• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 kebiruan. Habitat ikan layaran adalah di permukaan laut (pelagis dan epipelagis) di atas lapisan termoklin. Ikan layaran banyak ditemukan di daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 kebiruan. Habitat ikan layaran adalah di permukaan laut (pelagis dan epipelagis) di atas lapisan termoklin. Ikan layaran banyak ditemukan di daerah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Layaran (Istiophorus sp.)

Ikan layaran termasuk kedalam sumberdaya ikan pelagis besar yang termasuk jenis ikan pedang atau setuhuk. Ikan pelagis besar tersebar dihampir semua wilayah pengelolaan perikanan di mana tingkat pemanfaatan berbeda-beda antar perairan (Mallawa 2006). Daerah penyebaran ikan layaran di Indonesia meliputi : Pelabuhan Ratu, Selat Bali, Laut Flores, Selat Makasar, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Sawu, dan perairan barat Sumatera (KKP 2006). Klasifikasi ikan layaran (Istiophorus sp.) (Saanin 1984) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub ordo : Scombroidea Famili : Istiophoridae Genus : Istiophorus

Spesies : Istiophorus gladius Istiophorus orientalis

Istiophorus platypterus

Gambar 1 Ikan layaran (Istiophorus sp.)

Ikan layaran memiliki badan yang memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kehitaman. Kepala ikan layaran berbentuk kerucut dengan paruh panjang, merupakan ikan perenang cepat. Sirip punggung ikan layaran memiliki 20 jari-jari keras yang membentuk seperti layar berwarna

(2)

kebiruan. Habitat ikan layaran adalah di permukaan laut (pelagis dan epipelagis) di atas lapisan termoklin. Ikan layaran banyak ditemukan di daerah perairan yang dekat dengan pesisir dan pulau-pulau (Shaw 1972). Komposisi kimia ikan layaran (Istiophorus gladius) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia ikan layaran (Istiophorus gladius)

No. Komposisi Hasil (%)

1 Kadar air 66,79 2 Kadar abu 2,16 3 Kadar protein 15,15 4 Kadar lemak 3,07 Sumber : Murniyat et al. (2006) 2.2 Protein Ikan

Protein adalah komponen ikan yang sangat penting ditinjau dari sudut gizi

dan biasanya terkandung sekitar 15-25% dari berat total daging ikan (Irianto dan Giyatmi 2009). Protein ikan menyediakan kurang lebih 2/3 dari

kebutuhan protein hewani yang diperlukan oleh manusia. Protein ikan dapat diklasifikasikan menjadi protein miofibril, sarkoplasma dan stroma. Komposisi ketiga jenis protein pada daging ikan terdiri dari 65-75% miofibril, 20-30% sarkoplasma dan 1-3% stroma (Junianto 2003). Protein ikan biasanya kurang stabil bila dibandingkan dengan protein daging mamalia, artinya mudah rusak oleh pengolahan, terkoagulasi dan terdenaturasi. Hal ini disebabkan oleh struktur alamiah miosin yang labil (Winarno 1993).

2.2.1 Protein miofibril

Protein miofibril merupakan bagian yang terbesar dari daging ikan dan merupakan jenis protein yang larut dalam larutan garam. Protein ini terdiri dari miosin, aktin, tropomiosin, serta aktomiosin yang merupakan gabungan aktin dan miosin. Protein miofibril berperan dalam pembentuk gel dan proses koagulasi, terutama dari aktomiosin. Pada umumnya protein yang larut dalam larutan garam lebih efisien sebagai pengemulsi dibandingkan dengan protein yang larut dalam air (Junianto 2003). Protein miofibril bertanggung jawab terhadap plastisitas dan daya ikat air daging, tekstur produk-produk perikanan serta sifat fungsional

(3)

daging lumat dan homogenat, khususnya kemampuan dalam pembentukan gel (Irianto dan Giyatmi 2009).

Miosin merupakan 50-58% fraksi miofibril (Irianto dan Giyatmi 2009). Miosin mempunyai aktivitas ATPase yang akan memindahkan energi ATP pada saat kontraksi otot (Rahayu et al. 1992). Kemampuan untuk mengekstrak protein miosin lebih besar pada pH tinggi, tetapi kekuatan gel daging ikan pada produk akhir lebih rendah meskipun jumlah miosin yang diekstrak lebih banyak (Junianto 2003). Aktin terdapat sekitar 15-20% dari jumlah total protein daging ikan. Ketika daging lumat diberikan larutan garam netral, aktin akan terekstraksi bersama-sama dengan miosin membentuk aktomiosin (Irianto dan Giyatmi 2009). 2.2.2 Protein sarkoplasma

Protein sarkoplasma merupakan protein terbesar kedua yang mengandung bermacam-macam protein larut air yang disebut miogen. Protein sarkoplasma atau

miogen terdiri dari albumin, mioalbumin dan mioprotein. Kandungan sarkoplasma dalam daging ikan bervariasi. Selain tergantung dari jenis ikannya juga tergantung habitat ikan tersebut. Pada umumnya, ikan pelagis mempunyai kandungan sarkoplasma lebih besar daripada ikan demersal (Junianto 2003). Menurut Shimizu et al. (1976) diacu dalamLee and Lanier (1992), sarkoplasma tidak dapat menghasilkan gel walaupun dilakukan pemanasan dan jika tidak dihilangkan akan menghambat pembentukan gel. Tercampurnya daging putih dan daging merah selama pemfilletan dari ikan berdaging gelap akan menyebabkan penurunan kekuatan gel secara keseluruhan.

Protein sarkoplasma sebagian besar mengandung enzim-enzim, termasuk enzim proteolitik. Protein ini larut dalam air dan larutan garam dengan kekuatan ion yang rendah (konsentrasi garam 0,5%). Pemanasan protein sarkoplasma selama 10 menit pada suhu 90 oC akan menggumpal (mengkoagulasi) protein tersebut. Ketika daging ikan dipanaskan, protein sarkoplasma yang terkoagulasi akan menempel pada protein miofibril. Keadaan ini akan menghalangi bentuk gel dalam pembuatan produk daging ikan tertentu (Rahayu et al. 1992).

(4)

2.2.3 Protein stroma

Stroma adalah protein jaringan ikat yang terdapat di luar serabut daging.

Stroma tidak larut dalam air, asam, basa serta larutan garam 0,01-0,1 M (Rahayu et al. 1992). Daging merah ikan pada umumnya mengandung lebih

banyak stroma, tetapi lebih sedikit mengandung sarkoplasma jika dibandingkan dengan daging putih ikan (Junianto 2003). Komponen dari stroma adalah kolagen dan elastin, atau keduanya (Rahayu et al. 1992). Pada umumnya kandungan kolagen pada daging ikan adalah sekitar 1-12% dari protein kasar. Elastin adalah protein yang dapat membentuk serat elastis seperti karet yang merupakan penyusun utama ligament pada mamalia (Irianto dan Giyatmi 2009). Apabila jaringan ikat mengandung prosentase kolagen yang besar dan dipanaskan dengan uap dengan waktu yang lama, maka kolagen akan berubah menjadi gelatin yang larut dalam air dan apabila gelatin ini dimasak akan membentuk jelly (Rahayu et al. 1992).

2.3 Surimi

Surimi adalah produk setengah jadi yang diolah dengan melumatkan daging ikan, kemudian dicuci dengan air dingin untuk menghilangkan sifat

organoleptis yang kurang menarik dan setelah itu dipisahkan airnya (Irianto dan Soesilo 2007). Menurut Winarno (1997), mutu surimi yang paling

baik adalah yang berwarna putih kuat dan dapat membentuk gel. Kekuatan gel surimi dipengaruhi oleh jenis ikan, umur, kematangan gonad, tingkat kesegaran ikan, pH, kadar air, volume, dan konsentrasi dan jenis penambahan antidenaturant

(cryoprotectant), serta frekuensi pencucian (Suzuki 1981).

Semua jenis dan ukuran ikan dapat diolah menjadi surimi dan dapat memberikan nilai tambah secara ekonomi (Djazuli et al. 2009). Pada prinsipnya pengolahan surimi menerapkan teknologi yang sederhana dan mudah dilakukan, sedangkan peralatan yang digunakan tergantung pada tingkat kecanggihan dan skala produksi. Secara umum, tahapan pengolahan surimi, meliputi penyiangan, pemisahan daging dan tulang, pencucian, pembuangan air, penyaringan, pencampuran dengan krioprotektan, serta pembekuan (Irianto dan Giyatmi 2009). Proses pencucian pada pembuatan surimi berfungsi untuk mendapatkan warna putih dan menghilangkan protein sarkoplasma yang mengganggu proses

(5)

pembentukan gel ikan (Suzuki 1981). Proses pencucian pada pembuatan surimi pada dasarnya dilakukan dengan mencuci daging lumat dengan air dingin (10-15 oC) yang ditambahkan garam 0,2-0,3% sebanyak 2-3 kali pencucian. Volume air yang digunakan adalah 4-5 kali berat daging lumat. Penambahan garam selama pencucian membantu pelepasan air dari daging lumat (Irianto dan Giyatmi 2009).

Pencucian pada pembuatan surimi dapat memberikan pengaruh yang tidak menguntungkan dan pengaruh yang menguntungkan. Pengaruh pencucian yang tidak menguntungkan, yaitu hilangnya komponen rasa alami yang ada di dalam daging ikan dan berkurangnya kandungan protein. Penghilangan protein larut air memberikan pengaruh yang baik terhadap surimi, yaitu peningkatan kemampuan membentuk gel. Pengaruh pencucian pada daging lumat yang menguntungkan (Irianto dan Giyatmi 2009), antara lain :

a. Meningkatkan kemampuan daging lumat membentuk gel dengan membuang sebagian besar protein larut air yang mengganggu pembentukan gel

b. Memperbaiki warna dan penampakan daging lumat c. Menghilangkan bau yang tidak dikehendaki

d. Menghasilkan surimi beku yang memiliki rasa hambar sehingga rasa produk olahan lanjut dapat diatur sesuai selera dengan menggunakan bumbu-bumbu dan bahan-bahan pembentuk rasa

e. Memperpanjang umur penyimpanan beku dari daging yang telah dicuci dengan penambahan gula dan poliposfat

2.4 Pembentukan dan Sifat Gel Ikan

Produk gel ikan merupakan salah satu produk yang terbuat dari daging ikan dengan peranan protein aktin dan miosin yang terkandung didalamnya. Sifat gel dapat terbentuk pada saat pencampuran daging ikan giling tanpa kulit dengan garam yang dilanjutkan dengan pemasakan. Bermacam-macam ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan gel ikan, tetapi kekuatan gel (ashi) akan bervariasi menurut jenis ikan yang digunakan. Ikan yang digunakan harus mempunyai kandungan protein yang sesuai untuk pembentukan gel ikan dan juga harus mempunyai tingkat kesegaran yang tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan ashi yaitu jenis ikan, kandungan air, surimi, jumlah

(6)

garam yang ditambahkan, lamanya penggilingan, pH, keadaan biokimia otot saat

post mortem, serta suhu dan waktu pemanasan (Suzuki 1981).

Apabila daging ikan mentah digiling dengan penambahan garam, maka miosin (aktomiosin, miosin dan aktin) akan larut dalam larutan garam membentuk sol yang sangat adhesif. Sol dipanaskan akan terbentuk gel dengan konstruksi seperti jala dan memberikan sifat elastis pada daging ikan. Daging ikan yang terkoagulasi karena panas disebut pasta ikan. Sifat elastis pada pasta ikan disebut

ashi. Kekuatan ashi pada tiap jenis ikan berbeda-beda (Tanikawa 1985). Pasta surimi yang dibuat dengan mencampurkan daging dengan garam yang dipanaskan, maka pasta daging tersebut berubah menjadi gel suwari. Gel suwari tidak hanya terbentuk oleh hidrasi molekul protein, tetapi juga oleh pembentukan jaringan ikatan hidrogen pada molekul miofibril. Gel suwari terbentuk dengan cara menahan air di dalam ikatan molekul yang terbentuk oleh ikatan hidrofobik dan ikatan hidrogen. Pembentukan gel suwari terjadi pada suhu pemanasan dengan suhu 50oC (Suzuki 1981).

Pemanasan gel bila ditingkatkan hingga di atas suhu 50 oC, maka struktur tersebut akan hancur, fenomena ini disebut modori. Modori akan terjadi apabila pasta surimi dipanaskan pada suhu 50-60 oC selama 20 menit, pada rentang suhu tersebut enzim alkali proteinase akan aktif. Enzim tersebut dapat menguraikan kembali struktur jaringan tiga dimensi gel yang telah terbentuk sehingga gel surimi akan menjadi rapuh dan hilang elastisitasnya. Berkaitan dengan fenomena tersebut, maka dibuat sebuah metode untuk membuat gel surimi yang kuat dengan melewatkan secara cepat pasta surimi tersebut pada zona rentang suhu dimana modori dapat terjadi. Gel surimi yang elastis terbentuk ketika pasta daging dipanaskan dengan melewati suhu modori, dengan cara pemanasan ini terbentuk jaringan dengan dimensi lebih besar yang disebut gel ashi (Suzuki 1981). Proses pembentukan gel ikan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Mekanisme pembentukan gel ikan Sumber : Suzuki (1981)

(7)

2.5 Bakso Ikan

Bakso ikan didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan (BSN 1995). Selain sebagai sumber protein yang mempunyai nilai gizi tinggi, bakso ikan juga merupakan makanan jajanan yang telah diterima oleh masyarakat karena harganya

yang relatif terjangkau serta dapat memenuhi selera dan daya beli masyarakat (Agustin dan Mewengkang 2008). Bahan yang diperlukan untuk membuat bakso

ikan adalah daging ikan, tepung tapioka dan bumbu-bumbu. Daging ikan yang baik untuk membuat bakso adalah daging ikan yang segar yang belum mengalami rigormortis karena daya ikat air pada daging ikan segar lebih tinggi dibandingkan daging rigormotis maupun pascarigor (Pearson dan Tauber 1984 diacu dalam Astuti 2009). Bumbu yang digunakan pada pembuatan bakso ikan dapat berupa garam 2,5%, sedangkan bumbu penyedap dapat dibuat dari campuran bawang putih 3%, bawang merah 2-2,5% dan lada sebesar 0,5% dari berat daging (Waridi 2004).

Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas bahan-bahan mentah yang digunakannya, terutama jenis dan mutu ikan, jumlah tepung yang digunakan atau perbandingannya dalam adonan dan faktor-faktor lain, seperti pemakaian bahan-bahan tambahan dan cara pengolahan (Daniati 2005). Cara pengolahan bakso akan mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan, misalnya apabila lemak atau kulit terambil, warna pada bakso yang dihasilkan akan kotor (Wibowo 2006). Faktor penampakan, tekstur, dan cita rasa, serta nilai gizi merupakan parameter yang penting dalam menentukan kualitas bakso ikan (Uju et al. 2004). Berdasarkan karakteristiknya, bakso ikan tergolong bahan pangan yang mudah rusak akibat aktivitas mikroba, karena memiliki pH yang relatif tinggi (>5,2) dan aktivitas air yang tinggi (aw>0,91) (Troller dan Christian 1978 diacu dalam Chairita et al. 2009). Daya simpan bakso ikan dapat diperpanjang dengan penyimpanan pada suhu rendah (Chairita et al. 2009). Syarat mutu bakso berdasarkan SNI 01-3819-1995 dapat dilihat pada Tabel 2.

(8)

Tabel 2 Syarat mutu bakso ikan (SNI 01-3819-1995)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 2 3 4 1 1.1 1.2 1.3 1.4 2 3 4 5 6 7 8 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 9 10 10.1 10.2 10.3 10.4 10.5 Keadaan: Bau Rasa Warna Tekstur Air Abu Protein Lemak Boraks

Bahan tambahan makanan Cemaran logam: Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Mg)

Cemaran Arsen (As) Cemaran mikroba: Angka lempeng total Bakeri bentuk koli

Salmonella Staphylococcus aureus Vibrio cholerae - - - - % b/b % b/b % b/b % b/b - Sesuai SNI dan revisinya mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/g APM/g - koloni/g -

Normal, khas ikan Gurih

Normal, putih tanpa warna asing lainnya Kenyal Maks. 80,0 Maks. 3,0 Min. 9,0 Maks. 1,0 Tidak boleh ada 01-0222-1987 Maks. 2,0 Maks. 20,0 Maks. 100,0 Maks. 40,0 Maks. 0,5 Maks. 1,0 Maks. 1x107 Maks. 4x102 Negatif Maks. 5x10 Negatif Sumber : BSN (1995)

2.5.1 Bahan utama bakso ikan

Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan bakso ikan adalah daging ikan. Hampir semua jenis ikan dapat dijadikan sebagai bahan baku bakso, baik yang bemilai ekonomis tinggi maupun ekonomis rendah (Uju et al. 2004). Daging ikan yang cocok untuk pembuatan bakso adalah daging putihnya saja. Daging putih ini dapat diperoleh dari jenis ikan berdaging putih, misalnya daging kakap, kerapu, tenggiri, ikan cunang atau ikan remang. Jenis ikan berdaging merah tidak bagus dijadikan bakso, kecuali jika ikan tersebut juga memiliki daging putih dan mudah dipisahkan dengan daging merahnya, misalnya tuna, cakalang, tongkol dan kembung (Wibowo 2006). Komponen daging yang berperan dalam produk bakso adalah protein. Fungsi protein dalam bakso adalah sebagai bahan pengikat

(9)

hancuran daging selama pemasakan sehingga membentuk struktur yang kompak dan berfungsi sebagai emulsifier (Winarno dan Rahayu 1994).

Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan bakso harus menggunakan bahan baku ikan segar, tidak cacat fisik dan berkualitas baik. Semakin enak daging ikan yang digunakan semakin enak pula flavor bakso yang dihasilkan. Jenis ikan yang digunakan juga dapat mempengaruhi tekstur dan rendemen bakso yang diperoleh (Waridi 2004). Daging ikan yang digunakan sebagai bahan baku bakso lebih baik berupa surimi, karena menghasilkan tekstur bakso yang lebih kenyal dan warna yang lebih putih. Kriteria mutu bakso sebagai produk fish jelly

adalah kelenturan dan kekenyalannya (BBPMHP 2001 diacu dalamAstuti 2009). 2.5.2 Bahan pengisi bakso ikan

Bahan pengisi berfungsi memperbaiki atau menstabilkan emulsi, meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah berat produk dan dapat menekan biaya produksi. Bahan pengisi yang umum digunakan dalam pembuatan bakso adalah tepung tapioka. Dari segi biaya produksi, penggunaan tapioka sebagai bahan pengisi akan menambah keuntungan. Cita rasa dan tekstur bakso pun disukai konsumen. Makin banyak tapioka yang ditambahkan, kekenyalan bakso makin menurun dan kandungan proteinnya makin rendah karena daging makin sedikit dan kandungan karbohidrat makin tinggi (Usmiati 2009). Agar bakso lezat, teksturnya bagus dan bermutu tinggi, jumlah tepung yang digunakan sebaiknya sekitar 10-15 % dari daging ikan (Wibowo 2006). Semakin tinggi kandungan patinya maka semakin rendah mutu dari bakso (Winarno dan Rahayu 1994).

Tapioka adalah pati (amilum) yang diperoleh dari umbi kayu segar (Manihot utilissimal/Manihot esculenta Crantz) setelah melalui cara pengolahan tertentu, dibersihkan dan dikeringkan (BSN 1994). Tepung tapioka banyak digunakan di berbagai industri karena kandungan patinya yang tinggi dan sifat patinya yang mudah membengkak dalam air panas dan membentuk kekentalan yang dikehendaki (Sumaatmaja 1984). Tepung tapioka juga memiliki larutan yang jernih, daya gel yang baik, rasa yang netral, warna yang terang dan daya lekatnya yang baik (Radley 1976 diacu dalamAstuti 2009).

(10)

2.5.3 Bahan tambahan bakso ikan

Bahan tambahan adalah bahan yang sengaja ditambahkan dengan maksud tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, citarasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, serta memantapkan bentuk dan rupa (Winarno dan Srikandi 1980 diacu dalam Dewi 2005). Bahan tambahan yang digunakan pada pembuatan bakso terdiri dari garam, bawang merah, bawang putih, lada dan air es. Dalam pembuatan bakso, sebaiknya tidak menggunakan penyedap monosodium glutamate dan dapat diganti dengan campuran bawang merah, bawang putih dan jahe dengan perbandingan 15:3:1 (Wibowo 2006). 2.5.3.1 Garam

Garam merupakan bumbu yang biasanya ditambahkan pada pembuatan bakso. Pemakain garam biasanya lebih banyak diatur oleh rasa, kebiasaan dan tradisi daripada keperluan. Makanan yang mengandung garam kurang dari 0,3% akan terasa hambar sehingga kurang disenangi (Winarno 1997). Selain itu, garam juga berfungsi sebagai pengawet karena garam berperan sebagai penghambat selektif terhadap mikroorganisme pencemar (Buckle et al. 1978). Pada konsentrasi rendah (1-3%) garam tidak bersifat membunuh mikroorganisme tetapi hanya sebagai bumbu yang akan memberikan citarasa gurih pada bahan pangan (Dewi 2005). Garam berfungsi sebagai pemberi rasa, pelarut protein dan pengawet. Garam yang biasa ditambahkan dalam pembuatan bakso adalah sekitar 2,5% (Wibowo 2006).

2.5.3.2 Bawang merah

Bawang merah termasuk salah satu diantara tiga anggota Allium yang paling popular dan mempunyai nilai ekonomis tinggi. Dikalangan ilmuan, bawang merah ini diberi nama Allium cepa var. ascalonicum. Tetapi, bawang merah juga cukup disebut Allium ascalonicum. Bawang merah mengandung cukup banyak vitamin B dan C dan biasanya bawang merah digunakan sebagai bumbu dan obat-obatan tradisional. Bawang merah sebagian besar terdiri dari air yang mencapai 80-85%. Kandungan lainnya yaitu protein 1,5%, lemak 0,3% dan karbohidrat 9,2%. Selain itu, umbi bawang merah juga mengandung ikatan asam amino yang tidak berbau, tidak berwarna dan dapat larut dalam air (Wibowo 1999).

(11)

2.5.3.3 Bawang putih

Bawang putih termasuk salah satu anggota bawang-bawangan yang paling popular di dunia. Bawang putih merupakan senyawa pembentuk aroma dan juga senyawa-senyawa khasiatnya. Bawang putih berfungsi untuk meningkatkan citarasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan produk alami yang biasanya ditambahkan ke dalam bahan makanan. Bawang putih termasuk dalam familia Licliaceae yang popular dengan nama ilmiah Allium sativum Linn. Komposisi kimia bawang putih antara lain air sebesar 60,9-67,8%, protein sebesar 3,5-7%, lemak sebesar 0,3%, karbohidrat sebesar 24,0%-27,4%, total karbohidrat termasuk seratnya mencapai 24,0-27,4% dengan serat 0,7%. Selain itu, bawang putih juga mengandung mineral penting dan beberapa vitamin dalam jumlah tidak besar (Wibowo 1999).

2.5.3.4 Minyak Goreng

Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi. Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemak karena asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak (Djatmiko 1974 diacu dalam Winarno 1999). Setiap minyak goreng tidak boleh berbau dan sebaiknya beraroma netral. Warna minyak merah orange atau kuning biasanya dapat disebabkan adanya pigmen karetonoid yang larut dalam minyak tersebut. Minyak goreng yang dihasilkan dari bahan yang berbeda mempunyai stabilitas yang berbeda pula karena stabilitas minyak goreng dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain derajat ketidakjenuhan asam lemak yang dikandungnya, penyebaran ikatan rangkap dan bahan-bahan pembantu yang dapat

mempercepat atau menghambat proses kerusakan pada minyak goreng (Griswold 1962 diacu dalam Winarno 1999).

2.5.3.5 Lada

Lada (piper nigrum) termasuk keluarga Piperaceae. Lada merupakan rempah-rempah yang menjadi komoditas penting dai zaman dulu hingga sekarang. Buah lada berbentuk bulat dengan biji keras dan berkulit lunak. Manfaat lada adalah sebagai bumbu masak yang bisa membuat rasa masakan menjadi sedap,

(12)

beraroma merangsang dan menghangatkan badan (Sutarno dan Andoko 2005). Lada sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Kedua sifat tersebut disebabkan kandungan bahan-bahan kimia yang terdapat pada lada. Rasa pedas pada lada disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin serta hapisin (Rismunandar 1993). Lada yang digunakan umumnya sekitar 1% dari berat daging (Wibowo 2006).

2.5.3.6 Air es

Air es atau es merupakan bahan penting lainnya yang digunakan dalam pembuatan bakso. Penggunaan air es atau es berfungsi meningkatkan air ke dalam adonan kering selama pembentukan adonan maupun selama perebusan dan dapat membantu pembentukan adonan dan membantu memperbaiki tekstur bakso. Dengan adanya air es atau es, suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Oleh karena itu, dalam adonan bakso dapat ditambahakan air es atau es sebanyak 5-20% atau bahkan 30% dari berat daging (Wibowo 2006).

2.5.4 Pembuatan bakso ikan

Pada prinsipnya pembuatan bakso terdiri atas empat tahap yaitu: (1) penghancuran daging; (2) pembuatan adonan; (3) pencetakan bakso; dan (4) pemasakan. Pada proses penggilingan daging harus diperhatikan kenaikan suhu akibat panas karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas emulsi adalah di bawah 20 oC (Bakar dan Usmiati 2007).

(1) Penghancuran daging

Penghancuran daging bertujuan untuk memperluas permukaaan daging sehingga protein yang larut dalam garam mudah terekstrak keluar kemudian jaringan lunak akan berubah menjadi mikro partikel (Wong 1989 dalam Astuti 2009). Proses penggilingan daging perlu ditambahkan dengan es sebanyak 20% dari berat daging untuk mempertahankan suhu rendah akibat gesekan chopper, serta untuk menghasilkan emulsi yang baik (Winarno dan Rahayu 1994).

(13)

(2) Pembuatan adonan

Setelah daging lumat dibersihkan menjadi surimi, daging ikan dicampur dengan garam dan bumbu secukupnya. Setelah tercampur merata, ke dalam surimi tersebut ditambahakan tepung tapioka sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dilumatkan hingga homogen. Pada pembentukan adonan bakso ikan ditambahakan es sekitar 15-20% atau 30% dari berat daging ikan lumat (Wibowo 2006). Penggunaan es pada saat pengadonan dapat mempertahankan suhu adonan tetap dingin yaitu sekitar 20 oC. Penambahan es dapat berpengaruh terhadap tekstur bakso dan penggunaan suhu 20 oC dapat mempertahankan stabilitas emulsi (Usmiati 2009).

(3) Pencetakan bakso

Adonan yang sudah homogen dicetak menjadi bola-bola. Pembentukan adonan menjadi bola bakso dapat dilakukan menggunakan tangan, caranya adalah adonan diambil dengan sendok makan kemudian diputar-putar menggunakan tangan sehingga terbentuk bola bakso. Bagi mereka yang sudah mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup dengan mengambil segenggam adonan lalu diremas-remas kearah ibu jari. Adonan yang keluar dari lubang ibu jari dan telunjuk membentuk bulatan kemudian bulatan tersebut diambil dengan sendok (Wibowo 2006).

(4) Pemasakan

Pemasakan bakso umumnya dilakukan dengan air mendidih sebanyak dua kali perebusan. Lama waktu perebusan adalah 15 menit sehingga menghasilkan bakso ikan berkualitas. Perebusan dalam dua tahap dimaksudkan agar permukaan bakso yang dihasilkan tidak keriput dan tidak pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat (Desrosier 1988). Apabila bakso yang direbus sudah mengapung di permukaan air berarti bakso sudah matang. Kematangan bakso juga dapat dilihat dengan melihat bagian dalam bakso. Jika diiris, bekas irisan bakso yang sudah matang tampak mengkilap agak transparan, tidak keruh seperti adonan. Setelah cukup matang, bakso diangkat dan ditiriskan sambil didinginkan pada suhu ruang (Wibowo 2006).

Gambar

Gambar 1 Ikan layaran (Istiophorus sp.)
Tabel 2 Syarat mutu bakso ikan (SNI 01-3819-1995)

Referensi

Dokumen terkait

#etelah eerapa pertemuan dalam praktik menga&ar' refleksi  pemela&aran memperlihatkan hasil 6ang positif' 6aitu sis-a dapat merespon guru dengan aik

1) Bahwa dengan membangun sistem informasi bengkel Gamma Ban terkomputerisasi terbukti dapat menigkatkan pelayanan, kegiatan transaksi, dan pembuatan berbagai

Menambahkan dan mengubah posisi objek untuk merepresentasikan konsep Pemrograman berorientasi objek 3.1.1 Menanimasikan konsep pemrograman berorientasi objek dengan

2 Wakil Dekan Bidang I SALINAN TERKENDALI 02 3 Wakil Dekan Bidang II SALINAN TERKENDALI 03 4 Manajer Pendidikan SALINAN TERKENDALI 04 5 Manajer Riset dan Pengabdian

Sukanto dan Handoko (1986) yang dikutip oleh Yuli (2005:142) mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu

Dapat dilihat bahwa di setiap saat, grafik amplitudo sel[1,1] pada simulasi tanpa anomali (warna merah) selalu lebih tinggi daripada grafik simulasi dengan anomali.

Penelitian menggunakan 60 ekor ayam pedaging, dua puluh ekor ayam di awal penelitian diambil darahnya untuk pengamatan titer antibodi asal induk terhadap infeksi virus

Prestasi belajar siswa yang diberikan tes objektif yang mengikuti pelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe student team achievement division (STAD)