• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Aktivitas Fibrinolitik. Analisis Konsentrasi Protein. Analisis Tambahan Deteksi Protein. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penentuan Aktivitas Fibrinolitik. Analisis Konsentrasi Protein. Analisis Tambahan Deteksi Protein. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

menit. Absorban larutan diukur pada panjang gelombang 578 nm. Satu unit aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan satu µmol produk tirosina per menit pada kondisi pengukuran, sedangkan aktivitas relatif merupakan jumlah aktivitas enzim tiap satuan volume. Aktivitas relatif enzim diukur berdasarkan persamaan berikut.

U m sampel lanko standar lanko t Keterangan

Ar = aktivitas relatif protease

Fp = faktor pengenceran

t = waktu inkubasi

Penentuan Aktivitas Fibrinolitik.

Aktivitas fibrinolitik dilakukan secara spektrofotometri menggunakan modifikasi metode Harris (1991). Protein fibrin yang didapat dari pemurnian serum darah diwarnai menggunakan pewarna merah tua lalu dikeringkan di dalam oven bersuhu 50°C. Fibrin kemudian dihaluskan dan ditimbang sebanyak 6.5 mg. Bubuk fibrin dilarutkan dalam bufer pH optimum dengan konsentrasi 650 ppm. Larutan dipisahkan dalam 5 tabung reaksi. Dua tabung ditambahkan 100 µL akuades (blanko) dan ketiga tabung lainnya ditambahkan enzim dengan jumlah yang sama (sampel). Tabung-tabung tersebut diinkubasi pada suhu dan waktu inkubasi optimum kemudian diukur absorbannya pada panjang gelombang maksimum menggunakan spektrofotometer. Absorban diplotkan pada kurva standar. Kurva standar enam titik dibuat dengan mengencerkan pewarna dengan akuades dengan konsentrasi antara 66.5 hingga 344.5 ppm ( v). Suhu, pH, dan waktu inkubasi optimum yang digunakan merupakan hasil dari tahap analisis aktivitas protease. Analisis Tambahan

Deteksi Protein. Protein yang ada pada tiap tabung dideteksi secara spektrofotometri dengan pengukuran absorban tanpa pewarnaan pada panjang gelombang 280 nm (Harris 1991). Metode ini mengukur asam amino triptofan dan tirosina pada sampel. Triptofan dan tirosina memiliki absorban maksimum pada 280 nm (Analytik Jena 2007).

Pengukuran Bobot Molekul. Sampel enzim dipisahkan berdasarkan bobot molekulnya menggunakan elektroforesis SDS-PAGE modifikasi metode Laemmli (1970) yang umum digunakan dalam pengujian protein. Konsentrasi akrilamida yang digunakan pada gel pemisah adalah sebesar

15% dan dilarutkan dalam bufer 1.5 M Tris pH 8.8. Gel dicetak dan dibiarkan mendingin, kemudian ditambahkan gel penahan. Gel penahan mengandung 4% akrilamida yang dilarutkan menggunakan bufer 0.5 M Tris pH 6.8. Gel dibiarkan mendingin dan siap digunakan untuk elektroforesis.

Sampel sebanyak 20 µL ditambahkan 20 µL bufer sampel yang mengandung 2-merkaptoetanol kemudian dipanaskan pada suhu 100°C selama 4 menit. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumur sebanyak 30 µL. Sebanyak 5 µL penanda dimasukkan ke dalam sumur. Gel kemudian dialiri listrik pada tegangan 200 V selama 150 menit. Gel yang telah selesai melalui elektroforesis kemudian diwarnai dengan larutan pewarna selama minimal 6 jam. Larutan pewarna yang digunakan adalah campuran 1.0 g Coomasie Brilliant Blue R-250, 450 mL etanol, dan 100 mL asam asetat glasial. Larutan diaduk dan ditera dengan akuades hingga volum 1000 mL.

Warna biru yang berlebihan akibat pewarnaan kemudian dicuci beberapa kali hingga didapatkan pita protein berwarna biru dengan latar gel yang tidak berwarna. Larutan pencuci yang digunakan adalah campuran 100 mL metanol dan 100 mL asam asetat glasial. Larutan diaduk dan ditera menggunakan akuades hingga volum 1000 mL.

Analisis Konsentrasi Protein.

Konsentrasi protein ditentukan dengan metode Bradford (1976). Disiapkan dua buah tabung reaksi dan masing-masing diisi 1 mL akuades dan 1 mL pereaksi Bradford. Tabung pertama diisi 100 µL enzim dan tabung kedua diisi 100 µL air sebagai blanko. Disiapkan delapan buah tabung dan diisi 1 mL akuades dan 1 mL pereaksi Bradford lalu ditambahkan 100 µL standar BSA fraksi V dengan konsentrasi antara 0.025 hingga 0.2 m m . Setiap tabung diamati absorbannya pada 595 nm. Absorban larutan sampel diplotkan pada kurva standar yang diperoleh dari plot tabung-tabung berisi larutan standar sehingga didapatkan konsentrasi protein sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik Purifikasi Ekstrak Enzim Purifikasi enzim protease diawali dengan pengeringan 850 g cacing menggunakan oven vakum. Pengeringan dilanjutkan dengan penghancuran cacing yang telah dikeringkan tersebut hingga dihasilkan 127.26 g tepung cacing dengan rendemen 14.97%. Tepung tersebut diresuspensi menggunakan bufer dan didapatkan 550 mL 10% suspensi ekstrak

(2)

kasar. Suspensi ini masih berwarna coklat keruh dengan endapan-endapan yang terlihat kasat mata, maka perlu dilakukan sentrifugasi untuk mendapatkan larutan ekstrak kasar. Jumlah ekstrak kasar yang didapat adalah 350 mL. Enzim protease, yang termasuk dalam golongan protein, masih terlarut bersama dengan sisa-sisa nukleus dan membran sel yang berukuran kecil, maka perlu dilakukan pengendapan enzim menggunakan garam amonium sulfat, atau presipitasi. Hasil yang didapat dari presipitasi ini adalah 42.5 mL endapan protein. Endapan ini mengandung garam dalam konsentrasi tinggi yang akan mengganggu analisis selanjutnya, maka perlu dilakukan dialisis menggunakan kantung selofan di dalam akuades. Selanjutnya, langkah purifikasi yang terakhir adalah fraksinasi dan penjernihan dialisat menggunakan kromatografi kolom. Fraksi yang dikumpulkan dari penjernihan adalah sebanyak 52 tabung dengan volume masing-masing 5 mL.

Pada penelitian ini, cacing dikeringkan pada suhu sekitar 60°C di dalam oven vakum. Oven jenis ini digunakan untuk mengeringkan cacing karena bekerja dalam kondisi vakum. Tekanan ruang pada kondisi vakum lebih rendah daripada lingkungannya. Pada tekanan rendah, air dapat menguap pada suhu di bawah 100°C (Stoker 2009). Secara biokimia, penggunaan panas minimal diharapkan dapat mempertahankan aktivitas enzim karena salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah suhu. Pemanasan pada suhu di atas 70°C dapat menyebabkan denaturasi atau kerusakan struktur tersier dan kuartener protein sehingga kemudian enzim akan kehilangan aktivitasnya (Nelson & Cox 2005). Suspensi ekstrak kasar disentrifugasi untuk menghilangkan endapannya yang berwarna coklat. Menurut Farrell & Ranallo (2000), endapan ini merupakan sisa-sisa inti sel yang berbobot molekul besar. Namun ternyata supernatan coklat jernih itu diduga masih mengandung pengotor. Pengotor yang terdapat pada supernatan diperkirakan adalah hancuran mitokondria, peroksisom, lisosom, mikrosom, dan molekul-molekul yang terlarut dalam sitosol. Maka, perlu dilakukan langkah purifikasi selanjutnya untuk membebaskan protein dari pengotor tersebut.

Presipitasi adalah salah satu langkah purifikasi yang bertujuan mengendapkan protein lumbrokinase yang terlarut dalam campuran ekstrak kasar menggunakan garam amonium sulfat. Garam ini digunakan karena memiliki daya larut yang tinggi di dalam air dan kepolarannya tinggi sehingga mudah

mengikat air pada protein (Nelson & Cox 2005). Penggunaan konsentrasi garam sebesar 60% mempercepat pelepasan molekul air dari protein, sehingga protein dapat mengendap dengan baik (Farrell & Ranallo 2000). Endapan coklat yang diduga merupakan protein kemudian disentrifugasi dan dikumpulkan untuk didialisis.

Sampel yang memiliki kandungan garam tinggi harus didialisis, karena berpotensi mengganggu hasil analisis selanjutnya, menggunakan kantung dialisis yang memiliki pori-pori berukuran 10 kD yang dimasukkan ke dalam wadah berisi pelarut akuades yang digunakan untuk menciptakan lingkungan hipotonik di luar membran dialisis (Gambar 5a). Pori-pori ini menyebabkan molekul garam dan air yang kecil dapat bertukar dengan lingkungan, sementara protein yang berbobot molekul besar tidak dapat melewatinya (Nelson & Cox 2005). Proses ini dilakukan berulang kali hingga pelarut yang digunakan tidak lagi mengandung amonium sulfat—diuji menggunakan penambahan larutan barium klorida. Reaksi amonium sulfat dan barium klorida menghasilkan endapan barium sulfat yang berwarna putih (Gambar 5b). Setelah dialisis dilakukan sebanyak dua kali, akuades yang digunakan untuk dialisis tidak lagi menghasilkan endapan putih karena garam amonium sulfat sudah tidak ditemukan pada sampel, maka dialisis dapat dihentikan.

Tahap pemurnian terakhir adalah fraksinasi sampel. Pemisahan protein menghasilkan serial tabung yang memiliki gradasi warna kuning berbeda pada fraksi yang berbeda. Gambar 6 menunjukkan perbedaan warna kelima puluh dua tabung yang dihasilkan pada berbagai eluen. Dua hal penting yang harus diperhatikan dalam fraksinasi adalah jenis matriks dan bufer eluen yang digunakan.

Pemilihan matriks bergantung pada jenis bahan yang akan dimurnikan. Jenis bahan ini akan menentukan jenis dan kekuatan penukar ion yang digunakan. Enzim protease memiliki ukuran yang tidak terlalu besar, yaitu antara 23.028 hingga 29.690 kD sehingga pori-pori matriks yang digunakan tidak boleh terlalu besar (Wang et al. 2003). Jenis matriks selulosa dan dekstran memiliki pori-pori yang tidak terlalu besar. Penukar anion lemah digunakan untuk pemisahan karena tidak menyebabkan denaturasi protein, sehingga digunakan penukar anion dengan gugus fungsi dietilaminoetil (Cho et al. 2003). Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka matriks yang digunakan adalah DEAE-selulosa D4618 dari Sigma.

(3)

Gambar 5 Skema dialisis sampel (a) dan pengujian bebas sulfat (b)

Perbedaan warna yang terlihat pada Gambar 6 didapat dari penggunaan bufer dengan konsentrasi garam yang berbeda. Lumbrokinase yang berasal dari E. foetida memiliki gugus aktif serin dengan pI 5.68. Bufer yang digunakan untuk mengelusi, yaitu 50 mM bufer Tris-HCl pH 7.5, mengakibatkan protease serina dalam keadaan bermuatan negatif. Protease ini akan berikatan dengan gugus fungsi dietilaminoetil yang bermuatan positif. Penambahan garam NaCl akan melepaskan asam amino dari ikatannya dengan matriks secara bertahap. Perbedaan warna dapat juga terjadi akibat perbedaan jenis protein yang terelusi.

Gambar 6 Tabung-tabung hasil fraksinasi protein

Karakterisasi Enzim

Karakterisasi enzim bertujuan menentukan jenis enzim berdasarkan ciri-ciri fisik dan biokimianya. Penelitian ini menggunakan pengukuran aktivitas enzim pada suhu, pH, dan waktu inkubasi tertentu dan pengukuran spesifisitas substrat menggunakan fibrin menggunakan dialisat enzim, disertai pengukuran bobot molekul dan konsentrasi protein pada ekstrak kasar, presipitat, dialisat, dialisat yang dikeringbekukan, dan beberapa fraksi dari hasil kromatografi kolom.

Analisis Aktivitas Protease

Tabel 1 menunjukkan pengaruh pH, suhu, dan waktu inkubasi terhadap kemampuan enzim protease mendegradasi kasein sebagai substrat. Kondisi laboratorium optimum yang diperoleh dalam penelitian ini adalah inkubasi selama 10 menit, pada suhu 60°C dan pH 8 dengan nilai aktivitas protease sebesar 0.239 Um . Kondisi ini menghasilkan nilai aktivitas yang lebih tinggi 13.81% dibanding nilai aktivitas yang diperoleh pada inkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C dan pH 8. Namun, untuk keperluan komersial, inkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C dan pH 8 sudah memberikan hasil yang cukup baik.

Jika ditinjau berdasarkan waktu inkubasi, waktu inkubasi optimum untuk protease yang berasal dari E. foetida galur lokal adalah 5-10 menit. Secara umum, terjadi pola kenaikan aktivitas hingga menit ke-10, namun selanjutnya aktivitas menurun cenderung stabil hingga menit ke-60. Contoh pada perlakuan pH 8.0 suhu inkubasi 60°C, waktu inkubasi 5 menit memiliki aktivitas 0.041

U

m . Ketika enzim diinkubasi selama 10

menit, aktivitasnya meningkat menjadi 0.239

U

m . Namun, setelah waktu inkubasi

ditingkatkan menjadi 20 menit, aktivitas menurun menjadi 0.105 Um . Ketika waktu inkubasi mencapai 40 menit, aktivitasnya hanya 0.049 Um dan cenderung stabil pada menit ke-60, yaitu 0.043 Um .

Aktivitas protease pada tiga nilai pH yang berbeda menunjukkan bahwa semakin tinggi pH aktivitasnya semakin meningkat. Aktivitas optimum ditemukan pada pH 8. Pada inkubasi 37°C selama 5 menit, aktivitas yang diukur pada pH 6 adalah sebesar -0.040 Um . Ketika pH dinaikkan menjadi 7.4, aktivitas pun meningkat menjadi 0.099 Um . Nilai aktivitas tertinggi dicapai pada penggunaan bufer pH 8, yaitu sebesar 0.210 Um . Berdasarkan penelitian Leipner et al. (1993), pH optimum enzim protease E. foetida berkisar antara 8.0-10.0. Dapat disimpulkan, berdasarkan pH optimumnya, enzim yang diteliti termasuk protease dari E. foetida.

Kenaikan suhu dalam penelitian juga berbanding lurus terhadap aktivitas enzim. Sebagai contoh, pada pH 8.0 dengan waktu inkubasi 10 menit, aktivitas meningkat seiring perubahan suhu–yaitu 25°C, 37°C, dan 60°C. Kenaikan aktivitas akibat suhu yang dinaikkan berturut-turut adalah 0.015 Um pada suhu 25°C, 0.146 Um pada suhu 37°C, dan 0.239

U

(4)

Tabel 1 Pengujian aktivitas protease (Um ) Waktu pH-Suhu 5 10 20 40 60 6 25°C - 0.425 - 0.060 - 0.060 0.022 0.074 37°C - 0.040 0.075 - 0.077 - 0.015 - 0.003 60°C 0.084 0.036 0.056 0.007 0.019 7.4 25°C 0.222 - 0.019 0.022 0.003 0.002 37°C 0.099 - 0.054 0.005 - 0.013 0.006 60°C 0.185 0.031 0.054 0.070 0.057 8 25°C 0.143 0.015 - 0.027 0.006 0.006 37°C 0.210 0.146 0.045 0.017 0.008 60°C 0.041 0.239 0.105 0.049 0.043 Analisis Aktivitas Fibrinolitik

Aktivitas fibrinolitik diukur untuk menentukan kemampuan enzim protease yang didapat untuk mendegradasi fibrin. Analisis ini dilakukan berdasarkan serapan cahaya oleh molekul pewarna terikat fibrin pada sampel dibandingkan dengan serapan cahaya pada blanko. Absorban blanko (fibrin dan pewarna) diukur pada panjang gelombang 515 nm. Absorban tersebut kemudian dibandingkan dengan absorban fibrin yang telah ditambahkan sampel. Rerata absorban blanko adalah sebesar 0.367, sementara rerata absorban sampel adalah 0.474. Absorban tersebut kemudian diplotkan pada kurva standar 6 titik dengan konsentrasi antara 66.5 hingga 344.5 ppm ( v) (Lampiran 12). Diasumsikan setiap molekul fibrin berikatan dengan satu molekul pewarna, sehingga didapatkan konsentrasi fibrin terlarut pada blanko dan sampel berturut-turut sebesar 157.41 dan 206.05 ppm. Merck & Schenk (1914) menyatakan jika absorban sampel lebih besar daripada absorban blanko, maka enzim sampel yang ditambahkan mampu melarutkan fibrin yang terikat pada molekul pewarna. Artinya, enzim ini mampu mendegradasi fibrin dan mengaktifkan mekanisme patofisiologis untuk menyebabkan fibrinolisis (Fedan 2003).

Fibrin diperoleh dari pengotor pada pemurnian plasma darah (Harris 1991). Fibrin tersebut diwarnai dengan pewarna yang mengandung karmoisin lalu dikeringkan hingga menjadi bubuk. Pewarna karmoisin (Gambar 7) dapat digunakan untuk menggantikan pewarna karmin yang umum digunakan untuk mewarnai fibrin. Karmin (Gambar 8) merupakan pewarna alami yang berasal dari ekstrak Dactiopius coccus, sejenis serangga pengisap kaktus endemik daerah Amerika Tengah, sedangkan karmoisin adalah pewarna sintetis yang memiliki gugus Azo dan bersifat tahan panas (Hanssen 1987). Menurut Walford (1977) dan Freund et al.

(1988) di dalam Hutchings (1999), karmoisin dapat digunakan sebagai pengganti karmin, sehingga dalam penelitian ini bahan pewarna yang digunakan adalah karmoisin yang relatif lebih mudah didapat.

Spektrofotometri dipilih sebagai metode penelitian karena sifatnya yang cepat, mudah dilakukan, keterulangannya baik, dan bahan bakunya yang mudah didapatkan. Selain spektrofotometri, metode lain yang dapat digunakan, antara lain cawan fibrin dan zimografi. Metode cawan adalah menggunakan campuran fibrinogen dan trombin yang dilarutkan dalam media agar. Metode ini sangat spesifik terhadap fibrinolisis, namun membutuhkan waktu ekstra untuk pengerjaannya (Pan, et al. 2010). Zimografi menyerupai elektroforesis SDS-PAGE, namun pada gel yang digunakan ditambahkan fibrinogen dan trombin (Yanti 2003). Metode ini spesifik terhadap fibrinolisis dan cepat dilakukan.

Gambar 7 Struktur karmoisin

Gambar 8 Struktur karmin Deteksi Protein

Deteksi protein dilakukan untuk mengukur secara cepat konsentrasi protein pada lima puluh dua fraksi yang diperoleh sebelumnya. Gambar 9 menunjukkan hasil deteksi protein

(5)

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 A b so rb an si

Nomor Tabung Fraksi

17

37

9

pada panjang gelombang 280 nm. Terdapat tiga puncak, yaitu pada tabung bernomor 9, 17, dan 37. Ketinggian masing-masing puncak yang berbeda-beda menunjukkan perbedaan konsentrasi protein. Menurut Harris (1991), absorban yang diperoleh sebanding dengan

m

m konsentrasi protein yang terdapat pada

sampel.

Tabung bernomor 9 memiliki absorban 0.737, tabung nomor 17 memiliki absorban 1.980, dan tabung bernomor 37 memiliki absorban 2.403. Perbedaan konsentrasi protein ini diduga berdasarkan kandungan garam dalam bufer eluen. Puncak pertama didapat dari elusi menggunakan bufer tanpa penambahan garam. Puncak kedua, yang memiliki konsentrasi protein lebih tinggi, dielusi menggunakan bufer dengan penambahan NaCl 0.25 M. Konsentrasi protein tertinggi didapat menggunakan bufer dengan penambahan garam 0.5 M. Campbell & Farrell (2006) menyatakan bahwa konsentrasi garam berpengaruh pada kemampuan bufer mengelusi sampel dari matriks kolom. NaCl berfungsi sebagai ion senama, yang akan melepaskan protein dari ikatan dengan matriks, dan berikatan dengan matriks kolom menggantikan molekul protein (Farrell & Ranallo 2000).

Pengukuran Bobot Molekul

Tahapan ini bertujuan menentukan bobot molekul sampel menggunakan elektroforesis dan hasilnya dibandingkan dengan penanda berbobot molekul rendah Bio-Rad. Penanda ini menggunakan 6 jenis protein yang bobot molekulnya telah diketahui. Keenam protein tersebut, berturut-turut dari molekul terendah hingga tertinggi, adalah lisozim (19.4 kD), inhibitor tripsin dari kacang kedelai (28.6 kD), karbonat anhidrase (33.3 kD), ovalbumin (49.0 kD), BSA (82.0 kD), dan fosforilase (105.0 kD). Sampel yang dipilih untuk

elektroforesis merupakan puncak-puncak berdasarkan hasil tahapan deteksi protein. Gambar 10 menunjukkan pergerakan sampel di dalam gel. Jarak pergerakan sampel (rf) berbanding terbalik dengan bobot molekul sampel. Lajur 1 pada Gambar 10 menunjukkan pergerakan yang paling dekat dengan titik awal, yaitu bagian bawah gambar, sementara lajur 5 bergerak paling jauh dari titik awal. Lajur 2, yang merupakan presipitat, memiliki ekor yang menunjukkan adanya pengotor. Diduga, pengotor ini adalah garam yang digunakan untuk pengendapan protein. Ekstrak kolom pada lajur 5, 7, 8, 9, dan 10 memiliki pita yang tipis karena konsentrasi protein yang ada tidak setinggi sampel pada lajur 1 hingga 4. Namun sampel ekstrak kolom tidak memiliki ekor, yang artinya kromatografi kolom mampu menjernihkan protein.

Data pada Gambar 11 diperoleh menggunakan perangkat lunak PhotoCaptMW yang dapat menghitung bobot molekul sampel berdasarkan perbandingan antara jarak pergerakan sampel dan jarak pergerakan standar. Data-data bobot molekul standar yang digunakan telah dimasukkan terlebih dahulu ke dalam basis data. Gambar tersebut menunjukkan bahwa bobot molekul terkecil ditemukan pada lajur 5, yaitu sampel ekstrak kolom 9, dengan bobot molekul 25.200 kD sementara bobot molekul terbesar ditemukan pada lajur pertama, yaitu sampel ekstrak kasar. Bobot molekul sampel ini adalah 29.318 kD. Wang, et al. (2003) mengungkapkan bahwa bobot molekul enzim lumbrokinase dari E. foetida berkisar antara 23.028 hingga 29.690 kD. Maka berdasarkan bobot molekul sampel, dapat disimpulkan sampel yang diperoleh merupakan lumbrokinase dari E. foetida.

(6)

Gambar 10 Hasil elektroforesis SDS-PAGE

Jalur Bobot molekul pita ke- (kD)

1 2 3 4 5 6 1 29.318 2 28.884 3 26.496 4 26.016 5 25.200 6 109.000 82.000 49.000 33.300 26.600 19.400 7 25.917 8 26.402 9 26.681 10 27.542

Gambar 11 Pengukuran bobot molekul Analisis Konsentrasi Protein

Purifikasi protein dilakukan untuk menghilangkan pengotor-pengotor protein. Salah satu cara untuk mengetahui kemurnian sampel adalah melalui pengukuran konsentrasi protein. Dapat dilihat pada Tabel 2, konsentrasi protein tertinggi didapat pada sampel dialisat dan dialisat yang dikeringbekukan, sementara konsentrasi protein terendah ditemukan pada sampel ekstrak kolom 9. Berdasarkan data tersebut, seperti dikemukakan Farrell & Ranallo (2006), setiap tahap purifikasi protein mampu memurnikan protein secara lebih baik –dilihat dari kenaikan konsentrasi protein pada tiap tahapan. Kenaikan konsentrasi protein setelah presipitasi dan dialisis meningkat masing-masing sebesar 24.75 dan 72.28% dibandingkan dengan ekstrak kasar.

Tabel 2 juga menunjukkan sampel yang diperoleh pada tahapan setelah fraksinasi memiliki konsentrasi protein yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan sampel-sampel sebelum fraksinasi (konsentrasi protein

ekstrak dialisat mencapai 115 kali lipat pada ekstrak kolom 9). Hal ini mungkin disebabkan proses pemisahan protein yang menyebabkan protein sampel terbagi dalam beberapa kelompok tabung sesuai dengan waktu retensi dan kelarutannya dalam bufer eluen. Menurut Lucy & Hatsis (2004), hal-hal lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi protein adalah konsentrasi garam yang ditambahkan dalam eluen atau jenis bufer eluen yang digunakan. Konsentrasi garam yang semakin tinggi dapat memutuskan ikatan antara matriks kolom dengan gugus aktif dari enzim yang terjerap.

Sampel bernomor 1-4 pada Tabel 2 diencerkan 10x agar hasil absorban yang diperoleh dapat dimasukkan ke dalam kurva standar. Jika hasil tersebut dikonversi ke keadaan sebelum pengenceran, didapatkan konsentrasi dialisat protein yang didapat dari 10% suspensi ekstrak adalah sebesar 1.74

m

m . Hasil ini mendekati penelitian Ochiai

& Enoki (1980) yang menyatakan bahwa konsentrasi protein dalam ekstrak E. foetida adalah antara 1.3-1.6 m m .

1. Ekstrak kasar 2. Presipitat 3. Dialisat

4. Dialisat kering beku

5. Ekstrak kolom 9 6. Penanda 7. Ekstrak kolom 17 8. Ekstrak kolom 18 9. Ekstrak kolom 37 10. Ekstrak kolom 38 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 BM penanda (kD) 105.000 82.000 49.000 33.300 28.600 19.400

(7)

Tabel 2 Pengukuran konsentrasi protein No. Sampel Konsentrasi protein

(mg/mL)

1 Ekstrak kasar 1.009

2 Presipitat 1.259

3 Dialisat 1.746

4 Dialisat kering beku 1.729

5 Ekstrak kolom 9 0.015

6 Ekstrak kolom 17 0.139

7 Ekstrak kolom 18 0.162

8 Ekstrak kolom 37 0.135

9 Ekstrak kolom 38 0.104

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Purifikasi enzim dengan teknik presipitasi, dialisis, dan fraksinasi menggunakan kromatografi pertukaran ion mampu memurnikan enzim dari pengotornya dan memisahkan menjadi tiga kelompok isozim. Bobot molekul enzim yang diperoleh berkisar antara 25.200 kD hingga 29.318 kD. Konsentrasi protein tertinggi ditemukan pada ekstrak dialisat dengan konsentrasi 1.74

m

m . Konsentrasi protein dialisat lebih

tinggi 72.28% dibandingkan dengan ekstrak kasar. Aktivitas enzim tertinggi didapatkan pada inkubasi selama 10 menit, pada suhu 60°C dan pH 8 dengan aktivitas protease sebesar 0.239 Um . Enzim protease yang diperoleh mampu melarutkan fibrin berdasarkan pengukuran menggunakan spektrofotometer. Rerata konsentrasi fibrin pada sampel 30.9% lebih tinggi dibandingkan blanko.

Saran

Perlu dilakukan penentuan titik isolistrik pada enzim protease dari E. foetida galur lokal sehingga penggunaan bufer untuk elusi dapat lebih optimal. Perlu dilakukan pengendapan protein pada berbagai konsentrasi garam. Perlu dilakukan uji penggunaan matriks yang paling efektif untuk fraksinasi enzim. Perlu dilakukan pengujian aktivitas fibrinolitik menggunakan metode yang lebih spesifik pada substrat fibrin.

DAFTAR PUSTAKA

Acharya MM, Katyare SS. 2004. An Improved Micromethod for Tyrosine Estimation. J Naturforsch. 59 c: 897-900. Agustinus MD. 2009. Jurnal tingkah laku

cacing tanah. [terhubung berkala]. http://edukasi.kompasiana.com/2009/11/27

/tingkah-laku-cacing-tanah/. Diakses pada 21 Juni 2011.

Analytik Jena. 2007. UV spectrophotometric protein detection at 280 nm. [komunikasi singkat]. Jena: Analytik Jena.

Anderson KS. 2011. Multiplexed detection of antibodies using programmable bead arrays. Di dalam Wu CJ, editor. Protein Microarray for Disease Analysis: Methods and Protocols. New York: Humana Bell A. 2002. Morphology of human blood

and marrow cells: hematopoiesis. Di dalam Harmening DM, editor. Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. Ed ke-4. Philadelphia: FA Davis hlm 1-38.

Bradford M. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. J Anal Biochem. 72: 248-254.

Campbell MK, Farrell SO. 2006. Biochemistry. Ed ke-5. California: Thomson Learning.

Chen H et al. 2007. Earthworm fibrinolytic enzyme: anti-tumor activity on human hepatoma cells in vitro and in vivo. Chin Med J. 120(10): 898-904.

Cho IH et al. 2003. Purification and characterization of six fibrinolytic serine-proteases from earthworm Lumbricus rubellus. J Biochem Mol Biol. 37: 199-205.

Cong Y, Liu Y, Chen J. 2001. The advance of lumbrokinase. Chin J Biochem Pharm. 21:159-162.

Escobar CE et al. 2002. Introduction to hemostasis. Di dalam Harmening DM, editor. Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. Ed ke-4. Philadelphia: FA Davis hlm 441-470. Farrell SO, Ranallo RT. 2000. Experiments in

Biochemistry: A Hands-on Approach. California: Thomson Learning.

Fedan JS. 2003. Anticoagulant, antiplatelet, and fibrinolytic (thrombolytic) drugs. Di dalam: Craig CR, Stitzel RE, editor. Modern Pharmacology with Clinical Applications. Ed ke-6. Baltimore: Lippincott Williams-Wilkins hlm 256-267. Girindra A. 1990. Biokimia I. Jakarta:

Gambar

Gambar 6  Tabung-tabung hasil fraksinasi  protein
Tabel 1  Pengujian aktivitas protease ( U m  )              Waktu  pH-Suhu  5  10  20  40  60  6  25°C  - 0.425  - 0.060  - 0.060  0.022  0.074 37°C - 0.040 0.075  - 0.077  - 0.015  - 0.003  60°C  0.084  0.036  0.056  0.007  0.019  7.4  25°C  0.222  - 0.01
Gambar  10  menunjukkan  pergerakan  sampel  di  dalam  gel.  Jarak  pergerakan  sampel  (rf)  berbanding  terbalik  dengan  bobot  molekul  sampel
Gambar 10  Hasil elektroforesis SDS-PAGE

Referensi

Dokumen terkait

Survey pendahuluan dari 10 balita gizi lebih di Kota Pontianak, mendapatkan hasil, 70% orang tua dengan riwayat obesitas, 50% ibu sewaktu hamil mempunyai riwayat diabetes

Apakah FBIR secara parsial berpengaruh positif yang signifikan terhadap NIM. pada Bank Konvensional BUKU

11 Puji Maulana, 2012 Penerapan Strategi Drta Directed Reading Thinking Activity Dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Karya Sastra Dan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar : Studi

Bjurselen huippukukinta ja tuleentuminen on niin paljon muita lajikkeita aikaisemmin, että sääolot Bjurselen kukinnan ja korjuun aikaan voivat olla hyvin erilaiset kuin

Isolasi dan Identifikasi Kapang Penghasil Selulosa dan mannanase untuk fermentasi bungkil inti sawit sebagai pakan unggas.. Laporan Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah Isolat Actinomycetes dari rhizosfer rumput teki ( Cyperus rotundus ) yang memiliki potensi sebagai penghasil antibiotik..

Sebelum pelaksanaan tindakan siklus I, peneliti memper- siapkan dan melakukan beberapa hal yaitu: (1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang

2. Mengecek barang yang diterima dari bagian gudang apakah sama dengan yang tertera di invoice. Mengantarkan barang ke pelanggan. Menyerahkan barang ke pelanggan. Invoice,