PERENCANAAN TENAGA KEPENDIDIKAN GURU SEKOLAH MENENGAH ATAS
Suatu Studi tentang Kebutuhan dan Penyediaan
Tenaga Guru Sekolah Menengah Atas dari
Tahun 1986-1990 dan Tahun 1991-1995
T E S I S
Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung Memenuhi Sebagian Syarat Program Pasca Sarjana
Bidang Studi Administrasi Pendidikan
Olehi
EDUARD J. LENGKONG
NIM: 8932097/XXM3
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH TIM PEMBIMBING
c^sL.
Prof. Dr. ACHMAD SANUSI, SH, MPA
Dr. H. MOH. F M.Ed
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
B A N D U N G
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL
""""" •-- i
HALAMAN PERSETUJUAN
- --- 11
KATA PENGANTAR
111 PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH vi
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
xxi 1
DAFTAR TABEL
xxiii
DAFTAR GRAFIK
" xxiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
1. Potret Pendidikan dan Permasalahan ... i 2. Kajian tentang Kemajuan-kemajuan Pen
didikan di Sulawesi Utara 7
3. Pentingnya Data Kebutuhan Tenaga Guru." io
4. Fungsi IKIP/FKIP sebagai Lembaga
Peng-hcisil Tenaga Guru _ 1S
B. Rumusan Masalah 25
C. Tujuan Penelitian -,-,
D. Kegunaan Penelitian
-,,-E. Kerangka Penelitian ^,0
BAB II KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN TENAGA GURU 32
A. Konsep Dasar Kebutuhan 'dan Penyediaan
Tenaga Guru -,„
B. Konsep Keseimbangan Antara Kebutuhan""dan
Penyediaan Tenaga Guru , •
C. Fungsi Administrasi Personil dan Perenca
naan Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 76 D. Beberapa Pendekatan dalam Perencanaan
Pendidikan „,
E. Proses dan Evolusi Perencanaan Tenaga Ke- *~~
pendidikan 99
F. Beberapa Studi Empirik Terdahulu Berke
naan dengan Perencanaan Tenaga Kependi
dikan guru Sekolah Menengah Atas 108
BAB 111 PROSEDUR PENELITIAN li2
A. Sumber Data -j^
B. Metode dan Teknik Pengumpulan Data 112
C. Instrumen Penelitian 114
D. Formula-formula yang Digunakan Untuk Ana
lisis Data . li4
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI 125
A. Hasil Penelitian mm 125
i. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene
ngah Atas (SMA) selama Periode Ta
hun 1986 Hingga 1990 125
a. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene
ngah Atas (SMA) di Kodya Manado 125
b. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene
ngah Atas (SMA) di Kodya Gorontalo. 130
c. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene
ngah Atas (SMA) di Kabupaten Goron
talo
d. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene ngah Atas (SMA) di Kabupaten
Mina-hasa _ _
e. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene
ngah Atas (SMA) di Kabupaten Satal. 145 f. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene
ngah Atas (SMA) di Kabupaten
Bol-mong 150
2. Proyeksi Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 1991 sampai
dengan 1995 15a
3. Penyediaan Tenaga Guru Sekolah Mene
ngah Atas (SMA) oleh IKIP/FKIP Selama
Periode Tahun 1986 hingga 1990 166
4. Proyeksi Penyediaan Tenaga Guru Seko
lah Menengah Atas (SMA) untuk Tahun
1991 Hingga 1995 170
B. Diskusi tentang Kebutuhan dan Penyedia
an Tenaga Guru 173
jL
135
140
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 182 - 182 A. Kesimpulan B. Rekomendasi - 190
DAFTAR KEPUSTAKAAN 1<?
Lampiran I Surat Ijin Penelitian dari Direktorat
Sosial Politik Sulawesi Utara 199
Lampiran II Surat Rekomendasi Penelitian dari
Kan-wil Depdikbud Sulawesi Utara 200
Lampiran III Surat Keterangan Ijin Penelitian dari
IKIP Manado 2Q1
Lampiran IV Surat Ijin Penelitian dari Universitas
Sc*m Ratulangi Manado 202
Lampiran V Hasil Analisis Data 203
1 Jumlah Siswa Per Kelas dan yang Mengulang, Ko
dya Manado Tahun 1986-1990 . . . . ^^ 2 Tingkat Pertumbuhan Murid Baru Kelas I Tingkat
Naik Kelas (Promotion),Tingkat Menqulang (Repe tition), Tingkat tidak Melanjutkan (Drop Out),
Prosentase Penjurusan Al, A2, A3 204
3 Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru Per Bidang
Studi. di Lingkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi
Utara, Kodya Manado Tahun 1986-1990 205-209
4 Data Perkembangan Banyaknya Kelas Per Program^
Al, A2, A3, Kodya Manado Tahun 1986-1990 210
5. Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru Per Program
Al, A2, A3, Kodya Manado tahun 19S6-1990 -?n
6. Proyeksi Jumlah Siswa dari Tahun 1991-1995,"
Jumlah Siswa yang Mengulang, Kodya Manado ..."! 212
7 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Berdasar kan Mata Pelajaran, Kodya Manado Tahun
1991-1995
a d , .M': 213-217
8 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Berdasar-Proyeksi Jumlah Siswa, Kodya Manado Tahun
1991-1995
9 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Al, A2"
Berdasarkan Proyeksi Jumlah Siswa Kodya'
Manado Tahun 1991-1995 o19
10 Perhitungan Standard Optimum
Per""Kelas/fing-kat, Kodya Manado Tahun 1991-1995 -vj0
11 Jumlah Siswa Per Kelas dan yang Mengulang," "Ko
dya Gorontalo Tahun 1986-1990 -?21
12 Tingkat Pertumbuhan Murid Baru Kelas ifingkat
Naik Kelas (Promotion),Tingkat Mengulang (Repe
tition), Tingkat tidak Melanjutkan (Drop Out) Prosentase Penjurusan Al, A2, A" '
218
io •---... "?V>
13 Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru Per Bidang
Studi di Lmgkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi
Ut<=tra, Kodya Gorontalo Tahun 1986-1990 t^_-?->7
14 Data Perkembangan Banyaknya Kelas Per'program^"
Al, A2, A3, Kodya Gorontalo Tahun 1986-1990 ooS
15. Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru Per Program
Ai, A2, A3, Kodya Gorontalo tahun 1986-1990 ,. 229
16. Proyeksi Jumlah Siswa dari Tahun 1991-1995" Jumlah Siswa yang Mengulang, Kodya Gorontalo *~' 1/ Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program
Berdasar-1991-199-, Pelajaran' KodVa Gorontalo
Tahun
18 Proyeksi Kebutuhan ""Guru "per ""program'serdasar-231""23
1991-1995JUmlah S±SWa' Kodya Gorontal° Tahun
19 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program" Al " A''" Berdasarkan Proyeksi Jumlah Siswa, Kodya' Go
rontalo Tahun 1991-1995 ^ -,^-,
20 Perhitungan Standard Optimum Per"" Kelas/Tinq- ""' kat, Kodya Gorontalo Tahun 1991-199 5 " ->-• 21 Jumlah Siswa Per Kelas dan yang "Mengulang,"
cabup^ten Gorontalo Tahun 1986-1990 " o^-~ 22 Tingkat Pertumbuhan Murid Baru Kelas"I Tingkat
Naik ,.!;:ela5 «Promotion), Tingkat Mengulang
^Repetition), Tingkat tidak Melanjutkan (Drop
Dux), Prosentase Penjurusan Al, A2, A3 .... o4r,
Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru' Per "Bidang
-tudi di Lmgkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi
utdra' Kabupaten Gorontalo Tahun 1936-1990 -?4l--?4=i
Data^Perkembangan Banyaknya Kelas Per Program"
Al, h2, A;., Kabupaten Gorontalo Tahun
1986-1990
Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru""Per"Program
f-<l, A^, ho., Kabupaten Gorontalo tahun
1986-1990
26. Proyeksi Jumlah Siswa dari Tahun 1991-1995"
Jumlah Siswa yang Mengulang, Kabupaten Goron
talo
27 Proyeksi Kebutuhan Guru Per""program"Berdasar
kan Mata Pelajaran, Kabupaten Gorontalo Ta
hun 1991-1995
^49--5-23 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Berdasar-*"
Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten Gorontalo Tahun 1991-1995
29 Proyeksi Kebutuhan Guru Per "Program" "aiV"a2," Berdasarkan Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten
Gorontalo Tahun 1991-1995 \ ^,=5
30 Perhitungan Standard Optimum
Per""Kelas/Ting-kat, Kabupaten Gorontalo Tahun 1991-1995 o56
31 Jumlah Siswa Per Kelas dan yang Mengulang,
Kabupaten Mmahasa Tahun 1986-1990. 257
32 Tingkat Pertumbuhan Murid Baru Kelas"I"Tinqkat
^ +K!laE\ (Prom°tion), Tingkat Mengulang
(Repetition), Tingkat tidak Melanjutkan (Drop
Out), Prosentase Penjurusan Al. A2, A3 ^g *'~' ^!r!;,lt"n9an Kebut"h*n Tenaga Guru Per "sidanq
Studi di Lmgkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi
-a n !ra'r,KabuPaten "inahasa Tahun 1986-1990 259-263
ff V
1990^embanHa" Bany*kny* Kelas Per Program
kabupaten Minahasa Tahun1986-35" A?rhioun2r je^uhan""Tinaia"^u;u"p;;"prog;;m
264
1990 Kabupaten Minahasa tahun
1986-36. Proyeksi Jumlah Siswa "dari""Tahun""1991-1995* ^^ Jumlah Siswa yang Mengulang, Kabupaten
Mina-hasa ,
37 Proyeksi Kebutuhan "gupu"
'Per
"program""serdasar-
^
^an "ata PelaJ'aran, Kabupaten Minahasa Tahun 1991-1995 „._
38 Proyeksi Kebutuhan "suru* "per "program" "Berdasar-"*7"271
Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten Minahasa
Tahun 1991-1995 ^ „
39 Proyeksi Kebutuhan Guru""per"program"*A1"""a^"
272
Berdasarkan Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten
Minahasa Tahun 1991-1995
oy-40 Perhitungan Standard Optimum" Per" "Kelas/Ting-
"
'~'
kat, Kabupaten Minahasa Tahun 1991-1995 ->?*
41 Jumlah Siswa Per Kelas dan yang Mengulang,"
kabupaten Satal Tahun 1986-1990 o7^
42 Tingkat Pertumbuhan Murid Baru Kelas"I"Tingkat ?2(Repetition), Tingkat tidak Melanjutkan (Drop+.^la5 <P™°tion), Tingkat Mengulang
uutj, Prosentase Penjurusan Al, A2, A3 o7a
43 Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru' Per "Bidang
Studi di Lmgkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi
Utara, Kabupaten Satal Tahun 1986-1990... ^77-^ai
Sfta ^rkemban9an Banyaknya Kelas Per Program
1990 ' A3' KabuPaten Satal Tahun
1986-45. Perhitungan Kebutuhan""fenaga'Guru"Per"Program
^
1990
* A°'' Kab"Paten
Satal
tahun
1986-46. Proyeksi Jumlah "siswa "dari """fahun ""1991-1995"
^
Jumlah Siswa yang Mengulang, Kabupaten Satal ." 284
47 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program
Berdasar-1991-1995 Pelajaran> Kabupaten
Satal Tahun
285-289
48 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program
Berdasar-l^-i?95JUmlah S±5Wa' KabuPaten Sa*al Tahun
49 Proyeksi Kebutuhan Guru""per"program""Al"""A^"
29°
Berdasarkan Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten'
Satal Tahun 1991-1995 .,„
50 Perhitungan Standard Optimum
Per""Kelas/Ting-kat, Kabupaten Satal Tahun 1991-1995 090 51 Jumlah Siswa Per Kelas dan yang Mengulang,"
Kabupaten Bolmong Tahun 1986-1990 .. 0oT
52 Tingkat Pertumbuhan Murid Baru Kelas"I""Tingkat
?aik +.KBla5 (Promotion), Tingkat Mengulang
(Repetition), Tingkat tidak Melanjutkan (Drop
Uut), Prosentase Penjurusan Al, A2, A3 o94
53 Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru Per "Bidang
Studi di Lingkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi
Utctra, Kabupaten Bolmong Tahun 1986-1990 -79=5-099
54 Data Perkembangan Banyaknya Kelas Per Program" " *~
1990A2"* A°' KabuPaten
Bolmong Tahun
1986-55. Perhitungan Kebutuhan Tenaga""Guru""Per"Program
*°°
A990A2' A3' KabuPaten
Bolmong
tahun
1986-56. Proyeksi Jumlah Siswa dari" Tahun""1991-1995"
"01
Jumlah Siswa yang Mengulang, Kabupaten Bol
mong Tahun 1991-1995 -^.^
57 Proyeksi Kebutuhan Guru
Per"program"serdasar-1991-199? Pelajaran' Kabupaten Bolmong Tahun
58 Proyeksi Kebutuhan Guru""Per""program'Berdasar-'0"'0'
Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten Bolmonq Ta
hun 1991-1995
59 Proyeksi Kebutuhan Guru Per "program" "a! """A^"
""^
Berdasarkan Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten
Bolmong Tahun 1991-1995 ^-Q
60 Perhitungan Standard
Optimum'per""Kelas/Ting-kat, Kabupaten Bolmong Tahun 1991-1995 . ?io
61 Jumlah Mahasiswa Jenjang D3 dan SI Semester " "
Awal Berdasarkan Jurusan yang Relevan dengan
Mata Pelajaran di SMA Tahun 1986-1990 ... ^±1 62 Jumlah Mahasiswa Jenjang D3 dan SI Semester
Akhir Berdasarkan Jurusan yang Relevan dengan
Mata Pelajaran di SMA Tahun 1986-1990 31o 63 Jumlah Mahasiswa Jenjang D3 dan SI "semester
Akhir dan Lulusan Berdasarkan Jurusan yang
?SofVf™den9an Mata Pelajaran di SMA TahunItoo-1990 ... -,_
-•-... 313
64 Proyeksi Jumlah Mahasiswa Jenjang D3 dan SI
Semester Awal Berdasarkan Jurusan yang Rele van dengan Mata Pelajaran di SMA Tahun
1991-65 Proyeksi Jumlah Mahasiswa JenJang "ds""dan" SI Semester Akhir Berdasarkan Jurusan yang Rele
van dengan Mata Pelajaran di SMA Tahun
1991-1995 w
66 Proyeksi Penyediaan Guru Berdasarkan""Jurusan
yang Relevan dengan Mata Pelajaran di SMA Ta
hun 1991-1995
xxi
314
>15
DAFTAR GAMBAR
halaman
1. Kerangka Penelitian ..
3i
2. Keterkaitan antara Demand dan Supply 76 3. Wilayah Kerja Administrasi Pendidikan 78
4. Perspective of Multiyear Human Resources Planning for an Education
86 5. Human Resources Planning Dimension and Assumption 87
DAFTAR TABEL
halaman
1. Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pel;Lajaran 129
.... 130
3. Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pelajaran 134 4. Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, dan A3 135 5. Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pelajaran 139 6. Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, dan A3 i40 7. Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pelajaran 144 8. Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, dan A3 145 9. Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pelajaran 149
10. Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, dan A3 i50
11. Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pelajaran 154 12. Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, dan A3 155 13. Rekapitulasi Kebutuhan Tenaga Guru i57 14. Proyeksi Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pela
jaran Tahun 1991-1995 .,-.
15. Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, A3
Kodya Manado, Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo. 164 16. Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, A3
Kabupaten Minahasa, Satal, Bolmong Tahun
1991-1995 ...
164
17. Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Al, dan A2
Tahun 1991-1995 1Q. Lulusan IKIP/FKIP
""""""""••••"••"•*"•-• lo7
19 Proyeksi Penyediaan Tenaga Guru Sekolah Menengah
Atas
" 171
2. Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, dan A3
halaman
1. Pertumbuhan Jumlah Siswa Tahun 1986-1990 . 156 2. Pertumbuhan Kebutuhan Guru Tahun 1986-1990
3. Proyeksi Kebutuhan Guru Tahun 1991-1995
4. Lulusan IKIP/FKIP Tahun 1986-1990 170
5. Proyeksi Penyediaan Tenaga Guru 172
6. Proyeksi Penyediaan dan Kebutuhan Guru i72
xxiv
156
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam bagian ini dikemukakan sejumlah pokok
pikir-an ypikir-ang melatar belakpikir-angi terhadap masalah ypikir-ang dipilih.
1. Potret Pendidikan dan Permasalahan
Pendidikan adalah pembangunan bangsa dan
pembangun-an bpembangun-angsa adalah pembpembangun-angunpembangun-an mpembangun-anusia seutuhnya. Pembpembangun-angun an manusia totalitas inilah yang harus menjadi tujuan pendidikan di Indonesia, sebab hanya dengan tujuan inilah
kelestarian keberadaan bangsa kita yang besar akan dapat
bertahan.
Pengertian manusia totalitas dalam dunia pendidikan mengandung arti bahwa keseluruhan aspek kemanusiaan anak didik harus mendapat perhatian dan menjadi pangkal tolak
pengembangan program pendidikan. Jadi pendidikan sebagai
salah satu upaya mempersiapkan manusia untuk memiliki daya dan kemampuan serta mampu menghadapi realitas kehidupan.
Sementara itu menurut Sastrapratedja mengemukakan
manusia dalam menghadapi realitas hidupnya adalah sebagai
berikut :
Manusia selalu memiliki model kognitif tentang ke-riT^faK' Van9 merySbabkan apa bentuk kemanusiaan yang
kan htH^"- ""k11"^Pa h±dUP lni dan apa Van9
^njlTl-kan hidup mi berharga. Dengan demikian, ditemu^njlTl-kan
di^agaH "^."topia: *a=a depan macam apakah yang
dikehendaki? disini kita mendapatkan arti dari segala
macam mitos: memberi makna dan orientasi pada hidup
(Dick Hartoko, 1990 : 15). p
Berdasarkan hal tersebut di atas, manusia adalah
makhluk badani, dan sebagai makhluk badania dia harus
men-jalankan hidupnya, harus bersikap. bertindak dan bekerja
untuk mengolah hidupnya. Drijakara menambahkan konsep ma nusia dalam eksistensinya adalah :
Badan manusia itu semula tak berdaya, sehinqqa
seluruh manusia tak berdaya karenanya. Daya-daya San
kemampuan-kemampuan insani hanya tumbuh lambat laun
dengan dan dalam pertumbuhan badan. Anak kecil belum bisa berfikir, karena otaknya belum berkembang. Dan
karena itu dia juga belum bisa bertindak sebagai
manusia (1990 : 19). y A
Berdasarkan uraian tersebut di atas, untuk
mengem-bangkan daya-daya dan kemampuan-kemampuan insani diperlu-kan pendididiperlu-kan. Drijarkara berpendapat bahwa mendidik
selalu berarti mendidik badan (sebetulnya bukan hanya
badan, tetapi badan sebagai bentuk konkritnya dari
kema-nusiaan).
Mengenai pendidikan, Ki Hajar Dewantara mengungkap
Pendidikan Jang hidup di segala machluk terdapat
sebagai laku-kodrat (instinct), dalam hidup manusia
jang beradap bersifat usaha kebudayaan. Pendidikan jang berlaku instinct itu berupa pemeliharaan terha
dap kanak-kanak, serta latihan-latihan tingkah laku
agar anak-anak itu kelak sanggup dan mampu
melaksana-kan segala apa jang perlu untuk hidup dan
penghidup-annya. Pendidikan sebagai usaha kebudayaan bermaksud
memberi tuntunan di dalam hidup bertumbuhnja tubuh jiwa kanak-kanak, agar kelak dalam garis-garis kodrat
pnbadmja dan pengaruh segala keadaan yang
mengeli-lmgi dinnja kanak-kanak dapat kemajuan dalam
hidup-nja lahir dan batin, menuju ke arah adap-kemanusiaan
(Hardjono 1951 : 41).
Berdasarkan uraian di atas, menggambarkan bahwa salah satu usaha untuk membaikkan nilai-nilai kebatinan yang ada pada setiap manusia yang berbudaya tidak hanya berupa pemeliharaan, afcan tetapi bermaksud memajukan memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup manusia.
Mardiatmaja mengemukakan bahwa pendidikan itu bersendikan nilai; sedangkan pendidikan nilai bertumpu
pada pandangan dasar seseorang terhadap alam, sesama
manusia, dan Tuhannya (Dick Hartoko, 190 : 33).
Selanjutnya Mardiatmaja menyatakan bahwa :
Ada tiga segi yang perlu diusahakan dalam pendidi kan, yaitu segi kognitif, afektif, dan konativ,
masing-masing agar budi peserta didik lebih
berkem-bang agar sikap hatinya semakin tumbuh seimberkem-bang dan
agar kehendak berikut tingkah lakunya menjadi kian
Daik. Bila begitu, maka tujuan pendidikan bukanlah
pertama-tama pengalihan pengetahuan, melainkan mem bantu agar peserta didik mampu mengembangkan
Sementara Drijakara mengartikan pendidikan sebagai
pemanusiaan manusia muda. Dengan demikian pendidikan harus membantu agar seseorang secara tahu dan man bertindak
sebagai manusia dan bukan hanya secara instintif saja
(Dick Hartoko, 1990 : 36).
Pemanusiaan manusia melalui pendidikan formal melibatkan aspek-aspek manusia, sumber belajar atau kurikulum, dan fasilitas. Keberhasilan proses pemanusiaan manusia muda tergantung pada cara-cara yang ditempuh dalam
penataan aspek-aspek tersebut di atas, dengan jalan
meren-canakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengendali-kan sumber daya manusia, sumber belajar dan fasilitas
pendidikan guna meiayani dan memberi kemudahan bagi
peserta didik dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, maka
perencanaan merupakan "tool" untuk menjabarkan
program-program pendidikan mulai dari identifikasi permasalahan
pendidikan sampai pada implementasi dan monitoring
rencana-rencana pendidikan.
Secara makro, perencanaan pendidikan berada pada tingkat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kondisi yang "sentralistik" perencanaan makro tersebut
sangat menentukan terutama dalam penentuan
kebijakan-kebijakan pendidikan. Perencanaan pendidikan makro yang
atas dalam arti bahwa program-program pendidikan disusun dari atas (top-down approach). Dalam kondisi tertentu
perencanaan pendidikan yang lebih mengandalkan pendekatan
dari atas tersebut bersifat kaku dan tidak luwes. Itu sebabnya tidak mengherankan kalau rencana program yang disusun dari atas dalam implementasinya tidak selalu cocok dengan tuntutan kebutuhan yang dihadapi pada lembaga
pendidikan tingkat bawah, misalnya saja dalam pengadaan
prasarana dan sarana pendidikan, pembiayaan pendidikan,
tenaga kependidikan guru, serta isi pendidikan (kurikulum) yang ditransformasikan dalam proses pendidikan khususnya
proses belajar mengajar. Ditemukan ciri-ciri konformitas
dan uniformitas yang dominan dalam praktek perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan sentralistik.
Akibatnya baik tenaga perencana pada tingkat bawah maupun para tenaga guru dalam pelaksanaan tugasnya cenderung
terikat pada prosedur-prosedur yang berlaku baik juklak/ juknis dari pada mencurahkan segala kemampuan mereka dalam
kegiatan belajar mengajar secara riil di kelas.
Untuk itu, diperlukan pendekatan dari bawah (the bottom-up approach). Dalam pelaksanaannya pendekatan dari atas hanya memberi rambu-rambu saja. Namun demikian dalam banyak hal rumusan dari bawah tidak merupakan suatu
keharusan. Misalnya saja dalam banyak hal sering tidak
Sebagai contoh dalam pengadaan tenaga guru bidang studi
sering tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang
diusulkan.
Pendekatan perencanaan dari bawah secara hierarkis dapat dilihat pada tingkat yang lebih rendah yaitu pada tingkat messo dan mikro. Perencanaan pendidikan pada tingkat messo diselenggarakan oleh Kantor Wilayah
Depar-temen Pendidikan dan Kebudayaan propinsi khususnya oleh
Bagian Perencanaannya. Dari hasil telaah mengenai tugas
Bagian Perencanaan Kanwil Depdikbud kecenderungannya hanya
melaksanakan tugas-tugas yang sifatnya rutinisme dalam arti hanya menyusun rencana dan program kerja tahunan saja. Pada hakikatnya ciri khas rencana tahunan hanya
merupakan penjabaran dari rencana induk. Karena itu dapat dikatakan bahwa tidak adanya prakarsa the bottom-up untuk
membuat suatu perencanaan pendidikan yang inovatif antisi-patif. Padahal kalau dilihat dari ruang lingkup tugas Kanwil Depdikbud cukup luas dan memerlukan suatu
perencanaan pengembangan pendidikan yang dapat memacu
perubahan-perubahan baik masa kini maupun dimasa yang akan
datang.
Dalam rangka inilah, diperlukan suatu ketegasan
keterpaduan pendekatan perencanaan the top down approach dengan the bottom-up approach, mulai dari menyusun rencana
Dengan mempertemukan kedua pendekatan ini, maka dalam
menyusun rencana-rencana program pendidikan lebih bersifat
inovatif dan dalam upaya pengembangannya semakin longgar. Disamping itu dengan semakin memperhatikan pendekatan dari bawah, sebenarnya sejalan dengan ciri kemajemukan budaya bangsa kita yang seyogianya menjadi barometer dalam
menyusun rencana pendidikan, yang tentunya sesuai dengan
tuntutan kebutuhan pembangunan pendidikan di daerah.
2. Kajian tentang Kemajuan-kemajuan Pendidikan di Sulawesi
Utara
Berdasarkan pengkajian yang menyeluruh terhadap
perkembangan pendidikan formal dari pelita ke pelita
menunjukkan tingkat kemajuan yang cukup pesat. Ini
menunjukkan bahwa baik pemerintah, masyarakat, maupun orang tua telah memainkan peranannya masing-masing dalam
upaya membina dan mengembangkan pendidikan.
Perkembangan kemajuan pendidikan tersebut terlihat
pada perkembangan sarana dan prasarana pendidikan,
perkembangan enrolmen pada semua tingkatannya,
perkembangan tenaga pengajar, perkembangan jumlah lulusan pada semua tingkatannya, dan perkembangan jumlah
kelembagaan pendidikan.
Secara kuantitatif angka partisipasi dari populasi
yang memperoleh kesempatan pendidikan mencapai kondisi
untuk sekolah lanjutan tingkat pertama mencapai 74,5 %,
dan untuk sekolah lanjutan tingkat atas mencapai 51 7.. Sedangkan proporsi lulusan pada semua jenjang pendidikan yang melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi mencapai
kondisi sebagai berikut: sekolah dasar yang melanjutkan ke
sekolah lanjutan tingkat pertama diperoleh persentasi 89,9
7.. Ini berarti bahwa sekitar 10,2 "/. lulusan sekolah dasar
tidak melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama.
Sekolah lanjutan tingkat pertama yang melanjutkan ke
sekolah menengah tingkat atas diperoleh persentasi sebesar
81,62 7.. Ini berarti bahwa sekitar 18,38 "/. lulusan sekolah lanjutan tingkat pertama tidak melanjutkan ke sekolah
menengah tingkat atas. Sekolah lanjutan tingkat atas ke
perguruan tinggi diperoleh persentasi sebesar 71 7.. Ini
berarti bahwa sekitar 29 7. lulusan sekolah lanjutan
tingkat atas tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Berdasarkan data pada Bappede Propinsi Sulawesi
Utara terdapat sekitar 15.518 orang pencari kerja yang
belum ditempatkan sesuai dengan bidang keahliannya. Impli-kasi besarnya tenaga kerja yang belum tersalurkan ke
la-pangan pekerjaan yang tersedia disebabkan karena :
seba-gian besar lulusan pendidikan formal mengandalkan pada
pekerjaan-pekerjaan yang berstruktur (structured occupati
on). Kecenderungan untuk memasuki pekerjaan-pekerjaan yang
motivasi untuk menciptakan lapangan kerja sendiri belum
mapan, hal ini disebabkan oleh karena pengetahuan dan
ke-terampilan untuk menciptakan lapangan kerja sendiri belum
dihayati dan dilakukan sendiri.
Disamping kemajuan-kemajuan yang telah dicapai,
maka di masa yang akan datang terbentang sejumlah permasa
lahan yang mendasar yang dihadapi sektor pendidikan yaitu
mutu pendidikan yang dikaitkan dengan norma patokan
nasio-nal pada semua tingkatan, relevansi pendidikan dengan
kebutuhan dan tuntutan pembangunan, komposisi tenaga kerja
terdidik, terlatih, terampil dan cakap menguasai teknologi
untuk dapat mandiri dalam menciptakan lapangan kerja,
efisiensi dan efektivitas pengelolaan pendidikan terutama yang menyangkut pemamfaatan dana, tenaga dan sumber daya
lainnya yang tersedia dikaitkan dengan hasil yang
diharap-kan serta kualitas hasil pendididiharap-kan yang dinilai masi
kurang yang disebabkan masih kurangnya
tenaga
yang
berwenang.
Pengkajian terhadap permasalahan di sektor pendi dikan bukanlah suatu hal yang gampang, tetapi memerlukan
pengkajian yang hati-hati, arif dan bijaksana oleh karena permasalahan tersebut bukanlah permasalahan yang sederhana melainkan amat kompleks. Kompleksitas permasalahan ini
lembaga-lembaga yang terkait. Keterpaduan dalam menangani
permasalahan di sektor pendidikan menuntut adanya kesatuan pandangan dalam memahami dan menghayati esensi permasalah an yang amat kompleks itu. Oleh karena itu penghayatan
terhadap urgensinya permasalahan pendidikan bagi semua unsur atau komponen yang terkait di dalamnya sangat
diperlukan sebagai bahan perenungan untuk mencari
terobos-an-terobosan dalam menangkal permasalahan pendidikan yang
tumbuh berkembang pesat, terutama masalah kualitas hasil
pendidikan yang dinilai masih kurang yang disebabkan masih kurangnya tenaga-tenaga yang berwenang.
Masalah ketenagaan guru merupakan dua lembaga yang
bertanggung jawab yaitu lembaga pemakai jasa guru dan
lembaga penghasil tenaga guru. Itu sebabnya masalah tenaga
guru sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pendidik an merupakan tanggung jawab bagi pihak-pihak yang terkait terutama pihak lembaga yang mensupply tenaga guru dan pihak pemakai jasa guru.
3. Pentingnya Data Kebutuhan Tenaga Guru
Kebutuhan tenaga guru, khususnya guru sekolah menengah atas (SMA) terasa semakin meningkat dari tahun ke
tahun dan diperkirakan akan terus meningkat pada
tahun-tahun mendatang. Hal ini disebabkan oleh pengaruh angka partisipasi dari populasi yang memperoleh kesempatan
tingkat pertumbuhan siswa dari kelas yang satu ke kelas berikutnya cukup tinggi yang konsekwensinya bertambah
jumlah kelas, dan pada akhirnya akan berdampak pada
bertambahnya beban mengajar guru.
Sulawesi Utara menurut sensus penduduk tahun 1985
berjumlah 2.250.714 orang, sedangkan pada tahun 1989 jumlah penduduk 2.436.181 orang, dengan tingkat pertumbuh an rata-rata per tahun 1,6 X. Konsekwervsi dari pertambahan
penduduk tersebut tentu saja membawa akibat berantainya
terhadap pertambahan angka partisipasi populasi yang
memperoleh pendidikan baik pada sekolah dasar, sekolah
menengah tingkat pertama, sekolah menengah tingkat atas,.
serta perguruan tinggi.
Bagnee Alfret Liu mengemukakan bahwa "school
enrolmen to grow in any dynamic situation where the
population is continally increasing, or the school system is progreassivelly expanding or where both development are
taking". (1986, p. 8).
Situasi yang digambarkan tersebut sudah terlihat
bahwa dari tahun ke tahun terjadi peningkatan arus murid dari jenjang satu ke jenjang berikutnya. Ledakan arus murid semacam ini pada gilirannya akan menuntut penambahan
sarana dan prasarana pendidikan seperti penambahan gedung sekolah baru, penambahan ruang kelas, penambahan gedung
fasilitas belajar, serta penambahan akan tenaga guru.
Berdasarkan
pengamatan
empiris
terlihat
adanya
"in-equilibrium» antara guru yang menmgajarkan mata
pelajaran pada jurusan Al dan A2 dengan guru
yang
mengajarkan mata pelajaran pada jurusan A3. Dengan kata
lain pada satu sisi kekurangan guru untuk program studi Al dan A2, sedangkan pada sisi yang lain kelebihan guru untuk
program studi A3. Untuk menangkal ketidakseimbangan ini
pihak yang berwenang dalam hal ini Kanwil Depdikbud
diper-lukan kemampuan dan kejelian dalam perencanaan kebutuhan
tenaga guru, dengan jalan mengadakan studi penjajakan pada
setiap sekolah dengan maksud untuk mendapatkan data akurat
mengenai mata pelajaran apa yang masih dibutuhkan selang
periode tertentu. Hal ini penting oleh karena data yang
diperoleh sangat mendukung proses perencanaan kebutuhan tenaga guru. Walaupun diakui bahwa rancangan kebutuhan
tenaga guru yang disusun masih bersifat usulan ke atas,
dan yang mengambil dicision adalah departemen pendidikan dan kebudayaan pada tingkat pusat. Akan tetapi, pusat
hanya menentukan secara kuantitatif kebutuhan tenaga guru,
dan yang menentukan mata pelajaran apa yang dibutuhkan dalam periode tertentu adalah Kanwil itu sendiri. Itu
oleh karena penetapan formasi pusat tentang kebutuhan
tenaga guru atas dasar pertimbangan "budget" negara. Namun
demikian penetapan formasi pusat tentang jumlah kebutuhan
guru dengan mata pelajaran tertentu dan kualifikasi ter
tentu dari tahun ke tahun cukup meningkat. Hal ini dise
babkan oleh karena adanya upaya-upaya kearah peningkatan
mutu dan efisiensi pendidikan.
Dalam rangka mengantisipasi kecenderungan perubahan
yang diakibatkan oleh pengaruh
enrolmen
dan
angka
partisipasi dari populasi yang memperoleh
kesempatan
pendidikan serta tingkat pertumbuhan murid yang naik kelas
dari jenjang yang satu ke jenjang berikutnya, pertumbuhan
siswa yang mengulang (repetation), serta siswa yang tidak
melanjutkan (drop out), maka Kanwil Depdikbud
perlu
mengadakan adaptasi terhadap perubahan tersebut, serta dapat mengambil langkah-langkah tindakan perencanaan
kebutuhan tenaga guru. Kecenderungan perubahan-perubahan
sebagai akibat dari pengaruh internal dan eksternal
merupakan suatu fenomena kedinamikaan fungsional yang
terus berkembang sesuai perkembangan yang ada. Dalam
rangka itulah diperlukan ketajaman dan kemampuan untuk
mengantisipasi pengaruh internal dan eksternal tersebut,
sehingga tidak menimbulkan kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan kenyataan. Apabila tidak diantisipasi
mengalami kesulitan dalam merencanakan kebutuhan guru
dalam periode tertentu dan kualifikasi tertentu pula.Ini
berarti bahwa dalam menyusun rencana kebutuhan guru tidak
hanya merujuk pada yang sudah "given" dari atas, tetapi
perlu melihat dan mengkaji kesenjangan antar bidang studi.
Dengan kata lain perlu mengsinkronisasikan dengan apa yang
disebut "top down planning" dan "buttom up planning".
Trend untuk mengestimasi kebutuhan guru itupun
dihadapkan pada kemampuan stock guru yang ada dengan jenis
dan kualifikasi tertentu yang sesuai dengan tuntutan
persyaratan yang diperlukan.
Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal Depdikbud
mengemukakan bahwa :
dasa^nvaadT\ k^Utuhan tena°a kependidikan pada
dasarnya dimaksudkan sebagai kegiatan memperkirakan
atau menentukan jumlah dan kualifikasi tenaga
kep^n-oind H^ ^^ diPerluka"
untuk
mencapaf tujuan
pendidikan secara optimal. Pada sisi lain nJt
ieDin oaik apabila sekaligus juga diperkirakan ri-i
s:trrss^srsupply tena-
--Dengan demikian jelaslah bahwa dalam mengestimasi secara sistimatis kebutuhan tenaga guru, perlu
memperkirakan supply tenaga guru dari lembaga penyedia
tenaga guru. Dalam rangka itulah diperlukan perencanaan
yang terpadu dengan didukung ketersediaannya informasi
mengenai jumlah kebutuhan guru di satu pihak dan
koordinasi dan kerja sama antara Kanwil Depdikbud dengan
IKIP/FKIP sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan.
Koordinasi dan kerja sama tersebut berbentuk
saling
memberi dan menerima informasi yang berhubungan dengan
tenaga guru, misalnya informasi yang berhubungan dengan
struktur program kurikulum IKIP/FKIP, jurusan-jurusan yang
tersedia, pertumbuhan enrolmen dan jumlah lulusan. Data-data tersebut seyogianya diketahui oleh Kanwil
Depdikbud. Sedangkan data yang berhubungan dengan berapa
jumlah calon guru yang akan dibutuhkan pada periode
tertentu dengan jenis dan kualifikasi tertentu perlu
diketahui oleh IKIP/FKIP. Dengan terjalin suatu koordinasi
dan kerja sama yang baik antara ke dua lembaga ini, maka
memungkinkan terpenuhinya kebutuhan guru baik secara
kuantitas maupun kualitas.
Secara empirik pengadaan guru tidak selalu sejalan dengan kebutuhan guru. Hal ini terjadi oleh karena kebutuhan dan pengadaan mempunyai konteks dan dinamika
sendiri-sendiri. Kebutuhan guru timbul berdasarkan
tuntutan dalam
hal
pengaruh
pertumbuhan
enrolmen,
pertumbuhan siswa yang naik kelas (promotion growth),
pertumbuhan siswa yang mengulang (repetition growth),
jumlah kelas belajar paralel, jumlah jam belajar untuk
murid, jumlah jam wajib mengajar guru dan beban belajar
dilakukan atas dasar tersedianya calon baik dalam jumlah maupun mutu, serta kemampuan budget negara. Dalam hal lain
upaya mengestimasi kebutuhan tenaga guru, maka aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan ialah indikator-indikator yang mempengaruhi perkiraan kebutuhan tenaga guru
sebagaimana yang dikemukakan oleh
Biro
Perencanaan,
Sekretariat Jenderal Depdikbud yaitu :
1. Faktor organisasi :
a. Disain/pola organisasi dan pekerjaannya.
b- Perluasan organisasi (termasuk kelas).
c. Rencana-rencana strategis. d. Anggaran dan,
e. Bertambahnya siswa
2. Berkurangnya tenaga yang ada :
a. Berhenti.
b. Pensiun dan,
c. Perkembangan teknologi. (1989: H)
Dari pandangan tersebut di atas dapat dikaji bahwa
ke dua faktor tersebut merupakan barometer untuk menentu
kan dan mengestimasi kebutuhan akan tenaga guru baik pada
kondisi sekarang maupun dimasa yang akan datang.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam upaya menentu
kan kebutuhan tenaga guru ialah sebagaimana yang
dikemukakan oleh Castetter ialah : planning, recruitment,
selection, induction, continuity, dan security. (1981:57).
Ini berarti bahwa Kanwil Depdikbud sebagai lembaga yang
bertanggung jawab terselenggaranya program pendidikan pada
setiap jenis dan jenjang pendidikan tidak terlepas dari
mempunyai arti yang spesifik. Hal ini disebabkan karena
Kanwil tidak saja dihadapkan pada upaya membina dan
mengawasi terselenggaranya program pendidikan di sekolah-sekolah, tetapi sekaligus berperan dalam mengantisipasi
kecenderungan perubahan yang terjadi dalam sistem
pendidikan, menuntut kemampuan para perencana pada tingkat
Kanwil untuk menyusun rancangan program pendidikan yang
layak dan sesuai dengan tuntutan perubahan tersebut.
Implikasi dari perubahan tersebut berdampak pada bagaimana
upaya-upaya yang dilakukan Kanwil Depdikbud sebagai
tero-bosan baru untuk selanjutnya dapat diaplikasi dal praktek-praktek perencanaan kebutuhan tenaga guru. Dal arti bahwa praktek-praktek perencanaan tersebut lebih
bersifat dinamis sesuai dengan tuntutan perkembangan yang
terjadi dalam sistem pendidikan. Ini berarti kedinamikaan
dari praktek perencanaan kebutuhan tenaga guru cenderung
melihat kendala-kendala sebab-sebab terjadinya
ketimpang-an-ketimpangan dalam manajemen tenaga guru disetia jenjang pendidikan. Dengan mengidentifikasi kendala-kenda
la yang ada, memungkinkan praktek perencanaan kebutuhan tenaga guru lebih bersifat fleksibel dan konprehensif
dalam menjawab tantangan perubahan.
Kenneth D Benne dan Max Birabaun mengemukakan
bahwa :
am
am
No institution or organization exemot f™
change... the planning ofchange has beco^ parrt of
the responsibility of management in all conSmporarv
institution, wheaher the task of the insti^Jt^n
±1
definedm terms of
health,
education"
social
welfaremdustrial production, or religious indictri-nasi. (B. Wongkar, 1989: 45)! indictri-Dari uraian di atas menegaskan bahwa tidak adainstitusi atau lembaga tertentu yang bebas dari perubahan.
Karena itu perubahan-perubahan tersebut perlu
direncana-kan.
Bennie, Benne and Chin mengemukakan tiga kemungkin-an strategi ykemungkin-ang dapat diterapkkemungkin-an dalam mengadakan
perubahan yaitu : rational-empirical strategy,
normal-re-educatice strategy, dan power-coecive strategy. (B.
Wong-kar, 1989 : 46).
Strategi rasional-empirik menjelaskan bahwa suatu
gagasan perubahan akan berhasil sepanjang terdapat
pening-katan kapabilitas terutama dalam pengambilan keputusan. Strategi kekuasaan yang dipaksakan ini beranggapan bahwa suatu perubahan dapat dilaksanakan berdasarkan
kekuasaan dari atas.
Dalam praktek perencanaan kebutuhan tenaga guru konsep strategi perencanaan yang dikembangkan Bennis dkk dapat dijabarkan secara operasional ke dalam rencana dan program kebutuhan tenaga guru.
4. Fungsi IKIP/FKIP sebagai Lembaga Penghasil Tenaga Guru
19
terdahulu bahwa kebutuhan tenaga guru terkait erat dengan
lembaga yang mensupply tenaga 'guru. IKIP/KIP sebagai
lembaga penghasil dan penyedia tenaga guru seyogianya peka
dan tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di
lapangan, dan juga lebih bersifat fungsional terhadap
perkembangan yang ada.
D.A. Tisna Amijaja mengemukakan tugas dan sasaran
ganda dari sistem pendidikan tenaga kependidikan adalah
sebagai berikut :
Pertama LPTK harus menghasilkan tenaga ahli
keSIrH^1^" TtUk bert"9as seba9ai 9uru atau tenaga
olnllitf r ^
5ePert± kDnselD^ administrator?
peneliti, dan tenaga ahli evaluasi. Orientasi disini
ialah tenaga kerja untuk pembangunan sehingga harus
dioerluka-n- nl hT^' **" kualifika- Yang tetul-tetul
diperlukan oleh lapangan kerja. Kedua. LPTK harus
diDatPdlaumh29TbanHkan ba9i ilmu Pendidi^n sehingga
dapat disumbangkan bagi ilmu pengetahuan dan dipakai
dalam pembangunan manusia, terutama di bidano
pendidikan. (1979: 2-3). ang
Sehubungan dengan tugas dan sasaran LPTK sebagai lembaga
penghasil tenaga guru telah digariskan pula dalam pedoman
pelaksanaan pembaharuan sistem pendidikan tenaga kependi
dikan sebagai berikut :
dirr^TI!1 tena9a ^rja LPTK harU5 mamP" membaharui
bitil-bi^?a mendatan9 sehingga para tamatannya
eft^ t mamP".^lakukan tugas secara efektif dan
hnJ ^ Imp,llkasinya ialah bahwa para lulusan terse-nvata d.T * JUn\lahnya unt"^ memenuhi kebutuhan
nvai kuJtf-r5yarakat dan mereka haru5 Pula
"»"»»>"-nyai kualifikasi yang tepat untuk melakukan tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka. (1979: 3).
Dengan demikian jelaslah bahwa fungsi IKIP/FKIP
mempunyai kedudukan dan misi yang spesifik. Hal ini
disebabkan karena IKIP/FKIP sebagai lembaga penyediaan
tenaga kependidikan tidak saja dihadapkan pada peranan
pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi,
tetapi
sekaligus berperan
dalam
menghasilkan
tenaga-tenaga
profesional kependidikan yang akan mempunyai andil yang
besar dalam mencerdaskan dan mentrampilkan
kehidupan
bangsa Indonesia. Disamping itu IKIP/FKIP sebagai lembaga
penyedia tenaga kependidikan penting untuk diperhatikan
dalam kaitannya dengan konsep pendidikan sebagai investasi
manusia. Dari sisi pandangan ini dapat dikaji dan
dianalisis berapa besar kontribusi IKIP/FKIP dalam upaya
menyiapkan tenaga-tenaga kerja yang profesional sesuai
tuntutan persyaratan lembaga pemakai jasa guru. Hal ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh Fakry Gaffar bahwa LPTK sebagai lembaga pendidikan tinggi yang harus "accountable"
terhadap produk yang dihasilkan bagi masyarakat, tidak
hanya menghasilkan output secara kuantitas saja, tetapi
output yang memenuhi syarat atau standard tertentu. (1987: 143) .
Akhir-akhir ini sering muncul isue yang menyatakan
bahwa output IKIP/FKIP kurang berkualitas dan belum dapat
sepenuhnya beradaptasi dengan pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya. Isue yang muncul kepermukaan ini
landasan dan misi serta tujuannya untuk mengetahui apakah
yang menjadi pegangan selama ini masih dapat dipertahankan
atau
dipergunakan
dalam
rangka
merespon
berbagai
tantangan-tantangan perubahan. Disamping itu IKIP/KIP
perlu menata kembali baik perangkat lunaknya
maupun
perangkat kerasnya. Dan hal yang penting ialah bagaimana menata keseluruhan aktivitas di IKIP/FKIP tumbuh dan
berkembang secara wajar, maka hal ini dapat memberikan kontribusi terhadap output yang relevan dan dapat memenuhi tuntutan persyaratan lembaga pemakai jasa guru. Jadi
disini IKIP/FKIP tidak saja menghasilkan tenaga-tenaga
guru dalam jumlah yang besar, tetapi juga output IKIP/KIP
benar-benar berkualitas.
Dengan demikian IKIP/FKIP dalam fungsinya sebagai
lembaga
penghasil
tenaga
guru
senantiasa
tanggap
mengantisipasi kecenderungan perubahan yang terjadi di
lapagan. Apa ter.lebih dengan munculnya era globalisasi
yang ditopang dengan kemajuan ilmu dan teknologi terutama
teknologi informasi yang menjadikan dunia ini sebagai satu
masyarakat yang terbuka, tidak terlihat lagi dinding-din-ding pembatas di dunia ini. Dampak dari keterbukaan ini
ialah terjadilah benturan nilai, oleh sebab nilai hidup
dari kebudayaan bangsa lain tidak selalu sejalan dengan
nilai budaya bangsa kita. IKIP/FKIP yang diberi tugas
tantangan untuk mengatasi benturan-benturan nilai yang
terasa mulai mengganjal generasi muda bangsa kita.
Dengan demikian untuk menghadapi
tantangan-tantang-an ini, maka isi pendidiktantangan-tantang-an IKIP/FKIP benar-benar dapat
membentuk watak dan kepribadian serta menjunjung tinggi
ilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Sebetulnya
globalisasi itu sendiri sebenarnya suatu peluang untuk
mengangkat harkat dan martabat bangsa kita, hanya saja kita dituntut kemampuan untuk mengendalikan dan
memamfaatkan globalisasi, seperti yang dikemukakan oleh
Fakry Gaffar bahwa :
krJ^T10;!1 9i°bal yang melanda kehidupan seperti
komputer dan teknologi komunikasi adalah alat yang
dapat memberikan kemudahan bagi manusia, bilamana te?nn^ me;9Ua5a\ keterampilan yang dituntut oleh
teknologi tersebut. (1991: 7).
Bertolak dari pandangan tersebut jelaslah bahwa
IKIP/FKIP mempunyai peranan
yang
spesifik
terhadap
tantangan-tantangan
globalisasi.
Isi
dan
program
pendidikan IKIP/FKIP benar-benar dapat mengikuti gerak
maju era globalisasi, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
luhur bangsa kita. Suatu pertanyaan mendasar yang dapat
dikemukakan ialah "sosok guru" yang bagaiamanakah yang
perlu disiapkan oleh IKIP/FKIP dalam menghadapi tantangan
globalisasi ? jawaban atas pertanyaan tersebut ialah sosok guru yang diharapkan adalah guru yang mampu menguasai ilmu
bangsa Indonesia, serta menjunjung tinggi nilai-nilai
budaya bangsa kita. Karena itu untuk merespon tantangan
ini, maka isi program pendidikan pada IKIP/FKIP dapat
berorientasi ke masa depan dan dapat mengendalikan peru
bahan. IKIP/FKIP sebagai lembaga yang bertugas menyiapkan
calon-calon tenaga pendidik, perlu menanamkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan yang memadai sesuai dengan tuntutan
lembaga pemakai jasa guru. Itulah sebabnya agar keluaran IKIP/FKIP dapat memenuhi tuntutan lembaga pemakai jasa
guru, maka IKIP/FKIP dihadapkan pada suatu upaya untuk
mengendalikan baik inputnya, proses, maupun outputnya. Kalau ketiga komponen ini tidak dikendalikan maka pemenuhan atas tuntutan pemakai jasa guru tidak akan
terpenuhi. Tuntutan-tuntutan yang disyaratkan oleh lembaga
pemakai jasa guru patut diterima oleh IKIP/FKIP. Apa yang
disyaratkan itu sebenarnya berupaya untuk meningkatkan
mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Performence guru memainkan peranan penting dalam kegiatan
belajar
mengajar,
walaupun
masih
banyak
lagi
komponen-komponen lain yang turut mempengaruhinya. Jadi jelaslah bahwa persyaratan yang dituntut itu merupakan hal yang wajar untuk diketahui dan dipenuhi oleh IKIP/FKIP.
Itulah sebabnya antara supply dan demand tidak dapat
pendidikan, kebodohan dan kemiskinan. Namun berdasarkan
pengamatan tampaknya kedua lembaga ini dalam eksistensinya
bekerja sendiri-sendiri dan tidak saling topang menopang
untuk pengembangan pendidikan. Hal ini demikian oleh
karena kedua lembaga ini dalam fungsi dan peranan tidak
saling mempengaruhi yang disebabkan karena masing-masing
lembaga mempunyai atasan yang berbeda, sehingga dalam
banyak hal terjadi silang pendapat dalam menanggulangi
masalah kebutuhan guru. Pada hal justru kedua lembaga ini
perlu menciptakan koordinasi dan kerja sama dalam upaya
mencari terobosan-terobosan baru untuk peningkatan mutu
dan efisiensi pendidikan.
Sehubungan dengan hal tersebut Pedoman Pelaksanaan
Pola pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan
mengatakan bahwa :
informlsf^t ^"^ "^ "^hendaki tersedianya
informasi ketenagaan yang tepat setiap tahun danproyeksi ketenagaan untuk beberapa tahun berikutny*
d^a? i"r°:mfBi tersebut P^encanaan
terpadu tidaV
d.pat dilakukan. Unit-unit departemen P San k dan
S;Sa?rmiat yan9,memerluk- tenaga kependidikan haJlrmasur^Sistr'H J"mlah
xermasuk distribusi menurut******
yan° mereka P«rlukan
ketenaqaan (niir„administrator, pembimbing, dan lain- an . ^enii
bidang studi (matematika, bahasa dan lam-lain)
Jenjang kualifikasi dan daerah-daerah penemplten"
LPTK harus pula siap dengan informasi tentanS
kemlm-puan untuk memenuhi keperluan yang lebih beSar aJau
yang berbeda dimasa mendatang. (1979: 3".
25
akan mendukung dalam pengambilan kebijakan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut "Apakah Perencanaan
Pendidikan pada Kanwil Depdikbud Sulawesi Utara dapat
Merespon Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Menengah Atas
(SMA)?"
Untuk mengkaji lebih mendalam permasalahan
tersebut, maka penelitian ini lebih difokuskan pada kebu tuhan guru (teacher demand) sekolah menengah atas dari
tahun 1986 hingga tahun 1990, dan proyeksi kebutuhan guru
sekolah menengah atas tahun 1991 hingga tahun 1995. Kemam puan penyediaan tenaga guru (teacher supply) sekolah
menengah atas (SMA) oleh IKIP/FKIP dari tahun 1986 hingga
tahun 1990, dan proyeksi penyediaan tenaga guru SMA oleh
IKIP/FKIP untuk periode tahun 1991 hingga tahun 1995.
Bertolak dari rumusan masalah dan fokus masalah dapatlah dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian
seba-gai berikut:
a. Apakah kebutuhan guru sekolah menengah atas
tahun 1986 hingga tahun 1990 di Sulawesi Utara dapat
ter-penuhi?
Asumsi yang digunakan untuk mengkaji permasalahan
perkelas (rata-rata kelas), banyaknya kelas paralel untuk
setiap kelas dan banyaknya program, banyaknya siswa yang
mendaftar dan diterima, banyaknya siswa perprogram (Al, A2
dan A3), tingkat pertumbuhan siswa yang naik kelas (pro
motion), tingkat pertumbuhan siswa yang mengulang (repeti
tion), tingkat pertumbuahan siswa yang tidak melanjutkan
(drop out), beban belajar siswa perminggu, beban mengajar
guru perminggu, serta beban belajar mata pelajaran
perminggu.
b. Apakah IKIP/FKIP dalam penyediaan tenaga guru
tahun 1986 sampai dengan 1990 dapat memenuhi kebutuhan
tenaga guru sekolah menengah atas di Sulawesi Utara?
Asumsi yang digunakan untuk mengkaji permasalahan
penyediaan tenaga guru sekolah menengah atas oleh IKIP/
FKIP ialah : banyaknya mahasiswa yang mendaftar dan dite
rima, banyaknya mahasiswa semester awal, banyaknya maha
siswa yang bertahan sampai dengan semester akhir, dan
banyaknya mahasiswa persemester berdasarkan program setiap
jurusan.c Proyeksi kebutuhan tenaga guru sekolah menengah
atas (SMA) dari tahun 1991 sampai dengan 1992 di Sulawesi
Utara.
Asumsi yang digunakan untuk mengkaji permasalahan proyeksi kebutuhan tenaga guru sekolah menengah atas
kelas untuk setiap program, proyeksi banyaknya siswa yang
mendaftar
dan
diterima,
proyeksi
banyaknya
siswa
perprogram (Al, A2, dan A3), proyk.i pertumbuhan siswa
yang naik kelas (promotion), proyeksi pertumbuhan siswa
yang mengulang (repetition), proyeksi pertumbuhan siswa
yang tidak melanjutkan (drop out), proyeksi kebutuhan
tenaga guru total, dan proyeksi kebutuhan tenaga guru
permata pelajaran.
d- Proyeksi penyediaan tenaga guru sekolah menengah
atas (SMA) dari tahun 1991 sampai dengan 1995 di Sulawesi
Utara.Asumsi yang digunakan untuk memproyeksi penyediaan
tenaga guru sekolah menengah atas oleh IKIP/FKIP ialah
proyeksi banyaknya calon mahasiswa yang mendaftar dan
diterima, proyeksi banyaknya mahasiswa semester awal, pro
yeksi banyaknya mahasiswa yang bertahan sampai semester
akhir, proyeksi banyaknya mahasiswa persemester berdasar
kan program setiap jurusan, serta proyeksi penyediaan
tenaga guru yang relevan dengan mata pelajaran pada
sekolah menengah atas sesuai dengan kurikulum yang
berla-ku.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah
dan
pertanyaan
penelitian, maka tujuan penelitian ini ditetapkan sebagai
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum diarahkan untuk memperoleh gambaran empirik mengenai upaya penyelenggaraan pemenuhan kebutuhan dan penyediaan tenaga guru sekolah
menengah atas (SMA).
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mendeskripsikan d<^n menganalisis data kebutuhan tenaga
guru sekolah me^ng^ atas (SMft) dar± tahun 19g6 h±ngga
1970.
b. Memproyeksi kebutuhan tenaga guru sekolah menengah atas
(SMA) untuk tahun 1991 hingga tahun 1995.
c Mendeskripsikan dan menganalisis data penyediaan tenaga
guru sekolah menengah atas (SMA) dari tahun 1986 hingga tahun 1990.
d. Memproyeksikan penyediaan tenaga guru sekolah menengah
atas (SMA) untuk tahun 1991 hingga tahun 1995.
D. Kegunaan Penelitian
Masalah kebutuhan tenaga guru sebenarnya sudah lama
mendapat perhatian dari berbagai pihak, baik pihak Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, perencana Pendidi kan, pemerintah daerah, dan para pakar pendidikan di Sulawesi Utara. akan tetapi pengkajian atas masalah kebutuhan tenaga guru tersebut secara integratif dan
dikalangan para pengelola pendidikan. Karena itu melalui
penelitian ini diharapkan :
1- Dapat digunakan untuk dipertimbangkan dalam proses
pembuatan serangkaian kebijakan pemenuhan kebutuhan tenaga
guru sekolah menengah atas (SMA).
2. Pengembangan disiplin ilmu administrasi
pendidikan
khususnya perencanaan pendidikan.
3. Penambahan pengalaman
dan wawasan ilmiah
serta
peningkatan karier akademik bagi penulis yang bertugas
sebagai tenaga pengajar di Perguruan Tinggi.
E. Kerangka Penelitian
Bentuk penelitian yang dilaksanakan ini adalah
deskriptif-analitik dengan pendekatan kualitatif.
Ada sejumlah asumsi dasar yang digunakan dalam
penyusunan kerangka penelitian, yaitu :
1- Perencanaan pendidikan perlu dan harus diterapkan pada
semua institusi pendidikan termasuk Kanwil Depdikbud.
2. Perencanaan kebutuhan tenaga guru sekolah menengah atas
pada Kanwil Depdikbud perlu memperhatikan kecenderungan
perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat.
3. Perencanaan kebutuhan tenaga guru sekolah menengah atas
dihadapkan pada pengidentifikasian kedinamisan penduduk
selama periode tertentu.
4. Perencanaan pendidikan pada Kanwil Depdikbud dihadapkan
30
sebagai konsekuensi dari demokratisasi pendidikan.
5. Kebutuhan tenaga guru sekolah menengah atas terkait
erat dengan tingkat kemampuan penyediaan tenaga guru oleh
IKIP/FKIP.
6. Rencana kebutuhan tenaga guru sekolah menengah atas
terkait erat dengan budget negara.
Bertolak dari beberapa asumsi tersebut, dapatlah
disusun kerangka penelitian yang
kemudian
dijadikan
kerangka acuan.
Secara skematik, kerangka penelitian ini dapat
PereneaaaanN
pada
Kanwil Dep-,
.dlkbud
fiU.|.rTjCfflT»JBrii«m
Apakah Perencanaan Pen—i
dldlkan pada Kanwil Dep dlkbud dapat aereepon kebutuhan tenaga Curu
Sekolah Kenengah Atas ?
t Kebutuhan Tenaga Curu
Sekolah Kenengah Ataa
Penyediaan Tenaga Gul ru Sekolah Uenengah
Kebutuhan Tenaga
Gu-* 1-11 SV1ru SMA TahunVat....* . 1nflf_
1990 1986
Proyeksi Kebutuhan Tenaga Curu SUA
Ta-hnn 1991-1995
Kemampuan Penyediaan vTenaga Curu oleh
IKIP/FKIP-tahun 1986
1990
Proyeksi Penyediaan
Tenaga Curu oleh
IKIP/PKIP tahun 199
[image:43.842.85.842.39.507.2]1225
.4
Gambar 1 kerangka penelitian
Apakah Kebutuhan
Tenaga-Curu SKA tahun 1986 -1990 di Sulawesi Utara
dapat teroenuh^ 7
Proyeksi Kebutuhan Tena ga Curu apakah yang di
perlukan untuk tahun 1991-199?
Apakah IKIP/PKIP dalam penyediaan tenaga guru
tahun 1986-1990 dapat
memenuhl kebutuhan guru
SMA dl Sulawesi Utara 1
Proyeksi Penyediaan Te
naga Curu S»A untuk Ta hun 1991-1995
PROSEDUR PENELITIAN
A. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer bersumber dari pengumpulan data secara
langsung di Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebu
dayaan. Data tersebut meliputi : beban mengajar guru per
minggu, beban studi siswa perminggu, rata-rata kelas, dan
program studi.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi di
Kanwil Depdikbud* IKIP Manado, dan FKIP Unsrat Manado.} Data
sekunder tersebut meliputi jumlah siswa yang diterima, jum
lah siswa yang naik kelas dari kelas I ke kelas II, dan
dari kelas II ke kelas III, jumlah siswa yang mengulang di
kelas I, II, dan III, jumiah guru yang ada, jumlah mahasis
wa jenjang D3 dan SI yang diterima pada semester awal,
jumlah" mahasiswa jenjang D3 dan SI yang bertahan sampai
semester akhir, serta jumlah lulusan jenjang D3 dan SI
untuk semua program studi.
B. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah
metode deskriptif-analitik dan kualitatif.
113
Metode deskriptif bersifat menjabarkan dan
mengurai-kan serta menafsirmengurai-kan tentang suatu peristiwa, proses yang
terjadi dalam konteks permasalahan. Karena itu metode des kriptif dimaksudkan juga bersifat evaluatif, untuk melihat
perkembangan secara periodik dari suatu sistem yang sedang
berjalan.
Disamping itu penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa per
tumbuhan kebutuhan tenaga guru tidak hanya dilihat dari
segi kuantitatif saja, akan tetapi kebutuhan tenaga guru
tidak dapat dipisahkan dengan aspek kualitas tenaga guru
itu sendiri.
2. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan ialah
sebagai berikut :
a. Studi Dokumentasi
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dan
informasi tentang kebutuhan dan penyediaan tenaga guru,
seperti : jumlah guru yang ada, jumlah siswa yang diterima
di kelas I, jumlah siswa yang naik kelas, mengulang, tidak melanjutkan, jumlah mahasiswa jenjang D3 dan SI yang di terima pada semester awal, jumlah mahasiswa jenjang D3 dan
si yang bertahan sampai semester akhir dan jumlah lulusan.
114
Teknik ini digunakan untuk menggali dan memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang kebutuhan dan penye
diaan tenaga guru. Wawancara dilakukan dengan kepala bagian
perencanaan, Kabid Dikmenum, kepala bagian kepegawaian di
lingkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi Utara, dan kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan IKIP dan Unsrat
Manado.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini ialah peneliti sendiri. Dalam arti peneliti sendiri yang langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data dan informasi tentang kebutuhan dan penyediaan tenaga guru. Disamping instrumen
utama, maka untuk menghemat waktu, biaya, dan tenaga digu
nakan sejumlah instrumen pembantu dalam melakukan studi
dokumentasi. Alat tersebut berupa format yang digunakan
untuk pengumpulan data. Demikian halnya dalam wawancara telah dipersiapkan beberapa pertanyaan penelitian.
D. Formula-formula yang Digunakan untuk Analisis Data
Pendekatan yang digunakan dalam pengolahan dan ana
lisis data adalah "mathematical equations approach". Oleh
. , ,_ 115
sejumlah formula persamaan matematis yang digunakan yang
keseluruhannya berjumlah 16 formula yaitu :
1. Pertumbuhan Enrolmen
<\ MB, . MB
pm- = ti - "°ti-l t .
xlo° (Formula 1)
r,Bti-l
Di marie
pm - pertumbuhan jumlah murid
63,• •_ti - murid baru tahun sekarang
m"b\ . •
tx-1- murid baru tahun sebelumnya
'.) Pertumbuhan jumlah siswa yang naik kelas
^ =
I
P ti
2 Mti-1
100 (Formula 2)Di mana:
pm = pertumbuhan jumah siswa yang naik kelas
1
Pt.= jumlah murid yang nai kelas pada tahun
sekarang2 pti= Jumlah murid tahun sebelumnya
3) Pertumbuhan jumlah murid yang mengulang
pm = 1 Rti
116
Di mana:
pm = pertumbuhan jumlah murid yang mengulang
L ti - Jumlah murid yang megulang pada tahun sekarang
*- ri 1 - jumlah murid tahun sebelumnya
4) Pertumbuhan jumlah murid yang tidak melanjutkan:
*"" = ^ ti
~V~7 ;: 1C,U (Formula 4)
Z ti-i
Di mana:
pm = pertumbuhan jumlah murid yang tidak
melanjutkan
)D0, . _ .
L ti - jumlah murid yang drop out pada tahun sekarang
y rv , •
La ti 1- jumlah murid tahun sebelumnya
5) Pertumbuhan jumlah murid yang rnasuk program A , A^,
dan A_
O
(P)
pm* = Y nn
L A , A„. A, ..
1 2- j. ti _.
TT " — x 10° (Formula 5)
Z ti-i
Di mana:
P^
= pertumbuhan jumlah murid yang masuk
program A , A„, dan A„
117
ZA ,A0,A_.._ . . . .
1 *• --ti- jumlah siswa yang masuk program A ,
A„, dan A„
/ ^ti-1 = JLlfr,^ah siswa tahun sebelumnya
Formula 1, 2, 3, 4, dan 5 dikembangkan dari
formula perhitungan pertumbuhan murid dari Group Training
Course in Educational Planning and the Application of the
Education of the Educational Simulation Model, Unit 7 dan
Unit S (1974: 9-12).
6) Jumlah kebutuhan guru permata pelajaran. tahun 1986 hingga tahun 1990, dan proyeksinya untuk tahun 1991
hingga 1995
y<Bb .+Bb ) x JKBP
L sgj. sqn
I
GPM
=
24 (Formula 6)
Di mana:
2GPM = jumlah guru permata pelajaran
Bbsgi= beban belajar semester ganjil Bbsgn= beban belajar semester genap
JKBP = jumlah kelas belajar paralel
7) Jumlah kebutuhan guru perprogram
^-\
^t =~-^KBP
(Formula 7)
JS
Di mana:
j. = kebuxunan guru perprogram
118
JM = jumlah jam pelajar perminggu untuk murid
P -
-^ - Jumlah jam wajib mengajar untuk guru
8) Perubahan kebutuhan guru permata pelajaran tahun 1986
hingga tahun 1990, dan proyeksinya untuk tahun 1991
h'ingga tahun 1995.i = n
KG = Y (KG" - fn i
n £=i tjL ti-l} • (-formula 8)
Di mana:
n perubahan jumlah kebutuhan/ guru selama n
tahun
K6ti = Jumlan kebutuhan guru pada tahun ti
KG,ti-l= Jurolah kebutuhan guru pada tahun sebelumnya
9) Jumlah kebutuhan guru bimbingan dan penyuluhan
ge£ - J^160 (Formula 9)
Di mana:
GBP= guru bimbingan dan penyuluhan
JM = jumlah murid
10) Proyeksi kebutuhan guru perprogram
jp. Jf^ M
> «fG AIf (Formula 10)
Di mana:
KGt- jumlah kebutuhan guru pada tahun t
JM = jumlah jam pelajaran perminggu untuk murid
H = jumlah murid
119 Formula 10 ini berserta dengan formula 6, 7, dan 8
diambil dan dikembangkan dari formula perhitungan jumlah
kebutuhan guru dari Hectort Correa dengan notasi dalam
bahasa Indonesia (1969: 177)
11) Proyeksi jumlah murid kelas I SMA
(k) (k)
Mt+n= ^ Mt (Formula 11)
Di mana:
(k )
"t n= proyeksi murid kelas I pada tahun t+n
plri = pertumbuhan jumlah murid kelas I
(k)
I"' t = jumlah murid kelas I pada tahun t
Formula 11 ini disusun berdasarkan pada metode
kerja yang digunakan oleh Alfredi Liu dalam Grade-Cohort
Method yang pada dasarnya adalah mengadakan proyeksi
jumlah murid kelas perk elas. Untuk proyeksi jumlah murid
dijelaskan bahwa pertumbuhan•jumlah mudrid kela I dapat
dilihat dari perbandingan jumlah murid kelas I tahun
tertentu denganjumlah murid kelas I tahun sebelumnya.
Formula ini digunakan dengan asumsi bahwa
pertumbuhan jumlah murid kelas I untuk tahun-tahun
mendatang sama dengan pertumbuhan rata-rata jumlah murid
kelas I selama tahun-tahun yang lalu.
12) Proyeksi jumlah murid kelas II/I 11 SMA
(k+1) (k-1)
12GT
Di mana:
(k+1)
M t+n= proyeksi julah murid kelas k+1 pada tahun
t+n
pa = proporsi jumlah murid kelas sebelumnya yang
masuk ke kelas yang bersangkutan
(k-1
M , = jumlah murid kels sebelumnya pada tahun
sebelumnya ^
Formula 12 ini juga disusun berdasarkan
Grade-Cohort Method yang dikembangkan oleh Alfred Li dan
dalam hal ini digunakan proporsi jumlah. murid kelas I
yang masuk kelas II dan proporsi jumlah murid kelas II yanq masuk kelas III berdasarkan ketersediaan data yang
oleh Alfred Liu diistilahkan dengan retention ratios.
b. Kemampuan penyediaan tenaga guru SMA oleh IKIP/FKIP
tahun 1986 hingga tahun 1990, dan proyeksinya untuk tahun
1991 hingga tahun 1995.
13) Jumlah penyediaan tenaga guru SMA oleh IKIP/FKIP
PGj = L - SlJ (Formula 13)
Di mana:
PG = jumlah penyediaan tenaga guru SMA oleh
t
IKIP/FKIP pada tahun t
L = jumlah lulusan IKIP/FKIP pada tahun t
Su = jumlah lulusan yang tidak menjadi guru. Apbalia menjadi guru semua, maka SU dinyatakan
121
Formula 13 ini dikembangkan berdasarkan pengakuan atas fungsi IKIP/FKIp sebagai pengahasil tenaga guru, sehingga jumlah lulusan setiap tahun merupakanjumlah penyediaa awal atau stock penyediaan tenaga guru oleh
IKIP/FKIP yang bersangkutan. Dalam perhitungan seperti
yang dikembangkan oleh Hector Correa, maka penyediaan tenaga quru oleh IKIP/FKIP didasarkan atas jumlah lulusan
ItUP/FklP, stock penyediaan tenaga guru. Kemudia
untuk menghitung berapa jumlah lulusan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nyata di lapangan, maka jumlah
lulusan merupakan indikator utama. Sedangkan jumlah lulusan yang tidak menjadi guru dinyatakan dengan" nilai
0. Dalam arti diperkirakan semua lulusan IKIP/FKIP dapat
menjadi guru.
14) Pryeksi jumlah mahasiswa semester awal.
t+n Pcl Ct+n (Formula 14)
Di mana:
"Ht+n~ Pr°yeksi jumlah mahasiswa semester awal pada .
tahun t+n
p* ~ proporsi jumlah calon mahasiswa yang
diterima masuk di IKIP/FKIP
Ct+n = ProV'eksi calon mahasiswa pada t+n
Jalan fikiran yang digunakan formula 14 ini bahwa
122
diterima, sebvab itu"" un+,,1-untuk mengadakan
proeksijurrdahmahasiswa yang diterima pada semester awal
dalam setiap tahun, digunakn proporsi calon mahasiswa
yang diterima masuk di IKIP/FKIP dengan asumsi bahwa
IKIP/FKIP untuk tahun-tahun
mendatang
5ama dengan
proporsi rata-rata calon mahasiswa yang diterima masuk di
IKIP/FKIP selama tahun-tahun lalu.
15) Proyeksi jumlah mahasiswa semester akhir
^(s+n) (x)
MWt+n = SB fiflt (Formula 15)
Di mana:
hHt+,-T Pr°yek51 Jumlah mahasiswa semester akhir
pada tahun t+n
••> _
po - proporsi jumlah mahasiswa semester awal yang
bisa bertahan sampai semester akhir
f*'-'t - Jumlah mahasiswa semester awal pada tahun t
Formula 15 ini disusun berdasarkan pengalaman
selama ini bahwa walaupun telah diterapkan sistem kredit dalam arti tidak lagi menurut sistem tingkah tidak semua
mahasiswa dari semester I berhasil bertahan sampai
semester akhir. Karena itu untuk mengadakan proyeksi jumlah mahasiswa semester akhir dari suatu angkatan untuk tahun tertentu digunakan proporsi mehasiswa semester awal
yang dapat bertahan sampai semeseter akhir dengan asumsi
123
bertahan sampai semester akhir untuk tahun-tahun
mendatang sama dengan proporsi rata-rata mahasiswa
semester awalyang dapt bertahan sampai semester akhir
selama tahun-tahun yang lalu.
16) Proyeksi penyediaan tenaga guru SMA oleh IKIP/FKIP
^t+n= Lt+n "^t+n =
^
^I^"
®
<Fo™u** ">
Di mana:
PG = proyeksi jumlah penyediaan tenaga guru SMA
oleh IKIP/FKIP pada tahun t+n
L, = proyeksi jumlah lulusan IKIP/FKIP pada t+n
tahun t+n
pi = proyeksi jumlah mahasiswa semester akhir
yang lulus dalam ujian akhir <