• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan motivasi belajar siswa melalui pola naratif eksperiensial dalam Pendidikan Agama Katolik (PAK) di SMP Kanisius Gayam, Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peningkatan motivasi belajar siswa melalui pola naratif eksperiensial dalam Pendidikan Agama Katolik (PAK) di SMP Kanisius Gayam, Yogyakarta"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI POLA NARATIF EKSPERIENSIAL DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SMP KANISIUS GAYAM, YOGYAKARTA. SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Katolik. Oleh : Marchelinus Renato NIM: 111124019. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016.

(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERSEMBAHAN. Skripsi ini kupersembahkan kepada Bapak dan Ibuku, yang telah memberikan dukungan moral, spiritual dan finansial, Adik-adikku, seluruh keluargaku dan seluruh sahabatku yang selalu memotivasi diriku, Pacarku yang selalu menemani dan memberi semangat, Siswa-siswi SMP Kanisius Gayam, Yogyakarta yang telah memberikan dukungan bagi studiku.. iv.

(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. MOTTO. “Mungkin semua tidak sesuai seperti yang kita inginkan, tetapi percayalah apa yang sudah kita peroleh adalah hal yang terbaik yang Tuhan berikan bagi kita”. v.

(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRAK Judul skripsi PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI POLA NARATIF EKSPERIENSIAL DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SMP KANISIUS GAYAM, YOGYAKARTA dipilih berdasarkan pada fakta bahwa pelaksanaan proses belajar mengajar di SMP Kanisius Gayam, Yogyakarta memprihatinkan. Kenyataan menunjukkan pada saat penulis mendapat kesempatan untuk PPL di SMP Kanisius Gayam, Yogyakarta bahwa dalam setiap proses belajar mengajar siswa-siswi kurang bersemangat dalam mengikuti Pendidikan Agama Katolik (PAK). Menurut pandangan siswa, mengikuti pelajaran agama membosankan karena cara mengajar guru yang monoton. Dalam proses belajar mengajar, cara mengajar guru kurang menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses belajar mengajar. Bertitik tolak dari kenyataan ini, maka skripsi ini dimaksudkan untuk membantu guru agama di SMP Kanisius Gayam, Yogyakarta mendapatkan cara baru dalam mengajar dengan menggunakan Pola Naratif Eksperiensial karena Pendidikan Agama berbeda dengan mata pelajaran lainnya. Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana guru agama mampu memberikan motivasi belajar dalam Pendidikan Agama Katolik dan pola macam apa yang dapat membantu guru dalam proses belajar mengajar yang melibatkan pengalaman siswa dalam mengkomunikasikan imannya. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu wawancara dengan guru agama dan beberapa siswa dari perwakilan setiap kelas di SMP Kanisius Gayam, Yogyakarta telah dilaksanakan. Di samping itu studi pustaka juga dilakukan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran yang reflektif, sehingga diperoleh gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan Pola pembelajaran bagi guru agama. Hasil akhir menunjukkan bahwa Pola Naratif Eksperiensial merupakan suatu metode pembelajaran yang bersifat komunikasi iman. Pola ini bertujuan untuk membantu guru agama agar memiliki suatu pendekatan pembelajaran yang handal dan efektif sehingga siswa memiliki motivasi belajar dalam mengikuti proses belajar mengajar Pendidikan Agama Katolik. Pola Naratif Eksperiensial mempunyai lima langkah pokok ialah penampilan cerita kehidupan/cerita rakyat, pendalaman cerita, peneguhan cerita Kitab Suci atau Tradisi Gereja dan rangkuman. Oleh karena itu, guru agama perlu mengenal dan memahami pola pembelajaran ini. Untuk keperluan itu penulis mengusulkan program pendekatan pembelajaran Pola Naratif Eksperiensial, sekaligus penjabarannya. Hasil dari pelaksanaan usulan tersebut membuktikan bahwa Pola Naratif Eksperiensial yang dicapai dapat membangkitkan motivasi belajar siswa dalam mengikuti Pendidikan Agama Katolik.. viii.

(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRACT. The title of the thesis is DEVELOPING THE STUDENTS’ MOTIVATION THROUGH THE PATTERN OF NARRATIVE EXPERIENTIAL IN CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION (PAK) IN SMP KANISIUS GAYAM OF YOGYAKARTA. This title t is chosen based on the fact of the learning process in the school, which is apprehensive. The writer found that students were less enthusiastic in attending each course of Catholic Religious Education. For them, attending the course was boring because the way its teacher taught was monotonous. Based on this fact, this thesis aims to help the teacher of Catholic Religious Education of the school to have a new method in organizing the course using the Pattern of Narrative Experiential for Catholic Religious Education is different from any other course in school. The main problem of the thesis is how does the teacher of Catholic Religious Education motivate students during the course and what kind of teaching pattern, which could help the teacher in involving students’ experiences in communicating their faith. The accurate data is needed to examine the problem. Therefore, the writer interviewed the teacher and some students representing each class of the school. The writer also made a study on literature to find some reflective thoughts, in order to have ideas that could be used as contributions for teaching pattern for religion teachers. The result shows that the Pattern of Narrative Experiential is a teaching method, which has a character of faith communication. This pattern aims to help teachers on religion to have an effective teaching approach so that students may have learning motivation in following the course of Catholic Religious Education. The Pattern of Narrative Experiential has five main steps, such as presenting the life story or folk story, deepening the story, confirmation of Biblical story or Church traditions and the summary. Therefore, the teachers on religion must know and understand this pattern. For that sake, the writer proposes a program of teaching approaches of the Pattern of Narrative Experiential, as well as its description. The result of implementing the proposal proves that the Pattern of Narrative Experiential could develop the students’ learning motivation in attending the Catholic Religious Education.. ix.

(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KATAPENGANTAR Pujidan syukur kepada Allah Bapa atas berkat dan kasih-Nya yang melimpah, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI POLA NARATIF EKSPERIENSIAL DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SMP KANISIUS GAYAM YOGYAKARTA. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan penulis bahwa siswasiswi SMP Kanisius Gayam, Yogyakarta kurang memiliki motivasi belajar dalam Pendidikan Agama Katolik. Permasalahannya adalah dari pihak guru kurang bervariasi dalam mengolah bahan dengan menggunakan berbagai metode. Guru sudah berusaha memberikan motivasi kepada siswa dalam mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. Tetapi pada kenyataannya masih banyak siswa yang tidak memperhatikan guru mengajar Pendidikan Agama Katolik. Menjawab keprihatinan itu, penulis mengusulkan suatu usaha untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Usaha yang dimaksudkan adalah penggunaan metode pola Naratif Eksperiensial dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Skripsi ini disusun tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan tulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Romo Yoseph Ispuroyanto Iswarahadi, SJ,M.A selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu, membimbing, memberikan perhatian dan sumbangan pemikiran, serta memotivasi penulis dalam menuangkan gagasan. x.

(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. dari awal hingga akhir skripsi ini. 2. Romo Dr. B. Agus Rukiyanto SJ, selaku dosen Pembimbing Akademik yang terus menerus membimbing dan mendampingi penulis dengan penuh kesetiaan dan kesabaran selama menjalani studi di kampus PAK Universitas Sanata Dharma. 3. Bapak Yoseph Kristianto, SFK, MPd, selaku dosen penguji yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 4. Segenap staf dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah mendidik, membimbing dan memberi teladan bagi penulis selama studi hingga selesainya penulisan skripsi ini. 5. Bapak, Ibu, dan adikku serta keluarga besarku yang telah memberi semangat dan dukungan moral, material dan spiritual selama penulis menempuh studi di Yogyakarta. 6. Teman-temanku mahasiswa PAK-USD, khususnya angkatan 2011 yang telah memberikan motivasi, berbagi pengalaman hidup, dan berjuang bersama dalam semangat persaudaraan dan kekeluargaan untuk menjadi katekis yang bermutu dan bijaksana. 7. Bapak Benedictus Grilyadi serta seluruh karyawan di SMP Kanisius Gayam, Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk melengkapi materi dalam menyelesaikan skripsi ini.. xi.

(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………... ii. HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………...... iii. HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………... iv. MOTTO………………………………………………………………….... v. PENYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………. vi. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………….. vii. ABSTRAK………………………………………………………………... viii. ABSTRACT………………………………………………………………. ix. KATA PENGANTAR…………………………………………………….. x. DAFTAR ISI…………………………………………………………….... xiii. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………….. 1. B. Rumusan Permasalahan………………………………………….. 3. C. Tujuan Penelitian……………………………………………….... 4. D. Manfaat Penelitian……………………………………………….. 4. E. Metode Penelitian………………………………………………... 5. BAB II. POLA NARATIF EKSPERIENSIAL DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM MENGIKUTI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK A. Pola Naratif Eksperiensial………………………………………. 6. 1. Pengertian Naratif Ekperiensial………………………………. 6. 2. Cerita dalam Pendidikan……………………………………... 8. 3. Macam-macam Cerita………………………………………... 10. 4. Langkah-langkah Pengajaran Pola Naratif Eksperiensial…….. 12. B. Motivasi…………………………………………………………. 14 1. Pengertian Motivasi………………………………………….. 14. 2. Motivasi Belajar Anak-anak dalam Mengikuti PAK………... 16. xiii.

(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. C. Pendidikan Agama Katolik……………………………………... 18. 1. Pendidikan Agama Katolik di SMP…………………………. 20. 2. Proses Belajar Mengajar PAK di Sekolah…………………... 24. BAB III. PEMBELAJARAN PAK DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SMP KANISIUS GAYAM YOGYAKARTA A. Proses Belajar Mengajar PAK di SMP…………………………. 29. B. Pengaruh Pola Naratif Eksperiensial terhadap Motivasi Belajar Siswa dalam PAK di SMP Kanisius Gayam Yogyakarta……………... 34 1. Metodologi Penelitian………………………………………... 34. a. Tujuan Penelitian………………………………………….. 34. b. Metode Penelitian………………………………………..... 35. c. Instrumen Penelitian………………………………………. 36. d. Waktu dan Tempat Penelitian…………………………….. 37. e. Responden Penelitian…………………………………….... 37. f. Teknik Pengolahan Data…………………………………... 38. g. Variabel Penelitian……………………………………….... 38. C. Hasil Penelitian………………………………………………….. 40. D. Pembahasan Hasil Penelitian……………………………………. 47. 1. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………..... 47. 2. Keterbatasan Hasil Penelitian……………………………….... 55. BAB IV. USULAN PROGRAM POLA NARATIF EKSPERIENSIAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI PROSES BELAJAR MENGAJAR PAK DI SEKOLAH A. Pengertian Program……………………………………………... 57. B. Latar Belakang Program………………………………………... 58. C. Tujuan Program……………………………………………........ 59. D. Pemilihan Program……………………………………………... 59. 1. Pola Pembelajaran PAK…………………………………. …. 60. 2. Pengertian Naratif Eksperiensial…………………………….. 61. xiv.

(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 3. Pola Naratif Eksperiensial………………………………….... 63. 4. Pola Naratif Eksperiensial di SMP………………………….. 64. E. Usulan Program Pola Naratif Eksperiensial……………………. 65. F. Penjabaran Usulan Program……………………………………. 66. G. Pengembangan Program……………………………………….. 71. H. Laporan dan Refleksi atas Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pola Naratif Eksperiensial di SMP Kanisius Gayam Yogyakarta dengan Tema “Masyarakat” dan Materi Pelajaran “Pemuka Masyarakat” 77 1. Tema……………………………………………………….... 78. 2. Tujuan……………………………………………………….. 78. 3. Pengembangan Langkah……………………………………. 79. a. Kelancaran……………………………………………….. 79. b. Keruntutan………………………………………………. 80. c. Kesinambungan………………………………………….. 80. 4. Komunikasi Iman………………………………………….... 80. 5. Sarana dan Metode…………………………………………. 81. 6. Suasana Pembelajaran………………………………………. 84. 7. Tanggapan dan Keterlibatan Siswa…………………………. 85. 8. Penguasaan Bahan dalam Penguasaan Materi…………….... 85. 9. Peningkatan Motivasi Belajar Siswa……………………….. 85. 10. Hal-hal yang Perlu Ditingkatkan………………………….. 86. BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………………... 87. B. Saran……………………………………………………………. 89. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….... 92. LAMPIRAN Lampiran 1 : Pertanyaan Wawancara…………………………….... (1). Lampiran 2 : Hasil Wawancara Guru PAK………………………... (2). Lampiran 3 : Hasil Wawancara Siswa……………………………... (3). Lampiran 4 : Catatan Proses Pertemuan Usulan Program…………. (21). Lampiran 5 : Surat Ijin Penelitian………………………………….. (25). Lampiran 6 : Surat Keterangan Penelitian…………………………. (26). xv.

(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bentuk komunikasi atau interaksi iman yang mengandung unsur pengetahuan, unsur pergaulan dan unsur penghayatan iman dalam pelbagai bentuk. Dalam komunikasi iman itu jemaat memerlukan sarana yaitu bahan. Bahan itu diketahui dan diinterpretasikan serta diaplikasikan dalam kehidupan nyata, agar bahan menjadi partner dalam komunikasi hidup. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa-siswi SMP Kanisius Gayam Yogyakarta. Hasil pengalaman peneliti mengajar materi Pendidikan Agama Katolik selama semester gasal menunjukkan bahwa hasil pembelajarannya kurang maksimal. Hal ini terbukti dari hasil ulangan harian, siswa masih banyak yang berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimalnya kurang dari 75. Kondisi semacam ini terjadi, disebabkan siswa kurang minat membaca dalam belajar. (Dalyono, 1997 : 20) Metode yang digunakan dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik kurang bervariasi. Pengetahuan yang ditransformasikan oleh guru hanya untuk meningkatkan hasil belajar dalam kemampuan mengingat atau kognitif saja. Sedangkan kemampuan dalam ranah afektif atau pemahaman dan ranah psikomotorik atau penerapan kurang diperhatikan oleh guru..

(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Salah satu metode yang kiranya cocok untuk diterapkan dalam PAK adalah Metode Naratif Eksperiensial, yang dapat meningkatkan keaktivan belajar siswa melalui cerita yang mengandung pengalaman. Menurut Ruedi Hofmann S.J, ”naratif” berarti bahwa pola tersebut berdasarkan cerita, sedangkan kata ”eksperiensial” menunjuk pada hubungannya dengan pengalaman. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dengan pola ”naratif-eksperiensial” kita harapkan umat akan memperoleh cerita yang berhubungan dengan pengalamannya sendiri (Komkat KWI, 1994). Metode Naratif Eksperiensial juga diartikan sebagai suatu metode yang mengutamakan cerita. Salah satu kekuatan cerita adalah komunikasi lisannya seturut dengan awal terjadinya cerita. Kenyataan terjadi karena dahulu kebanyakan orang belum mengenal budaya baca tulis, maka cerita sangat dominan. Cerita disampaikan secara lisan dan mudah diingat, asalkan mengetahui tokohtokoh, ucapan-ucapan penting dan alur cerita. Itulah pokok terpenting dalam proses pendidikan guna meningkatkan keaktivan belajar dan prestasi belajar siswa. Diharapkan penerapan metode ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. (Hardjana, 2007 : 15) Fakta ini juga menyadarkan peneliti untuk membantu siswa Sekolah Menengah Pertama dalam memperkembangkan imannya melalui pengalaman hidupnya. Melihat perkembangan anak SMP, memudahkan guru untuk menerapkan Metode Naratif Eksperiensial guna meningkatkan keaktivan dan prestasi belajar siswa di kelas. Pengalaman anak SMP bersama teman sekelompoknya membawa pengaruh dalam hidupnya..

(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Mereka juga mampu mengalami keberadaan Allah karena dalam metode pembelajaran Pendidikan Agama Katolik, proses belajar mengajar lebih menampilkan pengalaman manusia dan fakta yang membuka pemikiran. Pengalaman yang mengena keadaan anak akan diterapkan dalam hidup sehari-hari. Penyampaian komunikasi iman membutuhkan sarana yang dapat membantu anak dalam memahami pengetahuan yang baru yaitu cerita. Menurut Ruedi Hofmann S.J yang dimaksudkan dengan cerita adalah laporan mengenai suatu peristiwa dimana terjadi ketegangan dan juga kelegaan. Dalam cerita selalu terdapat tokoh-tokoh yang saling berhubungan. Peristiwa yang diceritakan dapat sungguh-sungguh terjadi (historis), tetapi juga dapat merupakan khayalan (fiktip). Cerita dalam arti ini sangat dipentingkan dalam komunikasi iman (Komkat KWI, 1997). Berdasarkan pengertian cerita, metode yang bersifat naratif – eksperiensial adalah metode cerita pengalaman. Naratif berarti bahan diceritakan (narasi) sebagai mitra dialog yang bersaksi mengenai pengalaman serta penghayatan iman (eksperiensi). Komunikasi tersebut berawal dari dan menuju ke pengalaman dan penghayatan sehari-hari siswa (Jacobs, 1992 : 10-11). Melalui cerita anak dapat mengkomunikasikan imannya karena mudah dipahami dan konkrit terlebih dalam usia ini anak memiliki banyak pengalaman dalam pergaulannya bersama teman sekelompoknya dan masyarakat. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian di SMP Kanisius Gayam Yogyakarta : 1. Apa itu metode Naratif Eksperiensial ?.

(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. 2. Apakah penerapan metode Naratif Eksperiensial pada pembelajaran PAK dapat meningkatkan motivasi belajar siswa-siswi dalam PAK ? 3. Bagaimana pola Naratif Eksperiensial dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar PAK ?. C. TUJUAN PENULISAN Sesuai dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan melalui Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan pada siswa-siswi SMP Kanisius Gayam Yogyakarta, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui keadaan guru PAK sebagai pendidik dalam memahami dan menerapkan Pola Naratif Eksperiensial terhadap proses belajar mengajar di SMP Kanisius Gayam. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pola Naratif Eksperiensial dalam meningkatkan motivasi belajar anak dalam proses belajar mengajar PAK di SMP Kanisius Gayam. D. MANFAAT PENULISAN a. Bagi Siswa: Dapat memberi pengalaman bagi siswa untuk berani mengungkapkan pendapat, menggali pengalaman hidup siswa untuk memecahkan suatu masalah kehidupan sehari-hari. b. Bagi Guru Guru memiliki variasi dalam memilih metode-metode pembelajaran, memiliki cara bagaimana membuat pengalamannya.. siswa bekerja mandiri. dan berani. mengekspresikan.

(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. c. Bagi Sekolah Sebagai pengembangan perbaikan kurikulum, upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. E. METODE PENULISAN Penulisan skripsi ini menggunakan metode penulisan deskriptif analisis. Untuk itu penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan menggambarkan situasi nyata melalui sumber-sumber yang relevan dan mendukung serta studi pustaka..

(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB II POLA NARATIF EKSPERIENSIAL DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM MENGIKUTI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK). A. Pola Naratif Eksperiensial 1. Pengertian Naratif Eksperiensial Dalam kehidupan sehari-hari anak-anak suka mendengarkan cerita sebelum tidur. Cerita yang disampaikan biasanya cerita yang berbentuk dongeng, legenda atau mite. Cerita dapat berasal dari tradisi yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan turun temurun secara lisan atau melalui gambar sebagai alat bantu untuk memudahkan orang untuk mengingat isi cerita. Cerita yang berasal dari tradisi lisan hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa dan nyanyian rakyat. (Danandjaja, 1984: 1-2, 5). Oleh sebab itu, cerita dapat juga diartikan sebagai laporan mengenai suatu peristiwa di mana terjadi ketegangan dan juga kelegaan. Dalam cerita selalu terdapat tokoh-tokoh yang saling berhubungan. Peristiwa yang diceritakan dapat sungguh-sungguh terjadi (historis), tetapi dapat juga merupakan khayalan (fiktif) (Komkat KWI, 1994: 2). Pengertian cerita sangat dipentingkan dalam komunikasi iman sehubungan dengan peristiwa-peristiwa nyata atau fiktif. Salah satu kekuatan cerita adalah komunikasi lisan seturut dengan awal terjadinya cerita. Cerita disampaikan secara lebih hidup, menarik dan membantu daya imajinasi pendengar terhadap tokoh-tokoh, alur cerita dan latar belakang permasalahannya, sehingga pendengar mudah mengingat ceritanya..

(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 7. Digunakannya pola naratif eksperensial berarti orang diajak untuk berdialog menentukan sikap sendiri melalui cerita. Oleh sebab itu, orang zaman dahulu pada saat belum ada budaya tulis, mereka menyampaikan hal-hal penting kepada orang banyak dan kepada keturunannya dalam bentuk cerita. Mulai abad ke empat setelah Yesus lahir, Kitab Suci sering ditulis dengan huruf indah dan dilengkapi dengan lukisan berwarna yang dapat dinikmati orang yang buta huruf. Cerita-cerita zaman dahulu oleh banyak orang dikenal lewat gambar sebelum mereka mengenal belajar membaca. Gambar-gambar itu diberi nama “Kitab Suci Kaum Kecil” karena pada waktu itu mereka masih buta huruf. Setelah adanya buku murah, Kitab Suci tidak dikenal lagi sebab sumber cerita yang hidup adalah teks. Oleh sebab itu untuk mengenal Kitab Suci, orang harus belajar membaca, sehingga buta huruf dianggap sebagai keterbelakangan dalam hal agama (Hofmann, 1994: 28- 29). Pada zaman sekarang orang mendapat informasi melalui radio maupun televisi, namun dalam penyampaiannya masih bersifat uraian, pernyataan atau kesimpulan, sehingga banyak orang kurang berminat menerima informasi lewat televisi. Pada akhirnya yang diminati banyak orang adalah cerita, karena segala bentuk cerita yang bervariasi dapat menyentuh dan mengesan untuk mata dan telinga (Komkat KWI, 1994: 7)..

(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 8. 2. Cerita dalam Pendidikan Pendidikan bagi anak-anak usia SMP merupakan hal yang sangat berperan bagi perkembangan dirinya. Oleh sebab itu, pendidikan wajib diperhatikan agar anak dapat berkembang dengan baik. Dalam dunia pendidikan perkembangan anak SMP lebih diarahkan kepada perkembangan iman yang berpangkal pada pengalaman iman anak, namun harus dibedakan antara iman dan pengungkapan iman dalam pengalaman dan penghayatan iman anak-anak berdasarkan tingkatan. Pendidikan iman anak SMP lebih diarahkan pada pengalaman iman yang diungkapkan. Artinya segala perbuatan dan tindakan secara khusus dan eksplisit yang bertujuan untuk mengekspresikan, mengungkapkan dan menyatakan iman. (Jacobs, 1992: 57). Dalam komunikasi iman bahan menjadi mitra dialog yang bersaksi. Supaya bahan menjadi mitra dialog yang hidup, menarik dan tidak memaksa, bahan diolah dalam bentuk cerita. Dalam dialog terjadi komunikasi iman yang hidup antar siswa dalam. kelas. sehingga. melalui. cerita,. siswa. mampu. mengekspresikan,. mengungkapkan dan menyatakan iman dalam bentuk cerita pengalaman. Dengan demikian, dalam menyampaikan cerita dibutuhkan pola yaitu pola yang bersifat Naratif Eksperiensial. Berdasarkan pengertian cerita, pola yang bersifat naratif-eksperiensial adalah pola cerita pengalaman. Naratif berarti bahan diceritakan (narasi) sebagai mitra dialog yang bersaksi mengenai pengalaman serta penghayatan iman (eksperiensi). Komunikasi tersebut berawal dari dan menuju ke pengalaman dan penghayatan (eksperiensi) sehari-hari siswa (Jacobs, 1992: 10-11)..

(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 9. Pola Naratif Eksperiensial tidak langsung diarahkan pada “hidup baik”, namun memiliki tujuan supaya siswa-siswi memiliki cerita yang menjadi bekal, sehingga dapat memampukan dirinya untuk mengatur hidupnya sendiri (Komkat KWI, 1994: 15). Cerita yang didengar oleh siswa tidak semata-mata baik bagi pengalaman hidupnya, melainkan siswa diharapkan mengolah dan menyaring cerita serta menyikapi cerita untuk bekal hidupnya. Dengan demikian cerita sangat berperan penting dalam perkembangan iman anak untuk mengkomunikasikan iman..

(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 10. 3. Macam-macam cerita Dalam Injil Yesus nampak sebagai pencerita yang unggul, maka ciri khas dari cerita adalah komunikasi. Cerita yang dipakai Yesus adalah cerita kanonis (Perjanjian Lama), cerita rakyat (Galilea) dan cerita kehidupan. Melalui sudut pandang fungsional, banyak cerita disampaikan sebagai perumpamaan. Oleh sebab itu, cerita dapat dipakai sampai sekarang dengan menyesuaikan. perkembangan. hidup manusia. Di bawah ini beberapa macam cerita yang diwariskan Yesus kepada kita yaitu:. a. Cerita Kanonis Cerita Kanonis adalah cerita yang termasuk daftar cerita Kitab Suci. Umumnya suatu peristiwa disampaikan secara lisan dahulu dan diberi penafsiran oleh tokoh- tokoh yang ada hubungannya dengan Allah. Misalnya dari Perjanjian Baru, pendamping dapat menggunakan cerita mengenai Yesus yang memaklumkan Kerajaan Allah lewat perumpamaan-perumpamaan. Kerajaan Allah adalah misteri. Allah hadir dan bertindak menyelamatkan kita, namun kita tidak dapat menangkap sepenuhnya dan Allah tetap merupakan rahasia bagi kita. Kita sebagai pendamping hendaknya dapat menceritakannya sesuai dengan bahasa anak-anak dan usia perkembangannya. Dengan demikian cerita kanonis adalah cerita yang paling berharga bagi Gereja yaitu semua cerita yang terdapat dalam Kitab Suci (Hofmann, 1994: 37). Pada zaman sekarang kita dapat menggunakan cerita kanonis dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang berguna bagi perkembangan iman..

(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 11. b. Cerita Rakyat Cerita Rakyat adalah cerita yang merupakan warisan dari kebudayaan yang diturunkan dari nenek moyang. Biasanya yang masih memiliki cerita adalah orang tua yang buta huruf di daerah terpencil. Pada zaman Yesus, cerita rakyat dari Galilea dan cara Yesus berkomunikasi adalah melalui cerita yang mudah dimengerti oleh rakyat dan seirama dengan agama dan filsafat yang diperoleh dari nenek moyang (Komkat KWI, 1994: 17). Saat ini cerita rakyat dapat berasal dari asal-usul atau tempat kejadian di suatu daerah. Cerita rakyat yang disampaikan kepada anak-anak hendaknya mencerminkan kebijaksanaan hidup bersama. Yang paling penting adalah pendamping. memanfaatkan. cerita. rakyat. sebagai. cerita. yang. dapat. memperkembangkan hidup beriman anak. Selain itu menyiapkan pendamping untuk menjadi pencerita yang baik dan mampu menyampaikan pesan lewat cerita. Dalam buku Pelajaran Agama Katolik Kurikulum 1994, cerita rakyat dapat bersifat dongeng, mite dan legenda.. c. Cerita Pengalaman Cerita Pengalaman adalah cerita nyata mengenai kehidupan seseorang atau pengalaman hidup sendiri atau pengalaman orang lain, sesuatu yang sungguhsungguh dialami kemudian di dalamnya para pendengar dapat menemukan maknanya. Tujuan cerita kehidupan adalah supaya anak dalam mengikuti pelajaran agama semakin mampu menceritakan cerita mereka sendiri, cerita individual mereka, cerita keluarga mereka, dengan membandingkan cerita rakyat dan cerita kanonis (Hofmann,. 1994:. 39-40).. Cerita. hendaknya. disampaikan. dengan. penuh. penghayatan, sehingga cerita yang disampaikan tidak membosankan bagi anak-anak..

(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 12. 4. Langkah-langkah Pengajaran Pola Naratif Eksperiensial Secara garis besar, langkah-langkah pola Naratif Eksperiensial menurut buku pegangan Guru 1, 2 dan 3 PAK untuk SMP (Komkat KWI, 1994) adalah sebagai berikut: a. Langkah I: Penampilan cerita rakyat/cerita kehidupan/pengalaman pribadi Cerita ini berfungsi sebagai sarana untuk membuka wawasan siswa terhadap situasi yang ada di sekitar kehidupannya baik melalui cerita rakyat maupun peristiwa kehidupan yang ada di sekitar lingkungannya. b. Langkah II: Pendalaman cerita rakyat/cerita kehidupan/pengalaman pribadi. Melalui cerita yang ditampilkan, siswa diajak untuk mengenal, mengerti, memahami dan mendalami isi cerita serta nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita tersebut. c. Langkah III: Pandangan dalam Terang Kitab Suci. Setelah siswa memiliki pemahaman terhadap peristiwa kehidupan yang ada di sekitarnya, siswa perlu diberi arah pemahaman yang benar sebagai seorang kristiani dengan penampilan cerita Kitab Suci atau Tradisi Gereja. d. Langkah IV: Proses Pergumulan. Dalam proses ini siswa yang sudah memiliki konsep atau pengalaman dari cerita rakyat/kehidupan perlu memperoleh pigura yang sesuai dengan iman kristiani mereka, maka pengalaman itu perlu dikonfrontasikan dengan peristiwa yang terjadi di dalam Kitab Suci. Dengan demikian pengalaman/nilai yang terdapat dalam cerita rakyat/kehidupan memperoleh makna baru setelah direfleksikan dalam terang iman. Penginternalisasian makna yang baru inilah menjadi kekuatan dalam penghayatan iman siswa sehari-hari..

(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 13. e. Langkah V: Rangkuman Rangkuman dibuat dengan melibatkan siswa. Dalam hal ini guru berperan aktif sebagai fasilitator dalam merumuskan kalimat dan rangkuman ini hanya berupa pokok-pokok atau garis besarnya saja. Dalam rangkuman diperlukan adanya langkah konkrit untuk mewujudkan pengalaman iman dalam hidup sehari-hari agar tidak sekadar menerima materi saja melainkan ada wujud nyatanya..

(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 14. B. Motivasi 1. Pengertian Motivasi Menurut para ahli, ada berbagai macam pengertian mengenai motivasi. Motivasi dapat diartikan sebagai suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya (Handoko, 1992: 9). Menurut Mahfudh Shalahuddin (1990: 113-114), secara etimologi; kata motivasi berasal dari kata motiv, yang artinya dorongan, kehendak, alasan atau kemauan. Maka, Motivasi adalah tenaga-tenaga (forces) yang membangkitkan dan mengarahkan kelakuan individu. Motivasi bukanlah tingkah laku, melainkan kondisi internal yang kompleks, dan tidak dapat diamati secara langsung, akan tetapi memengaruhi tingkah laku. Berdasarkan pengertian di atas jelas bahwa motivasi berasal dari dorongan, kehendak atau kemauan dari dalam diri seseorang. Motivasi adalah tenaga yang membangkitkan dan mengarahkan kelakuan seseorang. Motivasi bukan tingkah laku, melainkan keadaan yang tidak dapat diamati secara langsung namun memengaruhi tingkah laku atas dorongan, kehendak atau kemauan. Timbulnya dorongan, kehendak atau kemauan dapat berasal dari dalam diri seseorang maupun dari luar diri seseorang. Oleh sebab itu, timbulnya motivasi dipengaruhi oleh dua macam segi, yaitu segi instrinsik dan segi ekstrinsik. Segi instrinsik yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan dari orang lain atau kemauan diri sendiri. Segi ekstrinsik yaitu motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu karena ada ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain, sehingga dengan keadaan demikian anak akan melakukan sesuatu untuk mengikuti kegiatan..

(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 15. Dalam meningkatkan motivasi diperlukan faktor internal atau eksternal untuk memengaruhi tingkah laku seseorang dalam melakukan tindakan atas dorongan, kehendak atau kemauan dari dalam maupun luar diri seseorang. Oleh sebab itu, guru sebagai pendidik diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip motivasi dalam mengajar, yaitu dengan merangsang motivasi belajar siswa agar memiliki motivasi untuk mengikuti pelajaran. Dalam membangkitkan motivasi dibutuhkan proses yang diarahkan kepada objek-objek dalam lingkungan siswa atau sekitarnya. Guru tidak hanya memberi motivasi, melainkan guru mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan motivasi siswa untuk memperoleh kebutuhan dalam mencapai tujuan yaitu belajar. Secara skematis untuk mencapai tujuan belajar dapat dijabarkan sebagai berikut (Mahfudh Shalahuddin 1990: 116-118): Tujuan Kelakuan Ketegangan-ketegangan Kebutuhan Dasar dan Kebutuhan Sosial. Kebutuhan-kebutuhan dapat dicapai tanpa ada kesulitan, namun sering terjadi ketegangan-ketegangan atau rintangan baik dari dalam diri siswa maupun dalam luar diri siswa seperti lingkungan sekolah maupun di luar sekolah yang mempengaruhi kelakuan, sehingga sulit mencapai tujuan. Kebutuhan dasar merupakan suatu keinginan yang ada dalam diri siswa, sedangkan kebutuhan sosial merupakan kebutuhan atas perlakuan orang lain terhadap siswa..

(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 16. 2. Motivasi Belajar Anak Motivasi membawa pengaruh besar terhadap perkembangan siswa baik iman maupun pengetahuan berdasarkan dorongan atas kemauan dari dalam diri siswa yang dipengaruhi oleh cara mengajar guru dalam mementingkan prinsip-prinsip motivasi. Oleh sebab itu, dalam dunia pendidikan, motivasi dapat dilihat sebagai suatu proses yang bersifat: a. Membawa siswa ke arah pengalaman belajar yang terjadi b. Menimbulkan tenaga dan aktivitas siswa c. Memusatkan perhatian siswa pada suatu arah dan pada suatu waktu (Mahfudh Shalahuddin, 1990: 114). Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam diri siswa yang digambarkan sebagai harapan, keinginan dan sebagainya yang bersifat menggiatkan atau menggerakkan siswa untuk bertindak dalam memenuhi kebutuhan, sehingga dengan adanya motivasi tidak akan ada tujuan dan tingkah laku yang terorganisasi. Sedangkan menurut rumusan Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama ”motivasi” adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri siswa yang menunjang kegiatan ke arah tujuan belajar. Dalam membangkitkan motif-motif pada siswa guru hendaknya (Mahfudh Shalahuddin, 1990: 122): a. Mengatur dan menyediakan situasi-situasi yang memungkinkan timbulnya persaingan yang sehat antar siswa, b. Membangun self-competition dengan jalan membangkitkan perasaan puas dan lega terhadap hasil yang diraih siswa,.

(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 17. c. Membiasakan siswa-siswi untuk mendiskusikan suatu pendapat mereka masingmasing, d. Memberikan contoh-contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat e. Membangun motivasi intrinsik pada siswa-siswi dengan mendorong mereka untuk belajar. Pada zaman ini siswa diharapkan memiliki motivasi dalam belajar di sekolah, supaya komunikasi iman dalam pelajaran agama semakin membantu siswa untuk mem perkembangkan iman yaitu melalui pendidikan. Pendidikan menjadikan siswa memiliki pengalaman yang memungkinkan perubahan perilaku. Oleh karena itu, agar siswa semakin berkembang imannya, dibutuhkan bahan yang membantu siswa untuk memiliki motivasi dalam mengikuti pelajaran agama di sekolah dan bahan tersebut adalah cerita. Dengan materi yang diberikan dalam pelajaran agama yang diolah dalam bentuk cerita, siswa semakin termotivasi untuk mengikuti pelajaran agama..

(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 18. C. Pendidikan Agama Katolik Dalam Undang-undang Republik Indonesia No.2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Agama Katolik merupakan salah. satu. usaha. dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Pendidikan Agama Katolik merupakan tugas orang tua, keluarga dan masyarakat lingkungan serta Gereja. Sekolah memiliki peran penting dalam pengembangan Pendidikan Agama Katolik karena merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan memerhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (Komkat KWI, 1999: 5). Sedangkan undangundang terbaru tentang sistem Pendidikan Nasional tertera dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 menyebutkan Pendidikan Agama Katolik memegang beberapa prinsip, yakni pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai kultural dan kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna. Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan sarana atau pelaksana pewarta Kristus demi perubahan batin dan pembaharuan hidup secara langsung bagi kaum muda untuk mengembangkan kemampuannya, baik di sekolah maupun di masyarakat. Maksudnya di dalam PAK, iman kepada Kristus dibicarakan dan diolah bersama dengan tetap memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama di masyarakat sebagai wujud persatuan nasional..

(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 19. Dalam Gravissimum Educationis tentang pendidikan Kristen, Hardawiryana menyatakan bahwa : pendidikan pendidikan itu tidak hanya bertujuan pendewasaan pribadi manusia seperti telah diuraikan, melainkan untuk mencapai, supaya mereka yang telah dibaptis, langkah demi langkah semakin mendalami misteri keselamatan, dan dari hari ke hari makin menyadari kurnia iman yang telah mereka terima; supaya mereka belajar bersujud kepada Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran (lih. Yoh. 4:23) terutama dalam perayaan Liturgi; supaya mereka dibina untuk menghayati hidup mereka sebagai manusia baru dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati (Ef. 4: 22-24); supaya mereka dengan demikian mereka, serta tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (lih. Ef. 4: 13), dan ikut serta dalam mengusahakan pertumbuhan tubuh mistik. Kecuali itu hendaknya umat beriman menyadari panggilan mereka, dan melatih diri untuk memberi kesaksian tentang harapan yang ada dalam diri mereka (lih. Ptr. 3: 15) serta mendukung perubahan dunia menurut tata-nilai kristen. Pernyataan di atas menjelaskan bahwa pendidikan memiliki tujuan selain pendewasaan pribadi manusia, juga untuk mencapai keselamatan dan menyadari karunia iman yang diterima bagi mereka yang telah dibaptis. Di samping itu juga, supaya mereka dapat menjalankan apa yang sudah ada dalam Kitab Suci. Kita sebagai manusia beriman, kendaknya mengakui adanya keberadaan Allah Tritunggal Maha Kudus yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus terutama dalam perayaan Liturgi. Menjadi manusia beriman berarti kita diharapkan dapat menghayati hidup kita sebagai manusia baru agar mencapai kepenuhan seperti Kristus. Pada dasarnya manusia tidak akan sampai pada kepenuhan Kristus, maka dibutuhkan pendampingan dalam mengembangkan iman. Pengembangan iman untuk sampai pada kepenuhan Kristus, kita peroleh melalui pendalaman iman dalam lingkungan keluarga dan sekolah..

(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 20. Pendalaman iman di dalam keluarga kita peroleh dari orang tua yang telah mengajarkan kita untuk berdoa, menghargai sesama melalui sudara kita, ikut serta dalam kerja dalam keluarga. Sedangkan di lingkungan sekolah kita memperoleh pengetahuan-pengetahuan dari Kitab Suci maupun Tradisi Gereja yang mengajarkan hal-hal baru dalam mengolah iman. Pengetahuan dari Kitab Suci dan Tradisi Gereja direalisasikan dengan pengalaman hidup anak sehari-hari.. 1. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Menengah Pertama (SMP) a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Pendidikan Agama Katolik menurut Purwatma (Komkat KWI, 2001: 12) adalah suatu pelajaran agama yang mengutamakan pengetahuan dan ketrampilan dengan. “menggumuli/menginterpretasikan. hidup. dalam. terang ajaran iman. Katolik”. Sedangkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Menengah Pertama merupakan salah bentuk komunikasi dan interaksi (tanya. jawab. dan. dialog) iman katolik. Kegiatan komunikasi atau interaksi iman katolik terjadi di sekolah antara guru dengan siswa dan antar siswa dengan siswa.. Kegiatan. komunikasi harus berkisar pada hidup iman (Komkat KWI, 1999: 5).. b. Tempat dan peranan Pendidikan Agama Katolik Lokakarya mengenai tempat dan peranan PAK di sekolah yang diadakan oleh Komkat KWI di Malino (1981) mengemukakan bahwa PAK merupakan bagian dari katekese yang berusaha membantu siswa agar dapat menggumuli hidup dari segi pandang Kristiani dengan demikian menjadi manusia paripurna (beriman)..

(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 21. Berikut ini adalah penjelasan menurut Nina Komala (1992: 27) dalam pandangannya mengenai tempat dan peranan PAK. Pertama, siswa SMP lebih mudah mengalami Allah sebagai yang menjawab kebutuhan afektifnya. Allah dipandang sebagai yang penuh pengertian namun pertumbuhan iman yang dinamis pada remaja juga diwarnai konflik dan krisis. Oleh sebab itu guru hendaknya memperlakukan mereka seperti orang dewasa, kendati mereka belum dewasa. Kedua, pendidikan agama tidak hanya berisi perintah dan aturan yang disampaikan karena kurang cocok bagi mereka melainkan hendaknya lebih mem perhatikan perkembangan sikap batin. Guru hendaknya turut serta mendengarkan dan mempertimbangkan apa yang menjadi hidup dalam jiwa mereka. Ketiga, melalui aktivitas belajar mengajar Pendidikan Agama Katolik mereka perlu dibimbing untuk menanggapi problem-problem dengan jujur menurut suara hati yang sejati meskipun dalam mengolah perasaan tidak mudah menemukan bimbingan suara hati. Keempat, di dalam diri siswa perlu ditanamkan sikap-sikap sosial terhadap masyarakat sekitar dan diajak untuk lebih memerhatikan sesama karena manusia saling membutuhkan atau istilah lain saling ketergantungan satu sama lain.. c. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Agama Katolik Materi Pendidikan Agama Katolik, menurut pakar teologi dan Kitab Suci, sebaiknya mengandung 4 dimensi atau aspek dari ajaran iman kita yaitu (Komkat KWI, 2004: 8):.

(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 22. 1) Dimensi atau aspek pribadi siswa, termasuk relasinya dengan sesama dan lingkungan hidupnya: Materi PAK harus menyentuh pribadi siswa dan pengalaman hidupnya. 2) Dimensi diri dan pribadi Yesus Kristus: Dia adalah pribadi penentu dalam ajaran iman Kristiani. Kekhasan ajaran iman Kristiani diwarnai oleh pribadi yang satu yaitu Yesus Kristus. 3) Dimensi Gereja: Gereja sebagai persekutuan murid-murid Yesus yang melanjutkan karya Yesus Kristus. Ajaran dan iman Gereja tumbuh dan berkembang dalam persekutuan ini. 4) Dimensi kemasyarakatan: Kehidupan Yesus dan Gerejanya bukan untuk diriNya sendiri, tetapi untuk dunia. Dimensi kemasyarakatan hendaknya menjadi materi Pendidikan Agama Katolik. Dalam materi Pendidikan Agama Katolik terdapat satuan pelajaran dalam rangka pendidikan iman. Oleh sebab itu, diperlukan lima segi arah dasar dalam membuat. satuan-satuan. pelajaran. Pendidikan. Agama. Katolik. di. sekolah. (Setyakarjana, 1982: 5-14) yaitu: 1) Mengembangkan kehidupan yang berpola Kristiani melalui berbagai macam cara dan saling melengkapi. 2) Hendaknya sesuai dengan pembaharuan pendidikan modern dan sekaligus penunjang pembaharuan. 3) Bersifat komunikatif dan sebagai proses. 4) PAK di sekolah adalah penting, namun terbatas pada ajaran di sekolah. 5) PAK di sekolah berkisar pada murid, masyarakat dan Tradisi Gereja..

(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 23. d. Pola atau Pendekatan Pengajaran PAK di Sekolah Pola atau pendekatan PAK merupakan suatu segi pendidikan iman yang menyeluruh dan mengandalkan kebebasan batin bagi setiap orang, maka Pendidikan Agama Katolik di SMP tidak menggunakan pola indoktrinasi (memaksakan suatu paham tertentu) kepada diri siswa. Oleh sebab itu, pola yang sesuai yaitu pola kegiatan komunikasi iman yang bersifat Naratif-Eksperiensial. Pola ini berdasarkan kurikulum 1994 yang bertujuan memperluas pengetahuan iman katolik, membantu pergumulan agar dapat menghayati hidup beriman dan dialog antar iman umat beragama (Dapiyanta, 2008b: 73). Dalam pola ini kisah diceritakan (narasi) sebagai mitra dialog dalam pengalaman hidup sehari-hari siswa (eksperiensial). Kisah dapat diambil dari Kitab Suci, riwayat hidup orang Kudus, cerita rakyat dan lain sebagainya. Sedangkan mitra dialog narasi adalah pengalaman (eksperiensial) hidup sehari-hari siswa (Komkat KWI, 1999: 8). Dalam buku Pendidikan Agama Katolik pada Tingkat Dasar (Dapiyanta, 2008b: 73) dijabarkan suatu pola atau pendekatan untuk Pendidikan Agama Katolik di sekolah adalah: 1) Pendekatan Pergumulan (hasil lokakarya PAK di Malino) 2) Pendekatan Naratif Eksperiensial 3) Pendekatan Pembelajaran Aktif- Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) 4) Pendekatan pembelajaran kooperatif dan beberapa pendekatan yang lain. Sedangkan pendekatan yang dipakai hendaknya. menunjang. siswa. sendiri, (Komkat KWI 2004: 7) yakni: 1) Memungkinkan siswa untuk aktif. Dia menjadi partisipan aktif dalam proses PAK.. itu.

(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 24. 2) Kalau siswa menjadi partisipan, diandaikan dalam proses PAK ada interaksi antar siswa serta antara siswa dan guru. 3) Interaksi yang terjadi hendaknya terarah, sehingga diandaikan ada suatu. proses. yang berkesinambungan. 4) Interaksi yang berkesinambungan bertujuan untuk menginterpretasikan dan mengaplikasikan ajaran iman dalam hidup nyata, sehingga siswa menjadi semakin beriman.. 2. Proses Belajar Mengajar di Sekolah Dalam proses belajar mengajar ada kegiatan belajar dan mengajar, kegiatan belajar erat hubungannya dengan metode belajar yang dilakukan siswa dalam mempelajari bahan dari guru. Sedangkan kegiatan mengajar erat hubungannya dengan metode mengajar yang berhubungan dengan cara guru menjelaskan bahan kepada siswa (Nana Sudjana, 1989b: 72). Para ahli psikologi dan pendidikan memberikan batasan atau pengertian mengajar (Nana Sudjana, 1989a: 7-8). Pandangan pertama, mengajar diartikan sebagai “menyampaikan Ilmu Pengetahuan (bahan pelajaran) kepada siswa”. Istilah ini sering disebut “berpusat pada guru” (teacher centered) karena siswa dianggap sebagai objek atau hanya menerima (pasif) apa yang diberikan guru. Pandangan kedua, mengajar diartikan sebagai mengajar yang memberikan tekanan kepada kegiatan optimal siswa belajar. Mengajar adalah membimbing, mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar..

(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 25. Rumusan ini berpusat pada siswa yang belajar (student centered) dengan melihat hakikat mengajar sebagai proses, yakni proses yang dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kegiatan belajar mengajar. Dengan kata lain, hasil proses mengajar adalah proses belajar, dan proses belajar menghasilkan tingkah laku. Pandangan di atas tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar karena terjadi adanya interaksi belajar mengajar antara guru dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Belajar mengacu pada apa yang dilakukan siswa, sedangkan mengajar mengacu pada guru sebagai pemimpin belajar. Kedua konsep terpadu dalam suasana kegiatan, maka terjadilah hubungan timbal balik (interaksi) antara guru dan siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Dalam interaksi antara guru dan siswa terjalin komunikasi sebagai aksi, interaksi dan transaksi. Guru menempatkan diri sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi. Demikian juga dengan siswa dapat sebagai penerima aksi dan pemberi aksi, sedangkan komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah. Komunikasi ini tidak hanya terjadi antara guru dan siswa tetapi siswa dengan siswa lainnya. Di sini siswa dituntut lebih aktif dari pada guru. Siswa dapat berfungsi sebagai sumber belajar bagi siswa sendiri (Nana Sudjana, 1989a: 10). Di samping itu juga yang terpenting dalam komunikasi adalah keaktivan siswa karena bertujuan untuk menumbuhkan perhatian dan kesadaran belajar siswa. Kesadaran belajar siswa akan mengantar pada “belajar sejati”, yaitu proses belajar seumur hidup yang tumbuh dari diri siswa sendiri (Dedy Pradipto, 2007: 116)..

(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 26. Melalui pola komunikasi banyak arah atau transaksi menjadikan siswa aktif. Dengan demikian peranan guru dalam proses belajar mengajar (Nana. Sudjana. 1989a: 32-35) yaitu: a. Sebagai pemimpin belajar 1) Guru merencanakan: menentukan tujuan belajar siswa, apa yang dilakukan siswa dan sumber bahan apa yang disediakan. 2) Mengorganisasi: menentukan dan mengarahkan bagaimana cara siswa melakukan kegiatan belajar, mengatur lingkungan belajar siswa, mengoptimalkan sumber- sumber belajar dan mendorong motivasi belajar siswa. 3) Melaksanakan: melakukan rencana di atas dalam bentuk tindakan nyata untuk membantu siswa belajar. 4) Mengontrol kegiatan siswa belajar: mengawasi, memberi bantuan, membimbing, memberi petunjuk, mencatat kekurangan dan kesalahan untuk dibahas dan diperbaiki. 5) Menilai proses belajar, dan hasil belajar yang dicapai: dalam proses belajar mengajar harus ada kegiatan belajar yang demokratis. Artinya adanya partisipasi semua siswa dalam belajar, kebebasan siswa untuk mengemukakan pendapatnya dalam memecahkan masalah yang dipelajari, adanya kesediaan siswa menerima dan mempertimbangkan pendapat siswa lain serta kesempatan siswa untuk menarik kesimpulan dari hasil belajar..

(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 27. b. Fasilitator belajar Guru memberikan kemudahan kepada siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya, yaitu dengan menyediakan fasilitas belajar seperti buku penunjang, alat peraga dan alat belajar. Guru juga menyediakan waktu belajar yang cukup kepada semua siswa dan memberikan bantuan kepada siswa dalam pemecahan masalah.. c. Moderator belajar atau pengatur arus kegiatan belajar siswa. Guru menampung persoalan yang diajukan siswa dan mengembalikan lagi persoalan tersebut kepada siswa lain untuk dijawab dan dipecahkan bersama. Dengan demikian setiap siswa dikondisikan untuk aktif memberikan respon terhadap pertanyaan yang diajukan. Guru tidak hanya mengatur jalannya kegiatan, melainkan bersama siswa harus menarik kesimpulan atas jawaban sebagai hasil belajar siswa.. d. Motivator belajar Guru harus menciptakan kondisi kelas yang merangsang siswa melakukan kegiatan belajar sebagai pendorong agar siswa mau melakukan kegiatan belajar, baik kegiatan individu maupun kelompok. Rangsangan belajar dapat ditumbuhkan dalam diri siswa (intrinsik) maupun dari luar diri siswa (ekstrinsik). Motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari kebutuhan siswa untuk belajar, maka yang harus diupayakan guru adalah dengan menumbuhkan kesadaran siswa. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi dari luar diri siswa yang mem pengaruhi siswa untuk belajar..

(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 28. e. Evaluator Guru wajib memantau proses belajar siswa dan hasil-hasil belajar yang dicapai dengan penilaian yang objektif dan komprehensif. Guru juga melakukan upaya perbaikan proses belajar siswa, agar siswa mampu memperbaiki prestasinya..

(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB III PEMBELAJARAN PAK DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SMP KANISIUS GAYAM, YOGYAKARTA. Dalam bab ini penulis menguraikan proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk belajar dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah, terutama Sekolah Menegah Pertama (SMP). Kemudian dilanjutkan dengan penelitian tentang Pengaruh Pola Naratif Eksperiensial terhadap motivasi belajar Siswa dalam PAK untuk menunjukkan bahwa pola Naratif Eksperiensial memengaruhi motivasi belajar siswa atau tidak. Dalam penelitian ini penulis menjabarkan hasil penelitian dan pembahasannya. Di samping itu juga penulis mengungkapkan keterbatasan hasil penelitian sebagai batasan yang mampu dicapai penulis dalam penelitian ini.. A. Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Katolik di SMP Pendidikan Agama Katolik (PAK) di sekolah dipahami sebagai proses pendidikan dalam iman atau proses pendidikan dalam rangka membantu para siswa agar semakin beriman. PAK merupakan suatu proses pendidikan yang berjalan secara berkesinambungan dan sarana untuk membantu siswa dalam mencapai kedewasan iman (Telaumbanua, 1999: 111). Oleh sebab itu proses pendidikan yang berkesinambungan dijelaskan untuk mengetahui proses belajar mengajar yang seharusnya dalam PAK..

(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 30. Menurut Nana Sudjana (1989a: 28), belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan siswa yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang dilakukan guru sebagai pengajar. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang yang ditunjukkan dalam perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan tingkah laku pada individu untuk belajar. Tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari diri individu seperti kemampuan yang dimilikinya, minat dan perhatiannya, kebiasaan, usaha dan motivasi serta faktor-faktor lainnya (Nana Sudjana, 1989a: 5-6). Minat dan perhatian akan mata pelajaran tertentu membuat siswa mendorong dirinya untuk mempelajarinya. Melalui kebiasaan belajar, siswa akan berusaha untuk mempelajari sendiri tanpa ada dorongan dari luar, sehingga muncullah motivasi atau timbul tingkah laku untuk belajar. Siswa yang tidak memiliki minat dan perhatian terhadap mata pelajaran tertentu akan malas untuk belajar ataupun mempelajari pelajaran lainnya, maka sering terlihat ada beberapa siswa yang unggul dalam bidang yang disukainya namun rendah dalam bidang lainnya. Oleh sebab itu, diperlukan dorongan dari luar diri siswa yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan keluarga yang berperan aktif dalam belajar siswa adalah orang tua. Orang tua mendorong siswa belajar sebagai proses lanjutan dari proses belajar mengajar di sekolah. Siswa mendapat pengetahuan kemudian dipelajari.

(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 31. kembali di rumah atau keluarga agar apa yang didapat lebih diperdalam lagi. Lingkungan masyarakat juga memengaruhi siswa untuk belajar terutama lingkungan tempat tinggal siswa yang pada umumnya orang-orang yang memiliki semangat untuk belajar atau mengenyam pendidikan. Lingkungan sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam proses belajar-mengajar seperti guru, sarana belajar, kurikulum, teman-teman sekelas, kedisiplinan, peraturan sekolah dan lain-lain (Nana Sudjana, 1989a: 6). Guru dalam proses belajar mengajar memiliki peranan sebagai fasilitator, pendorong atau motivator agar motif- motif yang positif pada diri siswa dapat dibangkitkan dan ditingkatkan guna mencapai hasil belajar. Motif-motif positif yang ada pada diri siswa dibangkitkan dan ditingkatkan dengan memberikan rangsangan berupa sarana belajar yang disukai siswa, sesuai dengan taraf dan perkembangannya dalam menyampaikan kurikulum (Semiawan, 1985: 10). Dalam buku Cara Belajar Siswa Aktif (Nana Sudjana, 1989: 8) terdapat konsep mengajar: Proses Mengajar. Proses Belajar Siswa. Proses Tingkah laku Siswa. Konsep mengajar di atas bertitik tolak pada peranan guru bukan sebagai pengajar melainkan sebagai pembimbing belajar, pemimpin belajar atau fasilitator belajar. Dikatakan pembimbing karena dalam proses tersebut guru memberikan bantuan kepada siswa agar siswa itu sendiri yang melakukan kegiatan belajar. Dikatakan pemimpin karena guru yang menentukan ke mana kegiatan siswa diarahkan, dan dikatakan fasilitator karena guru harus menyediakan fasilitas..

(47) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 32. Inti dari proses mengajar adalah menumbuhkan kegiatan siswa belajar, sehingga keterpaduan dua konsep ini melahirkan konsep baru yang disebut “proses belajar mengajar”. Dalam proses belajar mengajar terutama dalam PAK, dibutuhkan interaksi antara guru dengan siswa, maupun siswa dengan siswa lainnya. Interaksi siswa dengan guru dibangun atas dasar tujuan, isi atau bahan, metode dan alat, serta penilaian. Dalam interaksi siswa diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pengajaran melalui bahan pengajaran yang dipelajari oleh siswa dengan menggunakan metode dan alat kemudian dinilai untuk mengetahui ada tidaknya perubahan pada diri siswa setelah menyelesaikan proses belajar mengajar. Keberhasilan interaksi antara guru-siswa tergantung pada bentuk komunikasi yang digunakan guru pada saat berinteraksi dengan siswa. Komunikasi yang sesuai yaitu komunikasi sebagai transaksi yang menuntut keaktivan dari siswa (Nana Sudjana, 1989: 9-10). Pelajaran Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bentuk komunikasi atau interaksi iman. Komunikasi iman itu mengandung unsur pengetahuan iman, pergumulan iman dan unsur penghayatan iman dalam pelbagai bentuk. Bagi siswa yang beriman katolik dan memiliki pengetahuan mengenai iman katolik, komunikasi iman diharapkan membantu mereka dalam menggumuli dan menghayati hidup beriman. Hidup beriman juga tidak hanya bagi yang beriman katolik, melainkan siswa yang beragama lain pun dapat mengkomunikasikan imannya melalui agamanya sendiri. Dengan adanya keterbukaan, pengharapan dan kebebasan dari masing- masing agama komunikasi iman antar siswa semakin diperkaya (Jacobs, 1992: 9)..

(48) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 33. Dalam Silabus Pendidikan Agama Katolik (Jacobs, 1992: 10-11) diterangkan bahwa pelajaran agama di sekolah diharapkan dapat menumbuhkan sikap untuk bekerja sama dengan saudara beriman lainnya dan semua orang yang berkehendak baik. Kegiatan komunikasi juga memerlukan sarana yaitu bahan. Bahan ini bukanlah bahan mati melainkan mitra dalam dialog yang bersaksi dan menggairahkan siswa untuk ikut dalam gerakan Kerajaan Allah. Supaya bahan menjadi mitra dialog yang hidup, menarik dan tidak memaksa, bahan perlu diolah dalam bentuk cerita. Dalam dialog terjadi komunikasi iman yang hidup antar siswa dalam kelas sehingga melalui cerita, siswa mampu mengekspresikan, mengungkapkan dan menyatakan iman dalam bentuk cerita pengalaman. Dengan demikian dalam menyampaikan cerita, dibutuhkan pola yaitu pola yang bersifat Naratif Eksperiensial. Berdasarkan pengertian cerita pola yang bersifat naratif-eksperiensial adalah pola cerita pengalaman. Naratif berarti bahan diceritakan (narasi) sebagai mitra dialog yang bersaksi mengenai pengalaman serta penghayatan iman (eksperiensi). Komunikasi tersebut berawal dari dan menuju ke pengalaman dan penghayatan (eksperiensi) sehari-hari siswa. Dalam pola komunikasi cerita membantu siswa untuk membuka dan menyapa pengalamannya secara terbuka, tidak memaksa dan tidak mengindoktrinasi, sehingga terjadi komunikasi yang menciptakan iklim untuk memperkembangkan kreativitas siswa. Pola komunikasi juga diharapkan dapat membantu penghayatan hidup beriman siswa melalui sharing pengalaman hidup siswa sehari-hari..

(49) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 34. Oleh sebab itu, pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di SMP merupakan salah satu bentuk komunikasi dan interaksi (tanya jawab dan atau dialog) iman katolik. Kegiatan PAK harus berkisar pada ajaran Gereja Katolik dan hidup Kristiani yaitu bertumpu pada iman akan Yesus Kristus, Allah yang mendatangi manusia. Pendidikan Agama Katolik di SMP juga dilaksanakan untuk memberikan sumbangan bagi pembentukan dan pembangunan hidup beriman Kristiani para siswa untuk mengenal dan mencintai Yesus Kristus serta menerapkan iman Kristiani dalam hidup sehari-hari (Komkat KWI, 1999: 5-6).. B. Pengaruh Pola Naratif Eksperiensial terhadap Motivasi Belajar Siswa dalam Pendidikan Agama Katolik di SMP Kanisius Gayam, Yogyakarta. Untuk mengetahui motivasi belajar dalam Pendidikan Agama Katolik di SMP Kanisius Gayam, penulis melakukan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pola Naratif Eksperiensial terhadap hasil belajar siswa dalam PAK. Penelitian ini diarahkan pada proses belajar mengajar dengan pola Naratif Eksperiensial dalam Pendidikan Agama Katolik. Hasil penelitian kemudian dianalisis untuk mendapatkan gambaran nyata yang dialami siswa maupun guru PAK selama proses belajar mengajar PAK berlangsung.. 1. Metodologi Penelitian a. Tujuan Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan tujuan:.

(50) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 35. 1) Untuk Guru PAK a) Mengetahui latar belakang tenaga pendidik SMP Kanisius Gayam, Yogyakarta. b) Mengetahui proses belajar mengajar di SMP Kanisius Gayam selama mengikuti pelajaran PAK. c) Mengetahui seberapa besar usaha guru meningkatkan hasil belajar siswa dalam mengikuti proses belajar pengajar. 2) Untuk Siswa a) Mengetahui proses belajar mengajar di SMP Kanisius Gayam dalam pencapaian tujuan PAK. b) Mengetahui sarana/media dan pola pembelajaran yang digunakan Guru PAK dalam memotivasi belajar siswa. c) Mengetahui seberapa besar motivasi belajar siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar PAK.. b. Metode Penelitian Dalam kegiatan penelitian ini penulis menggunakan metode survei. Dalam survei, informasi atau data yang diperoleh melalui keterangan-keterangan kepada responden. Pengertian survei dibatasi pada pengertian survei sampel dimana informasi dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi yang ada (Singarimbun & Sofian Effendi, 1989: 3). Dalam mencari data-data mengenai tenaga pendidik dan proses belajar mengajar di SMP Kanisisus Gayam, penulis mencari data tertulis yang sudah dipersiapkan oleh sekolah. Selain itu juga penulis menggunakan metode survei dengan wawancara..

(51) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 36. Adapun maksud dari penulis menggunakan metode survei, yaitu untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa yang dipengaruhi oleh Pola Naratif Eksperiensial. Selain itu, metode ini berguna untuk mengetahui sejauh mana guru PAK menggunakan pola dan metode yang sesuai untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar PAK. Untuk mengetahui lebih jauh peranan guru dalam memberi motivasi belajar PAK sehingga meningkatkan hasil belajar siswa, maka penulis mewawancarai responden, yaitu siswa dan guru yang terkait dalam proses belajar mengajar. Informasi atau data berupa jawabanjawaban atas pertanyaan yang diajukan dengan wawancara dapat langsung tergali dari responden dan nantinya dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam penelitian ini.. c. Instrumen Penelitian Instrumen sebagai alat pengumpulan data harus dirancang dan dibuat sedemikian rupa, sehingga menghasilkan data empiris apa adanya (Sudjana & Ibrahim, 2004: 97). Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen wawancara yaitu mendapat informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden yaitu guru PAK dan siswa (Irawati dalam Singarimbun, 1989: 192). Instrumen penelitian berguna sebagai sarana memperlancar penelitian agar dapat terlaksana dengan baik dan efisien. Alat yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah alat perekam suara sebagai alat bantu dalam memperoleh data melalui wawancara..

(52) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 37. d. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMP Kanisisus Gayam. Sedangkan waktu penelitian dilaksakan pada tanggal 3 Februari 2016 dan 7 Februari 2016 dengan mewawancarai guru dan siswa secara langsung. Penulis memilih SMP Kanisius Gayam , Yogyakarta sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan peneliti mengenal sekolah itu melalui proses Persiapan Pelaksanaan Lapangan (PPL) selama satu semester. Pertimbangan lain bahwa permasalahan yang sama belum pernah diteliti di SMP Kanisius Gayam.. e. Responden Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik Purposive Sampling (penentuan sampel secara sengaja) untuk mendapatkan data, yaitu responden sampel ditentukan berdasarkan ciri tertentu yang dianggap mempunyai hubungan erat dengan ciri-ciri populasi yaitu guru dan siswa (Hermawan Wasito 1995: 59). Guru yang dijadikan responden adalah seorang guru yang mengajar pelajaran agama dan siswa kelas 7, 8 dan 9. Berdasarkan data kesiswaan tahun terakhir tahun ajaran 2015/2016 siswa SMP Kanisisus Gayam berjumlah 130 orang dan mereka beragama Katolik. Namun dari data di atas penulis hanya mengambil sampel sebanyak 18 orang sebagai responden untuk penelitian. Setiap kelas pararel mewakili 3 orang yaitu 7A berjumlah 3 orang, 7B berjumlah 3 orang, 8A berjumlah 3 orang, 8B berjumlah 3 orang 9A berjumlah 3 orang dan 9B berjumlah 3 orang. Siswa diambil sebagai sampel dengan pertimbangan bahwa mereka telah dipilih langsung oleh guru agama karena dianggap mampu memberikan keterangan mewakili siswa- siswi lainnya..

(53) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 38. f. Teknik Pengolahan Data Data yang berhasil dikumpulkan dilakukan reduksi data yaitu dengan menulis data dalam bentuk uraian yang terinci, kemudian disusun secara sistematis sehingga lebih mudah memberikan kode kepada aspek- aspek tertentu. Menurut Nana Sudjana dan Ibrahim (2004: 128), pengolahan data bertujuan untuk mengubah data mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih halus, sehingga memberikan arah untuk pengkajian lebih lanjut. Guna. mendukung. dalam. memberikan. kesimpulan. tersebut. peneliti. mempelajari tulisan-tulisan yang terkait dengan permasalahan data yang ada. Dalam hal ini peneliti menggunakan tulisan-tulisan mengenai pengaruh Pola Naratif Eksperiensial terhadap motivasi belajar anak dalam PAK.. g. Variabel Penelitian Variabel adalah suatu yang dapat dijadikan sebagai faktor yang berperan dalam gejala yang diteliti. Variabel yang akan diungkapkan dalam penelitian yang berjudul “Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Melalui Pola Naratif Eksperiensial dalam Pendidikan Agama Katolik” adalah latar belakang pendidikan guru, peranan Guru PAK dalam mengajar, situasi dalam proses belajar mengajar PAK dan usaha guru dalam mengaktifkan proses belajar mengajar. Alasan dijabarkan karena guru yang mengajar PAK sesuai bidangnya dan memahami akan pengertian Pola Naratif Eksperiensial serta dapat menerapkan Pola Naratif Eksperiensial. Selain itu juga untuk mencapai tujuan PAK, yaitu memampukan siswa untuk membangun hidup yang semakin beriman..

(54) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 39. Dari beberapa variabel tersebut dijabarkan lagi dengan beberapa item-item pertanyaan sebagai panduan wawancara terhadap responden baik melalui guru maupun siswa. Berikut ini tabel variabel untuk Guru PAK dan siswa: 1) Variabel wawancara untuk Guru PAK Tabel 1: Variabel yang diungkap untuk Guru PAK (N= 1) No.. Variabel. Aspek yang diungkap. No. Soal. (1). (2). (3). (4). 1. Latar Belakang. Mengajar sesuai dengan bidang. 1. Pendidikan Guru PAK 2. Peranan Guru PAK dalam Mengajar. a. Metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar. 2. b. Sarana/media dan pola pembelajaran yang digunakan dalam mengajar PAK. 3. c. Kendala-kendala dalam proses belajar 4. mengajar 3. Usaha Mengaktifkan PBM. a. Cara mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar b. Keterlibatan. siswa. 5 dalam. proses 6. belajar mengajar c. Keterlibatan. siswa. dengan. teman. sekelas dalam proses belajar mengajar. 7.

(55) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 40. 2) Variabel wawancara untuk Siswa Tabel 2: Variabel yang diungkap untuk Siswa (N= 18) No.. Variabel. Aspek yang diungkap. No. Soal. (1). (2). (3). (4). 1. 2. Tujuan PAK. a. Kesan mengikuti PAK. 1. b. Manfaat mengikuti PAK. 2. c. Saran agar pelajaran PAK lebih menarik. 3. Peranan Guru. a. Cara mengajar Guru PAK. 4. PAK dalam. b. Sarana/media yang digunakan oleh Guru. Mengajar. PAK. 5. c. Tanggapan atas cara mengajar Guru PAK d. Paham akan materi yang disampaikan. 6. oleh Guru PAK 7 3. Situasi dalam. a. Pendukung proses belajar mengajar PAK. 8. Proses Belajar. b. Penghambat proses belajar mengajar PAK. 9. Mengajar PAK. c. Minat mengikuti proses belajar mengajar PAK. C.. 10. Hasil Penelitian Pada bagian ini disajikan hasil wawancara sebagai jawaban dari masing-. masing responden. Peneliti akan menuliskan hasil penelitian yang dilakukan 2 kali yaitu tanggal 3 Feb 2016 dan 7 Feb 2016. Tanggal 3 Feb 2016 peneliti mewawancarai Guru PAK dan siswa. Namun dikarenakan ada perbaikan dengan jumlah responden, wawancara dengan siswa diulang kembali pada tanggal 7 Feb 2016 dan bertempat di SMP Kanisius Gayam, Yogyakarta. Adapun responden yang dipilih oleh peneliti adalah siswa-siswi kelas 7, 8 dan 9 Periode 2015/2016..

Gambar

Tabel 1: Variabel yang diungkap untuk Guru PAK (N= 1)
Tabel 2: Variabel yang diungkap untuk Siswa (N= 18)
Tabel 3: Latar Belakang Pendidikan Guru PAK (N=1)  No.
Tabel 5: Usaha Mengaktifkan Proses Belajar Mengajar (N=1)  No.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dampak terhadap lingkungan yaitu pencemaran udara oleh debu dari aktivitas penambangan, hilangnya sebagian lapisan tanah menyebabkan kesuburan tanah hilang sehingga

Keuntungan atau kerugian dari penjualan aktiva tetap pemilikan langsung tersebut dibukukan dalam laporan laba rugi konsolidasi periode yang bersangkutan. Aktiva dalam

Agar arsip dapat ditemukan kembali dengan mudah dan cepat apabila akan diperlukan maka arsip harus disimpan menurut sistem penyimpanan yang baik.. Penyimpanan

[r]

[r]

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbang pemikiran tentang model komunikasi pembangunan pada umumnya dan komunikasi kesehatan khususnya, dalam hal ini sosialisasi

flowchart ) untuk  menyelesaikan  permasalahan  menggunakan logika 

Hal ini sesuai dengan Wirakartakusumah (1992) yang menyatakan bahwa pencampuran bertujuan untuk mencampurkan satu atau lebih bahan dengan menambahkan satu bahan kedalam bahan