• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Ovarium dan Stadia Oosit. Perkembangan ovarium dapat dinyatakan dalam satuan indeks dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Ovarium dan Stadia Oosit. Perkembangan ovarium dapat dinyatakan dalam satuan indeks dari"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Ovarium dan Stadia Oosit

Perkembangan ovarium dapat dinyatakan dalam satuan indeks dari prosentase bobot gonad per bobot tubuh dan dinyatakan sebagai satuan indeks gonad somatik (IGS), Walaupun demikian nilai IGS saja tidak cukup memberikan informasi karakteristik aktivitas reproduksi. Pengamatan secara histologi terhadap oosit dan distribusi okuran oosit dapat memberikan informasi lebih jelas terhadap tingkat aktivitas reproduksi (Campbell, et al. 1992 ).

Perkembangan sel telur (oosit) diawali dengan Germ sel yang terdapat dalam lamela membentuk oogonia. Oogonia yang tersebar dalam ovarium menjalankan suksesi pembelahan mitosis dan ditahan pada tahap diploten dari profase miosis pertama. Pada stadium ini oogonia dinyatakan sebagai oosit primer. Oosit primer kemudian menjalankan masa tumbuh yang terdiri dari dua fase, pertama adalah fase Previtelogenesis dimana ukuran oosit membesar akibat meningkatnya volume sitoplasma (endogenous vitelogenesis), namun belum terjadi akumulasi kuning telur. Fase kedua adalah vitelogenesis dimana terjadi akumulasi material kuning telur yang disintesis oleh hati, kemudian dibebaskan ke dalam darah dan dibawa ke dalam oosit secara mikropinositosis (Harder, 1975; Jalabert dan Zohar, 1982 ; Zohar 199 1 dalam Azwar., 1997). Meningkatnya indeks gonad somatik atau perkembangan ovarium disebabkan oleh perkembangan stadia oosit. Stadium oosit dapat dicirikan berdasarkan volume sitoplasma, penampilan nukleus dan nukleolus, serta butiran kuning telur (Nagahama, 1983). Berdasarkan kriteria ini, oosit dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelas. Yamamoto dalam Nagahama (1983) membaginya dalam delapan kelas yaitu

(2)

stadia kromatin-nukleolus, prenukleolus (awal dan akhir nukleolus), stadium oil drop , stadium yolk primer, secunder, tertier dan stadium matang.

Grant West.,(1990) membagi perkembangan oosit atas lima kelas yaitu : 1. Stadium chromatin nucleolar : oocyte dikelilingi oleh beberapa sel folicel

berbentuk kubus dengan inti yang besar dan dikelilingi oleh selaput sitoplasma, dengan inti yang tunggal dan didalamnya ada anak inti yang besar. 2. Stadium perinucleolar : oosit berkembang ukurannya, sitoplasma bertambah

besar dan ada vacuoles(ruang) dalam sitoplasma , inti dengan germinal vesicle mulai membesar yang pada bagian tepinya dikelilingi oleh butir-butir kecil. Chromatin nucleolat stage dan perinucleolar stage disebut juga primary growth phase atau 3rst growth phase(Wal1ace and Selman, 1981; Folberg,

1982 dalam Grant West, 1990)

3 . Stadium Yolk vesicle(cortica1 alveol~formation : dicirikan oleh adanya yolk vesicle (bakal kuning telur) dalam sitoplasma. Yolk vesicle ukurannya bertambah,yang diikuti bertambahnya jumlah cortical alveoli pada bagian tepinya. Juga dicirikan oleh adanya zona radiata, membran vitelin dan zona pellucida pada lapisan chorion.

4. Stadium Vitellogenic(yo1k) :dicirikan dengan terjadinya penumpukan massa protein kuning telur. Penumpukan massa protein kuning telur ini berakhir setelah telur-telur matang yang dicirikan denga warna telur transparan

5. Stadium Rzpe (mature) : merupakan tahap akhir perkembangan stadia telur, dan telur-telur telah siap untuk dikeluarkan dari lumen ovari. Ini dicirikan berpindahnya inti ketepi membram telur. Polar body pertama terj adi sebelum telur diovulasikan dilumen.

(3)

Pengklasifikasian oosit dapat juga berdasarkan proses tumbuh yaitu tumbuh lambat (Previtelogenesis) dan tumbuh cepat (vitelogenesis)

.

Pada oosit previtelogenesis terlihat pembentukan dua sel yang mengelilingi oosit membentuk folikel . Sel lapisan dalam berbentuk kubik disebut granulosa dan sel luar memanjang datar disebut teka (Zohar, 1991). Sel granulosa dan sel teka berperan dalarn proses sintesis hormon steroid reproduksi. Setelah pembentukan sel-sel tersebut baru dimulai akumulasi material telur. Stimulasi awal akumulasi material kuning telur pada oosit bergantung pula kepada sel-sel yang berperan dalam menseleksi material telur (Tyler et al., 1991 dalam Azwar, 1997)). Selanjutnya pada percobaan Tyler et al., (1991) mengenai hubungan ukuran oosit dengan awal akumulasi material mencatat bahwa oosit ikan trout (Oncorhynchus mykiss) akan mulai mengakumulasikan material kuning telur pada ukuran 0,6 mm. Diduga pada fase ini oosit telah memiliki reseptor yang berperan dalam akumulasi material kuning telur. Pada tahap awal diduga reseptor belum ada (belum aktif). (Meusy dan Payeun, 1988 dalam Azwar ,1997) mengamati perkembangan ovarium udang, menjumpai pula sejumlah jaringan tubular dalam sel-sel yang mengselaputi folikel yang diduga berperan dalam menyalurkan material ke oosit.

Sifat JSimia Vitamin C

Sifat reaksi bolak balik oksidasi-reduksi dari asam dehidro-L-asam askorbik adalah sifat utama asam L-asam askorbik dan merupakan dasar aktifitas fisiologi dan kestabilan asam askorbik. Asam dehidro-L- asam askorbik terjadi dari proses iradiasi dengan sinar ultra violet dan proses oksidasi dengan halogen, ferri khlorida, hidrogen peroksida, 2,6-dichlorophenol-indophenol, kalium permanganat netral, selenium oksida dan beberapa komponen lainnya. Kemudian

(4)

terjadi proses reduksi menjadi asam-L-asam askorbik dengan bantuan hidrogen iodida dan hidrogen sulfida tanpa mempengaruhi cincin laktone. Bentuk L-asam askorbik stabil dalam betuk kering, dengan warna lama kelamaan menjadi gelap jika terkena sinar (Mikova dan Davidele ,1974 dalam Piliang., 2000).

Vitamin C (asam askorbik) secara struktur merupakan vitamin paling sederhana, dibutuhkan dalam mempertahankan proses fisiologis hewan, termasuk ikan (Al-Amoudi et al., 1992). Asam askorbik( vitamin C) memainkan peranan penting bagi pemeliharaan integritas jaringan pengikat, pembuluh darah, jaring- jaringan tulang, jaringan yang rusak,dan sebagai ko-faktor dalam berbagai reaksi hidroksilasi meliputi hidroksilasi triptopan, tirosin, lisin, fenilalanin dan prolin (Tacon., 1991). Vitamin C murni tidak stabil dan mudah teroksidasi terutama apabila ada panas, cahaya, alkali dan adanya enzim-enzim oksidasi. Salah satu fbngsi utama vitamin C adalah berperan dalam pembentukan kolagen. Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama jaringan ikat, tulang rawan, matriks tulang, dentin, lapisan pembuluh darah, juga berhngsi sebagai ko-enzim atau ko-faktor pada proses hidroksilasi, baik secara aktif maupun sebagai reduktor(Hornig et al,. 1985). Vitamin C sangat esensial dalam proses hidroksilasi proline dan lysine, yakni dua jenis asam amino yang merupakan komponen utama dari kolagen. Kolagen di-sintesis dalam sel berbentuk larut yang disebut tropokolagen, kemudian dikeluarkan dari sel. Setelah keluar dari sel maka strukturnya akan berubah, terbentuk fibril yang tidak larut membentuk kolagen. Kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida yang disebut triple helix atau super coil karena ketiga rantai ini saling melingkar. "seguence" asam amino yang menyusun struktur ini mengandung glisine harnpir

(5)

pada setiap posisi ketiga. Asam amino lain yang banyak adalah proline dan lysine. Setelah proline dan lysine bersatu ke dalam rantai tropokolagen maka akan di-hidroksilasi. Hidroksilasi proline dan lysine ini banyak ditemukan dalam kolagen matang(mature), dan seringkali banyaknya kandungan hidroksiproline digunakan untuk mengukur banyaknya kolagen (Reed., 1980). Suatu sement interseluler yang disebut chonroitin sulfat merupakan mukopolisakarida atau kombinasi karbohidrat protein yang viskous seperti gel. Chondroitin sulfate ini berhubungan erat dengan kolagen yang merupakan bagian utama komponen matriks amorf dimana serat kolagen tertanam. Bagian yang merupakan larutan viskous ini disebut substansi dasar, tidak hanya berfbngsi sebagai sement struktur tetapi juga sebagai pelicin bagi sendi, penghalang masuknya bakteri, juga menimpan air dan nutrisi (Reed., 1980). Dalam tubuh mahluk bertulang belakang , dikenal dua kelompok besar kolagen yaitu: kelompok pertama yang terbesar merupakan kolagen interstisial yang membentuk sebagian besar jaringan penyambung tubuh; seperti kulit, tulang, tulang rawan, tendon dan ligamen. Kelompok kedua, ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit. Kolagen ini terutama terlihat di daerah periselular. Kelompok kolagen pertama dapat dibedakan dalam tiga tipe kolagen yaitu tipe I, tipe 11, tipe 111. Kolagen tipe I mendominasi

+

90 % dari kolagen tubuh yang terdapat dalam tulang, kulit, tendon dan jaringan lain. Kolagen tipe I1 ditemukan terbatas disekitar tulang rawan artikular(sendi tulang rawan) dan sekitar mata. Kolagen tipe I11 ditemukan banyak disekitar struktur viseral dan vasicular. Kelompok kolagen kedua dibedakan dua golongan yaitu tipe I V dan tipe V. Kolagen kelompok ini tidak tersusun dalam bentuk fibriler tetapi merupakan suatu jaring halus (fine filament)

(6)

tanpa suatu substruktur yang nyata. Tipe IV banyak ditemukan pada membrama basalis misalnya sekitar glomerulus ginjal. Sedangkan tipe V banyak ditemukan pada rnembrana fetalis, kornea mata dan katup jantung (Schwartz., 1984). Seperti telah diketahui bahwa vitamin C dibutuhkan untuk hidroksilasi residu proline dalam prokolagen dan hidroksiproline ini akan menstimulasi sekresi kolagen. Prokolagen disintesis dalam polisome yang terikat pada

"

rough endoplasmic reticulum" (RER) dan setelah ada pemecahan signal peptida, prokolagen yang terbentuk akan dibawa oleh aparatus Golgi kemudian diekskresi. Propeptida di ujung terminal N dan C dari rantai kolagen akan dipecah secara enzimatik dan molekul tripe1 heliks kolagen akan bersatu "incorporated' dengan matriks ekstra selular(Peterkofsky., 199 1). Penelitian dengan menggunakan sel PAT yang ditaruh dalam .fecal calf serum mendapatkan bahwa kadar serum yang tinggi (lebih tinggi dari 0,2 %) ternyata akan mengurangi kemampuan vitamin C untuk menginduksi produksi prokolagen. Tetapi kadar serum yang rendah, dibawah 0,2 % maka vitamin C akan merangsang sel PAT meningkatkan produksi kolagen dari 12 % menjadi 50 % terhadap sintesis protein keseluruhan (Schawrz. et al, 1987). Chojkier. et a1.,(1989) dalam penelitiannya dengan menggunakan fibroblast manusia yang dikultur, mendapatkan bahwa vitamin C menginduksi lipid peroxidatie dan aldehide yang reaktif, ini penting untuk menstimulasi sintesis kolagen tipe I dan transkripsi gene kolagen a (I).

Vitamin C berperan dalam proses penyembuhan luka dan kemampuan tubuh untuk menghadapi stress dari perubahan lingkungan dan infeksi (Hornig et al,. 1985). Vitamin C juga penting dalam proses sintesis kamitine, yakni zat pembawa asam-asam lemak rantai panjang ke-mitokhondria untuk proses

P

-

(7)

oksidasi. Karnitine juga penting untuk proses maturasi dan perawatan dari spermatozoa. Karnitine biasanya disintesa dari lysine dan methionine, dalam proses sinthesa ini vitamin C dan ion ferro ikut berperan. Pada defisiensi vitamin C pembentukan energi dalam tubuh dapat ikut terganggu akibat gangguan sintesa karnitine yang menimbulkan perasaan lemah dan lesu (Bieber et al,. 1982, Hornig et al,. 1985). Salah satu tahap dalam konversi kolesterol menjadi asam- asam empedu dalam proses endroksilasi pada mikrosom sel-sel hati. Penelitian pada binatang percobaan menunjukkan bahwa defisiensi vitamin C menahun dapat menurunkan aktivitas enzim hidroksilasi pada sel-sel hati, akibatnya terjadi akumulasi kolesterol di jaringan-jaringan dan plasma, sehingga menyebabkan hiperkolesterolemia dan penyakit jantung koroner (Hornig. D.H and Weiser. H., 1982). Vitamin C juga berperan dalam berbagai proses biokimia tubuh lainnya seperti; sintesa nor-adrenaline, degradasi dari tyrosine, penyerapan zat-zat besi, proses imunisasi tubuh dan proses penting lainnya (Anderson and P.T Jones,. 1982, ; Hornig et al,. 1985). Pemberian vitamin C dosis tinggi 1 gram

-

12 gramlhari pada manusia dianggap oleh sementara peneliti dapat menunjang kesehatan tubuh yang sempurna dan bahkan dinggap dapat memperpanjang hidup para penderita kanker terminal (Pauling., 1983)

Kehilangan vitamin C dapat terjadi saat proses pembuatan dan penyimpanan pakan. Slinger et al. (1 979) dan Soliman et al. (1 987) melaporkan kehilangan L-asam askorbik sebesar 50% selama pembuatan dan penyimpanan pakan. Beberapa upaya telah dilakukan bagi meningkatkan stabilitas vitamin C ini seperti melalui pelapisan phosphate atau magnesium (Skelbaek et al. 1990) menggunakan senyawa turunan L- asam askorbik seperti L-askorbik-2-

(8)

monophosphate, L-askorbik-2-poliphosphate, L-askorbik-6-palmiat, dan L- askorbil-2-sulfat (Soliman et al. 1987, Shigueno dan Itoh 1988, Love11 dan El- Naggar 1991, Maugle et al. 1991, Buddington et al. 1993) keempat senyawa tersebut terbukti efektif sebagai sumber vitamin C baik pada ikan maupun udang.. L- askorbik-2-poliphosphate mempunyai aktifitas biologi lebih baik dari L-asam askorbik untuk ikan tilapia (Abdelghany. 1996), demikian pula untuk ikan rainbow trout (Grant ef al. 1989). L-askorbik-2-sulfat mempunyai efektivitas lebih baik dari L-asam askorbik untuk ikan tilapia, tetapi bioaktifitasnya lebih rendah dibanding L-askorbil-2-monophosphate dan poliphosphate (Sandnes et al. 1990, Abdelghany. 1996). Selanjutnya L-askorbil-2-phosphate magnesium juga dilaporkan memiliki aktivitas biologi lebih tinggi untuk udang Penaeus japanicus dan lebih stabil dibanding L-asam askorbic dalam pakan udang (Shigueno dan Itoh. 1988) maupun untuk ikan nila (Azwar, 1997). Sato et al. (1991) melaporkan bahwa sekitar 50% dari L-asam askorbik yang ditambahkan dalam pakan dioksidasi menjadi bentuk asam dehidro askorbik selama persiapan pembuatan pakan, sedang L- askorbil-2-phosphate magnesium hanya 1 %. Kanazawa et a1 .(1992) mencatat bahwa kandungan vitamin C dihati benih ikan ekor kuning yang diberi pakan dengan suplementasi L-askorbil-2-phosphate magnesium lebih tinggi dibanding hati ikan yang menerima pakan dengan suplementasi asam askorbat pada dosis setara. Percobaan yang dilakukan oleh Dabrowski et al. (1994) ketersediaan biologi ester askorbil secara in vitro memperlihatkan bahwa hidrolisis askorbil phosphate memiliki efisiensi lebih tinggi untuk beberapa spesies ikan, baik pada asam maupun basa dan aktifitasnya lebih tinggi di usus dibanding jaringan lain. Tingginya ketersediaan biologis L-

(9)

askorbil-2-phosphate magnesium dibanding asam askorbat disebabkan oleh kemampuan ikatan phosphate melindungi oksidasi senyawa ini dalam sistem pencernaan (Wilson et al. 1989). Efisiensi dari aktivitas enzim yang menghidrolisis vitamin C lebih tinggi untuk bentuk L-askorbil-2 monophosphate dan triphosphate (Dabrowski dan Hinterleither., 1992).

Pada percobaan ini akan digunakan L-askorbil-2-phosphate magnesium sebagai sumber vitamin C, karena telah banyak pengujian pada udang, ikan nila (Shigueno dan Itoh., 1988, Azwar , 1997) membuktikan bahwa senyawa ini cukup stabil baik selama proses pembuatan, penyimpanan. Hasil penelitian Facon (1987) yang menyarankan induk ikan karnivora membutuhkan suplementasi vitamin C sejumlah 400- 900 mglkg pakan. Kemudian Soliman ef al. (1986) merekomendasikan suplementasi vitamin C induk ikan (Oreochromis mossambicus) sebesar 1250 mglkg pakan. Selanjutnya hasil penelitian Azwar (1997) mendapatkan bahwa penggunaan 1500 - 3000 mglkg pakan

meningkatkan daya tetas telur 88,33%

-

90,33%, dibanding yang tidak menggunakan vitamin C hanya 73,66%. Demikian pula dengan diameter telur, meningkat dengan penambahan vitamin C dari 1.973 mm menjadi 2.1 83 mm.

Metabolisme dan Biosintesis Vitamin C

Umumnya hewan dapat mensintesis vitamin C dari D-glukosa melalui asam glukoronik, namun kebanyakan ikan tidak dapat mensintesisnya (Masumoto ef al. 1991). Ketidak mampuan ini disebabkan karena tidak adanya enzim L- gulonolanton oksidase yang befingsi mengkonversi L-gulono-y- menjadi L-2- ketogulono-y-lakton, yang merupakan tahap akhir biosintesis vitamin C (Dabrowski. 1991, Combs 1992, Linder. 1992, Murray et al. 1997, Piliang .

(10)

2000). Gejala defisiensi vitamin C pada ikan pertama diketahui oleh Kitamura tahun 1965 dari hasil pengamatannya terhadap gangguan perkembangan tulang belakang (Scoliosis dan lordosis) ikan trout yang dipelihara di kolam dan diberi pakan tambahan. Defisiensi vitamin C pada ikan dapat disebabkan oleh kurang tersedianya senyawa ini dalam ransum yang diberikan, sedangkan ikan tidak mampu mensintesis vitamin C, walaupun sel-selnya membutuhkan vitamin C (Faster &lam Sandnes, 1991).

Kebutuhan vitamin C bagi ikan sangat berkaitan dengan status kandungannya dalam jaringan dan aktivitas fisiologis. Kock &lam Azwar (1997) mencatat bahwa absorbsi vitamin C pada ikan rainbow trout dilakukan pada bagian lambung (20,7%), Pyloric caeca (23,4%), usus tengah (21,9%), dan usus posterior (20,1%). Vitamin C terserap sangat cepat di alat pencernaan masuk kedalam saluran darah dan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh melalui mekanisme transpor aktif dengan media pembawa (carrier mediated) yang tergantung pada ion Na +, namun pengambilan secara difusi pasif tetap terjadi

untuk menjamin ketersediaan dalam jurnlah yang cukup pada tubuh (Tucker dan Halver, . 1984, Combs. 1992). Dabrowski et al. (1 994) mengemukakan bahwa keluar masuknya vitamin C dalam tubuh sangat bergantung pada konsentrasi ion ~ a ' mukosa. Selanjutnya akan diakumulasi dalam banyak organ - organ vital yang melakukan aktivitas metabolisme secara aktif seperti pada korteks adrenal, jaringan otak, dan jaringan lainnya. Konsentrasi vitamin C pada korteks adrenal sangat tinggi (72 - 168mg1100g pada sapi), juga pada jaringan otak (5-28 mg1100 g), juga didapatkan konsentrasi yang tinggi pada daerah yang kaya akan katekolamin (Combs, 1992). Sandnes (1 991) mengemukakan bahwa vitamin C

(11)

dapat diakumulasikan dalam jaringan dan digunakan saat dibutuhkan. Pemberian vitamin C berlebihan akan meningkatkan sekresi vitamin C dalam urine, tetapi dapat juga meningkatkan kadar vitamin C dalam jaringan, ditimbun dalam bagian sel yang dapat dilalui air, dan tidak dapat menyusup ke selaput lemak (Goodman, 1994). Masuknya vitamin C ke dalam sel melalui sistem transportasi aktif senyawa yang larut air (Tucker dan Halver, 1984). Percobaan Halver (1972) pada ikan rainbow trout ukuran 300-500 g yang menerima pakan dengan suplementasi asam askorbat (vitamin l 4 C ) 50 mg/kg ransum, mencatat adanya

asam askorbat ( I 4 C) pada air seni dan tinja masing-masing sebesar 3 % dan 0,5 %

selama masa koleksi 72 jam. Percobaan lain menggunakan ikan trout ukuran 250 g yang dipelihara selama 3 bulan dan suplementasi asam askorbat ransum ditingkatkan menjadi 100 mglkg, ternyata bahwa kadar asam askorbat l 4 C pada

air seni dan tinja meningkat menjadi 10% dari dosis yang diberikan, dengan demikian absorbsi vitamin C akan dibatasi jika diberikan berlebihan (Tucker dan Harver., 1984).

Menurut Dabrowski (1 99 1) berkurangnya L-asam askorbit jaringan sangat bergantung pada katabolisme. Kecepatan katabolisme L-asam askorbit ikan trout yang adalah 4,68% dan untuk ikan mas sebesar 1,46% dari pool askorbik, dan kandungan L-asam askorbit tubuh berkurang secara bertahap jika ikan menerima pakan defisiensi vitamin C (Dabrowski et al. 1994). Laju katabolisme vitamin C lebih rendah pada ikan yang puasa dibanding ikan yang aktif tumbuh dan makan (Dabrowski. 1992). Pada ikan trout telah memperlihatkan adanya bentuk dehidro askorbit pada plasma darah, hati, ginjal dan usus halus. Rasio bentuk reduksi asam askorbit terhadap asam askorbat setiap jaringan tersebut tertinggi pada usus

(12)

halus yaitu 35.9%, kemudian hati 28.2%, ginjal 24.1%, plasma 13.4% dan lambung 13.5% (Dabrowski., 1991). Terbentuknya dihidro askorbat dalam jaringan menunjukkan adanya penggunaan vitamin C dalarn sel, mengingat vitamin C sebagai ko-faktor dalam berbagai reaksi hidrosilasi pada sel (Sandnes, 1991). Rasio reduksi L-asam askorbat ke bentuk dihidro askorbat dikontrol oleh proses biosintesis sel (Halver, 1985).

Kandungan Vitamin C dalam Sel Telur Selama Perkembangan Gonad Vitamin C berperan penting dalam metabolisme neurotransmitter, sebagai donor elektron untuk dopamin-P-monooxygenase yang akan menghidroksilasi bentuk dopamin menjadi norepinefi-ine selanjutnya diubah menjadi epinefrin (Prawirokusumo 199 1, Combs 1992, Piliang, 2000). Epinefrin sangat penting untuk behngsi normalnya sistem syaraf dalam mekanisme frightlflight atau lebih umum dalam hubungannya dengan stres, pelepasan epinefiin menolong untuk merangsang pemecahan glikogen dan trigliserida untuk ketersediaan cadangan energi secara cepat (Linder 1992). Combs (1992) mengemukakan bahwa diperkirakan sepertiga kandungan vitamin C tubuh disebarkan dalam bentuk tereduksi pada tempat pembentukan katokelamin dimana vitamin C tersebut dibebaskan membentuk kortikostreoid sebagai respons terhadap stress melalui hormon adrenokortikotropik (ACTH). Selanjutnya dinyatakan lagi bahwa asam askorbik yang terkandung dalam jaringan adiposa benvarna coklat pada tikus ditemukan meningkat 60% karena stres suhu dingin. Masumoto et al. (1991) melaporkan terjadinya pengosongan kandungan vitamin C hati dan kenaikan tingkat kortisol serum setelah stres pada ikan coho salmon dan rainbow trout. Respons terhadap stres terutama dikontrol oleh sistem endokrin melalui kortisol

(13)

(Barton et al. dalam Masumoto et al., 1991) dan ketokolamin (Woodward 1982), dengan cara menekan tingkat kortisol dalam sirkulasi dan bereaksi melawan pengaruh tekanan kortisol terhadap sintesis hormon steroid gonad (Carragher dan Sumpter 1990). Peningkatan plasma kortisol dan penurunan konsentrasi di ginjal akibat stres penanganannya telah diamati untuk ikan salmonoid (Wedemeyer dalam Dabrowski et al,. 1994). Hasil percobaan Campbell et al., (1992) memperlihatkan bahwa stress akut selama fase pematangan gonad induk ikan rainbow rout telah menyebabkan kenaikan tingkat kortisol plasma darah dan mengurangi kualitas gamet . Dengan demikian suplementasi vitamin C pada pakan ikan tidak hanya berguna mempertahankan kondisi kesehatan induk ikan, tetapi juga untuk menghasilkan kualitas telur yang baik.

Perkembangan telur mencapai ovulasi diatur hormon gonadotropin (GtH) yang dibentuk dan disimpan dalam kelenjer pituitari atau hipofisis yang secara terus menerus diproduksi dan dikeluarkan ke dalam aliran darah. Gonadotropin yang telah dilepas akan mencapai gonad dan merangsang proses preovulasi dan akhir ovulasi (Woynarovih dan Horvath 1980). Kedua macam GtH itu adalah GtH-1 identik dengan Follicle Stimulating Hormone (FSH) pada mamalia dan GtH-2 identik dengan Lituinizing Hormone (LH) (Swanson et al. dalam Sumantadinata 1997). GtH- 1 mempunyai daya kerja untuk merangsang pertumbuhan folikel dan testis serta memberikan rangsangan terhadap proses spermatogenesis, sedang GtH-2 mempunyai kerja untuk merangsang ovulasi dan penguningan folikel ovarium, dan pada hewan jantan hormon ini merangsang fbngsi sel-sel interstisiil (sel-sel leydig) serta mempertinggi atau meningkatkan produksi hormon steroid (Djojosoebagio 1996). Fungsi GtH- 1 pada induk betina

(14)

adalah untuk merangsang sel-sel granulosa dan sel teka pada folikel yang matang untuk memproduksi hormon estradiol, estrogen dari testosteron (Djojosoebagio,

1996). Selanjutnya estrogen akan mengalami aromatisasi pada cincin A dengan bantuan enzim aromatase sehingga menghasilkan hormon estradiol

-

17P, yang diproduksi oleh lapisan granulosa dan teka pada folikel oosit di bawah pengaruh gonadotropin (Nagahama et al. 1982). Selanjutnya estradiol

-

17P dilepas ke dalam darah masuk ke hati dan akan merangsang hati untuk melakukan sintesis dan sekresi protein khas betina (vitelogenin). Vitelogenin hasil sintesis ini, kemudian oleh hati dilepas ke dalam darah dan akhirnya diserap oleh oosit serta ditimbun sebagai komponen kuning telur sehingga ukurannya semakin membesar (Nagahama, 1 983).

Vitamin C merupakan salah satu komponen telur yang dijumpai dalam bentuk terikat dengan protein. Protein pengikat vitamin adalah protein pengikat riboflavin. Protein pengikat vitamin yang terdapat dalam telur berperan menjaga kelangsungan hidup embrio atau larva dengan memasok vitamin pada tahap-tahap kritis dalam perkembangan. Vitamin yang terikat dalam protein pada telur juga berperan agar telur tidak terserang oleh bakteri, karena protein tersebut memiliki aksi anti mikroba (Mommsen dan Walsh, 1988). Hasil percobaan Dabrowski dan Ciereszko (1 993) menunjukkan bahwa defisiensi vitamin C dapat secara langsung mempengaruhi kualitas telur dan sperma. Karena vitamin C adalah ko- faktor yang berperan dalam biosintesis hormon steroid dan neuro hormon. Waagbo et al. (1989) melaporkan bahwa konsentrasi estradiol 17P secara nyata lebih rendah pada induk ikan rainbow trout yang diberi pakan defisiensi vitamin C dibanding yang diberi suplementasi vitamin C. Ini membuktikan bahwa

(15)

vitelogenin yang dilakukan induk ikan betina bagi pembentukan kuning telur dalam jumlah cukup maupun pelengkapan oosit secara layak penting bagi kelangsungan hidup embrio dan larva ikan. Ishibashi et al. (1994) menyimpulkan bahwa vitamin C menstimulasi biosintesis vitelogenin yang merupakan material untuk akumulasi oosit.

Pengaruh Vitamin C terhadap Perkembangan Ovarium dan Kualitas Telur Pada ikan j apanese parrot (Oplegnathus fasciatus) memperlihatkan bahwa ada peningkatan indeks gonad somatik dengan peningkatan dosis vitamin C yang diberikan. Ikan yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C 0, 300, 1000, 3000 mglkg memperlihatkan nilai IGS masing-masing 0.5, 0.9, 1.4, 2.2% untuk betina dan 0.4, 0.6, 0.5, dan 0.8 % untuk induk jantan (Ishibashi et al.

1994). Pengamatan secara mikroskopis terhadap ovarium juga memperlihatkan prosentase induk yang mencapai aktivitas vitelogenesis meningkat dengan penambahan dosis vitamin C, induk yang menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C tidak menunjukkan adanya oosit fase vitelogenesis sedangkan perlakuan suplementasi vitamin C 300, 1000, dan 3000 mg/kg pakan jumlah induk yang ovariumnya mencapai stadium vitelogenesis hingga matang adalah 20, 40, 80%. Soliman et al., (1986) yang mengarnati pengaruh asam askorbat terhadap penampilan reproduksi ikan Oreochromis mossambicus melaporkan bahwa ikan yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C biasa 1250 mg/kg memperlihatkan gejala kesiapan memijah dua minggu lebih awal, dibanding pakan yang tanpa suplementasi vitamin C. Azwar et al., (2001) mencat at bahwa ikan bandeng (Chanos- chanos Forskal) yang menerima pakan dengan suplementasi askorbil-2-phosphate magnesium 1500 mg/kg pakan

(16)

menunjukkan frekuensi bertelur lebih tinggi, dibanding induk yang menerima suplemen 1000 mglkg pakan, dan tidak ditemui induk yang memijah pada perlakuan kontrol.

Penelitian Alava, Kanazawa dan Teshima (1 993) memperlihatkan bahwa, pemberian askorbit-2-phosphate magnesium, suatu bentuk turunan vitamin C dalam ransum dapat menstimulasi perkembangan gonad induk udang Penaeus japonicus betina. Percobaannya dengan menggunakan pakan yang disuplementasi askorbil-monophosphate magnesium masing-masing 500, 1000, 1500 mglkg, setelah pemeliharaan 170 hari nilai Indeks Gonad Somatik (IGS) induk betina 2.40, 2.5 1 dan 1.81 % sedangkan nilai IGS induk jantan adalah 0.76, 0.87 dan 0.91%. Sedangkan untuk kontrol tidak diperoleh data, karena induk mati sebelum berakhirnya percobaan.

Ishibashi et al., (1994). Dalarn percobaannya memperlihatkan bahwa, kandungan vitamin C ovarium induk yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C masing-masing 0, 300, 1000 dan 3000 mglkg pakan mencapai 70.6, 657.1, 898.4 dan 886.2 pglg bobot basah. Pengamatan Waagbo et al. (1989) terhadap ikan rainbouw trout memperlihatkan bahwa kandungan vitamin C ovarium induk yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C 2000 mglkg mencapai 238 pglg bobot basah, sedangkan induk yang tidak menerima suplementasi vitamin C mencapai 25 pglg setelah pemeliharaan selama empat bulan dan kemudian turun menjadi 8 pglg setelah pemeliharaan lima bulan. Alava et al. (1 993) yang mengamati pengaruh askorbit-2-phosphate magnesium terhadap perkembangan ovarium induk udang. Penaeus japonicus memperlihatkan adanya peningkatan kadar vitamin C ovarium dengan meningkatnya dosis yang diberikan.

(17)

Kadar vitamin C ovarium induk udang yang menerima pakan dengan suplementasi askorbit phosphate magnesium masing-masing 500, 1000, 1500 mg/kg pakan adalah 436.8, 1 176.1, 14 17.8 pg/g. Percobaan Soliman et al. (1 986) terhadap ikan Oreochromis mossambicus mencatat kandungan vitamin C ovarium induk yang menerima suplementasi vitamin C1250 mg/kg pakan adalah sebesar 429.39 pg/g dan induk yang menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C mencapai 46.77 pg/g. Penelitian yang dilakukan oleh Azwar (2001) pada ikan nila untuk melihat akumulasi vitamin C pada ovarium saat siklus reproduksi, diperoleh hasil bahwa kandungan vitamin C pada gonad (TKG I) rata-rata 74,33 pg/g bobot basah, kemudian meningkat dan mencapai yang tertinggi pada TKG I11 rata-rata 155,98 pg/g bobot basah.

Pengaruh Vitamin C Terhadap Lipida Ovarium

Peningkatan bobot hati menjelang perkembangan ovarium disebabkan peningkatan fi-aksi lipida, dimana lipida akan ditransfer dari cadangan lipida tubuh dan lipida hati ke ovarium selama proses pertumbuhan ovarium(Jensen., 1979). Mobilisasi lipida ke ovarium dapat diperlihatkan dari fluktuasi kandungan lipida plasma selama siklus reproduksi, lipida plasma meningkat pada awal perkembangan ovarium, kemudian menurun menjelang ovulasi (Halver, 1989). Hubungan lipida plasma dengan kematangan ovarium pada ikan lele india (Heteropneustes fossilis) tercatat bahwa pada fase persiapan tumbuh ovarium terjadi aktivitas lipogenik pada hati, dan kemudian selama fase perkembangan awal terjadi lipolisis trigliserida yang ditandai dengan naiknya asam lemak bebas dalam plasma (Singh dan Singh,. 1990). Vitamin C dapat menginduksi lipolisis yang menurunkan lipida jaringan dengan menstabilisasi norepineprin, juga

(18)

befingsi sebagai donor elektron untuk desaturasi asam lemak (Kosutarak et al., 1995a). Percobaan Kosutarak et al. (1995 a, 1995 b) terhadap anak ikan Pagurus mayor dan Paralicthys olivaceus menunjukkan bahwa kadar lipida hati dan tubuh ikan yang menerima ransum dengan suplementasi askorbit phosphate megnesium lebih tinggi dibandingkan ikan yang menerima ransum tanpa suplementasi. Dengan suplementasi masing-masing 0, 50, 500 mg/kg pakan, kandungan lipida hati dan daging ikan Pagurus mayor masing-masing mencapai 24.5, 43.3, 42.1 % bobot basah daging dan 5.8, 8.1, 8.0 % bobot basah hati. Suplementasi vitamin C dalam ransum dapat meningkatkan kandungan lipida, dimana lipida ovarium induk ikan rainbouw trout yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C mencapai 14.3 g/100 g, sedangkan yang menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C hanya 12.6 g1100 g. (Waagbo et al. 1989). Suplementasi vitamin C dalam ransum pakan induk mempengaruhi kadar trigliserida darah pada saat siklus reproduksi, dengan suplementasi vitamin C masing-masing 0, 30, 1000 dan 3000 mglkg pakan tercatat rata-rata trigliserida plasma darah masing-masing 122, 125, 186 dan 240 mg/dl (Ishibashi et al., 1994).

Perkembangan ovarium dan telur sangat bervariasi bergantung kepada jenis ransum, strategi reproduksi spesies dan lamanya nutrisi endogen, keadaan fisiologis induk, serta stadia perkembangan ovarium (Balon &am Heming dan Budington, 1989). Perkembangan ovarium udang Penaeus japonicus tercatat bahwa lipida utama yang diakumulasikan adalah trigliserida dan phosphotidilkholin, dimana pola peningkatan lipida ini berkaitan dengan kebutuhan energi selama proses perkembangan gonad dan persiapan lipida telur (Teshima et a1 ,. 1988). Hal yang serupa dikemukakan pula oleh Gehring d d a m

(19)

Teshima et al. (1988) bahwa peningkatan lipida pada ovarium udang Penaeus duorarum pada tingkat kematangan gonad hingga 111 terutama adalah peningkatan bentuk lipida netral yang meliputi trigliserida, bentuk sterol bebas, dan lipida polar (phospholipid). Pengamatan terhadap ikan Siganus gairctneri mencatat bahwa vitelogenin yang diakumualasikan pada sel telur saat vitelogenesis merupakan senyawa lipid-protein yang mengandung 280 pg lipida polar dan 60 pg trigliserida per mg protein (Wiegand., 1984). Pengamatan pada ikan lele India (Heteroneustes fossilis) mencatat bahwa bentuk lipida trigliserida pada ovarium meningkat cepat dari fase persiapan (TKG 1) ke fase sebelum pemijahan (TKG IV) dan mencapai puncak pada stadia ini, kemudian menurun setelah memijah, dimana kadar trigliserida hati mengikuti pola yang sama dengan trigliserida ovarium (Singh dan Singh, . 1990) .

Referensi

Dokumen terkait

Data tersebut diperoleh dari alat ukur yang diisi langsung oleh subjek melalui skala bullying, secure attachment dengan orang tua, dan kontrol dirig. Metode

Contoh aplikasi tradisi pogogutat yang ada di Bolaang Mongondow adalah sekumpulan masyarakat yang aktif dalam bekerjasama (gotong royong), baik dalam lingkungan masyarakat

After analyzing the data, the data were classified based on modal auxiliaries as hedging device uttered by Donald Trump and Hillary Clinton. Modal would was the

Pada penelitian ini dilakukan pemodelan metode Bayesian dalam aplikasi chatting untuk merespon emosi dari kalimat teks berbahasa Indonesia dengan menggunakan

Lapis pondasi atas pada perkerasan lentur biasanya terdiri atas lapisan hasil pemadatan batu pecah, kerikil atau slag yang bergradasi tertentu, atau bahan hasil

S marah, sedih, atau putus asa marah, sedih, atau putus asa marah, sedih, atau putus asa marah, sedih, atau putus asa 5.. resiko

No. Berdasarkan wawancara dengan Camat Bogor Selatan, pegawai negeri sipil sudah bekerja dengan baik dan maksimal. Kondisi baik tersebut dapat dilihat dari

Pemuda dan anak yang telah dilatih melalui berbagai pelatihan di Gubuk Baca Lentera Negeri dapat bekerja sama dengan Mbah Jo melestarikan nilai- nilai luhur bangsa