(Studi kasus pada PT.Asuransi Bina Dana Arta Surabaya )
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Diajukan Oleh :
PRAMUDITYA ADI BUDAYANTHO
0612015004 / FE / EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
DI SURABAYA
Disusun Oleh :
PRAMUDITYA ADI BUDAYANTHO
0612015004 / FE / EM
Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh
Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada Tanggal 17 Desember 2010
Pembimbing :
Pembimbing Utama :
Tim Penguji :
Ketua
Dr. H. Prasetyohadi, MM Dra.Ec.Nur
Mahmudah,Msi
Sekretaris
Dra.H.Prasetyohadi,MM
Anggota
Dra. Ec. Nurjanti T, Msi
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur
i
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :
“PENGARUH PERILAKU PENYESUAIAN DIRI TERHADAP KINERJA
PENJUALAN PERUSAHAAN ASURANSI DI SURABAYA(Studi Kasus
Pada PT. Asuransi Bina Dana Arta Surabaya)
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Progdi Manajemen pada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala
ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Dr. H. Prasetyohadi, MM, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan dan dorongan kepada peneliti dalam menyelesaikan
ii
“Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan banyak pengetahuan selama
masa perkuliahan.
6. Bapak dan Ibu, yang telah memberikan dukungan, doa dan semangat dan
segalanya.
7. Semua pihak yang ikut membantu, yang tidak bisa penulis sebutkan
satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa apa yang telah disajikan masih banyak
kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala keterbatasan
yang penulis miliki, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang
berkepentingan.
Surabaya, Desember 2010
iii
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
ABSTRAKSI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Penelitian Terdahulu ... 10
2.2. Landasan Teori ... 12
2.2.1. Pengertian Pemasaran ... 12
2.2.2. Konsep Pemasaran ... 12
2.2.3. Pengertian Manajemen Pemasaran ... 13
2.2.4. Pengertian Perilaku Konsumen ... 13
2.2.5. Kinerja Penjualan ... 18
2.2.6. Penyesuaian Diri ... 19
2.2.7. Pemantauan Diri Terhadap Kemampuan Mendengarkannya ... 21
iv
.2.2.10. Tingkat Empati Terhadap Kinerja Penjualannya ... 24
2.2.11. Tingkat Kemampuan Mendengarkan Terhadap Kinerja Penjualannya ... 25
2.3. Model Penelitian ... 27
2.4. Hipotesis ... 28
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 29
3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 31
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 32
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 43
4.1.1. Sejarah singkat Perusahaan ... 43
4.1.1.1. PT. Asuransi Bina Dana Arta ... 43
4.1.1.2. PT. Asuransi Ramayana Tbk. ... 44
4.1.1.3. PT. Asuransi Bintang Tbk ... 45
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 47
4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 47
4.3. Hasil penelitian ... 49
v
4.3.4. Uji Construct Reliability dan Variance Extracted ... 51
4.3.5. Evaluasi Normalitas ... 53
4.3.6. Evaluasi Model One – Step Approach to SEM ... 54
4.3.7. Uji Kausalitas ... 57
4.4. Pembahasan ... 58
4.4.1. Pengaruh tingkat pemantauan diri tenaga penjual, terhadap kemampuan mendengarkannya ... 58
4.4.2. Pengaruh Tingkat Empati Terhadap Kemampuan Mendengarkan ... 59
4.4.3. Pengaruh Tingkat Pemantauan Diri Terhadap Kinerja Penjualannya ... 60
4.4.4. Pengaruh Tingkat Empati Terhadap Kinerja Penjualan .. 61
4.4.5. Pengaruh Tingkat Kemampuan Mendengarkan Terhadap Kinerja Penjualan ... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
5.1. Kesimpulan ... 64
5.2. Saran ... 65
vi
Tabel 1.1.Volume dan Target Penjualan Tahun 2005
sampai dengan Tahun 2009 ... 6
Tabel 4.1. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin... 48
Tabel 4.2. Identitas Responden Menurut Umur ... 48
Tabel 4.3. Hasil Uji Outlier Multivariate ... 49
Tabel 4.4. Pengujian Reliability Consistency Internal ... 50
Tabel 4.5. Hasil Uji Validitas ... 51
Tabel 4.6. Construct Reliability & Variance Extrated ... 52
Tabel 4.7. Assessment of Normality ... 53
Tabel 4.8. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indeces ... 55
Tabel 4.9. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indeces ... 56
vii
Gambar 2.1: Model Konseptual ... 28
Gambar 3.1 : Contoh Model Pengukuran Pemantauan diri ... 33
Gambar 3.2 : Contoh Model Pengukuran Empati ... 34
Gambar 3.3 : Contoh Model Pengukuran kemampuan mendengarkan ... 35
Gambar 3.4 : Contoh Model Pengukuran Kinerja Penjualan ... 36
Gambar 4.1: Model Pengukuran dan Struktural ... 54
viii
KINERJA PENJUALAN PERUSAHAAN ASURANSI
DI SURABAYA
(Studi Kasus Pada PT. Asuransi Bina Dana Arta Surabaya)
Pramuditya Adi Budayantho
ABSTRAK
Dalam industri asuransi, tenaga penjual asuransi merupakan ujung tombak pemasaran produk asuransi, sehingga penelitian mengenai pengaruh sifat-sifat kemampuan menyesuaikan diri dalam menjual terhadap kinerja penjualan tenaga penjual asuransi diharapkan akan memberikan kontribusi bagi kemajuan industry asuransi. Meskipun tenaga penjual memiliki sifatsifat kemampuan menyesuaikan diri dalam menjual secara lengkap, kurangnya kemampuan berkomunikasi yang ditunjukkan di antaranya, yaitu kurangnya kemampuan mendengarkan akan menghambat kesuksesan dalam interaksi penjualan. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk menganalisis pengaruh tingkat pemantauan diri dan tingkat empati tenaga penjual terhadap kemampuan mendengarkannya, dan untuk menganalisis pengaruh tingkat pemantauan diri, tingkat empati, tingkat kemampuan mendengarkan tenaga penjual terhadap kinerja penjualannya
Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan bagian penjualan pada PT. Asuransi Bina Dana Arta, PT. Asuransi Ramayana, PT. Asuransi Bintang. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM). Berdasarkan analisis data dengan menggunakan SEM (Stuctural Equation Modeling) dan pembahasan hasil penelitian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan : Tingkat pemantauan diri tenaga penjual tidak mempunyai pengaruh terhadap kemampuan mendengarkan, Tingkat empati tenaga penjual mempunyai pengaruh terhadap kemampuan mendengarkannya, Tingkat pemantauan diri tenaga penjual mempunyai pengaruh terhadap kinerja penjualannya, Tingkat empati tenaga penjual mempunyai pengaruh terhadap kinerja penjualannya, Tingkat kemampuan mendengarkan tenaga penjual mempunyai pengaruh terhadap kinerja penjualannya.
Keywords : tingkat pemantauan diri, tingkat empati tenaga penjual,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri asuransi umum sedang mengalami krisis. Tahun 2006,
pendapatan premi hanya tumbuh 3,6 persen dan tahun ini kondisinya
diperkirakan tidak jauh berbeda. Karena itu, regulator harus bertindak”.
Demikianlah sepenggal kalimat dari harian kompas yang dikutip di situs
internet yang dikelola oleh Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI),
yang masih tertera sampai tanggal 13 Desember 2007. Terlepas dari suara
keprihatinan dan pesimisme yang tersurat dan tersirat lebih dominan, pelaku
usaha dan pemangku kepentingan lainnya di industri asuransi umum
memang menghadapi tantangan berat dalam menumbuhkan industri asuransi
umum di Indonesia.
Tantangan lebih berat lagi adalah apakah asuransi umum sudah
mencapai tahap dapat memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia? Atau malah sebaliknya, asuransi umum di Indonesia
baru sampai pada tahap masih menggantungkan pada pertumbuhan ekonomi
untuk tumbuh dan berkembang menjadi industri asuransi umum yang kuat.
Dengan pertumbuhan sebesar itu, secara riil nilai premi asuransi
umum di Indonesia sebenarnya menurun karena persumbuhan secara
nominalnya lebih rendah dari tingkat inflasi. Pertumbuhan nilai premi
asuransi umum yang melambat diduga terkait juga dengan perang tarif-
seperti disinyalir oleh Ketua Umum AAUI. "Harga premi yang ditawarkan
sudah tidak rasional. Dengan premi yang sedemikian rendahnya, perusahaan
asuransi bersangkutan dipastikan tidak bisa membayar saat terjadi klaim. Ini
berarti dari awal mereka sudah tidak bertanggung jawab karena menarik
premi dengan asumsi tidak akan terjadi klaim’. Demikianlah bunyi kutipan
pernyataannya.
Perkembangan asuransi di Indonesia harus diakui memang masih
tertinggal jauh dibanding negara-negara tetangga. Ketertinggalan itu tak
terlepas dari peran pemerintah yang masih kurang dalam hal sosialisasi dan
juga aturan mengenai asuransi. Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia
Cornelius Simanjuntak mengatakan bahwa perkembangan asuransi kurang
didukung oleh peran pemerinta: Padahal, asuransi itu sangat penting bagi
penggunanya. Beda halnya dengan negara lain yang sudah menjadikan
asuransi sebagai wahana menyediakan penghidupan yang layak bagi
seseorang.
Pelaku industri asuransi umum di Surabaya tetap optimistis pasar
lembaga keuangan nonbank itu masih bisa tumbuh 30% pada akhir 2010.
Mereka tidak terlalu khawatir dengan adanya pembekuan operasional
sejumlah kantor cabang di kota itu.
Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Surabaya Rudy
Bachtiar mengatakan penutupan beberapa gerai di Surabaya tidak akan
berdampak signifikan terhadap pencapaian pertumbuhan pasar industri
pelayanan. Itu sebab sebagian besar pelaku industri asuransi di Surabaya
masih yakin pada tahun ini industri tersebut tetap bisa tumbuh 30%. Apalagi,
tren kenaikan volume usaha maupun kuantitas nasabah sudah mulai terlihat
pada semester pertama. (Bisnis Indonesia, 2009)
Dia mencontohkan penutupan kantor cabang asuransi di sektor
properti, seperti Intermediary Indonesia. Sejauh ini pelayanan nasabah
asuransi tersebut masih berjalan, tetapi ditangani langsung dari kantor pusat
di Jakarta. Dengan begitu, tidak berdampak pada penurunan pasar.
Berdasarkan laporan yang masuk ke asosiasi, hampir semua kasus
penutupan gerai cabang asuransi di Surabaya disebabkan oleh tidak
terpenuhinya target, sehingga tidak dapat menutup biaya operasional.
Rudy mengatakan over head cost operasional satu perusahaan asuransi di
satu cabang bisa bisa mencapai Rp1 miliar per tahun. "Jumlah kantor
cabangnya memang tutup atau berkurang, tetapi kegiatan nasabah atau
pemegang polis tetap bisa di-handle (ditangani( kantor pusat," ujar Rudy hari
ini. (Bisnis Indonesia, 2009). Menurut dia, menguatnya pertumbuhan
asuransi umum ini tidak lepas dari membaiknya sektor ekonomi regional di
Jatim. Selain membidik korporat, lembaga asuransi umum sudah mulai
berlomba-lomba mengakses pasar ritel yang sifatnya individual. Saat ini
Dia berharap dari pengembangan pasar ritel ini, pertumbuhan
asuransi umum di Surabaya akan terus bergerak naik, mengingat sebagian
besar portofolio sektor usaha di Jatim mengalami kenaikan
Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Evelina
Pietruschka mengakui rendahnya penetrasi asuransi jiwa di Surabaya.
Bahiaa. kata dia, penetrasinya hanya terjadi dt1cota-kota besar saja. Untuk
itu, lanjutnya, AAJI akan lebih getol melakukan kampanye pendidikan
asuransi.
Menurut riset AAJI, persepsi masyarakat terhadap asuransi jiwa
sudah membaik dibandingkan 10 tahun yang lalu.Tapi, masyarakat tidak
tahu ke mana harus mencari produk asuransi yang sesuai. Melalui kampanye
ini kita harapkan persepsi baik masyarakat terhadap industri asuransi akan
meningkat," tandasnya.
Interaksi antara penjual dan pelanggan merupakan sebuah konsep
yang cukup mapan dan dapat dipahami secara lebih baik melalui konsepsi
penjualan adaptif. Gagasan utama dari praktek penjualan yang adaptif ini
dikemukakan oleh Weitz, Sujan dan Sujan (1986) dalam Spiro dan Weitz
(1990 : 62), sebagai perubahan perilaku penjualan selama interaksi dengan
pelanggan atau interaksi antar pelanggan berdasarkan pemahaman terhadap
situasi penjualan atau sebagai kemampuan tenaga penjual untuk mengerti
situasi penjualan secara cepat dan mengubah respon mereka secara tepat
penjual menyesuaikan diri dalam menjual berpengaruh signifikan dan positif
terhadap kinerja penjualan (Goolsby, Lagace dan Boorom, 1992 : 62).
Kemampuan menyesuaikan diri dalam menjual di antaranya
ditunjukkan oleh sifat pemantauan diri dan empati. Pemantauan diri
menunjukkan kemampuan untuk menyesuaikan perilaku dalam usaha
menyesuaikan permintaan situasi, atau dengan kata lain tenaga penjual
asuransi lebih fleksibel. Berdasarkan pemahaman ini, tenaga penjual asuransi
yang memiliki sifat pemantauan diri tentunya akan menunjukkan kinerja
yang lebih baik, karena mereka lebih sensitif atau peka terhadap situasi tiap
pelanggan (nasabah). Kelebihan ini akan menciptakan interaksi yang lebih
dekat dengan nasabah, yang memungkinkan terwujudnya pemenuhan target
atau tujuan penjualan.
Seperti halnya dengan sifat pemantauan diri, tenaga penjual
asuransi yang memiliki empati, akan dapat meningkatkan kinerja
penjualannya melalui pemahaman dan pengidentifikasian perspektif (cara
pandang) nasabah dalam usaha memenuhi kebutuhan tiap nasaba: Dengan
demikian tenaga penjual asuransi memiliki kesempatan untuk
mengembangkan dan mengimplementasikan presentasi penjualan yang
disesuaikan dengan tiap-tiap nasabah dan selanjutnya dapat membuat
penyesuaian pesan yang cepat dalam responnya terhadap reaksi nasaba:
Dalam industri asuransi, tenaga penjual asuransi merupakan ujung
tombak pemasaran produk asuransi, sehingga penelitian mengenai pengaruh
penjualan tenaga penjual asuransi diharapkan akan memberikan kontribusi
bagi kemajuan industry asuransi.
Meskipun tenaga penjual memiliki sifatsifat kemampuan
menyesuaikan diri dalam menjual secara lengkap, kurangnya kemampuan
berkomunikasi yang ditunjukkan di antaranya, yaitu kurangnya kemampuan
mendengarkan akan menghambat kesuksesan dalam interaksi penjualan.
Goolsby, Lagace dan Boorom (1992 : 64-65) memberikan kemungkinan
untuk penelitian selanjutnya, bahwa keefektifan komunikasi memediasi
hubungan antara kemampuan menyesuaikan diri dalam menjual dengan
kinerja.
Kemampuan berkomunikasi yang baik sangat penting dalam
penjualan adaptif yang efektif, sehingga pengujian faktor-faktor keefektifan
komunikasi dalam konteks hubungan antara kemampuan menyesuaikan diri
dalam menjual dengan kinerja penjualan akan menjadi tepat dan berguna.
Dalam penelitiannya, Goby dan Lewis (2000 : 41, 43) menyatakan bahwa
industri asuransi merupakan contoh utama perusahaan yang sangat
mengandalkan kemampuan mendengarkan yang baik untuk pemasarannya
yang efektif. Dalam bekerja, tenaga penjual pada industri asuransi
memerlukan pemahaman terhadap masalah-masalah nasabah, dan di sini
kemampuan mendengarkan merupakan kunci untuk dapat memecahkan
Salah satu yang menjadi perhatian serius perusahaan jasa asuransi
adalah masalah keluhan konsumen atau nasaba: Keluhan terjadi, karena
kesalah pahaman ke dua belah pihak, baik pembeli maupun penjualnya.
Kesalahan para nasabah dalam membeli asuransi umumnya karena kurang
memahami produknya, biasanya disebabkan oleh berbagai alasan antara lain:
1) Membeli karena terpaksa, tidak enak sama teman, 2) Terbujuk rayuan
iklan atau salesnya 3) Malu bertanya, 3) Tidak mau meluangkan waktu untuk
mempelajarinya dan 4) Tergiur janji hasil investasi.
Akibatnya peraturan mengenai persyaratan kondisi resiko yang
bisa di klaim, persyaratan dan cara mengajukan klaim seringkali tidak
diperhatikan pembeli. Rumitnya kondisi resiko yang bisa ditangani pihak
asuransi, membuat nasabah atau calon nasabah menjadi malas
mempelajarinya. Kesalahan juga bisa berasal dari pihak perusahaan asuransi,
dalam hal ini para tenaga penjual. Untuk memenuhi target penjualan dana
komisi yang besar, mereka seringkali melupakan kepentingan pelanggan,
melalui cara-cara:
1. Merayu calon nasabah untuk membeli produk asuransi yang belum
tentu dibutuhkan
2. Ingin menutup penjualan cepat-cepat, dan lupa menerangkan
peraturan mengenai persyaratan kondisi resiko yang bisa di klaim,
Tabel 1.1.
Volume dan Target Penjualan Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2009 Tahun Volume Penjualan Target Penjualan Persentase
2005 Rp. 2.975.000.000,- Rp. 3.050.000.000,- - 2,5 %
2006 Rp. 3.125.000.000,- Rp. 3.250.000.000,- - 4,0 %
2007 Rp. 3.150.000.000,- Rp. 3.400.000.000,- - 7,9 %
2008 Rp. 3.100.000.000,- Rp. 3.500.000.000,- - 12,9 %
2009 Rp. 3.024.000.000,- Rp. 3.565.000.000,- - 15,17 %
Sumber : PT. Asuransi Bina Dana Arta
Sering terjadinya pengabaian terhadap pengajuan klaim pelanggan
oleh perusahaan bisa berakibat menurunkan tingkat retensi pelanggan, dan
akhirnya menimbulkan kerugian pada jangka panjang. Untuk itu
pengetahuan dalam memberi respon pada keluhan konsumen tidak bisa
diabaikan karena perusahaan bisa mengubah perilaku pasca pembelian
konsumen menjadi lebih baik
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengambil penelitian
dengan judul “Pengaruh Perilaku Penyesuaian Diri Terhadap Kinerja
Penjualan Pada Perusahaan Asuransi di Surabaya”
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, maka
a) Apakah tingkat pemantauan diri tenaga penjual, mempunyai pengaruh
terhadap kemampuan mendengarkannya?
b) Apakah tingkat empati tenaga penjual mempunyai pengaruh terhadap
kemampuan mendengarkannya?
c) Apakah tingkat pemantauan diri tenaga penjual, mempunyai pengaruh
terhadap kinerja penjualannya?
d) Apakah tingkat empati tenaga penjual, mempunyai pengaruh terhadap
kinerja penjualannya?
e) Apakah tingkat kemampuan mendengarkan tenaga penjual
mempunyai pengaruh terhadap kinerja penjualannya ?
1.3. Tujuan penelitian
Tujuan yang diinginkan dari penelitian ini adalah: Untuk
menganalisis Pengaruh Perilaku Penyesuaian Diri Terhadap Kinerja
Penjualan Pada Perusahaan Asuransi di Surabaya.
a) Untuk menganalisis pengaruh tingkat pemantauan diri tenaga penjual,
terhadap kemampuan mendengarkannya?
b) Untuk menganalisis pengaruh tingkat empati tenaga penjual terhadap
kemampuan mendengarkannya?
c) Untuk menganalisis pengaruh tingkat pemantauan diri tenaga penjual,
terhadap kinerja penjualannya?
d) Untuk menganalisis pengaruh tingkat empati tenaga penjual, terhadap
e) Untuk menganalisis pengaruh tingkat kemampuan mendengarkan
tenaga penjual terhadap kinerja penjualannya ?
1.4. Manfaat Penelitian
1. Dengan adanya penelitian ini dapat membarikan masukan bagi
perusahaan di dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang
dihadapi.
2. Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan kesempatan kepada
penulis untuk membahas mengenai ilmu-ilmu yang diterima selama
masa perkuliahan ke dalam praktek lapangan.
3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain apabila akan mengadakan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Erika Sulistiyawati (2003) STUDI MENGENAI PERILAKU
PENYESUAIAN DIRI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA
PENJUALAN (Studi terhadap Tenaga Penjual Industri Asuransi Semarang)
Penelitian ini menguji pengaruh sifat kemampuan menyesuaikan diri dalam
menjual terhadap kinerja penjualan tenaga-tenaga penjual pada industri
asuransi melalui kemampuan mendengarkan Populasi yang digunakan yaitu
semua tenaga penjual pada industri asuransi di kota Semarang. Sedangkan
sampel merupakan bagian dari populasi, yang nantinya akan dianalisis dan
mewakili seluruh populasi yaitu tenaga penjual asuransi di kota Semarang
yang terpilih sebagai responden. Pada penelitian ini akan digunakan SEM
(Structural Equation Model) dari paket program software AMOS Dengan
terbuktinya seluruh hipotesis yan g diajukan, maka permasalahan dalam
penelitian ini, yaitu apakah kemampuan mendengarkan bisa memediasi
(menjadi mediator) hubungan antara kemampuan menyesuaikan diri
(pemantauan diri dan empati) dan kinerja penjualan akan dapat terjawab.
Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa pemantauan diri dan empati
dapat berpengaruh langsung terhadap kinerja penjualan dan dapat juga
berpengaruh tidak langsung, yaitu melalui kemampuan mendengarkan
2. Hanfan (2008), Analisis factor-faktor yang mempengaruhi kinerja penjualan
pada perusahaan direct selling multilevel marketing multinasional di
Indonesia: Studi kasus pada PT Amindoway Jaya
Dalam penelitian ini dibahas mengenai: I. Kinerja penjualan Amway di Asia
Pasifik, 2. Posisi penjualan Amway di Indonesia dibandingkan dengan
kinerja penjualan Amway di beberapa Negara Asia Pasifik, 3. Pengaruh
Program Insentif (Peluang Bisnis), Promosi, Kualitas Produk, Pimpinan
Distributor/UpLine Sponsor, Jaminan Kepuasan 100%, Keyakinan pada
Bisnis Amway dan Faktor Penjualan Eceran (variabel-variabel X, baik
secara individual maupun secara bersama-sama) terhadap kinerja penjualan
(variabel Y), dengan menggunakan koefisien korelasi Spearman dan model
single regression dan multiple regression.
Sampel sebanyak 50 orang diambil dengan menggunakan simple random
sample dan sekitar 20,000 populasi distributor Amway yang aktif di Jakarta.
Hasil penelitian ini menunjukkan faktor Program Promosi memberikan
pengaruh yang kecil (tidak signifikan) terhadap kinerja penjualan, faktor
Kualitas Produk memberikan pengaruh yang signifikan, faktor Jaminan
Kepuasan 100% relatif memberikan pengaruh, faktor Pimpinan Distributor
memberikan pengaruh yang kurang signifikan, faktor Insentif (Peluang
Bisnis) memberikan pengaruh, factor Penjualan Eceran juga kurang
memberikan pengaru: Secara keseluruhan faktor-faktor yang memberi
pengaruh terbesar terhadap kinerja penjualan adalah faktor Kualitas Produk,
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Pemasaran
Menurut Kotler (1997:8), pemasaran sebagai proses sosial dan
manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang
mereka butuhkan serta inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal
balik produk dan nilai dengan orang lain.
Menurut Stanton (1991:3), pemasaran adalah suatu sistem
keseluruhan dari kegiatan-kegiatan usaha yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan
barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli
yang ada maupun pembeli potensial.
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran
merupakan seluruh kegiatan usaha yang dibuat untuk merencanakan,
menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa
dalam menciptakan hubungan pertukaran yang dapat memenuhi dan
memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli
potensial.
2.2.2. Konsep Pemasaran
Menurut Kotler (1997:17), konsep pemasaran merupakan sebuah
orientasi pemasaran yang menyatakan kunci untuk meraih tujuan organisasi
yaitu menjadi lebih efektif dari pada pesaing dalam memadukan kegiatan
pemasaran guna menetapkan dan memuaskan kebutuhan dan keinginan
Menurut Tjiptono (2005:3), konsep pemasaran berarti bahwa
aktifitas pemasaran dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan adalah
berusaha memuaskan pelanggan melalui pemahaman perilaku konsumen
secara menyeluruh yang dijabarkan dalam kegiatan pemasaran yang
mengintegrasikan kegiatan-kegiatan fungsional lainnya secara lebih efektif
dan efisien dibandingkan para pesaing.
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa di dalam
konsep pemasaran terdiri dari kegiatan untuk mengetahui apa yang
diinginkan oleh konsumen dan kemudian memuaskan keinginan-keinginan
itu yang pada akhirnya mencapai tujuan memperoleh laba.
2.2.3. Pengertian Manajemen Pemasaran
Menurut Kotler (1997:13), manajemen pemasaran merupakan
proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi
serta penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran
yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi.
Definisi ini mengakui bahwa manajemen pemasaran adalah proses
yang melibatkan analisa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian; yang
mencakup barang, jasa, dan gagasan; yang tergantung pada pertukaran; dan
dengan tujuan menghasilkan kepuasan bagi pihak-pihak yang terlibat.
2.2.4. Pengertian Perilaku Konsumen
Menurut Schiffman dan Kanuk (1994:7), perilaku konsumen
membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa
yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
Menurut Engel et.al (1994:3), perilaku konsumen adalah tindakan
yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan
menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan menyusul tindakan ini.
Menurut Kotler (1997:153-167), sekurang-kurangnya ada 4 faktor
yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu:
1. Faktor budaya
Faktor budaya mempunyai pengaruh yang sangat luas mendalam
terhada perilaku yang mencakup budaya (kultur), sub budaya dan kelas
sosial.
Budaya adalah simbol dan fakta yang komplek, diciptakan oleh
manusia dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur perilaku
manusia dalam bermasyarakat.
Perilaku konsumen sangat ditentukan oleh budaya yang tercermin
dalam cara hidup, kebiasaan, tradisi dalam permintaan produk. Setiap
perilaku atau tindakan konsumen ditata dan dikendalikan oleh berbagai
sistem nilai dan morma budaya, untuk itu perusahaan dituntut untuk
mengerti implikasi dari kebudayaan dimana perusahaan berada. Sub
budaya adalah kebudayaan yang ada pada suatu golongan masyarakat
yang berbeda dengan masyarakat yang lainnya. Sub budaya memberikan
Kelas sosial adalah pembagian masalah yang relatif homogen dan
permanen yang tersusun secara hirarkis dan memiliki anggota dengan
nilai, minat dan perilaku yang serupa. Stratifikasi kelas sosial menunjukan
preferensi produk dan merk yang berbeda-beda sehingga dapat diunakan
untuk mensegmentasikan pasar dan meramalkan tanggapan konsumen
terhadap kegiatan pemasaran konsumen.
2. Faktor sosial
Selain faktor budaya, perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga serta peran dan
status. Kelompok acuan adalah kelompok yang memiliki pengaruh
langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
Kelompok acuan dapat mempengaruhi seseorang terutama 3 hal
yaitu: (1). Menghadapkan seseorang pada perilaku dan gaya hidup baru.
(2). Mempengaruhi perilaku dan konsep diri seseorang, serta (3).
Menciptakan tekanan untuk mematuhi apa yang mungkin mempengaruhi
pilihan produk dan merk aktual seseorang. Keluarga baik berupa keluarga
inti yaitu lingkup keluarga yang meliputi orang tua dan anak yang hidup
bersama maupun keluarga besar yaitu keluarga inti ditambah anggota
yang masih ada ikatan keluarga, mempengaruhi pengaruh yang berbeda
terhadap perilaku seseorang. Bagi perusahaan yang terpenting adalah
mengetahui siapa pengambil inisiatif dan berwenang untuk memutuskan
Peran dan status seseorang yang berpartisipasi diberbagai
kelompok akan membawa pada posisi tertentu. Peran meliputi kegiatan
yang diharapkan akan dilakukan seseorang dan didalam peran terdapat
status. Setiap orang akan menjalankan peran tertentu yang akan
mempengaruhi perilakunya sehingga dimungkinkan adanya perilaku yang
berbeda dalam setiap peran.
3. Faktor pribadi
Yang termasuk faktor pribadi adalah usia, pekerjaan, keadaan
ekonomi, gaya hidup dan kepribadian. Usia berhuungan erat dengan
perilaku dan selera seseorang. Bertambahnya seseorang biasanya diikuti
juga dengan berubahnya selera terhadap produk. Faktor pekerjaan juga
mempengaruhi pola konsumsi sedangkan keadaan ekonomi cenderung
mempengaruhi barang dan jasa. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang
yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opini yang
menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungan, sedangkan kepribadian adalah karakteristik psikologis yang
berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan yang relatif
konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan. Dengan kepribadian
eseorang mempunyai “konsep diri” atau citra pribadi yang luas.
4. Faktor psikologis
Terdapat 4 faktor psikologis utama yang mempengaruhi pilihan
Motivasi adalah kebutuhan yang cukup mendorong seseorang untuk
bertindak. Sedangkan persepsi adalah proses bagaimana seorang individu
memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan masukan-masukan
informasi untuk menciptakan gambaran yang berarti. Pengetahuan atau
pembelajaran diartikan sebagai perubahan dalam perilaku seseorang yang
timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku merupakan hasil dari
belajar melalui kombinasi dari dorongan, rangsangan, petunjuk,
tanggapan dan pengakuan. Teori pembelajaran dapat digunakan sebagai
dasar untuk membuat dan memasarkan barang dan jasa. Keyakinan
adalah pemikiran deskriptif yang dianut seseorang tentang suatu hal,
sedangkan siakap diartikan sebagai evaluasi, perasaan, emosional dan
kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan
dan bertahan lama dari seseorang terhadap beberapa obyek atau gagasan.
Sikap akan mengarahkan seseorang berprilaku secara konsisten
terhadap suatu obyek tanpa harus mengekspresikan atau bereaksi dengan
cara yang sama atau cara-cara baru. Sikap seseorang membentuk suatu
pola yang konsisten dan mengubah suatu sikap yang mungkin diperlukan
penyesuaian yang besar dengan sikap-sikap yang lain. Untuk itu
perusahaan sebaiknya menyesuaikan prodaknya dengan sikap yang telah
ada.
Secara umum manfaat mempelajari perilaku konsumen adalah
membantu manajemen mencapai sasaran yang diinginkan secara efektif.
maupun tidak, yang menjadi unsur utama kesuksesan adalah pengetahuan
tentang konsumen tersebut. Tidaklah cukup hanya dengan mengandalkan
pengalaman penjualan sehari-hari karena akan sulit untuk menganalisis
keinginan, persepsi dan preferensi konsumen sebab keinginan, persepsi
dan preferensi konsumen dapat berubah sewaktu-waktu.
2.2.5. Kinerja Penjualan
Kinerja merupakan indikator – indikator keberhasilan kerja atau
prestasi kerja sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang atau organisasi
karena melaksanakan tugasnya dengan baik. Kinerja penjualan selalu
dapat dipandang sebagai hasil dari dijalankannya sebuah peran stratejik
tertentu, yang bagi seorang tenaga penjualan kinerja itu dihasilkan
sebagai akibat dari keagresifan tenaga penjualan mendekati dan melayani
dengan baik pelanggannya ( Sapiro dan Weitz, dalam Ferdinand 2004 ).
Sedangkan Ferdinand (2004) menyatakan bahwa kinerja penjualan
yang baik dinyatakan dalam tiga besaran utama nilai, yaitu : volume
penjualan, pertumbuhan penjualan dan pertumbuhan pelanggan. Ketiga
besaran utama nilai tersebut pada akhirnya bermuara pada keuntungan
perusahaan. Volume penjualan menunjukkan berapa rupiah atau berapa
unit produk terjual, sedangkan pertumbuhan penjualan menunjukkan
berapa besar kenaikan penjualan produk yang sama dibandingkan satuan
kontribusi produk yang ditangani menguasai pelanggan pada produk
sejenis dibanding para kompetitor atau pesaing.
Kinerja penjualan yang baik menunjukkan tingkat penjualan yang
tinggi, meningkatnya jumlah penjualan baik dalam unit produk maupun
dalam satuan moneter. Membaiknya kinerja penjualan ditandai pula
dengan pertumbuhan penjualan yang baik dari tahun ke tahun sebelumnya
dan pertumbuhan yang lebih tinggi dari pesaing sejenis, serta memiliki
pelanggan yang meluas dibanding tahun-tahun sebelumnya.
2.2.6. Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah reaksi individu terhadap tuntutan yang
dihadapkan kepada individu tersebut. Tuntutan psikologis yang dimaksud
dapat diklasifikasikan menjadi tuntutan eksternal dan tuntutan internal
(Vembriarto, 1993, : 16). Lazarus menjelaskan bahwa penyesuaian diri
yang dilakukan individu dapat dipahami sebagai hasil (achievement) dan
atau sebagai proses (Lazarus, 1961, : 9). Penyesuaian diri sebagai hasil
berhubungan dengan kualitas atau efisiensi penyesuaian diri yang dilakukan
individu. Dengan meninjau kualitas atau efesiensi maka penyesuaian diri
individu dapat dievaluasi menjadi baik atau buruk.kemampuan tenaga
penjual menyesuaikan diri dalam menjual berpengaruh signifikan dan positif
terhadap kinerja penjualan( Goolsby,Lagace dan Boorom,1992,dalam
Kemampuan menyesuaikan diri dalam menjual di antaranya
ditunjukkan oleh sifat pemantauan diri dan empati. Pemantauan diri
menunjukkan kemampuan untuk menyesuaikan perilaku dalam usaha
menyesuaikan permintaan situasi, atau dengan kata lain tenaga penjual
asuransi lebih fleksibel. Berdasarkan pemahaman ini, tenaga penjual
asuransi yang memiliki sifat pemantauan diri tentunya akan menunjukkan
kinerja yang lebih baik, karena mereka lebih sensitif atau peka terhadap
situasi tiap pelanggan (nasabah). Kelebihan ini akan menciptakan
interaksi yang lebih dekat dengan nasabah, yang memungkinkan
terwujudnya pemenuhan target penjualan. (Soesanto, 2003:187)
Runyon dan Haber menyatakan pandangan yang senada dengan
Lazarus. Runyon dan Haber (1984, : 8) mengemukakan bahwa penyesuaian
diri dapat dipandang sebagai keadaan (state) atau sebagai proses.
Penyesuaian diri sebagai keadaan berarti bahwa penyesuaian diri merupakan
suatu tujuan yang ingin dicapai oleh individu. Menurut Runyon dan Haber,
konsep penyesuaian diri sebagai keadaan mengimplikasikan bahwa individu
merupakan keseluruhan yang bisa bersifat well adjusted dan maladjusted.
Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik terkadang tidak dapat
meraih tujuan yang ditetapkannya, membuat dirinya atau orang lain kecewa,
merasa bersalah, dan tidak dapat lepas dari perasaan takut dan kuatir.
Penyesuaian diri sebagai tujuan atau kondisi ideal yang diharapkan tidak
mungkin dicapai oleh individu dengan sempurna. Tidak ada individu yang
berhasil menyesuaikan diri dalam segala situasi sepanjang waktu karena
Runyon dan Haber (1984, : 10) menjelaskan bahwa penyesuaian diri
merupakan proses yang terus berlangsung dalam kehidupan individu. Situasi
dalam kehidupan selalu beruba: Individu mengubah tujuan dalam hidupnya
seiring dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Berdasarkan
konsep penyesuaian diri sebagai proses, penyesuaian diri yang efektif dapat
diukur dengan mengetahui bagaimana kemampuan individu menghadapi
lingkungan yang senantiasa beruba:
Calhoun dan Acocella (1990 : 13) menyatakan bahwa penyesuaian
diri adalah interaksi individu yang terus-menerus dengan dirinya sendiri,
dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitar tempat individu hidup.
Atwater mengemukakan bahwa penyesuaian diri terdiri dari
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri individu dan lingkungan di sekeliling
individu yang dibutuhkan untuk mencapai kepuasan dalam hubungan dengan
orang lain dan dengan lingkungan.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian
diri adalah kemampuan individu dalam menghadapi perubahan yang terjadi
dalam hidupnya, untuk mempertemukan tuntutan diri dan lingkungan agar
tercapai keadaan atau tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri dan
2.2.7. Pemantauan Diri Tenaga Penjual Terhadap Kemampuan
Mendengarkannya
Kecenderungan individu untuk mengendalikan kesan dan pengaruh
individu lain selama interaksi sosial (Synder, 1979 dalam Goolsby,
Lagace dan Boorom, 1992 : 53) dan secara sadar memodifikasi perilaku
sehingga kesan diri yang diinginkan dapat ditunjukkan (Synder, 1974
dalam Goolsby, Lagace dan Boorom, 1992 : 53). Dabbs, Evans, Hopper
dan Purvis (1980) dalam Soesanto 2002 ) menyatakan bahwa
pemantauan diri merupakan gaya komunikasi strategik, dimana dalam
penelitian mereka individu yang memiliki tingkat pemantauan diri yang
tinggi akan dapat berkomunikasi dengan cara yang lebih baik, lebih tegas,
antusias dan cepat memberikan respon, selain itu lebih mudah dalam
mempengaruhi individu lain. Sedangkan kunci terciptanya komunikasi
yang lebih baik adalah kemampuan mendengarkan yang lebih baik pula.
Dapat dikatakan bahwa tenaga penjual asuransi yang memiliki
pemantauan diri yang tinggi merespon isyarat dari nasabah dan
menyesuaikan diri dengan apa yang diharapkan oleh nasabah tersebut,
dengan cara mendengarkan permasalahan yang disampaikan. Dengan
demikian, semakin sering tenaga penjual asuransi melakukan pemantauan
2.2.8. Tingkat Empati Tenaga Penjual Terhadap Kemampuan
Mendengarkannya
Kemampuan mendengarkan menjadi alat yang efisien dalam
melakukan interaksi penjualan ketika tenaga penjual menunjukkan empati
yang lebih besar terhadap permasalahan pelanggan (Moore et al., 1990 :
22). Empati didefinisikan sebagai kemampuan mengidentifikasi dan
memahami perasaan, gagasan dan situasi individu lain (Futrell, 1988
dalam Pilling dan Eroglu, 1994 : 47). Oleh Lavin dalam Soesanto (2002 :
25), empati disebutkan sebagai dasar komunikasi yang lebih baik. Untuk
dapat mengkomunikasikan/menyampaikan pemahamannya terhadap
pesan yang disampaikan oleh pelanggan sampai memberikan respon
terhadap pelanggan, pertama kali yang harus dimiliki tenaga penjual
adalah empati (Pilling dan Eroglu, 1994 : 48). Artinya bila tenaga penjual
asuransi mengenal nasabahnya/memiliki pengetahuan dasar tentang
nasabahnya baik pengetahuan tentang bisnis, kepribadian dan kebutuhan
nasabah maka dengan mudah tenaga penjual asuransi tersebut akan dapat
memahami pesan yang disampaikan nasabah dan memberikan respon
yang cepat. Ketika menerima pesan dari pelanggan, tenaga penjual yang
memiliki empati yang kuat, dapat menangkap isyarat dari pelanggan;
selanjutnya ketika tenaga penjual mengartikan dan menilai pesan, mereka
dapat memahami pesan, menginterpretasikan dan mengevaluasi pesan
empati yang kuat dapat memberikan respon yang tepat terhadap pesan
yang disampaikan oleh pelanggan (Comer dan Drollinger, 1999 : 19).
Dengan demikian, untuk menjadi pendengar yang baik, seorang
tenaga penjual asuransi dapat menunjukkan empatinya terhadap nasaba:
Jika empati tenaga penjual meningkat, maka kemampuan mendengarkan
mereka juga akan meningkat (Comer dan Drollinger, 1999 : 20).
2.2.9. Tingkat Pemantauan Diri Tenaga Penjual, Terhadap Kinerja
Penjualannya
Tenaga penjual asuransi yang memiliki pemantauan diri yang
tinggi, akan menunjukkan lebih banyak perubahan perilaku antar situasi
atau lebih fleksibel dalam penyesuaian perilaku mereka dalam responnya
terhadap situasi penjualan yang dihadapi. Oleh Goolsby, Lagace dan
Boorom (dalam Soesanto 1992 : 53) dikatakan bahwa individu yang
memiliki tingkat pemantauan diri yang tinggi memperhatikan kesesuaian
situasional dan interpersonal perilaku dan menggunakan isyarat-isyarat
tersebut untuk mengatur atau mengendalikan presentasi diri. Tenaga
penjual asuransi yang berkemampuan tinggi dalam memodifikasi
presentasi diri akan mampu memenuhi target penjualan dengan lebih
baik, atau dengan kata lain, tenaga penjual asuransi akan lebih sukses
selama mereka mampu mengadaptasi presentasi mereka secara lebih baik
Begitu juga sensitivitas terhadap nasabah akan memberi tenaga
penjual asuransi keuntungan dalam berinteraksi dan oleh karena itu akan
berpengaruh positif terhadap kinerja dalam interaksi dengan nasabah,
yang ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan untuk memenuhi
target penjualan. Erika Sulistyawati dan Harry Soesanto
.
2.2.10. Tingkat Empati Tenaga Penjual Terhadap Kinerja Penjualannya
Pembeli memiliki kecenderungan menunjukkan perilaku seperti
menyetujui transaksi awal atau mempertimbangkan untuk membeli
terhadap tenaga penjual yang empatik yang dapat mengidentifikasi
kebutuhan, pandangan dan situasi mereka daripada terhadap tenaga
penjual yang tidak empatik. Dengan demikian, empati membuka peluang
untuk terjadinya penjualan. Hasil penelitian oleh Pilling dan Eroglu (1994
: 52, 56) ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Spiro dan
Weitz dalam Soesanto 1990 : 67, 69, yang juga menyatakan bahwa
empati akan meningkatkan kinerja tenaga penjual, dimana kemampuan
tenaga penjual untuk menyesuaikan diri dalam situasi penjualan melalui
pemahaman perasaan dan situasi pelanggan akan menghasilkan kinerja
yang lebih baik.
Beveridge (1985), Morlan (1986) dan Sullivan (1987) dalam
Pilling dan Eroglu (1994 : 47) mengatakan bahwa empati merupakan
faktor yang paling penting dalam penjualan yang sukses dan diperlukan
(Feehery, 1991 dalam Pilling dan Eroglu, 1994 : 47; Spiro dan Weitz,
1990 : 64; Greenberg dan Amabile, 1996 : 26; Peterson, 1999 : 29).
Tenaga penjual asuransi yang memiliki sifat empati yakin akan
kemampuan mereka menggunakan pendekatan penjualan yang
berbeda-beda dan mengenal kebutuhan nyata dari nasabah melalui jasa atau
produk yang dijual. Dengan kata lain, adanya kemampuan menyesuaikan
diri melalui pemahaman dan pengidentifikasian perspektif nasabah dan
usaha memenuhi kebutuhan tiap nasabah akan meningkatkan kinerja
tenaga penjual asuransi.
2.2.11. Tingkat Kemampuan Mendengarkan Tenaga Penjual Terhadap
Kinerja Penjualannya
Pada saat mengumpulkan informasi tentang pelanggan yang
prospektif dan untuk mengetahui reaksi pelanggan terhadap presentasi
penjualan yang telah dilakukannya, tenaga penjual akan menunjukkan
kemampuan mendengarkannya. Begitu juga dalam mengevaluasi
pengaruh dari pesan-pesan yang telah disampaikan, tidak akan dapat
terjadi tanpa kemampuan mendengarkan. Konsep ini menegaskan bahwa
kemampuan mendengarkan memiliki pengaruh yang positif terhadap
proses penjualan yang ditunjukkan dalam kinerja penjualannya
(Castleberry, Shepherd, Ridnour, 1999 : 34 dalam Soesanto).
Dapat dikatakan, kemampuan mendengarkan tenaga penjual
nasabah dan memperoleh pengetahuan. Tenaga penjual asuransi yang
memiliki kemampuan mendengarkan akan mendapatkan kemudahan
dalam mencari informasi tentang nasabah yang nantinya dapat
disampaikan ke perusahaan dan membantu dalam memenuhi kebutuhan
nasabah mereka dengan lebih baik, juga dapat meningkatkan interaksi
yang baik antara tenaga penjual asuransi dan nasabah, sehingga proses
H3
H1
H5
H2
H4
Pemantauan Diri
Empati
Kemampuan Mendengarkan
2.4. Hipotesis
Diduga Perilaku Penyesuaian Diri mempunyai pengaruh positif
Terhadap Kinerja Penjualan Pada Perusahaan Asuransi di Surabaya
a) Diduga tingkat pemantauan diri tenaga penjual, mempunyai
pengaruh positif terhadap kemampuan mendengarkannya
b) Diduga tingkat empati tenaga penjual mempunyai pengaruh positif
terhadap kemampuan mendengarkannya
c) Diduga tingkat pemantauan diri tenaga penjual, mempunyai
pengaruh positif terhadap kinerja penjualannya
d) Diduga tingkat empati tenaga penjual, mempunyai pengaruh
positif terhadap kinerja penjualannya
e) Diduga tingkat kemampuan mendengarkan tenaga penjual
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel
3.1.1. Definisi Operasional Variabel
Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek
pengamatan dalam penelitian yang berupa suatu konsep yang mempunyai
variasi nilai. Variabel yang digunakan dalam menganalisa data adalah :
1. Pemantauan diri (X1), kecenderungan individu untuk mengendalikan
kesan dan pengaruh individu lain selama interaksi sosial dengan
indicator (Sulistiyawati, 2003 : 188):
a) Kemampuan memodifikasi presentasi diri dalam penjualan
b) Sensitivitas terhadap perilaku nasabah
c) Kemampuan mengatasi perbedaan antar situasi penjualan
2. Empati Kemampuan (X2) merupakan kemampuan mengidentifikasi dan
memahami perasaan, gagasan dan situasi individu lain, dengan
indicator (Sulistiyawati, 2003 : 188):
a) Kemampuan mengenal kebutuhan nasabah
b) Keyakinan atau kepercayaan diri dalam situasi penjualan
3. Kemampuan mendengarkan (X3) merupakan mendengarkan
permasalahan yang disampaikan, dengan indicator (Sulistiyawati, 2003
a) Kemampuan menerima pesan secara aktual
b) Kemampuan untuk mengartikan dan menilai pesan
c) Kemampuan memberikan jawaban yang tepat atas pesan yang
disampaikan nasabah
4. Kinerja penjualan (X4) merupakan indikator – indikator keberhasilan
kerja atau prestasi kerja sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang atau
organisasi karena melaksanakan tugasnya dengan baik (Ferdinand
2004), dengan indicator :
a) Kemampuan memenuhi target penjualan
b) Kemampuan memperoleh pengetahuan secara teknis
c) Kemampuan memberikan informasi kembali kepada perusahaan
d) Kemampuan berinteraksi dengan nasabah
3.1.2. Pengukuran Variabel
Variabel ini diukur dengan data yang berskala interval. sedangkan
teknik pengukurannya menggunakan semantik diferensial yang mempunyai
skala 7 poin dengan pola sebagai berikut :
1 7
Sangat tidak setuju Sangat setuju
Keterangan : Jawaban dengan nilai 1 berarti kecenderungan tidak menyetujui
pernyataan yang diberikan (negatif), jawaban dengan nilai antara 7
3.2. Teknik Penentuan Sampel
a. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
karyawan PT. Asuransi Bina Dana Arta di Surabaya
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri dan
karakteristik yang sama dengan populasi tersebut. Karena itu sample harus
representative dari sebuah populasi (Sumarsono, 2002 : 45). Teknik
sampling yang digunakan adalah purposive sampling, teknik
non-probabilitas atau setiap unsur dalam populasi tidak memiliki peluang yang
sama untuk dipilih sebagai sampel, yang memilih ciri-ciri yang terseleksi
berdasarkan sifat khusus. Dengan kriteria, antara lain : Merupakan
karyawan bagian penjualan PT. Asuransi Bina Dana Arta
Teknik penentuan sampel yang dipergunakan adalah berdasarkan
pedoman pengukuran sampel menurut Augusty (2002:48), antara lain :
1. 100 – 200 sampel untuk teknik maximum likelihood estimation.
2. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya adalah
5 – 10 kali jumlah parameter yang diestimasi.
3. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh
variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10. bila
terdapat 20 indikator, besarnya sampel adalah 100-200.
Dalam penelitian ini sampel diambil dari karyawan bagian penjualan PT.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. Jenis Data
a. Data primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari tanggapan responden.
b. Data sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari perusahaan asuransi di Surabaya
yang meliputi data penjualan dan data sejarah perusahaan.
3.3.2. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini diperoleh berdasarkan kuesioner
yaitu memberikan angket daftar pertanyaan kepada responden.
3.3.3. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah:
1. Wawancara
Yaitu pengumpulan data dilakukan dengan tanya jawab secara
langsung dengan konsumen untuk mengetahui pendapat mereka secara
langsung.
2. Kuesioner
Yaitu teknik pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan
kepada responden untuk memperoleh informasi langsung.
Metode didasarkan kepada hasil dokumentasi yang berhubungan
dengan peneliti ini, yakni dokumentasi.
3.4. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis
3.4.1. Teknik Analisis
Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian
ini adalah Struktural Equation Modelling [SEM]. Model pengukuran faktor
menggunakan Confirmatory Factor Analysis. Penaksiran masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikatnya menggunakan koefisien jalur.
Langkah-langkah dalam analisis SEM model pengukuran dengan contoh
sebagai berikut :
Persamaan Pemantauan diri (X1):
X.1.1 = λ1 Pemantauan diri + er_1
X.1.2 = λ2 Pemantauan diri + er_2
X.1.3 = λ3 Pemantauan diri + er_3
Bila persamaaan di atas dinyatakan dalam sebuah pengukuran
model untuk diuji unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor
analysis, maka model pengukuran dengan contoh Pemantauan diri akan
nampak sebagai berikut :
Gambar 3.1 : Contoh Model Pengukuran Pemantauan diri
Keterangan :
Pemantauan diri (X1)
X1 er_1
X2 er_2
X.1.1 = pertanyaan tentang kemampuan memodifikasi presentasi diri
dalam penjualan
X.1.2 = pertanyaan tentang sensitivitas terhadap perilaku nasabah
X.1.3 = pertanyaan tentang kemampuan mengatasi perbedaan antar
situasi penjualan
Persamaan Empati Kemampuan (X2):
X.2.1 = λ1 Empati Kemampuan + er_1
X.2.2 = λ2 Empati Kemampuan + er_2
Bila persamaaan di atas dinyatakan dalam sebuah pengukuran
model untuk diuji unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor
analysis, maka model pengukuran dengan contoh Empati Kemampuan
akan nampak sebagai berikut :
Gambar 3.2 : Contoh Model Pengukuran Empati
Keterangan :
X.2.1 = pertanyaan tentang kemampuan mengenal kebutuhan nasabah
X.2.2 = pertanyaan tentang keyakinan atau kepercayaan diri dalam situasi
penjualan
Persamaan kemampuan mendengarkan (X3):
Empati (X2)
X2.1 er_1
X.3.1 = λ1 Kemampuan mendengarkan + er_1
X.3.2 = λ2 Kemampuan mendengarkan + er_2
X.3.3 = λ3 Kemampuan mendengarkan + er_3
Bila persamaaan di atas dinyatakan dalam sebuah pengukuran
model untuk diuji unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor
analysis, maka model pengukuran dengan contoh kemampuan
mendengarkan akan nampak sebagai berikut :
Gambar 3.3 : Contoh Model Pengukuran kemampuan mendengarkan
Keterangan :
X.3.1 = pertanyaan tentang kemampuan menerima pesan secara aktual
X.3.2 = pertanyaan tentang kemampuan untuk mengartikan dan menilai
pesan
X.3.3 = pertanyaan tentang kemampuan memberikan jawaban yang tepat
atas pesan yang disampaikan nasabah
Persamaan Dimensi Kinerja Penjualan (Y) :
Kemampuan mendengarkan
(X3)
X3.1 er_1
X3.2 er_2
Y.1 = λ1 Kinerja Penjualan + er_1
Y.2 = λ2 Kinerja Penjualan + er_2
Y.3 = λ3 Kinerja Penjualan + er_3
Y.4 = λ4 Kinerja Penjualan + er_4
Bila persamaaan di atas dinyatakan dalam sebuah pengukuran
model untuk diuji unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor
analysis, maka model pengukuran dengan contoh Kinerja Penjualan akan
nampak sebagai berikut :
Gambar 3.4 : Contoh Model Pengukuran Kinerja Penjualan
Keterangan :
Y.1 = pertanyaan tentang kemampuan memenuhi target penjualan
Y.2 = pertanyaan tentang kemampuan memperoleh pengetahuan secara
teknis
Y.3 = pertanyaan tentang kemampuan memberikan informasi kembali
kepada perusahaan.
Y.4 = pertanyaan tentang kemampuan berinteraksi dengan nasaba:
3.4.2. Pengujian Hipotesis Kinerja Penjualan (Y)
Y.1 er_1
Y.2 er_2
Y.3 er_3
a. Uji Normalitas Sebaran dan Linearitas
1. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau
dapat diuju dengan metode-metode statistik.
2. Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien
sampel dengan standart errornya dan skewness value yang biasanya
disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai statistik untuk menguji
normalitas itu disebut dengan Z-value. Pada tingkat signifikasi 1%,
jika nilai Z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa
distribusi data adalah tidak normal.
3. Normal Probability Plot [SPSS 10.1]
4. Linearitas dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan
memilih pasangan data dan lihat pola penyebarannya untuk menduga
ada tidaknya linieritas.
b. Evaluasi atas Outlier
1. Mengamati nilai Z-score : ketentuannya diantara + 3,0 non outlier
2. Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada
tingkat p< 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square [χ] pada df sebesar
jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalanobis > dari nilai χ
adalah multivariate outlier.
Outlier adalah obsevasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang
terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul
dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel
c. Deteksi Multicollinierity dan Singularity
Dengan mengamati Determinant matrix covarians. Dengan
ketentuan apabila determinant sample matrix mendekati angka 0 [kecil],
maka terjadi multikolinieritas dan singularitas [Tabachnick & Fidell,
1998].
d. Uji Validitas dan reliabilitas
Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah
indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya oengukuran atas apa yang
seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran mengenai
konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang
menunjukan derajad sampai dimana masing-masing indikator itu
mengidentifikasi sebuah konstruk yang umum.
Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent
variabel / construct akan diuji dengan melihat loading faktor dari
hubungan antara setiap observard variabel dan latent variabel. Sedangkan
reliabilitas diuji dengan construct reliability dan varience-extracted.
Construct reliability dan varience-evtracted dihitung denagn rumus
berikut:
Construct Reliability = [∑ Standardize Loading]
[ [∑ Standardize Loading] + ∑εj]
Variance Extracted = [∑ Standardize Loading]
Sementara εj dapat dihitung denagn formula εj = 1 – [standardize
loading]. Secara umum, nilai constuct reliability yang dapat diterima
adalah ≥ 0,7 dan varience axtracted ≥ 0,5 [Hair et.al., 1998]. Standardize
Loading dapat diperoleh dari output AMOS 4.01, dengan melihat nilai
estimasi setiap constuct regression weights terhadap setiap butir sebagai
indkatornya.
3.4.3. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal
Pengaruh langsung [koefisien jalur] diamati dari bobot regresi
terstandar, dengan pengujian signifikasi pembanding nilai CR [Critical
Ratio] atau p [Probability] yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t
hitung lebih besar dari pada t tabel berarti signifikan.
3.4.4. Pengujian model dengan Two-Step Approach
Two-Step Approach to structural equation modelling [SEM]
digunakan untuk menguji model yang diajukan pada gambar 3.2.
Two-Step Approach digunakan untuk mengatasi masalah sampel data yang
kecil jika dibandingkan denagn jumlah butir instrumentasi yang digunakan
[Hartline & Ferrel, 1996], dan keakuratan reliabilitas indikator-indikator
terbaik dapat dicapai dalam two-step approach ini. Two-Step Approach
bertujuan untuk menghindari interaksi antara model pengukuran dan
model struktural pada One Step Approach [Hair et. al., 1998].
Yang dilakukan dalam two-step approach to SEM adalah sebagai
a. Menjumlahkan skala butir-butir setiap konstrak menjadi sebuah
indikator summed-scale bagi setiap konstrak. Jika terdapat skala yang
berbeda setiap indikator tersebut distandardisasi [Z-scores] dengan
mean = 0, deviasi standar = 1, yang tujuannya adalah untuk
mengeliminasi pengaruh-pengaruh skala yang berbeda-beda tersebut
[Hair et.al., 1998].
b. Menetapkan error [ε] dan lamda [λ] terms, error terms dapat dihitung
dengan rumus 0,1 kali σ² dan lamda terms dengan rumus 0,95 kali σ
[Anderson dan Gerbing, 1988]. Perhitungan construct reliability [α]
telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dan deviasi standar [σ] dapat
dihitung dengan bantuan program aplikasi statistik SPSS. Setelah error
[ε] dan lamda [λ] terms diketahui skor-skor tersebut dimasukan
sebagai parameter fix pada analisis model pengukuran SEM.
3.4.5. Evaluasi Model
Hair et.al., 1998 menjelaskan bahwa pola “confirmatori”
menunjukan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas
hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data
empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka
model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teoritis
tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan
“good fit” model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural
equation modelling.
Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai
kriteria Goodness of Fit, yakni Chi-square, Probability, RMSEA, GFI,
TLI, CFI, AGFI, CMIN/DF. Apabila model awal tidak good fit dengan
data maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach to
SEM.
Tabel 3.1. Goodness of Fit Indices
GOODNESS OF FIT
INDEX KETERANGAN
CUT-OFF VALUE
X²-Chi-square Menguji apakah covariance populasi yang diestimasi sama dengan cova-riance sample [apakah model sesuai dengan data].
Diharapkan Kecil, 1 s.d 5. atau paling baik diantara 1 dan 2 Probability Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks
covariance data dan matriks covariance yang diestimasi
Minimum 0,1 atau 0,2 atau ≥ 0,05 RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-square pada
sample besar.
≤ 0,08
GFI Menghitung proporsi tertimbang varians dalam matriks sample yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi [analog dengan R² dalam regresi berganda].
≥ 0,90
AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF. ≥ 0,90 CMIN/DF Kesesuaian antara data dan model. ≤ 2,00 TLI Perbandingan antara model yang diuji terhadap
baseline model.
≥ 0,95
CFI Uji Kelayakan model yang tidak sensitive terhadap
besarnya sample dan kerumitan model
≥ 0,94
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan
4.1.1.1. PT. Asuransi Bina Dana Arta
PT. Asuransi Bina Dana Arta Tbk merupakan Perusahaan Asuransi
Kerugian pertama yang melaksanakan penjualan saham kepada masyarakat
melalui Pasar Modal Indonesia. Seluruh saham Perseroan yang ditempatkan
resmi terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta dan Surabaya pada tanggal 6 Juli
1989.
Sesuai dengan Pasal - 3 dalam Anggaran Dasar Perseroan, maksud
dan tujuan Perseroan adalah berusaha dalam bidang Asuransi Kerugian
dengan menyelenggarakan usaha-usaha di bidang Asuransi Kerugian dalam
bentuk dan jenis menurut dan tunduk kepada peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia.
Saat ini perusahaan berkedudukan di Plaza ABDA, Jl. Jend.
Sudirman Kav. 59 Jakarta dan memiliki 32 kantor cabang dan pemasaran.
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
Kuisioner disebarkan untuk mendapatkan sampel dengan
menggunakan purposive sampling yaitu anggota populasi yang dijumpai
selama periode pengumpulan data yang dijadikan sebagai sampel penelitian,
sampel diambil sebanyak 120 responden, yaitu klien PT. Asuransi Bina
Dana Arta di Surabaya.
4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden
Data mengenai keadaan responden dapat diketahui melalui jawaban
responden dari pernyataan-pernyataan yang diajukan di dalam kuesioner
yang telah diberikan. Dari jawaban-jawaban tersebut diketahui hal-hal
seperti dibawah ini.
a. Deskripsi responden berdasarkan Jenis Kelamin
Dari 120 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat
diketahui jenis kelamin dari responden yakni pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%)
1 Laki-laki 89 74
2 Perempuan 31 26
Total 120 100
Sumber: Data diolah
Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Dalam Tabel 4.1 terlihat bahwa dari 120 responden 89 responden (74%)
b. Deskripsi responden berdasarkan kelompok umur
Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden yang berusia 18-25 tahun
sejumlah 6 orang (5%) selanjutnya, yang berumur sekitar 25–35 tahun
sejumlah 41 orang (37%), selanjutnya responden yang berusia lebih dari
36-45 tahun sejumlah 70 orang (58%) .
Tabel 4.2
Identitas Responden Menurut Umur
No Umur Jumlah (orang) Persentase (%)
Tabel 4.3. Outlier Multivariate
Standard Error of Predicted
Value 6.726 15.081 10.965 1.670 120 Adjusted Predicted Value 18.374 111.342 60.727 14.382 120 Residual -60.261 58.523 0.000 31.951 120 Std. Residual -1.788 1.737 0.000 0.948 120 Stud. Residual -1.868 1.810 -0.003 1.004 120 Deleted Residual -65.765 63.969 -0.227 35.843 120 Stud. Deleted Residual -1.891 1.830 -0.003 1.008 120 Mahalanobis Distance [MD] 3.750 22.847 11.900 3.915 120 Cook's Distance 0.000 0.044 0.009 0.010 120 Centered Leverage Value 0.032 0.192 0.100 0.033 120
Sumber : Lampiran
Hasil evaluasi: Tidak terdapat outlier multivariat [antar variabel],
4.3.2. Uji Reliabilitas
Koefisien Cronbach’s Alpha dihitung untuk mengestimasi
reliabilitas setiap skala (variabel atau indikator observasian). Sementara itu
item to total correlation digunakan untuk memperbaiki ukuran-ukuran dan
mengeliminasi item-item yang kehadirannya akan memperkecil koefisien
Cronbach’s Alpha yang dihasilkan.
Koefisien Cronbach’s Alpha dihitung untuk mengestimasi
reliabilitas setiap skala [variabel atau indikator observasian]. Sementara itu
item to total correlation digunakan untuk memperbaiki ukuran-ukuran dan
mengeliminasi item-item yang kehadirannya akan memperkecil koefisien
Cronbach’s Alpha yang dihasilkan.
Tabel 4.4. Pengujian Reliability Consistency Internal
Konstrak Indikator Item to Total
Correlation
Proses eleminasi diperlakukan pada item to total correlation pada
karena nilai item to total correlation indikator seluruhnya ≥ 0,5. Indikator
yang tereliminasi tidak disertakan dalam perhitungan cronbach's alpha.
Perhitungan cronbach's dilakukan setelah proses eliminasi..
Hasil pengujian reliabilitas konsistensi internal untuk setiap
construct di atas menunjukkan hasil cukup baik dimana koefisien
Cronbach’s Alpha yang diperoleh belum seluruhnya memenuhi rules of
thumb yang disyaratkan yaitu ≥ 0,7 [Hair et.al.,1998].
4.3.3. Uji Validitas
Tabel 4.5. Standardize Faktor Loading dan Construct dengan Confirmatory Faktor Analysis
Konstrak Indikator Faktor Loading
1 2 3 4
Berdasarkan hasil confirmatory factor analysis terlihat bahwa factor
loadings masing masing butir pertanyaan yang membentuk setiap
construct belum seluruhnya ≥ 0,5, sehingga butir-butir instrumentasi setiap
4.3.4.Uji Construct Reliability dan Variance Extracted
Selain melakukan pengujian konsistensi internal Cronbach’s
Alpha, perlu juga dilakukan pengujian construct reliability dan variance
extracted. Kedua pengujian tersebut masih termasuk uji konsistensi
internal yang akan memberikan peneliti kepercayaan diri yang lebih besar
bahwa indikator-indikator individual mengukur suatu pengukuran yang
sama.
Tabel 4.6. Construct Reliability dan Variance Extracted
Konstrak Indikator
Selain melakukan pengujian konsistensi internal Cronbach’s Alpha,
perlu juga dilakukan pengujian construct reliability dan variance extracted.
Kedua pengujian tersebut masih termasuk uji konsistensi internal yang
akan memberikan peneliti kepercayaan diri yang lebih besar bahwa
indikator-indikator individual mengukur suatu pengukuran yang sama.
Hasil pengujian reliabilitas instrumen dengan construct reliability
dan variance extracted menunjukkan instrumen cukup reliabel, yang