• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PRINSIP MOST FAVOURED-NATION DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Prinsip MFN merupakan prinsip yang paling tua dan yang paling penting baik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PRINSIP MOST FAVOURED-NATION DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Prinsip MFN merupakan prinsip yang paling tua dan yang paling penting baik"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PRINSIP MOST FAVOURED-NATION DALAM HUKUM INTERNASIONAL

A. Prinsip Most Favoured-nation (MFN)

Prinsip MFN merupakan prinsip yang paling tua dan yang paling penting baik dalam hukum investasi internasional maupun perdagangan internasional. Prinsip MFN memberikan suatu prinsip ataupun kepastian atas persamaan kondisi yang kompetitif di antara investor yang memiliki kewarganegaraanya berbeda. Menurut International Law Commission (ILC), Draft Articles on Most-Favoured-Nation Clauses 1978, pengaturan prinsip MFN dalam bidang investasi internasional diterapkan melalui perlakuan MFN (MFN treatment) dan klausul MFN (MFN clause). Beberapa IIAs menunjukkan bahwa prinsip MFN telah secara luas dimasukkan di dalam hampir perjanjian bilateral, regional dan multilateral.

Definisi klausul MFN adalah: 32

“A most-favoured-nation clause is a treaty provision whereby a State undertakes an obligation towards another State to accord most-favoured-nation treatment in an agreed sphere of relations.” Definisi perlakuan MFN adalah:33

“Most-favoured-nation treatment is treatment accorded by the granting State to the beneficiary State, or to persons or things in a determined relationship with that State, not less favourable than treatment extended by the granting State to a third State or to persons or things in the same relationship with that third State.”

                                                                                                               

32 Draft Articles on Most-Favoured-Nation Clauses 1978, vol. II (1978),op.cit.,Pasal 3 33Ibid,Pasal 4

(2)

Prinsip Most-Favoured-Nation (MFN) diterapkan melalui pengaturan yang terkandung dalam perlakuan MFN (MFN treatment) dan klausul MFN (MFN clause) pada perjanjian investasi internasional. Klausul MFN adalah bagian yang pada saat ini dianggap sebagai suatu yang umum dalam perjanjian investasi internasional34dan juga merupakan elemen yang utamakhusunya dalam modern BIT.35Berdasarkan aturan MFN, host States harus memberikan perlakuan yang adil dan tidak kurang menguntungkan kepada investor khususnya dari negara asing dan apa yang mereka investasikan. Sebagaimana yang berlaku,perlakuan mereka harus sama seperti perlakuan yang telah mereka berikan kepada investor dari negara asing lainnya.36 Khususnya di beberapa negara berkembang yang cenderung melakukan tindakan sepihak terhadap investor asing di dalam wilayahnya yang mengakibatkan sengketa ekonomi yang dapat berubah menjadi sengketa politik.37

Dalam konteks perdagangan internasional, perlakuan MFN sangat penting untuk memastikan kesetaraan antara semua mitra dagang dan karena itu menjadi pilar utama dari sistem perdagangan internasional. Sama dengan tujuan dan lingkup prinsip MFN dalam perdagangan, demikian juga, perlakuan MFN di IIAs dimaksudkan untuk menjamin kesetaraan kondisi persaingan antara investor asing yang ingin mendirikan sebuah investasi di wilayah host States. Investor asing mencari jaminan yang cukup

                                                                                                               

34 M. Sornarajah, op.cit., hal, 204.

35 Rudolf Dolzer and Christoph Schreuer., Principles of International Investment Law,

(Newyork: Oxford University Press, 2008)

36 United Nations Conference on Trade and Development, “Most-Favoured-Nation

Treatment”,UNCTAD Series on Issues in International Investment Agreements II (United Nations: New York & Geneva, 2010), hal 13 [“UNCTAD MFN”]

37 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), hal 36

(3)

bahwa tidak akan ada diskriminasi yang kan merugikan inestor dan menempatkan mereka pada kerugian kompetitif. Diskriminasi tersebut termasuk situasi di mana pesaing dari negara-negara asing lainnya menerima perlakuan yang lebih baik. Namun, dengan klausul MFN membantu membangun kesetaraan dalam memperoleh kesempatan dilapangan yang sangat kompetitif antara investor dari negara-negara asing38 juga prinsip MFN ditujukan untuk menghindari diksriminasi atas alasan-alasan kewarganegaraan, dimana alasan ini kerap mencemaskan investor asing untuk menanamkan modalnya di negara tertentu. Klausul MFN merupakan alat perjanjian dengan tujuan dan maksud dari perjanjian investasi itu sendiri. Klausul MFN akan memainkan peran menjamin perlakuan yang sama dan kondisi yang adil antara investor-investor asing.39

1. Struktur dan Lingkup Klausul MFN dalam Hukum Internasional

Penerapan klausul MFN dalam hukum internasional mengandaikan hubungan setidaknya tiga negara (lihat Gambar 1): Negara A (The Granting State) yang membuat perjanjian dengan Negara B (the Beneficiary State) wajib memperpanjang hak dan manfaat yang diberikan dalam konteks tertentu pada setiap Negara C sebagai negara ketiga (third State). Konsekuensi dari klausul MFN ini adalah, bahwa dalam perjanjian antara Negara A dan B, Negara B dapat mengacu dan mengandalkan semua keuntungan yang diberikan Negara A kepada Negara C selama keuntungan yang diberikan masih dalam lingkup klausul MFN antara Negara A dan Negara B. Perjanjian yang memiliki                                                                                                                

(4)

klausul MFN antara A dan B dianamai sebagai perjanjian dasar atau “basic treaty” karena itu mengandung keadaan yang lebih menguntungkan yang diberikan kepada pihak ketiga dalam hubungan perjanjian antara negara A dan B. sementara perjanjian antara negara A dan negara C disebut juga sebagai perjanjian pihak ketiga (third-party treaty).40

Gambar 1. General function of MFN clauses BIT with MFN

A B

(granting state) (beneficiary State)

b e n e f i Benefits extended by MFN t s C Third State

Sumber: Stephan W. Schill – The Multilateralization of International Investment Law

Dalam lingkup investasi internasional, biasanya prinsip MFN langsung diterapkan dan diatur melalui pencantuman klausul MFN di dalam BITs. Pada BITs, klausuk–klausul MFN yang diatur pada umumnya bersifat timbal balik (reciprocal),

                                                                                                               

40 Stephan W. Schill, The Mulitilaterization of International Investment Law,(United Kingdom, Cambridge University Press, 2009), hal, 126.

(5)

tanpa syarat (unconditional) dan tidak tentu (indeterminate).41 Oleh karena itu, MFN merupakan treaty-based obligation yaitu perjanjian yang dasar hukumnya selalu terdapat dalam suatu perjanjian dasar (basic treaty) yang secara spesifik menyebutkan penerapan klausul MFN. Klausul tersebut dapat berbentuk pasal yang spesifik ataupun kombinasi dari pasal-pasal yang ada dalam perjanjian. Meskipun terdapat ribuan IIAs yang berlaku pada saat ini yang mengandung klausul MFN, itu merupakan treaty-based obligation, yaitu kewajiban yang biasa dan bukan prinsip hukum internasional yang berlaku terhadap negara sebagai kewajiban hukum umum dari perjanjian tertentu. Meskipun perlakuan MFN dilihat tepat sebagai praktek perjanjian yang umum dan tetap, dalam hal IIAs, sangat jelas bahwa negara-negara memberi keuntungan ini dan memperoleh kewajiban dalam konteks klausul tertentu (bersifat reciprocal) yang terkandung dalam perjanjian yang mengikat.42 Sebagaimana diatur dalam pasal 7 Draft Articles on MFN:

“Nothing in the present articles shall imply that a State is entitled to be accorded most-favoured-nation treatment by another State otherwise than on the basis of an international obligation undertaken by the latter State.”

Sementara komentar dalam MFN draft Articles sangat jelas:

“In practice, such an obligation cannot normally be proved otherwise than by means of a most-favoured- nation clause, i.e. a conventional undertaking by the granting State to that effect.... ... Although the grant of most-favoured-nation treatment is frequent in commercial treaties, there is no evidence that it has developed into a rule of customary international law. Hence it is widely held that only treaties are the foundation of most-favoured-nation treatment.”

                                                                                                               

41Ibid, hal 121

(6)

2. Kodifikasi Klausul MFN oleh International Law Commision (ILC)

Pada tahun 1964, International Law Commission (ILC) memulai sebuah proyek untuk mempersiapkan satu set rancangan undang-undang mengenai klausul MFN. Ide untuk proyek tersebut awalnya berasal dalam konteks karya ILC sebelumnya mengenai hukum perjanjian internasional, dan seperti yang tercantum dalam pendahuluan draft article, klausulMFN harus diinterpretasikan sehubungan dengan hukum perjanjian dalamVienna Convention on the Law of Treaties 1969 (VCLT). Dalam menentukan kelanjutan proyek tersebut, ILC mengakui betapa pentingnya perlakuan MFN dalam hukum internasional dan dengan mempersiapkan “Draft on Most-Favoured-Nation” di tahun 1978, ILC merekomendasikan General Assembly of the United Nations (UNGA) untuk mengadopsi suatu Convention, yang belum pernah dilakukan atau dibuat sebelumnya. Instrumen ini dilakukan untuk mengkodifikasi dan mengembangkan penggunaan klausul MFN yang menghubungkan perjanjian-perjanjian antar negara.43Draft Article MFN, mengatur mengenai masalah-masalah seputar MFN, mulai dari definisi (definition), lingkup aplikasi MFN (scope of application), pengaruh atau akibat yang berasal dari klausul MFN (effects deriving from the conditional or unconditional character of the clause), sumber perlakuan MFN (source of treatment), dan pengakhiran (termination) ataupun penundaan (suspension).44

ILC bertujuan untuk, “apply to most-favoured-nation clauses contained in treaties between States” (Article 1). Klausul MFN, sebaliknya, didefinisikan sebagai                                                                                                                

43 UNCTAD MFN, op.cit., hal 12

44 Report of the Commission to the General Assembly on the work of its thirtieth Session” (UN Doc. A/33/10) in Yearbook of the International Law Commission 1978, para. 62

(7)

“treaty provision(s) whereby a State undertakes an obligation towards another State to accord most-favoured-nation treatment in an agreed sphere of relations” (Article 4) yang artinya, dalam pasal tersebut MFN merupakan salah satu klausul dalam perjanjian dimana suatu negara melalukan sebuah kewajiban terhadap negara lain dengan memberikan perlakuan MFN dalam hubungan yang telah disepakati. Yaitu dalam Pasal 5 dijelaskan “treatment accorded by the granting State to the beneficiary State, or to persons or things in a determined relationship with that State, not less favorable than treatment extended by the granting State to a third State or to persons or things in the same relationship with that third State” yang artinya perlakuan yang diberikan oleh granting state kepada beneficiary state atau kepada orang tertentu yang ditentukan dalam hubungan yang ditentukan dengan Negara tersebut, tidak kurang menguntungkan daripada perlakuan diperluas oleh granting states ke third states atau orang atau badan atau hal-hal dalam hubungan yang sama dengan third states.45

Sesuai dengan putusan ICJ dalam kasus Anglo-Iranian Oil Company, Draft Article MFN mengklafikasikan dasar hukum dari perlakuan MFN, “arises only from the most-favoured-nation clause ... in force between the granting State and the beneficiary” dan “the most-favoured-nation treatment to which the beneficiary State, for itself or for the benefit of persons or things in determined relationship with it, is entitled under a clause ... is determined by the treatment extended by the granting State to a third State or persons or things in the same relationship with that third State” (Article 8). “The

                                                                                                               

(8)

right arises at the moment the more favorable treatment is extended to the third State” (Article 20)

Pasal 9 dan 10 menjabarkan aturan-aturan akan interpretasi dalam hal menentukan apakah perlakuan tertentu oleh granting states jatuh dalam lingkup dari aplikasi klausul MFN. Maka, Article 9(1) mengklarifikasikan bahwa “the beneficiary State acquires, for itself or for the benefit of persons or things in a determined relationship with it, only those rights which fall within the limits of the subject-matter of the clause.” Sementara Article 10(1) menegaskan bahwa “only if the granting State extends to the third State treatment within the limits of the subject matter of the clause” yang artinya, hanya apabila granting states memperluas MFN sampai ke third states dalam batas perihal-perihal yang diatur dalam klausul. Maka, begitu beneficiary state memperoleh perlakuan yang lebih menguntungkan dalam klausul MFN.

Setelah ILC merekomendasikan adopsi dari Draft Article sebagai konvensi multilateral kepada Majelis Umum PBB, dimana keputusan tersebut diadopsi pada tanggal 9 Desember 1991, menyebabkan Draft Article mendapatkan perhatian dari negara-negara anggota dan organisasi-organisasi antar-pemerintah untuk menjadi pertimbangan mereka dalam kasus tersebut dan sejauh mana mereka anggap tepat. Namun, aturan-aturan MFN tersebut tidak mendapat dukungan untuk menjadi suatu instrumen hukum yang mengikat. Draft Article memiliki nilai tersendiri sebagai bantuan untuk penafsiran klausul MFN, termasuk juga dalam perjanjian investasi. Draft Article dipahami oleh ILC berlaku untuk klausul MFN pada umumnya. Dengan demikian, studi ILC memahami bahwa klausul MFN merupakan sebagai lembaga

(9)

hukum yang melampaui lingkup perdagangan internasional, khususnya untuk pengoperasian klausul di bidang lain sebanyak mungkin.46 Selanjutnya, Draft Article akan dianggap sebagai pedoman untuk penafsiran klausul MFN. Jadi, bahkan jika Draft Article telah resmi diadopsi oleh negara-negara sebagai perjanjian internasional,maka perjanjian ini hanya akan sebagai suatu intrsumen mengenai intrepretasi klausul MFN agar berkontribusi, dalam konteks ini, lebih stabilitas hukum dan prediktabilitas.47

Akhirnya, alasan utama mengapa Draft Articles tidak pernah diambil lebih lanjut berkaitan dengan perbedaan pendapat bukan tentang penafsiran prinsip umum yang Draft Article tetapkan, namun lebih kedua isu yang lebih sempit. Perselisihan tersebut, di satu sisi, mengenai hubungan antara klausul dan kebiasaan perjanjian perdagangan masing-masing daerah, dan, di sisi lain, hubungan antara klausul MFN dan sistem pilihan terhadap negara berkembang. Mengingat fakta bahwa kedua isu terkait perdagangan ini sementara ditangani dalam kerangka WTO, ILC memutuskan pada tahun 2007 untuk membentuk Working Group untuk meneliti kemungkinan (kembali) mengingat topik, khususnya masalah interpretasi klausul MFN dalam perjanjian investasi.48

Working Group, selanjutnya, menyimpulkan bahwa "the Commission could play a useful role in providing clarification on the meaning and effect of the most-favored-nation clause in the field of investment agreements ... building on the past work of the Commission on the most-favoured- nation clause.” Artinya, ILC bisa memainkan peran                                                                                                                

46Ibid, hal 137

47 Report on the Most-Favoured-Nation Clause, 30 ILC Ybk., vol. II, Part One, p. 1, para. 328 (1978).

(10)

yang berguna dalam memberikan klarifikasi tentang arti dan akibat dari klausul MFN di bidang perjanjian investasi. “therefore recommend[ed] that the topic of the most- favoured-nation clause be included in the long-term programme of work of the Commission” artinya, oleh karena itu, merekomendasikan topik klausul MFN dimasukkan dalam program jangka panjang kerja ILC melalui pendirian Working Group yang akan mempelajari, antara lain, State practice dan yurisprudensi dalam klausul MFN sejak tahun 1978 dan masalah yang timbul dari perjanjian investasi.49

Working Group menekankan karya sebelumnya ILC mengenai klausul MFN, sebagai informasi, pemahaman dan bagaimana interpretasi dari klausul MFN terutama dalam perjanjian investasi internasional. Konsekuensinya, Draft ArticlesMFNumumnya dianggap menjadi sebagai suatu penunjuk atau menjadi State Practice dan opinio juris dalam pemahaman umum dan penafsiran akan klausul MFN dalam perjanjian internasional. Mengabadikan apa yang dianggap sebagai makna sebenarnya dari klausul MFN dalam Article 31 VCLT. Singkatnya, Draft Articles mendukung pemahaman klausul MFN seperti biasanya meliputi perlakuan MFN yang tak bersyarat, dimulai melalui fungsi umum dan secara langsung menggabungkan perlakuan yang lebih baik ke dalam basic treaty, dan membuang beberapa argumen sering digunakan untuk melawan penerapan klausul MFN, yang tidak berperan dalam penerapan dan interpretasi klausul. Selain itu, sebagai pengembangan dari klausul MFN dalam State practice serta Draft Articles umumnya dipahami secara luas dan mendukung multilateralisme sebagai paradigma atas hubungan internasional. Dorongan ini

                                                                                                               

(11)

merupakan aplikasi dan interpretasi dari klausul MFN dalam perjanjian investasi internasional.50

3. Prinsip-Prinsip Hukum Umum yang Mengatur Prinisp MFN

a. Prinsip Res Inter Alios Acta

Prinsip res inter alios acta merupakan salah satu prinsip utama yang mengatur prinsip MFN. Prinsip res inter alios acta diserap dari bahasa latin yang berarti “a thing done beteween others” merupakan suatu isu, apakah suatu perlakuan lebih menguntungkan dalam third-party treaty (granting State dengan third State) dapat menjadi rujukan di luar basic treaty (granting State dengan beneficiary State) dan apakah rujukan yang ditujukan terhadap third-party treaty berdampak pada hak-hak yang dimiliki oleh investor yang bukan merupakan pihak dari perjanjian tersebut. Dalam hak ini, third-party treaty tidak memberikan perubahan atas hubungan perjanjian yang dibuat antara granting State dengan beneficiary State. ICJ mengatakan dalam kasus Anglo-Iranian Oil Company:51

“It is this [i.e., the basic] treaty which established the juridical link between the [beneficiary State] and a third-party treaty and confers upon that State the rights enjoyed by the third party. A third party treaty, independ- ent of and isolated from the basic treaty, cannot produce any legal effect as between the [beneficiary State] and [the granting State]: it is res inter alios acta.”

                                                                                                               

50 Stephan W. Schill, op.cit., hal 139

51 Putusan Anglo-Iranian Oil Company (United Kingdom v. Iran), 22 Juli, 1952, I.C.J. Reports 1952, paragraf 109; Putusan terhadap yuridiksi (decision on jurisdiction) Suez and InterAguas v.

(12)

Maksud dari pernyataan ICJ adalah, bahwa basic treaty yang mengandung klausul MFN dapat digunakan atau diandalkan oleh beneficiary state. Basic treaty tersebutlah yang membuat “juridical link” antara beneficiary state dan third state and memberikan beneficiary state hak-hak yang dianugerahkan kepada pihak ketuga. Oleh karena itu, Pihak ketiga atau third states, “independent of and isolated from the basic treaty” tidak dapat secara hukum mempengaruhi hubungan anatara para pihak, itulah yang disebut res inter alios acta.52

b. Prinsip Ejusdem Generis

Klausul MFN diatur oleh prinsip internasional yaitu Ejusdem Generis. Menurut Black’s Law Dictionary prinsip Ejusdem Generis merupakan “a canon of construction holding that when a general word orphrase follows a list of specific words, the general word or phrase will be interpretedto include only items of the same type as those listed.”53 Dalam lingkup hukum internasional, khusunya dalam bidang investasi, prinsip ini merupakan prinsip yang mengatur bahwa suatu klausul MFN hanya dapat mencakup hal yang termasuk di dalam kategori subjek yang sama dan berkaitan dengan klausul MFN itu sendiri.54 Dan dalam hal ini hanya berlaku terhadap-terhadap masalah-masalah yang memiliki subyek yang sama atau memiliki kategori yang sama yang berhubungan

                                                                                                               

52 Stephen Fietta, Most Favoured Nation Treatment And Dispute Resolution Under Bilateral Investment Treaties: A Turning Point? (Most Favoured Nation Treatment and Dispute Resolution, 2005 Int.A.L.R) hal 132

53Black’s Law Dictionary hal 594 (9th ed. 2009).

54 Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Directorate for Financial and Enterprise Affairs, Working Papers on International Investment Number 2004/2: Most-Favoured-Nation Treatment in International Investment Law (September 2004), hal. 9

(13)

dengan klausul MFN.55Sebagai contoh, sebuah klausul MFN menerapkan perlakuan mengenai konsesi tarif yang lebih menguntungkan tidak akan memberikan hak kepada beneficiary state untuk mendapat perlakuan yang lebih menguntungkan dalam hal ekstradisi, dimana masalah tariff dan ekstradisi merupakan hal yang berbeda. Maka, prinsip ini menentukan ruang lingkup yang benar-benar sama seperti perihal-perihal yang diatur dalam klausul, oleh karena itu, harus sama seperti penafsiran klausul MFN yang terkandung dalam basic treaty.56

Prinsip ini, secara konsisten, diterapkan melalui praktek dan putusan hakim baik itu domestikmaupun international, prinsip ini khususnya diterapkan dalam putusan kasus Ambiatelos dan dijelaskan lebih lanjut dalam Draft Articles on MFN. Dalam bidang investasi, prinsip ini diterapkan dalam putusan Maffezini dan tidak dipertanyakan lagi beberapa kasus sesudahnya.57Article 9 dari Draft Articles on Most- Favoured-Nation Clauses menyatakan bahwa:

1) Under a most-favoured-nation clause the beneficiary State acquires, for itself or for the benefit of persons or things in a determined relationship with it, only those rights which fall within the limits of the subject-matter of the clause.

2) The beneficiary State acquires the rights under paragraph 1 only in respect of persons or things which are specified in the clause or implied from its subject-matter.

Maksud dari Article 9 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa beneficiary State dari suatu klausa MFN seharusnya memperoleh keuntungan untuk beneficiary State itu sendiri atau untuk individual maupun kepentingan untuk perihal lain yang telah                                                                                                                

55 UNCTAD MFN, op.cit., hal 24 56 Stephan W. Schill, op.cit., hal 136 57 Ibid

(14)

ditetapkan melalui klausa MFN. Sementara dalam Article 10 dari Drafts on Most-Favoured-Nation Clauses menyatakan bahwa:

(1) Under a most-favoured-nation clause the beneficiary State acquires the right to most-favoured-nation treatment only if the granting State extends to a third State treatment within the limits of the subject-matter of the clause.

(2) The beneficiary State acquires rights under paragraph 1 in respect of persons or things in a determined relationship with it only if they: (a) belong to the same category of persons or things as those in a determined relationship with a third State which benefit from the treatment extended to them by the granting State and (b) have the same relationship with the beneficiary State as the persons and things referred to in subparagraph (a) have with that third State

Article 10 menyatakan bahwa beneficiary State memperoleh hak perlakuan MFN hanya apabila granting State memperluaskan cakupan klausul MFN terhadap third State atau negara ketiga.

Prinsip Ejusdem Generis membatasi aplikasi atau penerapan klausul MFN terhadap hal-hal pokok yang diatur dalam perjanjian dasar (basic treaty).58 Misalnya, jika suatu perjanjian antar negara mengatur mengenai kegiatan investasi yang telah disetujui para pihak dan klausa MFN dicantumkan di dalamnya, maka perlakuan MFN hanya dapat diberlakukan untuk perihal kegiatan investasi saja dan tidak bisa diberikan untuk perihal selain perihal investasi yang telah disepakati para pihak. Diilustrasikan melalui negara A dan B, tidak dapat berlaku atau mengambil keuntungan kepada apa yang telah diberikan oleh Negara A kepada Negara C (untuk kepentingan Negara B)

                                                                                                               

58 Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Directorate for Financial and Enterprise Affairs, op.cit., hlm. 10.

(15)

mengenai kekebalan diplomatik atau penerbangan atau manfaat pajak. Dalam IIAs, subjek/ penerima manfaat adalah investor dan pokok permasalahan adalah investasi. Tergantung pada ruang lingkup perjanjian, pokok permasalahan dapat menjadi peningkatan investasi, perlindungan investasi, liberalisasi investasi dan / atau kombinasi keduanya. Klausul MFN akan berlaku terhadap “investasi” dan atau “investor” tergantung dari substantifnya yaitu lingkup pelaksanaan dan kata-kata yang spesifik. Oleh Karena itu, klausul MFN hanya berhubungan dengan perlakuan yang diterima oleh seseorang atau asset perusahaan sebagaimana tercantum dalam definisi investasi.59

ILC menggunakan kasus Anglo-Iranian Oil Company Case sebagai suatu pertimbangan disebabkan oleh kasus ini merupakan penerapan prinsip ejusdem generis dan ILC dapat menganalisinya, ditambah lagi ILC menganalisis klausul MFN melalui perbandingan hak-hak beneficiary State di bawah perjanjian yang dibuat dengan granting State dengan hak-hak yang diatur di dalam perjanjian antara granting State dengan third State.

4. Perbedaan Prinsip MFN dalam Perdagangan Internasional dengan

Prinsip MFN dalam Investasi Internasional.

Dalam perdagangan internasional, prinsip MFN memiliki sejarah panjang dan telah muncul dalam perjanjian perdagangan bilateral setidaknya sejak abad kedua belas. Prinsip MFN diatur dalam Article I section (1) GATT 1947. Article I (1) dari GATT 1947 menyatakan bahwa:

                                                                                                               

(16)

“With respect to customs duties and charges of any kind imposed on or in connection with importation or exportation or imposed on the international transfer of payments for imports or exports, and with respect to the method of levying such duties and charges, and with respect to all rules and formalities in connection with importation and exportation, and with respect to all matters referred to in paragraphs 2 and 4 of Article III, any advantage, favour, privilege or immunity granted by any contracting party to any product originating in or destined for any other country shall be accorded immediately and unconditionally to the like product originating in or destined for the territories of all other contracting parties.”60

Menurut prinsip ini, semua negara anggota terikat untuk memberikan negara-negara lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta menyangkut biaya-biaya lainnya. Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan segera dan tanpa syarat terhadap produk yang berasal atau yang ditujukan kepada semua anggota GATT. Karena itu, suatu negara tidak boleh memberikan perlakuan istimewa kepada negara lainnya atau melakukan tindakan diskriminasi terhadapnya. Pengecualian terhadap prinsip ini sebagaimana diatur dalam Article XXIV GATT 1947, yaitu tidak berlaku apabila dalam hubungan ekonomi antara negara-negara anggota Free Trade Area/Customs Union dengan negara-negara yang bukan anggota dan juga dalam hubungan dagang antara negara maju dan negara-negara berkembang melalui GSP (Generalized System of Preferences).61

Seperti yang telah dijelaskan diatas, perlakuan MFN muncul dan berkembang dalam konteks perdagangan internasional sebelum digunakan dalam perjanjian investasi. Namun, meskipun alasan di balik prinsip MFN dalam perdagangan dan                                                                                                                

60General Agreement on Tariffs for Trade 1947 (GATT), Art 1 (1)

61 H. S. Kartadjoemena, GATT dan WTO Sistem, Forum dan Lembaga Internasional di Bidang

(17)

investasi mungkin memiliki kemiripan yaitu menjamin kesetaraan antara pelaku yang bersangkutan tetapi aplikasi dari prinsip ini tidak. UNCTAD, menjelaskan secara eksplisit mengenai perbedaan prinsip MFN dalam investasi internasional dan perdagangan internasional. Dalam investasi internasional, prinsip investasi merupakan suatu bentuk klausul yang menghubungkan perjanjian–perjanjian investasi internasional dengan menjamin bahwa pihak–pihak dari suatu perjanjian investasi internasional tidak akan memberikan perlakuan yang kurang menguntungkan (less favourable treatment) kepada para investor dari negara yang berbeda-beda.62 Klausul MFN membentuk pasal dalam hal liberalisasi dan perlindungan. Sementara aplikasi MFN dalam perdagangan internasional adalah sebagai pilar pengaturan, atau landasan dari sistem perdagangan internasional. Perlakuan MFN dalam konteks perdagangan berhubungan dengan perdagangan bebas barang dan jasa dan bagaimana akses barang dan jasa tersebut ke pasar.

Perlakuan MFN dalam IIas hanya berlaku untuk “investor” dan “investasi” mereka yang dibentuk sesuai hukum nasional dari host States. Pengaturan barang dan jasa melainkan lebih spesifik, memiliki target dan dapat diperkirakan, sementara investor dan investasi adalah subyek pengatur dunia yang lebih besar melewati batasan. MFN dalam perdagangan berlaku seperti produk (like products) atau seperti jasa (like services) dimana perjanjian-perjanjian MFN hanya berlaku terhadap investor dan investasi seperti keadaan atau “like circumstances”. MFN dalam perdagangannya hanya diperuntukan untuk menjadi pembatas “at the border”, sementara MFN dalam                                                                                                                

62 Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Directorate for Financial and Enterprise Affairs op.cit.,hlm. 2.

(18)

kebanyakan BITs secara umum berlaku “behind the border”. Secara umum, pembatasan dalam hal masuk dan setelah masuknya barang dan investasi cenderung hal yang berbeda. Lingkup akan operasi standard MFN lebih besar ketika diaplikasikan ke dalam penanaman modal asing yaitu ketika suatu aturan yang berbeda dari suatu negara berhadapan dengan investor asing. 63 Karena hal-hal tersebut, standard MFN pada bidang investasi internasional memiliki perbedaan cakupan.

B. Sejarah dan Perkembangan Prinsip Most-Favoured Nation

MFN pertama kali ditemukan dalam perjanjian perdagangan internasional dan telah diakui keberadaannya di bidang perdagangan selama berabad-abad bahkan sebelum munculnya BIT.Prinsip MFN juga merupakan pilar utama perjanjian komersil khususnya perjanjian perdagangan antar negara-negara. Penggunaan dan lingkup klausul MFN sudah bervariasi dari waktu ke waktu tergantung pada ideologi mana yang berlaku dalam ekonomi dan hubungan politik internasional.64Pengakuan prinsip MFN dimulai dari abad ke-sebelas ketika kota-kota di Perancis dan Spanyol meminta pangeran-pangeran Arab dari Afrika Barat untuk memperlakukan mereka sama dengan para pedagang yang berasal dari Itali.65

Dalam perdagangan bilateral, prinsip MFN telah menjadi sejarah yang panjang dan kerap muncul dalam setiap perjajian. Tujuan adanya prinsip MFN untuk menempatkan perdagangan antara negara-negara yang berbeda pada kedudukan yang                                                                                                                

63 UNCTAD MFN, op.cit, hal 29 64 Stephan W. Schill, op.cit., hal. 129

65Nenda Inasa Fadillah, Teinver V. Argentina: The Most Favored Nations Principle in a Multiple

(19)

sama dan memungkinkan pada prinsipnya untuk bersaing dengan adil. Namun, fungsi dari klausul MFN berubah di bawah pengaruh ideologi Mercantilist di abad ketujuh belas dan kedelapan belas. Selama periode tersebut, klausul MFN dimasukkan dalam perjanjian komersil untuk menjamin perlakuan istimewa yang diberikan dalam hubungan bilateral.66 Perluasan klausul MFN secara otomatis terhadap pihak ketiga dianggap bukan sebagai alat untuk mengutamakan kompetisi yang adil, melainkan sebagai hukum karena tidak mengikuti perjanjian dasar yang dibuat sebelumnya. dalam upaya untuk menvegah diskriminasi dalam kebijakan perdagangan, fungsi dari kluasul MFN memiliki dasar yang berbeda dengan klausul MFN moderen, meskipun sama-sama diformulasikan sebagai klausul yang tak bersyarat. Ideologinya, klausul MFN yang dibuat pada jaman Mercantilist bukan sebagai perjanjian multilateral sebaliknya merupakan perjanjian bilateral dan perlindungan dalam hukum ekonomi internasional.67

Sampai sekitar awal abad kedelapan belas, baru ditemukan pemahaman modern yaitu MFN menjadi suatu prinsip atau kebijakan untuk tidak membeda-bedakan negara satu dengan negara yang lain, atau perlakuan diskriminatif dan memberikan perlakuan yang sama dan adil bagi semua mitra dagang. Sehingga, klausul MFN menjadi bermakna luas dan umumnya diterapkan untuk "semua hak, kebebasan, kekebalan dan konsesi... sudah diberikan kepada orang asing atau akan diberikan di masa depan." Dalam Perjanjian Dagang dan Navigasi antara Inggris dan Perancis tahun 1882:68

“Each of the High Contracting Parties engages to give the other immediately and unconditionally the benefit of every favor,                                                                                                                

66 Stephan W. Schill, op.cit., hal. 130 67Ibid

68 Barcay Thomas, Effects of ”Most-Favoured-Nation” Clause in Commercial Treaties, The Yale Law Journal, Vol. 17 (1907), hal. 26

(20)

immunity, or privilege in matters of commerce or industry which may have been or may be conceded by one of the High Contracting Powers to any third nation whatsoever, whether within or beyond Europe.”

Dalam perjanjian perdagangan British dengan Honduras 1887:

“The High Contracting Parties agree, that in all matters relating to commerce and navigation, any privilege, favor, or immunity whatever which either contracting party has actually granted or may hereafter grant to the subjects or citizens of any other State shall be extended immediately and unconditionally to the subjects or citizens of the other contracting party; it being their intention that the trade and navigation of each country shall be placed in all respects by the other on the footing of the most favoured nation.”69

Maksud dalam perjanjian diatas adalah para pihak dalam perjanjian setuju bahwa dalam masalah apapun yang terkait dengan perdagangan dan navigasi, apapun keistimewaan, kebaikan ataupun kekebalan yangmana salah satu pihak berikan atau selanjutnya diberikan kepada subjek atau warga dari negara lainnya, akan diperpanjang secepatnya dan tanpa syarat kepada subjek atau warga dari pihak perjanjian lainnya; hal itu merupakan maksud bahwa perdagangan dan navigasi masing-masing negara harus ditempatkan dalam segala hal oleh yang lain pada kedudukan bangsa yang paling diuntungkan.)Sementara perjanjian Anglo-Romania 1892:

“The subjects, vessels and goods, produce of the soil and industry of each of the two High Contracting Parties shall enjoy in the Dominions of the other all privileges, immunities, or advantages granted to the most favoured nation.”

Dari pasal diatas dapatlah ditarik dua kesimpulan. Pertama, seluruh dari pasal diatas mengungkapkan tanpa syarat hak istimewa, keuntungan dan kekebalan yang                                                                                                                

(21)

perjanjian dimaksudkan untuk menutupi. Kedua, untuk membuat adalah bahwa penafsiran ini bertentangan dengan posisi Amerika Serikat pada waktu itu, yang membedakan antara pengurangan umum dan pengurangan dikondisikan oleh pengurangan balik oleh pihak kontraktor lainnya, seperti hubungan timbal balik.

Setelah Perang Dunia Kedua, negara-negara menyadari bahwa perlakuan anti diskriminasi adalah hal yang penting dalam rangka kemajuan hubungan ekonomi internasional. sejarah pengaturan hukum investasi internasional setelah perang dunia kedua dikarakterisasi oleh serangkaian kegagalan untuk menyusun perjanjian multilareral yang mengatur mengenai hubungan antara investo-investor asing dan host states.

Ketika gagalnya International Trade Organization (ITO) dibentuk, menyebabkan suatu kekosongan kelembagaan pada tingkat internasional di bidang perdagangan. Untuk mengisi kekosongan kelembagaan perdagangan pada tingkat Internasional, lahirlah The Agreement on Tariffs and Trade (GATT). GATT atau Persetujuan Umum Mengenai Tarif dan Perdagangan adalah suatu perjanjian internasional di bidang perdagangan internasional yang mengikat lebih dari 120 negara. Keseluruhan negara ini memainkan peranan sekitar 90% dari produk dunia. GATT yang berlaku sejak 1948 bukanlah suatu organisasi dan hanya merupakan persetujuan multilateral atau treaty yang berisi ketentuan dan disiplin dalam mengatur perilaku-perilaku negara dalam kegiatan perdagangan internasional.70Dari terciptanya GATT kita mulai dapat melihat definisi atau maksud dari prinsip MFN, sebagaimana salah satu                                                                                                                

70 Christhophorus Barutu, Ketentuan Antidumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan

(22)

prinsip yang paling penting dalam GATT.71 Kemudian, perlakuan MFN dibuat menjadi salah satu kewajiban dasar dari kebijakan komersial pada Havana Charter yang mewajibkan para negara anggotanya untuk mengambil tindakan–tindakan yang menghindari diskriminasi antar para investor asing. 72Pencantuman klausul MFN kemudian menjadi praktek umum dalam perjanjian bilateral, regional dan multilateral yang berkaitan dengan investasi setelah Havana Charter gagal diberlakukan.73

C. Klausul MFN dalam Billateral Investment Treaty (BIT)

Pandangan hukum modern dalam hukum investasi internasional dibentuk oleh jumlah impresif perjanjian bilateral antara negara-negara mengenai masalah investasi, yangmana disebut dengan Bilateral Investment Treaties (BIT). BIT merupakan perjanjian antara dua negara mengenai kerja sama dan perlindungan investasi oleh individu ataupun pelaku bisnis dari pihak yang melakukan perjanjian. Dalam BIT secara umum menjelaskan mengenai investasi, prosedur-prosedur masuknya investasi ke suatu negara, menentukan bentuk kompensasi investasi yang layak untuk diambil alih, menyediakan bebas biaya transfer, menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa (baik untuk individu maupun negara) dan prinsip-prinsip national treatment, MFN, dan fair-and equitable treatment. BIT merupakan sumber utama hukum investasi

                                                                                                               

71 World Trade Organization, Understanding the WTO: Basics: Principle of the Trading System,

http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/fact2_e.htm (terakhir kali dikunjungi 5 Maret 2015) 72 Interim Commission for The International Trade Organization, Final Act and Related

Documents (United Nations Conference on Tra de and Employment held at Havana, Cuba, from

November 21, 1947 to March 24, 1948), Art. 12 par. 2(a)(ii)

http://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/havana_e.pdf, diakses tanggal 26 Maret 2015.

73 Oganisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Directorate for Financial and Enterprise Affairs,op.cit.,hal. 3

(23)

internasional. BIT bertujuan untuk menarik dan meningkatkan investasi asing di suatu negara.74menyediakan perlindungan bersamaterhadap investor. Misalnya, ketika negara A membuat perjanjian bilateral dengan negara B, investor dari negara A memiliki beberapa perlindungan akan investasinya di negara B, dan investor dari negara B juga memiliki perlindungan yang sama akan investasinya di negara A. sesuai dengan namanya, perjanjian bilateral dibuat oleh dua negara, tapi negara A boleh menjadi pihak dari 30 atau 40 BIT, di setiap negara yang berbeda.75

Sebagai contoh, “Treaty between the United States of America and the Argentine Republic concerning the encouragement and reciprocal protection of investment.” Yaitu, perjanjian antara Amerika dengan Argentina mengenai perlindungan timbal balik FDI. BIT adalah dasar atau landasan dari perlindungan penanaman modal asing dalam hukum internasional. Pada akhir tahun 2009, 2750 BIT telah dibuat dan telah berlaku.76

Menurut UNCTAD, sudah terdapat 179 negara yang telah menanda tangani setidaknya satu BIT. Hukum kebiasaan internasional tidak mengatur mengenai sejauh mana perlindungan penanaman modal asing. Ini berarti dalam melakukan interpretasi terhadap suatu BIT, maka hukum yang harus digunakan adalah hukum internasional, tepatnya Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 (VCLT). Landasan hukum arbitrase dalam menginterpretasikan BIT terdapat dalam Pasal 31 VCLT menentukan aturan umum interpretasi perjanjian. Pasal 31 VCLT mewajibkan perjanjian di                                                                                                                

74 Jeswald W. Salacuse & Nicholas P. Sullivan, “Do BITs Really Work?: An Evaluation of

Bilateral Investment Treaties and Their Grand Bargain”, 46 hArv. Int’l l.J. 67, 111–12

75 Margaret L. Moses, The Principles and Practice of International Commercial Arbitration, (United Kingdom, Cambridge University Press, 2008), hal 229

(24)

interpretasikan tidak hanya sesuai dengan arti yang sebenarnya, tetapi juga harus di interpretasi sesuai dengan “objects and purpose” atau maksud dan tujuan dalam perjanjian tersebut.77 Maksud dan tujuan umumnya terkandung dalam preambul, dimana memang ini tidak menekankan kewajiban, tapi ketika dilihat melalui pasal klausul MFN, dapat menjadi suatu kewajiban untuk memperlakukan negara pihak dalam perjanjian sama dengan negara pihak ketiga.78Sesuai dengan pasal 31 VCLTyang menyatakan:79

1. A treaty shall be interpreted in good faith in accordance with the ordinary meaning to be given to the terms of the treaty in their context and in the light of its object and purpose.

2. The context for the purpose of the interpretation of a treaty shall comprise, in addition to the text, including its preamble and annexes: (a) any agreement relating to the treaty which was made between all the parties in connection with the conclusion of the treaty; (b) any instrument which was made by one or more parties in connection with the conclusion of the treaty and accepted by the other parties as an instrument related to the treaty.

3. There shall be taken into account, together with the context: (a) any subsequent agreement between the parties regarding the interpretation of the treaty or the application of its provisions; (b) any subsequent practice in the application of the treaty which establishes the agreement of the parties regarding its interpretation; (c) any relevant rules of international law applicable in the relations between the parties.

4. A special meaning shall be given to a term if it is established that the parties so intended.

Maksud dari pasal diatas menyatakan bahwa suatu perjanjian harus diinterpretasikan dengan i’tikad baik sesuai dengan maksud yang sebenarnya dalam hal perjanjian dipandang dari tujuan dan maksud perjanjian tersebut. Terkait dengan klausul MFN,                                                                                                                

77Stephanie L. Parker, “ A BIT at a Time: The Proper Extension of the MFN Clause to Dispute

Settlement Provisions in Bilateral Investment Treaties”, (The Arbitration Brief 2, no. 1, 2012) hlm. 51 78Ibid

(25)

interpretasi klausul MFN harus diartikan sesuai dengan maksud dan tujuan sebenarnya klausul MFN tersebut. Pasal 32 VCLT:80

“Recourse may be had to supplementary means of interpretation, including the preparatory work of the treaty and the circumstances of its conclusion, in order to confirm the meaning resulting from the application of article 31, or to determine the meaning when the interpretation according to article 31:

(a) leaves the meaning ambiguous or obscure; or

(b) leads to a result which is manifestly absurd or unreasonable.”

Maksud dari Article 32 dari VCLT diatas yaitu mengatur adanya necessary “out” bagi arbitral tribunal untuk meghindari penggunaan klausul MFN demi menciptakan juridiksi. Pasal 32VCLT yaitu diperbolehkan melakukan analisis atas intention dari contracting States suatu perjanjian jika hasil dari penafsiran yang telah dilakukan sama dengan Pasal 31 VCLT masih belum jelas dan janggal atau meninggalkan hasil yang tidak masuk akal. Arbitral tribunal hanya perlu melihat Article 32 sebagai jalan keluar yang ideal jika timbul pertanyaan tentang klausa MFN untuk alasan yang tidak masuk diakal.81

Perkembangan hukum investasi internasional di abad ke 20, telah membentuk lapangan baru untuk klausul MFN dimana pada saat itu klausul MFN baru saja memiliki peran yang penting dalam pengaturan mengenai tarif. Disaat perjanjian memakan waktu yang lama untuk renegosiasi, negara dengan perjanjian investasi yang tidak termasuk klausul MFN beresiko untuk menghambat para investornya akan perjanjian yang akan digantikan oleh perjanjian yang lebih menguntungkan yang telah                                                                                                                

80 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969, Pasal 32 81 Stephanie L. Parker, op.cit.,hal 53

(26)

di negosiasikan oleh negara-negara lainnya.82Tentunya, sebagaimana kewajiban untuk menyediakan perlakuan MFN hanya muncul dari perjanjian-perjanjian, itu tidak lagi sampai hukum investasi internasional datang yang di dominasi oleh perjanjian-perjanjian yang klausul MFN memperoleh kepentingannya dalam bidang tersebut. Biasanya, investor-investor asing sudah dilindungi melalui operasi hukum kebiasaan internasional yang memiliki kebebasan yang terbatas dari host states dalam perlakuan mereka terhadap investor-investor asing.

MFN merupakan suatu klausul yang umumnya dimasukkan dalam BIT.83BIT yang pertama dibuat antara Jerman dan Pakistan di tahun 1959 dan dalam BIT tersebut termasuk klausul MFN di dalamnya.Klausul MFN merupakan variasi yang sangat besar dan luas. Terdapat empat tipe dari klausul MFN yang terkandung dalam BIT. Pertama, klausul yang secara eksplisit menegaskan bahwa perlakuan MFN dapat diterapkan ke ketentuan penyelesaian sengketa.84 Kedua, klausul dengan arti yang luas (Broad Clause) yaitu mengacu secara umum dengan kata-kata “all matter,” “all rights”, atau “treatment,” tanda menyatakan ketentuan penyelesaian sengketa.85 Ketiga, tipe klausul

                                                                                                               

82 Tony Cole, The Boundaries of Most Favoured Nation Treatment in International Investment

Law, (Michigan Journal of International Law volume 33, 2012 ) hal. 553-554 83 M Sornarajah, op.cit., hal 205

84 Agreement Between the Government of the United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland and The Government of [Country] for the Promotion and Protection of Investments, art. 3(3) (2005) (amended 2006) (U.K. Model BIT), reprinted in zAchAry DouGlAs, the InternAtIonAl lAW oF Investment clAIms 559 (2009) (clarifying that the most-favored-nation clause applies to each article contained in the treaty).

85Plama Consortium Ltd. v. Republic of Bulgaria, ICSID Case No. ARB/03/24, Decision on Jurisdiction (Feb. 8, 2005), 20 ICSID rev. 262 (2005) (“treatment which is not less favorable”); Maffezini v. Kingdom of Spain, ICSID Case No. ARB/97/7, Decision on Jurisdiction (Jan. 25, 2000), 5 IcsID rep. 396 (2002) (“all matters relating to”).

(27)

yang berarti sempit (Narrow Clause)yang mungkin mengandung nonexhaustive lists -yang tanpa membuat acuan -yang spesifik dalam hal ketentuan penyelesaian sengketa.86

Meskipun di beberapa perjanjian klausul MFN akan dibatasi dalam pengoperasiannya terhadap pasal-pasal tertentu, sangat banyak klausul MFN dalam BITs yang di generalisasi janji-janji akan perlakuan MFN berkaitan dengan seluruh bidang yang di tangani oleh BIT, kadang dimodifikasi dengan batasan-batasan tertentu. MFN.87Berikut adalah contoh-contoh BIT yang mengandung MFN treatment:88

Mexico-United Kingdom BIT (2006) Article 4

National Treatment and Most-Favoured-Nation Provision 1. Neither Contracting Party shall in its territory subject investments or returns of investors of the other Contracting Party to treatment less favourable than that which it accords, in like circumstances, to investments or returns of its own investors or to investments or returns of investors of any third State

2. Neither Contracting Party shall in its territory subject investors of the other Contracting Party, as regards the management, maintenance, use, enjoyment or disposal of their investments, to treatment less favourable than that which it accords, in like circumstances, to its own investors or to investors of any third State.

Australia-Uruguay BIT (2002) Article 4

Most-favoured-nation provision

Each Party shall at all times treat investments in its own territory on a basis no less favourable than that accorded to investments of investors of any third country, provided that a Party shall not be

                                                                                                               

86 North American Free Trade Agreement (NAFTA) art. 1103(1)–(2), U.S.-Can.-Mex.,Dec. 17, 1992, 107 Stat. 2057, 32 I.L.M. 289 (1993) (providing non-exhaustive lists of specific situations in which most-favored-nation treatment should be accorded to investors and investments, without mentioning dispute settlement mechanisms).

87 Tony Cole,op.cit., hal. 557

(28)

obliged to extend to investments any treatment, preference or privilege resulting from: [...]. [Emphasis added]

Czech Republic-Paraguay BIT (2000) Article 4

National and Most-Favoured-Nation Treatment [...]

3. The treatment of the most favored nation, shall not be applied to the privileges which one Contracting Party grants to the investor of a third State in pursuance of its participation to a free trade zone, customs union, similar international agreements to such unions or institutions, common market, monetary unions or other forms of regional agreements to which each Contracting Party is a party or may become a party.

4. The treatment granted by this Article does not refer to the advantages that one of the Contracting Parties grants to the investor of a third State as a result of an agreement to avoid the double taxation or other agreements relating to taxation matters.[...]

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan bahwa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two dapat meningkatkan aktivitas guru,

Our approach for 3D feature point extraction from LiDAR data consists of five major steps: (i) generating range images, (ii) corner detection on range images, (iii)

Kesimpulan yang dapat diambil dari kalimat diatas adalah ..2. Perhatikan gambar di

In the present study we developed a methodology to detect cracks in the surface of paved road with a 3D laser scan image data acquired by in-vehicle laser

Selain itu, sistem ini juga akan memberikan informasi data pelaporan perangkat keras yang rusak sehingga informasi yang diterima oleh teknisi jelas misal, siapa

Produk pemikiran, baik aqidah, fiqih, maupun tasawuf dalam faktannya menjadi objek yang dipelajari, dihafal dan dilestarikan dan bukan dikaji hingga melahirkan

Tujuan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa yang dinilai dari hasil belajar akademik ini untuk memahami konsep-konsep sulit. Tujuan

1 Siti Marfiatun B.211.12.1055 Cucian Motor Dari tiga pesaing ternyata jasa cuci motor tidak menyediakan bisnis pendamping seperti scotlate dan stiker motor.Harga yang