• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi emulgel anti acne ekstrak kulit buah manggis (garcinia mangostana l.) : pengaruh kecepatan putar pada proses pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Formulasi emulgel anti acne ekstrak kulit buah manggis (garcinia mangostana l.) : pengaruh kecepatan putar pada proses pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik - USD Repository"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI EMULGEL ANTI ACNE EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.): PENGARUH KECEPATAN PUTAR

PADA PROSES PENCAMPURAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Kristin Yunita NIM : 108114137

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

FORMULASI EMULGEL ANTI ACNE EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.): PENGARUH KECEPATAN PUTAR

PADA PROSES PENCAMPURAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Kristin Yunita NIM : 108114137

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala perkara dapat kutanggung

di dalam Dia yang memberi kekuatan

kepadaku (Filipi 4:13)

“Whatever you are, be a good one”

Abraham Lincoln

“What we know is a drop, what we don’t know is an ocean”

Isaac Newton

Kupersembahkan karya ini untuk:

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaan yang

telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Formulasi Emulgel Anti Acne Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.):Pengaruh Kecepatan Putar pada Proses Pencampuran

terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik”ini dengan baik.

Penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan dalam proses

penyusunan skripsi ini. Namun, dengan adanya bantuan dan dukungan dari

perbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Kedua orang tua yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dukungan,

dan perjuangan untuk membiayai selama penulis menempuh perkuliahan.

2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing atas bimbingan,

arahan, perhatian, semangat, dukungan dan kesabaran yang diberikan selama

penyusunan skripsi ini.

4. Melania Perwitasari M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas bimbingan, saran

dan pengarahannya selama penyusunan skripsi ini.

5. C. M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt. selaku dosen penguji sekaligus

(9)

viii

selama penyusunan skripsi ini serta segala perhatian yang diberikan kepada

penulis selama menempuh perkuliahan.

6. Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si., Enade Perdana Istyastono, Ph.D., serta

Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., atas kesediaan untuk berkonsultasi dan

memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.

7. Dominikus Arif Budi Prasetyo, M.Si., dan Ir. Ignatius Aris Dwiatmoko,

M.Sc., atas kesediaan untuk berkonsultasi dan masukan-masukan yang

diberikan.

8. Segenap dosen atas kesabarannya dalam mengajar dan membimbing penulis

selama perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

9. Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Bimo, Pak Mukminin dan laboran-laboran

lain atas bantuan yang diberikan selama penelitian dan menempuh

perkuliahan.

10.Oh Andri dan Nadya serta seluruh keluarga yang senantiasa mendoakan serta

memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

11.Rosi dan Vian selaku teman satu tim penelitian atas kerja sama, semangat,

dukungan dan suka duka yang telah dilewati bersama.

12.Sahabat-sahabatku Anggun, Stien, Neno, Kezia, Nover yang selalu

menguatkan, menghibur dan mendoakan selama ini serta canda tawa yang

telah dilewati bersama.

13.Ka Mey, Ka Windra, Gref, Kristy, Malindo, William, Niko, Kevin, Angel,

(10)

ix

Yogyakarta khususnya cell group Jehovah Immeka dan Christ Image untuk

semangat, doa, perhatian, dan pengertian yang diberikan selama ini.

14.Teman-teman kelompok PKM-M 3B (Istri, Shella, Remma) atas dukungan,

doa dan keceriaan selama ini.

15.Naomi, Bakti, Devina, Nia, Maria, Nita Go, Cindy, Lia, Nita Rahayu, Eliza,

Bella, Tora, Hans, Widya, Sisca, Sita, Agrif atas kebersamaan dalam proses

penelitian di lantai 1.

16.Semua teman-teman angkatan 2010, khususnya kelas FST-B atas

kebersamaan, semangat, dukungan dan keceriaan selama ini.

17.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak

kekurangan mengingat adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari

semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

(12)

xi

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 8

A. Jerawat... 8

B. Manggis ... 10

1. Keterangan botani ... 10

2. Kandungan kimia dan kegunaan ... 11

C. Emulgel ... 13

H. Uji Potensi Antibakteri ... 30

I. Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) - Densitometri ... 32

(13)

xii

K. Hipotesis ... 34

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 35

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 35

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 35

1. Variabel penelitian ... 35

2. Definisi operasional ... 36

C. Alat dan Bahan Penelitian ... 38

1. Alat penelitian ... 38

2. Bahan penelitian ... 38

D. Tata Cara Penelitian ... 39

1. Identifikasi bahan ... 39

2. Pembuatan emulgel anti acne ekstrak kulit buah manggis dengan variasi kecepatan putar ... 39

3. Uji pH emulgel ... 41

4. Uji sterilitas emulgel ... 42

5. Pengujian tipe emulsi dengan metode pengenceran... 43

6. Uji sifat fisik emulgel ... 43

7. Uji stabilitas fisik emulgel ... 44

8. Uji iritasi dengan HET-CAM ... 44

9. Uji daya antimikroba emulgel ekstak kulit buah manggis terhadap Staphylococcus epidermidis ... 45

(14)

xiii

E. Analisis Data ... 49

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Identifikasi Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 52

B. Formulasi Emulgel dengan Variasi Kecepatan Putar Mixer ... 52

C. Pengamatan Organoleptis Emulgel ... 61

D. Uji pH Emulgel ... 62

E. Uji Sterilitas Emulgel ... 62

F. Uji Tipe Emulsi ... 64

G. Uji Sifat Fisik Emulgel... 65

H. Uji Stabilitas Fisik Sediaan Emulgel... 67

I. Pengaruh Kecepatan Putar terhadap Viskositas, Daya Sebar, dan Pergeseran Viskositas ... 70

1. Viskositas ... 70

2. Daya sebar ... 73

3. Pergeseran viskositas ... 74

J. Uji Iritasi dengan HET-CAM... 75

K. Uji Daya Antimikroba Emulgel terhadap Staphylococcus epidermidis ... 77

L. Penetapan Kadar Alfa Mangostin dalam Emulgel dengan KLT-Densitometri ... 81

1. Pembuatan kurva baku alfa mangostin ... 82

(15)

xiv

3. Penetapan kadar alfa mangostin dalam emulgel ekstrak kulit

buah manggis ... 84

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

LAMPIRAN ... 93

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kategori iritasi berdasarkan skor iritasi pada HET-CAM... 30

Tabel II. Klasifikasi aktivitas antibakteri berdasarkan diameter zona

hambat ... 32

Tabel III. Formula emulgel chlorphenesin ... 40

Tabel IV. Formula emulgel ekstrak kulit buah manggis ... 40

Tabel V. Variasi kecepatan putar pada proses pembuatan emulgel

ekstrak kulit buah manggis... 41

Tabel VI. Hasil uji zona hambat formula orientasi emulgel terhadap

Staphylococcus epidermidis dengan variasi konsentrasi ekstrak kulit buah manggis... 54

Tabel VII. Hasil uji sifat fisik emulgel setelah sterilisasi ... 66

Tabel VIII. Hasil uji stabilitas fisik emulgel ... 69

Tabel IX. Hasil uji zona hambat tiap fomula, kontrol basis dan kontrol

positif... 79

Tabel X. Kadar alfa mangostin dalam emulgel ekstrak kulit buah

(17)

xvi

Gambar 5. Unit monomer asam akrilat dari polimer carbopol ... 17

Gambar 6. Propilen glikol ... 18

Gambar 13. Membran chorioallantoic pada telur ayam ... 29

Gambar 14. Skema droplet minyak pada emulsi minyak dalam air, menunjukkan arah molekul tween dan span pada antarmuka .. 57

Gambar 15. Gambaran skematis molekul carbopol dalam keadaan uncoil dengan ikatan hidrogen ... 58

Gambar 16. Cross-link polimer asam akrilat dalam bentuk coil (sebelum kontak dengan air) ... 59

(18)

xvii

Gambar 18. Cross-link polimer asam akrilat dalam bentuk uncoil setelah

netralisasi... 60

Gambar 19. Sediaan emulgel saat diaplikasikan di kulit ... 61

Gambar 20. Uji sterilitas emulgel dibandingkan dengan kontrol kontaminasi media ... 64

Gambar 21. Uji tipe emulsi ... 65

Gambar 22. Penampilan emulgel setelah pembuatan dan setelah penyimpanan satu bulan ... 68

Gambar 23. Profil kurva variasi kecepatan putar terhadap viskositas ... 71

Gambar 24. Perubahan bentuk polimer akibat shearing stress ... 72

Gambar 25. Profil kurva variasi kecepatan putar terhadap daya sebar ... 73

Gambar 26. Uji iritasi dengan HET-CAM: perlakuan NaOH 0,1 N dan perlakuan emulgel eksrak kulit buah manggis ... 77

Gambar 27. Uji zona hambat emulgel terhadap Staphylococcus epidermidis ... 79

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis ekstrak kulit buah manggis ... 93

Lampiran 2. MSDS ekstrak kulit buah manggis ... 94

Lampiran 3. Sertifikat hasil uji Staphylococcus epidermidis ... 96

Lampiran 4. Perhitungan HLB ... 97

Lampiran 5. Hasil uji zona hambat formula orientasi emulgel terhadap Staphylococcus epidermidis dengan variasi konsentrasi ekstrak kulit buah manggis... 97

Lampiran 6. Hasil uji sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel ... 97

Lampiran 7. Analisis statistika sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel menggunakan program R 2.13.2 ... 100

Lampiran 8. Hasil uji iritasi emulgel dengan HET-CAM ... 114

Lampiran 9. Hasil uji antimikroba emulgel terhadap Staphylococcus epidermidis ... 115

Lampiran 10. Analisis statistika uji antimikroba emulgel terhadap Staphylococcus epidermidis ... 116

Lampiran 11. Hasil penetapan kadar alfa mangostin dalam emulgel ekstrak kulit buah manggis ... 118

Lampiran 12. Analisis statistika penetapan kadar alfa mangostin dalam emulgel ekstrak kulit buah manggis ... 135

(20)

xix INTISARI

Sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel dipengaruhi oleh proses pencampuran yaitu kecepatan putar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

signifikansi pengaruh kecepatan putar mixer terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik

emulgel anti acne ekstrak kulit buah manggis.

Jenis penelitian adalah eksperimental murni dengan lima variasi kecepatan putar yaitu 100, 300, 500, 700, dan 900 rpm. Sifat fisik yang diamati meliputi viskositas dan daya sebar sedangkan stabilitas fisik berfokus pada pergeseran viskositas setelah satu bulan penyimpanan. Data dianalisis dengan menggunakan

program R 2.13.2 dengan uji ANOVA untuk data parametrik serta uji

Kruskal-wallis untuk data nonparametrik. Analisis statistik dilakukan dengan taraf kepercayaan 95%. Organoleptis, iritasi, aktivitas antimikroba emulgel terhadap

Staphylococcus epidermidis, bakteri penginduksi timbulnya jerawat juga diamati pada penelitian ini.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa kecepatan putar berpengaruh signifikan terhadap viskositas dan daya sebar serta tidak berpengaruh signifikan terhadap pergeseran viskositas. Seluruh formula memenuhi persyaratan sifat fisik dan stabilitas fisik sesuai dengan kriteria.

(21)

xx

ABSTRACT

Physical properties and physical stability of emulgel are influenced by mixing process that is mixing rate. The aim of this study was to determine the effect of mixing rate on the physical properties and physical stability of anti acne emulgel of the mangosteen pericarp extract.

The study was pure experimental study with five variations of mixing rate, 100, 300, 500, 700, and 900 rpm. Physical properties observed were focused on viscosity and spreadabiliy while for physical stability was on viscosity shift after one month storage. Data were analyzed using R 2.13.2 program with ANOVA test for parametric data and Kruskal-wallis test for nonparametric data. Statistical analysis was performed at 95% confidence interval. Organoleptic, irritation, and antimicrobial activity of emulgel against Staphylococcus epidermidis, an acne inducing bacteria were also studied.

The result of this study showed that mixing rate was significantly affecting the viscosity and spreadability but not significantly affecting the viscosity shift. All of the formula was eligible the physical properties and physical stability in accordance with criteria.

(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kulit terutama kulit wajah merupakan salah satu simbol penampilan yang

penting bagi pria dan wanita, oleh karenanya sangat penting untuk menjaga dan

merawat kulit wajah dengan baik agar selalu sehat. Salah satu masalah yang

paling sering dialami pada kulit wajah adalah jerawat. Munculnya jerawat menjadi

masalah yang penting karena menimbulkan kesan kurang menarik dalam

penampilan seseorang (Wirakusumah, 2007).

Jerawat adalah kondisi abnormal kulit akibat gangguan berlebihan

produksi kelenjar minyak (sebaceous gland) yang menyebabkan penyumbatan

saluran folikel rambut dan pori-pori kulit (Wirakusumah, 2007). Terdapat empat

faktor penting yang memicu terjadinya jerawat, yaitu tersumbatnya folikel rambut

oleh sel yang secara normal mengalami deskuamasi, hiperaktivitas kelenjar

minyak (sebaceous gland), proliferasi bakteri di dalam sebum, dan inflamasi

(Johnson and Nunley, 2000). Jerawat yang terjadi dengan adanya infeksi bakteri

bisa menyebabkan terjadinya inflamasi dan berakibat bertambah parahnya

jerawat. Propionibacterium acnes, Staphyloccocus epidermidis dan

Staphyloccocus aureus adalah tiga strain bakteri yang dapat menginduksi terjadinya jerawat (Sukatta, Rugthaworn, Pitpiangchan, Dilokkunanant, 2008).

Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan bahan alam

(23)

pertumbuhan Staphyloccocus epidermidis (Sukatta, et al., 2008). Hal ini

dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Pothitirat, Chomnawang,

Gritsanapan (2010), ekstrak etanol kulit buah manggis dengan kandungan alfa

mangostin 18,03 ± 80,71 % b/b dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcus epidermidis dengan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM)

sebesar 7,81 g/ml serta memilki nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM) sebesar

62,50 g/ml.

Berdasarkan Torrungruang, Vichienroj, Chutimaworapan (2007) aktivitas

antibakteri yang dihasilkan dari ekstrak kulit buah manggis berasal dari xanthone

dimana alfa mangostin merupakan turunan xanthone yang memiliki aktivitas

antibakteri paling poten. Alfa mangostin merupakan zat aktif yang bersifat

hidrofobik. Oleh karena itu ekstrak kulit buah manggis diformulasikan ke dalam

bentuk sediaan emulgel karena menurut Panwar, Upadhyay, Bairagi, Gujar,

Darwhekar, Jain (2011) bentuk sediaan emulgel bersifat lebih stabil dan

merupakan suatu pembawa dengan pelepasan yang lebih baik bagi obat yang

bersifat hidrofobik. Emulgel merupakan sistem gabungan antara emulsi dengan

gel dimana suatu senyawa hidrofobik dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam

gel menggunakan emulsi dengan tipe obat/minyak/air.

Pencampuran merupakan suatu proses yang penting dalam pembuatan

suatu sediaan karena berperan untuk mencapai distribusi bahan yang homogen

dalam suatu sediaan (Voigt, 1995). Banyak faktor yang mempengaruhi proses

pencampuran pada sediaan dengan sistem non-Newtonian, antara lain suhu,

(24)

Marti-Mestres, 2000). Proses pencampuran memerlukan energi kinetik dimana

kecepatan putar mixer akan memberikan energi kinetik berupa gaya geser yang

mempengaruhi perubahan sifat fisik emulgel seperti viskositas. Hal ini karena

emulgel memiliki sistem reologi non-Newtonian sehingga reologi dan viskositas

sangat dipengaruhi oleh berbagai gaya geser yang dihasilkan oleh kecepatan putar

alat. Gaya geser yang diaplikasikan selama proses pencampuran tersebut dapat

menurunkan viskositas sehingga mempengaruhi sifat fisik emulgel dan

selanjutnya berpengaruh terhadap kualitas sediaan yang terbentuk (Amiji and

Sandmann, 2003). Penurunan viskositas emulgel menyebabkan emulgel semakin

encer dan dapat menyebabkan penurunan stabilitas fisik emulgel selama

penyimpanan.

Voigt (1995) menyatakan bahwa setiap alat pengemulsi memiliki

kecepatan pengadukan yang optimal. Sehingga pencampuran yang berlangsung

dengan kecepatan putar yang lebih tinggi belum tentu meningkatkan kualitasnya.

Selain itu, dalam skala industri, efisiensi jumlah energi yang digunakan

merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dimana semakin besar energi

yang digunakan, semakin besar pula biaya produksi yang diperlukan.

Berdasarkan latar belakang di atas, diketahui bahwa variasi kecepatan

putar pada proses pembuatan emulgel dimungkinkan memiliki pengaruh dalam

menghasilkan emulgel yang memenuhi persyaratan sifat fisik dan stabilitas fisik

yang baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh

(25)

buah manggis sehingga dapat dihasilkan sediaan emulgel yang memiliki sifat fisik

dan stabilitas fisik yang memenuhi kriteria.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang diangkat

penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah diperoleh formula yang memenuhi persyaratan sifat fisik dan

stabilitas fisik yang sesuai dengan kriteria?

b. Apakah variasi kecepatan putar memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel ekstrak kulit buah manggis

(Garcinia mangostana L.)?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang relevan pernah dilakukan oleh Pothitirat, et al. (2010)

yang meneliti tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah manggis

terhadap bakteri penginduksi timbulnya jerawat, yaitu Propionibacterium

acnes dan Staphylococcus epidermidis. Hasilnya ekstrak etanol kulit buah

manggis dengan kandungan alfa mangostin 18,03 ± 80,71 % b/b memiliki

nilai KHM 7,81 g/ml terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus

epidermidis serta memilki nilai KBM 15,63 g/ml untuk Propionibacterium

acnes dan 62,50 g/ml tehadap Staphylococcus epidermidis.

Sukatta, et al. (2008) memformulasikan ekstrak etanol kulit buah

(26)

Carbopol Ultrez-10 dan konsentrasi ekstrak kulit buah manggis dengan aplikasi desain faktorial. Hasilnya diperoleh formula optimal dengan

konsentrasi Carbopol Ultrez-10 0,5% dan konsentrasi ekstrak kulit buah

manggis 0,5% berdasarkan hasil hedonic scale terhadap warna, viskositas,

absorpsi kulit, kemampuan melembabkan kulit dan penerimaan pasien.

Formula optimal gel yang dihasilkan memiliki aktivitas yang tinggi dalam

menghambat pertumbuhan bakteri penginduksi timbulnya jerawat yang

ditandai dengan adanya zona hambat terhadap Staphylococcus aureus sebesar

24,67 mm, Staphylococcus epidermidis sebesar 10,00 mm dan

Propionibacterium acnes sebesar 7,33 mm.

Penelitian tentang pengaruh proses pencampuran dalam formulasi

sediaan emulgel (kajian dari aspek suhu dan kecepatan pencampuran) pernah

dilakukan oleh Lestari (2012) dengan menggunakan zat aktif yang berbeda,

yaitu ekstrak teh hijau dengan menggunakan desain faktorial dua faktor dan

dua level. Hasil yang didapatkan adalah faktor suhu dan interaksi suhu dengan

kecepatan putar mixer berpengaruh terhadap respon pergeseran viskositas.

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian

tentang Formulasi Emulgel Anti Acne Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia

mangostana L.): Pengaruh Kecepatan Putar pada Proses Pencampuran

(27)

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoretis

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan tentang pengaruh kecepatan putar pada proses pencampuran

emulgel terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel ekstrak kulit buah

manggis agar dapat dihasilkan emulgel dengan sifat yang diinginkan.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bentuk sediaan

kosmetik berupa obat jerawat ekstrak kulit buah manggis yang memenuhi

persyaratan sifat fisik dan stabilitas fisik dengan proses produksi yang

efisien.

c. Manfaat metodologis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dalam bidang

kefarmasian mengenai contoh aplikasi penerapan uji statistika dalam

mengamati pengaruh kecepatan putar pada proses pencampuran emulgel

terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel ekstrak kulit buah manggis.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan emulgel

anti acne dari ekstrak kulit buah manggis dengan sifat fisik (viskositas dan

daya sebar) serta stabilitas fisik (pergeseran viskositas) yang memenuhi

(28)

2. Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi

pengaruh kecepatan putar pada proses pencampuran terhadap sifat fisik dan

(29)

8

menyebabkan penyumbatan saluran folikel rambut dan pori-pori kulit

(Wirakusumah, 2007). Terdapat empat faktor penting yang memicu terjadinya

jerawat, yaitu tersumbatnya folikel rambut oleh sel yang secara normal mengalami

deskuamasi, hiperaktivitas kelenjar sebasea (sebaceous gland), proliferasi bakteri

di dalam sebum, dan inflamasi (Johnson and Nunley, 2000). Propionibacterium

acnes, Staphyloccocus epidermidis dan Staphyloccocus aureus adalah tiga strain

bakteri yang dapat menginduksi terjadinya jerawat (Sukatta, et al., 2008).

Jerawat atau acne dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu komedo,

inflamasi dan nodular cystic acne. Jerawat terjadi apabila saluran ke permukaan

kulit untuk mengeluarkan sebum yang diproduksi oleh kelenjar minyak rambut

pada lapisan dermis tersumbat. Dalam keadaan normal, sel-sel folikel rambut

dapat keluar. Akan tetapi, jika terjadi jerawat, sel-sel folikel rambut bersama

dengan sebum akan menggumpal dan menyumbat saluran folikel rambut pada

lapisan epidermis kulit sehingga membentuk komedo yang menonjol di

permukaan kulit (Radji, 2010).

Komedo dapat berkembang menjadi inflamasi (inflammatory acne) apabila

(30)

menggunakan gliserol dalam sebum sebagai sumber nutrisi. (Radji, 2010).

Inflamasi yang terjadi timbul dari aksi enzim yang dihasilkan oleh bakteri. Enzim

ini menghidrolisis sebum menjadi asam lemak bebas, yang merangsang proses

inflamasi. Chemotactic factor dilepaskan pada reaksi ini sehingga menarik

neutrofil dan terjadi inflamasi serta pembentukan papula dan pustula (Johnson and

Nunley, 2000).

Pada beberapa individu, jerawat dapat berkembang menjadi nodular cystic

acne, yang ditandai dengan terbentuknya nodula atau parut akibat peradangan.

Lesi pada kulit ini disertai dengan adanya nanah pada jerawat dan akan

meninggalkan bekas luka yang permanen pada kulit ketika sembuh (Radji, 2010).

(31)

B. Manggis 1. Keterangan botani

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tanaman yang berasal

dari semenanjung Malaya kemudian menyebar ke seluruh daerah tropis di

Asia dan Australia. Di Indonesia, manggis dapat tumbuh mulai dari dataran

rendah hingga pegunungan dengan kisaran ketinggian 5-1.000 meter di atas

permukaan laut. Umumnya, tanaman manggis berbuah cukup baik di daerah

yang agak sejuk (Suhono dan LIPI, 2010).

Tanaman ini memiliki banyak nama daerah, antara lain: manggis

(Jawa, Melayu, Bali), manggu (Sunda), magi (Nias, Aceh), magisto (Batak),

kokapa (Mentawai), mangos (Kubu), sungkup (Dayak) dan kirasa (Makassar)

(Suhono dan LIPI, 2010). Klasifikasi tanaman manggis adalah sebagai berikut:

kingdom : Plantae (tumbuhan)

subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

subkelas : Dilleniidae

ordo : Theales

famili : Clusiaceae

genus : Garcinia

spesies : Garcinia mangostana L. (Natural Resources Conservation

(32)

Morfologi tanaman manggis yaitu pohon memiliki tinggi 10-25 m,

batang berwarna cokelat keabu-abuan dan berdiameter 40-80 cm. Kayu batang

berwarna cokelat tua. Kulit batangnya mengeluarkan getah bila dilukai. Daun

berwarna hijau, kaku, mengilap, berbentuk lonjong, berujung lancip, terletak

berhadapan, dan berukuran 8 x 4 cm serta yang besar berukuran 12 x 5 cm

(Suhono dan LIPI, 2010).

Bunga manggis berwarna merah muda, terletak di ujung cabang daun.

Buah berdiameter 4-6,5 cm. Buah muda berwarna hijau dan bergetah kuning,

bila masak berwarna ungu kehitaman. Kulit buah bagian dalam tebal dan

berwarna merah. Biji ditutupi oleh aril berwarna putih. Setiap buah

mengandung 2-8 biji (Suhono dan LIPI, 2010).

2. Kandungan kimia dan kegunaan

Kulit buah manggis telah digunakan dalam obat-obatan tradisional

Asia untuk pengobatan luka, infeksi kulit, diare, disentri serta maag kronis.

Kulit buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi serta

mengandung zat bioaktif lainnya seperti tanin, flavonoid dan polifenol

(Pothitirat, et al., 2010).

Xanthone memiliki aktivitas antioksidan, antitumor, antialergi,

antiinflamasi, antibakteri, antijamur dan antivirus. Beberapa turunan xanthone

yang paling banyak diteliti adalah α, β dan γ-mangostin, garcinone E,

8-deoxygartanin, dan gartanin (Pedraza-Chaverri, Cárdenas-Rodríguez,

(33)

Gambar 2. Struktur inti xanthone dan beberapa struktur turunan

xanthone (Pedraza-Chaverri, et al., 2008).

Ekstrak kulit buah manggis menunjukkan aktivitas antimikroba

terhadap berbagai jenis mikroorganisme antara lain: Staphylococcus aereus,

Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhimurium, Enterococcus species, Mycobacterium tuberculosis dan

Propionibacterium acnes. Berdasarkan hasil studi fitokimia, aktivitas antimikroba yang dihasilkan berasal dari xanthone. Alfa mangostin merupakan

turunan xanthone yang memiliki aktivitas antibakteri paling poten

(34)

Ekstrak kulit buah manggis memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi

terhadap bakteri penyebab timbulnya peradangan jerawat yaitu

Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Ekstrak etanol kulit buah manggis dengan kandungan alfa mangostin 18,03 ± 0,71 % b/b

memiliki nilai KHM 7,81 g/ml untuk kedua strain bakteri serta memiliki nilai

KBM 15,63 g/ml untuk Propionibacterium acnes dan 62,50 g/ml untuk

Staphylococcus epidermidis (Pothitirat, et al., 2010).

C. Emulgel

Gel merupakan suatu bentuk sediaan semisolid yang mengandung

komposisi air dalam jumlah tinggi sehingga dapat meningkatkan disolusi obat dan

juga memudahkan migrasi obat melalui basis yang utamanya berbentuk cair,

dibandingkan dengan basis salep atau krim. Akan tetapi, karakteristik ini menjadi

keterbatasan bagi senyawa yang bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, untuk

mengatasi keterbatasan ini digunakan emulgel sehingga senyawa hidrofobik bisa

disiapkan dengan memanfaatkan kelebihan gel (Panwar, et al., 2011).

Emulgel adalah emulsi, baik tipe minyak dalam air atau air dalam minyak

dimana dilakukan penambahan gelling agent untuk membentuk sistem gel.

Emulgel memiliki acceptability yang tinggi bagi pasien karena memiliki

kelebihan baik yang berasal dari emulsi maupun gel (Mohamed, 2004). Sediaan

emulgel untuk penggunaan secara topikal memiliki karakteristik yang

menguntungkan seperti sifat tiksotropi, tidak berminyak, daya sebarnya baik,

(35)

bentuk sediaan emulgel bersifat lebih stabil dan merupakan suatu pembawa

dengan pelepasan yang lebih baik bagi obat yang bersifat hidrofobik (Panwar, et

al., 2011).

Suatu senyawa hidrofobik dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam gel

menggunakan emulsi dengan tipe obat/minyak/air. Kebanyakan obat hidrofobik

tidak dapat dimasukkan secara langsung ke dalam basis gel karena kelarutannya

menjadi penghalang serta dapat timbul masalah pada pelepasan obatnya. Emulgel

membantu memasukkan obat hidrofobik ke dalam fase minyak dan kemudian

globul-globul minyak terdispersi di dalam fase air menghasilkan emulsi tipe M/A.

Emulsi ini dapat dicampurkan dengan basis gel sehingga memberikan stabilitas

dan pelepasan obat yang lebih baik (Panwar, et al., 2011).

D. Bahan Formulasi 1. Emulsifying agent

Emulsifying agent adalah suatu molekul yang memiliki rantai hidrokarbon nonpolar dan polar pada tiap ujung rantai molekulnya.

Emulsifying agent memiliki kemampuan menarik fase air dan fase minyak sekaligus, serta dapat menempatkan diri di antara kedua fase tersebut sehingga

dapat menurunkan tegangan permukaan antara fase air dengan fase minyak

(Lieberman, Rieger and Banker, 1996).

Tipe emulsi yang diinginkan M/A atau A/M tergantung pada nilai

keseimbangan hidrofil-lipofil (hydrophile-lipophile balance), yakni sifat

(36)

dengan nilai HLB tertentu dapat menentukan apakah emulsi yang dihasilkan

merupakan tipe M/A atau A/M sesuai dengan jumlah yang digunakan.

Umumnya emulsi M/A terbentuk jika HLB 9-12 dan terbentuk emulsi A/M

jika HLB 3-6 (Martin, Swarbrick, Cammarata, 1993).

a. Polioksietilen 20 sorbitan monolaurat (Tween 20)

Gambar 3. Tween 20 (Iro, 2013).

Tween 20 berbentuk cairan minyak berwarna kuning yang

memiliki nilai HLB 16,7. Tween 20 larut dalam etanol dan air serta tidak

larut dalam minyak mineral. Tween digunakan sebagai emulsifying agent,

solubilizing agent, dan wetting agent. Tween merupakan surfaktan

non-ionik hidrofilik yang digunakan secara luas sebagai emulsifying agent

dalam pembuatan emulsi minyak dalam air yang stabil. Secara tunggal

digunakan sebagai emulsifying agent emulsi M/A dengan konsentrasi

1-15% dan secara kombinasi dengan surfaktan hidrofilik pada emulsi M/A

dengan konsentrasi 1-10%. Tween bersifat tidak toksik dan tidak

mengiritasi (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).

b. Sorbitan monolaurat (Span 20)

(37)

Span 20 berbentuk cairan kental berwarna kuning yang memiliki

nilai HLB 8,6. Tween digunakan sebagai emulsifying agent, solubilizing

agent, dan wetting agent. Span 20 merupakan surfaktan non-ionik lipofilik yang larut dalam minyak dan pelarut organik serta tidak larut dalam air.

Span biasa digunakan sebagai emulsifying agent pada bentuk sediaan krim,

emulsi, salep untuk penggunaan secara topikal. Saat digunakan secara

tunggal span akan membentuk emulsi air dalam minyak yang stabil,

namun sering digunakan secara kombinasi dengan tween untuk

menghasilkan emulsi tipe A/M atau M/A dengan konsistensi yang

bervariasi tergantung proporsi yang digunakan. Span digunakan secara

tunggal pada emulsi A/M dengan konsentrasi 1-15% dan secara kombinasi

dengan surfaktan hidrofilik pada emulsi tipe M/A dengan konsentrasi

1-10%. Span bersifat tidak mengiritasi dan tidak toksik (Rowe, et al., 2009).

2. Gelling Agent

Gelling agent merupakan bahan yang digunakan untuk membentuk

gel. Secara umum gelling agent memiliki bobot molekul yang tinggi dan

diperoleh dari alam maupun sintetik. Gelling agent dapat terdispersi dalam air

dan dapat mengembang, serta meningkatkan viskositas. Gelling agent yang

ideal harus tidak berinteraksi dengan komponen lain dari formulasi, harus

bebas dari kontaminasi mikroba, perubahan suhu dan pH selama pembuatan

dan penggunaan preservative tidak boleh mengubah reologinya, ekonomis,

(38)

digunakan di tempat aplikasi, serta memiliki bau yang menyenangkan

(Mahalingam, Li, and Jasti, 2008).

Carbomer atau carbopol berbentuk serbuk putih yang higroskopis dan

merupakan suatu molekul asam. Carbopol merupakan polimer sintetik dari

asam akrilat dengan bobot molekul tinggi. Rantai polimernya terhubung

silang-menyilang (crosslinked) dengan alil sukrosa atau alil pentaeritritol.

Carbopol terdiri dari 52% – 68% gugus asam karboksilat (COOH). Secara teoritis bobot molekul carbopol diperkirakan antara 7 x 105sampai 4 x 109.

Carbopol dapat digunakan sebagai material bioadhesiv, controlled-release agent, emulsifying agent, rheology modifier, stabilizing agent, suspending agent, dan pengikat tablet. Sebagai gelling agent, carbopol digunakan pada

konsentrasi 0,5-2,0% (Rowe, et al., 2009).

Gambar 5. Unit monomer asam akrilat dari polimer carbopol (Rowe, et al., 2009).

Carbopol tersedia pada range bobot molekul yang luas yakni bobot

molekul rata-rata 450.000 (carbopol 907) hingga 4.000.000 (carbopol 940).

Bobot molekul berpengaruh pada tegangan permukaan dan viskositas produk

akhir. Oleh karena itu, carbopol 940 sangat efisien jika digunakan sebagai

(39)

Curteis (1991) menyatakan bahwa terdapat dua mekanisme

pengentalan carbopol, yaitu metode ikatan hidrogen (hanya dapat terjadi

dalam sistem pelarut polar) dan metode netralisasi (dapat terjadi baik pada

sistem pelarut polar maupun nonpolar).

a. Metode ikatan hidrogen

Sistem ini membutuhkan solvent yang dapat mendonorkan gugus

hidroksil. Hasil ikatan hidrogen antara gugus karboksil dari carbopol dan

gugus hidroksil dari solvent akan menyebabkan molekul carbopol yang

berbentuk coil menjadi uncoil dan terjadi kekentalan (Curteis, 1991).

b. Netralisasi

Carbopol yang didispersikan ke dalam air akan membentuk

dispersi koloid asam dengan viskositas yang rendah (Rowe, et al., 2009).

Pada metode ini carbopol yang bersifat asam dinetralkan oleh basa untuk

menghasilkan garam yang larut dalam pelarut. Selanjutnya molekul

carbopol berubah menjadi bentuk uncoil dan terjadi kekentalan pada gel (Walters, 2007). Bahan-bahan yang dapat digunakan dalam penetralan

polimer carbopol adalah borax, kalium hidroksida, natrium bikarbonat,

natrium hidroksida dan amin organik polar seperti trietanolamin (Rowe, et

al., 2009).

3. Propilen glikol

(40)

Propilen glikol berbentuk cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak

berbau. Propilen glikol dapat berfungsi sebagai antimicrobial preservative,

disinfectant, humectant, plasticizer, solvent, stabilizing agent dan water-miscible cosolvent. Pada formulasi sediaan topikal propilen glikol digunakan

sebagai humektan dengan konsentrasi ≈15%. Propilen glikol larut dalam

aseton, kloroform, etanol, gliserin, dan air. Propilen glikol bersifat

higroskopis (Rowe, et al., 2009).

4. Trietanolamin

Trietanolamin (TEA) berbentuk cairan kental, tidak berwarna sampai

kuning pucat dan berbau amoniak. TEA berperan sebagai alkalizing agent dan

emulsifying agent. TEA banyak digunakan dalam formulasi sediaan topikal terutama pembentukan emulsi. Konsentrasi yang digunakan dalam

emulsifikasi berkisar antara 2-4%. TEA bersifat sangat higroskopis dan larut

dalam air (Rowe, et al., 2009).

Trietanolamin yang bersifat basa dapat digunakan untuk netralisasi

carbopol. Penambahan trietanolamin pada carbopol akan menetralisasi gugus

asam karboksilat, membentuk garam yang larut. Sebelum netralisasi, carbopol

di dalam air akan ada dalam bentuk tak terion pada pH sekitar 3. Pada pH ini,

polimer sangat fleksibel dan strukturnya random coil. Penambahan

trietanolamin akan menggeser kesetimbangan ionik membentuk garam yang

larut. Hasilnya adalah ion yang saling tolak menolak dari gugus karboksilat

(41)

Viskositas dan kejernihan gel yang dapat diterima yaitu pada pH 4,5-5,0 dan

mencapai titik optimum pada pH 7 (Osborne and Amann, 1990).

Overnetralisasi dapat menyebabkan penurunan viskositas karena kation basa

yang berlebih akan melingkupi gugus karboksilat sehingga mengurangi

tolakan elektrostatik (Walters, 2007).

Gambar 7. Trietanolamin (Rowe, et al., 2009).

5. Parafin cair

Liquid paraffin atau mineral oil berbentuk cairan minyak kental, transparan, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau ketika dingin namun

memiliki bau samar minyak ketika dipanaskan. Parafin cair merupakan

campuran alifatik jenuh (C14-C18) dan hidrokarbon siklik dari hasil destilasi

minyak bumi. Parafin cair digunakan sebagai emolien, lubrikan, pelarut.

Parafin cair untuk emulsi topikal digunakan pada konsentrasi 1,0-32,0%.

Kelarutanmya yaitu praktis tidak larut dalam etanol 95%, gliserin, dan air,

larut dalam aseton, kloroform, eter, petroleum eter dan minyak atsiri (Rowe, et

(42)

6. Preservative

a. Metil paraben

Gambar 8. Metil paraben (Rowe, et al., 2009).

Metil paraben atau nipagin berfungsi sebagai antimicrobial

preservative yang secara luas digunakan pada sediaan farmasi, kosmetik dan makanan. Metil paraben berbentuk serbuk kristal putih, tidak berbau,

dan memiki rasa yang membakar. Paraben efektif pada rentang pH yang

luas (antara 4-8) dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas

meskipun paraben paling efektif menghambat yeast dan fungi. Paraben

juga lebih aktif tehadap bakteri Gram positif dibandingkan bakteri Gram

negatif (Rowe, et al., 2009).

Metil paraben dapat digunakan secara tunggal maupun kombinasi

dengan paraben lain atau dengan agen antimikroba lain. Aktivitas

antimikroba paraben meningkat seiring dengan peningkatan rantai gugus

alkil, tetapi kelarutannya dalam air menjadi menurun. Oleh karena itu,

penggunaan kombinasi paraben sering digunakan untuk menghasilkan efek

antimikroba yang lebih efektif. Metil paraben untuk sediaan topikal

digunakan pada konsentrasi 0,02–0,3 (Rowe, et al., 2009).

Kelarutan metil paraben pada suhu 25°C yaitu 1 bagian metil

(43)

bagian air. Paraben bersifat nonmutagenik, nonteratogenik, dan

nonkarsinogenik (Rowe, et al., 2009).

b. Propil paraben

Propil paraben atau nipasol berbentuk serbuk kristal putih, tidak

berbau dan tidak berasa, yang berfungsi sebagai antimicrobial

preservative. Propil paraben untuk sediaan topikal digunakan pada

konsentrasi 0,01–0,6. Propil paraben dapat digunakan secara tunggal

maupun kombinasi dengan paraben lain atau dengan agen antimikroba lain

untuk meningkatkan aktivitasnya. Propil paraben digunakan secara

kombinasi dengan paraben lain pada formulasi sediaan topikal. Kelarutan

propil paraben pada suhu 20°C yaitu 1 bagian larut dalam 1,1 bagian

etanol 95%; 3,9 bagian propilen glikol; 2500 bagian air; 3330 bagian

minyak mineral (Rowe, et al., 2009).

Gambar 9. Propil paraben (Rowe, et al., 2009).

7. Etanol

Etanol atau etil alkohol merupakan cairan mudah menguap, jernih,

tidak berwarna, berbau khas dan memiliki rasa yang membakar. Utamanya

etanol digunakan sebagai solvent, namun dapat juga digunakan sebagai

disinfektan. Selain itu, etanol dalam larutan dapat berfungsi sebagai pengawet

(44)

enhancer. Kelarutannya yaitu larut dalam kloroform, eter, gliserin dan air

(Rowe, et al., 2009).

Gambar 10. Etanol (Rowe, et al., 2009).

8. Aquadest

Aqua destillata atau air suling merupakan air murni yang diperoleh

dengan penyulingan. Air murni berbentuk cairan jernih, tidak berwarna dan

tidak berbau dengan pH antara 5,0-7,0. Air murni dibuat dari air yang

memenuhi persyaratan air minum. Air murni digunakan untuk pembuatan

sediaan kecuali sediaan parenteral (Dirjen POM RI, 1995).

E. Pencampuran

Pencampuran adalah suatu proses yang bertujuan untuk menangani dua

atau lebih komponen yang belum bercampur atau sebagian bercampur, sehingga

setiap unit (partikel, molekul, dan lain-lain) dari komponen terletak sedekat

mungkin berinteraksi dengan unit lain dari komponen. Kapanpun jika suatu

produk mengandung lebih dari satu komponen maka tahap pencampuran

dibutuhkan dalam proses pembuatannya. Hal ini untuk menjamin distribusi yang

merata dari zat aktif, tampilan yang merata serta sediaan melepaskan obat pada

(45)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pencampuran pada sistem non-Newton

yaitu suhu, kecepatan geser, tegangan geser, tekanan, dan waktu pencampuran

(Nielloud and Marti-Mestres, 2000). Kecepatan putar dapat mempengaruhi sifat

fisik sediaan dimana kecepatan putar memberikan energi kinetik yang

menghasilkan gaya geser dalam proses formulasi. Polimer memiliki tipe alir

pseudoplastis dimana dalam keadaan diam (tidak terdapat gaya geser) polimer

berada dalam keadaan coil karena adanya stabilisasi intramolekuler. Air yang

amobil bersama konformasi globular ini akan membentuk struktur tiga dimensi

dalam sistem sehingga menghasilkan viskositas yang lebih tinggi. Ketika sistem

tersebut mendapatkan gaya geser, maka rantai polimer akan terurai dan dapat

menurunkan viskositas sediaan (Amiji and Sandmann, 2003).

Masalah yang sering terjadi pada pencampuran sediaan semisolid adalah

sediaan semisolid tidak mudah mengalir sehingga bahan yang berada pada dead

spot tidak dapat bercampur dengan baik. Maka diperlukan mixer yang sesuai yang

memiliki rotating element dengan jarak yang sempit dengan dinding wadah.

Mixer yang dapat digunakan dalam pencampuran sediaan semisolid antara lain

planetary mixer dan sigma blade mixer (Aulton, 2007). 1. Planetary mixer

Jenis mixer ini umumnya ditemukan di dapur rumah tangga dan dalam

skala yang lebih besar digunakan di industri. Dayung pada mixer diletakkan di

tengah, pada rotating arm. Dayung akan berputar mengitari sekeliling

(46)

Gambar 11. Planetary mixer (Aulton, 2007). 2. Sigma blade mixer

Mesin ini digunakan untuk pencampuran bahan dengan viskositas

tinggi misalnya pasta yang kaku atau salep. Mekanisme pencampuran yang

terjadi didasarkan pada dua buah bladeberbentuk ‘Z’ yang akan berputar dan

bertemu satu sama lain sehingga bentuknya mirip seperti simbol Ʃ (Aulton,

2007). Berputarnya kedua blade memungkinkan produk dapat dipindahkan

dari satu blade ke blade yang lain. Jarak yang berdekatan antara blade dan

dinding menghasilkan campuran homogen sempurna (JEC, 2014).

(47)

F. Uji Sifat Fisik Emulgel 1. Viskositas

Pada pembuatan kosmetik, reologi berpengaruh pada penerimaan

pasien, stabilitas fisika dan ketersediaan hayati, salah satunya adalah

viskositas. Viskositas merupakan pernyataan tahanan untuk mengalir dari

suatu sistem di bawah stress yang digunakan. Makin kental suatu cairan,

makin besar kekuatan yang diperlukan supaya cairan tersebut dapat mengalir

dengan laju tertentu (Martin, et al., 1993). Peningkatan viskositas akan

meningkatkan waktu retensi pada tempat aplikasi, tetapi menurunkan daya

sebar (Garg, Aggarwal, Garg, and Singla, 2002).

Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan deformasinya yaitu

sistem Newton dan sistem non-Newton (Martin, et al., 1993). Contoh bahan

dengan sistem Newton yaitu air, alkohol, gliserin dan larutan sejati.

Sedangkan untuk sediaan seperti emulsi, suspensi, dispersi, dan larutan

polimer umumnya termasuk tipe non-Newtonian (Lieberman, et al., 1996).

Viskositas (η) digambarkan dengan persamaan matematika:

η = =

dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan gaya geser (shear

stress) sebanding dengan viskositas dan berbanding terbalik dengan kecepatan

geser (shear rate). Jika viskositas meningkat maka shear stress harus

ditingkatkan agar shear rate tetap konstan. Namun hal ini hanya berlaku untuk

senyawa dengan tipe Newtonian. Pada tipe non-Newtonian, viskositas tidak

(48)

hubungan antara shear stress dan shear rate tidak linier (Amiji and

Sandmann, 2003). Sistem non-Newtonian dibagi ke dalam tiga kelas aliran

yakni plastis, pseudoplastis dan dilatan (Martin, et al., 1993).

Banyak produk farmasi yang menunjukkan aliran pseudoplastis, antara

lain dispersi cair dari gom alam dan sintetis (misalnya tragakan, natrium

alginat, metil selulosa dan natrium karboksimetil selulosa). Secara umum,

aliran pseudoplastis diperlihatkan oleh polimer-polimer dalam larutan, yang

merupakan kebalikan dari sistem plastis, yang tersusun dari partikel-partikel

yang terflokulasi dalam suspensi. Viskositas zat pseudoplastis berkurang

dengan meningkatnya kecepatan geser (shear rate). Rheogram yang

melengkung pada bahan-bahan pseudoplastis diakibatkan karena kerja (aksi)

shearing terhadap molekul-molekul bahan yang berantai panjang seperti

polimer-polimer linier. Dengan meningkatnya shear stress (gaya geser),

molekul-molekul yang secara normal tidak beraturan mulai menyusun sumbu

yang panjang dalam arah aliran. Hal ini mengurangi tahanan internal dari

bahan tersebut dan mengakibatkan shear rate yang lebih besar pada setiap

shear stress berikutnya. Selain itu, sebagian dari pelarut yang berikatan dengan molekul kemungkinan dilepaskan, sehingga menyebabkan penurunan

efektif baik konsentrasi maupun ukuran molekul yang terdispersi. Hal ini juga

(49)

2. Daya sebar

Daya sebar adalah kemampuan dari suatu sediaan untuk menyebar di

tempat aplikasi. Hal ini berhubungan dengan sudut kontak dari sediaan dengan

tempat aplikasinya. Daya sebar merupakan salah satu karakteristik yang

bertanggung jawab dalam keefektifan dalam pelepasan zat aktif dan

penerimaan konsumen dalam menggunakan sediaan semisolid. Faktor-faktor

yang mempengaruhi daya sebar yaitu viskositas sediaan, lama tekanan,

temperatur tempat aksi (Garg, et al., 2002).

Metode plat sejajar adalah metode yang paling banyak digunakan

untuk menentukan dan mengukur daya sebar sediaan semi padat. Keuntungan

dari metode ini adalah sederhana dan relatif murah. Selain itu, peralatan dapat

didesain dan dibuat sesuai dengan kebutuhan tiap individu berdasarkan tipe

data yang dibutuhkan, rute administrasi, luas permukaan yang ditutupi, dan

pertimbangan model membran. Di sisi lain, metode ini kurang akurat dan

sensitif, serta data yang dihasilkan harus diinterpretasikan dan disajikan secara

manual (Garg, et al., 2002).

G. Uji Iritasi HET-CAM

Hen's Egg Test-Chorioallantoic Membrane (HET-CAM) merupakan salah satu metode uji iritasi menggunakan hewan uji yaitu telur ayam. Sebelum

dilakukan uji, telur ditempatkan dalam inkubator dan disimpan pada suhu 38,3°C

(50)

9-10 hari (Interagency Coordinating Committee on the Validation of Alternative Methods, 2006).

Metode HET-CAM menggunakan membran chorioallantoic (CAM),

merupakan membran pernapasan vaskuler yang mengelilingi embrio burung yang

sedang berkembang. CAM terdiri dari gabungan antara korion yang berbatasan

dengan allantois. Korion merupakan kantung terluar yang berisi embrio, amnion

dan kuning telur sedangkan allantois merupakan suatu organ respirasi bagi

embrio yang berisi pembuluh darah, berkembang dari usus kemudian keluar dari

usus embrio ayam pada inkubasi hari ke 4 atau 5. Seiring dengan meningkatnya

ukuran allantois antara inkubasi hari ke 4 hingga 10, allantois ini akan melingkupi

embrio dan bergabung dengan korion menjadi CAM. Penggabungan kedua

membran memungkinkan terjadinya pertukaran udara antara embrio dengan

lingkungan udara luar. Setelah terbentuknya CAM, maka terjadilah pertumbuhan

yang cepat pada luas permukaan CAM hingga inkubasi hari ke 9 (ICCVAM,

2006).

Gambar 13. Membran chorioallantoic pada telur ayam (Biology Learning Center The University of Arizona, 2007).

Pembuluh darah yang ada pada CAM adalah cabang dari arteri dan vena

dari allantois embrio yang berisi eritrosit dan leukosit yang terlibat dalam respon

(51)

disebabkan oleh zat uji pada pembuluh darah dan protein pada jaringan lunak

membran ini (ICCVAM, 2006).

Efek iritasi yang terjadi pada uji HET-CAM diamati selama 300 detik pada

bagian CAM setelah pemberian senyawa uji. Efek iritasi yang diamati yaitu waktu

awal terjadinya hemoragi (perdarahan pada pembuluh darah), lisis (pecahnya

pembuluh darah) dan koagulasi (denaturasi protein vaskuler) (ICCVAM, 2006).

Menurut ICCVAM (2006), efek iritasi yang terjadi diberi skor sesuai

dengan waktu terjadinya hemoragi, lisis dan koagulasi dengan menggunakan

rumus:

tingkat iritasi kemudian ditentukan dari nilai rata-rata skor ketiga telur dan dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel I. Kategori iritasi berdasarkan skor iritasi pada HET-CAM Skor HET-CAM Kategori Iritasi

0-0,9 Tidak mengiritasi

1-4,9 Iritasi lemah

5-8,9 atau 5-9,9 Iritasi sedang

9-21 atau 10-21 Iritasi kuat

H. Uji Potensi Antibakteri

Metode pengukuran potensi antibakteri dapat dilakukan dengan beberapa

metode, antara lain:

1. Metode difusi

Metode ini mengukur aktivitas antimikroba berdasarkan pengamatan

(52)

mikroba dimana agen antimikroba akan berdifusi pada media Agar. Contoh

metode difusi antara lain metode disc diffusion (Kirby & Bauer) dan dan

cup-plate technique (metode sumuran). Pada metode disc diffusion, disc yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media Agar yang telah ditanami

mikroorganisme dimana agen antimikroba akan berdifusi pada media Agar

tersebut. Pada metode sumuran, Agar yang telah ditanami mikroorganisme uji

dibuat lubang sumuran kemudian ke dalam sumuran diberi agen antimikroba

yang akan diuji (Pratiwi, 2008).

2. Metode dilusi

Prinsip metode ini adalah larutan uji diencerkan sehingga diperoleh

beberapa konsentrasi. Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair

dan dilusi padat. Pada dilusi cair, cara yang dilakukan adalah dengan membuat

seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang masing-masing

ditambahkan mikroba uji. Pada dilusi padat dilakukan serupa dengan dilusi

cair namun menggunakan media padat. Masing-masing seri pengenceran yang

dibuat dicampurkan ke dalam media agar dan ditanami bakteri uji setelah

media telah memadat. Keuntungan metode ini dibandingkan dengan metode

difusi adalah dapat menentukan nilai KHM (kadar hambat minimum) dan

(53)

Berdasarkan Suryawiria (cit., Zahro dan Agustini, 2013), aktivitas antibakteri berdasarkan diameter zona hambat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel II. Klasifikasi aktivitas antibakteri berdasarkan diameter zona hambat Aktivitas antibakteri Diameter zona hambat

(mm)

Lemah < 5

Sedang 5-10

Kuat 10-20

Sangat kuat > 20

I. Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) – Densitometri

Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase

diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Kromatografi lapis tipis

(KLT) merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan

elektroforesis. Pada KLT fase diamnya berupa lapisan yang seragam pada

permukaan bidang datar yang didukung oleh plat kaca, plat alumunium, atau plat

plastik (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada KLT, sampel ditotolkan (berbentuk

spot) atau semprotkan (berntuk garis) pada plat. Sampel akan berjalan melintasi

plat bersama dengan fase gerak, didorong oleh gaya kapilaritas. Pemisahan

komponen terjadi melalui mekanisme adsorpsi, partisi, eksklusi atau pertukaran

ion atau kombinasi dari mekanisme tersebut (Patnaik, 2004).

Pelaksanaan KLT lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan

kromatografi kolom. Peralatan yang digunakan pun sederhana sehingga dapat

dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat

(54)

KLT dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis

kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan nilai Rf solut dengan Rf baku

sedangkan analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan

KLT biasanya dilakukan scanning dengan densitometer langsung pada permukaan

lempeng KLT. Prinsip densitometer yaitu pengukuran intensitas radiasi yang

direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau sinar

tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak

(peak) dalam pencatat (recorder) (Gandjar dan Rohman, 2007).

J. Landasan Teori

Kulit buah manggis memiliki kandungan alfa mangostin, suatu derivat

xanthone yang memiliki aktivitas antibakteri. Ekstrak kulit buah manggis dapat diformulasikan menjadi obat jerawat karena alfa mangostin diketahui dapat

menghambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis, suatu bakteri penginduksi

terjadinya jerawat.

Emulgel merupakan sediaan topikal gabungan dari dua sistem, yaitu

sistem emulsi di dalam sistem gel. Alfa mangostin merupakan senyawa yang

bersifat hidrofobik sehingga bentuk sediaan emulgel cocok digunakan sebagai

pembawa karena emulgel bersifat lebih stabil dan merupakan suatu pembawa

dengan pelepasan yang lebih baik bagi obat yang bersifat hidrofobik.

Sifat fisik dan stabilitas fisik suatu sediaan sangat penting karena

berpengaruh terhadap acceptability pasien dan efektifitas terapetik suatu sediaan.

(55)

antara lain kecepatan putar. Kecepatan putar akan memberikan energi kinetik

yang akan menimbulkan gaya geser yang akan mempengaruhi viskositas sediaan

emulgel sehingga dapat mempengaruhi sifat fisik serta stabilitas fisiknya.

K. Hipotesis

Variasi kecepatan putar mixer memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel anti acne ekstrak kulit buah

manggis (Garcinia mangostana L.) yang meliputi viskositas, daya sebar dan

(56)

35 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni yang

bersifat eksploratif untuk mencari pengaruh kecepatan putar pada proses

pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel anti acne ekstrak

kulit buah manggis dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecepatan putar

mixer.

b. Variabel tergantung.

1). Uji sifat fisik: viskositas, daya sebar.

2). Uji stabilitas fisik: pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama

satu bulan.

3). Uji aktivitas antibakteri: diameter zona hambat.

c. Variabel pengacau terkendali.

1). Uji sifat fisik dan stabilitas fisik: jenis dan ukuran mixer, suhu

pencampuran, lama pencampuran, kondisi wadah dan penyimpanan,

(57)

2). Uji aktivitas antibakteri: kepadatan suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis (setara dengan larutan standar Mac Farland 1), diameter lubang sumuran, dan lama inkubasi.

d. Variabel pengacau tak terkendali.

1). Uji sifat fisik dan stabilitas fisik: suhu ruangan saat proses pembuatan,

penyimpanan serta pengujian emulgel.

2). Uji aktivitas antibakteri: suhu inkubasi, suhu ruangan saat pengujian.

2. Definisi operasional

a. Ekstrak kulit buah manggis adalah ekstrak serbuk halus kering yang

berasal dari kulit buah tanaman manggis (GarciniamangostanaL.)dengan

kandungan alfa mangostin minimal 25% yang diperoleh dari PT

Borobudur, Semarang.

b. Emulgel anti acne ekstrak kulit buah manggis adalah sediaan topikal semisolid hasil emulsifikasi yang merupakan dispersi fase minyak dalam

air (M/A) yang dibuat dari bahan aktif ekstrak kulit buah manggis yang

digunakan untuk mengobati jerawat dengan formula yang tercantum dalam

penelitian ini.

c. Kecepatan putar adalah banyaknya putaran mixer per menit dalam proses

emulsifikasi, penambahan gelling agent (carbopol 940), dan netralisasi

carbopol 940 (penambahan trietanolamin).

d. Sifat fisik emulgel adalah parameter untuk mengetahui kualitas fisik

(58)

e. Stabilitas fisik emulgel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan emulgel dalam penyimpanan yaitu

perubahan viskositas selama satu bulan penyimpanan.

f. Viskositas adalah suatu pertahanan dari emulgel untuk mengalir setelah adanya pemberian gaya. Semakin besar viskositas, maka emulgel akan

makin tidak mudah untuk mengalir. Kriteria viskositas optimum adalah

200-300 dPas.

g. Daya sebar adalah diameter penyebaran tiap 1 gram emulgel pada alat uji daya sebar yang diberi beban kaca dan pemberat hingga 125 gram dan

didiamkan selama 1 menit. Kriteria daya sebar optimum adalah 3-4 cm.

h. Pergeseran viskositas adalah presentase dari selisih viskositas emulgel setelah 1 bulan penyimpanan dengan viskositas emulgel setelah 48 jam

pembuatan. Kriteria pergeseran viskositas optimum adalah < 10%.

i. Iritasi adalah terjadinya hemoragi, lisis dan koagulasi pada bagian

Chorioallantoic Membrane (CAM) telur ayam yang mungkin timbul setelah pengaplikasian sediaan. Hemoragi merupakan perdarahan

pembuluh darah, lisis merupakan pecahnya pembuluh darah sedangkan

koagulasi merupakan denaturasi protein pada CAM.

j. Daya antibakteri emulgel ekstrak kulit buah manggis adalah kemampuan dari emulgel ekstrak kulit buah manggis dalam menghambat

atau membunuh bakteri Staphylococcus epidermidis penyebab jerawat,

(59)

k. Zona hambat adalah zona jernih di mana tidak dijumpai pertumbuhan

bakteri Staphylococcus epidermidis atau terdapat pertumbuhan sedikit

sekali dibandingkan dengan kontrol pertumbuhan.

l. Staphylococcus epidermidis adalah salah satu bakteri penyebab jerawat

yang berasal dari kultur murni Staphylococcus epidermidis ATCC 12228

yang diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta.

C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas (pipet

ukur, cawan petri, tabung reaksi, batang pengaduk, labu ukur, gelas ukur,

beaker glass, erlenmeyer) merk Pyrex-Japan, neraca digital, waterbath, mixer

merk Phillips modifikasi (Elecsa, USD), viscotester seri VT 04

(RION-JAPAN), alat pengukur daya sebar, stopwatch, vortex, hot plate, stirer, jarum

ose, pelubang sumuran nomor 2, autoklaf, mistar, pipet mikro 100-1000 μL,

autosampler (Camag Linomat 5 No. 170610) dan densitometer (Camag TLC scanner 3 CAT. No. 027.6485 SER. No. 160602).

2. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia

(60)

Muller-Hinton Broth (Merck), Muller-Hinton Agar (Oxoid), media Nutrient

Agar (Oxoid), Cindala®, bakteri uji Staphylococcus epidermidis yang

diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta, HCl 1 M, NaCl 5%,

plat silica gel 60 F254, metanol p.a, kloroform p.a, etil asetat p.a, kertas saring, telur ayam, NaCl 0,9%, NaOH 0,1 N.

D. Tata Cara Penelitian 1. Identifikasi bahan

a. Ekstrak kulit buah manggis (GarciniamangostanaL.)yang diperoleh dari

PT Borobudur, Semarang dan telah diuji identitasnya, dibuktikan dengan

Certificate of Analysis.

b. Kultur murni bakteri uji Staphylococcus epidermidis yang diperoleh dari

Balai Kesehatan Yogyakarta dan telah diuji kemurniannya.

2. Pembuatan emulgel anti acne ekstrak kulit buah manggis dengan variasi kecepatan putar

Formula yang digunakan untuk pembuatan emulgel anti acne ekstrak

kulit buah manggis mengacu pada formula emulgel hasil penelitian Mohamed

(61)

Tabel III. Formula emulgel chlorphenesin

Bahan emulgel Satuan (g)

Chlorphenesin 0,5

Dilakukan modifikasi dengan mengganti zat aktif dan beberapa

eksipiennya. Formula hasil modifikasi adalah sebagai berikut:

Tabel IV. Formula emulgel ekstrak kulit buah manggis (100 g emulgel) Bahan emulgel Satuan (g)

Ekstrak kulit buah manggis 3

Carbopol 940 1

Cara pembuatan emulgel ekstrak kulit buah manggis:

Carbopol 940 dikembangkan dengan menggunakan sebagian aquadest dari formula (60 ml) selama 24 jam. Semua bahan yang termasuk dalam fase

minyak (parafin cair dan span 20) dicampur terlebih dahulu di atas waterbath

Gambar

Gambar 1. Tahap terjadinya jerawat (acne) (Amundson, 2014).
Gambar 2. Struktur inti xanthone dan beberapa struktur turunan
Gambar 3. Tween 20 (Iro, 2013).
Gambar 5. Unit monomer asam akrilat dari polimer carbopol (Rowe, et
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidyah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Aktivitas Antioksidan, Tekstur dan

Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhamad SAW yang telah membawa kita dari jaman kegelapan ke jaman yang terang benderang, sehingga penulis

Katalog merupakan daftar dari koleksi perpustakaan atau beberapa perpustakaan yang disusun secara sistematis sehingga memungkinkan pengguna perpustakaan dapat mengetahui

Sistem pengelolaan Sensus Harian Rawat Inap (SHRI) berbasis komputer mempunyai beberapa database sistem yaitu pasien masuk untuk menyimpan identitas pasien yang

“Metode penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa inggrisnya Research and Development adalah metode penelitian yang untuk menghasilkan produk tertentu, dan

setiap hari yang diakibatkan oleh semua jenis cedera. Cedera mewakili sekitar 12% dari beban keseluruhan penyakit, sehingga cedera penyebab penting ketiga kematian secara

Penulis berharap dengan adanya Terapi Bermain Menggambar dan Mewarnai Gambar Alat Transportasi (truk) ini mampu menurunkan tingkat kecemasan anak usia prasekolah (3-6

We are grateful to the USGS and the South African National Geospatial Information (NGI) of the Department of Rural Development and Land Reform for the provision of