• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, KHUSUSNYA PENGHARMONISASIAN RUU DI DPR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBIJAKAN PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, KHUSUSNYA PENGHARMONISASIAN RUU DI DPR"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, KHUSUSNYA PENGHARMONISASIAN RUU DI DPR

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 20111

Oleh: Mayjen (Purn.) Ignatius Mulyono2

I. PENDAHULUAN

Pengharmonisasian suatu Rancangan Undang-Undang dilakukan sebagai upaya untuk menyelaraskan, menyesuaikan, memantapkan, dan membulatkan konsepsi suatu RUU yang secara prinsipil didasarkan pada pertimbangan bahwa:

a. Peraturan perundang-undangan adalah bagian integral dari sistem hukum;

b. Peraturan perundang-undangan dapat diuji, baik secara materiil maupun formil; dan

c. Pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan secara taat asas demi

kepastian hukum.

Dalam konteks pembentukan undang-undang, pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi, RUU dilakukan sebagai upaya untuk menyelaraskan, menyesuaikan, memantapkan, dan membulatkan konsepsi suatu rancangan peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan lain, baik yang lebih yang lebih tinggi (secara vertikal) maupun sederajat (secara horizontal), bahkan dengan peraturan yang lebih rendah dan hal-hal lain selain peraturan perundang-undangan (misalnya dengan asas-asas, nilai-nilai dan hukum

1 Makalah disampaikan dalam acara Forum Koordinasi Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan dengan tema Peningkatan Sinergitas Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi Dalam Rangka Mewujudkan Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Cepar dan Berkualitas” di Hotel Mirah Jakarta, pada tanggal 04 Nopember 2011, diselenggarakan oleh Kementrian Hukum & HAM RI.

(2)

kebiasaan yang tidak tertulis yang hidup dan berkembang dalam masyarakat). Dengan demikian, diharapkan peraturan perundang-undangan tersebut tersusun secara sistematis,

tidak saling bertentangan (inkonsistensi) ataupun tumpang tindih (overlapping), serta integral

dalam satu kesatuan sistem peraturan undangan. Sehingga, peraturan perundang-undangan tersebut dalam tataran praktik di masyarakat dapat diimplementasikan/dilaksanakan dengan baik.

II. KEBIJAKAN PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011

Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, sebenarnya bukanlah merupakan suatu konsep baru, melainkan sudah berjalan atau dilaksanakan cukup lama oleh pembuat kebijakan (penyusun peraturan

perundang-undangan/law maker), yaitu telah ada sebelum dilakukannya

perubahan/amandemen terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut “UUD 1945”).

Kebijakan mengenai harmonisasi peraturan perundang-undangan sebenarnya telah diatur sejak dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 15 Tahun 1970 tentang Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, namun pengaturannya tidak secara tegas dan rinci. Pengaturan lebih tegas terkait harmonisasi kemudian diatur berdasarkan Kepres Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara

(3)

Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, yang merupan pengganti Inpres Nomor 15/1970 tersebut.

Kebijakan pengharmonisasian berdasarkan Kepres Nomor 188 Tahun 1998 kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan amanat dari Pasal 22A UUD 19453.

Oleh karena Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dalam tataran praktik empririkal masih banyak mengandung kelemahan, maka DPR bersama Pemerintah telah berhasil menyusun kembali dan melakukan penyempurnaan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.

Pengaturan terkait pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan lebih lengkap pengaturannya dibandingkan kebijakan-kebijakan sebelumnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengatur pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU, baik yang berasal dari Pemerintah maupun yang berasal dari DPR. Selain itu diatur pula pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi semua rancangan peraturan perundang-undangan, dari RUU, RPP, Perpres, sampai dengan Raperda, baik Raperda Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Adapun pengaturan secara terperinci pengharmonisasian, pembulatan dan pemantaplan konsepsi peraturan

3

Pasal 22A UUD 1945 mengatur bahwa Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.

(4)

undangan, khususnya Rancangan Undang-Undang berdasarkan UU No. 12 Tahun 2001 adalah sebagai berikut:

A.Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi RUU

1. RUU yang berasal dari DPR:

Sebagaimana diatur dalam Pasal 46 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 bahwa pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.

Dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tata Tertib DPR RI (selanjutnya disebut dengan “TATIB DPR”), Pasal 60 menegaskan bahwa salah satu tugas Badan Legislasi DPR RI adalah melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pematapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan DPR.

Sedangkan tata cara dan mekanisme pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU yang berasal dari DPR diatur dalam Bagian Keempat (Pasal 115 s/d Pasal 119) Bab VI TATIB DPR. Mengenai tata cara dan mekanisme pengharmonisasian RUU yang berasal dari DPR selanjutnya akan diuraikan tersendiri dalam sub bagian III tentang Tata Cara dan Mekanisme Pengharmonisasian RUU Yang Berasal Dari DPR.

2. RUU yang berasal dari Pemerintah:

Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Hal ini diatur dalam Pasal 47 ayat (3) UU Nomor 12 Tahun 2011.

Mengenai mekanisme pengharmonisasian RUU yang berasal dari Pemerintah, pemakalah tidak akan menguraikan lebih jauh, karena merupakan kewenangan dari

(5)

Kementerian Hukum dan Ham, yang diberikan tugas berdasarkan undag-undang untuk melakukan penghamonisasian terhadap RUU yang berasal dari Pemerintah.

3. RUU yang berasal dari DPD:

Berdasarkan Pasal 48 ayat (2) UU 12 Tahun 2011 bahwa Usul Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi (Badan Legislasi) untuk dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang.

Badan Legislasi dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang dapat mengundang pimpinan alat kelengkapan DPD yang mempunyai tugas di bidang perancangan Undang-Undang untuk membahas usul Rancangan Undang-Undang. Kemudian Badan Legislasi menyampaikan laporan tertulis mengenai hasil pengharmonisasian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pimpinan DPR untuk selanjutnya diumumkan dalam rapat paripurna.

III. MEKANISME PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN DAN PEMANTAPAN KONSEPSI RUU YANG BERASAL DARI DPR RI

Dasar hukum pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU yang berasal dari DPR mengacu pada Pasal 46 ayat (2) dan Pasal 48 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Jo. Pasal 102 ayat (1) huruf d UU No. 27 Tahun

(6)

2009 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) Jo. Pasal 60, Pasal 115 s/d Pasal 119 TATIB DPR RI.

Secara legal-normatif, Kewenangan Badan Legislasi DPR RI dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU telah diatur dalam Pasal 60 TATIB DPR, kemudian diangkat/diinternalisasikan ke dalam Pasal 102 Undang-Undang No. 27

Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3)4. Dengan demikian, UU No. 27 Tahun

2009 menjadi undang-undang pertama yang mengatur secara eksplisit terkait kewenangan untuk melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU yang berasal

dari DPR maupun DPD.5

Adapun mekanisme pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan Konsepsi RUU yang berasal dari DPR adalah sebagai berikut:

1. Pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU meliputi aspek Teknis,

Substansi dan Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.6

2. Anggota, Komisi, Gabungan Komisi atau DPD menyerahkan draft RUU kepada Badan

Legislasi untuk dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU;

3. Rapat pleno Baleg menjadwalkan presentasi keterangan pengusul RUU;

4. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU dilakukan dalam jangka

waktu paling lama 10 (sepuluh) hari masa sidang sejak RUU diterima Badan Legislasi7;

4 Pasal 102 ayat (1) huruf d UU MD3 “ Badan Legislasi bertugas: (d) melakukan pengharmonisasian, pembulatan,

dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR”

5Ibid. 6

Pasal 115 TATIB DPR RI. 7 Pasal 116 TATIB DPR RI

(7)

5. RUU dinyatakan diterima Badan Leislasi terhitung sejak RUU diajukan secara resmi oleh pengusul dalam Rapat Pleno Badan Legislasi;

6. Dalam hal RUU yang diharmonisasi disampaikan pada akhir masa sidang kurang dari 10

(sepuluh) hari, sisa hari dilanjutkan pada masa sidang berikutnya.8

7. Dalam hal RUU disampaikan pada masa reses, 10 (sepulu) hari dihitung sejak pembukaan

masa sidang berikutnya.9

8. Untuk melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU, Badan

Legislasi dapat membentuk Panitia Kerja (Panja).10

9. Dalam hal Badan Legislasi menemukan permasalahan yang berkaitan dengan teknis,

substansi, dan/atau asas-asas peraturan perundang-undangan, Baleg membahas

permasalahan tersebut dengan mengundang pengusul.11

10. Dalam hal RUU diusulkan oleh Komisi atau Gabungan Komisi, pengusul diwakili oleh unsur

pimpinan dan/atau anggota.

11. Dalam hal RUU diusulkan oleh Anggota, pengusul diwakili oleh paling banyak 4 (empat)

orang12;

12. Apabila dalam pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU

memerlukan perumusan ulang, perumusan dilakukan oleh Badan Legislasi bersama dengan unsur pengusul dalam panitia kerja gabungan, yang penyelesaiannya dilakukan dalam

jangka waktu 2 (dua) kali dalam masa sidang13;

8 Pasal 116 TATIB DPR RI.

9 Ibid.

10 Pasal 117 TATIB DPR RI. 11 Ibid

12

Pasal 117 ayat (4) TATIB DPR RI. 13 Pasal 118 TATIB DPR RI.

(8)

13. Penentuan mengenai perumusan ulang sebagaimana dimaksud di atas, ditetapkan dalam

Rapat Baleg.14

14. Unsur dari Pengusul dalam merumuskan ulang RUU sebagaimana tersebut di atas,

berjumlah maksimal 4 (empat) orang;15

15. Rapat Baleg mengambil keputusan terhadap hasil perumusan ulang RUU.

16. Pada setiap lembar naskah RUU dibubuhkan paraf pimpinan Badan Legislasi dan satu orang

yang mewakili pengusul.

17. RUU yang telah dilakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi,

diajukan oleh pengusul kepada pimpinan DPR dengan dilengkapi keterangan pengusul

dan/atau naskah akademik untuk selanjutnya disampaikan dalam rapat paripurna;16

18. RUU yang diajukan oleh Badan Legislasi dianggap telah dilakukan pengharmonisasian,

pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU.

Terkait dengan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU yang berasal dari DPD berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Jo. Pasal 120 ayat (2) dilakukan oleh Badan Legislasi. Badan Legislasi dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU dapat mengundang pimpinan alat klengkapan DPD yang mempunyai tugas di bidang peraturan perundang-undangan, untuk membahas usul RUU. Kemudian, Baleg menyampaikan laporan mengenai hasil pengharmonisasian kepada pimpinan DPR untuk selanjutnya diumumkan dalam rapat paripurna.

14 Ibid.

15 Ibid.

(9)

Peran Tim Pendukung dan sekretariat Badan Legislasi dalam kaitan dengan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapak konsepsi RUU adalah sebagai berikut:

1. Dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU, badan

Legisasi dibantu oleh tim pendukung dan sekretariat Badan Legislasi dalam menyiapkan kajian hukum dan segala data atau informasi yang dibutuhkan terhadap RUU;

2. Hasil kajian hukum tim pendukung Badan Legislasi dilaporkan dalam rapat pleno Badan

Legislasi untuk mendapat tanggapan, saran dan/atau keputusan, sekaligus penyempurnaan.

3. Hasil kajian tersebut kemudian dibahas dalam Rapat Panja Pengharmonisasian,

Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi RUU;

Dalam melakukan kajian pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU aspek yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. Aspek Dasar Hukum (Yuridis-Konstitusional dan Yuridis-Normatif), yaitu:

- Dasar konstitusionalitas pembentukan RUU yang akan diharmonisasi;

- Tap MPR yang mendelegasikan atau berkaitan langsung dengan RUU dimaksud (apabila ada);

- Undang-Undang yang berlaku yang mengatribusikan/memerintahkan atau yang memiliki korelasi positif dengan RUU yang diharmonisasi.

b. Aspek Yuridis-Formil

Secara formil RUU yang diharmonisasi harus sesuai dengan ketentuan Pasal 20 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur

(10)

dalam Pasal 99 ayat (2) dan Pasal 109 ayat (1) Tata Tertib DPR RI terkait dengan hak inisiatif Dewan dalam pengajuan suatu RUU.

Selain itu, RUU yang akan diharmomisasi sudah masuk dalam list atau daftar Prolegnas Prioritas Tahun berjalan, dan ketika diajukan untuk diharmonisasi sudah dilengkapi dengan draft RUU dan Naskah Akademik, hal ini sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 Jo UU No. 27 Tahun 2009 dan Pasal 99 ayat (6) TATIB DPR.

c. Aspek Yuridis-Materiil

Secara materil, kajian pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU secara garis besar dibagi ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu:

a. hal-hal yang bersifat teknis (aspek teknis legal drafting berdasarkan Undang-Undang No.

12 Tahun 2011 dan asas-asas teknik pembentukan peraturan perundang-undangan, redaksional dan sistematika/struktur); dan

b. hal-hal yang bersifat substantif (hal ini berkaitan dengan harmonisasi substansi RUU

dengan UUD 1945, Peraturan Perundang-Undangan yang terkait, dan harmoinisasi antar pasal atau bagian atau materi muatan dalam RUU, serta untuk dilakukan pembulatan dan pemantapan konsepsi).

Meskipun secara yuridis, pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3, dan Tata Tertib DPR RI, namun pada kenyataannya dalam pelaksanaan pengharmonisasian masih sering ditemukan berbagai permasalahan. Fakta ini tentunya tidak dapat dipungkiri oleh Badan

(11)

Legislasi, khususnya, mapun DPR RI pada umumnya, dan justru masalah tersebut menjadi bahan masukan dan koreksi yang konstruktif bagi Badan Legislasi untuk terus-menerus memperbaiki diri agar RUU yang dihasilkan dan disahkan menjadi undang-undang yang benar-benar bermanfaat bagi kepentingan publik dan memiliki kualitas yang semakin baik. Masalah yang sering dihadapi Baleg, yaitu antara lain:

1. Kurangnya koordinasi antara Badan Legislasi dengan pengusul yang mengajukan RUU,

dimana seringkali pengusul baru mengajukan RUU yang akan diharmonisasi pada saat-saat terakhir sebelum Rapat Panja dilaksanakan, atau draft RUU yang telah diajukan ke Badan Legislasi mengalami perubahan pasal-pasal, bagian maupun materi muatan yang dilakukan oleh Pengusul dan baru diajukan oleh pengusul ke Badan Legislasi pada saat Rapat Panja dilaksanakan. Hal ini tentunya sangat berimplikasi terhadap pendapat atau opini yang diberikan dalam pelaksanaan Panja, dimana anggota Panja maupun tim pendukung (tim ahli dan sekretariat) kurang mendalami materi secara komprehensif.

2. Adanya disparitas atau diferensiasi pemahaman antara Pengusul dengan Badan Legislasi,

ketika pembahasan dalam rapat panja menyentuh pada aspek substansi. Seringkali pengusul RUU berpendapat bahwa tugas Badan Legsilasi dalam pengharmonisasian RUU hanyalah yang berkaitan dengan aspek teknis legal drafting (pembentukan peraturan undangan), sedangkan Badan Legislasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mempunyai tugas selain untuk mengharmomisasi secara teknis legal drafting berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011, juga melakukan harmonisasi, pembulatan dan pemantapan konsepsi dari aspek substansi sepanjang RUU yang diharmonisasi dipandang/dianggap Baleg belum harmonis atau terdapat ketidaksinkronan

(12)

dengan substansi yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik secara yuridis konstitusional maupun yuridis formal dan yuridis materiil.

3. Ketika Badan Legislasi melakukan harmonisasi suatu RUU dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, sering ditemukan masalah berupa adanya

pertentangan/disharmonisasi antara suatu Undang-Undang dengan Undang-Undang lainnya. Contohnya saja, susbtansi terkait pengaturan usia dewasa, ternyata dalam berbagai undang-undang yang ada pun berbeda-berbeda, yaitu usia dewasa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbeda dengan usia dewasa berdasarkan KUHP maupun dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, dan berbeda pula dengan usia dewasa yang diterapkan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Ini sebagai salah satu contoh bahwa pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi merupakan suatu pekerjaan yang cukup kompleks dan memerlukan pemahaman dan referensi yang cukup komprehensif.

4. Selain itu, supporting system dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan

pemantapan konsepsi yang ada di DPR saat ini memang sudah lebih baik, namun masih jauh memadai apabila dibandingkan dengan beban dan tugas Badan Legislasi DPR RI. Untuk

itu, sistem dukungan/supporting system juga perlu ditingkatkan.

Berdasarkan pengalaman empirikal tersebut, terkait pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU yang dilakukan oleh Badan Legislasi, Badan Legislasi berusaha mengindentifikasikan berbagai persoalan yang ada, untuk kemudian dicarikan solusinya agar pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU menjadi benar-benar efektif, berkualitas dan bermanfaat bagi kepentingan publik.

(13)

IV. PENUTUP

Pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi sangat penting untuk dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan, dengan tujuan untuk menyelaraskan, menyesuaikan, memantapkan dan membulatkan konsepsi rancangan peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-perundang-undangan lain yang berlaku, baik secara vertikal maupun horizontal, sehingga tersusun secara sistematis, tidak bertentangan atau overlapping.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, pengaturan mengenai pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi menjadi lebih tegas dan terperinci, karena mengatur pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi, baik yang berasal dari Pemerintah maupun DPR. UU Nomor 12 Tahun 2011 juga mengatur pengharmonisasian rancangan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (RPP, Rancangan Peraturan Presiden, dan Raperda).

Badan Legislasi DPR RI, secara yuridis-normatif, memiliki salah tugas yaitu melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU, baik yang berasal dari DPR maupun yang berasal dari DPD. Atas tugas tersebut, Badan Legislasi berusaha melakukan peningkatan dan perbaikan secara terus-menerus dalam melakukan pengharmonsasian, baik dari segi mekanisme maupun peningkatan kapasitas/kompetensi, agar RUU yang diharmonisasi benar-benar efektif, berkualitas dan bermanfaat bagi kepentingan publik

(14)

Lampiran 1: Daftar RUU Inisiatif DPR Yang Telah dilakukan Harmonisasi di Badan Legislasi

Tahun 2010 dan Tahun 2011 Tahun 2010

No. RUU PENGUSUL Keterangan

1. RUU tentang Cagar Budaya Komisi X Sekarang telah diundangkan melalui UU

Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya

2. RUU tentang Gerakan Pramuka Komisi X Sekarang telah diundangkan melalui UU

Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka

3. RUU tentang Holtikultura Komisi IV Sekarang telah diundangkan melalui UU

Nomor 13 Tahun 2010 tentang Holtikultura

4. RUU tentang Perumahan dan

Permukiman Komisi V

Sekarang telah diundangkan melalui UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman

5. RUU tentang Rumah Susun Komisi V Saat ini telah disetujui/disahkan oleh DPR

dan Pemerintah dalam Rapat Paripurna tanggal 18 Oktober 2011.

6. RUU tentang Pengelolaan zakat Komisi VIII Saat ini telah disetujui/disahkan oleh DPR

dan Pemerintah dalam Rapat Paripurna tanggal 27 Oktober 2011.

7. RUU tentang Lembaga

Keuangan Mikro Komisi VI

Saat ini masih dalam pembahasan tingkat II antara Pemerintah dengan DPR.

8. RUU tentang Perdagangan

Berjangka Komoditi Komisi VI

Sekarang telah diundangkan melalui UU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdangan Berjangka Komoditi.

9. RUU tentang BPJS Komisi IX Saat ini telah disetujui/disahkan oleh DPR

dan Pemerintah dalam Rapat Paripurna tanggal 28 Oktober 2011.

10. RUU tentang Penyelenggara

Pemilu Komisi II

Saat ini telah disetujui/disahkan oleh DPR dan Pemerintah dalam Rapat Paripurna tanggal 20 September 2011.

11. RUU tentang Fakir Miskin Komisi VIII Sekarang telah diundangkan

melalui UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang Fakir Miskin

12. RUU tentang Resi Gudang Komisi VI Sekarang telah diundangkan

melalui UU Nomor 9 Tahun 2011 tentang Resi Gudang

13. RUU tentang Intelijen Komisi I Saat ini telah disetujui/disahkan oleh DPR

dan Pemerintah dalam Rapat Paripurna tanggal 11 Oktober 2011.

(15)

Tahun 2011

No. RUU PENGUSUL KETERANGAN

1. RUU tentang Aparatur Sipil

Negara Komisi II

Telah diharmonisasi oleh Badan Legislasi pada bulan Juli 2011, perkembangan saat ini sedang menunggu Surpres untuk dilakukan pembahasan

2. RUU tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Pembalakan

Liar

Komisi IV Saat ini sedang dalam proses

pembahasan tingkat I antara

Pemerintah dengan DPR

3. RUU tentang perlindungan dan

Pemberdayaan Petani Komisi IV

Baru selesai diharmonisasi di Badan Legislasi pada tanggal 18 Oktober 2011

4. RUU tentang Pangan Komisi IV Baru selesai diharmonisasi di Badan

Legislasi pada tanggal 21 Oktober 2011

5. RUU tentang Jaminan Produk

Halal Komisi VIII

Telah selesai diharmonisasi Badan Legislasi pada Bulan September 2011

6. RUU tentang Pendidikan

Kedokteran Komisi X

Saat ini sedang dalam proses

pembahasan tingkat I antara

Pemerintah dengan DPR

7. RUU tentang Pendidikan Tinggi Komisi X Saat ini sedang dalam proses

pembahasan tingkat I antara

Pemerintah dengan DPR

8. RUU tentang Pengembangan

dan Pemanfaatan Industri

Pertahanan

Komisi I Baru selesai diharmonisasi di pleno

Badan Legislasi pada tanggal 24 Oktober 2011

Referensi

Dokumen terkait

penurunan pH menjadi asam yang ditandai dengan terjadi perubahan warna dari merah menjadi kuning pada seluruh bagian media dan menghasilkan gas yang ditandai dengan.

Untuk menangani perasaan tersebut, buku sebegini amat berguna dalam membantu mereka kerana ia ditulis oleh pesakit yang pernah mengidap dan menghadapi penyakit kanser dan

Tata cara e-Purchasing diatur pada angka 5 Surat Edaran Kepala LKPP nomor 5 Tahun 2015 yang tahapannya mulai dari penyampaian permintaan secara tertulis dari PPK yang mengacu

Dalam hal ini penulis akan menyampaikan sedikit tentang isi dari skripsi yang berjudul “Penolakan KH.Hasyim Asy’ari terhadap praktek para muryid tarekat tentang

Lapisan pasivasi pada permukaan logam adalah suatu lapisan oksida tipis yang terbentuk pada bermacam-macam tingkat derajat (tergantung pada besar kecilnya tenaga

Semakin maju pertumbuhan suatu perusahaan akan menunjukkan bahwa power dari perusahaan tersebut berkaitan dengan kinerja yang meliputi keuangan maupun non-keuangan juga

Pengembangan piroteknik untuk penanda (flare) seperti sensor misil modern, asap yang berwarna atau cahaya yang dihasilkan pada daerah gelombang infra merah

Tumor ganas rongga mulut berbeda dengan yang jinak karena menginvasi jaringan sekitar, berkembang sampai daerah endotel, dan dapat bermetastasis ke bagian tubuh yang