• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN TENAGA KEPENDIDIKAN GURU SEKOLAH MENENGAH ATAS: Suatu Studi tentang Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Guru Sekolah Menengah Atas dari Tahun 1986-1990 dan Tahun 1991-1995.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERENCANAAN TENAGA KEPENDIDIKAN GURU SEKOLAH MENENGAH ATAS: Suatu Studi tentang Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Guru Sekolah Menengah Atas dari Tahun 1986-1990 dan Tahun 1991-1995."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN TENAGA KEPENDIDIKAN GURU SEKOLAH MENENGAH ATAS

Suatu Studi tentang Kebutuhan dan Penyediaan

Tenaga Guru Sekolah Menengah Atas dari

Tahun 1986-1990 dan Tahun 1991-1995

T E S I S

Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung Memenuhi Sebagian Syarat Program Pasca Sarjana

Bidang Studi Administrasi Pendidikan

Olehi

EDUARD J. LENGKONG

NIM: 8932097/XXM3

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BANDUNG

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH TIM PEMBIMBING

c^sL.

Prof. Dr. ACHMAD SANUSI, SH, MPA

Dr. H. MOH. F M.Ed

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

B A N D U N G

(3)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL

""""" •-- i

HALAMAN PERSETUJUAN

- --- 11

KATA PENGANTAR

111 PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH vi

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

xxi 1

DAFTAR TABEL

xxiii

DAFTAR GRAFIK

" xxiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

1. Potret Pendidikan dan Permasalahan ... i 2. Kajian tentang Kemajuan-kemajuan Pen

didikan di Sulawesi Utara 7

3. Pentingnya Data Kebutuhan Tenaga Guru." io

4. Fungsi IKIP/FKIP sebagai Lembaga

Peng-hcisil Tenaga Guru _ 1S

B. Rumusan Masalah 25

C. Tujuan Penelitian -,-,

D. Kegunaan Penelitian

-,,-E. Kerangka Penelitian ^,0

BAB II KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN TENAGA GURU 32

A. Konsep Dasar Kebutuhan 'dan Penyediaan

Tenaga Guru -,„

B. Konsep Keseimbangan Antara Kebutuhan""dan

Penyediaan Tenaga Guru , •

C. Fungsi Administrasi Personil dan Perenca

naan Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 76 D. Beberapa Pendekatan dalam Perencanaan

Pendidikan „,

E. Proses dan Evolusi Perencanaan Tenaga Ke- *~~

pendidikan 99

(4)

F. Beberapa Studi Empirik Terdahulu Berke

naan dengan Perencanaan Tenaga Kependi

dikan guru Sekolah Menengah Atas 108

BAB 111 PROSEDUR PENELITIAN li2

A. Sumber Data -j^

B. Metode dan Teknik Pengumpulan Data 112

C. Instrumen Penelitian 114

D. Formula-formula yang Digunakan Untuk Ana

lisis Data . li4

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI 125

A. Hasil Penelitian mm 125

i. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene

ngah Atas (SMA) selama Periode Ta

hun 1986 Hingga 1990 125

a. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene

ngah Atas (SMA) di Kodya Manado 125

b. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene

ngah Atas (SMA) di Kodya Gorontalo. 130

c. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene

ngah Atas (SMA) di Kabupaten Goron

talo

d. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene ngah Atas (SMA) di Kabupaten

Mina-hasa _ _

e. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene

ngah Atas (SMA) di Kabupaten Satal. 145 f. Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene

ngah Atas (SMA) di Kabupaten

Bol-mong 150

2. Proyeksi Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 1991 sampai

dengan 1995 15a

3. Penyediaan Tenaga Guru Sekolah Mene

ngah Atas (SMA) oleh IKIP/FKIP Selama

Periode Tahun 1986 hingga 1990 166

4. Proyeksi Penyediaan Tenaga Guru Seko

lah Menengah Atas (SMA) untuk Tahun

1991 Hingga 1995 170

B. Diskusi tentang Kebutuhan dan Penyedia

an Tenaga Guru 173

jL

135

140

(5)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 182 - 182 A. Kesimpulan B. Rekomendasi - 190

DAFTAR KEPUSTAKAAN 1<?

Lampiran I Surat Ijin Penelitian dari Direktorat

Sosial Politik Sulawesi Utara 199

Lampiran II Surat Rekomendasi Penelitian dari

Kan-wil Depdikbud Sulawesi Utara 200

Lampiran III Surat Keterangan Ijin Penelitian dari

IKIP Manado 2Q1

Lampiran IV Surat Ijin Penelitian dari Universitas

Sc*m Ratulangi Manado 202

Lampiran V Hasil Analisis Data 203

1 Jumlah Siswa Per Kelas dan yang Mengulang, Ko

dya Manado Tahun 1986-1990 . . . . ^^ 2 Tingkat Pertumbuhan Murid Baru Kelas I Tingkat

Naik Kelas (Promotion),Tingkat Menqulang (Repe tition), Tingkat tidak Melanjutkan (Drop Out),

Prosentase Penjurusan Al, A2, A3 204

3 Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru Per Bidang

Studi. di Lingkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi

Utara, Kodya Manado Tahun 1986-1990 205-209

4 Data Perkembangan Banyaknya Kelas Per Program^

Al, A2, A3, Kodya Manado Tahun 1986-1990 210

5. Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru Per Program

Al, A2, A3, Kodya Manado tahun 19S6-1990 -?n

6. Proyeksi Jumlah Siswa dari Tahun 1991-1995,"

Jumlah Siswa yang Mengulang, Kodya Manado ..."! 212

7 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Berdasar kan Mata Pelajaran, Kodya Manado Tahun

1991-1995

a d , .M': 213-217

8 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Berdasar-Proyeksi Jumlah Siswa, Kodya Manado Tahun

1991-1995

9 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Al, A2"

Berdasarkan Proyeksi Jumlah Siswa Kodya'

Manado Tahun 1991-1995 o19

10 Perhitungan Standard Optimum

Per""Kelas/fing-kat, Kodya Manado Tahun 1991-1995 -vj0

11 Jumlah Siswa Per Kelas dan yang Mengulang," "Ko

dya Gorontalo Tahun 1986-1990 -?21

12 Tingkat Pertumbuhan Murid Baru Kelas ifingkat

Naik Kelas (Promotion),Tingkat Mengulang (Repe

tition), Tingkat tidak Melanjutkan (Drop Out) Prosentase Penjurusan Al, A2, A" '

218

io •---... "?V>

(6)

13 Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru Per Bidang

Studi di Lmgkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi

Ut<=tra, Kodya Gorontalo Tahun 1986-1990 t^_-?->7

14 Data Perkembangan Banyaknya Kelas Per'program^"

Al, A2, A3, Kodya Gorontalo Tahun 1986-1990 ooS

15. Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru Per Program

Ai, A2, A3, Kodya Gorontalo tahun 1986-1990 ,. 229

16. Proyeksi Jumlah Siswa dari Tahun 1991-1995" Jumlah Siswa yang Mengulang, Kodya Gorontalo *~' 1/ Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program

Berdasar-1991-199-, Pelajaran' KodVa Gorontalo

Tahun

18 Proyeksi Kebutuhan ""Guru "per ""program'serdasar-231""23

1991-1995JUmlah S±SWa' Kodya Gorontal° Tahun

19 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program" Al " A''" Berdasarkan Proyeksi Jumlah Siswa, Kodya' Go

rontalo Tahun 1991-1995 ^ -,^-,

20 Perhitungan Standard Optimum Per"" Kelas/Tinq- ""' kat, Kodya Gorontalo Tahun 1991-199 5 " ->-• 21 Jumlah Siswa Per Kelas dan yang "Mengulang,"

cabup^ten Gorontalo Tahun 1986-1990 " o^-~ 22 Tingkat Pertumbuhan Murid Baru Kelas"I Tingkat

Naik ,.!;:ela5 «Promotion), Tingkat Mengulang

^Repetition), Tingkat tidak Melanjutkan (Drop

Dux), Prosentase Penjurusan Al, A2, A3 .... o4r,

Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru' Per "Bidang

-tudi di Lmgkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi

utdra' Kabupaten Gorontalo Tahun 1936-1990 -?4l--?4=i

Data^Perkembangan Banyaknya Kelas Per Program"

Al, h2, A;., Kabupaten Gorontalo Tahun

1986-1990

Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru""Per"Program

f-<l, A^, ho., Kabupaten Gorontalo tahun

1986-1990

26. Proyeksi Jumlah Siswa dari Tahun 1991-1995"

Jumlah Siswa yang Mengulang, Kabupaten Goron

talo

27 Proyeksi Kebutuhan Guru Per""program"Berdasar

kan Mata Pelajaran, Kabupaten Gorontalo Ta

hun 1991-1995

^49--5-23 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Berdasar-*"

Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten Gorontalo Tahun 1991-1995

29 Proyeksi Kebutuhan Guru Per "Program" "aiV"a2," Berdasarkan Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten

Gorontalo Tahun 1991-1995 \ ^,=5

30 Perhitungan Standard Optimum

Per""Kelas/Ting-kat, Kabupaten Gorontalo Tahun 1991-1995 o56

(7)

31 Jumlah Siswa Per Kelas dan yang Mengulang,

Kabupaten Mmahasa Tahun 1986-1990. 257

32 Tingkat Pertumbuhan Murid Baru Kelas"I"Tinqkat

^ +K!laE\ (Prom°tion), Tingkat Mengulang

(Repetition), Tingkat tidak Melanjutkan (Drop

Out), Prosentase Penjurusan Al. A2, A3 ^g *'~' ^!r!;,lt"n9an Kebut"h*n Tenaga Guru Per "sidanq

Studi di Lmgkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi

-a n !ra'r,KabuPaten "inahasa Tahun 1986-1990 259-263

ff V

1990

^embanHa" Bany*kny* Kelas Per Program

kabupaten Minahasa Tahun

1986-35" A?rhioun2r je^uhan""Tinaia"^u;u"p;;"prog;;m

264

1990 Kabupaten Minahasa tahun

1986-36. Proyeksi Jumlah Siswa "dari""Tahun""1991-1995* ^^ Jumlah Siswa yang Mengulang, Kabupaten

Mina-hasa ,

37 Proyeksi Kebutuhan "gupu"

'Per

"program""serdasar-

^

^an "ata PelaJ'aran, Kabupaten Minahasa Ta

hun 1991-1995 „._

38 Proyeksi Kebutuhan "suru* "per "program" "Berdasar-"*7"271

Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten Minahasa

Tahun 1991-1995 ^ „

39 Proyeksi Kebutuhan Guru""per"program"*A1"""a^"

272

Berdasarkan Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten

Minahasa Tahun 1991-1995

oy-40 Perhitungan Standard Optimum" Per" "Kelas/Ting-

"

'~'

kat, Kabupaten Minahasa Tahun 1991-1995 ->?*

41 Jumlah Siswa Per Kelas dan yang Mengulang,"

kabupaten Satal Tahun 1986-1990 o7^

42 Tingkat Pertumbuhan Murid Baru Kelas"I"Tingkat ?2(Repetition), Tingkat tidak Melanjutkan (Drop+.^la5 <P™°tion), Tingkat Mengulang

uutj, Prosentase Penjurusan Al, A2, A3 o7a

43 Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru' Per "Bidang

Studi di Lmgkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi

Utara, Kabupaten Satal Tahun 1986-1990... ^77-^ai

Sfta ^rkemban9an Banyaknya Kelas Per Program

1990 ' A3' KabuPaten Satal Tahun

1986-45. Perhitungan Kebutuhan""fenaga'Guru"Per"Program

^

1990

* A°'' Kab"Paten

Satal

tahun

1986-46. Proyeksi Jumlah "siswa "dari """fahun ""1991-1995"

^

Jumlah Siswa yang Mengulang, Kabupaten Satal ." 284

47 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program

Berdasar-1991-1995 Pelajaran> Kabupaten

Satal Tahun

285-289

(8)

48 Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program

Berdasar-l^-i?95JUmlah S±5Wa' KabuPaten Sa*al Tahun

49 Proyeksi Kebutuhan Guru""per"program""Al"""A^"

29°

Berdasarkan Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten'

Satal Tahun 1991-1995 .,„

50 Perhitungan Standard Optimum

Per""Kelas/Ting-kat, Kabupaten Satal Tahun 1991-1995 090 51 Jumlah Siswa Per Kelas dan yang Mengulang,"

Kabupaten Bolmong Tahun 1986-1990 .. 0oT

52 Tingkat Pertumbuhan Murid Baru Kelas"I""Tingkat

?aik +.KBla5 (Promotion), Tingkat Mengulang

(Repetition), Tingkat tidak Melanjutkan (Drop

Uut), Prosentase Penjurusan Al, A2, A3 o94

53 Perhitungan Kebutuhan Tenaga Guru Per "Bidang

Studi di Lingkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi

Utctra, Kabupaten Bolmong Tahun 1986-1990 -79=5-099

54 Data Perkembangan Banyaknya Kelas Per Program" " *~

1990A2"* A°' KabuPaten

Bolmong Tahun

1986-55. Perhitungan Kebutuhan Tenaga""Guru""Per"Program

*°°

A990A2' A3' KabuPaten

Bolmong

tahun

1986-56. Proyeksi Jumlah Siswa dari" Tahun""1991-1995"

"01

Jumlah Siswa yang Mengulang, Kabupaten Bol

mong Tahun 1991-1995 -^.^

57 Proyeksi Kebutuhan Guru

Per"program"serdasar-1991-199? Pelajaran' Kabupaten Bolmong Tahun

58 Proyeksi Kebutuhan Guru""Per""program'Berdasar-'0"'0'

Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten Bolmonq Ta

hun 1991-1995

59 Proyeksi Kebutuhan Guru Per "program" "a! """A^"

""^

Berdasarkan Proyeksi Jumlah Siswa, Kabupaten

Bolmong Tahun 1991-1995 ^-Q

60 Perhitungan Standard

Optimum'per""Kelas/Ting-kat, Kabupaten Bolmong Tahun 1991-1995 . ?io

61 Jumlah Mahasiswa Jenjang D3 dan SI Semester " "

Awal Berdasarkan Jurusan yang Relevan dengan

Mata Pelajaran di SMA Tahun 1986-1990 ... ^±1 62 Jumlah Mahasiswa Jenjang D3 dan SI Semester

Akhir Berdasarkan Jurusan yang Relevan dengan

Mata Pelajaran di SMA Tahun 1986-1990 31o 63 Jumlah Mahasiswa Jenjang D3 dan SI "semester

Akhir dan Lulusan Berdasarkan Jurusan yang

?SofVf™den9an Mata Pelajaran di SMA TahunItoo-1990 ... -,_

-•-... 313

(9)

64 Proyeksi Jumlah Mahasiswa Jenjang D3 dan SI

Semester Awal Berdasarkan Jurusan yang Rele van dengan Mata Pelajaran di SMA Tahun

1991-65 Proyeksi Jumlah Mahasiswa JenJang "ds""dan" SI Semester Akhir Berdasarkan Jurusan yang Rele

van dengan Mata Pelajaran di SMA Tahun

1991-1995 w

66 Proyeksi Penyediaan Guru Berdasarkan""Jurusan

yang Relevan dengan Mata Pelajaran di SMA Ta

hun 1991-1995

xxi

314

>15

(10)

DAFTAR GAMBAR

halaman

1. Kerangka Penelitian ..

3i

2. Keterkaitan antara Demand dan Supply 76 3. Wilayah Kerja Administrasi Pendidikan 78

4. Perspective of Multiyear Human Resources Planning for an Education

86 5. Human Resources Planning Dimension and Assumption 87

(11)

DAFTAR TABEL

halaman

1. Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pel;Lajaran 129

.... 130

3. Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pelajaran 134 4. Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, dan A3 135 5. Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pelajaran 139 6. Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, dan A3 i40 7. Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pelajaran 144 8. Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, dan A3 145 9. Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pelajaran 149

10. Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, dan A3 i50

11. Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pelajaran 154 12. Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, dan A3 155 13. Rekapitulasi Kebutuhan Tenaga Guru i57 14. Proyeksi Kebutuhan Tenaga Guru Per Mata Pela

jaran Tahun 1991-1995 .,-.

15. Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, A3

Kodya Manado, Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo. 164 16. Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, A3

Kabupaten Minahasa, Satal, Bolmong Tahun

1991-1995 ...

164

17. Proyeksi Kebutuhan Guru Per Program Al, dan A2

Tahun 1991-1995 1Q. Lulusan IKIP/FKIP

""""""""••••"••"•*"•-• lo7

19 Proyeksi Penyediaan Tenaga Guru Sekolah Menengah

Atas

" 171

2. Kebutuhan Guru Per Program Al, A2, dan A3

(12)

halaman

1. Pertumbuhan Jumlah Siswa Tahun 1986-1990 . 156 2. Pertumbuhan Kebutuhan Guru Tahun 1986-1990

3. Proyeksi Kebutuhan Guru Tahun 1991-1995

4. Lulusan IKIP/FKIP Tahun 1986-1990 170

5. Proyeksi Penyediaan Tenaga Guru 172

6. Proyeksi Penyediaan dan Kebutuhan Guru i72

xxiv

156

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam bagian ini dikemukakan sejumlah pokok

pikir-an ypikir-ang melatar belakpikir-angi terhadap masalah ypikir-ang dipilih.

1. Potret Pendidikan dan Permasalahan

Pendidikan adalah pembangunan bangsa dan

pembangun-an bpembangun-angsa adalah pembpembangun-angunpembangun-an mpembangun-anusia seutuhnya. Pembpembangun-angun an manusia totalitas inilah yang harus menjadi tujuan pendidikan di Indonesia, sebab hanya dengan tujuan inilah

kelestarian keberadaan bangsa kita yang besar akan dapat

bertahan.

Pengertian manusia totalitas dalam dunia pendidikan mengandung arti bahwa keseluruhan aspek kemanusiaan anak didik harus mendapat perhatian dan menjadi pangkal tolak

pengembangan program pendidikan. Jadi pendidikan sebagai

salah satu upaya mempersiapkan manusia untuk memiliki daya dan kemampuan serta mampu menghadapi realitas kehidupan.

(14)

Sementara itu menurut Sastrapratedja mengemukakan

manusia dalam menghadapi realitas hidupnya adalah sebagai

berikut :

Manusia selalu memiliki model kognitif tentang ke-riT^faK' Van9 merySbabkan apa bentuk kemanusiaan yang

kan htH^"- ""k11"^Pa h±dUP lni dan apa Van9

^njlTl-kan hidup mi berharga. Dengan demikian, ditemu^njlTl-kan

di^agaH "^."topia: *a=a depan macam apakah yang

dikehendaki? disini kita mendapatkan arti dari segala

macam mitos: memberi makna dan orientasi pada hidup

(Dick Hartoko, 1990 : 15). p

Berdasarkan hal tersebut di atas, manusia adalah

makhluk badani, dan sebagai makhluk badania dia harus

men-jalankan hidupnya, harus bersikap. bertindak dan bekerja

untuk mengolah hidupnya. Drijakara menambahkan konsep ma nusia dalam eksistensinya adalah :

Badan manusia itu semula tak berdaya, sehinqqa

seluruh manusia tak berdaya karenanya. Daya-daya San

kemampuan-kemampuan insani hanya tumbuh lambat laun

dengan dan dalam pertumbuhan badan. Anak kecil belum bisa berfikir, karena otaknya belum berkembang. Dan

karena itu dia juga belum bisa bertindak sebagai

manusia (1990 : 19). y A

Berdasarkan uraian tersebut di atas, untuk

mengem-bangkan daya-daya dan kemampuan-kemampuan insani diperlu-kan pendididiperlu-kan. Drijarkara berpendapat bahwa mendidik

selalu berarti mendidik badan (sebetulnya bukan hanya

badan, tetapi badan sebagai bentuk konkritnya dari

kema-nusiaan).

Mengenai pendidikan, Ki Hajar Dewantara mengungkap

(15)

Pendidikan Jang hidup di segala machluk terdapat

sebagai laku-kodrat (instinct), dalam hidup manusia

jang beradap bersifat usaha kebudayaan. Pendidikan jang berlaku instinct itu berupa pemeliharaan terha

dap kanak-kanak, serta latihan-latihan tingkah laku

agar anak-anak itu kelak sanggup dan mampu

melaksana-kan segala apa jang perlu untuk hidup dan

penghidup-annya. Pendidikan sebagai usaha kebudayaan bermaksud

memberi tuntunan di dalam hidup bertumbuhnja tubuh jiwa kanak-kanak, agar kelak dalam garis-garis kodrat

pnbadmja dan pengaruh segala keadaan yang

mengeli-lmgi dinnja kanak-kanak dapat kemajuan dalam

hidup-nja lahir dan batin, menuju ke arah adap-kemanusiaan

(Hardjono 1951 : 41).

Berdasarkan uraian di atas, menggambarkan bahwa salah satu usaha untuk membaikkan nilai-nilai kebatinan yang ada pada setiap manusia yang berbudaya tidak hanya berupa pemeliharaan, afcan tetapi bermaksud memajukan memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup manusia.

Mardiatmaja mengemukakan bahwa pendidikan itu bersendikan nilai; sedangkan pendidikan nilai bertumpu

pada pandangan dasar seseorang terhadap alam, sesama

manusia, dan Tuhannya (Dick Hartoko, 190 : 33).

Selanjutnya Mardiatmaja menyatakan bahwa :

Ada tiga segi yang perlu diusahakan dalam pendidi kan, yaitu segi kognitif, afektif, dan konativ,

masing-masing agar budi peserta didik lebih

berkem-bang agar sikap hatinya semakin tumbuh seimberkem-bang dan

agar kehendak berikut tingkah lakunya menjadi kian

Daik. Bila begitu, maka tujuan pendidikan bukanlah

pertama-tama pengalihan pengetahuan, melainkan mem bantu agar peserta didik mampu mengembangkan

(16)

Sementara Drijakara mengartikan pendidikan sebagai

pemanusiaan manusia muda. Dengan demikian pendidikan harus membantu agar seseorang secara tahu dan man bertindak

sebagai manusia dan bukan hanya secara instintif saja

(Dick Hartoko, 1990 : 36).

Pemanusiaan manusia melalui pendidikan formal melibatkan aspek-aspek manusia, sumber belajar atau kurikulum, dan fasilitas. Keberhasilan proses pemanusiaan manusia muda tergantung pada cara-cara yang ditempuh dalam

penataan aspek-aspek tersebut di atas, dengan jalan

meren-canakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengendali-kan sumber daya manusia, sumber belajar dan fasilitas

pendidikan guna meiayani dan memberi kemudahan bagi

peserta didik dalam pencapaian tujuan pendidikan.

Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, maka

perencanaan merupakan "tool" untuk menjabarkan

program-program pendidikan mulai dari identifikasi permasalahan

pendidikan sampai pada implementasi dan monitoring

rencana-rencana pendidikan.

Secara makro, perencanaan pendidikan berada pada tingkat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kondisi yang "sentralistik" perencanaan makro tersebut

sangat menentukan terutama dalam penentuan

kebijakan-kebijakan pendidikan. Perencanaan pendidikan makro yang

(17)

atas dalam arti bahwa program-program pendidikan disusun dari atas (top-down approach). Dalam kondisi tertentu

perencanaan pendidikan yang lebih mengandalkan pendekatan

dari atas tersebut bersifat kaku dan tidak luwes. Itu sebabnya tidak mengherankan kalau rencana program yang disusun dari atas dalam implementasinya tidak selalu cocok dengan tuntutan kebutuhan yang dihadapi pada lembaga

pendidikan tingkat bawah, misalnya saja dalam pengadaan

prasarana dan sarana pendidikan, pembiayaan pendidikan,

tenaga kependidikan guru, serta isi pendidikan (kurikulum) yang ditransformasikan dalam proses pendidikan khususnya

proses belajar mengajar. Ditemukan ciri-ciri konformitas

dan uniformitas yang dominan dalam praktek perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan sentralistik.

Akibatnya baik tenaga perencana pada tingkat bawah maupun para tenaga guru dalam pelaksanaan tugasnya cenderung

terikat pada prosedur-prosedur yang berlaku baik juklak/ juknis dari pada mencurahkan segala kemampuan mereka dalam

kegiatan belajar mengajar secara riil di kelas.

Untuk itu, diperlukan pendekatan dari bawah (the bottom-up approach). Dalam pelaksanaannya pendekatan dari atas hanya memberi rambu-rambu saja. Namun demikian dalam banyak hal rumusan dari bawah tidak merupakan suatu

keharusan. Misalnya saja dalam banyak hal sering tidak

(18)

Sebagai contoh dalam pengadaan tenaga guru bidang studi

sering tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang

diusulkan.

Pendekatan perencanaan dari bawah secara hierarkis dapat dilihat pada tingkat yang lebih rendah yaitu pada tingkat messo dan mikro. Perencanaan pendidikan pada tingkat messo diselenggarakan oleh Kantor Wilayah

Depar-temen Pendidikan dan Kebudayaan propinsi khususnya oleh

Bagian Perencanaannya. Dari hasil telaah mengenai tugas

Bagian Perencanaan Kanwil Depdikbud kecenderungannya hanya

melaksanakan tugas-tugas yang sifatnya rutinisme dalam arti hanya menyusun rencana dan program kerja tahunan saja. Pada hakikatnya ciri khas rencana tahunan hanya

merupakan penjabaran dari rencana induk. Karena itu dapat dikatakan bahwa tidak adanya prakarsa the bottom-up untuk

membuat suatu perencanaan pendidikan yang inovatif antisi-patif. Padahal kalau dilihat dari ruang lingkup tugas Kanwil Depdikbud cukup luas dan memerlukan suatu

perencanaan pengembangan pendidikan yang dapat memacu

perubahan-perubahan baik masa kini maupun dimasa yang akan

datang.

Dalam rangka inilah, diperlukan suatu ketegasan

keterpaduan pendekatan perencanaan the top down approach dengan the bottom-up approach, mulai dari menyusun rencana

(19)

Dengan mempertemukan kedua pendekatan ini, maka dalam

menyusun rencana-rencana program pendidikan lebih bersifat

inovatif dan dalam upaya pengembangannya semakin longgar. Disamping itu dengan semakin memperhatikan pendekatan dari bawah, sebenarnya sejalan dengan ciri kemajemukan budaya bangsa kita yang seyogianya menjadi barometer dalam

menyusun rencana pendidikan, yang tentunya sesuai dengan

tuntutan kebutuhan pembangunan pendidikan di daerah.

2. Kajian tentang Kemajuan-kemajuan Pendidikan di Sulawesi

Utara

Berdasarkan pengkajian yang menyeluruh terhadap

perkembangan pendidikan formal dari pelita ke pelita

menunjukkan tingkat kemajuan yang cukup pesat. Ini

menunjukkan bahwa baik pemerintah, masyarakat, maupun orang tua telah memainkan peranannya masing-masing dalam

upaya membina dan mengembangkan pendidikan.

Perkembangan kemajuan pendidikan tersebut terlihat

pada perkembangan sarana dan prasarana pendidikan,

perkembangan enrolmen pada semua tingkatannya,

perkembangan tenaga pengajar, perkembangan jumlah lulusan pada semua tingkatannya, dan perkembangan jumlah

kelembagaan pendidikan.

Secara kuantitatif angka partisipasi dari populasi

yang memperoleh kesempatan pendidikan mencapai kondisi

(20)

untuk sekolah lanjutan tingkat pertama mencapai 74,5 %,

dan untuk sekolah lanjutan tingkat atas mencapai 51 7.. Sedangkan proporsi lulusan pada semua jenjang pendidikan yang melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi mencapai

kondisi sebagai berikut: sekolah dasar yang melanjutkan ke

sekolah lanjutan tingkat pertama diperoleh persentasi 89,9

7.. Ini berarti bahwa sekitar 10,2 "/. lulusan sekolah dasar

tidak melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama.

Sekolah lanjutan tingkat pertama yang melanjutkan ke

sekolah menengah tingkat atas diperoleh persentasi sebesar

81,62 7.. Ini berarti bahwa sekitar 18,38 "/. lulusan sekolah lanjutan tingkat pertama tidak melanjutkan ke sekolah

menengah tingkat atas. Sekolah lanjutan tingkat atas ke

perguruan tinggi diperoleh persentasi sebesar 71 7.. Ini

berarti bahwa sekitar 29 7. lulusan sekolah lanjutan

tingkat atas tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Berdasarkan data pada Bappede Propinsi Sulawesi

Utara terdapat sekitar 15.518 orang pencari kerja yang

belum ditempatkan sesuai dengan bidang keahliannya. Impli-kasi besarnya tenaga kerja yang belum tersalurkan ke

la-pangan pekerjaan yang tersedia disebabkan karena :

seba-gian besar lulusan pendidikan formal mengandalkan pada

pekerjaan-pekerjaan yang berstruktur (structured occupati

on). Kecenderungan untuk memasuki pekerjaan-pekerjaan yang

(21)

motivasi untuk menciptakan lapangan kerja sendiri belum

mapan, hal ini disebabkan oleh karena pengetahuan dan

ke-terampilan untuk menciptakan lapangan kerja sendiri belum

dihayati dan dilakukan sendiri.

Disamping kemajuan-kemajuan yang telah dicapai,

maka di masa yang akan datang terbentang sejumlah permasa

lahan yang mendasar yang dihadapi sektor pendidikan yaitu

mutu pendidikan yang dikaitkan dengan norma patokan

nasio-nal pada semua tingkatan, relevansi pendidikan dengan

kebutuhan dan tuntutan pembangunan, komposisi tenaga kerja

terdidik, terlatih, terampil dan cakap menguasai teknologi

untuk dapat mandiri dalam menciptakan lapangan kerja,

efisiensi dan efektivitas pengelolaan pendidikan terutama yang menyangkut pemamfaatan dana, tenaga dan sumber daya

lainnya yang tersedia dikaitkan dengan hasil yang

diharap-kan serta kualitas hasil pendididiharap-kan yang dinilai masi

kurang yang disebabkan masih kurangnya

tenaga

yang

berwenang.

Pengkajian terhadap permasalahan di sektor pendi dikan bukanlah suatu hal yang gampang, tetapi memerlukan

pengkajian yang hati-hati, arif dan bijaksana oleh karena permasalahan tersebut bukanlah permasalahan yang sederhana melainkan amat kompleks. Kompleksitas permasalahan ini

(22)

lembaga-lembaga yang terkait. Keterpaduan dalam menangani

permasalahan di sektor pendidikan menuntut adanya kesatuan pandangan dalam memahami dan menghayati esensi permasalah an yang amat kompleks itu. Oleh karena itu penghayatan

terhadap urgensinya permasalahan pendidikan bagi semua unsur atau komponen yang terkait di dalamnya sangat

diperlukan sebagai bahan perenungan untuk mencari

terobos-an-terobosan dalam menangkal permasalahan pendidikan yang

tumbuh berkembang pesat, terutama masalah kualitas hasil

pendidikan yang dinilai masih kurang yang disebabkan masih kurangnya tenaga-tenaga yang berwenang.

Masalah ketenagaan guru merupakan dua lembaga yang

bertanggung jawab yaitu lembaga pemakai jasa guru dan

lembaga penghasil tenaga guru. Itu sebabnya masalah tenaga

guru sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pendidik an merupakan tanggung jawab bagi pihak-pihak yang terkait terutama pihak lembaga yang mensupply tenaga guru dan pihak pemakai jasa guru.

3. Pentingnya Data Kebutuhan Tenaga Guru

Kebutuhan tenaga guru, khususnya guru sekolah menengah atas (SMA) terasa semakin meningkat dari tahun ke

tahun dan diperkirakan akan terus meningkat pada

tahun-tahun mendatang. Hal ini disebabkan oleh pengaruh angka partisipasi dari populasi yang memperoleh kesempatan

(23)

tingkat pertumbuhan siswa dari kelas yang satu ke kelas berikutnya cukup tinggi yang konsekwensinya bertambah

jumlah kelas, dan pada akhirnya akan berdampak pada

bertambahnya beban mengajar guru.

Sulawesi Utara menurut sensus penduduk tahun 1985

berjumlah 2.250.714 orang, sedangkan pada tahun 1989 jumlah penduduk 2.436.181 orang, dengan tingkat pertumbuh an rata-rata per tahun 1,6 X. Konsekwervsi dari pertambahan

penduduk tersebut tentu saja membawa akibat berantainya

terhadap pertambahan angka partisipasi populasi yang

memperoleh pendidikan baik pada sekolah dasar, sekolah

menengah tingkat pertama, sekolah menengah tingkat atas,.

serta perguruan tinggi.

Bagnee Alfret Liu mengemukakan bahwa "school

enrolmen to grow in any dynamic situation where the

population is continally increasing, or the school system is progreassivelly expanding or where both development are

taking". (1986, p. 8).

Situasi yang digambarkan tersebut sudah terlihat

bahwa dari tahun ke tahun terjadi peningkatan arus murid dari jenjang satu ke jenjang berikutnya. Ledakan arus murid semacam ini pada gilirannya akan menuntut penambahan

sarana dan prasarana pendidikan seperti penambahan gedung sekolah baru, penambahan ruang kelas, penambahan gedung

(24)

fasilitas belajar, serta penambahan akan tenaga guru.

Berdasarkan

pengamatan

empiris

terlihat

adanya

"in-equilibrium» antara guru yang menmgajarkan mata

pelajaran pada jurusan Al dan A2 dengan guru

yang

mengajarkan mata pelajaran pada jurusan A3. Dengan kata

lain pada satu sisi kekurangan guru untuk program studi Al dan A2, sedangkan pada sisi yang lain kelebihan guru untuk

program studi A3. Untuk menangkal ketidakseimbangan ini

pihak yang berwenang dalam hal ini Kanwil Depdikbud

diper-lukan kemampuan dan kejelian dalam perencanaan kebutuhan

tenaga guru, dengan jalan mengadakan studi penjajakan pada

setiap sekolah dengan maksud untuk mendapatkan data akurat

mengenai mata pelajaran apa yang masih dibutuhkan selang

periode tertentu. Hal ini penting oleh karena data yang

diperoleh sangat mendukung proses perencanaan kebutuhan tenaga guru. Walaupun diakui bahwa rancangan kebutuhan

tenaga guru yang disusun masih bersifat usulan ke atas,

dan yang mengambil dicision adalah departemen pendidikan dan kebudayaan pada tingkat pusat. Akan tetapi, pusat

hanya menentukan secara kuantitatif kebutuhan tenaga guru,

dan yang menentukan mata pelajaran apa yang dibutuhkan dalam periode tertentu adalah Kanwil itu sendiri. Itu

(25)

oleh karena penetapan formasi pusat tentang kebutuhan

tenaga guru atas dasar pertimbangan "budget" negara. Namun

demikian penetapan formasi pusat tentang jumlah kebutuhan

guru dengan mata pelajaran tertentu dan kualifikasi ter

tentu dari tahun ke tahun cukup meningkat. Hal ini dise

babkan oleh karena adanya upaya-upaya kearah peningkatan

mutu dan efisiensi pendidikan.

Dalam rangka mengantisipasi kecenderungan perubahan

yang diakibatkan oleh pengaruh

enrolmen

dan

angka

partisipasi dari populasi yang memperoleh

kesempatan

pendidikan serta tingkat pertumbuhan murid yang naik kelas

dari jenjang yang satu ke jenjang berikutnya, pertumbuhan

siswa yang mengulang (repetation), serta siswa yang tidak

melanjutkan (drop out), maka Kanwil Depdikbud

perlu

mengadakan adaptasi terhadap perubahan tersebut, serta dapat mengambil langkah-langkah tindakan perencanaan

kebutuhan tenaga guru. Kecenderungan perubahan-perubahan

sebagai akibat dari pengaruh internal dan eksternal

merupakan suatu fenomena kedinamikaan fungsional yang

terus berkembang sesuai perkembangan yang ada. Dalam

rangka itulah diperlukan ketajaman dan kemampuan untuk

mengantisipasi pengaruh internal dan eksternal tersebut,

sehingga tidak menimbulkan kesenjangan antara apa yang

diharapkan dengan kenyataan. Apabila tidak diantisipasi

(26)

mengalami kesulitan dalam merencanakan kebutuhan guru

dalam periode tertentu dan kualifikasi tertentu pula.Ini

berarti bahwa dalam menyusun rencana kebutuhan guru tidak

hanya merujuk pada yang sudah "given" dari atas, tetapi

perlu melihat dan mengkaji kesenjangan antar bidang studi.

Dengan kata lain perlu mengsinkronisasikan dengan apa yang

disebut "top down planning" dan "buttom up planning".

Trend untuk mengestimasi kebutuhan guru itupun

dihadapkan pada kemampuan stock guru yang ada dengan jenis

dan kualifikasi tertentu yang sesuai dengan tuntutan

persyaratan yang diperlukan.

Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal Depdikbud

mengemukakan bahwa :

dasa^nvaadT\ k^Utuhan tena°a kependidikan pada

dasarnya dimaksudkan sebagai kegiatan memperkirakan

atau menentukan jumlah dan kualifikasi tenaga

kep^n-oind H^ ^^ diPerluka"

untuk

mencapaf tujuan

pendidikan secara optimal. Pada sisi lain nJt

ieDin oaik apabila sekaligus juga diperkirakan ri-i

s:trrss^srsupply tena-

--Dengan demikian jelaslah bahwa dalam mengestimasi secara sistimatis kebutuhan tenaga guru, perlu

memperkirakan supply tenaga guru dari lembaga penyedia

tenaga guru. Dalam rangka itulah diperlukan perencanaan

yang terpadu dengan didukung ketersediaannya informasi

mengenai jumlah kebutuhan guru di satu pihak dan

(27)

koordinasi dan kerja sama antara Kanwil Depdikbud dengan

IKIP/FKIP sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan.

Koordinasi dan kerja sama tersebut berbentuk

saling

memberi dan menerima informasi yang berhubungan dengan

tenaga guru, misalnya informasi yang berhubungan dengan

struktur program kurikulum IKIP/FKIP, jurusan-jurusan yang

tersedia, pertumbuhan enrolmen dan jumlah lulusan. Data-data tersebut seyogianya diketahui oleh Kanwil

Depdikbud. Sedangkan data yang berhubungan dengan berapa

jumlah calon guru yang akan dibutuhkan pada periode

tertentu dengan jenis dan kualifikasi tertentu perlu

diketahui oleh IKIP/FKIP. Dengan terjalin suatu koordinasi

dan kerja sama yang baik antara ke dua lembaga ini, maka

memungkinkan terpenuhinya kebutuhan guru baik secara

kuantitas maupun kualitas.

Secara empirik pengadaan guru tidak selalu sejalan dengan kebutuhan guru. Hal ini terjadi oleh karena kebutuhan dan pengadaan mempunyai konteks dan dinamika

sendiri-sendiri. Kebutuhan guru timbul berdasarkan

tuntutan dalam

hal

pengaruh

pertumbuhan

enrolmen,

pertumbuhan siswa yang naik kelas (promotion growth),

pertumbuhan siswa yang mengulang (repetition growth),

jumlah kelas belajar paralel, jumlah jam belajar untuk

murid, jumlah jam wajib mengajar guru dan beban belajar

(28)

dilakukan atas dasar tersedianya calon baik dalam jumlah maupun mutu, serta kemampuan budget negara. Dalam hal lain

upaya mengestimasi kebutuhan tenaga guru, maka aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan ialah indikator-indikator yang mempengaruhi perkiraan kebutuhan tenaga guru

sebagaimana yang dikemukakan oleh

Biro

Perencanaan,

Sekretariat Jenderal Depdikbud yaitu :

1. Faktor organisasi :

a. Disain/pola organisasi dan pekerjaannya.

b- Perluasan organisasi (termasuk kelas).

c. Rencana-rencana strategis. d. Anggaran dan,

e. Bertambahnya siswa

2. Berkurangnya tenaga yang ada :

a. Berhenti.

b. Pensiun dan,

c. Perkembangan teknologi. (1989: H)

Dari pandangan tersebut di atas dapat dikaji bahwa

ke dua faktor tersebut merupakan barometer untuk menentu

kan dan mengestimasi kebutuhan akan tenaga guru baik pada

kondisi sekarang maupun dimasa yang akan datang.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam upaya menentu

kan kebutuhan tenaga guru ialah sebagaimana yang

dikemukakan oleh Castetter ialah : planning, recruitment,

selection, induction, continuity, dan security. (1981:57).

Ini berarti bahwa Kanwil Depdikbud sebagai lembaga yang

bertanggung jawab terselenggaranya program pendidikan pada

setiap jenis dan jenjang pendidikan tidak terlepas dari

(29)

mempunyai arti yang spesifik. Hal ini disebabkan karena

Kanwil tidak saja dihadapkan pada upaya membina dan

mengawasi terselenggaranya program pendidikan di sekolah-sekolah, tetapi sekaligus berperan dalam mengantisipasi

kecenderungan perubahan yang terjadi dalam sistem

pendidikan, menuntut kemampuan para perencana pada tingkat

Kanwil untuk menyusun rancangan program pendidikan yang

layak dan sesuai dengan tuntutan perubahan tersebut.

Implikasi dari perubahan tersebut berdampak pada bagaimana

upaya-upaya yang dilakukan Kanwil Depdikbud sebagai

tero-bosan baru untuk selanjutnya dapat diaplikasi dal praktek-praktek perencanaan kebutuhan tenaga guru. Dal arti bahwa praktek-praktek perencanaan tersebut lebih

bersifat dinamis sesuai dengan tuntutan perkembangan yang

terjadi dalam sistem pendidikan. Ini berarti kedinamikaan

dari praktek perencanaan kebutuhan tenaga guru cenderung

melihat kendala-kendala sebab-sebab terjadinya

ketimpang-an-ketimpangan dalam manajemen tenaga guru disetia jenjang pendidikan. Dengan mengidentifikasi kendala-kenda

la yang ada, memungkinkan praktek perencanaan kebutuhan tenaga guru lebih bersifat fleksibel dan konprehensif

dalam menjawab tantangan perubahan.

Kenneth D Benne dan Max Birabaun mengemukakan

bahwa :

am

am

(30)

No institution or organization exemot f™

change... the planning ofchange has beco^ parrt of

the responsibility of management in all conSmporarv

institution, wheaher the task of the insti^Jt^n

±1

definedm terms of

health,

education"

social

welfaremdustrial production, or religious indictri-nasi. (B. Wongkar, 1989: 45)! indictri-Dari uraian di atas menegaskan bahwa tidak ada

institusi atau lembaga tertentu yang bebas dari perubahan.

Karena itu perubahan-perubahan tersebut perlu

direncana-kan.

Bennie, Benne and Chin mengemukakan tiga kemungkin-an strategi ykemungkin-ang dapat diterapkkemungkin-an dalam mengadakan

perubahan yaitu : rational-empirical strategy,

normal-re-educatice strategy, dan power-coecive strategy. (B.

Wong-kar, 1989 : 46).

Strategi rasional-empirik menjelaskan bahwa suatu

gagasan perubahan akan berhasil sepanjang terdapat

pening-katan kapabilitas terutama dalam pengambilan keputusan. Strategi kekuasaan yang dipaksakan ini beranggapan bahwa suatu perubahan dapat dilaksanakan berdasarkan

kekuasaan dari atas.

Dalam praktek perencanaan kebutuhan tenaga guru konsep strategi perencanaan yang dikembangkan Bennis dkk dapat dijabarkan secara operasional ke dalam rencana dan program kebutuhan tenaga guru.

4. Fungsi IKIP/FKIP sebagai Lembaga Penghasil Tenaga Guru

(31)

19

terdahulu bahwa kebutuhan tenaga guru terkait erat dengan

lembaga yang mensupply tenaga 'guru. IKIP/KIP sebagai

lembaga penghasil dan penyedia tenaga guru seyogianya peka

dan tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di

lapangan, dan juga lebih bersifat fungsional terhadap

perkembangan yang ada.

D.A. Tisna Amijaja mengemukakan tugas dan sasaran

ganda dari sistem pendidikan tenaga kependidikan adalah

sebagai berikut :

Pertama LPTK harus menghasilkan tenaga ahli

keSIrH^1^" TtUk bert"9as seba9ai 9uru atau tenaga

olnllitf r ^

5ePert± kDnselD^ administrator?

peneliti, dan tenaga ahli evaluasi. Orientasi disini

ialah tenaga kerja untuk pembangunan sehingga harus

dioerluka-n- nl hT^' **" kualifika- Yang tetul-tetul

diperlukan oleh lapangan kerja. Kedua. LPTK harus

diDatPdlaumh29TbanHkan ba9i ilmu Pendidi^n sehingga

dapat disumbangkan bagi ilmu pengetahuan dan dipakai

dalam pembangunan manusia, terutama di bidano

pendidikan. (1979: 2-3). ang

Sehubungan dengan tugas dan sasaran LPTK sebagai lembaga

penghasil tenaga guru telah digariskan pula dalam pedoman

pelaksanaan pembaharuan sistem pendidikan tenaga kependi

dikan sebagai berikut :

dirr^TI!1 tena9a ^rja LPTK harU5 mamP" membaharui

bitil-bi^?a mendatan9 sehingga para tamatannya

eft^ t mamP".^lakukan tugas secara efektif dan

hnJ ^ Imp,llkasinya ialah bahwa para lulusan terse-nvata d.T * JUn\lahnya unt"^ memenuhi kebutuhan

nvai kuJtf-r5yarakat dan mereka haru5 Pula

"»"»»>"-nyai kualifikasi yang tepat untuk melakukan tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka. (1979: 3).

Dengan demikian jelaslah bahwa fungsi IKIP/FKIP

(32)

mempunyai kedudukan dan misi yang spesifik. Hal ini

disebabkan karena IKIP/FKIP sebagai lembaga penyediaan

tenaga kependidikan tidak saja dihadapkan pada peranan

pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi,

tetapi

sekaligus berperan

dalam

menghasilkan

tenaga-tenaga

profesional kependidikan yang akan mempunyai andil yang

besar dalam mencerdaskan dan mentrampilkan

kehidupan

bangsa Indonesia. Disamping itu IKIP/FKIP sebagai lembaga

penyedia tenaga kependidikan penting untuk diperhatikan

dalam kaitannya dengan konsep pendidikan sebagai investasi

manusia. Dari sisi pandangan ini dapat dikaji dan

dianalisis berapa besar kontribusi IKIP/FKIP dalam upaya

menyiapkan tenaga-tenaga kerja yang profesional sesuai

tuntutan persyaratan lembaga pemakai jasa guru. Hal ini

sebagaimana yang dikemukakan oleh Fakry Gaffar bahwa LPTK sebagai lembaga pendidikan tinggi yang harus "accountable"

terhadap produk yang dihasilkan bagi masyarakat, tidak

hanya menghasilkan output secara kuantitas saja, tetapi

output yang memenuhi syarat atau standard tertentu. (1987: 143) .

Akhir-akhir ini sering muncul isue yang menyatakan

bahwa output IKIP/FKIP kurang berkualitas dan belum dapat

sepenuhnya beradaptasi dengan pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya. Isue yang muncul kepermukaan ini

(33)

landasan dan misi serta tujuannya untuk mengetahui apakah

yang menjadi pegangan selama ini masih dapat dipertahankan

atau

dipergunakan

dalam

rangka

merespon

berbagai

tantangan-tantangan perubahan. Disamping itu IKIP/KIP

perlu menata kembali baik perangkat lunaknya

maupun

perangkat kerasnya. Dan hal yang penting ialah bagaimana menata keseluruhan aktivitas di IKIP/FKIP tumbuh dan

berkembang secara wajar, maka hal ini dapat memberikan kontribusi terhadap output yang relevan dan dapat memenuhi tuntutan persyaratan lembaga pemakai jasa guru. Jadi

disini IKIP/FKIP tidak saja menghasilkan tenaga-tenaga

guru dalam jumlah yang besar, tetapi juga output IKIP/KIP

benar-benar berkualitas.

Dengan demikian IKIP/FKIP dalam fungsinya sebagai

lembaga

penghasil

tenaga

guru

senantiasa

tanggap

mengantisipasi kecenderungan perubahan yang terjadi di

lapagan. Apa ter.lebih dengan munculnya era globalisasi

yang ditopang dengan kemajuan ilmu dan teknologi terutama

teknologi informasi yang menjadikan dunia ini sebagai satu

masyarakat yang terbuka, tidak terlihat lagi dinding-din-ding pembatas di dunia ini. Dampak dari keterbukaan ini

ialah terjadilah benturan nilai, oleh sebab nilai hidup

dari kebudayaan bangsa lain tidak selalu sejalan dengan

nilai budaya bangsa kita. IKIP/FKIP yang diberi tugas

(34)

tantangan untuk mengatasi benturan-benturan nilai yang

terasa mulai mengganjal generasi muda bangsa kita.

Dengan demikian untuk menghadapi

tantangan-tantang-an ini, maka isi pendidiktantangan-tantang-an IKIP/FKIP benar-benar dapat

membentuk watak dan kepribadian serta menjunjung tinggi

ilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Sebetulnya

globalisasi itu sendiri sebenarnya suatu peluang untuk

mengangkat harkat dan martabat bangsa kita, hanya saja kita dituntut kemampuan untuk mengendalikan dan

memamfaatkan globalisasi, seperti yang dikemukakan oleh

Fakry Gaffar bahwa :

krJ^T10;!1 9i°bal yang melanda kehidupan seperti

komputer dan teknologi komunikasi adalah alat yang

dapat memberikan kemudahan bagi manusia, bilamana te?nn^ me;9Ua5a\ keterampilan yang dituntut oleh

teknologi tersebut. (1991: 7).

Bertolak dari pandangan tersebut jelaslah bahwa

IKIP/FKIP mempunyai peranan

yang

spesifik

terhadap

tantangan-tantangan

globalisasi.

Isi

dan

program

pendidikan IKIP/FKIP benar-benar dapat mengikuti gerak

maju era globalisasi, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

luhur bangsa kita. Suatu pertanyaan mendasar yang dapat

dikemukakan ialah "sosok guru" yang bagaiamanakah yang

perlu disiapkan oleh IKIP/FKIP dalam menghadapi tantangan

globalisasi ? jawaban atas pertanyaan tersebut ialah sosok guru yang diharapkan adalah guru yang mampu menguasai ilmu

(35)

bangsa Indonesia, serta menjunjung tinggi nilai-nilai

budaya bangsa kita. Karena itu untuk merespon tantangan

ini, maka isi program pendidikan pada IKIP/FKIP dapat

berorientasi ke masa depan dan dapat mengendalikan peru

bahan. IKIP/FKIP sebagai lembaga yang bertugas menyiapkan

calon-calon tenaga pendidik, perlu menanamkan pengetahuan,

sikap dan keterampilan yang memadai sesuai dengan tuntutan

lembaga pemakai jasa guru. Itulah sebabnya agar keluaran IKIP/FKIP dapat memenuhi tuntutan lembaga pemakai jasa

guru, maka IKIP/FKIP dihadapkan pada suatu upaya untuk

mengendalikan baik inputnya, proses, maupun outputnya. Kalau ketiga komponen ini tidak dikendalikan maka pemenuhan atas tuntutan pemakai jasa guru tidak akan

terpenuhi. Tuntutan-tuntutan yang disyaratkan oleh lembaga

pemakai jasa guru patut diterima oleh IKIP/FKIP. Apa yang

disyaratkan itu sebenarnya berupaya untuk meningkatkan

mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.

Performence guru memainkan peranan penting dalam kegiatan

belajar

mengajar,

walaupun

masih

banyak

lagi

komponen-komponen lain yang turut mempengaruhinya. Jadi jelaslah bahwa persyaratan yang dituntut itu merupakan hal yang wajar untuk diketahui dan dipenuhi oleh IKIP/FKIP.

Itulah sebabnya antara supply dan demand tidak dapat

(36)

pendidikan, kebodohan dan kemiskinan. Namun berdasarkan

pengamatan tampaknya kedua lembaga ini dalam eksistensinya

bekerja sendiri-sendiri dan tidak saling topang menopang

untuk pengembangan pendidikan. Hal ini demikian oleh

karena kedua lembaga ini dalam fungsi dan peranan tidak

saling mempengaruhi yang disebabkan karena masing-masing

lembaga mempunyai atasan yang berbeda, sehingga dalam

banyak hal terjadi silang pendapat dalam menanggulangi

masalah kebutuhan guru. Pada hal justru kedua lembaga ini

perlu menciptakan koordinasi dan kerja sama dalam upaya

mencari terobosan-terobosan baru untuk peningkatan mutu

dan efisiensi pendidikan.

Sehubungan dengan hal tersebut Pedoman Pelaksanaan

Pola pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan

mengatakan bahwa :

informlsf^t ^"^ "^ "^hendaki tersedianya

informasi ketenagaan yang tepat setiap tahun dan

proyeksi ketenagaan untuk beberapa tahun berikutny*

d^a? i"r°:mfBi tersebut P^encanaan

terpadu tidaV

d.pat dilakukan. Unit-unit departemen P San k dan

S;Sa?rmiat yan9,memerluk- tenaga kependidikan ha

Jlrmasur^Sistr'H J"mlah

xermasuk distribusi menurut

******

yan° mereka P«rlukan

ketenaqaan (niir„

administrator, pembimbing, dan lain- an . ^enii

bidang studi (matematika, bahasa dan lam-lain)

Jenjang kualifikasi dan daerah-daerah penemplten"

LPTK harus pula siap dengan informasi tentanS

kemlm-puan untuk memenuhi keperluan yang lebih beSar aJau

yang berbeda dimasa mendatang. (1979: 3".

(37)

25

akan mendukung dalam pengambilan kebijakan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut "Apakah Perencanaan

Pendidikan pada Kanwil Depdikbud Sulawesi Utara dapat

Merespon Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Menengah Atas

(SMA)?"

Untuk mengkaji lebih mendalam permasalahan

tersebut, maka penelitian ini lebih difokuskan pada kebu tuhan guru (teacher demand) sekolah menengah atas dari

tahun 1986 hingga tahun 1990, dan proyeksi kebutuhan guru

sekolah menengah atas tahun 1991 hingga tahun 1995. Kemam puan penyediaan tenaga guru (teacher supply) sekolah

menengah atas (SMA) oleh IKIP/FKIP dari tahun 1986 hingga

tahun 1990, dan proyeksi penyediaan tenaga guru SMA oleh

IKIP/FKIP untuk periode tahun 1991 hingga tahun 1995.

Bertolak dari rumusan masalah dan fokus masalah dapatlah dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian

seba-gai berikut:

a. Apakah kebutuhan guru sekolah menengah atas

tahun 1986 hingga tahun 1990 di Sulawesi Utara dapat

ter-penuhi?

Asumsi yang digunakan untuk mengkaji permasalahan

(38)

perkelas (rata-rata kelas), banyaknya kelas paralel untuk

setiap kelas dan banyaknya program, banyaknya siswa yang

mendaftar dan diterima, banyaknya siswa perprogram (Al, A2

dan A3), tingkat pertumbuhan siswa yang naik kelas (pro

motion), tingkat pertumbuhan siswa yang mengulang (repeti

tion), tingkat pertumbuahan siswa yang tidak melanjutkan

(drop out), beban belajar siswa perminggu, beban mengajar

guru perminggu, serta beban belajar mata pelajaran

perminggu.

b. Apakah IKIP/FKIP dalam penyediaan tenaga guru

tahun 1986 sampai dengan 1990 dapat memenuhi kebutuhan

tenaga guru sekolah menengah atas di Sulawesi Utara?

Asumsi yang digunakan untuk mengkaji permasalahan

penyediaan tenaga guru sekolah menengah atas oleh IKIP/

FKIP ialah : banyaknya mahasiswa yang mendaftar dan dite

rima, banyaknya mahasiswa semester awal, banyaknya maha

siswa yang bertahan sampai dengan semester akhir, dan

banyaknya mahasiswa persemester berdasarkan program setiap

jurusan.

c Proyeksi kebutuhan tenaga guru sekolah menengah

atas (SMA) dari tahun 1991 sampai dengan 1992 di Sulawesi

Utara.

Asumsi yang digunakan untuk mengkaji permasalahan proyeksi kebutuhan tenaga guru sekolah menengah atas

(39)

kelas untuk setiap program, proyeksi banyaknya siswa yang

mendaftar

dan

diterima,

proyeksi

banyaknya

siswa

perprogram (Al, A2, dan A3), proyk.i pertumbuhan siswa

yang naik kelas (promotion), proyeksi pertumbuhan siswa

yang mengulang (repetition), proyeksi pertumbuhan siswa

yang tidak melanjutkan (drop out), proyeksi kebutuhan

tenaga guru total, dan proyeksi kebutuhan tenaga guru

permata pelajaran.

d- Proyeksi penyediaan tenaga guru sekolah menengah

atas (SMA) dari tahun 1991 sampai dengan 1995 di Sulawesi

Utara.

Asumsi yang digunakan untuk memproyeksi penyediaan

tenaga guru sekolah menengah atas oleh IKIP/FKIP ialah

proyeksi banyaknya calon mahasiswa yang mendaftar dan

diterima, proyeksi banyaknya mahasiswa semester awal, pro

yeksi banyaknya mahasiswa yang bertahan sampai semester

akhir, proyeksi banyaknya mahasiswa persemester berdasar

kan program setiap jurusan, serta proyeksi penyediaan

tenaga guru yang relevan dengan mata pelajaran pada

sekolah menengah atas sesuai dengan kurikulum yang

berla-ku.

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah

dan

pertanyaan

penelitian, maka tujuan penelitian ini ditetapkan sebagai

(40)

1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum diarahkan untuk memperoleh gambaran empirik mengenai upaya penyelenggaraan pemenuhan kebutuhan dan penyediaan tenaga guru sekolah

menengah atas (SMA).

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mendeskripsikan d<^n menganalisis data kebutuhan tenaga

guru sekolah me^ng^ atas (SMft) dar± tahun 19g6 h±ngga

1970.

b. Memproyeksi kebutuhan tenaga guru sekolah menengah atas

(SMA) untuk tahun 1991 hingga tahun 1995.

c Mendeskripsikan dan menganalisis data penyediaan tenaga

guru sekolah menengah atas (SMA) dari tahun 1986 hingga tahun 1990.

d. Memproyeksikan penyediaan tenaga guru sekolah menengah

atas (SMA) untuk tahun 1991 hingga tahun 1995.

D. Kegunaan Penelitian

Masalah kebutuhan tenaga guru sebenarnya sudah lama

mendapat perhatian dari berbagai pihak, baik pihak Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, perencana Pendidi kan, pemerintah daerah, dan para pakar pendidikan di Sulawesi Utara. akan tetapi pengkajian atas masalah kebutuhan tenaga guru tersebut secara integratif dan

(41)

dikalangan para pengelola pendidikan. Karena itu melalui

penelitian ini diharapkan :

1- Dapat digunakan untuk dipertimbangkan dalam proses

pembuatan serangkaian kebijakan pemenuhan kebutuhan tenaga

guru sekolah menengah atas (SMA).

2. Pengembangan disiplin ilmu administrasi

pendidikan

khususnya perencanaan pendidikan.

3. Penambahan pengalaman

dan wawasan ilmiah

serta

peningkatan karier akademik bagi penulis yang bertugas

sebagai tenaga pengajar di Perguruan Tinggi.

E. Kerangka Penelitian

Bentuk penelitian yang dilaksanakan ini adalah

deskriptif-analitik dengan pendekatan kualitatif.

Ada sejumlah asumsi dasar yang digunakan dalam

penyusunan kerangka penelitian, yaitu :

1- Perencanaan pendidikan perlu dan harus diterapkan pada

semua institusi pendidikan termasuk Kanwil Depdikbud.

2. Perencanaan kebutuhan tenaga guru sekolah menengah atas

pada Kanwil Depdikbud perlu memperhatikan kecenderungan

perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat.

3. Perencanaan kebutuhan tenaga guru sekolah menengah atas

dihadapkan pada pengidentifikasian kedinamisan penduduk

selama periode tertentu.

4. Perencanaan pendidikan pada Kanwil Depdikbud dihadapkan

(42)

30

sebagai konsekuensi dari demokratisasi pendidikan.

5. Kebutuhan tenaga guru sekolah menengah atas terkait

erat dengan tingkat kemampuan penyediaan tenaga guru oleh

IKIP/FKIP.

6. Rencana kebutuhan tenaga guru sekolah menengah atas

terkait erat dengan budget negara.

Bertolak dari beberapa asumsi tersebut, dapatlah

disusun kerangka penelitian yang

kemudian

dijadikan

kerangka acuan.

Secara skematik, kerangka penelitian ini dapat

(43)

PereneaaaanN

pada

Kanwil Dep-,

.dlkbud

fiU.|.rTjCfflT»JBrii«m

Apakah Perencanaan Pen—i

dldlkan pada Kanwil Dep dlkbud dapat aereepon kebutuhan tenaga Curu

Sekolah Kenengah Atas ?

t Kebutuhan Tenaga Curu

Sekolah Kenengah Ataa

Penyediaan Tenaga Gul ru Sekolah Uenengah

Kebutuhan Tenaga

Gu-* 1-11 SV1ru SMA TahunVat....* . 1nflf_

1990 1986

Proyeksi Kebutuhan Tenaga Curu SUA

Ta-hnn 1991-1995

Kemampuan Penyediaan vTenaga Curu oleh

IKIP/FKIP-tahun 1986

1990

Proyeksi Penyediaan

Tenaga Curu oleh

IKIP/PKIP tahun 199

[image:43.842.85.842.39.507.2]

1225

.4

Gambar 1 kerangka penelitian

Apakah Kebutuhan

Tenaga-Curu SKA tahun 1986 -1990 di Sulawesi Utara

dapat teroenuh^ 7

Proyeksi Kebutuhan Tena ga Curu apakah yang di

perlukan untuk tahun 1991-199?

Apakah IKIP/PKIP dalam penyediaan tenaga guru

tahun 1986-1990 dapat

memenuhl kebutuhan guru

SMA dl Sulawesi Utara 1

Proyeksi Penyediaan Te

naga Curu S»A untuk Ta hun 1991-1995

(44)

PROSEDUR PENELITIAN

A. Sumber Data

1. Data Primer

Data primer bersumber dari pengumpulan data secara

langsung di Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebu

dayaan. Data tersebut meliputi : beban mengajar guru per

minggu, beban studi siswa perminggu, rata-rata kelas, dan

program studi.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi di

Kanwil Depdikbud* IKIP Manado, dan FKIP Unsrat Manado.} Data

sekunder tersebut meliputi jumlah siswa yang diterima, jum

lah siswa yang naik kelas dari kelas I ke kelas II, dan

dari kelas II ke kelas III, jumlah siswa yang mengulang di

kelas I, II, dan III, jumiah guru yang ada, jumlah mahasis

wa jenjang D3 dan SI yang diterima pada semester awal,

jumlah" mahasiswa jenjang D3 dan SI yang bertahan sampai

semester akhir, serta jumlah lulusan jenjang D3 dan SI

untuk semua program studi.

B. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah

metode deskriptif-analitik dan kualitatif.

(45)

113

Metode deskriptif bersifat menjabarkan dan

mengurai-kan serta menafsirmengurai-kan tentang suatu peristiwa, proses yang

terjadi dalam konteks permasalahan. Karena itu metode des kriptif dimaksudkan juga bersifat evaluatif, untuk melihat

perkembangan secara periodik dari suatu sistem yang sedang

berjalan.

Disamping itu penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa per

tumbuhan kebutuhan tenaga guru tidak hanya dilihat dari

segi kuantitatif saja, akan tetapi kebutuhan tenaga guru

tidak dapat dipisahkan dengan aspek kualitas tenaga guru

itu sendiri.

2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan ialah

sebagai berikut :

a. Studi Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dan

informasi tentang kebutuhan dan penyediaan tenaga guru,

seperti : jumlah guru yang ada, jumlah siswa yang diterima

di kelas I, jumlah siswa yang naik kelas, mengulang, tidak melanjutkan, jumlah mahasiswa jenjang D3 dan SI yang di terima pada semester awal, jumlah mahasiswa jenjang D3 dan

si yang bertahan sampai semester akhir dan jumlah lulusan.

(46)

114

Teknik ini digunakan untuk menggali dan memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang kebutuhan dan penye

diaan tenaga guru. Wawancara dilakukan dengan kepala bagian

perencanaan, Kabid Dikmenum, kepala bagian kepegawaian di

lingkungan Kanwil Depdikbud Sulawesi Utara, dan kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan IKIP dan Unsrat

Manado.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian ini ialah peneliti sendiri. Dalam arti peneliti sendiri yang langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data dan informasi tentang kebutuhan dan penyediaan tenaga guru. Disamping instrumen

utama, maka untuk menghemat waktu, biaya, dan tenaga digu

nakan sejumlah instrumen pembantu dalam melakukan studi

dokumentasi. Alat tersebut berupa format yang digunakan

untuk pengumpulan data. Demikian halnya dalam wawancara telah dipersiapkan beberapa pertanyaan penelitian.

D. Formula-formula yang Digunakan untuk Analisis Data

Pendekatan yang digunakan dalam pengolahan dan ana

lisis data adalah "mathematical equations approach". Oleh

(47)

. , ,_ 115

sejumlah formula persamaan matematis yang digunakan yang

keseluruhannya berjumlah 16 formula yaitu :

1. Pertumbuhan Enrolmen

<\ MB, . MB

pm- = ti - "°ti-l t .

xlo° (Formula 1)

r,Bti-l

Di marie

pm - pertumbuhan jumlah murid

63,• •_ti - murid baru tahun sekarang

m"b\ . •

tx-1- murid baru tahun sebelumnya

'.) Pertumbuhan jumlah siswa yang naik kelas

^ =

I

P ti

2 Mti-1

100 (Formula 2)

Di mana:

pm = pertumbuhan jumah siswa yang naik kelas

1

Pt.= jumlah murid yang nai kelas pada tahun

sekarang

2 pti= Jumlah murid tahun sebelumnya

3) Pertumbuhan jumlah murid yang mengulang

pm = 1 Rti

(48)

116

Di mana:

pm = pertumbuhan jumlah murid yang mengulang

L ti - Jumlah murid yang megulang pada tahun sekarang

*- ri 1 - jumlah murid tahun sebelumnya

4) Pertumbuhan jumlah murid yang tidak melanjutkan:

*"" = ^ ti

~V~7 ;: 1C,U (Formula 4)

Z ti-i

Di mana:

pm = pertumbuhan jumlah murid yang tidak

melanjutkan

)D0, . _ .

L ti - jumlah murid yang drop out pada tahun sekarang

y rv ,

La ti 1- jumlah murid tahun sebelumnya

5) Pertumbuhan jumlah murid yang rnasuk program A , A^,

dan A_

O

(P)

pm* = Y nn

L A , A„. A, ..

1 2- j. ti _.

TT " — x 10° (Formula 5)

Z ti-i

Di mana:

P^

= pertumbuhan jumlah murid yang masuk

program A , A„, dan A„

(49)

117

ZA ,A0,A_.._ . . . .

1 *• --ti- jumlah siswa yang masuk program A ,

A„, dan A„

/ ^ti-1 = JLlfr,^ah siswa tahun sebelumnya

Formula 1, 2, 3, 4, dan 5 dikembangkan dari

formula perhitungan pertumbuhan murid dari Group Training

Course in Educational Planning and the Application of the

Education of the Educational Simulation Model, Unit 7 dan

Unit S (1974: 9-12).

6) Jumlah kebutuhan guru permata pelajaran. tahun 1986 hingga tahun 1990, dan proyeksinya untuk tahun 1991

hingga 1995

y<Bb .+Bb ) x JKBP

L sgj. sqn

I

GPM

=

24 (Formula 6)

Di mana:

2GPM = jumlah guru permata pelajaran

Bbsgi= beban belajar semester ganjil Bbsgn= beban belajar semester genap

JKBP = jumlah kelas belajar paralel

7) Jumlah kebutuhan guru perprogram

^-\

^t =~-^KBP

(Formula 7)

JS

Di mana:

j. = kebuxunan guru perprogram

(50)

118

JM = jumlah jam pelajar perminggu untuk murid

P -

-^ - Jumlah jam wajib mengajar untuk guru

8) Perubahan kebutuhan guru permata pelajaran tahun 1986

hingga tahun 1990, dan proyeksinya untuk tahun 1991

h'ingga tahun 1995.

i = n

KG = Y (KG" - fn i

n £=i tjL ti-l} • (-formula 8)

Di mana:

n perubahan jumlah kebutuhan/ guru selama n

tahun

K6ti = Jumlan kebutuhan guru pada tahun ti

KG,ti-l= Jurolah kebutuhan guru pada tahun sebelumnya

9) Jumlah kebutuhan guru bimbingan dan penyuluhan

ge£ - J^160 (Formula 9)

Di mana:

GBP= guru bimbingan dan penyuluhan

JM = jumlah murid

10) Proyeksi kebutuhan guru perprogram

jp. Jf^ M

> «fG AIf (Formula 10)

Di mana:

KGt- jumlah kebutuhan guru pada tahun t

JM = jumlah jam pelajaran perminggu untuk murid

H = jumlah murid

(51)

119 Formula 10 ini berserta dengan formula 6, 7, dan 8

diambil dan dikembangkan dari formula perhitungan jumlah

kebutuhan guru dari Hectort Correa dengan notasi dalam

bahasa Indonesia (1969: 177)

11) Proyeksi jumlah murid kelas I SMA

(k) (k)

Mt+n= ^ Mt (Formula 11)

Di mana:

(k )

"t n= proyeksi murid kelas I pada tahun t+n

plri = pertumbuhan jumlah murid kelas I

(k)

I"' t = jumlah murid kelas I pada tahun t

Formula 11 ini disusun berdasarkan pada metode

kerja yang digunakan oleh Alfredi Liu dalam Grade-Cohort

Method yang pada dasarnya adalah mengadakan proyeksi

jumlah murid kelas perk elas. Untuk proyeksi jumlah murid

dijelaskan bahwa pertumbuhan•jumlah mudrid kela I dapat

dilihat dari perbandingan jumlah murid kelas I tahun

tertentu denganjumlah murid kelas I tahun sebelumnya.

Formula ini digunakan dengan asumsi bahwa

pertumbuhan jumlah murid kelas I untuk tahun-tahun

mendatang sama dengan pertumbuhan rata-rata jumlah murid

kelas I selama tahun-tahun yang lalu.

12) Proyeksi jumlah murid kelas II/I 11 SMA

(k+1) (k-1)

(52)

12GT

Di mana:

(k+1)

M t+n= proyeksi julah murid kelas k+1 pada tahun

t+n

pa = proporsi jumlah murid kelas sebelumnya yang

masuk ke kelas yang bersangkutan

(k-1

M , = jumlah murid kels sebelumnya pada tahun

sebelumnya ^

Formula 12 ini juga disusun berdasarkan

Grade-Cohort Method yang dikembangkan oleh Alfred Li dan

dalam hal ini digunakan proporsi jumlah. murid kelas I

yang masuk kelas II dan proporsi jumlah murid kelas II yanq masuk kelas III berdasarkan ketersediaan data yang

oleh Alfred Liu diistilahkan dengan retention ratios.

b. Kemampuan penyediaan tenaga guru SMA oleh IKIP/FKIP

tahun 1986 hingga tahun 1990, dan proyeksinya untuk tahun

1991 hingga tahun 1995.

13) Jumlah penyediaan tenaga guru SMA oleh IKIP/FKIP

PGj = L - SlJ (Formula 13)

Di mana:

PG = jumlah penyediaan tenaga guru SMA oleh

t

IKIP/FKIP pada tahun t

L = jumlah lulusan IKIP/FKIP pada tahun t

Su = jumlah lulusan yang tidak menjadi guru. Apbalia menjadi guru semua, maka SU dinyatakan

(53)

121

Formula 13 ini dikembangkan berdasarkan pengakuan atas fungsi IKIP/FKIp sebagai pengahasil tenaga guru, sehingga jumlah lulusan setiap tahun merupakanjumlah penyediaa awal atau stock penyediaan tenaga guru oleh

IKIP/FKIP yang bersangkutan. Dalam perhitungan seperti

yang dikembangkan oleh Hector Correa, maka penyediaan tenaga quru oleh IKIP/FKIP didasarkan atas jumlah lulusan

ItUP/FklP, stock penyediaan tenaga guru. Kemudia

untuk menghitung berapa jumlah lulusan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nyata di lapangan, maka jumlah

lulusan merupakan indikator utama. Sedangkan jumlah lulusan yang tidak menjadi guru dinyatakan dengan" nilai

0. Dalam arti diperkirakan semua lulusan IKIP/FKIP dapat

menjadi guru.

14) Pryeksi jumlah mahasiswa semester awal.

t+n Pcl Ct+n (Formula 14)

Di mana:

"Ht+n~ Pr°yeksi jumlah mahasiswa semester awal pada .

tahun t+n

p* ~ proporsi jumlah calon mahasiswa yang

diterima masuk di IKIP/FKIP

Ct+n = ProV'eksi calon mahasiswa pada t+n

Jalan fikiran yang digunakan formula 14 ini bahwa

(54)

122

diterima, sebvab itu"" un+,,1-untuk mengadakan

proeksijurrdahmahasiswa yang diterima pada semester awal

dalam setiap tahun, digunakn proporsi calon mahasiswa

yang diterima masuk di IKIP/FKIP dengan asumsi bahwa

IKIP/FKIP untuk tahun-tahun

mendatang

5ama dengan

proporsi rata-rata calon mahasiswa yang diterima masuk di

IKIP/FKIP selama tahun-tahun lalu.

15) Proyeksi jumlah mahasiswa semester akhir

^(s+n) (x)

MWt+n = SB fiflt (Formula 15)

Di mana:

hHt+,-T Pr°yek51 Jumlah mahasiswa semester akhir

pada tahun t+n

••> _

po - proporsi jumlah mahasiswa semester awal yang

bisa bertahan sampai semester akhir

f*'-'t - Jumlah mahasiswa semester awal pada tahun t

Formula 15 ini disusun berdasarkan pengalaman

selama ini bahwa walaupun telah diterapkan sistem kredit dalam arti tidak lagi menurut sistem tingkah tidak semua

mahasiswa dari semester I berhasil bertahan sampai

semester akhir. Karena itu untuk mengadakan proyeksi jumlah mahasiswa semester akhir dari suatu angkatan untuk tahun tertentu digunakan proporsi mehasiswa semester awal

yang dapat bertahan sampai semeseter akhir dengan asumsi

(55)

123

bertahan sampai semester akhir untuk tahun-tahun

mendatang sama dengan proporsi rata-rata mahasiswa

semester awalyang dapt bertahan sampai semester akhir

selama tahun-tahun yang lalu.

16) Proyeksi penyediaan tenaga guru SMA oleh IKIP/FKIP

^t+n= Lt+n "^t+n =

^

^I^"

®

<Fo™u** ">

Di mana:

PG = proyeksi jumlah penyediaan tenaga guru SMA

oleh IKIP/FKIP pada tahun t+n

L, = proyeksi jumlah lulusan IKIP/FKIP pada t+n

tahun t+n

pi = proyeksi jumlah mahasiswa semester akhir

yang lulus dalam ujian akhir <

Gambar

Gambar 1 kerangka penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang terdiri atas aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran PKn dengan menerapkan model pembelajaran role playing mengalami peningkatan yang signifikan. Hal

Namun, pengintegrasian teknologi khususnya media berbasis TIK dalam pembelajaran belum dimanfaatnkan secara optimal, padahal fasilitas penunjang pembelajaran berbasis TIK

Dalam penelitian ini peneliti mendapatkan bahwa program untuk membentuk karakter religius yang diadakan SMAN 2 Batu berhasil dan sesuai dengan teori yang ada, bahwa

Ahmed bahwa dalam teori sejarah Islam ( a theory of Islamic history ) memiliki enam (6) kategori ( six socio-historical categories of the theory of Islamic History ) yang salah

(3) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 9.000,-, barangsiapa

Berdasarkan Hasil Evaluasi Kualifikasi yang tertuang dalam Berita Acara Evaluasi Kualifikasi Nomor : 09/DISPORA/GDG-KTR-THPIV/VI/2016 tanggal 17 Juni 2016 dinyatakan bahwa

[r]

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penataan arsip dinamis aktif pada bagian tata usaha Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara adalah berdasarkan jenis arsipnya