• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian - Rahmat Dwi Yanto BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian - Rahmat Dwi Yanto BAB II"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak

menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan baik fisik maupun

psikis. Perubahan fisik yang tampak lebih jelas tubuh berkembang pesat

mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan

berkembangnya kapasitas reproduksi (Agustiani, 2006). Masa remaja

adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan

psikis dimana usianaya yakni antara 10-19 tahun dan masa ini adalah suatu

periode pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa

pubertas (Widyastuti dkk, 2009).

Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak

berubah dari mahluk aseksual menjadi makhluk seksual. Kata pubertas

berasal dari kata latin yang berarti usia kedewasaan, kata ini lebih

menunjuk pada perubahan fisik daripada perilaku yang terjadi pada saat

individu secara seksual menjadi matang dan mampu memberikan

keturunan (Hurlock, 2003). Monk (2001) mengemukakan bahwa pubertas

dari kata puber (yaitu pubescent). Kata lain pubescere yang berarti mendapatkan puber atau rambut kemaluan, yaitu suatu tanda kelamin

(2)

dipakai istilah puber, maka yang dimaksudkan adalah remaja sekitar masa

pemasakan seksual (Monks & Knoers, 2001).

Sedangkan menurut Sarwono (2004) mendefinisikan remaja untuk

masyarakat Indonesia, dengan berpedoman umum menggunakan batasan

usia 11-24 tahun dan belum menikah, diantaranya sebagai berikut:

a. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya ditandai mulai

nampaknya seksual sekunder ( kriteria fisik)

b. Kebanyakan masyarakat Indonesia, usia 11 tahun dianggap

sudah akil baligh baik menurut adat maupun agama. Sehingga

masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai

anak-anak (kriteria sosial)

c. Pada usia ini mulai ada tanda-tanda penyempurnaan

perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri,

tercapainya fase genital dan perkembangan psikososial, serta

tercapainya puncak perkembangan kognitif dan moral.

2. Ciri-ciri Remaja

Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2003) adalah:

a. Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat

perubahan fisik dan psikologis yang terjadi, maka pada masa itu

perubahan emosi semakin menonjol disebabkan karena remaja

(3)

b. Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh

kelompok sosial

c. Dengan berubahnya minat dan pola prilaku, maka nilai-nilai juga

berubah, apa yang dianggap pada masa kanak-kanak dianggap

tidak penting

d. Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap

perubahan, mereka menginginkan kebebasan, tapi mereka sering

takut bertanggungjawab akan akibatnya

Ciri-ciri remaja menurut Mappiare (2000) adalah:

a. Kestabilan keadaan perasaan dan emosi.

Pada masa ini fungsi perasaan berkembang sangat peka, remaja

mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan

emosinya. Keadaan masa ini disebut juga sebagai “storm and

stres”.

b. Hal sikap dan moral terutama menjelang akhir remaja awal.

Organ-organ sekunder yang telah matang menyebabkan remaja

mendekati lawan jenis, ada dorongan-dorongan seks dan ada

(4)

c. Hal kecerdasan atau kemampuan mental.

Kemampuan mental atau kemampuan berfikir sudah mulai

sempurna.

d. Status remaja awal yang sulit ditentukan.

e. Remaja awal yang sangat sulit dihadapi.

Remaja awal, merupakan individu yang banyak mengalami

masalah. Masalah yang dihadapinya adalah sifat emosional dari

remaja. Kemampuan berfikirnya lebih dkuasai oleh

emosionalitasnya, sehingga kurang mampu mengadakan

consensus dengan pendapat orang lain yang bertentangan

dengan pendapat dirinya.

f. Masa remaja awal adalah masa yang kritis.

Masa ini dipengaruhi kerena perkembangan kognitifnya mulai

meningkat, sehingga kemampuan pengamatan, berfikir dan

analisisnya mulai tajam, dan kemampuan dalam menyelesaikan

masalahnya mulai bervariatif.

3. Pembatasan Usia Remaja

Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secra seksual

menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.

Menurut Depkes RI (2003) adalah antara 10-19 tahun dan belum kawin.

(5)

Undang-undang No. 4 tahun 1978 mengenai kesejatrahan anak, remaja

adalah individu yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.

Namun menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja

apabila telah mencapai usia 16-18 tahun atau sudah menikah dan

mempunyai tempat tinggal. Menurut undang- undang perkawinan No. 1

tahun 1974, anak diagap sudah remaja apabila cukup matang untuk

menikah, yaitu usia 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk

anak laki-laki (Proverawati & misaroh, 2009).

4. Perkembangan fisik pada masa remaja

Perkembanagan fisik yang menyangkut perkembangan seksual adalah

pertumbuhan organ-organ genital yang ada baik di dalam maupun di luar

badan sangat menentukan bagi perkembangan tingkah laku selanjutnya.

Istilah tanda-tanda kelamin primer menunjuk pada organ badan yang

langsung berhubungan dengan proses reproduksi. Pada anak perempuan

hal ini adalah rahim dan saluran telur, vagina, bibir kemaluan, dan klitoris

(Monks & Knoers, 2002). Petunjuk pertama bahwa mekanisme reproduksi

pada anak perempuan menjadi matang adalah datangnya haid atau

menarche. Ini adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah,

lender, dan jaringan sel yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan

terjadi kira-kira setiap 28 hari sampai menopause. Periode haid umumnya

terjadi pada jangka waktu yang sangat tidak teratur dan lamanya

berbeda-beda pada tahun-tahun pertama. Periode ini dikenal sebagai tahap

(6)

Tanda-tanda kelamin sekunder adalah tanda-tanda jasmaniyah yang

tidak langsung berhubungan dengan proses reproduksi, namun merupakan

tanda-tanda yang khas perempuan dan has laki-laki. Pertama kali yaitu

rambut kemaluan, pada anak perempuan merupakan gambar segitiga

dengan basis ke atas. Kemudian tanda kelamin sekunder yang paling

penting pada wanita adalah tumbuhnya payudara dengan sedikit

mencuatnya bagian punting susu. Hal ini terjadi pada usia antara 8-13

tahun. Baru pada stadium kemudian sebentar menjelang menarche maka

jaringan pengikat disekitarnya mulai tumbuh hingga payudara mulai

memperoleh bentuk yang dewasa (Monks & Knoers, 2002).

Wiknjosastro (2005)menyatakan berdasarkan kematangan psikososial

dan seksual, remaja akan melewati tahapan berikut :

a) Masa remaja awal/dini (early adolence) umur 11-13 tahun

Remaja awal dimulai kurang lebih antara usia 11 sampai 13 tahun

(Wiknjosastro, 2005). Masa remaja awal kira-kira sama dengan masa

sekolah menengah pertama dan mencangkup semua perubahan pubertas

(Santrock, 2003).

b) Masa remaja pertengahan (middleadolence) umur 14-16 tahun

Minat pada karir, berpacaran, dan eksplorasi identitas seringkali lebih

nyata dalam masa remaja akhir (Santrock, 2003). Terdapat pergerakan

(7)

c) Masa remaja lanjut (lateadolence) umur 17-20 tahun

Remaja akhir merupakan fase kematangan secara fisik. Kebanyakan

remaja akhir mencapi body image yang stabil. Remaja akhir menjdi

seseorang yang mandiri penuh sebagai warga negara yang produktif

(Bopak, 2004).

B. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian

Kecerdasan emosi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan,

mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan

jiwa. Dengan kecerdasan emosi tersebut seseorang dapat menempatkan

emosinya pada porsi yang tepat, memilih kepuasan, dan mengatur suasana

hati (Goleman, 2000).

Menurut Hapsariyanti (2006) kecerdasan emosional adalah

kemampuan seseorang dalam memahami, merasakan dan mengenali

perasaan dirinya dan orang lain sehingga individu tersebut dapat

mengendalikan perasaan yang ada dalam dirinya dan dapat memahami

serta menjaga perasaan orang lain. Individu tersebut juga dapat

memotivasi diri sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik dalam

kehidupan yang dijalani.

Menurut Howes dan Herald (1999) dalam Mu‟tadin (2002) bahwa

kecerdasan emosi sebagai komponen yang membuat seseorang menjadi

(8)

berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan

sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, akan menghadirkan

pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan

orang lain.

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam belajar serta kesuksesan

hidup adalah kecerdasan emosi, disamping adanya faktor yang berasal dari

IQ. Para ahli psikologi mengatakan bahwa IQ hanya mempunyai peran

20% dalam menentukan keberhasilan hidup, sedangkan 80% sisanya

ditentukan oleh faktor lain, diantara yang terpenting yaitu kecerdasan

emosi. Goleman (2000) mengatakan bahwa kompetensi-kompetensi aktual

yang mengantarkan kepada kesuksesan seseorang dalam pekerjaan

apapun, membuktikan bahwa dalam menentukan prestasi puncak dalam

pekerjaan IQ memang hanya menempati posisi kedua sesudah kecerdasan

emosi (EQ).

Kecerdasan emosi memang mempunyai perbedaan dengan

kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan otak (IQ). Walaupun antara EQ,

SQ, dan IQ mempunyai perbedaan tetapi ketiganya memiliki muatan yang

sama penting untuk mensinergikan antara satu dengan lain.

Keberadaan kecerdasan emosi (EQ) sangat diperlukan selain

kecerdasan otak (IQ) dan kecerdsan spiritual (SQ). IQ yang merupakan

kemampuan murni kognitif, relatif tidak dapat berubah sepanjang hidup

manusia. Satiadarma (2003), mengemukakan bahwa Spiritual Quotien

(9)

mengembangkan bakat bawaan, intuisi, otoritas batin, kemampuan

membedakan yang salah dan yang benar serta kebijaksanaan. Spiritual Quotien (SQ) memberikan kemampuan untuk menemukan langkah yang lebih bermakna dan bernilai. Dengan demikian SQ merupakan landasan

penting sehingga IQ dan EQ dapat berfungsi secara efektif. Goleman

(2000) mengatakan bahwa kopetensi-kompetensi aktual yang

mengantarkan kepada kesuksesan seseorang dalam pekerjaan apapun,

membuktikan bahwa dalam menentukan prestasi puncak, dalam pekerjaan

IQ memang hanya menempati posisi kedua sesudah kecerdasan emosi

(EQ).

2. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi

Menurut Goleman (2000), aspek kecerdasan emosional terdiri dari

lima, yaitu :

a. Pengenalan diri (self-awareness).

Mengenali perasaan sebagaimana yang terjadi adalah kunci dari

kecerdasan emosi. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang

sesungguhnya membuat individu berada dalam kekuasaan perasaan.

Orang-orang yang memiliki keyakinan lebih tentang perasaannya dapat

mengarahkan kehidupannya dengan lebih baik. Individu tersebut

memiliki pengertian dan merasa mantap dalam mengambil keputusan

terhadap kehidupan pribadinya, seperti dengan siapa akan menikah

sampai ke pekerjaan apa yang akan dilakukan.

(10)

b. Mengelola emosi atau pengendalian diri (self regulations)

Mengelola perasaan secara tepat merupakan kemampuan yang

diperlukan untuk mengendalikan diri. Orang-orang yang kurang dalam

kemampuan ini terus menerus berada dalam perasaan menderita,

sedangkan mereka yang dapat mengatasinya dapat merasa segar

kembali jauh dari kemunduran dan ganggguan dalam kehidupan.

c. Memotivasi diri sendiri (motivating ownself).

Mengatur emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal

yang mendasar untuk dapat memberikan perhatian, memotivasi diri

dan menguasai diri, serta mengembangkan kreativitas. Orang-orang

yang memiliki ketrampilan ini cenderung lebih produktif dan efektif

dalam melakukan berbagai aktivitas.

d. Mengenali emosi orang lain atau empati (empathy).

Empati adalah dasar dari ketrampilan pribadi. Orang-orang yang

empatik lebih peka dalam menangkap isyarat-isyarat sosial yang

mengindikasikan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh orang lain.

e. Membina hubungan atau keterampilan sosial (sosial skills).

Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan ketrampilan

mengelola emosi orang lain. Orang-orang yang unggul dalam

ketrampilan ini dapat melakukan segala sesuatu dengan baik. Mereka

dapat melakukan interaksi dengan orang lain dengan lancar dalam

pergaulan sosial.

Dalam penelitian ini menggunakan lima aspek kecerdasan emosi

(11)

atau pengendalian diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang

lain atau empati, dan membina hubungan dengan orang.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kecerdasan Emosi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi menurut

Goleman (2000) adalah:

a. Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dalam

mempelajari emosi, dan orang tualah yang sangat berperan.Anak

mengidentifikasi perilaku orang tua kemudian diinternalisasikan

akhirnya menjadi bagian dalam kepribadian anak. Kehidupan emosi

yang dibangun di dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak,

bagaimana anak dapat cerdas secara emosional.

b. Lingkungan non keluarga

Lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan

masyarakat dan lingkungan pendidikan yang dianggap bertanggung

jawab terhadap perkembangan kecerdasan emosi.Pergaulan dengan

teman sebaya, guru, dan masyarakat luas.

c. Otak

Otak adalah organ yang penting dalam tubuh manusia, otaklah

yang mempengaruhi dan mengontrol seluruh kerja tubuh, struktur otak

manusia adalah sebagai berikut.

1) Korteks. Berfungsi membuat seseorang berada di puncak tangga

evalusi. Memahami korteks dan perkembangan membantu

(12)

sedangkan yang lain sulit belajar. Korteks berperan penting dalam

memahami kecerdasan emosi serta dalam memahami sesuatu

secara mendalam, menganalisis mengapa kita mengalami perasaan

tertentu, selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Korteks

khususnya lobus frontalis dapat bertindak sebagai saklar peredam

yang memberi arti terhadap situasi emosi sebelum berbuat sesuatu.

2) Sistem Limbik. Bagian ini sering disebut sebagai bagian emosi

yang letaknya jauh dalam hemisfer otak besar terutama

bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Sistem

limbik meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya proses

pembelajaran emosi. Selain itu ada amigdala yang dipandang

sebagai pusat pengendalian emosi pada otak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi

menurut Hurlock (2004) adalah:

a. Faktor kematangan

Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk

memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti, memperhatikan

satu rangsangan dalam jangka yang lebih lama dan memutuskan

ketegangan emosi pada satu objek. Kemampuan mengingat dan

menduga mempengaruhi emosi, sehingga seseorang menjadi reaktif

terhadap rangsangan yang semula tidak mempengaruhi dirinya.

Perkembangan kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku

(13)

emosi. Faktor ini dapat dikendalikan dengan memelihara kesehatan

fisik dan keseimbangan tubuh.

b. Faktor belajar

Faktor ini lebih penting karena merupakan faktor yang mudah

dikendalikan. Cara mengendalikan lingkungan untuk menjamin

pembinaan pola emosi yang diinginkan dan menghasilkan pola reaksi

emosional yang tidak diinginkan merupakan pola belajar yang positif

sekaligus tindakan preventif. Makin bertambahnya usia makin sulit

mengubah pola reaksi. Ada lima jenis belajar yang turut menunjang

pola perkembangan emosi yaitu belajar coba ralat, belajar dengan cara

meniru, belajar dengan cara identifikasi, belajar melalui pengkodisian,

dan pelatihan.

Walgito (1997) membagi faktor yang mempengaruhi kecerdasan

emosi menjadi dua yaitu :

a. Faktor internal.

Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang

mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki

dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis.Segi jasmani

adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan

kesehatan seseorang terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi

kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya

(14)

b. Faktor Eksternal.

Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan

emosi berlangsung. Faktor eksternal meliputi : stimulus dan lingkungan

atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses terbentuknya

kecerdasan emosi.

Segal (1987 dalam Helmi, 2004) menyebutkan beberapa faktor yang

mempengaruhi kecerdasan emosi pada remaja meliputi pengalaman

romantis, kehidupan spiritual, lingkungan masyarakat, dan lingkungan

keluarga.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hapsariyanti (2006)

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi individu antara lain :

a. Lingkungan keluarga

Hubungan orang tua dengan anak menjadi faktor yang tidak

sedikit pengaruhnya terhadap perkembangan anak pada umumnya

demikian juga perkembangan kecerdasan emosi pada khususnya.

b. Konsep diri (self concept)

Konsep diri juga dipengaruhi oleh situasi lingkungan keluarga,

khususnya suasana hubungan antara orang tua dengan remaja. Remaja

yang memiliki konsep diri yang baik (sesuai dengan kenyataan

dirinya) akan dapat memahami dan menerima perasaan-perasaan atau

emosi yang dialami remaja ketika berinteraksi dengan lingkungannya.

Apabila konsep diri individu tidak sesuai dengan yang diharapkannya

akan menimbulkan perasaan negatif baik terhadap dirinya maupun

(15)

menyebabkan individu mengalami hambatan dalam mengelola

perasaan atau emosi yang dialaminya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi kecerdasan emosi adalah faktor lingkungan keluarga,

faktor non keluarga, otak, kematangan, faktor belajar, dan konsep diri,

faktor internal, eksternal, pengalaman romantis, dan kehidupan spiritual.

4. Perkembangan Emosi pada Remaja

Masa remaja merupakan masa transisi yaitu peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa. Monks (2004) menyatakan pada masa

remaja (usia 12 sampai 21 tahun) terdapat beberapa fase, yaitu : fase

remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun), remaja pertengahan

(usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun), masa remaja akhir (usia 18

sampai 21 tahun). Remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja

hormon di dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak, baik berupa

bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi.

Perkembangan emosi pada remaja tidak terlepas dari perkembangan

fisik, psikis, sosial, dan kepribadian. Hal tersebut merupakan satu kesatuan

yang terjadi secara hampir bersamaan dan saling berhubungan antara satu

dan lainnya. Santrock (2003) menjelaskan ada beberapa hal yang menjadi

ciri perkembangan pada diri remaja yaitu :

a. Identitas diri

Remaja memiliki pemikiran tentang siapakah diri mereka dan

(16)

erat identitas dirinya dan berpikir bahwa identitas dirinya tersebut bisa

menjadi lebih stabil. Menurut Erikson (1997 dalam Santrock, 2003)

para remaja berusaha untuk menemukan siapakah mereka sebenarnya,

apa saja yang ada dalam diri mereka, dan arah mereka dalam menjalani

hidup. Ketika remaja mengekplorasi dan mencari identitas, remaja

seringkali bereksperimen dengan peran-peran yang berbeda. Remaja

yang berhasil menghadapi identitas-identitas yang saling bertentangan

akan mendapatkan pemikiran yang baru dan dapat diterima mengenai

dirinya, sedangkan remaja yang tidak berhasil menyelesaikan krisis

identitasnya akan mengalami kebimbangan identitas.

b. Gender

Hipotesis identifikasi gender menyatakan bahwa perbedaan

psikologis dan tingkah laku di antara laki-laki dan perempuan

meningkat selama masa remaja awal dikarenakan adanya peningkatan

tekanan-tekanan sosialisasi masyarakat untuk menyesuaikan diri pada

peran gender maskulin dan feminin yang tradisional. Peran pubertas

pada intensifikasi gender bisa merupakan suatu tanda untuk

mensosialisasikan diri dengan orang lain, misalnya : orang tua,

kelompok sebaya, dan guru dimana para remaja mulai memasuki masa

dewasa dan oleh karena itu harus mulai banyak bersikap sesuai dengan

stereotipe perempuan dan laki-laki dewasa. Stereotipe yang beredar di

masyarakat adalah bahwa perempuan itu lebih emosional, penuh

(17)

c. Seksualitas

Selama masa remaja, kehidupan remaja dihiasi oleh problem

seksualitas. Masa remaja adalah waktu untuk penjelajahan dan

eksperimen, fantasi seksual, dan kenyataan seksual untuk menjadikan

seksualitas sebagai bagian dari identitas seseorang. Remaja memiliki

keingintahuan yang tidak pernah terpuaskan. Mereka berpikir apakah

mereka menarik secara seksual, apakah mereka akan tumbuh lagi,

apakah orang lain akan mencintai mereka, dan apakah berhubungan

seks adalah hal yang normal. Kebanyakan remaja secara bertahap

berhasil membentuk identitas seksual yang matang, tapi sebagian besar

diantara mereka melalui masa-masa yang rawan dan penuh

kebingungan sepanjang perjalanan seksual mereka (Santrock, 2003).

d. Perkembangan moral

Perkembangan moral berhubungan dengan peraturan-peraturan

dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan remaja dalam

interaksinya dengan orang lain. Ketika remaja mendapatkan penguatan

untuk melakukan suatu tingkah laku yang sesuai dengan hukum dan

konvensi sosial mereka cenderung untuk mengulang tingkah laku

tersebut. Ketika mereka dihadapkan pada model yang bertingkah laku

baik, para remaja pun cenderung meniru tingkah laku tersebut. Ketika

remaja dihukum karena tingkah laku yang tidak bermoral atau tidak

(18)

sanksi berupa hukuman dapat mengakibatkan efek samping emosional

pada remaja (Santrock, 2003).

e. Prestasi

Tekanan sosial dan akademis mendorong remaja kepada beragam

peran yang harus mereka bawakan, peran yang seringkali menuntut

tanggung jawab yang lebih besar. Prestasi menjadi hal yang sangat

penting bagi remaja, dan remaja mulai menyadari bahwa pada saat

inilah mereka dituntut untuk menghadapi kehidupan mereka nanti

sebagai orang dewasa. Dihadapkan dengan berbagai tekanan di

berbagai bidang kehidupan remaja, dapat menimbulkan permasalahan

tersendiri bagi remaja. Remaja diharapkan mampu meninggalkan

kebiasaan-kebiasaan, tingkah laku dan sikap kekanak-kanakan agar

dapat belajar untuk bertingkah laku dan bersikap lebih dewasa. Masa

remaja juga sering dianggap sebagai periode ketegangan emosi

meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.

Hurlock (2003) mengatakan, meningginya emosi terutama

karena remaja berada di bawah tekanan sosial dalam menghadapi

kondisi baru, karena selama masa kanak-kanak ia kurang

mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan tersebut.

Santrock (2003) mengatakan, bahwa masa remaja biasanya memiliki

energi yang besar, emosi berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri

belum sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman,

(19)

Monks (2001) berpendapat, dalam masa remaja umumnya terjadi

pertentangan batin dalam diri remaja. Di satu pihak remaja memiliki

keinginan bebas dari kekuasaan, melepaskan diri dari orangtua,

mempunyai rasa ingin tahu, mencari dan menemukan identitas dirinya,

sementara di sisi lain remaja masih membutuhkan kehadiran orang lain

khususnya orang tua yang dapat memberikan bimbingan, arahan,

dukungan, dan kasih sayangnya dalam proses perubahan pola perilaku

yang dialami remaja dari masa kanak-kanak menuju dewasa.

Tanggung jawab hidup remaja yang semakin meningkat, menjadi

masalah tersendiri bagi remaja karena tuntutan peningkatan tanggung

jawab tidak hanya datang dari orang tua atau keluarga, tetapi juga dari

masyarakat sekitar. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan

jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus

menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan

sekolah (Hurlock, 2003).

Lewin (1996) dalam Sarwono (2004) menggambarkan keadaan

perkembangan emosi pada remaja, yaitu :

a. Pemalu dan perasa, tetapi sekaligus juga cepat marah dan agresif

sehubungan belum jelasnya batas-batas antara berbagai sektor di

lapangan psikologik remaja.

b. Ketidakjelasan batas-batas tersebut menyebabkan pula remaja

terus-menerus merasakan pertentangan antara sikap, nilai, ideologi, dan

(20)

berada diambang peralihan antara masa anak-anak dan dewasa,

sehingga remaja dapat disebut manusia „marginal‟.

c. Konflik sikap, nilai, dan ideologis muncul dalam bentuk

ketergantungan emosi yang meningkat.

d. Ada kecenderungan pada remaja untuk mengambil posisi yang sangat

ekstrim dan mengubah kelakuannya secara drastis, akibatnya sering

muncul tingkah laku radikal dan memberontak dikalangan remaja.

e. Bentuk-bentuk khusus dari tingkah laku remaja akan ditentukan oleh

sifat dan kekuatan dorongan-dorongan yang saling berkonflik.

5. Kecerdasan emosional pada Remaja

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam

memotifasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan yang berakibat

pada frustasi, mengendalikan emosi atau dorongan hati, tidak

melebih-lebihkan kesenangan dan menjaga beban stres agar beban stres tidak

melumpuhkan kemampuan berfikir, atau bisa merasakan perasaan yang

sedang dirasakan orang lain (empati), dapat mengadakan hubungan baik

dengan orang lain (Goleman, 2000).

Ketrampilan sosial dan emosi merupakan bagian dari kecerdasan

emosional mempunyai manfaat yang luas bagi tingkah laku, pola berfikir

remaja dilingkungan masyarakat ataupun disekolah agar mencapai hasil

prestasi yang baik.

Menurut Goleman (2000) bentuk-bentuk ketrampilan sosial dan

(21)

1) Dapat mengelola emosi dengan baik.

Contoh :

a. Dapat lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa.

b. Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa

berkelahi.

c. Berkurangnya perilaku negatif dan merusak diri sendiri.

d. Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan.

e. Berkurangnya perkelahian dan gangguan di sekolah.

f. Perasaan yang positif terhadap diri sendiri, sekolah dan

keluarga.

2) Mampu memanfaatkan emosi dengan baik.

Contoh :

a. Mampu bertanggungjawab kepada diri sendiri.

b. Mampu memusatkan perhatian kepada tugas.

c. Nilai pada tes-tes prestasi semakin meningkat.

d. Kurangnya impulsif dan lebih mampu menguasai diri.

3) Dapat membina hubungan baik dengan orang lain.

Contoh :

a. Meningkatkan kemampuan menganalisis dan memahami

hubungan.

b. Mampu dalam menyelesaikan pertikaian dan merundingkan

persengketaan.

(22)

d. Mudah bergaul, bersahabat, dan terlibat dengan teman sebaya.

e. Mampu memikirkan kepentingan kelompok dan selaras dalam

kelompok.

f. Lebih suka bekerja sama dan menolong.

4) Dapat membaca emosi orang lain.

Contoh :

a. Mampu menerima sudut pandang orang lain.

b. Memperbaiki empati dan kepekaan terhadap perasaan orang

lain.

c. Mampu mendengarkan pendapat orang lain serta maksud yang

tersirat.

5) Memiliki kesadaran diri.

Contoh :

a. Mengenali dan merasakan emosi sendiri.

b. Lebih mampu memahami penyebab timbulnya perasaan.

c. Mengenali perbedaan perasaan dan tindakan.

C. Persepsi

1. Pengertian

Menurut Budirahayu (2003), persepsi merupakan penafsiran

terhadap stimulus yang terorganisir yang mempengaruhi sikap dan

perilaku. Persepsi merupakan bagian yang penting bagi seseorang dalam

mengambil keputusan. Persepsi seseorang terhadap suatu objek akan

(23)

bersangkutan. Bentuk atau sifat tindakannya tergantung dari keadaan

individu yang mengamati dan mengiterpretasi. Menurut Wardoyo (2002),

persepsi merupakan aktivitas yang integrated, maka seluruh apa yang ada dalam individu seperti penilaian, pengalaman, keyakinan, dan

sikap-sikap yang lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam

individu tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat di kemukakan bahwa

dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama tetapi hasil dari setiap

individu dapat berbeda. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa

persepsi persepsi bersifat individu.

Dari pengertian persepsi dapat disimpulkan, Persepsi merupakan

penafsiran terhadap stimulus terorganisir yang mempengaruhi sikap dan

prilaku.Persepsi merupakan bagian dari seseorang untuk mengambil

keputusan terhadap objek di mana menentukan bentuk atau sifat

tindakannya tergantung dari keadaan individu yang mengamati dan

mengiterpretasi (Budirahayu, 2003).

Menurut Slamet (2003) persepsi adalah proses yang menyangkut

masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi

manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya.

Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihat,

pendengar, peraba, perasa dan pencium. Persepsi sebagai apa yang ingin

dilihat oleh seseorang yang belum tentu sama dengan fakta yang

sebenarnya, dan inilah yang menyebabkan timbulnya interprestasi

(24)

mengalami hal yang sama. Menurut Rakhmat (2004) persepsi adalah

pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan melampirkan pesan.

Penelitian yang dilakukan Lisa Puspitasari (2010), menyatakan

bahwa persepsi dapat mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak.

Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa persepsi remaja dapat

mempengaruhi kecerdasan emosional pada remaja. Dalam penelitian

tersebut disimpulkan bahwa persepsi remaja mempunyai hubungan

positif dengan pola asuh orang tua yang akan mengakibatkan perubahan

pada kecerdasan emosional individu.

2. Macam-macam persepsi dan proses terjadinya persepsi

Sunaryo (2002) menyatakan ada dua macam persepsi, yaitu

External Perception dan Internal Percepcion. External Perception adalah persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar

individu. Sedangkan Internal Preception adalah persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dari dalam individu. Dalam hal ini

yang menjadi objek adalah dirinya sendiri. Dengan persepsi individu

dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang

ada di sekitarnya maupun tentang keadaan diri individu yang

bersangkutan (internal preception). Alat penghubung antara individu

dengan dunia luar adalah indra. Persepsi merupakan suatu proses yang

didahului pengindraan, yaitu dengan diterimanya stimulus oleh reseptor,

(25)

diinterprestasikan sebagai proses psikologis. Akhirnya individu

menyadari tentang apa yang dilihat dan didengarkan (Sunaryo, 2002)

Sobur (2003) menyatakan tingkah laku seseorang merupakan

fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah

tingkah laku seseorang, harus dimulai dari mengubah persepsinya. Dalam

proses persepsi, terdapat tiga komponen utama yaitu : Pertama seleksi

adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar,

intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

Kedua interprestasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi

sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interprestasi dipengaruhi

berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sitem nilai yang dianut,

motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interprestasi juga tergantung pada

kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang

diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi

sederhana. Ketiga interprestasi dan presepsi kemudian diterjemahkan

dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Sobur (2003) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi adalah :

a. Seleksi yaitu proses penjaringan oleh indra terhadap rangsangan

(26)

b. Interpretasi yaitu proses mengorganisasikan informasi atau objek

sehingga mempunyai arti bagi seseorang, kemudian diterjemahkan

dalam bentuk tingkah laku.

Wijaya (2000) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi adalah :

a. Lingkungan meliputi (warna, bunyi, sinar, ekonomi, sosial,

politik), faktor ini mempengaruhi seseorang dalam menafsirkan

atau menerima rangsang.

b. Konsepsi adalah pendapat dan teori seseorang dengan segala

keindahannya.

c. Faktor yang berkaitan dengan konsep seseorang tentang dirinya

sehingga akan mempunyai sebuah keyakinan bahwa bentuk dan

sifat rangsangan berdasarkan penilaian pribadi.

d. Faktor yang berkaitan dengan motif dan tujuan individu untuk

menafsirkan suatu rangsang.

e. Faktor pengalaman masa lampau.

Walgito (1997) mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi adalah :

a. Keadaan stimulus, berujud manusia yang akan dipersepsi

b. Situasi atau keadaan sosial yang melatarbelakangi stimulus

(27)

D. Stres

1. Pengertian

Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial

(tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara

bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas

berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku dan

subjektif terhadap stresor, konteks yang menjembatani pertemuan antara

individu dengan stimulus yang membuat stres, semua sebagai suatu

sistem (Hidayah, 2007).

Hawari (2001) dalam Sriati (2008) mengatakan bahwa stres menurut

Hans Selye merupakan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap

setiap tuntutan beban atasnya. Stresor psikososial adalah setiap

keadaan/peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan

seseorang, sehingga seseorang itu terpaksa mengadakan

adaptasi/penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Namun, tidak semua

orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stresor tersebut,

sehingga timbulah keluhan-keluhan antara lain stres (Sriati, 2008).

2. Gejala Stres

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis stres : kecemasan,

ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung, perasaan frustasi, rasa

marah, dan dendam (kebencian), sensitif dan hyperactivity, memendam perasaan, penarikan diri depresi, komunikasi yang tidak efektif, perasaan

(28)

mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi,

kehilangan spontanitas dan kreativitas serta menurunnya rasa percaya

diri.

Gejala-gejala perilaku dari stres adalah : menunda, menghindari

pekerjaan, dan absen dari pekerjaan, menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan

obat-obatan, perilaku sabotaj dalam pekerjaan, perilaku makan yang tidak

normal (kebanyakan), mengarah ke obesitas, perilaku makan yang tidak

normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat

badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda

depresi, meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti

menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi, meningkatnya agresifitas,

vandalisme, dan kriminalitas, menurunnya kualitas hubungan

interpersonal dengan keluarga dan teman serta kecenderungan untuk

melakuka n bunuh diri.

Pengalaman stres sangat individual. Stres yang luar biasa untuk

satu orang tidak semestinya dianggap sebagai stres oleh yang lain.

Demikian pula, gejala dan tanda-tanda stres akan berbeda pada setiap

individu (AAT Sriati, 2007).

3. Sumber Stres (Stresor)

Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan

menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis

(29)

reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang

jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya

mereda dalam beberapa jam atau hari (Hidayah, 2007).

Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya.

Jenis stresor meliputi fisik, psikologis, dan sosial. Stresor fisik berasal

dari luar diri individu, seperti suara, polusi, radiasi, suhu udara, makanan,

zat kimia, trauma, dan latihan fisik yang terpaksa (Hidayah, 2007).

Pada stresor psikologis tekanan dari dalam diri individu biasanya

yang bersifat negatif yang menimbulkan frustasi, kecemasan, rasa

bersalah, khawatir berlebihan, marah, benci, sedih, cemburu, rasa kasihan

pada diri sendiri, serta rasa rendah diri, sedangkan stresor sosial yaitu

tekanan dari luar disebabkan oleh interaksi individu dengan

lingkungannya. Banyak stresor sosial yang bersifat traumatik yang tak

dapat dihindari, seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan

pekerjaan, pensiun, perceraian, masalah keuangan, pindah rumah dan

lain-lain (Hawari, 2001).

Papero (1997) dalam Sriati (2008) menyatakan ada empat variabel

psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respon stres :

a. Kontrol : keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap

(30)

b. Prediktabilitas : stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons

stres yang tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat

diprediksi.

c. Persepsi : pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat

ini dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres.

d. Respons koping : ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat

ansietas dapat menambah atau mengurangi respons stres (Sriati,

2008).

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres

Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut

stresors. Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya satu stresors,

biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi stresors.

Menurut Robbins (2001) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan

timbulnya stres pada keluarga terhadap anak remaja yaitu :

(1) Faktor Lingkungan

Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan

pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap

anak remaja.Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat

menimbulkan stres bagi keluarga yaitu ekonomi, teman sebaya dan

teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian

terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman

terkena stres.Hal ini dapat terjadi, misalnya teman sebaya yang lebih

(31)

handphone membuat kecemburuan sosial pada diri remaja kemudian

meminta kepada orang tuanya yang memiliki ekonomi yang rendah

dan memberikan efek stres yang luar biasa pula kepada orang tua.

(2) Faktor Organisasi

Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan

stres yaitu role demands, interpersonal demands, organizational

structure dan organizational leadership.

Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai

berikut :

a. Role Demands

Robbins (2001) mengatakan peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan

yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan

orang tua untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama

dalam suatu organisasi di dalam keluarga.

b. Interpersonal Demands

Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh keluarga lainnya dalam

organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara orang tua

dengan anak remaja akan dapat menyebabkan komunikasi yang tidak

sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama

yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat

perkembangan sikap dan pemikiran antara anak remaja dengan teman

(32)

c. Organizational Structure

Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan

tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat

keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi anak

remaja dalam organisasi.

d. Organizational Leadership

Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan

atau ayah dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut

The Michigan group Robbins (2001) dibagi dua yaitu karakteristik

pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada

hubungan yang secara langsung antara pemimpin keluarga dengan

anggota keluarga serta karakteristik pemimpin yang hanya

mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja.

Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam

mengukur tingginya tingkat stres. Pengertian dari tingkat stres itu

sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu keluarga atau

masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam

mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau

permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya

dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi

(33)

(3) Faktor Individu

Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam

keluarga, masalah pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan.

Hubungan pribadi antar keluarga yang kurang baik akan

menimbulkan akibat pada keluarga yang kurang harmonis akibat

tersebut dapat terbawa dalam lingkungan tempat anak remaja

bergaul. Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang

dapat menimbulkan stres terletak pada watak dasar alami yang

dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stres

yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar

dalam kepribadian seseorang.

5. Stres pada remaja

Menurut Windle & Mason (2004) ada empat faktor yang dapat

membuat remaja menjadi stres, yaitu penggunaan obat-obat terlarang,

kenakalan remaja, pengaruh negative dan masalah akademis.

Garfinkel (dalam Walker, 2002) mengatakan secara umum

penyebab stres pada remaja adalah :

1) Putus dengan pacar

2) Perbedaan pendapat dengan orang tua

3) Bertengkar dengan saudara perempuan dan laki-laki

4) Perbedaan pendapat antara orang tua

5) Perubahan status ekonomi pada orang tua

(34)

7) Masalah dengan teman sebaya

8) Masalah dengan orang tua

Menurut Walker (2002), ada tiga faktor yang dapat menyebabkan

remaja menjadi stres, yaitu :

1) Faktor biologis, yaitu :

a. Sejarah depresi dan bunuh diri di dalam keluarga.

b. Penggunaan alcohol dan obat-obat di dalam keluarga.

c. Siksaan secara seksual dan fisik di dalam keluarga.

d. Penyakit yang serius yang diderita remaja atau anggota

keluarga.

e. Sejarah keluarga atau individu dari kelainan psikiatris

seperti kelainan makanan, skozoprenia, manik depresif,

gangguan perilaku dan kejahatan.

f. Kematian salah satu anggota keluarga.

g. Ketidakmampuan belajar atau ketidakmampuan mental

atau fisik.

h. Perceraian orang tua.

i. Konflik dalam keluarga.

2) Faktor kepribadian, yaitu :

a. Tingkah laku impulsive, obsesif dan ketakutan yang

tidak nyata.

b. Tingkah laku agresif dan antisosial.

(35)

d. Hubungan sosial yang buruk dengan orang lain,

menyalahkan diri sendiri dan merasa bersalah.

e. Masalah dengan tidur atau makan.

3) Fakror psikologis dan sosial, yaitu :

a. Kehilangan orang yang dicintai, seperti kematian teman

atau anggota keluarga, putus cinta, kepindahan teman

dekat atau keluarga.

b. Tidak dapat memenuhi harapan orang tua seperti

kegagalan dalam mencapai tujuan, tinggal kelas dan

penolakan sosial.

c. Tidak dapat menyelesaikan konflik dengan anggota

keluarga, teman sebaya, guru, pelatih, yang dapat

mengakibatkan kemarahan, frustasi dan penolakan.

d. Pengalaman yang dapat membuatnya merasa rendah

diri dapat mengakibatkan remaja kehilangan harga diri

atau penolakan.

e. Pengalaman buruk seperti hamil atau masalah

keuangan.

6. Penentuan tahap stres

Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres

yang dialami seseorang. Tingkat stres ini bias diukur dengan banyak

(36)

Stres Scale 21(DASS 21) oleh Lovibond & Lovibond (1995),

Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item dan Depression Anxiety Scale 21 terdiri dari 21 item. DASS adalah seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk

mengukur status emosional negative dari depresi kecemasan dan stres.

DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional

mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk

pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari

status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres.

DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan

penelitian (Lovibond & Lovibond, 1995).

Tingkat stres pada instrument ini berupa normal, ringan, sedang,

(37)

E. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori (Sumber : Sriati, 2008; Hapsariyanti, 2006; Walgito, 1997)

F. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Hubungan Persepsi Remaja dan Stres dengan Kecerdasan Emosional Remaja SMA N 1 Bawang

G. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan sebagai jawaban sementara atau pertanyaan

penelitian yang harus diuji validitasnya secara empiris (Sutrisno, 2001).

Dengan melihat rumusan masalah yang telah dibuat, maka dapat ditetapkan

hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat hubungan antara persepsi remaja dengan kecerdasan

emosional.

2. Terdapat hubungan antara stres remaja dengan kecerdasan

emosional.

Kecerdasan Emosional Remaja - Persepsi remaja

- Stres Faktor persepsi : a. Keadaan stimulasi

b. Situasi atau keadaan social c. Keadaan orang yang mempersepsi

Respon stres : a. Krontrol b. Prediktabilitas c. Persepsi d. Respon koping

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori (Sumber : Sriati, 2008; Hapsariyanti, 2006; Walgito, 1997)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian penyebab tingkat kematian bayi yaitu tingkat pendidikan yang rendah sebesar 41,8%, pendapatan keluarga yang rendah sebesar 58,4%,

1) Perhatian murid dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingga hal yang penting itu dapat diamati secara teliti. Disamping itu perhatian siswa pun

mampu merwat pakaian dan keindahan rumah, mampu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, mampu membantu memasak didapur, mampu merawat pakaian sendiri, mampu memelihara

Faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi atau tekanan darah juga karena hal ini berhubungan dengan peningkatan

keluarga yang sakit. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 7x pertemuan gangguan pola tidur dapat teratasi. b) Keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat.

TUK VI : Klien dapat memberdayakan sistem pendukung yang ada atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain. Kriteria

memiliki kecerdasan emosional yang baik maka individu tersebut akan mampu mengenali dan menangani perasaan diri sendiri dan orang lain dengan baik, selain itu penyelesaian

Dalam memenuhi kebutuhan keluarga setiap keluarga diharapkan. mampu meningkatkan keterampilan dalam usaha ekonomi