• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAMPILAN ANAK BABI MENYUSU DARI INDUK DENGAN RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG DAUN BANGUN- BANGUN (Coleus amboinicus Lour) PADA TARAF YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENAMPILAN ANAK BABI MENYUSU DARI INDUK DENGAN RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG DAUN BANGUN- BANGUN (Coleus amboinicus Lour) PADA TARAF YANG BERBEDA"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PENAMPILAN ANAK BABI MENYUSU DARI INDUK DENGAN

RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG DAUN

BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour) PADA TARAF

YANG BERBEDA

SKRIPSI

IMMERYEN HUTAPEA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

RINGKASAN

IMMERYEN HUTAPEA. D14053318. 2009. Penampilan Anak Babi Menyusu dari Induk dengan Ransum yang Mengandung Tepung Daun Bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) pada Taraf yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Kartiarso, MSc.

Tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan jenis tanaman herba, yang telah lama dikenal di beberapa daerah di Indonesia. Bangun-bangun ini dipercaya mampu meningkatkan produksi air susu ibu yang menyusui, terutama di daerah pulau Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menentukan pengaruh pemberian beberapa taraf (0; 1,25; 2,5; dan 3,75%) tepung daun bangun-bangun (TDB) ke dalam ransum induk babi menyusui terhadap penampilan anak menyusu hingga penyapihan (30 hari). Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum induk, litter size lahir, bobot lahir, produksi air susu induk (PASI) babi, mortalitas, konsumsi ransum anak, litter size sapih, bobot sapih, pertambahan bobot badan anak (PBBA) dan laju pertumbuhan anak babi menyusu.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan masing-masing empat ulangan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan Analisis Ragam atau Analysis of Variance (ANOVA) menggunakan MINITAB 14, dan apabila terdapat perbedaan nyata akan dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey.

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum induk babi, PASI babi, mortalitas, konsumsi ransum anak, litter size sapih, bobot sapih, dan PBBA babi menyusu. Hasil pengamatan berdasarkan peubah yang diamati menunjukkan bahwa perlakuan R3 (penambahan 2,5% TDB) mempunyai PASI yang lebih tinggi sebesar 1,33% dari R1 (kontrol).

Kata-kata kunci: Coleus amboinicus Lour, tepung daun bangun-bangun, penampilan anak babi menyusu.

(3)

ABSTRACT

The Performance of Suckling Piglets Which Feed Sows Addition With Bangun-bangun Leaves Meal (Coleus amboinicus Lour) at Different Level.

I. Hutapea, P. H. Siagian, and Kartiarso

Bangun-bangun leaf is consider one of vegetable commonly consumed by woman during breast feeding period. It is believed that contain an active compound that increase milk production. Pig is the most prolific livestock, therefore milk production became an important issue for it can produce lots of suckling piglets while the milk production is low. Supplementing bangun-bangun leaf meal in the sow’s ration, hopefully could increase milk production. This research has been conducted from May to July 2009 at Rachel Farm, Kampung Cina, Tajur Halang Vilage, Subdistrict Tajur Halang, Bogor, West Java. The aim of this research was to study the effect of adding bangun-bangun leaf meal in the different level in sow’s ration on the performance of it’s suckling piglets. The Completely Random Design with four treatments and four replication (sow’s) was used in this research. The treatments were ration with four different levels of bangun-bangun leaf meal, namely R1=0%; R2=1,25%; R3=2,50%; and R4=3,75%. The result showed that there were no significant differences (P>0,05) in all parameters measured, such as feed consumptions, milk production, litter size of birth, birth weight, litter size of weaning, weaning weight, daily feed consumption of suckling piglets, average weight gain of suckling piglets and mortality.

(4)

PENAMPILAN ANAK BABI MENYUSU DARI INDUK DENGAN

RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG DAUN

BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour) PADA TARAF

YANG BERBEDA

IMMERYEN HUTAPEA D14053318

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(5)

PENAMPILAN ANAK BABI MENYUSU DARI INDUK DENGAN

RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG DAUN

BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour) PADA TARAF

YANG BERBEDA

Oleh

IMMERYEN HUTAPEA D14053318

Skripsi ini telah disetujui dan akan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal Oktober 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir. Pollung. H. Siagian, MS. Dr. Ir. Kartiarso, MSc.

Dekan Ketua Departemen

Fakultas Peternakan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Institut Pertanian Bogor Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 September 1986 di Sintongmarnipi, Kecamatan Laguboti, Sumatera Utara. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak D. Hutapea dan Ibu B. Simanjuntak.

Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri no 176369 Sintongmarnipi pada tahun 1993 dan lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Laguboti dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Laguboti dan lulus pada tahun 2005.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005 dengan sistem kurikulum mayor-minor. Tahun 2006 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Mayor Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Penulis mengambil Minor Nutrisi Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa IPB, Penulis menjadi anggota KEPAL-D dan Unit Kegiatan Mahasiswa-Persekutuan Mahasiswa Kristen (UKM-PMK) IPB.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan anugrah-Nya Penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penampilan Anak Babi Menyusu dari Induk dengan Ransum yang Mengandung Tepung Daun Bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) pada Taraf yang Berbeda”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan yaitu pada awal bulan Mei hingga akhir bulan Juli 2009 di Peternakan Babi Rachel Farm, Kampung Cina, Desa Tajur Halang, Kecamatan Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat.

Kebutuhan protein hewani yang belum mencukupi bagi masyarakat Indonesia, dapat diatasi dengan meningkatkan produksi ternak salah satunya adalah ternak babi. Ternak babi mempunyai potensi yang cukup besar dalam mensuplai protein hewani karena keunggulan yang dimilikinya dibandingkan dengan ternak lain, yaitu prolifik, efisien dalam mengkonversi bahan pakan, dan persentase karkas yang tinggi. Sifat prolifik ini mengakibatkan tingginya angka kematian anak babi dan rendahnya pertambahan bobot badan anak babi hingga disapih. Untuk mengatasi hal ini maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memberikan tepung daun bangun-bangun ke dalam ransum induk yang diberikan segera setelah beranak hingga menyapih. Penambahan tepung daun bangun-bangun dilakukan untuk meningkatkan produksi air susu induk (PASI) sehingga mampu memenuhi kebutuhan anak.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, November 2009

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 2 Tujuan Penelitian ... 2 Manfaat Penelitian ... 2 TINJAUAN PUSTAKA Bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) ... 3

Kandungan Zat Makanan ... 4

Manfaat ... 5

Ternak Babi ... 6

Penampilan Reproduksi Babi Betina ... 6

Konsumsi Ransum Induk Babi ... 7

Litter Size Lahir ... 8

Bobot Lahir Anak Babi... 9

Produksi Air Susu Induk Babi ... 10

Mortalitas Anak Babi Selama Menyusu ... 10

Ransum Anak Babi Menyusu ... 11

Litter Size Sapih ... 11

Bobot Sapih... ... 12

Pertambahan Bobot Badan Anak Babi Menyusu ... 12

METODE Waktu dan Lokasi ... 14

Materi ... 14

Ternak ... 14

Kandang dan Peralatan ... 14

(9)

Rancangan ... 15

Rancangan ... 15

Peubah yang Diamati ... 16

Analisis Data ... 16

Prosedur ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Peternakan ... 18

Lokasi Penelitian ... 18

Tata Laksana Pemeliharaan ... 19

Suhu dan Kelembaban ... 21

Ternak Penelitian ... 22

Ransum Penelitian ... 23

Konsumsi Ransum Induk Babi ... 25

Litter Size Lahir ... 26

Bobot Lahir ... 27

Produksi Air Susu Induk Babi ... 28

Mortalitas Anak Babi ... 30

Konsumsi Ransum Anak Babi Menyusu ... 32

Litter Size Sapih ... 33

Bobot Sapih ... 34

Pertambahan Bobot Badan Anak Babi Menyusu ... 35

Laju Pertumbuhan Anak Babi Menyusu ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

UCAPAN TERIMA KASIH ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Zat Gizi Daun Bangun-bangun dan Daun Katuk ... 4

2. Kandungan Senyawa Aktif dalam Coleus amboinicus Lour ... 5

3. Sifat Reproduksi Babi Betina ... 7

4. Rataan Anak Babi yang Dilahirkan pada Berbagai Periode Kelahiran .... 9

5. Hubungan Bobot Lahir dengan Daya Tahan Hidup Anak Babi ... 9

6. Komposisi Ransum di Peternakan Babi Rachel Farm ... 20

7. Populasi Ternak Babi di Peternakan Babi Rachel Farm ... 21

8. Susunan Ransum Induk Babi Selama Penelitian ... 24

9. Hasil Analisa Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian ... 25

10. Rataan Konsumsi Ransum Induk Babi Laktasi Selama Penelitian ... 26

11. Rataan Litter Size Lahir Selama Penelitian ... 27

12. Rataan Bobot Lahir Anak Babi Selama Penelitian ... 28

13. Rataan Produksi Air Susu Induk Babi Selama Penelitian ... 29

14. Mortalitas Anak Babi Menyusu Selama Penelitian ... 30

15. Rataan Litter Size Sapih Selama Penelitian ... 33

16. Rataan Bobot Sapih Selama Penelitian ... 34

17. Rataan PBBA Babi Menyusu Selama Penelitian ... 36

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tanaman Bangun-bangun ... 3

2. Induk Babi Menyusui Segera Setelah Beranak ... 14

3. Peta Lokasi Kecamatan Tajur Halang ... 18

4. Jenis Kandang yang Digunakan ... 19

5. Thermohygrometer ... 22

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Periode Beranak Induk Penelitian ... 45

2. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Induk Babi ... 45

3. Rataan Konsumsi Energi Harian Induk Babi Penelitian ... 45

4. Analisis Ragam Konsumsi Energi Harian Induk Babi Penelitian ... 46

5. Rataan Konsumsi Protein Harian Induk Babi Penelitian ... 46

6. Analisis Ragam Konsumsi Protein Harian Induk Babi Penelitian ... 46

7. Analisis Ragam Litter Size Lahir... 46

8. Analisis Ragam Bobot Lahir ... 47

9. Analisis Ragam Produksi Air Susu Induk Babi ... 47

10. Mortalitas Anak Babi Selama Menyusu ... 47

11. Analisis Ragam Mortalitas Anak Babi (ekor) ... 47

12. Analisis Ragam Mortalitas Anak Babi (%) ... 48

13. Analisis Ragam Litter Size Sapih ... 48

14. Analisis Ragam Bobot Sapih ... 48

15. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak babi ... 48

16. Rataan laju Pertumbuhan Anak Babi Menyusu Selama Enam Kali Penimbangan ... 49

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Babi merupakan salah satu jenis ternak yang mempunyai potensi sebagai sumber protein hewani dengan sifat-sifat yang dimiliki adalah prolifik (melahirkan banyak anak setiap kelahiran), dan efisien dalam mengkonversi bahan makanan menjadi daging dengan persentase karkas yang tinggi. Kebutuhan protein hewani yang semakin meningkat dapat dipenuhi dengan usaha untuk meningkatkan reproduksi, produksi, dan kualitas daging yang dihasilkan.

Manajemen pemberian pakan merupakan faktor yang sangat penting diperhatikan karena biaya pakan merupakan biaya terbesar dari total biaya produksi dan sangat berpengaruh terhadap penampilan ternak. Faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu ternak babi merupakan hewan prolifik dengan jumlah anak yang dihasilkan per kelahiran banyak, yaitu dapat mencapai 5-13 ekor.

Jumlah anak babi yang dihasilkan per kelahiran berpengaruh terhadap mortalitas anak babi. Jumlah anak lahir yang semakin tinggi pada umumnya akan mengakibatkan tingkat mortalitas yang semakin tinggi juga (Parakkasi, 1983). Faktor lain yang mempengaruhi tingkat mortalitas adalah kurangnya air susu yang dihasilkan oleh induk sehingga tidak mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Jumlah anak yang banyak juga akan mempengaruhi bobot lahir dan pertambahan bobot badan anak babi sebelum penyapihan. Pertambahan bobot badan anak babi sebelum penyapihan sebagian besar dipengaruhi oleh produksi air susu yang dihasilkan oleh induk. Tingkat pertambahan bobot badan atau laju pertumbuhan anak babi ini sangat penting untuk diperhatikan, karena merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pemeliharaan selanjutnya. Semakin tinggi pertambahan bobot badan anak babi sebelum disapih, maka akan semakin cepat mencapai bobot potong, sehingga memberikan keuntungan bagi peternak.

Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah kurangnya produksi air susu induk babi ini adalah dengan melakukan pemberian tepung daun bangun (Coleus amboinicus Lour) ke dalam ransum induknya. Daun bangun-bangun (C. amboinicus Lour) merupakan sejenis herba, yang telah lama dikenal di beberapa daerah di Indonesia. Daun bangun-bangun berpotensi sebagai bahan pangan sumber zat besi, provitamin A (karoten) dan kalsium. Daun bangun-bangun

(14)

juga dapat memberikan manfaat kesehatan dan pertumbuhan bayi yang ibunya mengkonsumsi daun tersebut karena daun ini dapat meningkatkan produksi air susu ibu.

Perumusan Masalah

Jumlah anak lahir yang banyak per kelahiran pada ternak babi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penampilan anak babi. Salah satu faktor penyebabnya adalah produksi air susu induk babi yang terbatas atau tidak selalu mencukupi kebutuhan setiap anak yang dilahirkan sehingga perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan produksi air susu induk babi tersebut. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian tepung daun bangun-bangun ke dalam ransum induk babi segera setelah selesai beranak. Hal ini dilakukan berdasarkan hasil dari berbagai peneliti yang menyatakan bahwa daun bangun-bangun mampu meningkatkan produksi air susu induk, meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga kesehatan anak dari induk yang mengkonsumsi tepung daun bangun-bangun tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan pengaruh pemberian tepung daun bangun-bangun pada berbagai taraf (0, 1,25, 2,5, dan 3,75%) dalam ransum induk babi yang diberikan segera setelah selesai beranak hingga akhir laktasi terhadap penampilan anak menyusu antara lain litter size lahir, bobot lahir, litter size sapih, bobot sapih, dan pertambahan bobot badan anak babi serta laju pertumbuhannya sebelum penyapihan. Penelitian ini juga bertujuan mengetahui persentase mortalitas anak babi selama penelitian, konsumsi ransum induk dan anak babi menyusu.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh pemberian tepung daun bangun-bangun ke dalam ransum induk babi terhadap produksi air susu induk babi dan penampilan anak babi menyusu. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan rekomendasi untuk menentukan taraf pemberian tepung daun bangun-bangun yang tepat ke dalam ransum induk babi menyusui.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour)

Bangun-bangun merupakan tanaman dengan batang lunak, tidak berkayu atau hanya mengandung jaringan kayu sedikit sekali, sehingga pada akhir masa tumbuhnya akan mati sampai kepangkalnya tanpa ada bagian batang yang tertinggal diatas tanah (Depdiknas, 2003). Tanaman bangun-bangun jarang berbunga akan tetapi pengembangbiakannya mudah sekali dilakukan dengan stek dan cepat berakar didalam tanah. Tanaman bangun-bangun (Gambar 1) dapat tumbuh dengan baik meskipun ditanam dalam pot.

Gambar 1. Tanaman Bangun-bangun

Tanaman bangun-bangun dapat dijumpai di hampir semua daerah di Indonesia dengan nama yang berbeda-beda yaitu: daun jinten (Jawa Tengah), daun ajeran (Sunda), daun majha nereng atau daun kambing (Madura), daun iwak (Bali), daun bangun-bangun (Batak Toba), torbangun (Batak Simalungun), dan tarbangun (Batak Karo) (Damanik et al. , 2001). Taksonomi tanaman bangun-bangun menurut Keng (1978) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Phanerogamae Subdivisi : Spermathophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Tubiflorae

Family : Limiaceae (Labialae) Sub Family : Oscimoidae

Genus : Coleus

(16)

Kandungan Zat Makanan

Daun bangun-bangun berpotensi sebagai bahan pangan sumber zat besi, provitamin A (karoten) dan kalsium. Bahan daun bangun-bangun sebanyak 100 g mengandung kalsium sebesar 279 mg, besi sebesar 13,6 mg, dan karoten total sebesar 13288 µg. Nilai ketiga jenis zat gizi ini lebih besar bila dibandingkan dengan daun katuk (Sauropus androgynus). Daun katuk juga merupakan jenis tanaman yang daunnya digunakan sebagai pelancar produksi air susu ibu (ASI). Komposisi zat gizi daun bangun-bangun dan katuk selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Daun Bangun-bangun dan Daun Katuk

Zat Gizi Bangun-bangun Katuk

Energi (kal) 27,0 59,0 Protein (g) 1,3 6,4 Lemak (g) 0,6 1,0 Karbohidrat (g) 4,0 9,9 Serat (g) 1,0 1,5 Abu (g) 1,6 1,7 Kalsium (mg) 279,0 233,0 Fosfor (mg) 40,0 98,0 Besi (mg) 13,6 3,5 Karoten total (µg) 13288,0 10020,0 Vitamin A (mg) 0,0 0,0 Vitamin B1 (mg) 0,2 0,0 Vitamin C (mg) 5,1 164,0 Air 92,5 81,0

Berat dapat dimakan (%) 66,0 42,0

Sumber: Mahmud et al. (1990)

Analisis menggunakan GC (Gas Chromatography) dan GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectometry) oleh Laboratorium Department of Chemistry Gorakhpur University pada tahun 2006, menemukan kandungan senyawa penting yang berperan aktif dalam metabolisme sel dan merangsang produksi susu dalam Coleus amboinicus Lour, senyawa aktif tersebut disajikan dalam Tabel 2.

(17)

Tabel 2. Kandungan Senyawa Aktif dalam Coleus amboinicus Lour

Senyawa Aktif Jumlah (%)*

Thymol 94,3

Forskholin 1,5

Carvacrol 1,2

Sumber: Laboratorium Department of Chemistry Gorakhpur University, India (2006) *

97% dari kandungan asam lemak

Menurut Acamovic dan Brooker (2005), thymol merupakan antibiotik alternatif yang menjanjikan dan dapat digunakan untuk ternak tanpa memberikan efek negatif terhadap daging atau susu yang diproduksi. Penggunaan carvacrol dalam suatu campuran ekstrak tanaman sebagai suplemen dalam ransum babi laktasi menghasilkan litter size, bobot lahir, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, dan kecernaan protein lebih tinggi dibandingkan babi laktasi yang diberi ransum tanpa suplementasi (Ilsley et al., 2004), sedangkan senyawa forskholin bersifat membakar lemak menjadi energi (Sahelian, 2006).

Lawrence et al. (2005) mengemukakan bahwa secara umum dalam daun bangun-bangun telah ditemukan tiga komponen utama. Komponen pertama adalah senyawa yang bersifat lactagogue, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen kedua adalah zat gizi dan komponen ketiga adalah farmakoseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibakterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna dan penstabil. Dosis penggunaan berkisar 0,25 sampai 10 g/kg bobot badan/hari, yang bervariasi menurut umur dan status fisiologis ibu atau induk ternak.

Manfaat

Daun bangun-bangun biasa digunakan masyarakat Batak untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan tubuh, juga untuk meningkatkan jumlah air susu ibu menyusui (Damanik et al, 2001). Pendapat ini didukung oleh Depkes (2005), yang menyatakan bahwa daun bangun-bangun memiliki berbagai khasiat seperti mengatasi demam, influenza, batuk, sembelit, radang, kembung, sariawan, sakit kepala, luka, alergi, diare dan meningkatkan sekresi air susu.

Silitonga (1993) melaporkan bahwa penggunaan daun jinten (bangun-bangun) dapat meningkatkan produksi air susu induk tikus putih laktasi sampai 30%.

(18)

Penelitian lain yang dilakukan Santosa (2001) menyatakan bahwa empat jam setelah pemberian daun bangun-bangun, volume air susu ibu menyusui meningkat sebesar 47,4% dan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Menurut Duke (2000), senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam daun bangun-bangun berpotensi terhadap berbagai macam aktivitas biologi, misalnya antioksidan, diuretik analgesik, mencegah kanker, anti tumor, dan anti hipotensif.

Ternak Babi

Ternak babi merupakan salah satu dari sekian jenis ternak yang mempunyai potensi sebagai sumber protein hewani dengan sifat-sifat yang dimiliki adalah prolifik (memiliki banyak anak setiap kelahiran), efisien dalam mengkonversi bahan makanan menjadi daging dan mempunyai daging dengan persentase karkas yang tinggi (Siagian, 1999). Ternak babi bila diklasifikasikan secara zoologis termasuk ke dalam kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, genus Sus dan spesies terdiri dari Sus scrofa, Sus vittatus, Sus cristatus, Sus leucomystax, Sus celebensis, Sus verrucosus, Sus barbatus. Terdapat beberapa bangsa dari ternak babi yang sudah dikenal dan banyak dikembangkan di Indonesia yaitu Yorkshire, Landrace, Duroc, Hampshire dan Berkshire (Sihombing, 2006).

Penampilan Reproduksi Babi Betina

Babi adalah ternak menyusui yang menghasilkan anak dalam jumlah yang banyak sekaligus dengan interval generasi yang lebih singkat daripada domba, sapi, kerbau dan kuda (Toelihere, 1985). Parakkasi (1990) menyatakan bahwa ternak babi merupakan ternak yang cepat berkembangbiak karena menghasilkan banyak anak yang lahir dari satu kelahiran dan dalam satu tahun dapat terjadi dua kali beranak bahkan dapat lima kali beranak dalam dua tahun. Data mengenai sifat-sifat reproduksi babi betina disajikan pada Tabel 3.

Toelihere (1985) menyatakan bahwa besarnya litter bervariasi menurut tiap masa kelahiran pada induk babi yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, umur, varietas, dan kesanggupan reproduksi setiap individu. Semakin sering induk babi beranak, semakin besar litter size lahir, mencapai puncak pada beranak ketiga atau keempat kemudian masa stabil sampai beranak keenam atau ketujuh, selanjutnya diikuti penurunan secara bertahap.

(19)

Tabel 3. Sifat Reproduksi Babi Betina

Sifat a) b)

Umur saat pubertas (bulan) 4-7 5-8

Lama estrus (hari) 1-5 2-3

Panjang siklus estrus (hari) 18-24 19-23

Waktu ovulasi setelah estrus (jam) 12-48 38-42

Saat yang tepat dikawinkan Hari ke-2 estrus Hari ke-2 estrus

Lama kebuntingan (hari) 111-115 111-117

Sumber: a). Blakely dan Bade (1991) b). Toelihere (1985)

Konsumsi Ransum Induk Babi

Ransum adalah makanan yang diberikan pada ternak tertentu selama 24 jam, pemberiannya dapat dilakukan sekali atau beberapa kali selama 24 jam tersebut. Ransum sempurna adalah kombinasi beberapa bahan makanan yang bila dikonsumsi secara normal dapat mensuplai zat-zat makanan kepada ternak dalam perbandingan jumlah, dan bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologis dalam tubuh berjalan dengan normal (Parakkasi, 1990). Ransum yang dikonsumsi ternak babi akan diubah menjadi jaringan tubuh, juga digunakan sebagai sumber energi dan sebagian lagi akan dikeluarkan menjadi kotoran (Siagian, 1999). Menurut Sihombing (2006), induk babi selama bunting dengan kondisi lingkungan bebas dari infestasi parasit yang parah sudah cukup diberi makanan 1,8-2,3 kg per hari per ekor.

Peningkatan ransum pada saat babi bunting tidak perlu dilakukan karena sangat kecil pengaruhnya terhadap bobot anak babi yang baru lahir dan untuk penghematan biaya ransum. Semakin banyak ransum yang diperoleh selama bunting, semakin menurun yang dimakan selama laktasi. Semakin banyak ransum yang dikonsumsi pada waktu laktasi maka produksi air susu akan meningkat. Oleh sebab itu, untuk memaksimalkan produksi air susu haruslah membatasi ransum induk selama bunting. Konsumsi ransum untuk induk babi laktasi harus disesuaikan dengan jumlah anaknya, sebab semakin banyak anak semakin besar perangsang produksi susu induk (Sihombing 2006).

Sutardi (1981) menyatakan bahwa ternak akan mencapai potensi genetiknya bila memperoleh zat-zat makanan yang dibutuhkannya. Faktor yang mempengaruhi

(20)

konsumsi ransum adalah bobot individu ternak, tipe dan tingkat produksi, umur, jenis makanan dan faktor lingkungan (Church, 1991).

Litter Size Lahir

Litter size pada saat lahir adalah jumlah anak lahir per induk per kelahiran. Jumlah anak babi seperindukan yang dilahirkan dipengaruhi oleh pejantan dan induknya, bangsa, umur induk, periode beranak (parity), fertilitas, kematian selama kebuntingan, dan lamanya kebuntingan (Kingston, 1983). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi banyak anak per kelahiran yaitu jumlah sel telur yang dilontarkan indung telur, laju hidup embrio selama berkembang, kelainan-kelainan hormonal, infeksi uterus dan makanan (Sihombing, 2006). Seekor induk dapat menghasilkan 8-12 ekor setelah periode kebuntingan selama 18-12-8-120 hari (Eusebio, 1980).

Bangsa babi mempengaruhi jumlah anak seperindukan saat lahir yaitu pada babi Duroc adalah 10,24 ekor (Milagres et al., 1983); 9,16 ekor (Park dan Kim, 1983); 9,6 ekor (Benkov et al., 1980) dan 9,12 ekor (Lopez et al., 1983), sedangkan babi Yorkshire adalah 9,57 ekor (Park dan Kim, 1983) dan Landrace 10,94 ekor (Milagres et al. , 1983).

Menurut Nauk dan Sakril (1983), rataan lama kebuntingan adalah 114 hari dengan kisaran 108-125 hari. Penelitian lebih mendalam oleh Lynch et al. (1982) menunjukkan bahwa dengan lama kebuntingan kurang dari 112 hari jumlah anak seperindukan waktu lahir 12 ekor, sedangkan dengan lama kebuntingan 113-114, 115-116, 117-118 dan lebih daripada 118 hari jumlah anak seperindukan waktu lahir masing-masing adalah 11,3; 10,5; 9,5; dan 8,3 ekor, yang berarti kebuntingan yang semakin lama cenderung menurunkan jumlah anak per kelahiran.

Litter size juga dipengaruhi oleh umur induk. Babi dara yang dikawinkan akan menghasilkan litter size lebih sedikit daripada induk babi. Periode beranak (parity) induk babi juga akan mempengaruhi jumlah anak babi yang dihasilkan (Krider dan Carroll, 1971), seperti diperlihatkan pada Tabel 4 bahwa puncak jumlah anak tertinggi yang dilahirkan akan dihasilkan oleh induk pada periode beranak ke-5, dan setelah itu akan mengalami penurunan.

(21)

Tabel 4. Rataan Anak Babi yang Dilahirkan pada Berbagai Periode Kelahiran Baranak ke- Rataan anak babi (ekor) Kisaran anak lahir (ekor)

1 9,5 2-18 2 10,7 3-18 3 11,4 4-22 4 11,8 4-22 5 11,9 5-20 6 11,7 4-21 7 11,3 4-20 8 11,2 5-20 9 10,8 2-18 10 10,1 2-18

Sumber: Krider dan Carroll (1971)

Bobot Lahir Anak Babi

Bobot lahir merupakan bobot badan ternak saat lahir. Bobot lahir anak babi dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, periode beranak induk, umur induk, bangsa induk dan jumlah anak seperindukan pada waktu lahir (De Borsotti et al., 1982).

Sihombing (2006) menyatakan bahwa bangsa babi juga mempengaruhi bobot lahir per ekor, yaitu: bangsa babi Duroc 1,47 kg, Yorkshire 1,39 kg, Landrace 1,41 kg dan Hampshire 1,17 kg. Sebaran bobot lahir anak babi yang semakin kecil akan meningkatkan persentase mortalitas anak babi, jadi bobot lahir mempunyai korelasi negatif dengan persentase mortalitas. Data mengenai hubungan bobot lahir dengan daya tahan hidup anak babi ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hubungan Bobot Lahir dengan Daya Tahan Hidup Anak Babi Sebaran bobot badan

(kg) Banyak sampel (ekor) Persentase anak (dari total) Mortalitas (%) <0,91 1,035 6 58 0,91-1,09 2,367 13 32 1,13-1,32 4,197 24 25 1,36-1,54 3,268 28 18 1,59-1,77 5,012 19 14 >1,81 1,734 10 12 Sumber : Sihombing (2006)

(22)

Produksi Air Susu Induk Babi

Susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya. Church (1991) menyatakan bahwa anak babi menerima nutrien yang sangat penting dari air susu induk sejak awal hingga 2-3 minggu. Air susu pertama yang disekresi oleh induk (collostrum) mengandung immunoglobulin. Menurut Mepham (1987), produksi susu dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu: jumlah dan komposisi makanan yang dikonsumsi, jumlah dan komposisi darah yang diserap oleh kelenjar ambing, dan laju sintesis air susu. Jumlah anak babi menyusu yang semakin banyak cenderung menaikkan produksi air susu induk (Parakkasi, 1990). Lebih lanjut Sihombing (2006) menyatakan bahwa pada awalnya induk menghasilkan sekitar 4 kg air susu per hari dan meningkat terus hingga minggu keempat dari masa laktasi menjadi sekitar 7 kg dan selanjutnya menurun. Produksi air susu induk babi dapat diukur secara tidak langsung yaitu berdasarkan bobot badan pada anak-anaknya. Anak babi ditimbang sebelum dan segera sesudah menyusu, selisih berat penimbangan adalah produksi susu saat itu (Parakkasi, 1990).

Mortalitas Anak Babi Selama Menyusu

Hurley (1999) menyatakan bahwa lebih dari 60% kematian anak sebelum disapih disebabkan oleh faktor induk dan juga pengaruh dari suplai nutrisi yang dapat mengakibatkan rendahnya produksi air susu induk sehingga mempengaruhi pertumbuhan anak babi. Periode yang paling kritis bagi anak babi yang baru lahir adalah masa menyusu yaitu pada hari pertama sampai hari ketiga setelah dilahirkan dan kematian setelah itu biasanya rendah. Sihombing (2006) juga menambahkan bahwa kematian anak babi saat menyusu yang menonjol adalah mati lahir karena anak babi kekurangan oksigen, kelemahan dan tertindih atau terjepit oleh induk.

Menurut Sihombing (2006), bobot lahir yang rendah akan sangat mempengaruhi mortalitas pada anak babi yang baru dilahirkan, hal ini berkaitan dengan daya tahan tubuh anak babi tersebut. Anak babi yang baru lahir mudah terkena penyakit dan infeksi karena mempunyai daya tahan tubuh yang rendah. Daya tahan tubuh anak babi diperoleh dari induknya melalui kolostrum dan air susu yang dihasilkan oleh induk. Lucbert dan Gatel (1988) menambahkan bahwa periode beranak induk juga dapat mempengaruhi mortalitas anak babi. Periode induk beranak pertama merupakan faktor yang kritis bagi anak babi yang baru dilahirkan.

(23)

Bolet (1982) mengemukakan bahwa kematian anak babi akan meningkat dengan meningkatnya jumlah anak babi per induk per kelahiran. Kematian anak babi juga diakibatkan adanya diare yang menyerang anak babi, karena hampir 20% anak babi mati terserang diare (Ensminger, 1977).

Ransum Anak Babi Menyusu

Air susu induk babi diakui sebagai makanan utama yang ideal bagi anak babi pada masa menyusu. Semua kebutuhan zat-zat makanan bagi anak babi yang baru lahir dapat diperoleh dari air susu induk, kecuali zat besi (Sihombing, 2006). Produksi air susu induk babi akan menurun mulai dari awal minggu ketiga dari masa laktasi, oleh karena itu perlu diberikan pakan pengganti air susu induk terhadap anak babi menyusu.

Pakan untuk anak babi menyusu harus memiliki kandungan protein, kalsium dan posfor masing-masing sebesar 20,0; 0,95; dan 0,76% (Sihombing, 2006). Seekor anak babi membutuhkan 6-8 mg Fe/hari untuk pembentukan hemoglobin, namun yang tersedia pada susu hanya sekitar 1mg/hari. Penyuntikan Fe secara intramuskular perlu dilakukan sebanyak 100-200 mg (Fe-dextran, Fe-dextrin, atau gleptoferrin) sebelum anak babi berumur tiga hari. Anak babi akan mulai memakan makanan lain pada umur tiga minggu. Pakan starter yang palatabel mengandung 18-20% protein (1,2% lisin) harus sudah disiapkan pada tempat pakan (creep feeder) pada saat anak babi berumur 3-4 minggu. Pakan yang baik harus mengandung tepung susu atau whey, gula, dan antibiotik (Churh, 1991).

Litter Size Sapih

Litter size sapih merupakan jumlah anak yang disapih per induk per kelahiran. Litter size sapih dipengaruhi oleh banyaknya anak yang dilahirkan seekor induk per kelahiran, mortalitas anak babi prasapih, manajemen pemeliharaan, agalactia, stress pada induk, lama umur penyapihan, faktor fisiologis tubuh anak babi terhadap lingkungannya dan penyakit. Menurut Siagian (1985), litter size sapih dipengaruhi oleh kemampuan induk babi memelihara dan menyusui anaknya.

Sihombing (2006) menyatakan bahwa penyapihan sebaiknya dilakukan pada umur 3-5 minggu, karena pada umur ini anak babi telah memiliki kemampuan untuk mengkonsumsi pakan sendiri dan memiliki sistem kekebalan tubuh yang telah

(24)

berkembang dengan baik. Data survei di Amerika Serikat dan Kanada menunjukkan bahwa rataan banyak anak yang disapih per induk per tahun sekitar 14 ekor dan mortalitas dari semua anak yang lahir adalah 25%. Dalam prakteknya anak babi disapih pada umur 3 hingga 6 minggu (Sihombing, 2006). Jumlah anak seperindukan saat disapih dipengaruhi oleh bangsa, yaitu babi Duroc 8,00 ekor (Topica, 1983); Hampshire 6,36 ekor (Lopez et al., 1983); Yorkshire 8,31 ekor; dan Landrace 6,33 ekor (Quintana et al., 1983). Perbedaan litter size sapih sekitar 0,2 ekor (Rodriguez-Zas et al., 2003).

Bobot Sapih

Inglis (1980) menyatakan bahwa bobot sapih merupakan bobot badan ternak saat dipisahkan dari induknya. Sapih merupakan tahap pertumbuhan suatu hewan yang makanannya tidak lagi bergantung pada air susu induknya dan mulai mengkonsumsi ransum padat dan air. Sumantri (1984) menyatakan bahwa besarnya bobot sapih dipengaruhi oleh jenis kelamin, bobot badan induk, umur induk, keadaan saat lahir, kemampuan induk untuk menyusui anak, dan kuantitas serta kualitas ransum yang diberikan dan juga suhu lingkungan. Siagian (1985) juga menambahkan bahwa bobot sapih dipengaruhi oleh umur sapih, perbedaan pemeliharaan, pengaruh tahun dan musim.

Menurut Parakkasi (1990), semakin banyak anak yang menyusu cenderung menaikkan produksi air susu induk walaupun tidak harus menjamin kebutuhan optimum dari anak-anak tersebut. Induk yang memiliki produksi air susu tinggi akan menghasilkan anak dengan bobot sapih yang tinggi pula. Siagian (1985) menyatakan bahwa secara keseluruhan rataan berat badan anak babi waktu disapih adalah 6,14±0,02 kg. Babi Landrace memperlihatkan bobot badan sapih yang terberat yaitu 6,53 kg, diikuti oleh Duroc 6,10 kg dan Yorkshire 5,98 kg.

Pertambahan Bobot Badan Anak Babi Menyusu

Pertumbuhan merupakan suatu perubahan yang terjadi meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh. Pertumbuhan mencakup tiga komponen utama yaitu peningkatan berat otot, ukuran skeleton, dan jaringan lemak tubuh. Pertumbuhan anak sebelum sapih dipengaruhi oleh faktor genetik, bobot lahir, litter size lahir, produksi air susu, perawatan, dan umur induk (Sihombing, 2006). Menurut

(25)

Anggorodi (1979), laju pertumbuhan dari lahir sampai disapih sebagian besar dipengaruhi oleh jumlah susu yang dihasilkan induk dan dipengaruhi pula oleh kesehatan individu.

Pertumbuhan anak babi Yorkshire, Hampshire dan Landrace pada umur 1-35 hari berlangsung linier. Pertambahan bobot badan anak babi selama 21 hari pertama memerlukan penyesuaian spesifik untuk setiap bangsa. Ternak babi pada waktu masih muda, pertumbuhannya terutama dari protein dan air, akan tetapi setelah babi tersebut mempunyai berat badan sekitar 40 kg, energi yang disimpan berupa protein telah mulai konstan dan mulailah energi tersebut dipakai untuk pembentukan jaringan lemak yang semakin meningkat dengan bertambahnya umur (Parakkasi, 1990).

(26)

METODE Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2009 di Peternakan Babi Rachel Farm, Kampung Cina, Desa Tajur Halang, Kecamatan Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 16 ekor induk babi yang segera akan beranak (Gambar 2) milik Peternakan Babi Rachel Farm. Induk babi yang digunakan adalah turunan hasil perkawinan dari beberapa bangsa babi yaitu Yorkshire, Hampshire, Landrace, Duroc, dan Spotted Poland China, dimana tiap induk babi tersebut tidak jelas lagi proporsi bangsanya.

Gambar 2. Induk Babi Menyusui Segera Setelah Beranak

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan selama penelitian adalah kandang induk beranak yang berukuran 200 x 180 x 100 cm3 dan kandang khusus untuk anak babi (creep feeder) dengan ukuran 150 x 60 x 60 cm3. Kandang dilengkapi dengan lampu 120 watt yang berfungsi sebagai pemanas untuk anak babi, tempat pakan induk, water nipple (air minum otomatis), dan lampu penerang 60 watt untuk semua bangunan peternakan. Peralatan yang digunakan adalah timbangan 4 dan 300 kg, alat tulis, thermohygrometer, buku tulis, keranjang, karung, kain lap, gunting, tang , ember, mesin air dengan perlengkapannya untuk membersihkan kandang dan memandikan induk babi.

(27)

Ransum Penelitian

Ransum yang digunakan selama penelitian adalah ransum yang biasa diberikan di Peternakan Babi Rachel Farm yaitu campuran dedak dan jagung giling. Ransum induk yang digunakan ditambahkan dengan tepung daun bangun-bangun sesuai dengan taraf pemberian sebagai perlakuan. Tepung daun bangun-bangun yang digunakan berasal dari hasil penanaman sendiri yang dilakukan di areal kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Akan tetapi karena tidak mencukupi untuk kebutuhan penelitian, maka kekurangan tanaman bangun-bangun ini dipenuhi dengan membeli bangun-bangun dari Pasar Senin, Jakarta. Ransum diberikan dalam bentuk kering dan air minum ad libitum (selalu tersedia). Komposisi ransum induk babi beranak adalah jagung giling 25% dan dedak halus 75%. Pencampuran ransum penelitian dilakukan secara manual yaitu dengan mencampurkan tepung daun bangun-bangun ke dalam ransum induk laktasi. Komposisi ransum induk babi penelitian adalah sebagai berikut:

R1 : 100% ransum + 0% tepung daun bangun-bangun R2 : 99,75% ransum + 1,25% tepung daun bangun-bangun R3 : 97,50% ransum + 2,50% tepung daun bangun-bangun R4 : 96,25% ransum + 3,75% tepung daun bangun-bangun

Rancangan Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan masing-masing empat ulangan. Taraf tepung daun bangun-bangun (TDB) yang diberikan dalam ransum adalah 0; 1,25; 2,5 dan 3,75%. Model matematika yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1993) adalah:

Yij = µ + αi + εij Keterangan:

Yij : Hasil pengamatan

µ : Nilai rataan umum peubah yang diamati

αi : Pengaruh penambahan TDB taraf ke-i; i=0; 1,25; 2,50; dan 3,75%

(28)

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Konsumsi Ransum Induk Babi (kg/ekor/hari), adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh seekor induk babi setiap hari. Konsumsi ransum diperoleh dari selisih antara jumlah ransum awal dengan jumlah ransum sisa.

2. Litter Size Lahir (ekor), diketahui dengan menghitung jumlah anak babi

lahir hidup dari setiap ekor induk babi per kelahiran.

3. Bobot Lahir (kg/ekor), diperoleh dengan melakukan penimbangan semua anak babi per kelahiran kemudian dibagi dengan litter size lahir.

4. Mortalitas (ekor), diperoleh dengan menghitung jumlah anak babi yang mati selama menyusu dari tiap induk selama penelitian.

5. Konsumsi Ransum Anak Babi (g/induk/hari), adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh anak babi/induk/kelahiran setiap hari. Konsumsi ransum diperoleh dari selisih antara jumlah ransum awal dengan jumlah ransum sisa. 6. Litter Size Sapih (ekor), diperoleh dengan menghitung jumlah anak babi

yang hidup pada umur penyapihan (30 hari) per induk per kelahiran.

7. Bobot Sapih (kg/ekor), diketahui dengan menimbang anak babi saat disapih per kelahiran kemudian dibagi dengan litter size sapih.

8. Pertambahan Bobot Badan Anak (PBBA) babi (kg/ekor/hari), diperoleh dari selisih bobot badan anak babi saat lahir dengan bobot badan anak babi pada saat disapih dibagi dengan umur sapih.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa dengan analisa sidik ragam atau Analysis of Variance (ANOVA) menggunakan program MINITAB 14 dan apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur, maka analisa dilanjutkan dengan uji Tukey pada tingkat kepercayaan 95 atau 99% (Steel dan Torrie, 1993).

Prosedur

Penelitian ini diawali dengan penanaman dan proses pembuatan tepung daun bangun-bangun. Daun bangun-bangun dipanen dari kebun, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari dan digiling menjadi tepung, selanjutnya disebut tepung daun bangun-bangun (TDB).

(29)

Kandang induk babi beranak terlebih dahulu disiram dengan air sampai bersih. Induk babi kemudian dimasukkan ke dalam kandang induk beranak kira-kira sepuluh hari sebelum beranak. Ternak babi penelitian dibagi ke dalam empat perlakuan dimana tiap perlakuan masing-masing terdiri dari empat ekor induk babi sebagai ulangan. Ransum dengan pemberian TDB pada induk babi dilakukan sejak awal atau segera setelah induk babi selesai beranak hingga menyapih anaknya. Pemberian pakan induk beranak dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Setelah induk babi selesai beranak, litter size lahir dan bobot lahir masing-masing segera dihitung dan ditimbang. Mortalitas anak babi diamati selama penelitian. Setiap lima hari sekali dilakukan penimbangan bobot badan anak babi menyusu untuk mengetahui tingkat pertambahan bobot badan dan laju pertumbuhan anak babi selama menyusu.

Konsumsi ransum anak babi dihitung setiap hari dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah ransum sisa. Penyapihan dilakukan pada umur 30 hari dan pada saat itu dilakukan penimbangan bobot sapih dan menghitung litter size sapih.

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Peternakan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Babi Rachel Farm, Kampung Cina, Desa Tajur Halang, Kecamatan Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat. Peta lokasi Kecamatan Tajur Halang dapat dilihat pada Gambar 3. Kota Bogor secara geografis terletak diantara 1060 - 480 Bujur Timur dan 60 - 260 Lintang Selatan. Wilayah ini mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m di atas permukaan laut. Kondisi iklim di Kota Bogor, rataan suhu tiap bulan 260C dengan suhu terendah 21,80C dan suhu tertinggi 30,40C. Kelembaban udara 70 %, dan rataan curah hujan setiap tahun sekitar 3.500 – 4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari.

Gambar 3. Peta Lokasi Kecamatan Tajur Halang

Peternakan ini berdiri diatas lahan seluas 2.260 m2 dengan ukuran 90,4 x 25 m2. Peternakan ini mempunyai tiga jenis bangunan yaitu rumah berukuran 6 x 8 m (tempat tinggal peternak bersama keluarganya), gudang pakan berukuran 6 x 4 m, dan perkandangan. Bangunan perkandangan (housing) dalam peternakan ini ada dua

(31)

buah masing-masing berukuran 15 x 7 m2. Selain itu juga terdapat empat buah bak penampungan limbah masing-masing berukuran 2,5 x 1,5 x 1 m3 (dua buah), 8 x 3 x 4 m3 dan 8 x 4 x 6 m3 yang terletak di bagian belakang kandang.

Berbagai jenis tanaman seperti ubi, pepaya, pisang, juga tanaman bangun-bangun dan cabai terdapat di sekitar perkandangan, akan tetapi masih terdapat lahan yang belum dimanfaatkan sepenuhnya. Lokasi peternakan ini jauh dari pemukiman penduduk sehingga lingkungan sekitar tidak terganggu oleh bau dan suara atau kebisingan dari peternakan tersebut.

Tata Laksana Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan babi di Peternakan Babi Rachel Farm berjalan dengan baik sesuai dengan prosedur yang sebenarnya. Kandang yang digunakan ada dua jenis yaitu kandang kerangkeng khusus induk babi bunting (Gambar 4a) dengan ukuran 120 x 60 x 80 cm3 dan kandang bak (Gambar 4b) untuk induk menyusui, pejantan dan lepas sapih dengan ukuran 200 x 180 x 100 cm3. Jumlah kandang kerangkeng dan kandang bak masing-masing adalah 37 dan 8 buah. Kandang bak yang digunakan untuk anak lepas sapih atau kandang pembesaran terdiri dari dua model yaitu model A (3 x 3 x 1 m3) sebanyak 13 buah dan model B (3 x 8 x 1 m3) sebanyak tiga buah. Kandang bak dilengkapi dengan water nipple, sehingga air minum diberikan ad libitum. Kandang kerangkeng tidak mempunyai water nipple, tetapi dilengkapi dengan tempat air minum.

(a) (b)

Gambar 4. Jenis Kandang yang Digunakan (a) Kandang Kerangkeng dan (b) Kandang Bak

(32)

Ternak babi yang dipelihara di peternakan ini tidak memiliki proporsi bangsa yang jelas karena merupakan hasil perkawinan dari beberapa bangsa yaitu: Yorkshire, Hampshire, Landrace, Duroc dan Spotted Poland China. Jumlah total induk babi yang dipelihara adalah 37 ekor dengan 3 ekor pejantan. Induk babi yang dipelihara sebagian berasal dari hasil pembesaran yang dilakukan dan sebagian lagi dibeli dari peternakan lain.

Pengawinan induk berahi dilakukan secara alami yaitu pada pagi dan sore hari. Pejantan yang mengawini induk babi berahi pada pagi hari berbeda dengan pejantan untuk sore hari. Proses pengawinan berlangsung selama ± 30 menit. Induk babi dinyatakan bunting apabila pada hari ke-21 setelah pengawinan, induk babi tidak berahi kembali. Induk yang sudah bunting ditempatkan di kandang kerangkeng dan dipindahkan ke kandang induk beranak kira-kira 10 hari sebelum beranak. Penyapihan dilakukan setelah anak babi berumur ± 30 hari.

Pemberian pakan di Peternakan Babi Rachel Farm dilakukan dua kali sehari yaitu pagi (pukul 08.00 WIB) dan sore hari (pukul 16.00 WIB). Ransum yang diberikan berupa pakan kering, yang terdiri dari campuran dedak halus dan jagung giling. Pencampuran pakan dilakukan secara manual dengan menggunakan sekop dan biasanya dikerjakan pada sore hari. Komposisi campuran ransum yang berbeda-beda diberikan untuk setiap kelas ternak babi. Komposisi campuran bahan pakan dalam ransum untuk berbagai kelas ternak babi diperlihatkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Ransum di Peternakan Babi Rachel Farm

Bahan Makanan

Kelas Ternak Babi

Starter Grower Jantan, Induk Kering, Induk Bunting dan Beranak

---%---

Jagung Giling 60 35 25

Dedak Halus 10 65 75

Pur 551 30 - -

Pekerja (karyawan) di Peternakan Babi Rachel Farm berjumlah tiga orang termasuk pemilik peternakan, dimana tiap orang mempunyai tugas dan tanggungjawab masing-masing. Proses pencatatan dilakukan oleh peternak sendiri dengan menggunakan komputer yang tersedia di peternakan. Populasi ternak babi

(33)

yang dipelihara sejak awal penelitian berlangsung adalah 276 ekor. Data populasi ternak babi sejak awal penelitian di Peternakan Babi Rachel Farm lebih rinci diperlihatkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Populasi Ternak Babi di Peternakan Babi Rachel Farm

Kelas Ternak Babi Jumlah (ekor)

Pejantan produktif

Induk menunggu birahi atau dikawinkan Induk menyusui Induk bunting Calon induk Sapihan (≤ 20 kg) Grower (≥ 20-50 kg) Finisher (≥ 50 kg) Anak menyusu 3 6 6 22 4 47 33 43 53 Total 276

Pembersihan kandang dilakukan bersamaan dengan memandikan babi yaitu satu kali sehari, yang dilakukan pada pagi hari (pukul 10.00 WIB). Semua ternak babi dimandikan kecuali induk babi yang baru beranak. Anak babi mulai dimandikan setelah umur ± 3 minggu. Pembersihan kandang dan memandikan babi dilakukan dengan menggunakan steam air. Penggunaan steam air ini sangat menguntungkan karena dengan tekanannya yang sangat kuat sehingga kandang dan ternak babi mudah dan cepat dibersihkan dengan waktu yang lebih cepat.

Suhu dan Kelembaban

Pengukuran suhu dan kelembaban selama penelitian dilakukan dengan menggunakan thermohygrometer (Gambar 5) yang ditempatkan di bagian kandang induk babi beranak dan dilakukan pencatatan pada pagi (08.00 WIB), siang (13.00 WIB), sore (18.00 WIB) dan malam hari (22.00 WIB). Kisaran suhu dan kelembaban harian dalam kandang selama penelitian masing-masing adalah 26 – 36oC dan 50 – 78%. Rataan suhu dan kelembaban dalam kandang pada pagi hari masing-masing

(34)

27,6oC dan 67,3%, siang hari 34,9oC dan 53,6%, sore hari 31,3oC dan 69,0%, dan malam hari 28,5oC dan 77,5%.

Gambar 5. Thermohygrometer

Sihombing (2006) menyatakan bahwa suhu dan kelembaban yang ideal untuk induk babi masing-masing berkisar antara 20 - 260C dan 30-70%. Berdasarkan hasil pencatatan suhu dan kelembaban yang dilakukan, maka dapat dilihat bahwa kisaran suhu dan kelembaban dalam kandang melebihi batas ideal. Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas induk dan anak babi. Apabila kondisi lingkungan tidak sesuai, maka produktivitas yang dicapai tidak akan optimal (Malole dan Pramono, 1989). Suhu dan kelembaban yang melewati batas ideal dalam perkandangan ternak babi ini diminimalkan dengan cara memandikan dan menyiram kandang ternak babi setiap hari.

Ternak Penelitian

Penelitian ini menggunakan 16 ekor induk babi yang akan segera beranak. Induk babi yang digunakan selama penelitian mempunyai periode beranak dan bobot badan yang berbeda. Periode beranak tiap ekor induk percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Bobot badan induk babi penelitian berkisar antara 100 - 180 kg/ekor. Selama penelitian berlangsung, terdapat dua ekor induk babi penelitian (R1U4 dan R2U3) yang mempunyai mortalitas anak hingga 100%. Kematian anak babi (100%) ini tidak diakibatkan oleh perlakuan pemberian TDB dalam ransum induk babi laktasi, sehingga data dianggap sebagai data hilang.

Mortalitas anak babi pada R1U4 dengan litter size lahir 16 ekor terjadi karena induk babi mengalami pincang pada kaki belakang sejak bunting, sehingga semua

(35)

anak mati karena tertindih oleh induknya selang beberapa hari setelah lahir. Sedangkan mortalitas anak babi pada R2U3 dengan litter size lahir dua ekor terjadi karena induk babi berahi kembali beberapa hari setelah beranak, sehingga induk babi tidak menghasilkan produksi air susu.

Penanganan induk babi pada saat beranak dilakukan dengan baik, seperti membantu membersihkan anak babi baru lahir dengan menggunakan kain bersih, memotong gigi menggunakan tang, memotong tali pusar, dan mengarahkan anak babi menyusu pada induknya. Induk babi yang mengalami kesulitan saat beranak dapat dibantu dengan melakukan penyuntikan hormoniura 5 ml (untuk membantu kontraksi dan merangsang pengeluaran air susu). Penyuntikan antibiotik (neoxil 10 ml/ekor) juga dilakukan setelah induk babi selesai beranak yang bertujuan untuk manjaga kesehatan rahim induk babi.

Kandang induk babi yang baru beranak dilengkapi dengan lampu (120 watt) dan ditaburi dengan serbuk gergaji yang berfungsi sebagai penghangat karena anak babi yang baru lahir membutuhkan suhu lingkungan 350C (Sihombing, 2006). Setelah anak berumur tiga hari dilakukan penyuntikan hemadex (zat besi) sebanyak 1 ml dan pada umur lima hari dilakukan pemotongan ekor.

Ransum Penelitian

Ransum yang diberikan pada induk babi penelitian adalah ransum yang biasa digunakan di Peternakan Babi Rachel Farm yaitu ransum kering, akan tetapi selama penelitian diberikan tepung daun bangun-bangun dengan taraf berbeda sebagai perlakuan (R1, R2, R3, dan R4). Ransum induk babi laktasi yang mengandung tepung daun bangun-bangun ini diberikan hingga anaknya disapih pada umur 30 hari. Persediaan bahan pakan dalam gudang pakan biasanya hanya mencukupi untuk kebutuhan sekitar satu minggu. Pada pertengahan penelitian, peternak terpaksa merubah jenis ransum yang digunakan untuk meminimalkan biaya produksi karena adanya musibah virus H1N1 yang mengakibatkan penyakit flu yang dapat menular pada manusia. Kasus ini mengakibatkan harga jual daging babi sangat rendah, karena permintaan konsumen terhadap daging babi menurun. Turunnya harga jual babi mengakibatkan kerugian yang besar bagi peternak, karena harga jual daging babi tidak sesuai dengan biaya produksi terutama dari segi biaya pakan.

(36)

Perubahan jenis ransum yang dilakukan adalah dengan mengganti pakan kering menjadi pakan basah (ampas tahu). Pergantian pakan ini tidak dapat dihindari karena peternak tidak mau mengalami kerugian yang lebih besar jika tetap menggunakan pakan kering. Biaya pakan kering jauh lebih besar dibandingkan dengan pakan basah (ampas tahu). Adapun susunan ransum yang diberikan selama penelitian berlangsung disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Susunan Ransum Induk Babi Selama Penelitian

Bahan Pakan Perlakuan R1 R2 R3 R4 ---%--- Pakan Kering Dedak halus 75 74,06 73,12 72,19 Jagung giling 25 24,69 24,38 24,06 TDB - 1,25 2,50 3,75 Pakan Basah Ampas tahu 100 98,75 97,50 96,25 TDB - 1,25 2,50 3,75

Keterangan: R1= 100% ransum + 0% TDB R2= 99,75% ransum + 1,25% TDB

R3= 97,50% ransum + 2,50% TDB R4= 96,25% ransum + 3,75% TDB

TDB= tepung daun bangun-bangun

Kandungan nutrisi zat makanan dari ransum yang digunakan selama penelitian berdasarkan hasil Laboratorium Ilmu Nutrisi dan teknologi Pakan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 memperlihatkan bahwa ransum yang diberikan TDB dengan taraf yang berbeda mengakibatkan sedikit perubahan terhadap komposisi kandungan zat makanan dalam ransum. Ransum yang diberikan TDB dengan taraf yang semakin tinggi mengakibatkan kadar protein, lemak kasar, dan energi metabolisme semakin menurun sedangkan kalsium dan posfor semakin meningkat.

Hasil analisa ransum penelitian menunjukkan kandungan zat makanan yang sangat berbeda antara pakan kering dan pakan basah. Pakan kering mempunyai kandungan zat makanan yang jauh lebih tinggi dibandingkan pakan basah. Hal ini karena pakan basah mempunyai kadar air yang jauh lebih tinggi sehingga bahan keringnya lebih rendah. Semakin rendah bahan kering bahan pakan, maka kandungan

(37)

zat makanannya juga akan semakin rendah. Selama penelitian berlangsung, jumlah pemberian pakan basah disamakan dengan pakan kering. Hal ini tidak sesuai karena kandungan zat makanannya sangat berbeda. Untuk menyeimbangi kandungan nutrisi zat makanan yang diperoleh oleh ternak, maka seharusnya jumlah pemberian pakan basah harus lebih banyak dibandingkan dengan pakan kering.

Tabel 9. Hasil Analisa Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian

Ransum Penelitian

Zat Makanan Energi metb.

(kkal/kg) BK PK LK SK Ca P ---%--- Pakan Kering R1 85,94 12,79 9,68 10,75 0,08 0,89 4238 R2 85,11 12,30 9,30 12,25 0,09 1,16 4125 R3 84,91 12,01 7,64 12,89 0,14 1,42 3798 R4 84,88 11,75 6,56 13,76 0,27 1,11 3463 Pakan Basah R1 13,58 3,92 0,53 2,58 0,05 0,04 625 R2 13,66 3,70 0,91 3,05 0,07 0,09 612 R3 13,98 3,63 0,89 2,95 0,11 0,09 605 R4 14,26 3,62 1,83 2,84 0,18 0,09 540

Keterangan: R1= 100% ransum + 0% TDB; R2= 99,75% ransum + 1,25% TDB; R3= 97,50% ransum + 2,50% TDB; R4= 96,25% ransum + 3,75% TDB; PK= Protein Kasar; LK= Lemak Kasar; SK= Serat Kasar; Ca= Kalsium; dan P= Posfor.

Konsumsi Ransum Induk Babi

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum induk babi harian selama penelitian adalah 4,11±0,35 kg/ekor/hari dengan koefisien keragaman 8,52%. Konsumsi ransum ini masih dalam kisaran anjuran Sihombing (2006), yang menyatakan bahwa konsumsi ransum babi laktasi adalah 3,00-4,50 kg/ekor/hari. Rataan konsumsi ransum induk babi laktasi selama penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan pemberian TDB pada taraf yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi

(38)

ransum induk babi laktasi. Tabel 10 memperlihatkan, bahwa pemberian TDB dalam ransum induk babi laktasi meningkatkan konsumsi babi harian pada R2 (4,38 ± 0,56 kg/ekor/hari) kemudian menurun pada R3 (4,15 ± 0,35 kg/ekor/hari) dan R4 (3,99 ± 0,01 kg/ekor/hari) dibanding dengan ransum kontrol (R1= 3,93 ± 0,10 kg/ekor/hari).

Tabel 10. Rataan Konsumsi Ransum Induk Babi Laktasi Selama Penelitian

Ulangan Perlakuan Jumlah

R1 R2 R3 R4 ---kg/ekor/hari--- 1 3,99 5,19 4,00 3,99 17,17 2 3,95 3,99 4,67 3,99 16,60 3 3,98 4,32 3,95 3,98 16,23 4 3,78 4,00 3,99 4,00 15,77 Jumlah 15,70 17,50 16,61 15,96 65,77 Rataan 3,93±0,10 4,38±0,56 4,15±0,35 3,99±0,01 4,11±0,35 KK (%) 2,54 12,79 8,43 0,25 8,52

Keterangan: R1= 100% ransum + 0% TDB R2= 99,75% ransum + 1,25% TDB

R3= 97,50% ransum + 2,50% TDB R4= 96,25% ransum + 3,75% TDB

KK= koefisien keragaman

Jumlah ransum yang biasa diberikan selama penelitian adalah sekitar empat kg/ekor/hari. Kondisi induk babi yang sehat dan tingkat konsumsi yang tinggi menyebabkan sisa pakan hanya sedikit bahkan ada yang habis sama sekali. Pakan yang ada sisa biasanya terjadi pada saat hari pertama sampai hari ketiga setelah induk babi baru beranak. Hal ini kemungkinan disebabkan pada saat partus, induk babi mengalami stres sehingga nafsu makannya turun.

Litter Size Lahir

Litter size lahir adalah jumlah anak lahir hidup per induk per kelahiran. Jumlah anak babi seperindukan yang dilahirkan dipengaruhi oleh pejantan dan induknya, bangsa, umur induk, periode beranak (paritas), fertilitas, kematian selama kebuntingan, dan lamanya kebuntingan (Kingston, 1983). Rataan litter size lahir yang diperoleh selama penelitian adalah 10,29 ± 3,75 ekor dengan kisaran 4 – 16 ekor. Litter size dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Herawati (2006) yaitu 9,43 ± 2,34 ekor dan lebih rendah

(39)

dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Simorangkir (2008) yaitu 11,44 ± 2,29 ekor. Rataan litter size lahir selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Litter Size Lahir Selama Penelitian

Ulangan Perlakuan Jumlah

R1 R2 R3 R4 ---ekor--- 1 4 15 9 11 39 2 16 7 15 5 43 3 9 - 8 12 29 4 - 9 10 14 33 Jumlah 29 31 42 42 144 Rataan 9,67±6,03 10,33±4,16 10,50±3,11 10,50±3,87 10,29±3,75 KK (%) 62,36 40,29 29,61 36,89 36,44

Keterangan: R1= 100% ransum + 0% TDB R2= 99,75% ransum + 1,25% TDB

R3= 97,50% ransum + 2,50% TDB R4= 96,25% ransum + 3,75% TDB

KK= koefisien keragaman - = data hilang

Jumlah anak yang dilahirkan oleh 14 ekor induk babi selama penelitian seluruhnya adalah 144 ekor dengan litter size yang sangat tidak seragam. Koefisien keragaman yang diperoleh sangat tinggi (KK= 36,44%), hal ini diakibatkan oleh perbedaan bobot badan induk, umur induk dan periode beranak (paritas) induk. Periode beranak induk dari perlakuan dan ulangan berkisar antara periode ke-3 hingga ke-7, dimana perbedaan ini sangat mempengaruhi jumlah anak yang dilahirkan. Periode beranak induk babi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Koefisien keragaman yang tinggi ini tidak dapat dihindari karena induk babi yang digunakan sebagai materi penelitian pada peternakan tersebut sangat terbatas.

Bobot Lahir

Bobot lahir merupakan bobot badan ternak saat lahir yang diperoleh dari hasil penimbangan berat litter size dibagi dengan jumlah anak babi. Rataan bobot lahir anak babi yang diperoleh selama penelitian adalah 1,18 ± 0,14 kg/ekor dengan kisaran berat 0,95 – 1,45 kg/ekor. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan rataan bobot lahir yang diperoleh oleh Simorangkir (2008) dengan pemberian ekstrak daun katuk pada ransum induknya, dimana rataan bobot lahir yang diperoleh adalah 1,36 ± 0,17 kg/ekor. Koefisien keragaman yang diperoleh adalah 11,86%, hal ini

(40)

disebabkan bobot lahir tiap ekor anak dalam tiap perlakuan tidak jauh berbeda. Bobot lahir anak babi selama penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan Bobot Lahir Anak Babi Selama Penelitian

Ulangan Perlakuan Jumlah

R1 R2 R3 R4 ---kg/ekor--- 1 1,45 1,11 1,13 1,32 5,01 2 1,17 1,02 1,09 1,20 4,48 3 1,37 - 1,13 1,09 5,19 4 - 1,31 0,95 1,13 4,37 Jumlah 3,99 3,44 4,30 4,74 16,47 Rataan 1,33±0,14 1,15±0,15 1,08±0,09 1,19±0,10 1,18±0,14 KK (%) 10,84 12,95 7,95 8,51 11,86

Keterangan: R1= 100% ransum + 0% TDB R2= 99,75% ransum + 1,25% TDB

R3= 97,50% ransum + 2,50% TDB R4= 96,25% ransum + 3,75% TDB

KK= koefisien keragaman - = data hilang

Bobot lahir anak babi berbanding terbalik dengan litter size lahir. Semakin tinggi litter size lahir, maka bobot lahir anak babi akan semakin rendah, demikian juga sebaliknya semakin rendah litter size lahir maka bobot lahir anak babi akan semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa perlakuan R1 (9,67±6,03 ekor) dengan litter size lahir paling rendah mempunyai bobot lahir (1,33±0,14 kg/ekor) yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan R3 (10,50±3,11 ekor) dengan litter size lahir paling tinggi mempunyai bobot lahir (1,08±0,09 kg/ekor) yang lebih rendah.

Bobot lahir anak babi merupakan parameter yang perlu diperhatikan karena bobot lahir akan mempengaruhi pertambahan bobot badan dan bobot sapih. Bobot lahir yang lebih tinggi biasanya akan menghasilkan pertambahan bobot badan dan bobot sapih yang lebih tinggi.

Produksi Air Susu Induk Babi

Anak babi menerima nutrien yang sangat penting dari air susu induk sejak lahir hingga umur 2-3 minggu. Air susu induk babi diakui sebagai makanan utama yang ideal bagi anak babi pada masa menyusu. Menurut Sibuea (2009) dengan

(41)

materi penelitian yang sama, rataan produksi air susu induk babi yang diperoleh selama penelitian adalah 207,1±56,1 g/ekor/menyusui. Hasil ini jauh lebih rendah dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sidauruk (2008) dengan pemberian ekstrak daun katuk pada ransum induknya, dimana rataan produksi air susu induk babi yang diperoleh sebesar 714,3±219 g/ekor/menyusui. Rataan produksi air susu induk babi selama penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan Produksi Air Susu Induk Babi Selama Penelitian

Ulangan Perlakuan Jumlah R1 R2 R3 R4 ---g/ekor/menyusui--- 1 200,00 283,33 266,67 266,67 1016,7 2 116,67 150,00 200,00 166,67 633,3 3 200,00 - 283,33 133,33 616,7 4 - 216,67 166,67 250,00 633,3 Jumlah 516, 7 650,0 916, 7 816, 7 2900,0 Rataan 172,2±48,1 216,7±66,7 229,2±55,1 204,2±64,4 207,1±56,1 KK (%) 27,94 30,77 24,03 31,53 27,09

Keterangan: R1= 100% ransum + 0% TDB R2= 99,75% ransum + 1,25% TDB

R3= 97,50% ransum + 2,50% TDB R4= 96,25% ransum + 3,75% TDB

KK= koefisien keragaman - = data hilang

Berdasarkan hasil analisis ragam dapat diketahui bahwa pemberian TDB dalam ransum induk babi laktasi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi air susu induk. Akan tetapi hasil pengamatan menunjukkan bahwa taraf pemberian TDB yang berbeda dalam ransum induk babi laktasi yaitu R2, R3, dan R4 masing-masing 216,7±66,7; 229,2±55,1; dan 204,2±64,4 g/ekor/menyusui, mempunyai PASI yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yaitu R1= 172,2±48,1 g/ekor/menyusui. Berdasarkan hasil ini maka dapat dilihat bahwa perlakuan R3 meningkatkan PASI sebesar 33,10% dari kontrol.

Rendahnya produksi air susu induk babi selama penelitian kemungkinan diakibatkan oleh ransum induk yang diberikan tidak mampu mencukupi kebutuhan zat makanan induk babi selama menyusui. Konsumsi harian energi dan protein merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembentukan air susu induk babi.

(42)

Berdasarkan NRC (1998), kebutuhan energi dan protein induk babi laktasi masing-masing adalah 13060 kkal/ekor/hari dan 0,74 kg/ekor/hari.

Rataan konsumsi energi dan protein harian induk babi laktasi selama penelitian masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 5, dimana konsumsi energi dan protein harian induk babi laktasi ini lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan berdasarkan NRC (1998). Rataan konsumsi energi harian induk babi laktasi selama penelitian adalah 7135±5161 kkal/ekor/hari. Rataan konsumsi protein harian induk babi selama penelitian adalah 0,23±0,15 kg/ekor/hari yang berkisar antara 0,19±0,20 - 0,28±0,26 kg/ekor/hari. Rendahnya konsumsi protein ini kemungkinan mengakibatkan pemberian tepung daun bangun-bangun ke dalam ransum induk babi menyusui tidak berpengaruh nyata terhadap produksi air susu induk.

Mortalitas Anak Babi

Mortalitas adalah perbandingan antara jumlah anak babi yang mati dengan jumlah total anak babi yang dipelihara dari tiap induk selama penelitian. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, rataan persentase mortalitas selama penelitian adalah 19,80±19,87%. Tingkat mortalitas ini lebih rendah daripada yang umum terjadi yaitu 20-25% dari litter size lahir hidup (Sihombing, 2006). Rataan mortalitas anak babi menyusu selama penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14.

Berdasarkan hasil analisis ragam, dapat diketahui bahwa taraf pemberian TDB dalam ransum induk babi laktasi tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas anak babi. Akan tetapi berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa perlakuan TDB pada taraf berbeda dalam ransum induk babi laktasi mempunyai mortalitas anak yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan R2 mempunyai persentase mortalitas anak yang lebih rendah yaitu sebesar 9,52±16,49% dibandingkan dengan perlakuan R1, R3 dan R4 masing-masing 33,1±29,3; 22,1±15,1; dan 15,3±20,3%. Mortalitas anak babi selama penelitian disebabkan oleh kurangnya produksi air susu induk (PASI), jumlah litter size lahir, tertindih oleh induk dan penyakit (mencret).

Gambar

Gambar 1. Tanaman Bangun-bangun
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Daun Bangun-bangun dan Daun Katuk
Tabel 3. Sifat Reproduksi Babi Betina
Tabel 5. Hubungan Bobot Lahir dengan Daya Tahan Hidup Anak Babi  Sebaran bobot badan
+7

Referensi

Dokumen terkait

didominasi oleh peternak etnis Non Papua dan tergolong usia produktif. Sumber matapencahariaan utama adalah sebagai Petani dengan jumlah anggota keluarga cukup kecil

Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan: 1) analisis kadar proksimat, TVB ( Total Volatil

Selaras dengan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, telah dilakukan suatu kajian untuk yang mencoba mengungkap pengaruh faktor-faktor keberhasilan KUD

Saya merasa belum bisa untuk menangani tingkah laku anak yang tidak sesuai.. Saya merasa kesulitan untuk mengajarkan anak saya dalam melakukan perawatan diri sendiri

[r]

Hingga saat ini, di Kabupaten BREBES belum ada Peraturan Daerah yang secara khusus menjamin terlaksananya hak konstitusional warga Negara tersebut, sehingga dengan

Dari hasil penelitian ini diperoleh parameter modulus geser tertunda dan koefisien viskos model nonlinier yang hasilnya dapat digunakan untuk menduga kekuatan

Dari segi hukum, imam As-Syaibani membagi usaha-usaha perekonomian menjadi dua yaitu fardhu khifayah dan fardhu ‘ain berbagai usaha perekonomian dihukum