• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Komposisi Nutrien dan Kandungan Kalori Potongan Komersial Daging Sapi Air (%) Abu (%)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Komposisi Nutrien dan Kandungan Kalori Potongan Komersial Daging Sapi Air (%) Abu (%)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Daging

Daging merupakan otot hewan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan (Lawrie, 1995). Daging mengandung protein sebagai bahan kering penyusun daging, protein saling barikatan dan membentuk otot serta susunan jaringan ikat intramuskular (Lawrie, 1995). Selain protein, daging juga tersusun atas air, lemak, karbohidrat dan mineral (Aberle, et al., 2000).

Tabel 1. Komposisi Nutrien dan Kandungan Kalori Potongan Komersial Daging Sapi Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Kalori (per 100 g) Chuck 60,8 0,9 18,7 19,6 257 Club steak 49,1 0,7 15,5 34,8 280 Flank 71,7 1,0 21,6 5,7 144 Hamburger lean 68,3 1,0 20,7 10,0 179 Rib 47,2 0,6 14,8 37,4 401 Round 66,6 0,9 20,2 12,3 197 Rump 56,5 0,8 17,4 25,3 303

Sirloin – round bone 55,7 0,8 16,9 26,7 313

T-bone 47,5 0,7 14,7 37,1 397

Sumber : Schweigert (1986).

Kualitas Mikrobiologi Daging

Kualitas daging dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya adalah kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi. Kualitas mikrobiologi daging dilihat melalui jumlah mikroba yang ada pada daging, kualitas mikrobiologi daging cenderung memperhatikan jumlah mikroorganisme patogen yang ada pada daging. Hal ini berhubungan dengan aspek keamanan daging saat dikonsumsi oleh manusia. Daging mengandung nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk berkembangbiak. Mikroorganisme pada daging dapat berasal dari hewan sebelum disembelih dan dari kontaminasi lingkungan setelah hewan disembelih. Jumlah bakteri pencemar pada daging berkisar antara 102-104 CFU/cm2, tergantung pada faktor-faktor penanganan daging setelah hewan disembelih. Jika daging dibiarkan pada kondisi suhu yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme, maka jumlah

(2)

mikroorganisme daging akan bertambah hingga mencapai 107-108 CFU/cm2, pada keadaan tersebut daging akan terlihat berlendir, berbau busuk dan rusak atau tidak cocok untuk dijual (Buckle et al., 1987). Batas Maksimum cemaran mikroba pada daging dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging Menurut SNI 01-6366-2000

No Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum Cemaran Mikroba Daging Segar/beku Daging Tanpa

Tulang CFU/g

1 Angka Lempeng Total Bakteri (ALTB)

1 x 104 1 x 104

2 Escherichia coli* 5 x 101 1 x 101

3 Staphylococcus aureus 1 x 101 1 x 102

4 Clostridium sp. 0 0

5 Salmonella sp.** negatif negatif

6 Coliform 1 x 102 1 x 102

7 Enterococci 1 x 102 1 x 102

8 Campylobacter sp 0 0

9 Listeria sp. 0 0

Keterangan : (*) dalam satuan MPN/gram (**) dalam satuan kualitatif

Daging secara alami telah mengandung bakteri asam laktat. Bakteri tersebut dapat melakukan fermentasi dan menghasilkan asam laktat sehingga pH daging menjadi turun, namun jumlah dan kemampuannya berkompetisi dengan mikroba lain dalam daging masih kurang. Hal ini dapat mengakibatkan fermentasi daging menjadi lambat, sehingga daging akan rusak jika didiamkan begitu saja (Wilson, 1981).

Sosis Fermentasi

Sosis berasal dari bahasa latin, dari asal kata “salsus” yang berarti daging yang digarami. Sosis adalah bahan pangan yang berasal dari daging yang dipotong kecil-kecil atau dicincang yang digiling dan diberi bumbu kemudian dimasukkan ke dalam selongsong atau casing (Buckle et al., 1987). Menurut Xiong dan Mikel

(3)

(2001) sosis merupakan produk daging kominusi yang ditambahkan bumbu atau rempah untuk menciptakan cita rasa dan bentuk sifat yang diinginkan. Sosis berdasarkan kehalusan emulsi daging dibedakan menjadi dua yaitu sosis yang kasar dan sosis emulsi (Ace, 2005).

Sosis dapat diklasifikasikan berdasarkan pembuatan, ukuran partikel, komposisi dan penggunaan proses panas. Sistem klasifikasi sosis dalam USDA secara umum dibagi menjadi sosis segar, sosis asap, sosis matang, sosis fermentasi dan sosis kering (Lucke, 1985). Sedangkan menurut Aberle et al. (2001) sosis yang sudah dikenal pada dasarnya dikelompokkan menjadi lima kelas, yaitu sosis segar, sosis segar diasap, sosis masak tidak diasap, sosis kering dan sosis agak kering atau sosis fermentasi, sosis spesialis daging masak. Sosis fermentasi adalah produk yang terdiri atas campuran daging, lemak, garam bahan curing, bumbu dan kultur starter yang dimasukkan dalam casing kemudian diakukan proses pematangan dan pengeringan (Varnam dan Sutherland, 1995).

Pemasukan adonan sosis ke dalam selongsong (casing) memerlukan alat khusus untuk menjaga dan membentuk kestabilan produk sosis serta mengurangi terperangkapnya udara ke dalam selongsong sosis yang dapat mengakibatkan sosis menjadi kurang kompak (Kramlich, 1973).

Komposisi Sosis Fermentasi

Bahan utama pembuatan sosis fermentasi adalah daging dari jaringan otot rangka dan lemak beku (Toldra et al., 2001). Adonan yang digunakan dalam pembuatan sosis fermentasi mengandung 50-70 % daging (Varnam dan Sutherland, 1995).

Lemak merupakan komponen yang penting dalam pembuatan sosis fermentasi, jumlahnya dapat mencapai 50% setelah proses fermentasi selesai (Varnam dan Sutherland, 1995). Penambahan lemak berpengaruh terhadap palatabilitas produk sosis fermentasi, lemak akan mempengaruhi aroma dan flavor produk sosis fermentasi. Lemak yang digunakan dalam pembuatan sosis fermentasi adalah lemak yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang rendah. Kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi dalam produk sosis fermentasi akan mengakibatkan produk akan mudah teroksidasi, sehingga produk akan mengalami

(4)

ketengikan serta akan mengalami perubahan warna menjadi kusam akibat pelelehan lemak pada permukaan (Hui et al., 2001).

Pemberian garam dengan bumbu yang lain bertujuan untuk menambah cita rasa produk salami. Garam selain sebagai penambah cita rasa juga dapat berfungsi sebagai pengawet dan dapat mengekstrak protein larut garam sehingga tekstur produk yang dihasilkan menjadi lebih baik (Buckle et al., 1987). Penambahan garam sebanyak 2-3 % pada pembuatan sosis akan menghasilkan tekstur yang kompak dan dapat mengekstrak protein miofibril (Luckle, 1985). Garam akan berinteraksi dengan protein sehingga akan membetuk matriks yang kuat, sehingga mampu menahan air bebas dan akan membentuk tekstur produk (Kramlich, 1973). Penambahan garam pada awal penggilingan akan membantu mempermudah ekstraksi protein miofibril sehingga pembentukn gel akan terjadi dengan sempurna.

Salami

Salami adalah sosis fermentasi (dry sausage) yang mempunyai karakteristik khusus dalam melibatkan bakteri asam laktat dengan waktu fermentasi minimal selama 3 bulan, biasanya dikemas dengan diameter kemasan yang agak besar dan bentuk adonannya kasar, serta mempunyai flavor tertentu terutama bawang putih (Romans et al. 1985). Salami dikategorikan ke dalam sosis fermentasi, menurut

Bacus (1984) komposisi sosis fermentasi umumnya terdiri dari daging babi (70-90 %), lemak babi (10-30 %), nitrit/nitrat (50–150 ppm), garam (2-4 %), gula

(0,5-2 %), dan rempah-rempah (0,2 – 0,5).

Klasifikasi sosis fermentasi berdasarkan kadar airnya adalah terdiri dari sosis kering (dry sausage) dengan kadar air 35% dan sosis semi kering (semi dry sosis), yang mempunyai kadar air sekitar 50% (Kramlich, 1973). Contoh sosis kering yaitu salami, sedangkan contoh sosis semi kering yaitu Summer sausage, Teewurst, dan Frische Mettwurst (Lucke, 1985).

Pembuatan sosis fermentasi terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pemotongan dan penggilingan daging, pencampuran bumbu-bumbu starter kultur starter dan gula, penambahan nitrit, dan pengisian ke dalam selongsong dan proses pengasapan serta proses ripening. Penggilingan daging dan lemak harus dilakukan pada suhu rendah (-1oC sampai -2oC), sedangkan pengisian pada selongsong dilakukan pada suhu dibawah 5oC. Penambahan gula berfungsi sebagai substrat bagi bakteri asam laktat

(5)

dalam proses fermentasi dan berperan dalam pembentukan cita rasa dan tekstur salami (Bacus, 1984). Komposisi nutrisi salami dapat dilihat pada Tabel. 3.

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Salami

Dry Salami (per 28 gram)

Cooked Salami (per 28 gram)

Air (%) 30 51

Energi pangan (kal) 170 90

Protein 7 5

Lemak 11 7

Asam lemak

 Asam lemak jenuh (g)

 Oleat (g)  Linoleat (g) - - - - - -

Karbohidrat (g) Trace Trace

Kalsium (mg) 4 3 Besi (mg) 1,0 0,7 Vitamin A (IU) - - Thiamin (mg) 0,1 0,07 Ribiflavin (mg) 0,07 0,07 Niacin (mg) 1,5 1,2 Asam askorbat (mg) - -

Sumber : Romans dan Ziegler (1966).

Proses fermentasi pada pembuatan salami dapat dipercepat dengan penambahan kultur starter, glucono-delta-lactone, atau dengan penambahan asam asorbat atau eritrobat (Wilson, 1981). Penambahan bahan tersebut dapat mempercepat waktu fermentasi dibandingkan waktu yang biasa diperlukan untuk membuat salami secara alami. Pembuatan salami secara tradisional membutuhkan waktu selama 5-6 minggu (Gibis dan Fischer, 2004). Menurut Hui et al.(2001), bakteri asam laktat yang secara alami terkandung dalam daging adalah Lactobacillus sp., Lactococcus, Pediococcus sp. dan Leuconostoc. Varnam dan Sutherland (1995) menambahkan, bahwa bakteri asam laktat yang dominan ditemukan pada salami yang difermentasi secara tradisional adalah Lactobacillus. Bakteri Lactobacillus

(6)

pada salami tradisional antara lain L. brevis, L. curvatus, L. farciminis, L. plantarum dan L. sake.

Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat (BAL) adalah bekteri yang dapat memfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat. Bakteri ini termasuk kelompok bakeri gram positif, tidak membentuk spora, sel berbentuk batang atau bulat, baik tunggal, berpasangan atau berantai, kadang-kadang berbentuk tetrad. Bakteri yang termasuk bakteri asam laktat yaitu, Streptococcus, Pediococcus, Leucnostoc dan Lactobacillus (Banwart, 1983). Perkembangan terbaru klasifikasi bakteri asam laktat menurut Salminen dan Wright (1998), terdiri atas 16 genera yaitu Aerococcus, Aloiococcus, Dolosigranulum, Globicatella, Carbobacterium, Enterococcus, Lactococcus, Lactobacillus, Lactosphera, Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vogococcus dan Weissela.

Bakteri asam laktat juga merupakan mikroflora normal yang berada dalam daging. Bakteri asam laktat terdapat dalam daging juga dapat disebabkan kontaminasi pada saat pengolahan. Bakteri asam laktat dapat memecah gula menjadi asam laktat sehingga dapat menurunkan pH daging. Turunnya pH daging dapat membantu menekan pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk yang ada (Fardiaz, 1992).

Pengklasifikasian bakteri asam laktat didasarkan pada beberapa hal, yaitu morfologinya, fermentasi glukosa, perbedaan tumbuh pada suhu-suhu tertentu, konfigurasi produksi asam laktat, kemampuan untuk tumbuh pada konsentrasi garam tinggi, dan kemampuannya terhadap toleransi asam dan basa. Berdasarkan kemampuannya dalam megubah glukosa dan produk akhir yang dihasilkannya, bakteri asam laktat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu homofermantatif dan heterofermentatif. Bakteri asam laktat homofermentatif merupakan bakteri asam laktat yang memproduksi asam laktat sebagai produk utama dan satu-satunya dari hasil fermentasi glukosa atau gula sederhana lainnya. Bakteri asam laktat heterofermentatif merupakan bakteri asam laktat yang tidak hanya mampu mamproduksi asam laktat sebagai hasil dari fermantasinya, tetapi juga mampu menghasilkan CO2 dan alkohol/etanol (Fardiaz, 1992). Semua Pediococcus dan Streptococcus serta sebagian Lactobacillus termasuk homofermentatif Genera yang

(7)

termasuk ke dalam heterofermentatif aalah semua Leuconostoc dan sebagian Lactobacillus (Jay, 2000).

Bakteri asam laktat homofermentatif sering digunakan dalam pengawetan pangan karena produksi asam laktat dalam jumlah besar dan mampu menghambat bakteri penyebab kerusakan makanan dan bakteri patogen. Bakteri asam laktat heterofermentatif lebih dimanfaatkan dalam pembentukan flavor dan komponen aroma seperti asetaldehid dan diasetil, tetapi kedua bakteri asam laktat tersebut memiliki kemampuan menghasilkan asam-asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin yang merupakan zat antimikroba (Fardiaz, 1992).

Pengawetan bahan pangan menggunakan bakteri asam laktat telah banyak dilakukan, bakteri asam laktat digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri perusak dan patogen lainnya. Menurut Jenie dan Rini (1995) telah terbukti bahwa spesies dari Lactobacillus dapat menekan pertumbuhan baketri perusak dan bersifat antimikroba, hal itu disebabkan oleh hidrogen peroksida yang dihasilkan. Bakteri asam laktat juga dapat menghambat mikroba yang berada pada saluran pencernaan, dimana saluran pencernaan manusia sering sekali terinfeksi oleh bakteri seperti E. coli, Salmonella, Campylobacter, Clostridium, dan rotavirus (Fuller, 1989). Menurut Ouwehand (1998) bakteri asam laktat menghasilkan beberapa senyawa antimikroba berupa asam-asam organik berupa asetat, asam laktat dan karbondioksida. Selain itu dihasilkan juga hidrogen peroksida dan senyawa diasetil serta senyawa-senyawa reuterin dan 2-pirolidon-5asam karboksilat, sehingga efektif dalam menghambat bakteri.

Saat ini telah banyak digunakan kultur starter untuk produk-produk daging yang terdiri dari Pediococcus, Micrococcus dan Lactobacillus (Fardiaz, 1998). Kultur mikroorganisme ditambahkan ke dalam daging dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan produk dengan mutu, konsistensi dan masa simpan yang diharapkan, meningkatkan keamanan produk dan mempersingkat waktu fermentasi (Arief, 2000). Proses fermentasi pada daging diawali oleh genera Leuconostoc atau Streptococcus, kemudian dilanjutkan oleh Pediococcus dan Lactobacillus (Banwart, 1983).

Penggunaan kultur mikroorganisme sebagai starter dalam pembuatan produk daging fermentasi dapat menekan pertumbuhan mikroflora alami pada daging,

(8)

termasuk yang bersifat patogen. Penambahan bakteri asam laktat dalam jumlah yang banyak ternyata dapat mengontrol proses fermentasi sehingga mempercepat pembentukaan asam laktat guna menghambat pertumbuhan bakteri patogen, khususnya stapilokoki. Terhambatnya pertumbuhan stapilokoki akan dapat mencegah terbentuknya racun enterotoksin oleh bakteri tersebut (Fardiaz, 1998). Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik

Definisi probiotik digunakan pada pemberian pakan ternak yang disuplementasi mikroba pada tahun 1960 untuk membantu kesehatan hewan ternak khususnya dalam saluran pencernaannya. Menurut Fuller (1989) probiotik merupakan suplemen makanan yang berisi mikroba hidup yang sangat menguntungkan bagi inangnya, karena dapat meningkatkan keseimbangan mikroflora usus

Bakteri asam laktat dapat mempunyai sifat sebagai probiotik. Bakteri asam laktat dikatakan sebagai probiotik yang baik jika mempunyai sifat-sifat antara lain (1) merupakan flora normal yang non patogenis, (2) tahan terhadap asam dan garam empedu, (3) mudah untuk diproduksi, dan memiliki kemampuan tetap bertahan pada proses pengawetan dan penyimpan, (5) telah terbukti memiliki kemampuan memberi efek kesehatan, (5) mengkolonisasi bagian tertentu saluran pencernaan dimana kemampuan untuk menempel pada permukaan epitelium usus, (6) dapat memproduksi secara efisien asam-asam organik dan kemungkinan mempunyai sifat antimikroba spesifik terhadap bakteri yang membahayakan (Collins dan Gibson, 1999).

Probiotik mempunyai banyak kegunaan bagi kesehatan tubuh. Salah satu kegunaan probiotik adalah dapat menurunkan jumlah patogen dan bakteri yang membahayakan. Mekanisme penurunan jumlah patogen oleh probiotik adalah dengan cara (1) memproduksi komponen antibakteri, (2) berkompetisi untuk memperoleh nutrisi, (3) berkompetisi untuk memperoleh daerah kolonisasi (Fuller, 1989).

Probiotik sangat penting bagi tubuh karena menunjukan peranan fisiologis yang penting dalam menjaga keseimbangan mikroflora saluran pencernaan sehingga terbentuk suatu ekosistem yang unik, dimana terjadi interaksi yang kompleks yang bekerja secara sinergis dan antagoni tergantung dari strain yang terlibat, jumlah dan aktivitas metaboliknya (Collins dan Gibson, 1999). Bakteri asam laktat bersifat

(9)

sebagai probiotik pada pencernaan manusia merupakan mikroflora normal usus, yang terdiri dari Bifidobacteria dan Lactobacillus acidophilus (Gomes dan Malcata, 1999).

Seiring dengan perkembangan zaman, penelitian tentang bakteri asam laktat sebagai kandidat probiotik telah bangak dilakukan, di bidang kesehatan probiotik banyak diteliti berkaitan dengan kemapuannya menaggulangi gangguan pencernaan. Beberapa gangguan pencernaan dapat berupa inflamasi pada saluran pencernaan, selain itu juga sebagai antimikroba yang menghambat bakteri patogen sehingga dapat mencegah terjadinya diare dan infeksi usus (Gill dan Guarner, 2004). Bakteri asam laktat juga dapat bersifat sebagai imunomodulator untuk meningkatkan daya tahan tubuh (Erickson, 2000). Roos dan Katan (2000) menjelaskan, bahwa probiotik dapat berfungsi sebagai antihipertensi atau bersifat untuk menurunkan tekanan darah serta sebagai antimutagenik sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya tumor dan kanker kolon. Agar ketersediaan probiotik dalam tubuh dapat memberikan efek positif, maka makanan penyedia probiotik yang dikonsumsi diharapkan mengandung jumlah sel hidup yang besar (107-109 CFU/ml), dan dengan konsumsi total produk probiotik tersebut sekitar 300-400 g per minggu (Tannock, 1999).

Genera Bifidobacteria dan Lactobacillus merupakan konsumsi probiotik yang utama bagi manusia, probiotik kebanyakan dikonsumsi dalam bentuk makanan berbasis susu (Yamamoto et al., 1999). Menurut Bernet et al. (1993) bakteri asam laktat dari genus Bifidobacteria dan Lactobacillus telah terbukti memilki efek probiotik pada manusia. Keberadaan Lactobacillus dalam saluran pencernaan dapat menjaga keseimbangan ekosistem mikroba dalam usus. Bakteri ini juga menunjukkan aktivitas penghambambatan terhadap pertumbuhan bakteri patogen seperti Listeria monocytogenes, E. coli dan Salmonella. Penghambatan ini disebabkan oleh produksi komponen penghambat seperti asam organik, hidrogen peroksida bakteriosin atau kompetisi dalam penempelan pada sel epitel usus (Jacobsen et al., 1999) .

Makanan yang mengandung mikroba probiotik telah dipasarkan di Jepang sejak tahun 1920-an. Produk probiotik pertama menggunakan bakteri L. acidophilus dan L. casei sebagai komponen dalam produk susu fermentasi. Dalam perkembangannya, jumlah spesies mikroba yang terlibat dalam produk probiotik meningkat pesat (Hui, 1993).

(10)

Aktivitas Antimikroba Probiotik

Bernett et al. (1993) menyatakan tentang penurunan jumlah bakteri patogen dalam usus yang disebabkan oleh adanya probiotik dalam tubuh, menurut Bernett hal tersebut disebabkan karena dua hal, yaitu (1) sel bakteri asam laktat mengganti penempelan bakteri patogen dalam usus dan (2) komponen antimikroba yang dimiliki bakteri asam laktat dapat menghambat bakteri patogen.

Sifat antimikroba merupakan suatu sifat antagonistik suatu senyawa kimia untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan. Frazier dan Westhoff (1988) menyatakan, bahwa efektifitas antimikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (1) jumlah, jenis, umur dan latar belakang kehidupan mikroba, (2) konsentrasi zat antimikroba, (3) suhu dan waktu kontak, (4) sifat-sifat fisika-kimia substrat (pH, kadar air, tegangan permukaan, jenis dan jumlah zat yang terlarut, dan senyawa lainnya).

Senyawa antimikroba dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba. Mekanisme merusak dinding sel dengan menghambat proses pembentukannya atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk, dan perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga terjadi kebocoran zat nutrisi dari dalam sel. Dengan rusaknya membran sitoplasma akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan atau matinya sel (Pelczar et al., 1993).

Ouwehand (1998) mengemukakan, bahwa komponan antimikroba dari bakteri asam laktat antara lain adalah asam organik, hidrogen peroksida, karbondioksida, diasetil, reuterin dan bakteriosin. Asam organik yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat mengakibatkan akumulasi asam dalam produk akhir yang menyebabkan pH menjadi turun, turunnya pH dapat berakibat pada penghambatan yang luas terhadap bakteri baik Gram positif maupun negatif. Nilai pH yang rendah, konstanta disosiasi dan konsentrasi asam menentukan aktivitas penghambtan dari asam yang dihasilkan. Asam-asam lipofilik seperti asam laktat dan asetat dalam bentuk tidak terdisosiasi dapat menembus sel mikroba dan pada pH intraseluler yang lebih tinggi, berdisosiasi menghasilkan ion-ion hidrogen dan mengganggu fungsi metabolik essensial seperti translokasi substrat dan fosforilasi oksidatif, dengan demikian mereduksi pH intraseluler.

(11)

Hidrogen peroksida yang diproduksi oleh bakteri asam laktat dapat merusak susunan membran lipid mikroba dan akan meningkatkan permeabilitas membran, kemudian akan merusak susunan asam nukleat dan protein sel. Bakteri asam laktat mampu memproduksi hidrogen peroksida melalui transport aktif dengan bantuan enzim flavin (Naidu dan Clemens, 2000).

Bakteri asam laktat heterofermentatif dapat menghasilkan karbondioksida sebagai hasil dari fermentasi gula sederhana (Fardiaz, 1992). Karbondioksida memiliki efek antimikroba dengan cara menciptakan kondisi lingkungan yang anaerobik dengan mengganti posisi oksigen, menurunkan nilai pH dan merusak sel. Karbondioksida memiliki efek penghambatan mikroba dengan spektrum yang luas (Banwart, 1983).

Senyawa antimikroba lain ang dihasilkan oleh bakteri asam laktat adalah bakteriosin. Bakteriosin merupakan produk metabolit sekunder dari bakteri asam laktat, bakteriosin mempunyai cara kerja yang sama seperti antibiotik, yaitu mampu menghambat pertumbuhan beberapa bakteri tertentu. Bakteriosin tersusun atas senyawa protein. Biosintesis bakteriosin sama seperti biosintesis protein secara umum, yaitu melalui tahap transkripsi dan translasi (Salminen dan Wright, 1998). Bakteriosin dalam melakuan aktivitas antimikrobanya akan menyerang sitoplasma.

Bakteri Patogen

Jenis bakteri yang mengkontaminasi makanan terbagi menjadi dua jenis yaitu bakteri yang menyebabkan makanan jadi rusak atau disebut bakteri perusak dan bakteri yang menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia atau disebut bakteri

pathogen. Penularan bakteri terhadap manusia melalui dua cara, yaitu : (1) intoksikasi, penyakit yang disebabkan mengkonsumsi makanan yang

mengandung toksin yang dihasilkan oleh bakteri, dan (2) infeksi, penyakit yang disebabkan oleh masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan adanya reaksi dari tubuh terhadap keberadaan atau metabolit-metabolit yang dihasilkan bakteri selama tumbuh di dalam tubuh.

Keberadaan mikroorganisme pada daging tak pernah terlepas dari bakteri patogen. Bakteri patogen yang ada pada daging sebagian besar berasal dari kontaminasi silang dengan lingkungan yang kurang terjaga sanitasinya. Sumber kontaminasi daging berasal dari air, udara, tanah, kotoran, pakan, kulit, saluran

(12)

pencernaan, alat-alat yang digunakan pada setiap proses dan manusia (Sheridan, 2004). Bakteri pathogen yang paling banyak terdapat pada daging diantaranya adalah Slamonella, S. aureus, verotoxigenic E. coli, C. perfringens, Campylobacter jejuni/coli, L. monocytogenes, Y. enterocolitica, dan A. hydrophyla (Koutsoumanis dan Sofos, 2004).

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri penyebab keracunan makanan dan salah satu spesies bakteri yang menghasilkan enterotoksin. Sejumlah spesies Staphylococcus dapat memproduksi toksin, namun hanya satu spesies yang dikait-kaitkan dengan food-borne disease. S. aureus adalah bakteri Gram positif berbentuk bulat, katalase positif, ukuran diameter 0,5–1,5 µm, bebrentuk seperti anggur (Hudson, 2004). S. aureus dapat memproduksi pigmen berwarna kuning keemasan. Bakteri ini bersifat anaerob fakultatif, dengan bentuk tunggal, berpasangan, rantai pendek, atau bergerombol seperti anggur, non-motil, tidak membentuk spora (Fradiaz, 1992).

Suhu optimum pertumbuhan S. aureus adalah 37oC dengan kisaran 6-48 oC. Dapat tumbuh pada suhu 10oC (rata-rata 1 log10 CFU/g) pada daging babi dan kalkun. S. aureus mempunyai pH optimum pertumbuhan 7,0-7,5 dengan kisaran 4,2-9,3, dan masih dapat tumbuh pada pH rendah ketika terdapat asam organik pada medium pertumbuhannya. Mampu tumbuh pada aw yang rendah yaitu pada kondisi aw di bawah 0,85 dan dapat tumbuh dengan baik pada kadar garam 7-10 % (Hudson, 2004). Bakteri ini mempunyai waktu generasi 27-30 menit (Fardiaz, 1992).

Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram-negatif yang berbentuk batang, termasuk dalam family Enterobactericeae. Bakteri ini tidak mempunyai kapsul, bersifat non motil atau motil dengan flagella peritrikat, berukuran lebar 1-1,5 µm dan panjang 2-6 µm, bersifat fakultatif anaerob, tunggal atau berpasangan, mempunyai suhu optimum pertumbuhan 37oC (Fardiaz, 1992). Dapat tumbuh pada rentang suhu 15-45 oC. Nilai aw optimum adalah 0,96. bakteri ini sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi atau selama pemasakan makanan.

(13)

E. coli merupakan flora normal saluran pencernaan sehingga bakteri ini sering dijadikan sebagai indikasi kontaminasi oleh kotoran. E. coli merupakan bakteri patogen penyebab gangguan saluran pencernaan, hemorrhagic colitis dan diare (Clavero dan Beuchat, 1996). Dosis yang dapat menimbulkan gejala infeksi Escherichia coli pada makanan berkisar antara 108-109 sel.

Gambar

Tabel 1.  Komposisi Nutrien dan Kandungan Kalori Potongan Komersial             Daging Sapi  Air  (%)  Abu (%)  Protein (%)  Lemak (%)  Kalori  (per 100 g)  Chuck  60,8  0,9  18,7  19,6  257  Club steak  49,1  0,7  15,5  34,8  280  Flank  71,7  1,0  21,6
Tabel 3.  Kandungan Nutrisi Salami

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan yang disajikan belum cukup kompleks dalam mengambangan institusi khusus dalam nol sampah sehingga perlu evaluasi secara berkelanjutan agar terciptanya

kontaminasi aerosol inasi aerosol dari hasil amplifikasi spesimen lain dari hasil amplifikasi spesimen lain yang dapat menyeba yang dapat menyebabkan hasil positif

Jenis Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain crossectional dengan menggunakan data sekunder untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu dengan Sectio

 Ketosis adalah kondisi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan metabolik.Dalam istilah ilmiah itu didefinisikan sebagai akumulasi berlebihan dari badan keton dalam jaringan tubuh

Apabila dilihat dari bahasa dan penggunaan kata sandang (artikula), kedua prasasti tersebut menggunakan Bahasa Melayu dan terdapat juga dua kata yang merupakan Bahasa

Perbanyakan tunas dan bulblet bawang merah in vitro cv Sumenep berhasil dilakukan Hidayat (1997). Eksplan disiapkan seperti metoda yang dilakukan Mohamed-Yasseen

Keempat kelas tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen (B2 dan B3) dan kelompok kontrol (B1 dan B6). Kelompok eksperimen merupakan kelas yang menggunakan

Secara empiris studi ini menunjukkan bahwa internal branding yang meliputi brand orientataion, brand knowledge dan brand involvement berhubungan terhadap brand komitment,