LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
OLEH :
NI MADE SRI WAHYUNI P07120213009
TINGKAT 3 SEMESTER V
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN
D IV REGULER 2016
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)
Gagal ginjal Kronik Merupakan Kerusakan Ginjal Progresif yang berakibat fatal dan di tandai dengan uremia (urea dan Limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal) .
2. Etiologi
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain: a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis. g. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.
h. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas : kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
3. Patofisiologi
Ginjal mempunyai kemampuan nyata untuk mengkompensasi kehilangan nefron yang persisten yang terjadi pada gagal ginjal kronik. Jika angka filtrasi glomerolus menurun menjadi 5-20 ml/menit/1,73 m2, kapasitas ini mulai gagal. Hal
ini menimbulkan berbagai masalah biokimia berhubungan dengan bahan utama yang ditangani ginjal.
Ketidakseimbangan natrium dan cairan terjadi karena ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urin. Hiperkalemia terjadi akibat penurunan sekresi kalium. Asidosis metabolik terjadi karena kerusakan reabsorbsi bikarbonat dan produksi ammonia. Demineralisasi tulang dan gangguan pertumbuhan terjadi akibat sekresi hormon paratiroid, peningkatan fosfat plasma (penurunan kalsium serum, asidosis) menyebabkan pelepasan kalsium dan fosfor ke dalam aliran darah dan gangguan penyerapan kalsium usus. Anemia terjadi karena gangguan produksi sel darah merah, penurunan rentang hidup sel darah merah, peningkatan kecenderungan perdarahan (akibat kerusakan fungsi trombosit). Perubahan pertumbuhan berhubungan dengan perubahan nutrisi dan berbagai proses biokimia
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C Long, 1996, 368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
(Pathway terlampir). 4. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90 2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89 3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59 4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
5. Gejala Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi Kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher. b. Manifestasi Dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kussmaul. d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal.
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop. g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler. 6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain. c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan. i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal 1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin Ureum :
Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
7. Penatalaksanaan
a. Tentukan dan tata laksananya.
b. Optimalisai dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien,furosemid dosis besar (2500-1000mg/hari) atau deuretik loop (bumetamid,asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan,sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat.pengawasan dilakukan melalui berat badan, urin dan pencatatan keseimbanan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml).
c. Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40g/hri) dan tinggi kalori menghilangkan anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala.hindari masukan berlebih dari kalium dan garam.
d. Kontrol hipertensi
Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil gagal jantung kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur sendiri tanpa tergantung tekanan darah. sering diperlukan diuretik loop,selain obat antihipertensi.
e. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat.untuk mencegah hiperkalemia dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mol/hari) deuretik hemat kalium, obat – obat yang berhubungan dengan ekresi kalium(misalnya,penghambat ACE dan obat antiinflamsinonosteroid) asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG. Gejala – gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15mol/liter biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki spontan dengan dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
f. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aliminium hidroksida (300-1800mg) atau kalsium karbonat (500 – 300 mg) pada setiap makan. Namun hati – hati pada toksititas obat tersebut.diberikan suplemen vitanin D dan dilakukan paratidektomi atas indikasi.
g. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih ketat. h. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat- obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal misalna digoksin aminoglikosid, analgesik opiat,amfoteresin, dan alopurinol.juga obat – obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah misalnya tetrasiklin, kortikosteroid, dan sitostatik. i. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis. j. Persiapkan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diteteksi. Lakukan dialisis biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif, atau terjadi komplikasi.
8. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan. h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEGAWATDARURATAN
1. Pengkajian
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
a. Demografi
CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa / zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
b. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD. c. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
d. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidakseimbangan antara output dan input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak sinkronnya antara tekanan darah dan suhu.
Pengkajian primer : a. Airway
Subjektif : pasien mengatakan ada batuk berdahak.
Objektif : pada oedema paru, terdapat batuk disertai sputum merah muda encer. b. Breathing
Subjektif : Pasien mengatakan ada rasa sesak
Objektif : nafas pendek , RR meningkat, oksihemoglobin menurun. c. Circulation
Subjektif : pasien mengeluhkan pusing, dan gatal - gatal
Objektif : kadar oksigen dalam darah menurun, dan ureum dalam darah meningkat.
Pengkajian sekunder : a. Breathing
Subjektif : pasien mengatakan terkadang ada rasa sesak.
Objektif : RR meningkat, terdapat pernafasan cuping hidung, oksihemoglobin menurun.
b. Blood
Subjektif : mengatakan gatal-gatal.
Objektif : terdapat oedema, kadar urea dalam darah meningkat. c. Brain
Subjektif : Pasien mengatakan merasa pusing dan lemah, cemas, letih dan lesu, gelisah, gangguan tidur.
d. Bladder
Subjektif : pasien mengatakan kencing sedikit / tidak.
Objektif : oligiri sampai anuria, terkadang warna urine pekat. e. Bowel
Subjektif : pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan muntah. Objektif : nafsu makan menurun, ada mual dan muntah.
f. Bone
Subjektif : klien mengeluh ada kelemahan.
Objektif : tampak ada kesulitan dalam beraktivitas.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru. b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi Na dan air.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan uremia dan pengeluaran cairan dan elektrolit berlebih.
d. Gangguan nurtisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam lambung.
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan anemia dan penurunan suplai oksigen ke otak.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :ECG
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008. Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi. Volume 2. Jakarta: EGC.
Suddarth,Brunner. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Edisi 8. Jakarta: ECG.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC