• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi para suster yunior kongregasi Puteri Bunda Hati Kudus di Provinsi Indonesia tahun 2007-2008 tentang relasinya dengan lawan jenis - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Persepsi para suster yunior kongregasi Puteri Bunda Hati Kudus di Provinsi Indonesia tahun 2007-2008 tentang relasinya dengan lawan jenis - USD Repository"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

i

DENGAN

LAWAN

JENIS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Kristiana Sukarsih

NIM : 031114011

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTASKEGURUANDANILMUPENDIDIKAN

UNIVERSITASSANATADHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

“ … Tinggallah Di Dalam KasihKu” (Yohanes 15: 9).

“Pengalaman hidup seberat apapun tidak akan pernah membinasakan aku, tetapi hal itu membentuk aku supaya aku menjadi bijaksana sebab Tuhan Sang sumber cinta selalu menemani perjuanganku”.

(5)
(6)

vi

BUNDAHATIKUDUSDIPROVINSIINDONESIA

TAHUN2007-2008TENTANGRELASINYA

DENGANLAWANJENIS

Kristiana Sukarsih

Universitas Sanata Dharma 2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi para suster yunior kongregasi Puteri Bunda Hati Kudus (PBHK) di Provinsi Indonesia tahun 2007-2008 tentang relasinya dengan lawan jenis dan menggali makna yang mereka temukan dalam berelasi itu. Subjek dalam penelitian ini berjumlah empat (4) orang suster yunior PBHK yang bertugas di Jawa.

Jenis penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara

mendalam dan observasi tingkah laku non verbal. Instrumen penelitian berupa

pertanyaan-pertanyaan pedoman wawancara. Informasi yang dikumpulkan berasal dari hasil wawancara

mendalam dari setiap subjek penelitian yang direkam menggunakan tape-recorder, kemudian

disusun dalam bentuk transkrip verbatim.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat (4) subjek penelitian mempunyai persepsi yang positif tentang relasi dengan lawan jenis bahwa relasi itu merupakan hal yang baik, perlu dan wajar demi panggilan dan perutusan. Persepsi positif itu disebabkan oleh: pengalaman dicintai orang tua, dicintai saudara-saudara laki-lakinya, dipercaya boleh berelasi dengan teman-teman lawan jenis sebelum masuk biara, dikuatkan hidup panggilannya dalam berelasi dengan lawan jenis setelah hidup di biara dan nilai pesaudaraan yang diperjuangkannya. Persepsi mereka yang positif itu sesuai dengan harapan kongregasi PBHK. Relasi itu dijiwai oleh spiritualitas kongregasi yaitu kasih Hati Kudus Yesus yang ditikam dengan tombak menjadi sumber kehidupan baru dan dijiwai kharisma kongregasi yaitu membantu orang lain agar mereka meyakini betapa besar cinta kasih Allah kepada mereka yang diungkapkan dengan amal kasih, kebaikan hati, keramahan kepada siapa saja yang dilayani. Relasi itu demi merealisasikan visi kongregasi yaitu dalam Hati Kudus Yesus ditemukan pewahyuan cinta kasih Allah yang berbelaskasih, rendah hati, lemah lembut, menyelamatkan seluruh umat manusia dan demi merealisasikan misi kongregasi yaitu mewartakan kasih Hati Kudus Yesus supaya Dia dikasihi di mana-mana dan semakin banyak orang mengalami dicintai Tuhan. Relasi mereka sehat karena mereka memperhatikan pedoman yang benar dalam berelasi, yaitu: memiliki kedewasaan afektif dan seksual yang cukup, disiplin dalam hidup doa, waspada akan resiko-resikonya, membangun persekutuan dalam hidup berkomunitas, membangun relasi yang terbuka bagi siapa saja dan demi kesejahteraan orang-orang yang dilayani.

(7)

vii

PROVINCE IN THE YEAR OF 2007-2008 CONCERNING WITH THEIR RELATIONSHIP WITH THE OPPOSITE-SEX

Kristiana Sukarsih Sanata Dharma University 2008

The aim of this research was to find out the perception of junior sisters of the Daughters of Our Lady of the Sacred Heart Congregation of Indonesian Province in the year of 2007-2008 concerning with their relationship with the opposite-sex and to discover the significance which they uncover in such relationship. The number of the subject in this research was four junior sisters of the Daughters of Our Lady of the Sacred Heart, who are now assigned in Java.

The type of the research used in this study was a qualitative research. Method applied to collecting data was a deep interview and non verbal behavior observation. The research instrument was in the form of guidance interview questionnaires. The information collected was the outcome of deep interview with each sample of the research recorded using tape-recorder, and then put them together in the form of verbatim transcription.

The result of the research indicated that four samples of the research had a positive perception concern with the relationship with the opposite-sex because they thought that the relationship was a good thing, necessary and natural, and it was very useful for the future of vocation and mission journey. The positive perceptions were intrinsically influenced by these following main factors such as the experience of being loved by their own parents and brothers in the family. They were truly trusted and permitted to have relationship with opposite-sex prior to entering into the monastery. Based on their personal experiences, they then felt that having a relationship with the opposite-sex did not only lead them into negative aspects, but also encouraged and reminded them on every single of sisterhood values, which should be struggled. All their positive perceptions were in accordance with the sisters’ expectation of PBHK congregation. This experience became more powerful because such relationship was truly inspired by the congregation spirituality, the Sacred Heart of Jesus, which had been stabbed by the spear and then became a new source of life. It was also inspired by its charism to succor other people so that they would be able to manifest how great the love of God was for them. All these have been expressing through good deed, kindness and friendliness to whomever they serve for the past few years. The relationship was intended to manifest the vision of congregation of the Sacred Heart of Jesus might be found in divine revelation of God’s love: mercy, modesty, kind-hearted, rescue of mankind, and for the sake of realizing the mission of congregation to proclaim the love of the Sacred Heart of Jesus. By doing so, the Christ might be loved everywhere and more people experienced how to be loved by God. Their relationship was healty since it was rooted on the right policy of the relationship, for instance, having an affective mature and adequate sexual controlled, discipline of prayer life, be aware of its risks, building a unity within the community life and growing a closed relationship with those they served.

(8)
(9)

viii

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Kasih yang telah menyertai dan membimbing penulis selama menyelesaikan penulisan skripsi ini. Kasih Tuhan yang melimpah sungguh-sungguh penulis rasakan dan alami selama menulis skripsi ini. Kasih itu secara nyata penulis alami melalui kasih Hati Kudus Yesus dan Bunda Hati Kudus yang selalu setia menemani dan memberi kekuatan. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini bisa selesai berkat bantuan dari berbagai pihak: berupa materi, masukan, dukungan, perhatian, saran, kritik dan doa. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah berkenan mengesahkan skripsi ini.

2. Dr. M. M. Sri Hastuti, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberi kesempatan, dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dra. Ign. Esti Sumarah, M.Hum., selaku pembimbing pertama yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan penuh kasih, kesabaran, perhatian dan memberikan ide-idenya yang bagus.

4. Drs. T. A. Prapancha Hary, M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan penuh kasih, kesabaran, perhatian dan memberi semangat.

(10)

ix demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

7. Sr. M. Christien S. PBHK, selaku Superior PBHK daerah Jawa dan para dewannya yang telah mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Sr. M. Gaudentia E. PBHK dan para suster PBHK komunitas Deresan Yogyakarta yang telah mendukung, memperhatikan, memberi semangat dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Sr. M. Caecilia W. PBHK dan para suster PBHK komunitas Tegal serta para suster PBHK Provinsi Indonesia lainnya yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman seperjuangan dalam panggilan yang telah mendukung, memberi semangat dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini: Sr. Yosse Marry, Sr. M. Avilla, Sr. M. Eugenia, Sr. M. Kanisia dan Sr. M. Goretti.

11.Sahabat yang telah memotivasi, mencintai, mendukung, memperhatikan dan mendoakan dengan tulus sehingga penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

(11)

x

mengalami kesulitan dalam menyusun skripsi ini.

14.Para pastor, bruder dan frater MSC komunitas Palagan Yogyakarta, komunitas wisma Hati Kudus dan komunitas biara Purworejo yang telah mendukung, memperhatikan dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

15.Bapak, mamak, mas dan adik-adik yang telah mencintai, memperhatikan, mendukung, memberi semangat dan mendoakan penulis dengan tulus dalam menyelesaikan skripsi ini.

16.Teman-teman sekelompok saat KKN yang telah memberi semangat dan memperhatikan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini: Sonya, Henny, Sr. Gaudent SFD, Ferdi, Mandus dan Gugun.

17.Teman-teman angkatan 2003 yang telah mendukung dan memberi semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

18.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang turut terlibat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan dan keterbatasannya, namun penulis mengharapkan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi peningkatan pembinaan para suster muda berkaitan tentang relasi dengan lawan jenis. Dengan demikian, mereka semakin mampu meningkatkan persepsinya yang positif dan mampu memaknakannya demi perkembangan kepribadian, panggilan dan perutusannya.

(12)

xi

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iii

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ……… iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. v

ABSTRAK ………... vi

ABSTRACT ………... vii

KATA PENGANTAR ………. viii

DAFTAR ISI ……….... xi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiv

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Rumusan Masalah ……… 6

C. Tujuan Penelitian ………. 6

D. Manfaat Penelitian ………... 6

E. Definisi Operasional ……… 7

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Kongregasi Puteri Bunda Hati Kudus (PBHK) ………... 9

1. Sejarah Singkat Kongregasi PBHK ………... 9

2. Visi dan Misi Kongregasi PBHK ……….. 12

3. Ciri Khas Cara Hidup Kongregasi PBHK ………. 13

B. Relasi yang Sehat dengan Lawan Jenis yang Diharapkan Kongregasi PBHK ………... 14

C. Bidang-bidang Karya Kerasulan Kongregasi PBHK ……….. 16

1. Bidang Pendidikan ………. 17

(13)

xii

D. Relasi yang Sehat dan Tidak Sehat dengan Lawan Jenis …… 20

1. Relasi yang Sehat ……….. 21

a. Pribadi ………. 25

b. Hidup Komunitas ……… 27

c. Hidup Karya Kerasulan ……….. 28

2. Relasi yang Tidak Sehat ……….... 30

E. Masa Yuniorat Kongregasi PBHK ……….. 34

1. Para Suster Yunior dan Masa Yuniorat PBHK …………. 34

2. Pembinaan Masa Yuniorat PBHK ………. 37

F. Persepsi tentang Relasi dengan Lawan Jenis ………... 39

1. Pengertian Persepsi ……… 39

2. Faktor-faktor yang Berperan dalam Persepsi ……… 40

3. Proses Pembentukan Persepsi ………... 42

4. Macam-macam Persepsi tentang Relasi dengan Lawan Jenis ……… 45

a. Persepsi Positif ………. 45

b. Persepsi Negatif ………... 47

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ………. 50

B. Subjek Penelitian ……….. 52

C. Metode Pengumpulan Data ……….. 53

D. Tahap-tahap Penelitian ………. 54

E. Koding dan Analisis Data ……… 55

F. Pemeriksaan Keabsahan Data ……….. 56

(14)

xiii

3. Subjek 3 ……….. 62

4. Subjek 4 ……….. 64

B. Pembahasan ……….. 65

1. Persepsi tentang Relasi dengan Lawan Jenis ………. 65

2. Makna dalam Berelasi dengan Lawan Jenis ..……… 67

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ………... 69

B. Saran ………. 70

DAFTAR PUSTAKA ………... 71

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap orang pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Orang selalu terdorong untuk menjalin relasi dengan orang lain (Gerungan, 1988: 24). Orang hanya dapat hidup apabila mereka berelasi dan bekerjasama dengan orang lain (Hardjana, 2003: 9). Orang mempunyai kebebasan untuk menjalin relasi dengan siapa saja tanpa memandang latar belakang suku, agama, status sosial, pendidikan, jenis kelamin dan warna kulit. Relasi itu dapat menjadi kesempatan bagi orang untuk mengembangkan dirinya (Supratiknya, 1995: 9-10). Perkembangan kepribadian orang akan terhambat apabila mereka tidak mampu berinteraksi dengan orang lain (Baron, 2003: 277 dan Kwakman, 2007: 2). Oleh karena itu, relasi dengan orang lain merupakan salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam kehidupan setiap orang, begitu halnya bagi para suster kongregasi Puteri Bunda Hati Kudus.

(16)

dianugerahkan Allah kepada manusia” (1983: 7). Kharisma kongregasi PBHK adalah membantu orang lain agar mereka meyakini bahwa Allah mencintai mereka, yang diungkapkan dengan amal kasih, kebaikan hati dan keramahan kepada orang-orang yang dilayaninya (Konstitusi Bab I nomor 1 dan Cuskelly, 1975: 80-81). Melalui pengalaman imannya, Pater Jules Chevalier MSC menemukan bahwa dalam Hati Kudus Yesus ditemukan pewahyuan kelembutan cinta kasih Allah yang berbelaskasih, rendah hati, lemah lembut dan menyelamatkan seluruh umat manusia, sehingga itu menjadi visi hidupnya. Dia sangat meyakini bahwa Allah mencintainya tanpa batas. Pengalaman itu menjiwai dan mengobarkan hati Pater Jules Chevalier MSC dalam mengemban misinya yang terungkap dalam semboyan “Semoga Hati Kudus Yesus Dikasihi Di Mana-mana” (Ametur Ubique Terrarum Cor Jesu Sacratissimum). Para suster PBHK dipanggil dalam Gereja untuk mengambil bagian dalam visi dan misinya tersebut.

(17)

sehingga kongregasi PBHK dari tahun ke tahun terus berkembang sampai saat ini.

Para suster PBHK sebagai generasi penerusnya mewarisi semangat itu dalam mengemban tugas di bidang-bidang karya kerasulan kongregasi baik di bidang pendidikan, kesehatan, sosial maupun pastoral (Konstitusi Bab VII nomor 84). Para suster PBHK membangun semangat persaudaraan dan kekeluargaan sejati, seperti termuat dalam konstitusi Bab VI nomor 60: “Kehidupan kita dalam komunitas haruslah dijiwai oleh semangat kekeluargaan yang sejati”. Dalam melaksanakan karya kerasulan, para suster PBHK bekerjasama dengan berbagai pihak, seperti yang termuat di konstitusi Bab VII nomor 87 bagian perutusan: “Kita bekerjasama dengan para imam, kaum religius lain dan kaum awam untuk membangun komunitas umat dan memajukan tugas perutusan Gereja setempat” (1983: 33). Itu sebabnya, para suster PBHK diharapkan memiliki kemampuan untuk menjalin relasi yang sehat dengan orang lain sebab dalam mengemban karya kerasulan kongregasi mereka terbuka untuk berelasi dengan siapapun juga.

(18)

Relasi para suster yunior dengan lawan jenis dipengaruhi oleh persepsi mereka tentang relasinya itu. Rakhmat menjelaskan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang peristiwa tertentu yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (1985: 64). Persepsi suster yunior PBHK tentang relasinya dengan lawan jenis merupakan pendapat/keyakinan mereka tentang pengalaman mereka dalam berelasi dengan lawan jenis. Persepsi itu bisa positif dan negatif (Sobur, 2003: 464). Apabila persepsi mereka positif maka relasinya dengan lawan jenis menjadi sehat. Relasi itu dapat mendewasakan kepribadian mereka dan bisa saling melengkapi dalam mewartakan cinta kasih Hati Kudus Yesus. Sebaliknya, apabila persepsi mereka negatif maka relasinya dengan lawan jenis menjadi tidak sehat. Relasi itu dapat menghambat perkembangan kepribadian dan hidup panggilan mereka.

(19)

menemukan makna terdalam tentang relasinya itu (Podimattam, 1985: 70-74). Dengan demikian, para suster yunior PBHK dapat semakin mantap dan setia dalam menjalani hidup panggilan mereka.

Sementara menurut pengamatan penulis, ada sebagian para suster yunior PBHK tampak takut, malu dan ragu-ragu dalam berelasi dengan lawan jenis sedangkan dalam setiap bidang karya kerasulan kongregasi mereka dituntut bisa bekerjasama dengan lawan jenis, baik awam maupun biarawan. Perasaan-perasaan itu bisa menghambat perkembangan kepribadian dan panggilan mereka apabila hal itu tidak diolah. Penulis merasa prihatin dengan kenyataan itu. Makna apa yang kiranya bisa ditemukan dalam berelasi dengan lawan jenis?

Berdasarkan kenyataan yang sudah diuraikan itu, maka penulis tertarik meneliti “Persepsi para suster yunior PBHK tentang relasinya dengan lawan jenis”. Penulis ingin mengetahui persepsi mereka dan menggali makna yang bisa ditemukan dalam berelasi dengan lawan jenis. Semoga setelah penulis mengetahui persepsi mereka dan makna itu, penulis semakin berempati dan dapat membantu mereka untuk semakin meningkatkan persepsinya yang positif sehingga dapat menjalin relasi yang sehat dengan lawan jenis. Dengan demikian, para suster yunior kongregasi PBHK Provinsi Indonesia semakin mantap dan setia dalam menjalani hidup panggilan mereka masing-masing sebagai seorang religius PBHK.

(20)

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah persepsi para suster yunior kongregasi PBHK di Provinsi Indonesia tahun 2007-2008 tentang relasinya dengan lawan jenis?

2. Makna apa yang ditemukan para suster yunior kongregasi PBHK di Provinsi Indonesia tahun 2007-2008 dalam berelasi dengan lawan jenis?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui persepsi para suster yunior kongregasi PBHK di Provinsi Indonesia tahun 2007-2008 tentang relasinya dengan lawan jenis.

2. Untuk menggali makna yang ditemukan para suster yunior kongregasi PBHK di Provinsi Indonesia tahun 2007-2008 dalam berelasi dengan lawan jenis.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain: 1. Bagi kongregasi Puteri Bunda Hati Kudus Provinsi Indonesia

Penelitian ini sebagai sumbangan untuk mengembangkan program pembinaan demi peningkatan persepsi yang positif tentang relasi suster yunior dengan lawan jenis.

(21)

Penelitian ini sebagai sumbangan untuk mendampingi para suster yunior supaya para suster yunior PBHK semakin mampu mengembangkan persepsi yang positif tentang relasinya dengan lawan jenis.

3. Bagi para suster yunior PBHK

Penelitian ini dapat semakin menyadarkan mereka betapa pentingnya persepsi yang positif tentang relasinya dengan lawan jenis. Mereka diharapkan semakin mampu menjalin relasi yang wajar dengan lawan jenis dan semakin mantap dalam menjalani hidup panggilan mereka.

4. Bagi peneliti

Penelitian ini sebagai masukan untuk mengembangkan empatisitas peneliti terhadap para suster yunior PBHK sehingga dalam kehidupan sehari-hari sebagai sesama anggota sekongregasi peneliti bisa menjadi teman bagi mereka.

5. Bagi peneliti lain

Penelitian ini sebagai salah satu sumber inspirasi apabila mereka ingin mengembangkan penelitian di sekitar topik yang sama.

E. Definisi Operasional

Untuk mempermudah pemahaman tentang penelitian ini, berikut ini dijelaskan arti beberapa istilah yang digunakan:

(22)

2. Kongregasi PBHK adalah persekutuan suster-suster Puteri Bunda Hati Kudus yang didirikan oleh Pater Jules Chevalier MSC pada tanggal 30 Agustus tahun 1874 di Issoudun Perancis. Misi utama Kongregasi PBHK adalah untuk mewartakan cinta Hati Kudus Yesus bagi semua orang supaya mereka percaya bahwa Allah mengasihi mereka. Misi itu terungkap dalam semboyan “Semoga Hati Kudus Yesus Dikasihi Di Mana-mana (Ametur Ubique Terrarum Cor Jesu Sacratissimum).

3. Para suster yunior PBHK Provinsi Indonesia adalah para suster yang telah mengikrarkan kaul sementara dalam kongregasi PBHK dan tinggal di komunitas yang berada di Indonesia.

4. Relasi adalah hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih.

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kongregasi Puteri Bunda Hati Kudus (PBHK)

1. Sejarah Singkat Kongregasi PBHK

(24)

Bunda Hati Kudus sehingga dia mengalami bahwa Allah mencintainya tanpa batas (Cuscelly, 1975: 46). Itu sebabnya, dia tergerak hati mendirikan serekat misionaris yang memberi perhatian khusus pada pewartaan Hati Kudus Yesus di seluruh dunia (Keulers, 1980: 8).

Setelah ditahbiskan menjadi seorang imam deosesan, Pater Jules Chevalier mulai mewujudkan cita-citanya mendirikan serekat misionaris. Dia novena mohon bantuan kepada Bunda Maria supaya cita-citanya dapat terwujud (Venard, 1983: 76). Pada tanggal 8 Desember 1854, Pater Jules Chevalier meresmikan kongregasi yang diberi nama kongregasi Missionarii Sacratissimi Cordis Jesu (MSC)/ Misionaris Hati Kudus Yesus di Issoudun Perancis (Keulers, 1980: 14). Setelah itu, Pater Jules Chevalier MSC membentuk kelompok misionaris para suster PBHK (Puteri Bunda Hati Kudus) dan diresmikan pada tanggal 30 Agustus 1874 di Issoudun Perancis (Cuskelly, 1975: 102). Tujuan didirikan kongregasi PBHK adalah mewartakan kasih Hati Kudus Yesus di seluruh dunia (Venard, 1983: 89).

(25)

Allah kepada mereka (Konstitusi Bab I nomor 1 dan 2). Pater Jules Chevalier MSC terlibat secara langsung membimbing para suster PBHK melalui konferensi-konferensi, bimbingan rohani dan pengakuan dosa. Ketika kongregasi mengalami saat-saat sulit, mereka tetap setia bersama-sama mengatasi berbagai kesulitan itu (Venard, 1983: 168). Mereka menerima keberadaan diri mereka apa adanya, bersikap saling terbuka dan saling percaya (Venard, 1983: 165). Mereka saling menghormati sebagai pribadi yang sama-sama dipanggil dan diutus untuk menjadi rasul cinta kasih Hati Kudus Yesus (Cuskelly, 1975: 106-108).

Relasi yang dibangun Pater Jules Chevalier MSC dan Sr. Marie Louise Hartzer PBHK semakin menguatkan mereka dalam mewartakan cinta kasih Hati Kudus di seluruh dunia (Venard, 1983: 109). Relasi itu hanya demi kemuliaan Allah dan kebahagiaan hidup sesama yang dilayaninya. Relasi mereka terbuka bagi siapa saja sehingga mereka mampu mempererat persatuan dan kesatuan dalam komunitas kongregasi PBHK (Venard, 1983: 176). Mereka berdua berjuang bersama membangun komunitas yang saling meneguhkan, menguatkan dan menghidupkan sehingga setiap suster semakin mengalami kasih Allah (Venard, 1983: 178-179).

(26)

dan Wijingaarden, 1997: 22, 40). Semangat itu diwariskan kepada para suster PBHK sebagai generasi penerusnya supaya bekerjasama dengan siapa saja dalam merealisasikan karya kerasulan kongregasi, antara lain: dengan para imam, para religius lain dan para awam (Konstitusi Bab VII nomor 87). Dengan demikian, kongregasi PBHK di Indonesia terus berkembang subur sampai sekarang ini baik jumlah anggota maupun bidang karya kerasulan.

2. Visi dan Misi Kongregasi PBHK

Visi kongregasi PBHK termuat di konstitusi Bab I nomor 1, 2 dan 3, dikatakan bahwa dalam Hati Kudus Yesus ditemukan pewahyuan kelembutan cinta kasih Allah yang berbelaskasih, rendah hati, lemah lembut dan menyelamatkan seluruh umat manusia (1983: 7-9). Kasih Allah yang tanpa batas itulah yang menjadi arah hidup kongregasi PBHK. Kongregasi PBHK sungguh-sunggguh percaya bahwa Allah mencintai setiap anggota melalui pengalaman hidup, baik pengalaman suka maupun duka. Kapitel I Provinsi PBHK Indonesia merumuskan visi kongregasi PBHK sebagai berikut:

“Komunitas hidup bakti PBHK yang anggota-anggotanya mengagumi dan mengalami kasih Allah yang nyata dalam Hati Kudus Yesus, bersama Maria Bunda Hati Kudus, menyerahkan diri secara total, ambil bagian dalam gerak keprihatinan Hati Kudus Yesus, sebagaimana diwariskan Pater Chevalier, membagikan kasih-Nya, terutama kepada mereka yang tak berdaya, lemah dan tersingkir” (1998: 2).

(27)

(Ametur Ubique Terrarum Cor Jesu Sacratissimum)” (1983: 8). Kongregasi PBHK mewartakan kasih Hati Kudus Yesus di seluruh dunia. Para suster PBHK dipanggil dalam Gereja untuk mengambil bagian dalam mewujudkan visi dan misi tersebut. Mereka diutus untuk menjadi rasul-rasul cinta-Nya dan membaktikan seluruh hidupnya demi terwujudnya misi itu. Kapitel I Provinsi PBHK Indonesia merumuskan misinya bahwa kongregasi PBHK bertekad mewujudkan intimitas Hati Kudus Yesus dan Maria, menghayati keutamaan-keutamaan Hati Kudus Yesus dan Maria, mewartakan cinta Allah yang berbelas kasih melalui kesaksian hidup dalam perutusan (1998: 2). Dalam mewujudkan visi dan misi kongregasi tersebut para suster PBHK terbuka untuk berelasi dengan siapa saja, termasuk dengan lawan jenis.

3. Ciri Khas Cara Hidup Kongregasi PBHK

Ciri khas cara hidup kongregasi PBHK termuat di konstitusi Bab I nomor 5 (1983: 8). Dalam Program Pembinaan Yuniorat Puteri Bunda Hati Kudus (1996: 3-4), hal itu diuraikan sebagai berikut:

a. Personal

Para suster PBHK menyerahkan diri secara personal dan total kepada Hati Kudus Yesus dan Bunda Hati Kudus, dengan hati tidak terbagi, melalui hidup berkaul, hidup doa, adorasi dan pemulihan.

b. Komuniter

(28)

sejati, persaudaraan, saling menerima adanya berbagai perbedaan, mencintai dengan tulus, hidup sederhana, saling percaya, perhatian, mendengarkan, membantu, meneguhkan, berbelarasa, mengampuni, terbuka, setia, menghormati, gembira, bersikap ramah dan hangat.

c. Rasuli

Para suster PBHK bersama dengan Bunda Hati Kudus, dipanggil dan diutus untuk mengambil bagian dalam karya penebusan Allah menjadi rasul cinta Hati Kudus Yesus, khususnya bagi orang-orang yang miskin, menderita dan tertindas. Oleh karena itu, betapa pentingnya berelasi yang sehat dengan orang lain dalam melaksanakan setiap karya kerasulan kongregasi agar Hati Kudus Yesus dikasihi di mana-mana.

B. Relasi yang Sehat dengan Lawan Jenis yang Diharapkan Kongregasi

PBHK

Bagi kongregasi PBHK, relasi dengan orang lain merupakan hal yang positif demi terwujudnya visi dan misi kongregasi. Kongregasi PBHK tidak bisa berjalan sendiri tetapi membutuhkan kerjasama dengan orang lain dalam mewartakan kasih Hati Kudus Yesus. Harapan itu secara jelas diuraikan dalam anggaran dasar kongregasi sebagai pedoman hidup para suster PBHK yang termuat di konstitusi, direktorium dan statuta kongregasi PBHK.

(29)

kaum religius lain dan kaum awam dalam melaksanakan karya kerasulan kongregasi (Konstitusi Bab I nomor 11 dan Bab VII nomor 87). Mereka terbuka untuk berelasi dengan siapa saja. Relasi itu dijiwai oleh spiritualitas dan kharisma kongregasi. Kasih Hati Kudus Yesus yang lemah lembut, berbelaskasih, menyelamatkan dan rendah hati yang menyemangati mereka. Relasi itu dibangun dalam rangka mewartakan cinta kasih Hati Kudus Yesus dan membantu orang lain supaya mereka meyakini bahwa Allah mengasihi mereka masing-masing (Konstitusi Bab I nomor 1, 2, 3 dan 5).

(30)

meneguhkan dalam panggilan, mendengarkan, menghargai, menghormati, melengkapi, mendukung dan memperhatikan. Hal itu akan memampukan mereka untuk mengembangkan relasi pribadi yang sehat baik dengan sesama suster di komunitasnya maupun dengan orang lain di luar komunitasnya (Konstitusi Bab V nomor 48, Bab VI nomor 60, 66, 68, Bab VII nomor 82; Direktorium Bab III nomor 3.3, Bab IV nomor 4.7, Bab V nomor 5.2, Bab VI nomor 6.1, 6.2, 6.3; Statuta Bab III, Bab V nomor 2, Bab VII bagian perutusan nomor 5).

Dari uraian di atas semakin jelas bahwa dalam kongregasi PBHK relasi dengan orang lain merupakan hal yang positif. Dalam merealisasikan visi dan misi kongregasi, para suster PBHK terbuka untuk berelasi dengan orang lain. Relasi itu dapat mendukung perkembangan karya kerasulan kongregasi. Oleh karena itu, betapa pentingnya para suster PBHK berelasi yang sehat dengan orang lain dalam merealisasikan misi kongregasi sebab dalam setiap bidang karya kerasulan kongregasi mereka terbuka untuk berelasi dengan siapa saja, termasuk dengan lawan jenis.

C. Bidang-bidang Karya Kerasulan Kongregasi PBHK

(31)

Kudus Yesus kepada orang-orang yang mereka layani, khususnya bagi mereka yang miskin, menderita, kehilangan makna hidup dan yang belum mengenal Kristus (Konstitusi kongregasi PBHK Bab VII nomor 80 dan 81). Dalam kapitel provinsi PBHK Indonesia II dirumuskan bahwa kharisma dan spiritualitas kongregasi menjiwai para suster dalam melaksanakan karya kerasulan yang dipercayakan kepada mereka masing-masing (2004: 12-13). Bidang-bidang karya kerasulan kongregasi PBHK tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Bidang Pendidikan

Bidang pendidikan sebagai salah satu ungkapan keprihatinan terhadap masa depan Gereja dan karya penyelamatan yang diperjuangkan oleh Kristus. Karya kerasulan di bidang ini terdiri dari sekolah-sekolah formal yang meliputi: Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

a. Daerah Jawa

Karya bidang pendidikan daerah Jawa berada di sembilan (9) tempat yaitu: di Purworejo, Wonosobo, Parakan, Cilacap, Pemalang, Tegal, Mejasem, Grogol dan Bogor (Kota Wisata).

b. Daerah Maluku

Karya bidang pendidikan daerah Maluku berada di enam (6) tempat yaitu: di Ambon, Langgur, Saumlaki, Arui Bab, Elat dan Palu.

(32)

Karya bidang pendidikan daerah Papua berada di dua (2) tempat yaitu: di Merauke dan Kepi.

Para suster PBHK terbuka untuk berelasi dengan lawan jenis dalam melaksanakan karya kerasulan di bidang ini, antara lain: dengan para guru, imam, bruder, frater, karyawan, orang tua murid dan para pejabat instansi lainnya.

2. Bidang Kesehatan

Bidang kesehatan sebagai salah satu perwujudan perhatian dan pelayanan terhadap mereka yang sakit dan menderita. Karya kerasulan di bidang ini terdiri dari rumah sakit dan klinik.

a. Daerah Jawa

Karya bidang kesehatan daerah Jawa berada di tiga (3) tempat yaitu: di Cilacap, Sidareja dan Pemalang.

b. Daerah Maluku

Karya bidang kesehatan daerah Maluku berada di empat (4) tempat yaitu: di Langgur, Katlarat, Saumlaki dan Arui Bab.

c. Daerah Papua

Karya bidang kesehatan daerah Papua bertempat di Merauke.

Para suster PBHK terbuka untuk berelasi dengan lawan jenis dalam melaksanakan karya kerasulan di bidang ini, antara lain: dengan para dokter, perawat, karyawan dan pasien.

3. Bidang Sosial

(33)

kerasulan di bidang ini terdiri dari panti asuhan, asrama dan pemberdayaan orang kecil.

a. Daerah Jawa

Karya bidang sosial daerah Jawa bertempat di Purworejo. b. Daerah Maluku

Karya bidang sosial daerah Maluku berada di dua (2) tempat yaitu: di Langgur dan Ambon.

c. Daerah Papua

Karya bidang sosial daerah Papua bertempat di Merauke.

Para suster PBHK terbuka untuk berelasi dengan lawan jenis dalam melaksanakan karya kerasulan di bidang ini, antara lain: dengan para imam, bruder, frater, donatur dan pejabat dinas sosial.

4. Bidang Pastoral

(34)

Kongregasi PBHK mengharapkan agar para suster mampu bekerjasama dengan banyak orang baik dengan sesama religius maupun awam dalam mewartakan kasih Hati Kudus Yesus di setiap bidang karya kerasulan kongregasi tersebut (Cuskelly, 1975: 21-25). Dalam melaksanakan tugas di setiap bidang karya kerasulan kongregasi tersebut, para suster PBHK terbuka untuk berelasi dengan siapa saja, salah satunya dengan lawan jenis. Relasi itu dapat mendukung perkembangan karya kerasulan kongregasi. Oleh karena itu, betapa pentingnya para suster PBHK membangun relasi yang sehat dengan siapa saja, termasuk dengan lawan jenis dalam melaksanakan tugas di setiap bidang karya kerasulan itu agar realisasi karya kerasulannya semakin efektif.

D. Relasi yang Sehat dan Tidak Sehat dengan Lawan Jenis

(35)

perlu diperjuangkan dan relasi yang tidak sehat yang perlu diperhatikan oleh para religius.

1. Relasi yang Sehat

Relasi para religius yang sehat dengan lawan jenis merupakan salah satu hal yang dapat mendukung karya kerasulan kongregasi. Mereka bisa saling belajar dan melengkapi dalam melaksanakan karya kerasulan kongregasi yang dipercayakan kepada mereka masing-masing. Relasi timbal balik di antara mereka dengan lawan jenis dapat membantu mereka untuk mengembangkan kepribadian dan panggilan mereka (Supratiknya, 1995: 9). Oleh karena itu, betapa pentingnya para religius membangun relasi yang sehat dengan lawan jenis karena mereka terbuka untuk bekerjasama dengan lawan jenis.

(36)

kepada mereka masing-masing (Podimattam, 1985: 46). Mereka akan menyadari bahwa seluruh hidupnya hanya untuk Allah dan pelayanan bagi sesama.

Berbagai pengalaman yang mereka alami dalam berelasi dengan lawan jenis itu merupakan pengalaman berarti apabila mereka mampu mengolahnya terus-menerus (Podimattam, 1997: 16). Menurut Robert Kegan, setiap orang selain mempunyai dorongan untuk berelasi dengan orang lain juga mempunyai dorongan untuk independen/otonom (Kwakman, 2007: 1). Kepribadian orang akan berkembang sehat apabila mereka mampu mengintegrasikan kedua dorongan itu. Kemampuan menyeimbangkan antara dorongan untuk membangun relasi dengan orang lain dengan dorongan untuk independen/otonom sangat penting bagi para religius sehingga relasi itu tidak melemahkan otonomi dirinya tetapi semakin menguatkannya. Begitu halnya kemampuan mereka menyeimbangkan antara dorongan untuk membangun relasi dengan lawan jenis dengan dorongan untuk independen/otonom demi komitmen hidup panggilannya sehingga relasi mereka menjadi sehat. Relasi yang sehat dengan lawan jenis dapat menguatkan hidup panggilan mereka masing-masing sebagai seorang religius (Podimattam, 1985: 38-48).

(37)

Mereka semakin lepas bebas dalam memberikan cinta kepada Allah dan kepada sesama, dengan teman-teman sekomunitas/sekongregasinya maupun dengan orang-orang di luar komunitasnya (Podimattam, 1997: 95). Sebagai orang yang berkaul kemurnian, relasi yang sehat dengan lawan jenis dapat membantu para religius untuk memperkuat penghayatan kaul kemurnian mereka (Suparno, 2003: 361). Purwawidyana menegaskan bahwa salah satu medan untuk terus-menerus mengembangkan kemampuan mengasihi dengan jujur dan benar sesuai dengan kaul kemurnian adalah berelasi yang sehat dengan lawan jenis (2002: 1).

Apabila dalam relasi itu para religius mengalami jatuh cinta, hal itu merupakan hal yang wajar dan sebagai rahmat, seperti dikatakan Podimattam: “In fact, falling in love is an occasion of grace for everyone

(38)

secara total kepada Allah. Mereka mencintai orang lain dengan hati seperti Hati Yesus yang mencintai dan mencintai Yesus dalam sesama (1987: 83-88).

Pengalaman cinta itu dapat membantu para religius untuk menghayati seksualitasnya secara tepat. Seksualitas sebagai anugerah yang diberikan oleh Allah kepada setiap orang (Agudo, 1988: 95). Rolheiser menjelaskan:

“Seksualitas adalah energi dalam diri kita, yang mendorong kita untuk dapat mencintai, berkomunikasi, membangun persahabatan, gembira, mempunyai

afeksi, compassion, membangun intimacy dan berelasi dengan diri sendiri,

orang lain, alam dan Tuhan” (Suparno, 2007: 19).

(39)

ada perwujudan ungkapan afeksi yang erotis supaya relasinya menjadi sehat.

Podimattam menjelaskan beberapa pedoman yang perlu diperhatikan supaya orang dapat membangun relasi yang sehat dengan lawan jenis (1985: 29-84). Hal itu diuraikan sebagai berikut:

a. Pribadi

Secara pribadi, pedoman yang perlu diperhatikan supaya orang dapat membangun relasi yang sehat dengan lawan jenis adalah:

1) Memiliki Kedewasaan Afektif dan Seksual yang Cukup

(40)

akan pernah ada ungkapan afeksi yang erotis. Penting bagi mereka untuk mampu menjaga jarak dalam menjalin relasi itu. Pengalaman-pengalaman dalam berelasi dengan lawan jenis direfleksikan dengan tekun sehingga pengalaman itu dapat mendewasakan afeksi dan seksualnya sebab kedewasaan itu membutuhkan waktu dan usaha terus-menerus.

2) Disiplin dalam Hidup Doa

Relasi para religius dengan lawan jenis ditopang oleh semangat doanya yang mendalam dan membiarkan diri dituntun oleh Roh Kudus. Relasi intim dengan Allah menjadi pusat dalam hidupnya dan menjadi sumber dalam berelasi dengan lawan jenis. Relasi mereka dengan lawan jenis menjadi perluasan dari relasinya yang intim dengan Yesus Kristus yang telah memanggilnya. Sangat penting bagi mereka terus-menerus berjuang menjadi pribadi pendoa yang mendalam dengan tekun menjalankan latihan-latihan rohani, antara lain: doa pribadi, doa komunitas, meditasi, kontemplasi, rekoleksi, retret dan mengolah diri secara terus-menerus. Hal itu perlu dilakukan supaya mereka mantap dalam menghayati hidup panggilannya. Relasinya dengan lawan jenis semakin memperkuat penghayatan kaul kemurniannya sehingga mereka mampu memberikan diri secara total kepada Allah.

3) Waspada akan Resiko-resikonya

(41)

sebab relasi itu tetap beresiko terutama apabila di antara mereka telah terjadi saling jatuh cinta. Apabila relasi itu semakin berkembang, keinginan yang lebih mendalam bisa mengarahkan mereka pada keinginan akan persatuan akhir dari badan dan jiwa yaitu perkawinan. Resiko akan kehilangan panggilan selibatnya adalah salah satu resiko dalam relasi itu. Cinta dapat membawa seseorang untuk mengingkari hidup selibatnya apabila hal itu tidak diolahnya secara dewasa. Pengalaman jatuh cinta sesungguhnya merupakan pengalaman berharga yang perlu disyukuri dan dimaknai. Kejujuran untuk menyadari, mengakuinya dan bijaksana dalam mengolahnya menjadi sangat penting. Para religius perlu mewaspadai akan resiko yang mungkin terjadi itu sehingga relasi yang dibangun dengan lawan jenis tidak eksklusif. Mereka perlu tetap menyadari secara terus-menerus komitmen panggilannya bahwa hidupnya hanya dipersembahkan bagi Allah sehingga pengalaman relasinya dengan lawan jenis menjadi sarana untuk semakin memperkuat hidup panggilan mereka sebagai seorang religius.

b. Hidup Komunitas

(42)

mampu membangun persaudaraan dan kekeluargaan yang sejati dengan teman-teman sekomunitasnya. Relasi mereka dengan komunitasnya menjadi semakin dekat, hangat dan penuh kegembiraan. Hidup komunitas menjadi tempat bagi mereka untuk saling berbagi, terutama berbagi pengalaman hidup yang mereka alami masing-masing. Perbedaan-perbedaan yang ada dalam komunitas menjadi kekayaan yang semakin memampukan mereka untuk saling memahami dan menerima apa adanya antara yang satu dengan yang lain.

c. Hidup Karya Kerasulan

Dalam hidup karya kerasulan, pedoman yang perlu diperhatikan supaya orang dapat membangun relasi yang sehat dengan lawan jenis adalah:

1) Relasinya Terbuka bagi Orang Lain

(43)

2) Relasinya Demi Kesejahteraan Orang Lain

Para religius membangun relasi dengan lawan jenis demi pelayanan bagi sesama yang membutuhkannya. Orientasi relasi itu adalah kesejahteraan orang-orang yang dilayaninya. Relasi itu memberi semangat untuk semakin bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas perutusan yang dipercayakan kepada mereka masing-masing. Mereka semakin terdorong untuk mengembangkan karya kerasulan kongregasi yang dipercayakan kepada mereka. Maka, penting bagi mereka untuk saling bekerjasama dan menghormati sehingga mereka bisa saling melengkapi dalam mewartakan kasih Allah supaya semakin banyak orang mengalami dikasihi Allah. Dengan demikian, orang-orang yang dilayani dapat mengalami kebahagiaan dalam hidupnya.

Dari hal-hal yang telah diuraikan tersebut semakin jelas bahwa relasi yang sehat dengan lawan jenis seperti itu perlu dikembangkan oleh para suster PBHK. Relasi yang sehat itu dapat mendukung realisasi karya kerasulan kongregasi PBHK sebab dalam setiap karya kerasulan kongregasi mereka terbuka untuk berelasi dengan lawan jenis. Masa pembinaan yang efektif untuk mengembangkan relasi itu adalah pada masa pembinaan yuniorat sebab pada masa ini para suster yunior PBHK sedang dalam tahap belajar bertanggungjawab menjalankan tugas di bidang-bidang karya kerasulan kongregasi.

(44)

Relasi para religius yang tidak sehat dengan lawan jenis dapat menghambat karya kerasulan kongregasi yang dipercayakan kepada mereka masing-masing. Mereka menjadi tidak mampu menghayati hidup panggilan dan perutusannya. Relasi yang tidak sehat itu terungkap dalam sikap menghindari relasi dengan lawan jenis (Suparno, 2007: 11-12). Podimattam mengatakan: “… belief that a celibate needs no dialogue with the complementary sex is misplaced (… kepercayaan bahwa seorang selibat tidak membutuhkan hubungan dialogal dengan lawan jenisnya adalah keliru)” (1997: 17). Suparno menegaskan bahwa apabila seorang biarawan-biarawati menghindar, membenci, merasa takut, alergi, bersikap dingin, tidak mau bekerjasama dan menganggap lawan jenis sebagai pengganggu hidup panggilannya, berarti relasi mereka dengan lawan jenis itu tidak sehat (2004: 37-38). Relasi itu dapat mengancam penghayatan kaul kemurnian, karena itu relasi dengan lawan jenis harus dihindari (Podimattam, 1997: 85). Bentuk relasi yang tidak sehat itu menunjukkan penghayatan seksualitas yang salah. Mereka tidak mampu menghayati seksualitasnya secara benar dalam hidup panggilannya. Mereka menghayati bahwa seksualitas merupakan hal yang jelek, tabu dan harus ditinggalkan karena hal itu hanya sebagai penghambat untuk menjadi seorang religius yang baik (Suparno, 2007: 18). Oleh karena itu, mereka merasa takut dan menghindari relasi dengan lawan jenis.

(45)

a. Orang mempunyai anggapan yang keliru tentang hidup membiara. Mereka berpandangan bahwa mereka tidak boleh bergaul dan bekerjasama dengan lawan jenis karena mereka ingin menghayati kaul kemurnian secara lebih baik. Lawan jenis dianggap sebagai pengganggu panggilan dan menyulitkan dalam menghayati kaul kemurnian.

b. Orang merasa takut dan minder terhadap lawan jenis. Hal itu dipengaruhi oleh pengalamannya ketika masih kecil di rumah tidak dibiasakan bergaul dengan lawan jenis atau dilarang orang tuanya untuk bergaul dengan lawan jenis, selain orang tuanya sendiri. Akibatnya, orang itu kurang percaya diri bila berhadapan dengan lawan jenis. Orang itu merasa tidak nyaman terhadap dirinya sendiri maka menjadi tidak nyaman dalam berelasi dengan lawan jenis.

c. Orang pernah mengalami trauma, pengalaman tidak enak, pengalaman dilukai oleh lawan jenis dalam sejarah hidupnya. Orang yang pernah mengalami pengalaman seperti itu sering menjadi tidak suka bertemu dan berelasi dengan lawan jenis. Mereka merasa takut jangan-jangan pengalaman itu akan terulang lagi.

d. Orang pernah mengalami tidak dicintai oleh orang tua lawan jenis di masa lalunya. Pengalaman itu belum selesai diolah atau bahkan ditekan di bawah sadarnya sehingga hal itu menghambat relasinya dengan orang lain, termasuk dengan lawan jenis. Mereka merasa tidak nyaman dalam berelasi dengan lawan jenis.

(46)

Penilaian orang lain terutama teman-teman sekongregasinya seolah-olah menjadi penentu dalam hidupnya sehingga relasinya dengan lawan jenis diliputi oleh perasaan cemas.

Relasi para religius yang tidak sehat dengan lawan jenis lainnya terungkap dalam sikap terlalu melekat dan berani dalam menjalin relasi dengan lawan jenis (Suparno, 2007: 11). Mereka menganggap bahwa relasi mereka itu adalah segala-galanya sehingga relasi yang mereka bangun cenderung mengarah ke relasi yang eksklusif (Podimattam, 1985: 76 dan Suparno, 2003: 3). Relasi yang mereka bangun itu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis tertentu, antara lain: kebutuhan akan kehangatan, diterima, diperhatikan, keakraban, kasih sayang dan kenikmatan seksual (Prasetya, 1992: 197). Apabila mereka mengalami berbagai emosi dan gejolak seksual, hal itu menuntut untuk dipenuhi. Orientasi relasi mereka dengan lawan jenis untuk memuaskan dirinya sendiri. Dalam relasi mereka itu ada sikap mendewakan seksualitasnya sehingga mereka tidak bisa menghayati seksualitasnya secara benar. Mereka cenderung lupa bahwa dirinya adalah seorang religius yang berkaul (Suparno, 2007: 12).

Menurut Suparno, para religius terlalu melekat dan berani dalam berelasi dengan lawan jenis disebabkan oleh dua (2) hal (2007: 73-76), yaitu:

(47)

mempengaruhi motivasi panggilannya itu, begitu halnya pengalamannya dalam berelasi dengan lawan jenis. Pengalaman mereka dalam berelasi itu bisa merubah motivasi panggilannya sehingga mereka menjadi tidak bertanggungjawab dan mengingkari komitmen hidup panggilannya.

b. Orang mempunyai anggapan yang keliru tentang jatuh cinta. Mereka menganggap bahwa apabila mereka mengalami jatuh cinta maka mereka harus keluar dari hidup membiara dan menikah. Pengalaman jatuh cinta menjadi segala-galanya maka pengalaman itu harus dilanjutkan dalam perkawinan. Pengalaman jatuh cinta sangat mengganggu mereka, antara lain: merasa gelisah dan bingung, menjadi sangat tergantung, selalu ingin bersama, tidak dapat dipisahkan lagi, selalu melamun dan memikirkan serta mempunyai anggapan bahwa tidak dapat hidup lagi tanpa orang yang dicintainya itu. Oleh karena itu, apabila mengalami jatuh cinta maka mereka dengan cepat mengambil keputusan untuk keluar dari hidup membiara dan mengekalkan hubungan mereka itu dalam bentuk ikatan perkawinan.

(48)

berelasi dengan lawan jenis. Oleh karena itu, relasinya dengan lawan jenis menjadi tidak sehat.

Relasi yang tidak sehat dengan lawan jenis seperti itu dapat menghambat perkembangan kepribadian dan panggilan hidup para suster PBHK. Mereka akan terhambat dalam melaksanakan setiap karya kerasulan kongregasi yang dipercayakan kepada mereka masing-masing. Kongregasi PBHK tidak mengharapkan relasi yang tidak sehat dengan lawan jenis melainkan mengharapkan relasi yang sehat demi mewujudkan visi dan misi kongregasi. Masa pembinaan yang efektif untuk mengembangkan relasi yang sehat itu adalah pada masa pembinaan yuniorat sebab pada masa ini para suster yunior PBHK sedang dalam tahap belajar berkarya di bidang-bidang karya kerasulan kongregasi dan terbuka untuk berelasi dengan siapapun juga, termasuk dengan lawan jenis.

E. Masa Yuniorat Kongregasi PBHK

1. Para Suster Yunior dan Masa Yuniorat PBHK

(49)

(Konstitusi kongregasi PBHK Bab II nomor 14, Bab III nomor 23, Bab IV nomor 33 dan Bab V nomor 46-48). Kaul-kaul yang telah mereka ikrarkan itu merupakan perjanjian kasih mereka dengan Yesus Kristus yang telah memanggil mereka masing-masing dalam kongregasi PBHK.

Masa pembinaan kaul sementara disebut masa yuniorat. Dalam direktorium PBHK Bab VIII nomor 12 dikatakan bahwa masa yuniorat merupakan waktu persiapan serius menuju kaul kekal (1981: 25). Dalam program pembinaan yuniorat juga dijelaskan bahwa masa yuniorat merupakan kelanjutan dari pendalaman semangat hidup kongregasi sampai para suster yunior sungguh-sungguh mencintai kongregasi secara mendalam (2003: 2-3 dan 1996: 5). Lama masa yuniorat PBHK seperti yang termuat di konstitusi Bab VIII nomor 97.3: “Masa kaul sementara tidak kurang dari tiga tahun dan tidak lebih dari enam tahun. Jika dipandang perlu, masa yuniorat bisa diperpanjang tetapi tidak melebihi sembilan tahun” (1983: 37).

(50)

konsekuensinya (Ridick, 1987: 99). Melalui relasi itu, totalitas persembahan diri mereka hanya kepada Allah semakin diperdalam (Darminta, 2004: 47).

(51)

2. Pembinaan Masa Yuniorat PBHK

Pembinaan masa yuniorat PBHK seperti termuat dalam Pedoman dan Program Pembinaan Yuniorat kongregasi PBHK Provinsi Indonesia ada berbagai bidang yaitu bidang kepribadian, kharisma dan spiritualitas kongregasi, hidup rohani, hidup berkomunitas, hidup berkaul dan karya kerasulan kongregasi (1996: 10 dan 2003: 2-3). Fokus tulisan ini adalah tentang relasi dengan lawan jenis yang berkaitan dengan bidang pembinaan karya kerasulan sebab dalam menjalankan tugas di setiap bidang karya kerasulan kongregasi para suster yunior PBHK terbuka untuk berelasi dengan lawan jenis.

(52)

Arah pembinaan pada masa yuniorat PBHK supaya para suster yunior semakin mencintai hidup panggilan mereka sebagai religus PBHK. Berbagai pengalaman hidup yang mereka alami semakin memampukan mereka untuk setia dalam menapaki hidup panggilan mereka. Pengalaman suka dan duka yang mereka alami semakin memurnikan motivasi hidup panggilan mereka supaya mereka semakin mampu melibatkan diri secara penuh dalam mewujudkan misi kongregasi PBHK. Setiap tugas yang dipercayakan kepada mereka masing-masing sebagai sarana bagi mereka untuk membina dan mengembangkan diri supaya mereka semakin dewasa dalam menghayati hidup panggilannya. Dalam melaksanakan tugas itu, mereka terbuka untuk bekerjasama dengan siapa saja, begitu halnya dengan lawan jenis. Mereka diharapkan mampu bekerjasama dan berelasi yang sehat dengan lawan jenis yang menjadi mitra kerjanya: para imam, para religius lain dan para awam. Relasi yang sehat dengan lawan jenis dapat mendukung mereka dalam menjalankan karya kerasulan yang dipercayakan kepada mereka masing-masing. Relasi itu juga dapat mendewasakan kepribadian dan panggilan mereka sebagai seorang religius PBHK. Dengan demikian, mereka semakin siap dan mantap untuk mengikrarkan kaul kekal dalam kongregasi PBHK.

(53)

suster yunior PBHK tentang relasinya dengan lawan jenis dan menggali makna yang bisa ditemukan dalam relasinya itu. Setelah mengetahui persepsi mereka dan menggali makna itu, semoga penulis semakin berempati, bisa sebagai teman bagi mereka dan turut ambil bagian membantu mereka meningkatkan persepsi yang positif supaya mereka semakin mampu menjalin relasi yang sehat dengan lawan jenis.

F. Persepsi tentang Relasi dengan Lawan Jenis

1. Pengertian Persepsi

Secara etimologis, kata persepsi atau dalam bahasa Inggris perception

berasal dari bahasa Latin perceptio dari kata percipere yang artinya menerima atau mengambil (Sobur, 2003: 445). Menurut Kamus Psikologi, persepsi adalah:

“Proses di mana seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya; pengetahuan-pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data indera” (Kartini dkk, 2003: 343).

(54)

merupakan respon integrated dalam diri individu sehingga semua hal yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi (Walgito, 2004: 88). Pareek mempertegas bahwa persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan dan memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindera atau data (Sobur, 2003: 446).

Persepsi para suster yunior PBHK tentang relasinya dengan lawan jenis berarti pendapat/pandangan/pengertian mereka tentang relasinya itu. Mereka menangkap pengalaman mereka dalam berelasi itu melalui lima indera yang dimiliki, menyadari pengalamannya itu dan menginterpretasikannya sehingga mampu menemukan maknanya. Setiap suster yunior PBHK bisa menafsirkan setiap pengalaman yang mereka alami masing-masing dalam berelasi itu (Irwanto, 2002: 71). Persepsi para suster yunior PBHK bersifat individual karena perasaan, kemampuan berfikir dan pengalaman-pengalaman yang mereka alami dalam berelasi itu berbeda-beda (Walgito, 2004: 89).

2. Faktor-faktor yang Berperan dalam Persepsi

Menurut Walgito (2004: 89-90) dan Irwanto (2003, 96-97), faktor-faktor yang berperan dalam persepsi sebagai berikut:

a. Objek yang Dipersepsi

(55)

yunior PBHK dalam berelasi dengan lawan jenis adalah teman lawan jenisnya sebagai pribadi, pengalaman-pengalaman yang mereka alami terdahulu dan sekarang serta pengalaman orang lain dalam berelasi dengan lawan jenis.

b. Alat Indera, Syaraf-syaraf dan Pusat Susunan Syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Syaraf sensoris merupakan alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Syaraf motoris merupakan alat untuk mengadakan respon. Secara fisiologis, para suster yunior PBHK mempersepsikan pengalaman mereka dalam berelasi itu dengan alat-alat tersebut.

c. Perhatian

Perhatian merupakan langkah pertama sebagai persiapan untuk mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu terhadap objek tertentu. Para suster yunior PBHK dapat menyadari atau mempersepsikan relasi mereka apabila orang yang bersangkutan mempunyai perhatian terhadap relasi itu. Perhatian itu juga dipengaruhi oleh minat orang yang bersangkutan terhadap relasi itu.

d. Nilai-nilai Kehidupan yang Dimiliki

(56)

cinta kasih, kerjasama, keramahan, persaudaraan, kejujuran dan pelayanan. Relasi mereka itu didorong oleh nilai-nilai kehidupan yang ingin diperjuangkannya.

e. Pengalaman Sebelumnya

Pengalaman-pengalaman para suster yunior PBHK sebelumnya dalam berelasi dengan lawan jenis sangat mempengaruhi persepsinya tentang relasi itu. Selain itu, pengalaman dikasihi orang tua dalam keluarganya juga mempengaruhi persepsi mereka dalam berelasi. Pengalaman-pengalaman itu bisa pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang tidak menyenangkan.

3. Proses Pembentukan Persepsi

Menurut Pareek (Sobur, 2003: 451-464), proses pembentukan persepsi diuraikan sebagai berikut:

a. Proses Menerima Rangsangan

Proses pertama dalam persepsi adalah menerima rangsangan atau data dari berbagai sumber. Data diterima melalui pancaindera. Orang bisa melihat, mendengar, mencium, merasakan dan menyentuh obyek tertentu sehingga orang dapat memberi makna/arti dari obyek tersebut. Para suster yunior PBHK melihat, mendengar dan mengalami relasi dengan lawan jenis sehingga mereka bisa memberi makna dari pengalamannya itu.

(57)

Proses kedua adalah orang menyaring atau menyeleksi rangsangan atau data yang telah diterimanya untuk diproses lebih lanjut. Ada dua faktor yang menentukan seleksi rangsangan itu, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor-faktor intern berarti dari dalam diri orang yang bersangkutan, antara lain: kebutuhan psikologis, kepribadian dan penerimaan diri seseorang. Faktor-faktor ekstern berarti dari obyek yang dipersepsi, antara lain: intensitas, keakraban dan sesuatu yang baru. c. Proses Mengorganisasikan

Proses ketiga adalah para suster yunior PBHK mengorganisasikan/mengolah pengalaman-pengalaman mereka dalam berelasi dengan lawan jenis yang telah diseleksi. Dalam proses ini, mereka memilah-milah berbagai pengalamannya itu.

d. Proses Menafsirkan

Proses keempat adalah para suster yunior PBHK menafsirkan pengalaman-pengalaman mereka dalam berelasi dengan lawan jenis yang telah diorganisasikan sehingga terbentuk persepsi baik persepsi yang positif maupun negatif. Persepsi berarti memberikan arti pada berbagai informasi yang diterima secara positif maupun negatif.

e. Proses Mengecek

(58)

f. Proses Mereaksi

Tahap terakhir dari proses persepsi adalah para suster yunior PBHK bertindak berdasarkan persepsinya yang positif atau negatif. Persepsi belum sempurna sebelum menimbulkan suatu tindakan. Tindakan itu bisa tersembunyi atau bisa terbuka. Tindakan tersembunyi berupa pembentukan pendapat atau kesan. Tindakan terbuka berupa tindakan nyata berdasarkan persepsinya. Orang bisa bertindak berdasarkan persepsinya yang positif maupun yang negatif. Apabila para suster yunior PBHK mempunyai persepsi yang positif tentang relasinya dengan lawan jenis maka relasi mereka menjadi sehat, tetapi apabila persepsinya negatif maka relasinyapun menjadi tidak sehat.

3. Macam-macam Persepsi tentang Relasi dengan Lawan Jenis

a. Persepsi Positif

(59)

2003: 97). Pengalaman-pengalamannya itu mendorong mereka untuk semakin memperluas relasinya yang sehat dengan lawan jenis selama menjalani hidup panggilan mereka.

Relasi dengan lawan jenis merupakan salah satu pengalaman berharga yang bisa mendewasakan kepribadian apabila mereka mengolah pengalaman itu (Podimattam, 1997: 100 dan Darminta, 2004: 65). Relasi itu menjadi kesempatan untuk menghayati nilai-nilai hidup yang sangat manusiawi, antara lain: saling bekerjasama, sharing

pengalaman panggilan, solidaritas dan persaudaraan (Sudiarja, 2003: 3). Relasi itu dapat menguatkan hidup panggilan mereka terutama dalam menghayati kaul kemurnian karena relasi itu merupakan salah satu sarana yang membantu mereka untuk menghayati cinta yang mengalir dari cinta Allah (Purwawidyana, 2002: 1). Podimattam menegaskan bahwa seorang selibater akan semakin menjadi manusia yang utuh apabila mereka semakin mampu menjalin relasi yang sehat dengan lawan jenis (1997 :13). Mereka semakin mampu mengembangkan cinta yang murni kepada sesama.

(60)

dalam dirinya yang berharga (Podimattam, 1997: 110 dan Suparno, 2006: 38 dan 2007: 18).

Persepsi positif tentang relasi dengan lawan jenis seperti itu menjadi salah satu harapan kongregasi PBHK sebab hal itu sesuai dengan visi dan misi kongregasi PBHK. Apabila mereka mempunyai persepsi yang positif tentang relasi dengan lawan jenis maka relasinyapun akan menjadi sehat. Relasi itu dapat mengembangkan kepribadian dan penghayatan hidup panggilan mereka sebagai seorang religius PBHK. Oleh karena itu, para suster yunior PBHK diharapkan dapat mengembangkan persepsi yang positif itu.

b. Persepsi Negatif

(61)

yang negatif tentang relasi dengan lawan jenis apabila pengalaman itu tidak diolah terus-menerus dalam perjalanan hidup panggilan mereka. Pandangan yang keliru itu bisa berkembang setiap kali mereka berelasi dengan lawan jenis.

Mereka memandang bahwa relasi dengan lawan jenis merupakan penghambat dalam menjalani hidup panggilan mereka (Suparno, 2004: 37 dan Podimattam, 1985: 46). Relasi dengan lawan jenis hanya sebagai penggoda saja maka relasi itu perlu dihindari supaya bisa selamat dalam menjalani hidup panggilan mereka. Podimattam menegaskan: “It is absolutely erroneous to think that choice of celibacy destroys

(62)

(Prasetya,1996: 31). Suparno menjelaskan bahwa orang-orang itu mempunyai keyakinan bila mereka mengalami jatuh cinta maka mereka ingin meninggalkan hidup membiara dan menikah (Suparno, 2003: 3). Orientasi relasinya hanya untuk kepuasan dirinya sendiri maka relasi dengan lawan jenis menjadi tidak sehat (Prasetya,1992: 197).

Persepsi para religius yang negatif tentang relasinya dengan lawan jenis seperti itu dapat berbahaya bagi mereka sebab dapat menghambat perkembangan kepribadian dan hidup panggilan mereka masing-masing. Bahayanya itu antara lain: menjadi tidak dewasa, motivasi panggilannya menjadi tidak murni, tidak mampu mencintai orang lain dengan tulus, tidak bebas dalam mewartakan cinta dalam pelayanan dan tidak mampu mengalami kebahagiaan dalam perjalanan hidup panggilan mereka (Suparno, 2007: 46-47).

Persepsi negatif tentang relasi dengan lawan jenis seperti itu bukan menjadi harapan kongregasi PBHK sebab hal itu tidak sesuai dengan visi dan misi kongregasi PBHK. Sejak awal sejarah, persepsi kongregasi PBHK tentang relasi dengan orang lain adalah positif, termasuk dengan lawan jenis.

(63)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Moleong menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah:

“Penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah” (2006: 6).

Fenomena yang ditemukan adalah sebagian para suster yunior kongregasi PBHK tampak takut, malu dan ragu-ragu dalam menjalin relasi dengan lawan jenis, sedangkan dalam setiap bidang karya kerasulan kongregasi mereka terbuka bekerjasama dengan lawan jenis. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti memilih jenis penelitian kualitatif karena peneliti ingin mengetahui dan memahami secara lebih mendalam tentang persepsi para suster yunior kongregasi PBHK di Provinsi Indonesia tahun 2007-2008 tentang relasinya dengan lawan jenis dan menggali makna yang bisa mereka temukan dalam berelasi itu.

Salah satu macam manfaat penelitian kualitatif adalah untuk meneliti sesuatu secara mendalam (Moleong, 2006: 7). Selanjutnya Moleong (2006: 8-13) menjelaskan beberapa karakteristik penelitian kualitatif, antara lain:

(64)

Latar alamiah maksudnya latar belakang penelitian bersifat alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan karena kenyataan yang ada tidak bisa dipahami bila dipisahkan dari konteksnya.

2. Manusia sebagai Alat (Instrumen)

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama karena hanya manusia yang dapat menyesuaikan diri dengan kenyataan di lapangan. Selain itu, hanya manusia yang dapat berhubungan dengan subjek penelitian atau objek lainnya dan mampu memahami kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan.

3. Metode Kualitatif

Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara dan penelaahan dokumen. Hal ini digunakan karena metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan subjek penelitian, lebih dapat menyesuaikan diri dengan pola-pola nilai yang diyakini subjek penelitian.

4. Analisis Data secara Induktif

Pertimbangan menggunakan analisis data secara induktif, antara lain: lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda dari data; membuat hubungan peneliti dan subjek penelitian menjadi lebih eksplisit, dikenal dan diandalkan; lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan.

(65)

Penelitian kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data yang telah terkumpul/fakta.

6. Deskriptif

Deskriptif maksudnya data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Laporan penelitian berisi kutipan-kutipan data yang berasal dari wawancara, catatan lapangan dan lain-lain untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.

7. Lebih Mementingkan Proses dari pada Hasil

Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses dari pada hasil disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.

8. Desain Bersifat Sementara

Penelitian kualitatif menyusun desain secara terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan di lapangan. Pertimbangannya, antara lain: tidak dapat dibayangkan sebelumnya tentang kenyataan-kenyataan ganda di lapangan; tidak dapat diramalkan sebelumnya hal-hal yang akan berubah karena hal itu akan terjadi dalam interaksi antara peneliti dan kenyataan.

9. Hasil Penelitian Dirundingkan dan Disepakati Bersama

(66)

B. Subjek Penelitian

Pemilihan subjek dalam penelitian ini dengan cara pengambilan sampel bertujuan (purposive sample) untuk menggali data yang diperlukan dalam penelitian ini (Moleong, 2006: 224). Subjek yang dipilih dalam penelitian ini adalah para suster yunior kongregasi PBHK berjumlah empat (4) orang. Alasan peneliti memilih empat (4) orang tersebut sebagai subjek penelitian adalah menurut peneliti dapat memberikan informasi yang diperlukan secara lengkap untuk keperluan penelitian ini (Arikunto, 2002: 14). Mereka itu semuanya bertempat tinggal di komunitas yang berada di Jawa.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan wawancara mendalam. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawabannya (Moleong, 2006: 186). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara terstruktur karena peneliti menggunakan pedoman wawancara yang sama bagi semua subjek (Moleong, 2006: 190-191). Peneliti ingin menanyakan secara mendalam kepada setiap subjek yang memungkinkan mereka lebih terbuka dalam mengungkapkan diri. Selain itu, peneliti juga mengobservasi perilaku

non verbal subjek penelitian selama wawancara untuk melengkapi data yang diperlukan.

(67)

direkam ke dalam catatan lapangan dalam bentuk transkrip verbatim untuk mempermudah dalam proses analisis data. Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan penuntun wawancara.

D. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap dalam penelitian ini terdiri dari dua (2) tahap, yaitu tahap pra lapangan dan tahap pekerjaan lapangan (Moleong, 2006: 127-148).

1. Tahap Pra-Lapangan

Tahap pra-lapangan terdiri dari:

a. Menyusun rancangan penelitian, yaitu peneliti mengajukan proposal penelitian.

b. Memilih lapangan penelitian

Peneliti memilih komunitas-komunitas yang berada di Jawa sebagai lapangan penelitian karena tempatnya mudah terjangkau.

c. Mengurus perizinan

Peneliti meminta izin secara formal dan informal kepada suster provinsial, suster superior daerah Jawa dan para suster pemimpin komunitas tempat para subjek penelitian berkarya.

d. Memilih dan memanfaatkan informan

(68)

e. Menyiapkan perlengkapan penelitian, maksudnya peneliti menyiapkan berbagai perlengkapan yang akan digunakan dalam penelitian, antara lain: tape recorder dan kaset kosong untuk merekam data, alat tulis-menulis dan rencana biaya penelitian.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap ini dilakukan pada saat peneliti melakukan pengumpulan data penelitian. Peneliti mewawancarai empat (4) suster yunior PBHK yang bertugas di Jawa. Penelitian dilaksanakan mulai hari Rabu tanggal 14 November 2007 sampai dengan Sabtu 17 November 2007.

E. Koding dan Analisis Data

1. Koding

Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari dalam penelitian. Poerwandari (1998: 89-90) menjelaskan langkah-langkah koding sebagai berikut:

a. Langkah Pertama

Peneliti menyusun transkrip verbatim (kata demi kata) atau catatan lapangan.

b. Langkah Kedua

(69)

c. Langkah Ketiga

Peneliti memberi nama untuk masing-maisng berkas dengan kode tertentu. Kode yang dipilih adalah kode yang mudah diingat dan dianggap paling tepat mewakili berkas tersebut.

2. Analisis Data

Miles dan Huberman menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif datanya berupa kata-kata (1992: 15). Data itu dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan setelah itu data tersebut dianalisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu:

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

b. Penyajian Data

Penyajian data merupakan penyajian sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data ini berupa teks naratif dari hasil wawancara.

c. Menarik Kesimpulan/Verifikasi Data yang Sudah Tersaji.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data

(70)

1. Perpanjangan Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti dalam penelitian sangat menentukan dalam pengumpulan data. Tujuannya adalah peneliti membangun hubungan yang baik dengan subjek penelitian. Perpanjangan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. 2. Ketekunan/Keajegan Pengamatan

Keajekan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan. Ketekunan pengamatan tujuannya adalah menemukan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

3. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain untuk mengecek data. Triangulasi yang peneliti gunakan adalah teknik triangulasi penyidik dengan jalan memanfaatkan pengamat lain. Pengamat lain di sini adalah suster provinsial dan dewannya.

4. Pengecekan Anggota

Pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan. Jadi, setiap subjek penelitian memberikan tanggapan dan mengoreksi data yang telah diorganisasikan oleh peneliti. Peneliti memilih pengecekan secara informal karena memiliki berbagai manfaat, antara lain:

(71)

b. Menyediakan kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari hal-hal yang dimaksudkan oleh subjek penelitian dengan jalan memberikan informasi tertentu dan dapat memberikan data tambahan yang belum terungkap pada saat pengumpulan data sebelumnya.

(72)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada empat (4) subjek penelitian, mereka mempunyai pandangan yang serupa tentang relasi dengan lawan jenis bahwa relasi itu merupakan hal yang baik, perlu dan wajar demi panggilan dan perutusan. Berikut ini akan diuraikan hasil penelitian dari setiap subjek tentang pengalaman mereka dalam berelasi dengan lawan jenis.

1. Subjek 1

a. Sebelum Masuk Biara

Subjek 1 mengalami dicintai kedua orang tuanya dan dipercaya untuk berelasi dengan siapa saja, termasuk dengan teman-teman lawan jenis, yang penting tahu batas dan tidak melupakan sekolahnya.

b. Setelah Hidup Di Biara 1) Pribadi

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai salah satu bentuk bahan bakar baru, briket merupakan bahan yang sederhana, baik dalam proses pembuatan ataupun dari segi bahan baku yang digunakan, sehingga

sumur gali, saluran air, dan terowongan air untuk mendapatkan air tanah yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis sebagai sarana eksplorasi, pengambilan, pemakaian, dan

Dilihat dari prospek keberlanjutan pelayanan sosial menunjukkan bahwa kegiatan- kegiatan sosial yang ada di Kelurahan Panggungrejo bersifat karitatif dan hanya

Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai gain yang dinormalisasi untuk kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konseptual interaktif yang menggunakan

2. merakam, menyimpan atau mengekalkan, dan/atau memanipulasi, mentafsir atau memproses dengan betul sebarang data atau maklumat atau perintah atau arahan akibat menganggap

Kapiler dapat dikelompokkan dalam 3 jenis menurut struktur dinding sel endotel: (1) Kapiler kontinu yang memiliki susunan sel endotel rapat; (2) Kapiler fenestrata atau

[r]

Dalam hal pembelian Unit Penyertaan PREMIER CAMPURAN FLEKSIBEL dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan secara berkala sesuai dengan ketentuan nomor 14.6 Prospektus