• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Penyidikan

1. Pengertian Penyidikan

Istilah penyidikan digunakan sebagai istilah yuridis atau hukum pada tahun 1961 sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara.

Penyidikan berasal dari kata “sidik” yang berarti terang. Jadi penyidikan artinya membuat terang atau jelas yang dalam Bahasa Belanda disebut “Offspring” dan dalam Bahasa Inggris disebut sebagai

“Investigation”.

Istilah dan pengertian penyidikan pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu :

a. Istilah dan pengertian secara gramatikal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III cetakan kedua Tahun 2002 oleh Balai Pustaka halaman 1062, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik yang diatur dalam Undang- Undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti pelaku tindak pidana. Asal kata penyidikan adalah sidik yang berarti periksa, menyidik, menyelidik atau mengamat- amati.

(2)

15 b. Istilah dan pengertian secara yuridis yaitu terdapat dalam Pasal 1 butir 2 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).8

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pada Pasal 1 butir 2 tercantum :

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.

Penyidikan dari sistem hukum acara yang lama, penyidikan berarti:

“Penyidikan adalah merupakan aksi atau tindakan pertama dari penegak hukum yang diberi wewenang untuk itu, yang dilakukan setelah diketahui olehnya akan terjadi atau diduga terjadinya suatu tindak pidana”.9

Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia memberikan pengertian sebagai berikut:

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.

Berdasarkan pengertian dan rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas utama penyidik adalah mencari dan mengumpulkan bukti

8 I Ketut Adi Purnama. Transparansi Penyidik Polri Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia.

(Bandung : PT.Refika Aditama, 2018). Hlm. 69

9 Djoko Prakoso. Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Dalam Proses Hukum Acara Pidana. (Jakarta :PT. Bina Aksara, 1987). Hlm. 8

(3)

16 yang dengan bukti-bukti tersebut membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangka.

2. Tugas dan Wewenang Penyidikan

Asas legalitas sebagai aktualisasi paradigma supremasi hukum, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia secara tegas dinyatakan dalam rincian kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Dalam melaksanakan kegiatan operasional, Polri memiliki 4 asas yaitu :

a. Mengutamakan pencegahan, suatu sikap dan pandangan yang dilandasi pemikiran bahwa pencegahan lebih baik daripada pemberantasan;

b. Keterpaduan dalam melaksanakan tugas yang melibatkan berbagai instansi terkait sesuai dengan lingkup tugas masing-masing;

c. Efektif dan efisien, upaya pencapaian keberhasilan tugas harus mempertimbangkan keseimbangan yang wajar antara hasil dengan upaya dan sarana yang digunakan;

(4)

17 d. Proaktif dalam melaksanakan tugasnya, Polri tidak boleh

menunggu munculnya sasaran yang akan dihadapi.

Tugas untuk melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana, sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya yang meliputi penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat yang telah diatur dalam Pasal 14 huruf g dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.10

Adapun tugas penyidik menurut KUHAP antara lain adalah : a. “Membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 (Pasal 8 ayat (1) KUHAP);

b. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum (Pasal 8 ayat (2) KUHAP);

c. Menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum (Pasal 8 ayat (3) KUHAP);

d. Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan (Pasal 106 KUHAP);

e. Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum (Pasal 109 ayat (1) KUHAP);

f. Penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum, apabila penyidik telah selesai melakukan penyidikan (Pasal 110 ayat (1) KUHAP);

g. Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum (Pasal 110 ayat (3) KUHAP);

10 I Ketut Adi Purnama. Transparansi Penyidik Polri Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia.

(Bandung : PT.Refika Aditama, 2018). Hlm. 79-80

(5)

18 h. Penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi yang dapat menguntungkan bagi tersangka (Pasal 116 ayat (4) KUHAP);

i. Penyidik mencatat dalam berita acara setelitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka (Pasal 117 ayat (2) KUHAP);

j. Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan dijalankan, penyidik harus melakukan pemeriksaan (Pasal 122 KUHAP)

k. Dalam rangka penyidik melakukan penggeledahan rumah, terlebih dahulu menunjukan tanda pengenalnya kepada tersangka atau keluarganya (Pasal 125 KUHAP);

l. Penyidik membuat berita acara tentang jalannya dan hasil penggeledahan rumah (Pasal 126 ayat (1) KUHAP);

m. Penyidik membacakan lebih dahulu berita acara tentang penggeledahan rumah kepada yang bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun tersangka atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan kedua saksi (Pasal 126 ayat (2) KUHAP);

n. Penyidik wajib menunjukan tanda pengenalnya terlebih dahulu sebelum melakukan penyitaan (Pasal 128 KUHAP);

o. Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada keluarganya dan dapat minat keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi (Pasal 129 ayat (1) KUHAP);

p. Penyidik membuat berita acara penyitaan (Pasal 129 (ayat 2) KUHAP);

q. Turunan dari berita acara itu disampaikan oleh penyidik kepada atasannya, keluarganya dan kepala desa (Pasal 129 ayat (4) KUHAP);

r. Menandatangani benda sitaan setelah dibungkus (Pasal 130 ayat (1) KUHAP)”.

Adapun wewenang dari penyidik sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) KUHAP, yaitu:

a. “Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

(6)

19 e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka;

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

i. Mengadakan penghentian penyidikan;

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”.

3. Penyidikan Terhadap Perkara Anak

Sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Penyidikan terhadap Anak dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Penyidik yang bertugas adalah penyidik Polri, namun tidak semuanya dapat melakukan penyidikan terhadap kasus anak. Dalam Undang-undang pengadilan anak, ada yang disebut dengan penyidik anak. Penyidik anak diangkat oleh Kapolri dan dikeluarkan surat keputusan tersendiri untuk itu, ditunjuk sebagai penyidik anak.

Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak pada Pasal 26 ayat (3) menetapkan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang anggota Polri, sebagai berikut:

a. “Telah berpengalaman sebagai penyidik;

b. Mempunyai minat, pelatihan, dedikasi dan memahami masalah anak;

c. Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak”.

(7)

20 Untuk menjadi penyidik anak memang tidak cukup hanya mengandalkan kepangkatan yang cukup, juga membutuhkan pengalaman seseorang dalam melakukan penyidikan, sehingga sangat membantu dari segi Teknik penyidikan. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah minat, perhatian, dedikasi, dan pemahaman terhadap masalah anak yang akan mendorong penyidik anak untuk menambah pengetahuannya tentang masalah anak sehingga penyidik dapat fokus pada kepentingan anak dalam melaksanakan tugasnya. Karena tidak ada penyidik anak, penyidik umum dapat melakukan penyidikan terhadap tindak pidana untuk orang dewasa penyidik akan memperhatikan terkait kepentingan anak.

Karena tidak ada penyidik anak, penyidik umum dapat melakukan penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa atau penyidik lain menurut undang-undang yang berlaku. Penyidikan anak-anak dilakukan dalam suasana kekeluargaan dan oleh karena itu penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatan. Dalam pemeriksaan tersangka anak penyidik tidak memakai seragam dinas dan melakukan pendekatan secara efektif, aktif dan simpatik. Dalam suasana kekeluargaan juga berarti tidak ada pemaksaan, intimidasi, atau sejenisnya selama dilaksanakannya penyidikan.11

11 Amelia Geiby Lembong. 2014. Kajian Hukum Terhadap Sistem Pemidanaan Anak Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2012. Lex Crimen. Vol. III No. 4. Hlm. 15

(8)

21 Berdasarkan pengertian diatas terkait penyidik anak dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang penyidik anak ditetapkan berdasarkan keputusan Kepala Kepolisian yang memenuhi syarat antara lain telah berpengalaman menjadi penyidik, mempunyai minat, pelatihan, dedikasi dan memahami masalah anak, serta paham telah mengikuti praktek teknik peradilan anak.

B. Tinjauan Umum Tentang Persetubuhan 1. Pengertian Persetubuhan

Persetubuhan ialah perpaduan antara kelamin laki-laki dan kelamin perempuan yang biasanya untuk tujuan mendapatkan anak. Menurut Arrest Hoge Read, perbuatan memasukan kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan selalunya mengakibatkan kehamilan, dengan kata lain apabila kemaluan itu mengeluarkan air mani ke dalam kemaluan perempuan. jadi, jika kemaluan laki-laki dimasukan ke dalam kemaluan perempuan dalam waktu yang lama dalam dan air mani laki-laki belum keluar, bukan persetubuhan, tetapi percobaan persetubuhan. Dari pengertian persetubuhan di atas, dapat disimpulkan bahwa persetubuhan ialah penyatuan kelamin laki-laki dan kelamin perempuan, yang mengakibatkan kehamilan.12

Dari pengertian-pengertian di atas mengenai persetubuhan dapat diambil kesimpulan bahwa persetubuhan merupakan perpaduan antara

12 Selfianus Laritmas. 2019. Kajian Hukum Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Tobelo Nomor : 15/PID.SUS/2016/PN.TOB Tentang Delik Percobaan Persetubuhan Terhadap Anak. Jurnal Akrab Juara. Vol. 4 No. 1. Hlm. 287

(9)

22 kelamin laki-laki dan kelamin perempuan yang akan melibatkan kehamilan.

Persetubuhan di luar nikah adalah tujuan yang dicapai dengan melalui kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap perempuan tertentu. Bahkan ada pula persetubuhan dalam perkawinan yang dipaksakan dengan kekerasan, yang menimbulkan penderitaan bagi korbannya, yang tidak dapat digolongkan sebagai suatu kejahatan oleh karena tidak dirumuskan terlebih dahulu oleh pembuat undang-undang sebagai kejahatan.

Dari perumusan di atas menunjukan bahwa status perempuan ditempatkan sebagai objek kekerasan seksual (persetubuhan) karena perempuan identik dengan lemah dan laki-laki sebagai pelaku dikenal dengan kekuatannya yang sangat kuat sehingga bisa memaksa dengan cara apapun yang mereka kehendaki meskipun dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan. Fungsi dari kekerasan tersebut dalam hubungannya dengan tindak pidana adalah sebagai berikut :

a. Kekerasan dalam bentuk tindakan. Kekerasan disini membutuhkan kondisi karena ketidakberdayaan korban.

Ada causal verband antara kekerasan dan ketidakberdayaan korban. Contohnya kekerasan pada pencabulan, yang digunakan sebagai alat untuk melakukan hubungan seksual secara paksa. Juga dalam pemerasan (Pasal 368), korban

(10)

23 menjadi tidak berdaya, dengan ketidakberdayaan inilah yang menyebabkan korban terpaksa menyerahkan barang, membayar utang atau menghapuskan piutang.

b. Kekerasan berupa perilaku yang dilarang dalam tindak pidana bukan merupakan cara melakukan perbuatan.

Seperti kekerasan dalam Pasal 211 atau Pasal 212.13

Ancaman kekerasan memiliki aspek penting dalam pencabulan antara lain sebagai berikut :

a. Aspek objektif adalah wujud nyata dari ancaman kekerasan dalam bentuk tindakan persiapan, yang mungkin sudah menjadi tindakan awal untuk melakukan tindakan yang lebih besar yakni kekerasan secara sempurna, dan menimbulkan orang menerima kekerasan menjadi tidak berdaya secara psikis, berupa rasa takut, rasa cemas.

b. Aspek subjektif, yaitu keyakinan yang ditimbulkan oleh penerima (korban) kekerasan, bahwa jika kehendak pelaku tidak terpenuhi dalam hal ini bersetubuh dengan dia, maka kekerasan itu akan benar-benar terwujud. Aspek kepercayaan ini sangat penting dalam ancaman kekerasan, karena jika

13 Muhammad Ridwan Lubis dan Cut Nurita. 2020. Tinjauan Yuridis Kasus Pencabulan Terhadap Anak Di Wilayah Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus No. 116/Pid. B/2011/PN.LP/PB). Jurnal Ilmiah MEDATA. Vol. 2 No. 1. Hlm. 54

(11)

24 korban tidak memiliki kepercayaan ini, korabn tidak dpat membiarkan tindakan terhadapnya terjadi.

Dalam perkembangan yang semakin maju dan pesat ini, banyak bentuk penyimpangan dalam kondisi ini, terutama banyak bentuk penyimpangan khususnya pencabulan seperti bentuk-bentuk pemaksaan persetubuhan yang bukan pada vagina (alat kelamin wanita), tetapi pada anus atau dubur (pembuangan kotoran manusia) mungkin menjadi target target pelecehan seksual. Adapun tujuan dari pelecehan seksual antara lain sebagai berikut :

a. Perbuatan tersebut tidak hanya bersetubuh atau berhubungan seksual (memasukkan alat kelamin ke dalam vagina), tetapi juga memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut dan memasukkan benda (bukan bagian tubuh laki-laki) ke dalam vagina atau mulut wanita.

b. Cara tersebut dapat dengan dengan cara apapun selain kehendak atau persetujuan korban, tidak hanya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

c. Bukan hanya wanita dewasa yang sadar, tetapi wanita yang tidak berdaya atau tidak sadar dan di bawah umur, bukan hanya terhadap wanita yang tidak setuju (diluar kehendaknya), tetapi juga terhadap wanita yang

(12)

25 memberikan persetujuannya karena dibawah ancaman dan karena dibawah umur.14

2. Jenis-Jenis Persetubuhan

Ditinjau dari motif pelakunya dapat dibedakan menjadi beberapa motif sebagai berikut :

a. Seductive Rape (Persetubuhan yang Menggoda)

Persetubuhan yang terjadi karena pelaku merasa terangsang nafsu birahi. Biasanya persetubuhan semacam ini karena diantara keduanya sudah saling mengenal seperti persetubuhan yang dilakukan oleh pacar, persetubuhan oleh anggota keluarga dan persetubuhan oleh teman.

b. Sadistic Rape (Persetubuhan Sadis)

Dalam hal ini, pelaku mendapatkan kepuasan seksual bukan karena hubungan fisiknya, tetapi dari kekerasan pelaku terhadap korban.

c. Anger Rape (Persetubuhan sebagai Pelampiasan)

Persetubuhan yang dilakukan sebagai ungkapan marah pelaku. Persetubuhan semacam ini biasanya disertai tindakan brutal pelakunya secara fisik. Kepuasan seksual bukan merupakan tujuan utamanya melainkan hanya melampiaskan rasa marahnya.

14 Ibid. Hlm. 56-57

(13)

26 d. Domination Rape (Persetubuhan Donasi)

Dalam hal ini, pelaku ingin menunjukan dominasinya terhadap korban. Kekerasan fisik bukanlah sasaran utama korban karena sasaran utamanya adalah pelaku ingin melakukan kontral atau mengsuasi secara seksual terhadap korban sehingga pelaku dapat menunjukkan bahwa ia memiliki kekuasaan atas seseorang.

Misalnya : persetubuhan pembantu yang dilakukan oleh majikan.

e. Exploitation Rape (Persetubuhan Eksploitasi)

Persetubuhan semacam ini terjadi karena secara finansial atau sosial ketergantungan pada pelaku. Dalam hal ini pelaku tidak akan menggunakan kekerasan fisik, tetapi pelaku dapat memaksanakan kehendaknya pada korban.15 f. Victim Precipitated Rape (Persetubuhan yang dipicu oleh

Korban)

Yakni persetubuhan yang berlangsung (terjadi) dengan menjadikan korban sebagai pencetusnya.16

15 Iwan Setiawan. 2018. Tindak Pidana Perkosaan Dalam Tinjauan Hukum Pidana Indonesia.

Jurnal Ilmiah Galuh Justisi. Vol. 6 No. 2. Hlm. 129

16 A. Tenripadang Chairan. 2010. Analisis Yuridis Tindak Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan.

Jurnal Hukum Diktum. Vol. 8 No. 2. Hlm. 116

(14)

27 C. Tinjauan Umum Tentang Anak

Anak dari pengertian aspek sosiologi diartikan sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang senantiasa berinteraksi dalam lingkungan masyarakat bangsa dan negara. Dalam hal ini anak diposisikan sebagai kelompok sosial yang status sosialnya lebih rendah daripada masyarakat di lingkungan tempat berinteraksi. Makna anak dalam aspek ini lebih mengarah pada perlindungan anak itu sendiri.

Pengertian anak secara hukum, anak diletakan sebagai objek sekaligus subjek utama dalam suatu proses legitimasi, generalisasi dan sistematika aturan yang mengatur tentang anak17. Berikut ini pengertian anak menurut perundang-undangan yang ada, antara lain :

a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 ayat (2) “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.

b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1) “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Dalam undang-undang ini pengertian anak tidak diartikan secara lebih jelas, namun pengertian dari Pasal 47 ayat (1) dan Pasal

17 Rini Fitriani. 2016. Peranan Penyelenggara Perlindungan Anak Dalam Melindungi Dan Memenuhi Hak-Hak Anak. Jurnal Hukum Samudra Keadilan. Vol. II No. 2. Hlm. 252

(15)

28 50 ayat (1) berisi mengenai pembahasan usia anak dibawah kekuasaan orang tua atau dibawah kekuasaan wali belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun.

d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (5) :

“Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”.

e. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak diartikan secara jelas, namun dalam Pasal 287 ayat (1) dikategorikan mengenai usia anak adalah seorang yang belum mencapai usia lima belas tahun.

f. Menurut Konvensi Hak Anak (Convention on the rights of the child) dalam Pasal 1 “Setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal”.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai usia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan dan belum pernah menikah.

D. Teori Efektivitas Hukum

Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti berhasil mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu tentang hubungan antara

(16)

29 hasil yang diharapkan dan hasil yang sebenarnya dicapai. Efektivitas adalah kemampuan untuk melakukan tugas, fungsi daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan antara pelaksanaannya.

Dapat ditarik kesimpulan, bahwa menurut pengertian di atas indikator efektivitas dalam arti tercapainya suatu tujuan yang telah ditentukan adalah ukuran sejauh mana tujuan telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan.18

Teori efektivitas Lawrence Meir Friedman menyatakan bahwa berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung pada substansi hukum, struktur sistem hukum dan budaya hukum. Detailnya dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Substansi Hukum

Dalam teori Lawrence Meir Friedman, ini disebut sistem substansial yang menentukan apakah suatu hukum dapat ditegakkan. Substansi juga berarti apa yang dibuat oleh orang-orang dalam sistem hukum termasuk keputusan yang mereka buat, aturan baru yang mereka buat.

Substansi juga mencakup hukum-hukum yang hidup, bukan hanya aturan-aturan yang terdapat dalam kitab undang-undang.

18 Nur Fitryani Siregar. 2018. Efektivitas Hukum. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Kemasyarakatan.

Vol. 18 No. 2. Hlm. 2-3

(17)

30 Sebagai negara yang masih menganut sistem civil law atau Eropa kontinental dikatakan bahwa hukum adalah aturan tertulis dan aturan tidak tertulis bukan dinyatakan hukum.

Sistem ini mempengaruhi sistem hukum Indonesia. Salah satu dampaknya adalah adanya asas legalitas dalam hukum pidana.

Pasal 1 KUHP mengatur bahwa “perbuatan pidana tidak dapat dipidana jika tidak diatur”. Jadi, bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan perundang- undangan.

2. Struktur Hukum/Pranata Hukum

Dalam teori Friedman, ini disebut sistem struktural yang menentukan apakah hukum dapat ditegakkan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan KUHAP meliputi, kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (Lapas). Kekuasaan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang.

Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh lainnya. Ada adagium mengatakan “fiat justitia et pereat mundus” meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan. Hukum tidak dapat berfungsi atau ditegakan tanpa aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya

(18)

31 peraturan perundang-undangan tanpa didukung aparat penegak hukum yang baik, keadilan hanya angan-angan.

Mentalitas aparat penegak hukum yang lemah mengakibatkan penegakan hukum tidak berjalan sesuai hukum yang seharusnya. Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum antara lain lemahnya keyakinan agama, lemahnya pemahaman ekonomi, proses rekrutmen yang tidak transparan dan lain sebagainya.

Dapat ditegaskan bahwa faktor penegak hukum memegang peran penting dalam berjalannya hukum. Masalah muncul ketika regulasi baik, tetapi penegakannya berkualitas rendah. Demikian juga, regulasi lemah dan kualitas penegakannya baik, potensi masalah tetap ada.

3. Budaya Hukum

Menurut Friedman budaya hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, gagasan, dan harapan. Budaya hukum adalah suasa pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana menggunakan, menghindari, atau menyalahgunakan hukum. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat.

Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin baik budaya hukum yang terbentuk, dan konsep

(19)

32 masyarakat tentang hukum akan berubah, yang merupakan indikator berjalannya hukum.19

E. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Profil Kepolisian Resort Kota Batu

Kota Batu merupakan daerah yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Polres Kota Batu merupakan salah satu instansi penegak hukum yang dibawah naungan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI). Kepolisian Resort Kota Batu beralamat di Jl. A.P. III Katjoeng Permadi No. 16, Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur 653221. Kepolisian Resort Kota Batu dipimpin oleh seorang Kapolres AKBP I Nyoman Yogi Hermawan, S.IK., M.Si. Polres Kota Batu membawahi 6 (enam) institusi Kepolisian Sektor, yaitu : Polsek Batu, Polsek Bumiaji, Polsek Junrejo, Polsek Ngantang, Polsek Pujon, dan Polsek Kasembon.

2. Visi dan Misi 1) Visi :

“Mendorong upaya peningkatan kinerja aparat Polres Kota Batu dalam melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta penegakan hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia”.

19 Slamet Tri Wahyudi. 2012. Problematika Penerapan Pidana Mati Dalam Konteks Penegakan Hukum Di Indonesia”. Jurnal Hukum dan Peradilan. Vol. 1 No. 2. Hlm. 217-218

(20)

33 2) Misi :

a. “Berdasarkan pernyataan visi tersebut, selanjutnya dijabarkan dalam misi Polres Batu yang mencerminkan koridor misi sebagai berikut :

b. Mengembangkan personil Polres Batu yang responsive, interaktif dan informatif sehingga dalam menjalankan tugasnya anggota Polres Batu dapat memperoleh legitimasi dari masyarakat dan membangun kepercayaan publik yang positif;

c. Terus meningkatkan kemampuan personil baru yang berpengetahuan sehingga setiap anggota dapat menjadi pusat informasi bagi masyarakat atau wisatawan atau smart person yang berkunjung ke Kota Batu;

d. Sesi informasi publik lewat Handphone meliputi informasi situasi daerah, hukum waris batu, lalu lintas, informasi lokasi wisata atau kuliner dan layanan cepat pengaduan masyarakat;

e. Meningkatkan sarana prasarana untuk mendirikan daya tarik wisata di bagian tengah kota berupa Pos Polisi wisata keamanan terpadu, hanya untuk menjalankan tugasnya pada hari libur atau liburan panjang, dan melibatkan instansi atau kelompok kerja atau kelompok masyarakat terkait dalam pelaksanaan tugasnya.

f. Cara meningkatkan pembinaan personil melalui pelatihan di bidang harkamtibmas, penegakan hukum dan pelayanan

(21)

34 masyarakat untuk mewujudkan poster teori sebagai salah satu pendorong bangsa dan masyarakat dalam pelayanan Kamtibmas melalui kegiatan preventif dan represif dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mewujudkan situasi keamanan dalam negeri yang kondusif di wilayah hukum Polres Batu;

g. Meningkatkan peran intelijen dalam mendukung upaya pemeliharaan kemanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melalui kegiatan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan;

h. Memberikan perlindungan, pengayoman, pelayanan dan pembinaan masyarakat dengan meningkatkan peran Bhabinkamtibmas dalam pelaksanaan strategi polmas di desa atau kelurahan;

i. Penguatan sinyal GPS nasional dengan lintas sektoral dan seluruh komponen masyarakat untuk menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif di wilayah hukum Polres Batu;

j. Menjaga keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas (kamseltibcarlantas) melalui kegiatan dikmas lantas, gatur lantas dan penegakan hukum untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus orang dan barang;

k. Melakukan penegakan hukum dengan tidak diskriminatif menjunjung tinggi HAM dan anti kekerasan;

l. Meningkatkan pengungkapan dan penyelesaian kasus prioritas termasuk kejahatan konvensional, kejahatan lintas negara atau

(22)

35 transnational crime, kejahatan yang merugikan kekayaan negara dan kejahatan yang berdampak kontijensi;

m. Meningkatkan aksesibilitas pelayanan Polri kepada masyarakat dan pengembangan sistem pengawasan melalui layanan humas untuk mewujudkan pelayanan yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN);

n. Memperkuat bidang kehumasan untuk mendukung implementasi Keterbukaan Informasi Publik dalam rangka mewujudkan kepercayaan masyarakat atau Public Trust”.

3. Struktur Organisasi Sat Reskrim Kepolisian Resort Kota Batu KASAT RESKRIM

AKP YUSSI PURWANTO, S.H., M.H

KAUR BINOPS

IPDA BOBY ABADI RUSTAM, S.H

KAURMINTU AIPTU M. AMIN MAKMUN

KAURIDENT AIPDA GUNAWAN

WIBISONO

KANIT I/PIDUM AIPDA PARSUJI, S.H.

KANIT II/PIDKOR AIPDA YUDIK PRIYO

UTOMO, S.H.

KANIT III/PPA AIPDA PRIYANTO PUJI

UTOMO S.H.

KANIT IV/PIDTER AIPDA JOKO

PRAMONO

Struktur 1. Struktur Organisasi Sat Reskrim Polres Kota Batu

(23)

36 4. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak ( PPA)

Bertugas memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban dan penegakan hukum terhadap pelakunya. Dalam melaksanakan tugasnya Unit PPA menyelenggarakan fungsi:

a. “Memberikan perlindungan terhadap anak korban kejahatan/kekerasan, dalam rangka penegakan hukum.

b. Melakukan penyidikan perkara terhadap perempuan dan anak pelaku kejahatan/kekerasan”.

Visi dan Misi Unit PPA

1) Visi :

“Memberikan pelayanan, perlindungan kepada perempuan dan anak yang mengalami kekerasan dan kejahatan dengan profesionalitas yang penuh empati dan menegakkan hukum terhadap perempuan dan anak sebagai yang menjadi pelaku kejahatan”.

2) Misi :

a. “Memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak yang menjadi korban dan atau saksi tindakan dan kejahatan trafficking dan pelecehan seksual dengan empati.

(24)

37 b. Memberikan pelayanan yang cepat dan profesional kepada perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan, kejahatan, trafficking dan tindak pelecehan seksual.

c. Memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.

d. Menciptakan rasa aman dan nyaman bagi perempuan dan anak korban kejahatan.

e. Memproses sampai ke pengadilan para pelaku kejahatan dengan korban perempuan dan anak penegakan hukum terhadap perempuan dan anak sebagai pelaku kejahatan”.20

20 Sumber data tersebut didapat peneliti pada saat melakukan penelitian di Kepolisian Resort Kota Batu Unit Perlindungan Perempuan dan Anak pada Senin, 15 November 2021

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan penguatan kapasitas kelembagaan Program Keluarga Harapan dalam mewujudkan keluarga sejahtera di Kabupaten Subang belum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kegiatan Ramadhan di pondok pesantrean Al-Ikhsan Beji Banyumas dan langkah-langkah membangun kecerdasan spiritual

Tidak hanya itu, diharapkan perancangan board game tersebut dapat membantu para guru dan orang tua dalam menyampaikan pembelajaran yang tepat dalam melatih

Sebagai kesimpulan, kebudayaan semula diartikan sebagai usaha memperbaiki hidup manusia dengan pendidikan, dan akhirnya berarti suatu usaha yang menyangkut kepentingan

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Hal ini ditunjukkan oleh pangsa produksi dalam negeri terhadap ketersediaan pangan nasional rata-rata mencapai lebih dari 96 persen Fakta tersebut menunjukkan

Setelah adanya penambahan perangkat router mikrotik dan penerapan manajemen user dan bandwidth maka client yang akan terhubung ke layanan hotspot diharuskan login