• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terkait penyakit Tuberculosis (TBC) paru - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengembangan instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terkait penyakit Tuberculosis (TBC) paru - USD Repository"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENGUKURAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TERKAIT

PENYAKIT TUBERCULOSIS (TBC) PARU SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Wuri Kinanti NIM : 108114097

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENGUKURAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TERKAIT

PENYAKIT TUBERCULOSIS (TBC) PARU

Skripsi yang diajukan oleh: Wuri Kinanti NIM : 108114097

telah disetujui oleh:

Pembimbing

(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tuhan akan menyelesaikannya bagiku!

Ya TUHAN, kasih setia-Mu untuk selama-lamanya; janganlah Kautinggalkan perbuatan

tangan-Mu! (Mazmur 138:8)

Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan. Segala hormat syukur hanya bagi Tuhan (GMB-Segala Kemuliaan)

(5)
(6)
(7)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena

hanya dengan perkenanan-Nyalah skripsi yang berjudul “PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENGUKURAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP

DAN TINDAKAN MASYARAKAT TERKAIT PENYAKIT

TUBERCULOSIS (TBC) PARU” dapat selesai tepat waktu.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada setiap pihak yang terlibat

dalam penyusunan naskah ini.

1. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. Sebagai dosen

pembimbing yang sabar dalam memberikan bimbingan selama proses

penyusunan karya ini.

2. Semua responden yang berkontribusi besar selama dilaksanakannya

penelitian ini.

3. Bapak Enade P. Istyastono, Ph.D. dan Bapak Aris Dwiatmoko, M. Si. yang

tidak pernah lelah membimbing penulis selama pengolahan data dan diskusi

statistik.

4. Para dosen penguji yang telah memberi kritik dan saran dalam penyelesaian

naskah skripsi ini.

5. Seluruh pihak yang memberikan izin penelitian, Lurah Desa Condong Catur,

(8)

viii

6. Dekan dan segenap staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang

mendukung dilakukannya penelitian ini.

7. Keluarga yang setia memberi doa dan dukungan.

8. Dino, Ella, Rina, seluruh teman Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma angkatan 2010, rekan pelayanan dan saudara-saudari komsel yang

selalu memberikan doa dan semangat selama pengerjaan penelitian.

9. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang selalu

mendukung dan menyemangati penulis dalam menuntaskan karya ini.

Akhir kata, penulis mengakui bahwa masih terdapat kekurangan

dalam penyusunan karya ini sehingga penulis terbuka menerima kritik dan

saran untuk menyempurnakan karya ini. Penulis berharap semoga karya ini

bisa memberikan kontribusi dalam penyusunan instrumen pengukuran atribut

psikososial di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang kefarmasian.

Yogyakarta, Agustus 2014

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian... .... 8

B. Tujuan Penelitian ... .... 8

(10)

x

2. Tujuan Khusus... 9

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 10

A. Kuesioner ... 10

1. Pengertian ... 10

2. Rancangan Kuesioner ... 10

3. Syarat Kuesioner ... 14

B. Validitas ... 15

1. Pengertian ... 15

2. Jenis-jenis Validitas... 16

3. Pengujian Validitas Konten ... 18

C. Seleksi Aitem ... 18

1. Seleksi Aitem dalam Penyusunan Instrumen ... .18

2. Seleksi Aitem dengan Korelasi Aitem-Total ... 19

3. Interpretasi Hasil Uji Korelasi... 19

D. Reliabilitas ... 20

1. Pengertian ... 20

2. Jenis-jenis Reliabilitas ... 20

3. Pengujian Reliabilitas dengan Metode Cronbach-Alpha ... 21

4. Interpretasi Hasil Pengujian Reliabilitas dengan Metode Cronbach-Alpha ... 22

E. . Sampling ... 23

1. Pengertian ... 23

(11)

xi

3. Metode Purposive Sampling ... 24

F. TBC Paru ... 24

1. Pengertian ... 24

2. Epidemiologi ... 24

3. Patofisiologi ... 25

4. Faktor Resiko dan Penularan... 25

5. Gejala ... 26

6. Pencegahan ... 26

7. Pengobatan ... 28

G. Pengetahuan ... 28

1. Pengertian ... 28

2. Tingkatan Pengetahuan ... 29

3. Pengukuran Pengetahuan ... 30

H. Sikap dan Tindakan ... 31

1. Pengertian ... 31

2. Tingkatan Sikap dan Tindakan serta Pengukurannya ... 32

I. Landasan Teori ... 34

J. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 36

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 36

1. Variabel ... 36

(12)

xii

C. Bahan Penelitian ... 38

D. Rekrutmen ... 40

E. Instrumen Penelitian ... 41

F. Waktu Penelitian ... 41

G. Tata Cara Penelitian ... 42

H. Kelemahan Penelitian ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Uji Validitas Konten ... 46

1. Aspek Pengetahuan ... 47

2. Aspek Sikap ... 50

3. Aspek Tindakan ... 54

B. Uji Reliabilitas ... 59

1. Aspek Pengetahuan ... 61

2. Aspek Sikap ... 64

3. Aspek Tindakan ... 65

C. Formulasi Instrumen Pengukuran yang Valid secara Konten dan Reliabel... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Pokok Bahasan Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ... 39

Tabel II. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan ... 40 Tabel III. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Favorable dan

Unfavorable Aspek Sikap dan Tindakan ... 40

Tabel IV. Pernyataan pada Tiap Aspek Kuesioner yang Sulit Dipahami oleh Lay people………. ... 58

Tabel V. Perbandingan Nilai α Sebelum dan Sesudah Seleksi Aitem Pernyataan Tiap Aspek Kuesioner pada Setiap Uji Kualitas

Instrumen……….. ... 67

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Alir Tata Cara Penelitian Secara Umum ... 42

Gambar 2. Diagram Alir Tata Cara Uji Kelayakan Konten Instrumen ... 43

Gambar 3. Diagram Alir Tata Cara Uji Kualitas Instrumen... 44

Gambar 4. Alur Pengujian Validitas Konten Aspek Pengetahuan ... 48

Gambar 5. Alur Pengujian Validitas Konten Aspek Sikap ... 51

Gambar 6. Alur Pengujian Validitas Konten Aspek Tindakan ... 55

Gambar 7. Alur Pengujian Reliabilitas Instrumen Aspek Pengetahuan ... 62

Gambar 8. Alur Pengujian Reliabilitas Instrumen Aspek Sikap ... 65

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Bappeda ... 73

Lampiran 2. Surat perpanjangan izin penelitian dari Bappeda ... 74

Lampiran 3. Surat izin melakukan penelitian di Desa Condong Catur ... 75

Lampiran 4. Surat perpanjangan izin melakukan penelitian di Desa Condong Catur ... 76

Lampiran 5. Kuesioner penelitian uji validitas konten I aspek pengetahuan

... 77

Lampiran 6. Kuesioner penelitian uji validitas konten I aspek sikap ... 78

Lampiran 7. Kuesioner penelitian uji validitas konten I aspek tindakan ... 79

Lampiran 8. Form rekomendasi hasil expert judgement questionnaire uji validitas konten I ... 80

Lampiran 9. Kuesioner penelitian uji validitas konten II aspek pengetahuan ... 82

Lampiran 10. Kuesioner penelitian uji validitas konten II aspek sikap ... 83

Lampiran 11. Kuesioner penelitian uji validitas konten II aspek tindakan ... 84

Lampiran 12. Form rekomendasi hasil expert judgement questionnaire uji validitas konten II ... 85

Lampiran 13. Kuesioner penelitian uji validitas konten III aspek pengetahuan ... 87

Lampiran 14. Kuesioner penelitian uji validitas konten III aspek sikap ... 88

(16)

xvi

Lampiran 16. Form rekomendasi hasil expert judgement questionnaire uji

validitas konten III ... 90

Lampiran 17. Kuesioner penelitian uji validitas konten IV aspek pengetahuan ... 92

Lampiran 18. Kuesioner penelitian uji validitas konten IV aspek sikap ... 93

Lampiran 19. Kuesioner penelitian uji validitas konten IV aspek tindakan ... 94

Lampiran 20. Form rekomendasi hasil expert judgement questionnaire uji validitas konten IV ... 95

Lampiran 21. Kuesioner penelitian uji validitas konten V aspek pengetahuan ... 97

Lampiran 22. Kuesioner penelitian uji validitas konten V aspek sikap ... 98

Lampiran 23. Kuesioner penelitian uji validitas konten V aspek tindakan .... 99

Lampiran 24. Form rekomendasi hasil expert judgement questionnaire uji validitas konten V ... 100

Lampiran 25. Rangkuman hasil uji validitas konten aspek pengetahuan ... 101

Lampiran 26. Rangkuman hasil uji validitas konten aspek sikap ... 102

Lampiran 27. Rangkuman hasil uji validitas konten aspek tindakan ... 104

Lampiran 28. Resume hasil uji pemahaman bahasa pada lay people ... 106

Lampiran 29. Kuesioner uji pemahaman bahasa aspek pengetahuan ... 107

Lampiran 30. Kuesioner uji pemahaman bahasa aspek sikap ... 108

Lampiran 31. Kuesioner uji pemahaman bahasa aspek tindakan ... 109

(17)

xvii

Lampiran 33. Besar skor untuk masing-masing tanggapan tiap aitem aspek pengetahuan pada uji kualitas instrumen I ... 111

Lampiran 34. Hasil uji korelasi Point Biserial untuk aitem aspek pengetahuan pada uji kualitas instrumen I ... 113

Lampiran 35. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek pengetahuan dengan metode Cronbach-Alpha pada uji kualitas instrumen I ... 114

Lampiran 36. Kuesioner penelitian aspek pengetahuan uji kualitas instrumen II ... 115

Lampiran 37. Besar skor untuk masing-masing tanggapan tiap aitem aspek pengetahuan pada uji kualitas instrumen II ... 116

Lampiran 38. Hasil uji korelasi Point Biserial untuk aitem aspek pengetahuan pada uji kualitas instrumen II ... 118

Lampiran 39. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek pengetahuan dengan metode Cronbach-Alpha pada uji kualitas instrumen II ... 119

Lampiran 40. Kuesioner penelitian aspek pengetahuan uji kualitas instrumen III ... 120

Lampiran 41. Besar skor untuk masing-masing tanggapan tiap aitem aspek pengetahuan pada uji kualitas instrumen III ... 121

Lampiran 42. Hasil Uji korelasi Point Biserial untuk aitem aspek pengetahuan pada uji kualitas instrumen III ... 123

Lampiran 43. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek pengetahuan dengan metode Cronbach-Alpha pada uji kualitas instrumen III ... 124

(18)

xviii

Lampiran 45. Besar skor untuk masing-masing tanggapan tiap aitem aspek pengetahuan pada uji kualitas instrumen IV ... 126

Lampiran 46. Hasil uji korelasi Point Biserial untuk aitem aspek pengetahuan pada uji kualitas instrumen IV ... 130

Lampiran 47. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek pengetahuan dengan metode Cronbach-Alpha pada uji kualitas instrumen IV ... 131

Lampiran 48. Kuesioner penelitian aspek sikap uji kualitas instrumen I ... 132

Lampiran 49. Besar skor untuk masing-masing tanggapan tiap aitem aspek sikap pada uji kualitas instrumen I ... 133

Lampiran 50. Hasil uji korelasi Pearson Product Moment untuk aitem aspek sikap pada uji kualitas instrumen I ... 135

Lampiran 51. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek sikap dengan metode Cronbach-Alpha pada uji kualitas instrumen I ... 136

Lampiran 52. Kuesioner penelitian aspek sikap uji kualitas instrumen II ... 137

Lampiran 53. Besar skor untuk masing-masing tanggapan tiap aitem aspek sikap pada uji kualitas instrumen II ... 138

Lampiran 54. Hasil uji korelasi Pearson Product Moment untuk aitem aspek sikap pada uji kualitas instrumen II ... 140

Lampiran 55. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek sikap dengan metode Cronbach-Alpha pada uji kualitas instrumen II ... 141

Lampiran 56. Kuesioner penelitian aspek tindakan uji kualitas instrumen I .. 142

Lampiran 57. Besar skor untuk masing-masing tanggapan tiap aitem aspek tindakan pada uji kualitas instrumen I ... 143

(19)

xix

Lampiran 59. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek tindakan dengan metode Cronbach-Alpha pada uji kualitas instrumen I ... 146

Lampiran 60. Instrumen Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan siap pakai ... 147

Lampiran 61. Profil Demografi Responden Penelitian ... 152

(20)

xx INTISARI

Kuesioner merupakan instrumen pengukuran psikososial yang sering digunakan dalam penelitian kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terkait penyakit tuberculosis (TBC) paru yang memenuhi syarat validitas konten dan reliabilitas. Suatu kuesioner penelitian harus memenuhi kedua syarat tersebut supaya dapat memberikan hasil pengukuran yang selaras dengan tujuan pengukuran.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan cross sectional. Rekrutmen dilakukan di Kelurahan Condong Catur, Kecamatan Depok, Sleman, D.I. Yogyakarta dengan metode purposive sampling. Validitas konten diukur dengan menggunakan professional judgement terhadap aitem-aitem pernyataan tiap aspek pengukuran oleh tiga ahli dari bidang kesehatan. Reliabilitas diukur dengan metode Cronbach-Alpha melalui single trial administration. Pada uji reliabilitas, seleksi aitem dilakukan hanya jika nilai α < 0,6 untuk meningkatkan konsistensi instrumen. Seleksi aitem untuk aspek pengetahuan menggunakan uji korelasi Point Biserial sedangkan uji korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk aspek sikap dan tindakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen yang terdiri dari 24 aitem pernyataan pengetahuan, 15 aitem pernyataan sikap dan 15 aitem pernyataan tindakan telah valid secara konten dan reliabel dengan nilai α > 0,6.

(21)

xxi ABSTRACT

A questionnaire is an instrument which is broadly used in health researches to measure psychosocial attributes. This research aims to develop an instrument to measure community’s knowledge, attitude and behavior related to lung tuberculosis (TBC) disease which complies content validity and reliability requirement. A research questionnaire has to fulfill those conditions in order to result an appropriate measurement to research purpose.

This was an experimental research with cross sectional design. Recruitment was done in Condong Catur District, Depok Regency, Sleman, D.I. Yogyakarta by purposive sampling method. Content validity was measured by professional judgements to the items of every aspects of measurement which was given by three experts in health field. Meanwhile, reliability was measured by using Cronbach-Alpha method through single trial administration. For questionnaire reliability measurement, item selection is done if only α < 0,6 to increase instrument’s consistency. Item selection for knowledge aspect uses Point Biserial correlation test meanwhile Pearson Product Moment correlation test is used for attitude and behavior aspect.

The result shows that the instrument which contains 24 items of knowledge aspect, 15 items of attitude aspect, and 15 items of behavior ascpect is valid in content and reliabel with value of α > 0,6.

(22)

1 BAB I PENGANTAR

A.Latar Belakang

Kuesioner merupakan instrumen penelitian untuk mengumpulkan data

dengan cara memberikan suatu pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden (Sugiyono, 2010). Kuesioner digunakan untuk mengukur suatu

variabel tergantung penelitian. Dalam penyusunan instrumen, dua karakteristik

yang penting diperhatikan adalah validitas dan reliabilitas. Validitas dan

reliabilitas merupakan dua hal yang sangat penting untuk diuji sehingga instrumen

dapat menghasilkan data yang sahih, andal dan aktual (Nursalam, 2008).

Jenis validitas yang bisa diuji dalam penelitian ini adalah validitas konten.

Validitas konten berkaitan erat dengan seberapa luas suatu instrumen mampu

memuat konten yang hendak diukur. Validitas ini bersifat krusial pada tes

pengukuran pengetahuan namun juga relevan pada pengukuran karakteristik

psikososial yang bersifat kompleks (Profetto-McGrath dkk., 2010).

Pengukuran lainnya yang dilakukan dalam suatu pengujian instrumen

adalah reliabilitas. Instrumen dan cara pengukuran memberikan peranan penting

dalam suatu penelitian psikososial. Hal penting yang perlu diketahui peneliti

adalah bahwa instrumen yang sudah reliabel belum tentu memberikan hasil

pengukuran yang selalu valid (Nursalam, 2008). Hal inilah yang menjadi alasan

(23)

Suatu instrumen kuesioner dapat digunakan untuk meneliti suatu topik

yang menjadi endemik di suatu tempat, seperti contohnya tuberculosis (TBC).

TBC merupakan penyakit yang sering terjadi di negara-negara berkembang, salah

satunya di Indonesia. Adapun sebagian besar penderita TBC merupakan penduduk

dengan tingkat pendidikan rendah. Hal inilah yang menyebabkan TBC bukan saja

menjadi permasalahan kesehatan namun juga menjadi permasalahan sosial yang

membutuhkan penanganan khusus, terutama dalam upaya pencegahannya (Laban,

2008).

Di Indonesia, pada tahun 2012 laju kematian akibat TBC sebesar 27.000

dengan angka kematian akibat infeksi HIV positif sebesar 2100 jiwa. Kasus TBC

ini juga disertai dengan kasus TBC MDR (Multi Drug Resistance) yang diestimasi

sebesar 5.900 kasus (WHO, 2013).

Prevalensi TBC di Indonesia memang mengalami penurunan sejak tahun

1997 hingga 2012 namun laju penurunan ini tidak terlalu tajam selama lima tahun

terakhir. Prevalensi TBC untuk tahun 2013-2015 diprediksikan tetap mengalami

penurunan namun angka ini diperkirakan tidak mencapai target penurunan sebesar

50% dibandingkan data tahun 1990 (WHO, 2014). Berdasarkan data tersebut,

dapat dilihat bahwa kasus TBC masih ada hingga saat ini sehingga salah satu

upaya pencegahan peningkatan kasus TBC adalah pemberian materi edukasi

kepada masyarakat.

Penyusunan materi edukasi yang tepat sasaran membutuhkan suatu

pengukuran psikologis terlebih dahulu. Pengukuran ini membutuhkan suatu

(24)

dilakukan peneliti, belum ditemukan instrumen pengukuran aspek pengetahuan,

sikap dan tindakan masyarakat terkait penyakit TBC siap pakai yang telah valid

dan reliabel. Hal inilah yang mendorong dilakukan penelitian pengembangan

instrumen tersebut. Pada penelitian ini dilakukan uji validitas konten dan

reliabilitas instrumen untuk mendapatkan aitem kuesioner yang valid secara

konten dan reliabel. Apabila suatu tes tidak valid dan reliabel maka akan

memberikan hasil yang tidak sesuai harapan untuk menginformasikan domain

yang diukur dari tiap responden. Apabila hasil pengukuran menjauhi keadaan

sebenarnya, atau dengan kata lain tidak akurat maka dapat menyebabkan

pengambilan keputusan yang keliru oleh peneliti dalam menindaklanjuti hasil

pengukuran tersebut (Azwar, 2011).

Instrumen yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya akan memberikan

hasil pengukuran yang konsisten dan selaras dengan tujuan penelitian. Hasil

pengukuran ini dapat digunakan sebagai acuan untuk memudahkan tenaga

kesehatan merumuskan pokok bahasan materi edukasi yang sesuai dengan

kebutuhan masyarakat terkait penyakit TBC paru.

1. Permasalahan

a. Apakah instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan

masyarakat terkait penyakit TBC paru yang dikembangkan memenuhi

syarat validitas konten?

b. Apakah instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan

masyarakat terkait penyakit TBC paru yang dikembangkan memenuhi

(25)

c. Seperti apakah formulasi instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap

dan tindakan masyarakat terkait penyakit TBC paru yang valid secara

konten dan reliabel?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran pustaka yang dilakukan penulis,

penelitian pengembangan instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap

dan tindakan masyarakat terkait penyakit TBC paru belum pernah dilakukan.

Beberapa penelitian yang ditemukan penulis terkait penyakit TBC

paru antara lain:

a. Perilaku Penderita TBC Paru Positif dalam Upaya Pencegahan Penularan

Tuberkulosis pada Keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli

Tengah Tahun 2012 oleh Sembiring (2012). Penelitian survei deskriptif ini

bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku penderita TBC Paru positif

dalam upaya pencegahan penularan TBC pada keluarga di Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli tengah tahun 2012. Pengumpulan data

menggunakan instrumen kuesioner dengan melibatkan penderita TBC paru

positif sebagai responden. Responden ini direkrut dengan metode simple

random sampling. Sementara itu, responden pada penelitian Pengembangan

Instrumen Pengukuran Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Masyarakat Terkait Penyakit TBC Paru direkrut di Kelurahan Condong

Catur, Depok, Sleman secara purposive sampling.

b. Aspek Pengetahuan Sikap dan Perilaku Masyarakat Kaitannya dengan

(26)

ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang melibatkan sejumlah

responden yang direkrut dengan metode purposive sampling di Kecamatan

Cikupa, wilayah kerja Puskesmas Cikupa dan Kecamatan Sepatan, wilayah

kerja Puskesmas Sepatan, Kabupaten Tangerang, Banten. Pengumpulan

data dilakukan dengan wawancara mendalam dan focused group

discussion. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan saran untuk

mengatasi masalah pengaruh pengetahuan atau perilaku masyarakat terkait

penyakit tuberkulosis dalam pelaksanaan program pemberantasan TBC

paru. Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah metode

pengambilan data menggunakan kuesioner.

c. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Motivasi Kader dengan Penemuan

Suspek Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon oleh Wahyudi (2010).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap

dan motivasi kader puskesmas terhadap penemuan suspek TBC paru. Jenis

penelitian ini berupa survei eksplanatori dengan melibatkan responden yang

berasal dari kader Puskesmas Sanan Kulon. Rekrutmen responden

dilakukan dengan metode proportional random sampling. Instrumen yang

digunakan berupa kuesioner. Sementara itu responden yang dilibatkan pada

penelitian yang akan dilakukan adalah masyarakat yang berdomisili di

Kelurahan Condong Catur, Sleman, Yogyakarta yang direkrut secara

purposive sampling.

d. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pencegahan

(27)

tahun 2010. Jenis penelitian ini berupa penelitian korelasional karena

bertujuan untuk menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan dan

sikap responden terhadap tindakan pencegahan penyebaran penyakit TBC

paru. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner

dengan melibatkan responden dari keluarga yang mempunyai anggota

penderita TBC paru. Rekrutmen responden dilakukan dengan metode

simple random sampling. Perbedaannya adalah responden yang direkrut

secara purposive sampling pada penelitian yang akan dilakukan tidak harus

berasal dari keluarga dengan anggota penderita TBC paru positif.

e. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pencegahan

Penularan TBC pada Mahasiswa di Asrama Manokwari, Sleman,

Yogyakarta oleh Djannah (2009). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui

korelasi antara pengetahuan dan sikap mengenai pencegahan penularan

TBC terhadap perilaku mahasiswa di Asrama Manokwari, Sleman,

Yogyakarta dengan metode pengambilan data menggunakan kuesioner.

Jenis penelitian ini adalah observasi analitis. Responden yang direkrut

secara total sampling berasal dari mahasiswa di Asrama Manokwari,

Sleman, Yogyakarta. Pada penelitian yang akan dilakukan, lokasi

rekrutmen responden dilakukan di Kelurahan Condong Catur, Depok,

Sleman.

f. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Penderita TBC Paru Dengan

Kepatuhan Minum Obat Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatibarang,

(28)

2007 oleh Anugerah. Penelitian survei eksplanatori ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap pasien TBC

Paru terhadap kepatuhan minum obat. Instrumen yang digunakan dalam

proses pengambilan data adalah kuesioner yang diisi oleh penderita TB

Paru dengan BTA positif di Wilayah Kerja Puskesmas Jatibarang. Adapun

metode rekrutmen yang digunakan adalah total sampling. Sementara itu,

responden yang terlibat dalam penelitian yang akan dilakukan adalah

masyarakat umum dan tidak diharuskan memiliki riwayat penyakit TBC

paru.

Selain dibandingkan berdasarkan metode pengambilan data, metode

sampling dan responden yang terlibat, penelitian Pengembangan Instrumen

Pengukuran Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Masyarakat Terkait

Penyakit TBC Paru juga memiliki perbedaaan dari penelitian-penelitian

sebelumnya dari segi jenis dan tujuan penelitian. Penelitian-penelitian yang

dipaparkan sebelumnya umumnya bertujuan untuk mengukur beberapa domain,

seperti pengetahuan, sikap dan/atau perilaku. Adapun yang dimaksud domain

adalah karakteristik individu yang menjadi sasaran pengujian dengan

menggunakan suatu tes (Supratiknya, 2014). Domain dalam

penelitian-penelitian tersebut mencakup pengetahuan, sikap dan/atau tindakan responden.

Sementara itu, pada penelitian yang akan dilakukan difokuskan pada uji

validitas konten dan reliabilitas kuesioner karena bertujuan untuk

(29)

masyarakat terkait penyakit TBC paru. Adapun jenis penelitian yang akan

dilakukan merupakan penelitian eksperimental.

Hasil yang akan diperoleh pada penelitian Pengembangan Instrumen

Pengukuran Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Masyarakat Terkait

Penyakit TBC Paru bukan berupa hasil pengukuran namun aitem kuesioner

siap pakai yang layak secara konten dan memenuhi syarat konsistensi internal

yang baik. Aitem kuesioner ini diharapkan dapat langsung digunakan sesuai

tujuan pengukuran pada penelitian terkait TBC paru selanjutnya.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoretis. Instrumen dapat memberikan kontribusi aitem untuk tiap

domain pengukuran, yakni pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat

terkait penyakit TBC paru sehingga memberikan hasil pengukuran yang

lebih komprehensif.

b. Manfaat Praktis. Hasil pengukuran dengan menggunakan instrumen ini

dapat dijadikan bahan evaluasi untuk penyusunan materi edukasi mengenai

TBC paru pada masyarakat.

B.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Menyusun instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan

(30)

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan uji validitas instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap

dan tindakan masyarakat terkait penyakit TBC paru dari aspek validitas

konten.

b. Melakukan uji reliabilitas instrumen pengukuran tingkat pengetahuan,

sikap dan tindakan masyarakat terkait penyakit TBC paru.

c. Menyusun formulasi instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap dan

tindakan masyarakat terkait penyakit TBC paru yang valid secara konten

(31)

10 BAB II Penelaahan Pustaka

A.Kuesioner 1. Pengertian

Kuesioner merupakan instrumen penelitian penelitian untuk

mengumpulkan data dengan cara memberikan suatu pertanyaan atau

pernyataan tertulis kepada responden. Instrumen ini dikatakan efisien apabila

variabel yang akan diukur sudah diketahui dan dirumuskan secara pasti karena

peneliti sudah mengetahui tanggapan yang diinginkan dari responden.

Kuesioner merupakan instrumen yang tepat digunakan untuk sasaran

responden dalam jumlah besar di suatu wilayah yang luas. Pertanyaan atau

pernyataan yang disertakan dalam kuesioner dapat bersifat terbuka ataupun

tertutup. Pada cakupan wilayah yang tidak begitu luas, kuesioner dapat

langsung diantar kepada responden. Kontak yang terjadi antara peneliti dan

responden dapat mendukung terkumpulnya data obyektif dengan cepat

(Sugiyono, 2010).

2. Rancangan Kuesioner

Kuesioner sebagai suatu instrumen tes psikologis harus dirancang

melalui tahapan-tahapan tertentu untuk dapat digunakan sesuai dengan tujuan

penelitian. Penyusunan instrumen diawali dengan mengembangkan suatu

(32)

diukur. Konseptualisasi ini biasanya didapatkan dari suatu studi kualitatif atau

dengan mengacu pada literatur (Profetto-McGrath dkk., 2010).

Sebelum menghasilkan suatu instrumen yang sesuai dengan tujuan tes,

maka pembuat tes sebaiknya mengikuti langkah-langkah umum tes yang

meliputi pendefinisian tes, persiapan spesifikasi tes, pemilihan metode

penskalaan, penyusunan aitem, review dan revisi aitem, perakitan

aitem-aitem, uji coba tes, analisis ciri-ciri psikometrik tes, hingga penyusunan

panduan tes (Supratiknya, 2014).

Perancangan tes diawali dengan tahapan pendefinisian tes. Ketika

mendefinisikan suatu tes, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh

pembuat tes. Pertama, pembuat tes harus menetapkan khalayak tes karena

suatu tes hanya valid pada kelompok tertentu saja sesuai sasaran tes. Langkah

ini merupakan langkah pertama dalam penyusunan suatu tes. Kedua, pembuat

tes menetapkan jenis skor yang akan digunakan. Penetapan jenis skor ini akan

sangat membantu dalam pemilihan skala pengukuran. Ketiga, pembuat tes

menentukan cakupan isi tes. Yang dimaksud cakupan isi tes adalah

batasan-batasan dalam atribut pengukuran tes (Supratiknya, 2014).

Tahapan kedua dalam penyusunan tes adalah menyiapkan spesifikasi

tes. Pembuat tes harus menetapkan konten domain yang ingin ditanggapai oleh

peserta tes, dalam hal ini responden. Spesifikasi tes menentukan

komponen-komponen domain yang akan dimaksudkan dalam tes (Supratiknya, 2014).

Selanjutnya, pembuat tes harus memilih metode penskalaan.

(33)

Penskalaan ini berguna pada pengukuran yang akan dilakukan melalui tes

(Supratiknya, 2014). Dalam penelitian ini, jenis penskalaan yang digunakan

adalah skala kategorisasi berupa rating skala pilihan pada aspek pengetahuan

dan skala Likert pada aspek sikap dan tindakan.

Setelah dilakukan pemilihan metode penskalaan, langkah berikutnya

adalah penyusunan aitem-aitem pernyataan. Setelah menentukan spesifikasi

tes dan jenis penskalaan, maka pembuat tes dapat mulai menuliskan aitem

pertanyaan. Penulisan aitem dimulai dengan memperhatikan jumlah aitem tes

dan pilihan skala untuk kemudian menentukan format tes yang akan dibuat

(Supratiknya, 2014).

Aitem-aitem yang telah disusun ini perlu dimintakan penilaian dari ahli

maupun awam. Ahli mengacu pada orang yang memiliki spesialis dalam

bidang studi maupun bidang penelitian sedangkan awam mengacu pada

sekelompok orang yang memiliki atau mengenal karakter seperti yang dimiliki

kelompok responden yang akan dikenai tes (Supratiknya, 2014).

Tahapan selanjutnya dalam penyusunan tes adalah perakitan aitem.

Perakitan aitem meliputi tahapan pemberian petunjuk mengenai cara

mengerjakan tes dan pengaturan letak susunan aitem dalam format tes.

Petunjuk pengerjaan meliputi cara mengerjakan aitem Benar-Salah atau

memilih satu dari skala Likert yang disediakan. Pengaturan letak aitem

bertujuan untuk mengurutkan aitem-aitem sesuai tujuan tes (Supratiknya,

(34)

Aitem-aitem yang telah dirakit sebaiknya diujicobakan terlebih dahulu

sebelum digunakan pada populasi yang akan dikenai pengukuran. Pengujian

kuesioner merupakan suatu tahapan yang penting untuk mencari aitem

pernyataan yang sulit dimengerti responden dan menyeleksi aitem yang tidah

dibutuhkan. Peneliti dapat menemukan permasalahan yang mungkin muncul

selama proses pengujian kuesioener seperti contohnya hambatan yang dialami

responden saat menanggapi pertanyaan. Dalam proses ini, peneliti juga dapat

mengidentifikasi pertanyaan yang harus diperbaiki guna mempermudah proses

pengambilan data selanjutnya. Belum ada ketentuan khusus yang menyatakan

jumlah responden minimal yang dilibatkan dalam pengujian suatu kuesioner.

Hal ini dikarenakan setiap instrumen memiliki tingkat kesulitan yang berbeda

antara satu dengan yang lainnya. Yang dimaksud dengan tingkat kesulitan

pertanyaan adalah homogenitas responden dan sensitivitas konten aitem

kuesioner. Jumlah responden yang dikatakan cukup layak untuk dilibatkan

dalam pengujian kuesioner adalah 30-40 orang. Responden yang dilibatkan

dalam pengujian kuesioner ini diupayakan berasal dari luar daerah penelitian

namun harus memiliki karakteristik yang mirip dengan karakteristik responden

dari populasi yang akan diteliti selanjutnya (Effendi dan Tukiran, 2012).

Tahapan pengujian tes bertujuan untuk mandapatkan data untuk diuji

dengan menggunakan metode statistik yang sesuai. Hasil pengolahan data

akan memberikan informasi berupa karakteristik psikometrik tiap aitem

maupun tes secara keseluruhan melalui analisis aitem sehingga diperoleh

(35)

validitas dan reliabilitas yang diinginkan. Adapun rekomendasi lainnya

mengenai jumlah sampel minimal yang dilibatkan dalam tahapan ini adalah 50

orang (Supratiknya, 2014).

Hasil pengujian tes kemudian dianalisis untuk mengetahui karakteristik

statistik aitem. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan aitem yang memenuhi

syarat sebagai komponen final tes, aitem yang perlu direvisi untuk

diujicobakan kembali atau aitem yang memang harus dihilangkan karena tidak

memenuhi parameter aitem yang diinginkan (Supratiknya, 2014).

Setelah suatu tes diujicobakan, maka hasil pengukuran dengan tes ini

lazimnya dipastikan sudah memberikan suatu penafsiran yang

menggambarkan atribut psikologis responden. Hal ini dapat dibuktikan melalui

karakterstik psikometrik tes yang meliputi validitas, reliabilitas dan daya

diskriminasi keseluruhan aitem yang dimasukkan dalam bentuk akhir tes

(Supratiknya, 2014).

Tahap terakhir dalam penyusunan suatu tes adalah menyusun panduan

pengerjaan tes. Suatu tes yang dianggap sudah cukup memuaskan memerlukan

suatu pedoman pengerjaan supaya dapat didistribusikan kepada sekelompok

individu yang hendak dikenai tes. Pedoman atau petunjuk yang dapat

menginformasikan petunjuk ataupun detail yang perlu diberitahukan kepada

peserta tes (Supratiknya, 2014).

3. Syarat Kuesioner

Suatu alat ukur sebaiknya memiliki kriteria reliabel, valid, standar,

(36)

tersebut, beberapa kriteria yang bisa diukur adalah validitas dan reliabilitas.

Apabila suatu tes tidak valid dan reliabel maka akan memberikan hasil yang

tidak sesuai harapan untuk menginformasikan domain yang diukur dari tiap

responden. Apabila hasil pengukuran menjauhi keadaan sebenarnya, atau

dengan kata lain tidak akurat maka dapat menyebabkan pengambilan

keputusan yang keliru oleh peneliti dalam menindaklanjuti hasil pengukuran

tersebut (Azwar, 2011).

Dari segi psikometrik tes, suatu instrumen dikatakan baik setelah

melalui tahap empiris statistis. Adapun yang dimaksud segi psikometrik tes

adalah kualitas performansi tes untuk mengukur suatu atribut psikologis

tertentu. Tahap empiris statis meliputi proses uji coba tes dan pemeriksaan

analisis butir. Pada tahap analisis butir, aitem kuesioner harus diuji satu per

satu untuk kemudian diuji secara keseluruhan sebagai satu kesatuan tes.

Terdapat empat aspek psikometrik yang menentukan menentukan kualitas

suatu tes yaitu validitas, reliabilitas, statistik aitem tes dan daya diskriminasi

tes (Supratiknya, 2014).

B. Validitas 1. Pengertian

Secara garis besar validitas menyatakan derajat suatu instrumen

mengukur karakter yang seharusnya diukur berdasarkan tujuan penelitian

(Notoatmodjo, 2010). Instrumen yang valid dapat memperoleh hasil

(37)

dapat diabaikan. Validitas suatu instrumen biasanya bersifat spesifik untuk

mengukur suatu atribut tertentu (Azwar, 2011). Dalam penelitian ini, validitas

konten instrumen hanya secara spesifik mengukur tingkat pengetahuan, sikap

dan tindakan masyarakat terkait penyakit TBC paru.

2. Jenis-jenis Validitas

Validitas pada yang umumnya dikategorikan menjadi validitas isi

(content validity), validitas terkait kriteria (criterion-related validity), dan

validitas konstruk (construct validity) (Gregory, 2013).

Validitas isi, yaitu jenis validitas yang diukur rasionalitasnya melalui

professional judgement. Dari validitas ini dapat diketahu sejauh mana aitem

dapat menggambarkan dan merepresentasikan komponen dari domain yang

diujikan. Ada dua aspek yang diuji dalam validitas ini, yaitu aspek representasi

dan aspek relevansi. Validitas muka memiliki tingkat signifikansi valid yang

paling rendah karena hanya dinilai dari tampilan tes saja. Tes dikatakan valid

apabila tampilannya memberikan kesan dapat mengukur apa yang ingin diukur

sesuai tujuan peneliti. Melalui validitas muka, sebuah tes dapat diapresiasi

sehingga responden diharapkan sungguh-sungguh dalam mengerjakan aitem

tes. Aspek kedua adalah validitas logik atau disebut juga validitas sampling

yang dapat merepresentasikan kelayakan isi tes mengungkap atribut yang ingin

diukur dari suatu domainnya (Azwar, 2011).

Validitas konstruk adalah validitas yang diuji melalui sebuah proses

yang mengikuti perkembangan sebuah karakteristik yang hendak diukur.

(38)

yang hendak diukur sesuai dengan kontrak logisnya. Hasil pengujiannya

berupa konsekuensi praktis yang kemudian diuji apakah sesuai dengan tujuan

pembuatan tes.Validitas kontsruk membutuhkan uji yang lebih rumit

dibandingkan jenis validitas lainnya. Validitas jenis ini akan sangat bermanfaat

untuk mengukur suatu karakter yang membutuhkan observasi dalam jangka

waktu tertentu. Hal ini berlaku jika karakter yang hendak diukur tidak

mempunyai kriteria eksternal (Azwar, 2011).

Validitas berdasarkan kriteria, adalah jenis validitas yang didasarkan

pada suatu kriteria eksternal. Kriteria ini digunakan untuk pengujian skor tes.

Validitas ini diukur dengan menghitung koefisien korelasi antara skor tes dan

skor kriteria. Dari tahapan pengujian yang dilakukan akan dihasilkan dua

validitas yaitu validitas prediktif dan validitas konkruen. Validitas prediktif

adalah jenis validitas untuk mengukur suatu performasi di masa datang.

Validasi ini membutuhhkan kriteria validasi yang berasal dari prediksi

performansi tersebut. Validitas yang kedua adalah validitas konkruen.

Validitas ini ditunjukkan dengan koefisien validitas yang didapat dari korelasi

skor tes dan skor kriteria dalam waktu yang sama (Azwar, 2011).

Dari jenis-jenis validitas tersebut, jenis validitas yang diuji dalam

penelitian ini adalah jenis validitas pertama, yaitu validitas isi. Validitas

konten didasarkan pada suatu penilaian dari pihak yang ahli di bidangnya

(expert judgement). Para ahli akan menganalisis kemungkinan aitem suatu

instrumen untuk merepresentasikan keseluruhan konten secara hipotetik

(39)

3. Pengujian Validitas Konten

Validitas konten difokuskan pada penilaian bahwa aitem yang

dimasukkan dalam instrumen cukup representatif dan relevan dengan tujuan

pengukuran domain yang dimaksudkan. Prosedur pengujian validitas konten

melibatkan setidaknya dua orang yang ahli di bidangnya. Prosedur penilaian

kelayakan aitem oleh para ahli ini mencakup tahapan penentuan relevansi

antara aitem dengan tujuan pembuatan instrumen, penilaian relevansi antara

aitem dengan konten yang dirumuskan dalam objektif penelitian, dan

pemberian komentar serta penentuan keputusan suatu aitem yang sudah

dipercaya mampu merepresentasikan konten domain secara adekuat (Waltz

dkk., 2010)

C.Seleksi Aitem 1. Seleksi aitem dalam penyusunan instrumen

Seleksi aitem memiliki kaitan dengan reliabilitas suatu instrumen

penelitian ini. Prinsip dasar seleksi aitem adalah memilih aitem yang

menunjukkan fungsi sesuai fungsi ukur tes sebagaimana tujuan pengukuran

yang telah disusun sebelumnya. Aitem yang terseleksi ini mampu mengukur

atribut yang sama dengan atribut yang secara keseluruhan diukur dalam tes

tersebut. Adapun prosedur-prosedur yang biasa dilakukan pada seleksi aitem

adalah koefisien korelasi aitem total, indeks relibilitas aitem dan indeks

validitas aitem. Korelasi aitem total dilakukan untuk menyeleksi aitem yang

(40)

tersebut dapat mengukur sesuai dengan tujuan pengukuran instrumen. Uji

korelasi aitem total dapat mengetahui konsistensi antar aitem tes pengukuran.

Konsistensi yang dimaksud adalah kemampuan suatu aitem pengukuran untuk

menunjukkan perbedaan pengukuran suatu atribut pada subjek yang dikenai

tes (Azwar, 2011).

2. Seleksi Aitem dengan Korelasi Aitem-Total

Korelasi aitem total dilakukan dengan menggunakan metode statistik.

Jenis statistik ini juga dapat menunjukkan kemampuan aitem menimbulkan

tanggapan yang berbeda dari responden pada aitem yang bersangkutan. Uji

statistik ini akan memberikan hasil dengan menunjukan aitem yang sudah

mengukur atribut sesuai dengan konstruk tes. Terdapat beberapa uji korelasi

yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis aitem (Supratiknya, 2014)

Prosedur seleksi aitem meliputi eliminasi dan revisi aitem, perhitungan

koefisien korelasi skor tiap responden pada aitem yang bersangkutan dengan

skor total dengan uji korelasi yang sesuai. Korelasi aitem dapat total dilakukan

dengan korelasi Point-Biserial dan korelasi Pearson Product Moment. Uji

korelasi Point- Biserial digunakan untuk menyeleksi aitem dengan data

dikotomus (skoring 0 dan 1) sedangkan uji korelasi Pearson Product Moment

digunakan pada aitem yang diberi skor kontinyu (Azwar, 2011).

3. Interpretasi Hasil Uji Korelasi

Apabila skor aitem dan skor total aitem memiliki koefisien korelasi

positif yang tinggi maka aitem tersebut memiliki daya beda yang tinggi secara

(41)

pernyataan kuesioner, dapat mengukur suatu atribut secara konsisten dimana

aitem tersebut berfungsi dengan baik selaras dengan fungsi tes. Apabila

koefisen korelasi mendekati nol maka terdapat ketidaksesuaian fungsi aitem

pernyataan terhadap fungsi tes secara keseluruhan. Sedangkan nilai korelasi

yang negatif mengindikasikan bahwa pernyatan tersebut mengalami “kerusakan” dan tidak dapat digunakan dalam pengukuran (Azwar, 2011).

Konsistensi aitem total merupakan salah satu kualitas yang

menunjukkan keselarasan fungsi aitem dengan tujuan tes. Aitem yang tidak

menunjukkan kualitas ini seharusnya dieliminasi atau jika masih ingin dipakai

dalam pengukuran maka aitem ini sebaiknya direvisi terlebih dahulu (Azwar,

2011).

D.Reliabilitas 1. Pengertian

Reliabilitas merupakan derajat yang menunjukkan bahwa instrumen

penelitian layak digunakan karena sudah terbukti dapat diandalkan dan

terpercaya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan konsistensi hasil dari suatu

instrumen pengukuran, bahwa berapa kali pun pengukuran maupun pengujian

dilakukan, maka hasil yang diberikan bersifat konsisten dan tak berubah-ubah

(Notoatmodjo, 2010).

Reliabilitas adalah konsistensi dalam suatu pengukuran. Reliabilitas

(42)

psikologis maupun fisik yang dapat diukur secara konsisten walaupun hanya

dalam jeda waktu yang sangat pendek (Gregory, 2013).

2. Jenis-jenis Reliabilitas

Peneliti dapat menentukan koefisien reliabilitas sesuai dengan tujuan

penelitiannya. Hal ini berarti bahwa peneliti mengetahui sejauh mana ia

mempercayai instrumen pengukuran yang digunakan sesuai dengan tujuan

penelitiannya (Azwar, 2011). Ada beberapa metode pengukuran reliabilitas

yaitu metode tes-retes, metode belah separuh, koefisien alpha, dan reliabilitas

antar pemberi skor. Metode tes-retes lebih ditujukan pada administrasi tes

lebih dari sekali (Gregory, 2013).

Penentuan koefisien alpha merupakan pilihan metode yang tepat pada

tes-retes. Di sisi lain, tes-retes faktorial yang lebih kompleks tidak dapat

diukur dengan menggunakan koefisien alpha. Pengujian dengan koefisien

alpha tidak selalu dapat diaplikasikan pada semua bentuk pengukuran

reliabilitas. Metode belah separuh lebih tepat digunakan pada instrumen

dengan tingkat ketelitian penyusunan soal yang lebih tinggi. Penentuan

reliabilitas antar pemberi skor dapat diaplikasikan pada instrumen tes yang

melibatkan lebih dari satu subjetivitas (Gregory, 2013).

3. Pengujian Reliabilitas dengan Metode Cronbach-Alpha

Pengukuran reliabilitas suatu instrumen dapat dilakukan dengan

beberapa metode, yaitu pendekatan konsistensi internal, tes-retes dan

pendekatan bentuk paralel. Pendekatan konsistensi internal dinilai lebih praktis

(43)

memberikan single trial administration kepada sekelompok responden. Single

trial administration adalah pengujian sebuah tes sebanyak satu kali. Hasil

distribusi skor tes langsung dapat diketahui setelah single trial administration

(Azwar, 2011).

Reliabilitas dengan pendekatan konsistensi internal dapat diestimasi

dengan menggunakan koefisien alpha. Koefisien ini merupakan formula yang

baik digunakan pada berbagai kondisi pengukuran. Nunally (1981)

menyatakan bahwa galat yang mungkin muncul dalam penentuan reliabilitas

dengan koefisien ini hanya berasal dari kelayakan konten tes, dalam hal ini

yang dimaksud adalah pernyataan kuesioner (Azwar, 2011).

4. Interpretasi Hasil Pengujian dengan Metode Cronbach Alpha

Koefisien alpha merupakan suatu indeks yang menunjukkan

konsistensi internal aitem, yaitu kecenderungan tiap aitem yang menunjukkan

hubungan yang positif. Suatu tes yang memiliki konsistensi yang tinggi

cenderung menunjukkan hasil pengukuran yang stabil dalam pendekatan

tes-retes (Gregory, 2013).

Nilai alpha yang rendah bisa disebabkan karena aitem pernyataan yang

sedikit, korelasi yang rendah antar aitem atau konstruksi instrumen yang

heterogen. Apabila nilai alpha rendah akibat korelasi antar aitemnya yang

lemah, maka beberapa aitem sebaiknya direvisi atau dihilangkan dari

instrumen. Cara paling mudah menemukan aitem yang harus dihilangkan

adalah dengan melihat koefisien korelasi aitem yang mendekati 0 (Tavakol

(44)

E.Sampling 1. Pengertian

Sampel merupakan bagian dari populasi atau bisa disebut

perwakilan dari suatu populasi. Populasi merupakan semua bagian objek

yang akan diamati. Penentuan populasi merupakan tahapan awal yang harus

dilakukan dalam melakukan survei berdasarkan tujuan peneliti. Setelah

peneliti mengetahui populasi yang akan diamati, maka langkah selanjutnya

mendefinisikan sekumpulan individu tersebut. hal ini disebabkan karena

populasi merupakan konsep abstrak dan tidak bisa ditunjuk secara langsung.

Populasi ini akan dibatasi secara spesifik sesuai tujuan penelitian. Populasi

inilah yang disebut populasi sasaran. Selain ditentukan dari tujuan survei,

populasi sasaran juga dirumuskan berdasarkan elemen yang diinginkan oleh

peneliti. Penentuan elemen ini sesuai faktor inklusi dan eksklusi (Eriyanto,

2008).

2. Jenis-jenis sampling

Metode sampling dibedakan menjadi random sampling (probability

sampling) dan non random sampling (non probability sampling). Random

sampling memberikan kesempatan yang sama bagi anggota suatu populasi

untuk menjadi sampel sedangkan non random sampling hanya mengutamakan

pada kriteria tertentu saja. Random sampling dapat dibedakan menjadi simple

random sampling, sistematik sampling, cluster sampling, stratified sampling

dan lain-lain. Pada non random sampling dimana setiap individu tidak

(45)

sampling, quota sampling, expert sampling, purposive sampling, snowball

sampling dan lain-lain (Swarjana, 2012).

3. Metode Purposive Sampling

Metode purposive sampling dilakukan berdasarkan kriteria yang

sudah ditetapkan oleh peneliti. Dalam metode ini, pengambilan sampel

dilakukan pada populasi yang spesifik. Dari populasi kemudian dicari individu

yang sesuai dengan ciri kriteria yang diinginkan (Swarjana, 2012).

F. TBC Paru 1. Pengertian

TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis yang dapat termanifestasi dalam bentuk infeksi

silent, laten atau progresif, maupun active disease (DiPiro, 2008). Selain itu

tuberculosis juga dikenal sebagai penyakit yang bukan saja menginfeksi

paru-paru namun juga organ di luar paru-paru-paru-paru, seperti, tulang, persendian, selaput

otak, usus serta ginjal dan kulit. Kejadian ini dikenal dengan ekstrapulmonal

TBC (Chandra, 2011)

2. Epidemiologi

Penyakit tuberculosis masih menjadi masalah yang dapat

menyebabkan morbiditas hingga mortalitas di banyak negara. TBC seringkali

menyerang penduduk yang memiliki latar belakang sosial ekonomi rendah

pada berbagai golongan umur. Penyakit ini merupakan penyakit keluarga

(46)

3. Patofisiologi

Apabila seseorang terpejan bakteri M. tuberculosis secara inhalasi,

maka focus Ghon akan mulai berkembang dalam bentuk suatu lesi subpleura.

Kompleks primer terjadi bila infeksi menyebar hingga ke kalenjar limfe hilus

dan mediastinum. Inflamasi akan terjadi pada kelenjar sehingga kelenjar

mengalami pembengkakan hingga perkijuan. Infeksi ini dapat sembuh secara

spontan dalam jangka waktu 1-2 bulan. Pada kasus lainnya, infeksi dapat

menyebar menjadi kompleks primer hingga ke bronkus, menyebabkan efusi

pleura dan menyebabkan lesi diseminata melalui darah. Beberapa kasus

lanjutan, penyakit inidapat berkembang menjadi TBC meningeal dan milier.

Bakteri TBC juga dapat menjadi dorman di dalam tulang hingga ginjal dan

menyebabkan penyakit primer di kulit, usus dan tonsil. Bakteri dorman ini

dapat menyebabkan infeksi yang lebih serius jika mengalami reaktivasi di

masa mendatang (Mandal dkk, 2008).

4. Faktor Resiko dan Penularan

Salah satu faktor resiko yang sangat mempengaruhi perkembangan

TBC aktif adalah HIV (Human Immunodeficiency Virus). TBC dan HIV secara

sinergis dapat memperparah kondisi pasien yang terinfeksi kedua

mikroorganisme secara bersamaan. Koinfeksi HIV tidak meningkatkan resiko

terinfeksi M. tuberculosis tapi virus ini justru mempercepat perkembangan

infeksi aktif TBC (DiPiro, 2008).

Orang sehat dapat tertular TBC akibat droplet nuklei yang terbawa

(47)

penderita TBC. Waktu inkubasi yang dibutuhkan bakteri TBC adalah 3-6

minggu dimana protein yang dihasil dalam tubuh inang akan memberikan hasil

positif pada pengujian tuberculin ataupun Mantoux (Muttaqin, 2008).

5. Gejala

Penyakit TBC yang termanifestasi pada paru sering tidak menimbulkan

gejala khusus namun hanya ditandai dengan deman yang dapat sembuh dengan

sendirinya. Infeksi ini dapat berkembang menjadi penyakit klinis akibat

terjadinya reaksi hipersensifitas atau infeksi yang lebih progresif. Pada kasus

TBC paru dewasa postprimer, gejalanya ditandai dengan batuk, hemoptysis,

dyspnea, anoreksia, dan turunnya berat badan akibat demam dan keringat

berlebihan. Gejala ini biasanya bersifat subakut yang terjadi selama 4-8

minggu. Dengan penambahan imunosupresan maka TBC paru dan ekstraparu

milier serta atipikal menjadi semakin memburuk. Adapun gejala yang

mungkin timbul adalah demam dan keringat malam (Mandal dkk, 2008).

6. Pencegahan

Pencegahan dan kontrol penyakit TBC dapat dilakukan dengan

memperbaiki kondisi perumahan agar menjadi lebih sehat supaya dapat

menurunkan resiko penularan. Pelayanan kesehatan sebaiknya dilengkapi

dengan fasilitas laboratorium dan X-ray untuk menghasilkan diagnose yang

lebih akurat. Penyuluhan juga menjadi satu langkah penting untuk

menyampaikan informasi mengenai bahaya dan penularan TBC kepada

masyarakat. Pemberian obat INH (isoniazid) juga dapat dilakukan sebagai

(48)

TBC supaya tidak berkembang menjadi gejala klinis yang lebih serius.

Pencegahan pada bayi juga dapat dilakukan melalui vaksinasi BCG (Bacillus

Calmette Guerin). Langkah lainnya yang dapat diupayakan untuk mencegah

penularan penyakit TBC adalah dengan mengecak dahak dan memeriksa organ

pernapasan pada orang yang mempunyai kelainan kronis dan dicurigai

menderita TBC (Chandra, 2011).

Adapun upaya pencegahan penularan penyakit TBC lainnya yang

dipaparkan oleh Mandal dkk (2008) adalah sebagai berikut:

a. Melakukan diagnosis dan pengobatan yang efisien pada pasien infeksi

aktif

b. Individu yang beresiko melakukan kontak dengan pasien TBC harus

diperhatikan status klinis dan masa imunisasi BCG. Individu ini juga

dianjurkan untuk melakukan tes tuberkulindan pengecekan radiologis.

Langkah ini bertujuan untuk mendeteksi kemungkinan timbulnya kasus

baru.

c. Melakukan tes kulit tuberkulin intradermal dengan teknik Heaf atau

Mantoux. Tes tuberkulin ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan

infeksi M. tuberculosis setelah invidu mengalami suatu pejanan.

d. Memberikan kemoprofilaksis pada individu yang berisiko agar tidak

berkembang menjadi penyakit klinis. Kemoprofilaksis dapat diberikan

pada anak berusia kurang dari 16 tahun dengan hasil tes Heaf positif kuat,

(49)

penyakit paru apusan positif, untuk pasien dengan hasil tuberkulin yang

positif dan untuk bayi dari ibu yang dinyatakan TBC paru positif.

7. Pengobatan

Pengobatan standar pada penderita TBC terdiri dari kombinasi empat

obat yang terdiri dari rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol.

Pengobatan ini dilakukan selama setidaknya dua bulan untuk kemudian diikuti

dengan rifampisin dan isoniazid selama empat bulan. Sediaan obat kombinasi

memudahkan pasien untuk taat meminum obat. Pada kasus pasien yang

mengalami riwayat penyakit meningeal, terdeteksi terjadi koinfeksi HIV,

terjadi intoleransi obat atau penggantian obat menjadi lini kedua maka

pengobatan harus diberikan selama 9 sampai 12 bulan (Mandal dkk., 2008)

Kepatuhan pasien ini dapat didukung dengan pengawasan secara

langsung yang biasa disebut Directly Observed Treatment (DOT). Pengobatan

ini biasanya dilakukan di rumah pasien sehingga harus dikontrol ketat selama

dua minggu pertama. Pada dua minggu pertama ini pasien masih dinyatakan

infeksius (Mandal dkk., 2008).

G.Pengetahuan 1. Pengertian

Pengetahuan merupakan kumpulan sejumlah fakta dan teori yang

dapat digunakan seseorang memecahkan dan menjawab masalah yang

ditemuinya. Pengetahuan ini dapat diperoleh pengalaman sendiri maupun dari

(50)

yang kemudian digunakan sebagai jawaban dari berbagai jenis fenomena

kehidupan. Pengetahuan juga dapat diperoleh dengan cara tradisional

(non-ilmiah) ataupun dengan cara ilmiah (modern) yang dilakukan dengan

penelitian (Notoadmojo, 2010).

2. Tingkatan Pengetahuan

Seorang individu dapat dikatakan tahu apabila ia dapat merespon

secara lisan ataupun tertulis dengan memberikan jawaban terkait suatu topik

tertentu. Respon berupa jawaban inilah yang disebut dengan pengetahuan.

Pengetahuan diukur dengan menentukan tingkatkan sebagai berikut:

a. Bobot I, individu tahu dan paham

b. Bobot II, individu dapat tahu, memahami hingga mengaplikasikan serta

menganalisisnya

c. Bobot III, individu individu dapat tahu, memahami hingga mengaplikasikan,

menganalisisnya hingga melakukan sintesis dan evaluasi

Wawancara atau angket dapat digunakan seorang peneliti untuk menanyakan

sejumlah pertanyaan untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang

(Budiman dan Riyanto, 2013).

Menurut Arikunto (2006) hasil pengukuran pengetahuan

dikategorikan menjadi 3, yaitu:

a. apabila skor 76─100% dikatakan baik

b. apabila skor 56─75% dikatakan sedang

(51)

Apabila sasaran penelitian adalah masyarakat umum maka tingkat

pengetahuan juga dapat dikategorikan menjadi baik untuk nilai responden

yang mencapai >75% dan kurang baik dengan nilai <75% (Budiman dan

Riyanto, 2013).

3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan pertanyaan

mengenai isi materi yang akan diteliti. Rumusan kalimat pertanyaan ini harus

memperhatikan tahapan pengetahuan yang akan diukur. Kalimat ini digunakan

dalam penyusunan instrumen penelitian berupa kuesioner. Kuesioner yang

bertujuan mengkaji tingkat pengetahuan responden dapat menggunakan

kata-kata kerja sesuai tahapan pengetahuan yang meliputi tahu, pemahaman,

aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi (Budiman dan Riyanto, 2013).

Adapun penyusunan kalimat kuesioner pengetahuan sebaiknya

memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

a. Kalimat sebaiknya menanyakan hal-hal yang penting saja

b. Kalimat harus berupa pernyataan pasti

c. Mengutamakan pertanyaan umum yang bertahan lama

d. Pernyataan sebaiknya hanya mempunyai satu gagasan

e. Kalimat harus sederhana dan tidak berlebihan supaya inti pernyataan dapat

dinyatakan dengan jelas

f. Menghindari pernyataan negatif

(52)

h. Menghindari alternatif pernyataan yang bisa meniadakan atau

bertentangan dengan pernyataan lain

i. Tidak menjerumuskan responden dengan memberikan pertanyaan yang

tidak ada jawabannya

j. Tidak menggunakan kata-kata yang dapat dijadikan petunjuk bagi

responden

(Budiman dan Riyanto, 2013).

H. Sikap dan Tindakan 1. Pengertian

Sikap adalah bentuk pernyataan seseorang terhadap hal-hal yang

ditemuinya, seperti benda, orang maupun fenomena. Sikap ini membutuhkan

stimulus untuk menghasilkan respon. Adapun output sikap ini akan sangat

tergantung pada stiap individu, apabila individu tersebut tertarik maka ia akan

mendekat dan apabila tidak suka maka ia akan merespon sebaliknya. Sikap

bisa digolongkan dua jenis, sikap yang orientasinya memihak atau mendukung

(favourable) atau sikap yang berorientasi sebaliknya (unfavourable). Sikap ini

akan sangat mempengaruhi kesiapan individu untuk memberikan respon

terhadap suatu objek (Budiman dan Riyanto, 2013).

Sikap merupakan aspek afektif sehingga membutuhkan cara

pengukuran yang berbeda dibandingkan aspek kognitif seperti pengetahuan.

Hasil pengukuran sikap dikelompokkan menjadi positif yang ditunjukkan

(53)

individu terhadap sikap tersebut. Pernyataan untuk aspek seperti ini

dimaksudkan untuk mencari tahu dukungan atau penolakan seseorang terhadap

suatu konsep sikap dalam rentangan nilai tertentu. Maka dari itu pernyataan

sikap disajikan dalam bentuk positif dan negatif dengan menggunakan skala

Likert (Budiman dan Riyanto, 2013).

Di sisi lain, tindakan atau yang juga dikenal dengan perilaku memiliki

arti yang berbeda dengan sikap. Tindakan atau perilaku apabila dilihat dari

sudut biologis merupakan serangkaian kegiatan atau aksi seorang individu

yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung oleh orang lainnya.

Aktivitas ini dapat timbul akibat adanya respon terhadap stimulus dan

biasanya dapat dipelajari. Adapun perilaku ini terbentuk karena adanya

kebutuhan individu akan fungsi fisiologis/biologis, rasa aman, mencintai dan

dicintai, rasa harga diri dan aktualisasi diri (Sunaryo, 2002).

Adapun ciri-ciri perilaku manusia menurut Sarwono (1983) adalah

adanya kepekaan sosial, kelangsungan perilaku, orientasi pada tugas, usaha

dan perjuangan karena tiap individu adalah unik.

2. Tingkatan Sikap dan Tindakan serta Pengukurannya

Menurut Arikunto (2006) hasil pengukuran sikap dikategorikan sama

seperti pengetahuan yaitu:

a. apabila skor 76─100% dikatakan baik

b. apabila skor 56─75% dikatakan sedang

(54)

Pengukuran kajian sikap dapat menggunakan skala Likert. Selain

pengukuran sikap, skala Likert juga dapat digunakan untuk melakukan

pengukuran persepsi dan pendapat seseorang akan suatu kejadian atau

fenomena. Skala Likert terdiri dari dua bentuk yaitu pernyataan positif dan

negatif (Budiman dan Riyanto, 2013).

Dalam penelitian, pengukuran sikap dan tindakan dapat dilakukan

dengan menggunakan kalimat pertanyaan atau pernyataan dalam bentuk skala

Likert. Adapun kriteria yang disarankan dalam penyusunan kalimat

pengukuran dengan skala Likert adalah sebagai berikut:

a. Menghindari pernyataan tentang kejadian masa lalu, karena tidak semua

responden memiliki pengalaman menderita TBC paru.

b. Tidak menulis kalimat yang merupakan fakta

c. Tidak membuat pernyataan yang tidak relevan dengan atribut psikologis

d. Menghindari kalimat yang bisa disetujui oleh banyak responden

e. Menggunakan kalimat yang dapat tercakup dalam skala pengukuran

f. Menuliskan kalimat dengan Bahasa yang jelas, langsung dan ringkas

g. Kalimat sebaiknya hanya berisi satu gagasan

h. Menghindari kalimat yang dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran dengan menggunakan kata-kata ”tidak pernah”, ”selalu”, ”semuanya”,

“sekedar”, “semata-mata”, “hanya” atau sejenisnya.

i. Tidak menggunakan kalimat dengan kata negatif ganda.

(55)

I. Landasan Teori

Pengukuran tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terkait

penyakit tuberculosis (TBC) paru membutuhkan suatu instrumen. Adapun

instrumen yang paling sering digunakan adalah kuesioner. Kuesioner ini

membutuhkan suatu pengujian yang dapat menjamin validitas konten dan

reliabilitasnya supaya dapat memberikan suatu hasil pengukuran yang relevan dan

memenuhi syarat. Pengujian validitas konten dan reliabilitas ini membutuhkan

responden dengan jumlah yang sesuai. Responden direkrut dengan menggunakan

metode non-probability sampling karena tidak setiap individu mempunyai

kesempatan yang sama. Purposive sampling dilakukan berdasarkan kriteria

inklusi yang telah disusun oleh peneliti.

Salah satu uji validitas yang dapat dilakukan adalah validitas konten.

Validita konten dinyatakan melalui professional/expert judgement. Uji validitas

konten dilakukan untuk mengetahui kelayakan isi kuesioner. Instrumen dikatakan

valid secara konten dan bisa digunakan setelah mendapat persetujuan dari semua

ahli yang terlibat dalam pemberian professional judgement. Sementara itu, untuk

mengetahui konsistensi hasil pengukuran dilakukan uji reliabilitas. Reliabilitas

diuji dengan menggunakan metode Cronbach-Alpha melalui single trial

administration. Tahapan seleksi aitem yang menggunakan uji korelasi

Point-Biserial dan Pearson Product Moment bertujuan untuk meningkatkan reliabilitas

instrumen. Seleksi aitem dimaksudkan untuk mendapatkan aitem yang

menunjukkan korelasi positif antara skor aitem dengan skor total. Metode korelasi

(56)

korelasi Pearson Product Moment diberlakukan pada kelompok data aspek sikap

dan tindakan. Suatu instrumen dinyatakan valid secara konten dan reliabel setelah

melalui kedua jenis pengujian ini.

J. Hipotesis

Instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan

Gambar

Tabel II. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan ..........  40
Gambar 3. Diagram Alir Tata Cara Uji Kualitas Instrumen...............................
Tabel I. Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Pokok Bahasan  Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
Tabel II. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis paru di kelurahan

Kriteria inklusi responden pada penelitian ini yaitu pria maupun wanita pada usia produktif, yaitu 19-65 tahun yang berdomisili di Kelurahan Catur Tunggal,

Kesimpulan penelitian ini adalah adanya tingkat pengetahuan sedang, kategori sikap baik, dan tindakan sudah benar pada masyarakat di Kecamatan Pakualaman

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pasien TB paru mengenai pengetahuan dan sikap pasien TB paru terhadap penyakit TB paru di Puskesmas Harapan Raya Kota

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat tentang penyakit filariasis dengan tindakan masyarakat dalam melakukan

Luaran dari kegiatan penyuluhan ini adalah diharapkan para santri mendapatkan tambahan pengetahuan yang lebih lengkap terkait penyakit TBC dan tindakan yang sebaiknya

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat tentang penyakit filariasis dengan tindakan masyarakat dalam melakukan

Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Kader Posyandu dengan Tindakan Penyuluhan Pengobatan Penyakit TBC di Desa Purbayan Universitas Muhammadiyah Surakarta Ganesa Gita Ayu