kembali (Brand Recall)

Disini adalah tingkatan dimana pengingatan kembali merek yang dicerminkan dengan merek lain yang diingat oleh para responden setelah responden tersebut telah menyebukatkan merek yang pertama.

• Pengenalan Merek (Brand Recognition)

Merupakan pengenalan merek dimana tingkat kesadaran merek dari responden terhadap suatu merek diukur dengan cara diberikan bantuan seperti ciri- ciri suatu produk atau jasa

• Tidak Menyadari Merek (Unware OF Brand)

Merupakan tingkatan yang berada pada posisi paling bawah dari piramida brand awareness dimana konsumen tidak menyadari atau mengetahui akan adanya suatu merek tersebut.

2.1.6 Keputusan Pembelian

Menurut Kotler dalam Wahyuni (2008:p32) bahwa keputusan pembelian adalah pilihan akhir yang dilakukan oleh konsumen dalam memenuhi keinginan atau kebutuhannya. Proses pengambilan keputusan pembelian pada setiap orang pada dasarnya adalah sama, hanya saja semua prosers tersebut tidak semua dilaksanakan oleh konsumen .

Menurut Levy & Weitz (2011:p90) keputusan pembelian adalah pengkonversian dari evaluasi-evaluasi yang telah dilakukan oleh konsumen untuk selanjutnya memutuskan untuk melakukan pembelian.

2.1.6.1 Dimensi Keputusan Pembelian

Adapun beberapa tahap yang dilakukan oleh konsumen dalam proses pembelian, menurut Kotlerdal;am Wahyuni (2008:p32), yaitu:

1. Need recognition (pengenalan masalah)

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenal suatu masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan yang

(14)

nyata dengan keadaanyang diinginkan. Kebutuhan inidapat dipicu oleh stimuli intern dan ekstern. Pemasaran perlu mengidentifikasikan stimuli yang paling sering menimbulkan minat pada suatu kategori produk tertentu.

2. Search of information (pencarian informasi)

Ada dua tingkatan dalam proses pencarian informasi. Yang pertama, keadaan pencarian yang lebih ringan disebut perhatian yang memuncak. Di mana seseorang hanya bersikap lebih menarik terhadap informasi mengenai suatu produk tertentu. Yang kedua adalah pencari informasi aktif, dimana konsumen mencari bahan bacaan, menelpon teman dan ikut serta dalam kegiatan lain untuk mempelajari produk. Berapa pencarian yang dilakukan tergantung pada kekuatan dorongannya, jumlah informasi yang lebih dimiliki, kemudahan dalam memperoleh informasi tambahan dan kepuasan yang perlu dan pencarian.

Levy & Weitz (2011:p91) menambahkan bahwa dengan memberikan informasi yang cukup dan jelas maka akan mendorong persepsi positif mengenai harga yang ditawarkan.

3. Alternative evaluation (evaluasi alternatif)

Konsumen memandang setiap produk sebagai rangkaian atribut dengan manfaat yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan tersebut. Konsumen kemudian sampai pada pendirian terhadap alternative produk tertentu melalui suatu prosedur evaluasi.

4. Purchase decision (keputusan pembelian)

Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindar suatu keputusan pembelian dapat dipengaruhi oleh resiko yang dirasakan. Pemasar harus memahami faktor-faktor yang menimbulkan rasa adanya resiko dalam diri konsumen dan memberikan informasi dan dukungan yang akan mengurangi resiko yang dirasakan.

2.1.6.2 Tipe Perilaku Pembelian Konsumen

Tipe-tipe perilaku membeli berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara berbagai merek adalah sebagai berikut (Kotler dan Armastrong, 2000, p. 219-222):

(15)

1. Perilaku membeli yang kompleks (complex buying behavior) Perilaku membeli yang kompleks merupakan perilaku membeli konsumen dalam, berbagai situasi bercirikan keterlibatan mendalam konsumen dalam membeli dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara merek yang satu dengan yang lain. Konsumen menjalankan perilaku membeli mereka ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lain. Konsumen mungkin lebih banyak terlibat ketika produknya mahal, beresiko, jarang dibeli dan sangat menonjolkan ekspresi diri.

2. Perilaku membeli yang mengurangi ketidak cocokan (dissonance reducing buying behavior) Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan merupakan perilaku membeli konsumen dalam situasi bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ada. Perilaku membeli yang mengurangi ketidak cocokan terjadi ketika konsumen sangat terlibat dengan pembelian yang mahal, jarang atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan yang ada.

3. Perilaku membeli karena kebiasaan

Perilaku membeli karena kebiasaan merupakan perilaku membeli yang dilakukan konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang rendah dan kecilnya perbedaan yang dirasakan di antara merek-merek yang ada. Pembeli produk dengan keterlibatan rendah tidak kuat komitmennya terhadap merek apapun

4. Perilaku membeli yang mencari variasi

Perilaku membeli yang mencari variasi adalah perilaku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen tetapi perbedaan diantara merek dianggap besar. Dalam kasus ini, konsumen sering kali mengganti merek. Contohnya ketika membeli kue, seorang konsumen mungkin memiliki beberapa keyakinan, memilih kue tanpa banyak evaluasi, lalu mengevaluasi merek tersebut ketika kue tersebut dikonsumsi. Tetapi pada waktu selanjutnya konsumen mungkin mengambil merek lain agar tidak bosan atau sekedar mencoba sesuatu yang berbeda.

(16)

2.2 Hubungan Antar Variabel

2.2.1 Hubungan Antara Kualitas Pelayanan dan Keputusan Pembelian Santoso & Widowati di dalam jurnal dinamika sosial budaya (2011:p189-190) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Kepercayaan terhadap kualitas pelayanan sangat berhubungan dengan kinerja perusahaan dalam melayani pembeli.

Pada jurnal yang dicantumkan diatas, membahas variabel persepsi harga dan minat beli namun tidak pada bidang jual beli properti. Walaupun tidak dalam satu bidang yang sama, diharapkan hasil penelitian kedepannya dapat diaplikasikan di bidang jual beli property.

2.2.2 Hubungan Antara Kesadaran Merek dan Keputusan Pembelian Menurut Tjiptono dan Diana mengatakan bahwa kesadaran merek dan keputusan pembelian berkaitan sangat erat. Merek memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk membangun ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan dalam melakukan pembelian.

2.3 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis, 2015

Gambar

Gambar 2.1 7-P Dalam Pemasaran  Sumber: Kotler dan Amrstrong (2008, p.62)
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran  Sumber : Penulis, 2015

Referensi

Dokumen terkait

(2) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diberhentikan dari jabatannya karena alasan sebagaimana

Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang aplikasi yang dapat memudahkan pengguna dalam menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan gabungan.. Aplikasi yang dibangun ini

Pentol telah biasa beredar dipasaran seperti pentol isi telur, pentol berbahan daging sapi dan lain-lain. Yang hanya terkesan sebagai makanan ringan sajakurang

Sedangkan menurut Sofjan Assauri dalam bukunya Manajemen Produksi dan Operasi (2004:210) mengemukakan bahwa “ Pengendalian kualitas adalah kegiatan memastikan apakah

keluar dari tren apabila tiba di Stesen KL Sentral kerana tren yang sama akan meneruskan perjalanan ke laluan seterusnya mengikut jadual yang telah ditetapkan.

penundaan untuk dapat beroperasi kembali karena sistem APU mengalami auto shutdown dan perlu dilakukan pemeriksaan dan perbaikan agar pesawat dapat beroperasi

Namun secara garis besar dapat disimpulkan bahwa, apabila Universitas Udayana ingin mewujudkan Smart Campus, maka tidak cukup hanya dengan mengandalkan