BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kehamilan
1. Pengertian kehamilan
a. Pengertian kehamilan
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi dalam Prawirohardjo (2008) bahwa Kehamilan merupakan fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovom yang dilanjutkan dengan nidasi atau implementasi dimana pertumbuhan dan perkembangan janin sangat pesat sehingga ibu harus menyesuaikan perubahan-perubahan yang ada.
b. Pembagian Kehamilan
Menurut Prawirohardjo (2008) dalam bukunya membagi kehamilan menjadi tiga kriteria trimester, yaitu :
1) Trimester I, yaitu : 0 minggu – 12 minggu. 2) Trimester II, yaitu : 13 minggu -27 minggu. 3) Trimester III, yaitu : 28 minggu – 40 minggu . c. Tanda – tanda Kehamilan
1) Tanda dugaan kehamilan
Beberapa tanda dugaan kehamilan, yaitu : a) Amenorrhea (tidak haid)
Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak dapat haid lagi. Yang harus selalu di ingat adalah hari pertama haid terakhir, supaya dapat ditentukan umur kehamilan dan untuk menentukan persalinannya (Manuaba, 2010).
b) Mual dan muntah
Gajala umum seperti mual dan muntah merupakan pengaruh dari hormone estrogen dan progesterone yang menyebabkan pengeluaran asam lambung yang berlebihan. Istilah lain dari mual muntah berkepanjangan yaitu morning sickness karena munculnya sering kali pada pagi hari. Keadaan ini menyebabkan nafsu makan menjadi berkurang (Manuaba, 2010)
c) Ngidam
Pada tanda kehamilan ini seorang wanita hamil biasanya sering meninginkan makan tertentu dan setiap orang berbeda- beda. Keadaan ini disebut ngidam (Manuaba, 2010).
d) Sinkope atau pingsan
pingsan. Keaadaan ini menghilang setelah usia kehamilan 16 minggu (Manuaba, 2010).
e) Payudara tegang
Pengaruh dari hormon estrogen, progresteron dan somatomamotrofin menimbulkan deposit lemak, air dan garam pada payudara. Sehingga payudara membesar dan tegang yang menyebabkan rasa sakit terutama pada hamil pertama (Manuaba, 2010).
f) Sering miksi (buang air kecil)
Desakan uterus kedepan akan menyebabkan kandung kemuh (vesika urinaria) cepat terasa penuh dan sering miksi atau buang air kecil (Manuaba, 2010).
g) Konstipasi
Pengaruh dari hormone progesterone dapat menghambat peristaltik usus sehingga sulit untuk bung air besar. (Manuaba, 2010)
h) Perubahan warna kulit
ini disebabkan oleh stimulasi MSH (Melanocyte Stimulating Hormone). Pada kulit daerah payudara dan abdomen dapat mengalami perubahan yang disebut strie gravidarum yaitu perubahan warna seperti jaringan pada perut (Kusmiyati, 2008).
i) Quickening
Quickening adalah persepsi gerakan janin pertama, biasanya disadari oleh wanita pada kehamilan 18-20 minggu (Kusmiyati, 2008)
j) Perubahan berat badan
Pada kehamilan 2-3 bulan sering terjadi penurunan berat badan, karana nafsu makan menurun dan muntah-muntah. Pada bulan selanjutnya berat badan akan selalu meningkat sampai menjelang aterm. (Kusmiyati, 2008)
k) Perubahan pada uterus
asites yang disertai kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya (Pantikawati, 2010).
l) Tanda piskacec’s
Terjadinya pertumbuhan yang asimetris pada bagian uterus yang dekat dengan implantasi plasenta (Pantikawati, 2010). m) Perubahan –prubahan pada servik
Menurut Pantikawati (2010) perubahan-perubahan pada servik yaitu :
(1) Tanda hegar
Merupakan tanda yang berupa perlunakan pada daerah isthmus uteri, sehingga daerah tersebut pada penekanan mempunyai kesan lebih tipis dan uterus malah difleksikan. Tanda ini dilihat pada minggu ke-6 dan menjadi nyata pada minggu ke 7-8.
(2) Tanda Goodell’s
Dapat diketahui memalui pemeriksaan bimanual. Servik terasa lebih lunak.
(3) Tanda Chadwick
(4) Tanda Mc Donald
Yaitu tanda dimana fundus uteri dan servik bisa dengan mudah difleksikan satu sama lain dan tergantung pada lunak tidaknya jaringan isthmus.
(5) Terjadi bembesaran abdomen
Pembesaran perut menjadi lebih nyata setelah minggu ke-16, karena pada saat itu uterus telah keluar dari rongga pelvis dan menjadi organ rongga perut.
(6) Kontrasi Uterus
Tanda ini muncul belakangan dan pasien mengeluh perutnya kencang, tetapi tidak disertai rasa sakit.
(7) Pemeriksaan tes biologis kehamilan
Pada pemeriksaan ini hasilnya positif, dimana kemungkinan positif palsu.
2) Tanda pasti kehamilan
Menurut Kusmiyati (2008) Tanda pasti kehamilan dapat ditentukan, melalui :
a) Denyut Jantung Janin (DJJ)
juga mengidentifikasi bunyi-bunyi yang lain, seperti : bising tali pusat, bising uterus dan nadi ibu.
b) Palpasi
Yang harus ditentukan adalah outlene janin. Biasanya menjadi jelas setelah minggu ke-22. Gerakan janin dapat dirasakan dengan jelas setelah minggu 24.
d. Penyulit yang menyertai kehamilan
Pada wanita hamil terdapat penyulit-penyulit yang menyertai kehamilannya. Penyulit tersebut ditandai dengan tanda bahaya ibu dan janin pada kehamilan muda dimana kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Akan tetapi kehamilan yang normal dapat berubah menjadi patologi. Dengan demikian hal yang perlu diperhatikan adalah dengan cara menapis resiko yaitu dengan melakukan pendeteksian dini adanya komplikasi ataupun penyulit yang mungkin terjadi pada masa kehamilan muda meliputi perdarahan pervaginam, hipertensi gravidarum anemia pada kehamilan maupun nyeri perut bagian bawah (Pantikawati, 2010)
Menurut Kusmiyati, (2008) Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan dan diantisipasi dalam kehamilan lanjut, adalah :
1) Perdarahan pervaginam 2) Sakit kepala yang hebat 3) Penglihatan kabur
4) Bengkak di wajah dan jari-jari tangan 5) Keluar cairan pervaginam
6) Gerakan janin tidak terasa.
Perdarahan selama kehamilan terbagi menjadi dua yaitu perdarahan pada kehamilan muda atau umur kehamilan <20 minggu seperti abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa. Sedangkan perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut atau umur kehamilan >20 minggu yaitu plasenta previa, solusio plasenta, dan rupture uteri (Prawirohardjo, 2008).
e. Tanda-tanda dini bahaya/ komplikasi ibu dan janin masa kehamilan muda.
1) Perdarahan pervaginam masa hamil muda a) Abortus
b) Kehamilan ektopik
Menurut Kusmiyati (2008), kehamilan ektopik adalah kehamilan di luar rahim, misalnya dalam tuba, rongga perut, servik, atau dalam tanduk rudimenter rahim.
c) Mola hidatidosa
Menurut Kusmiyati (2008), Mola hidatidosa atau hamil anggur adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak dapat berkembang menjadi embrio atau bakal janin tetapi terjadi proliferasi dari villi korialis disertai dengan degenerasi hidrofik.
2) Hipertensi Gravidarum
Hipertensi Gravidarum adalah hipertensi yang menetap oleh berbagai sebab, yang sudah ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, atau hipertensi yang menetap setelah 6 minggu pasca salin (Kusmiyati, 2008).
3) Superimposed preeklamsi
B. Abortus
1. Pengertian abortus
Menurut Muchtar (2012) Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim, sebagai batasan yaitu kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus adalah terhentinya kehamilan sebelum minggu ke 20 dan pengeluaran hasil konsepsi dengan berat janin kurang dari 500 gram (Joseph HK, 2011).
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Rustam muchtar, 2012).
Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum mampu hidup di luar rahim, dengan kriteria usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Achadiat, 2004).
Abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu (Manuaba, 2010).
2. Klasifikasi
Berdasarkan kejadiannya abortus dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Abortus spontan
Menurut Nanda (2013), Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. 1) Abortus Imminens
Menurut M, Kumaira (2012) Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa dilatasi servik. Pada kejadian ini kehamilan masih mungkin berlanjut dan dapat dipertahankan.
Menurut Nanda (2013) Abortus imminens adalah keguguran tingkat permulaan. Keguguran belum terjadi sehingga kehamilan dapat dipertahankan dengan cara: tirah baring, gunakan preparat progesterone, tidak berhubungan badan, USG untuk melihat perkembangan janin.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih di dalam uterus.
2) Abortus Insipiens
Menurut Nanda (2013) Abortus insipiens adalah proses keguguran yang sedang berlangsung sebelum kehamilan berusia 20 minggu dan hasil konsepsi masih dalam uterus. Ostium bias ditemukan sudah terbuka dan kehamilan tidak dapat dipertahankan.
Menurut Pantikawati (2010) Abortus Insipiens adalah apabila pada wanita hamil ditemukan banyak perdarahan, kadang-kadang keluar gumpalan darah disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi servik sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat diraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan.
Abortus insipiens adalah suatu abortus yang sedang mengancam, ditandai dengan pecahnya selaput janin dan adanya servik yang telah mendatar dan ostium uteri telah membuka (Nugroho T, 2010).
Abortus insipiens adalah abortus membakat yang tidak dapat dihentikan, karena setiap saat dapat terjadi ancaman perdarahan dan pengeluaran hasil konsepsi (Marmi, 2010).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa abortus insipiens adalah abortus yang terjadi pada kehamilaan kurang dari 20 minggu yang sedang berlangsung dan tidak dapat dipertahankan lagi, terjadi dengan pengeluaran ostium uteri. 3) Abortus incomplete
Menurut Nanda (2013) Abortus incomplete adalah hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluakan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.
Menurut khumaira, (2012) Abortus incomplete adalah pengeluaran sebagian sisa hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal di dalam uterus.
Abortus incomplete adalah abortus sebagian tetapi tidak seluruh hasil konsepsi keluar dari rahim, sebelum 12 minggu, abortus cenderung berlangsung komplit, setelah 12 minggu, hasil konsepsi cenderung tertahan (Sinclair, 2010).
Dari perngertian diatas dapat disimpulkan bahwa abortus incomplete adalah abortus yang terjadi pada kehamilan kurang dari 20 minggu yang ditandai dengan pengeluaran sebagian hasil konsepsi dari kavum uteri melalui kalanis servikalis. 4) Abortus complete
Menurut Nanda (2013) Abortus complete adalah seluruh hasil konsepsi dikelurkan (desidua dan fetus) sehingga rahim kosong.
Abortus complete adalah keguguran lengkap dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan, sehingga tidak memerlukan tindakan (Manuaba, 2010).
Menurut Rukiyah (2010) Abortus complete adalah perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari kavum uteri.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa abortus complete adalah perdarahan pada kehamilan kurang dari 20 minggu dimana seluruh hasil konsepsi sudah keluar dan tidak memerlukan bantuan.
5) Missed abortion
Menurut Nanda (2013) Missed abortion adalah keadaan dimana janin yang telah mati masih berada dalam rahim sebelum usia kehamilan 20 minggu tetapi hasil konsepsi masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih. Dapat diketahui dengan USG.
Menurut Kusmiyati (2008) Missed abortion adalah apabila buah kehamilan yang tertahan dalam rahim selama 8 minggu atau lebih.
keseluruhan masih tertahan dalam kandungan selama 8 minggu atau lebih.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa missed abortion adalah perdarahan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, dimana janin sudah meninggal didalam rahim dan hasil konsepsi masih tertahan dalam rahim selama 4-8 minggu atau lebih.
b. Abortus provakatus
Abortus provakatus adalah abortus yang terjadi karena disengaja dilakukan dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi menjadi :
1) Abortus Medisialis (abortus therapeutica)
Menurut Nanda (2013) Abortus Medisialis Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
2) Abortus kriminalis
C. Abortus incomplete
1. Pengertian
Menurut Nanda (2013) Abortus incomplete adalah hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluakan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.
Menurut Pantikawati (2010) Abortus incomplete adalah apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta) perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak dan membahayakan ibu. Servik terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing.
Sedangkan menurut Khumaira (2012) Abortus incomplete adalah pengeluaran sebagian sisa hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal di dalam uterus.
Aboerus incomplete adalah abortus sebagian tetapi tidak seluruh hasil konsepsi keluar dari rahim, sebelum 12 minggu, abortus cenderung berlangsung komplit, setelah 12 minggu, hasil konsepsi cenderung tertahan (Sinclair, 2010).
2. Etiologi
Menurut Sastrawinata (2005), Penyebab abortus disebabkan karena beberapa faktor umumnya abortus didahului oleh kematian janin.
a. Faktor janin
Kelainan yang sering dijumpai pada abortus adalah kelainan perkembangan zigot, embrio, janin bentuk awal, atau kadang-kadang plasenta (Chunningham, 2006).
1) Kelainan telur (Blighted ovum)
Pada separuh embrio mengalami degenerasi atau tidak sama sekali, kerusakan embrio, atau kelainan kromosom (trisomi autosom, monosomi) (Chunningham, 2006).
2) Faktor lingkungan endometrium
Endometrium yang belum siap untuk menerima implementasi hasil konsepsi dan gizi ibu yang kurang karena anemia atau jarak kehamilan yang terlalu dekat (Manuaba, 2010).
3) Pengaruh luar
b. Faktor ibu 1) Umur ibu
Faktor abortus secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada mereka yang usianya lebih dari 40 tahun (Chunningham, 2006).
2) Jumlah anak lahir
Pada jumlah anak lahir juga mempengaruhi peningkatan terjadinya abortus apabila wanita atau klien hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan aterm (Chunningham, 2006).
3) Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit diabetes militus (Manuaba, 2010). 4) Penyakit infeksi
Sejumlah penyakit kronik diperkirakan menyebabkan abortus seperti herpes simplek yang dapat menyebabkan abortus setelah terjadi infeksi genetalia pada awal kehamilan, HIV dalam darah ibu (Chunningham, 2006).
5) Kelainan endokrin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid dan defisiensi insulin (Sastrawinata,2005).
6) Anemia ibu memalui gangguan nutrisi dan perdarahan oksigen menuju sirkulasi retroplasenter (Manuaba, 2010).
7) Defisiensi progesterone
Kurangnya sekresi progesterone oleh korpus luteum atau plasenta yang dapat menyebabkan peningkatan kejadian abortus (Chunningham, 2006).
c. Kelainan pada plasenta
Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab sehingga plasenta tidak berfungsi, gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya DM, sedangkan hipertensi yang menyebabkan perdarahan darah plasenta sehingga mengakibatkan keguguran atau abortus (Manuaba,2010).
d. Gamet yang menua
e. Trauma
Kasus trauma ini jarang terjadi, umumnya abortus terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah trauma tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan yaitu pengangkatan ovarium yang mengandung korpus luteum graviditatum sebelum minggu ke-8, pembedahan intra abdominal dan operasi pada uterus disaat hamil (Sastrawinata,2005).
f. Nutrisi
Tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa defisiensi salah satu zat gizi atau defisiensi sedang semua nutrient merupakan penyebab abortus yang penting. Mual dan muntah yang timbul agak sering pada awal kehamilan, dan semua penyakit yang dipicunya, jarang diikuti oleh abortus spontan (Chunningham, 2006).
g. Laparatomi
Tidak ada bukti bahwa pembedahan yang dilakukan pada awal kehamilan menyebabkan aborsi. Akan tetapi prioritas meningkatkan aborsi (Kenneth J,2009).
h. Pemakaian obat dan faktor lingkungan 1) Radiasi
peningkatan resiko aborsi dari dosis radiasi yang kurang dari 5 rad (Kenneth J,2009).
2) Kafein
Kadar paraxantin (metebolisme kafein) dalam darah ibu menyebabkan peningkatan dua kali lipat resiko abortus spontan hanya apabila kadar tersebut sangat tinggi. Namun jika mengkonsumsi kafein baik dalam jumlah sedang, kecil kemungkinan menyebabkan abortus (Chunningham, 2006). 3) Alkohol
Abortus spontan dan kelainan janin dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan (Chunningham, 2006).
4) Kontrasepsi
Tidak terdapat bukti yang mendukung bahwa kontasepsi oral dan zat spermasida yang digunakan dalam krim dan jeli kontrasepsi menyebabkan peningkatan kejadian abortus. Namun alat kontrasepsi dalam rahim dalam rahim berkaitan dengan peningkatan kejadian abortus septic setelah kegagalan kontrasepsi (Chunningham, 2006).
i. Faktor hematologik
Berbagai komponen koagulasi dan fibrinilitik memegang peran penting pada implementasi embrio, invasi troboblas, dan plasentasi (Saifuddin, 2010).
j. Faktor imununologi
Sistem imun juga termasuk dalam faktor penting kematian janin berulang. Faktor ini dibagi menjadi dua model patologis utama yang berkembang.
1) Faktor autoimun
Kematian janin berulang memiliki memiliki factor autoimunitas. Antibody yang paling segnifikan memiliki spesifisitas terhadap fosfolipid bermuatan negatif dan paling sering terditeksi dengan pemeriksaan untuk anti koagulasi lupus dan anti bodi antikardiolipin (Chunningham, 2006). 2) Faktor aloimun
Kematian janin yang berulang pada wanita di diagnosa sebagai faktor-faktor aloimun. Pada wanita ini mendapat beberapa rangsangan toleransi imun ke janin (Chunningham, 2006).
3. Patofisiologi
rahim berusaha untuk mengeluarkan dengan kontraksi. Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu, keguguran memiliki gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi (Manuaba, 2010).
Pada abortus spontan biasanya kematian embrio terjadi paling lama 2 minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke 10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke 10 villi korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah lepas keseluruhannya. Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan villi korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal jika terjadi abortus (Strawinata, 2005).
Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara, yaitu :
a. Keluarnya kantong korion (plasenta) pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan desidura
c. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin keluar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang dikeluarkannya.)
d. Seluruh janin dan desidura yang melekat didorong keluar secara utuh. sebagian abortus termasuk dalam tiga tipe pertama, karena itu curettase diperlukan untuk membersihkan uteris dan mencegah perdarahan atau infeksi yang lebih lanjut. (Sastrawinata, 2005).
4. Tanda dan gejala abortus
Menurut manuaba (2010) tanda dan gejala abortus adalah : a. Adanya keterlambatan datang bulan
b. Terjadinya perdarahan c. Disertai sakit perut
d. Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi
e. Pemeriksaan hasil tes positif dapat masih positif atau sudah negatif.
Menurut Manuaba (2010) Gejala klinis Abortus incomplete : 1) Perdarahan memanjangsampai terjadi keadaan anemis 2) Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat 3) Terjadi infeksi dengan ditandai suhu tinggi
5. Komlikasi atau penyulit abortus
Komplikasi atau penyuliat abortus diantaranya: a. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi sedikit dalam waktu yang panjang atau lama yang mendadak banyak sehingga menyebabkan syok (Manuaba, 2010).
b. Penyulit saat melakukan curettase
Dapat terjadi perforase dengan gejala kuret terasa tembus, penderita kesakitan, penderita syok, dan dapat terjadi perdarahan dalam perut dan infeksi dalam abdomen (Mauaba, 2010).
c. Syok
Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank arena infeksi berat (syok endoseptik)
(Prawirohardjo, 2010). d. Degenerasi ganas
6. Pemeriksaan penuinjang
Pemeriksaan penunjang menurut Sinclair (2010) a. Lakukan pemeriksaan HCG serial setiap 2-3 hari
b. Pemeriksaan Doppler atau USG, untuk menentukan apakah janin masih hidup
c. Kunjungan klinik mingguan (kunjungan ulang)
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum Abortus incomplete
1) Menentukan besar uterus (taksiran usia gestasi), kenali dan atasi setiap komplikas.
2) Hasil konsepsi yang telah tertangkap pada servik yang disertai perdarahan hingga ukuran sedang. Setelah itu evaluasi perdarahan
a) Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400 gr per oral.
b) Bila perdarahan terus berlangsung, evaluasi hasil konsepsi dengan ANM atau D&K tergantung dari usia gestasi, pembukaan servik dan keberadaan bagian-bagian janin. c) Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri anti biotik
profilaksis (ampisiilin 500gr oral atau disisiklin 100 gr). d) Bila terjadi infeksi beri ampisilin 1 gram dan
e) Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 16 minggu segera lakukan evkuasi dengan AVM.
f) Bila pasien tanpak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg per hari selama 2 minggu pada anemia sedang atau transfuse darah pada anemia berat (Prawirohardjo, 2008) Untuk kasus Abortus incomplete erat kaitannya dengan abortus tidak aman, oleh karena itu perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Pastikan tidak ada komplikasi berat seperti sepsis, perforasi uterus dan cidera intra abdomen (mual muntah, nyeri pinggang, demam, perut kembung, nyeri perut bawah, dinding perut tegang).
2) Bersihkan ramuan tradisional, jamu, kayu atau benda-benda lainnya dari region genetalia.
3) Berikan boster tetanus toksoid 0,5 ml bila tampak luka kotor pada dinding vagina atau kanalis servisis dan pasien pernah diimunisasi.
4) Bila riwayat pemberian imunisasi tidak jelas berikan Anti Tetanus Serum (ATS) 1500 unit IM dengan pemberian tetanus toksoid 0,5 ml setelah 4 minggu
b. Penatalaksanaan Keperawatan 1) Pathway keperawatan
1. Faktor janin 1. Kelainan plasenta 1. Trauma
2. Faktor ibu 2. Gamet yang menua 2. Faktor lingkungan 3. Faktor hematologik
5
Sumber : (Nanda,2013)
Post Anestesi Jaringan terputus Kurang pengetahuan
2) Fokus intervensi keperawatan a) Ansietas
Intervensi :
Anxiety reduction (penurunan kecemasan)
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien - Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur
- Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress - Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
- Dengarkan dengan penuh perhatian - Identifikasi tingkat kecemasan
- Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
b) Nyeri Intervensi :
Pain management
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk likasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan control nyeri masa lampau
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyari (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri - Evaluasi keefektifan control nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
- Monitor penerimaan pesien tentang managemen nyeri c) Intoleransi aktivitas
Intervensi : Activity Therapy
- Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi Medik dalam merencanakan program terapi yang tepat.
- Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
- Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
- Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
- Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
- Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
- Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas - Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
- Monitor respon fisik, emosi, sosisal dan spiritual. d) Gangguan rasa nyaman
Intervensi :
Anxiety reduction (penurunan kecemasan)
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien - Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur
- Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress - Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
- Dengarkan dengan penuh perhatian - Identifikasi tingkat kecemasan
- Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
- Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi - Berikan obat untuk mengurangi kecemasan e) Gangguan eliminasi (konstipasi)
Intervensi :
Constipation/ impaction management :
- Monitor tanda dan gejala konstipasi - Monitor bising usus
- Monitor feses: frekuensi, konsistensi, dan volume - Konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan
peningkatan bising usus
- Monitor tanda dan gejala ruptur usus/peritonitis
- Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap pasien - Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi - Dukung, intake cairan
- Kolaborasikan pemberian laksatif - Pantau tanda dan gejala konstipasi - Pantau tandan dan gejala impaksi
f) Resiko syok Intervensi : Syok Prevention :
- Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill. - Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.
- Monitor suhu dan pernafasan - Monitor input dan output
- Pantau nilai labor : HB, HT,AGD, dan elektrolit. - Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
- Monitor tanda dan gejala asites - Monitor tanda awal syok
- Tmpatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi peningkatan preload dengan tepat.
- Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas - Berikan vasodilator yang tepat
g) Resiko infeksi Intervensi :
Infection Control (kontrol infeksi )
- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. - Pertahankan teknik isolasi.
- Batasi pengunjung bila perlu.
- Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat. berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien. - Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan.
- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan. - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Pertahankan lingkungan antiseptic selama pemasangan alat - Tingkatkan intake nutrisi.
- Berikan antibiotic bila perlu
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal - Monitor hitung granulosit, WBC
h) Kekurangan volume cairan Intervensi :
Fluid Management
- Timbang popok/ pembalut jika diperlukan
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan.
- Monitor vital sign
- Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian.
- Dorong masukan oral
- Berikan penggantian nesogratik sesuai output - Dorong keluarga untuk membantu pasien makan. - Atur kemungkinan tranfusi