• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) PADA KEADAAN TERGENANG TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN GA3 SKRIPSI OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RESPON BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) PADA KEADAAN TERGENANG TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN GA3 SKRIPSI OLEH :"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) PADA KEADAAN TERGENANG TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN GA3

SKRIPSI

OLEH :

JENSEN GIONARDO

140301099 / PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

RESPON BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) PADA KEADAAN TERGENANG TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN GA3

SKRIPSI

OLEH :

JENSEN GIONARDO

140301099 / PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

JENSEN GIONARDO, 2019. Respon beberapa varietas kedelai (Glycine max L. Merril.) pada keadaan tergenang terhadap pemberian BAP dan GA3, dibimbing oleh Ir. Revandy Iskandar Muda Damanik M.Si., M.Sc., Ph.D dan Dr. Ir. Diana Sofia Hanafiah, S.P., M.P.

Perubahan iklim Indonesia menyebabkan adanya potensi timbulnya genangan saat curah hujan terlalu tinggi pada areal pertanaman kedelai, yang dapat berdampak pada penurunan produktivitas kedelai. Genangan merupakan masalah utama di banyak daerah pertanian di dunia dan kedelai merupakan tanaman yang peka terhadap genangan. Penggunaan zat pengatur tumbuh dapat merangsang reaksi adaptif tanaman kedelai terhadap cekaman genangan. Penelitian ini telah dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan laut pada bulan Maret hingga bulan Agustus 2018 menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan menggunakan tiga faktor perlakuan yaitu : varietas (Willis, Dering 1 dan Devon 1), konsentrasi ZPT (kontrol, GA3 100 ppm + BAP 30 ppm dan GA3 200 ppm + BAP 60 ppm), dan genangan (kontrol dan tergenang).

Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot 100 biji, analisis klorofil, analisis protein dan analisis enzim Superoksida Dismute (SOD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 2 MST, bobot 100 biji dan umur berbunga. Perlakuan genangan berpengaruh nyata terhadap klorofil total tanaman kedelai. Interaksi varietas dan ZPT berpengaruh nyata terhadap jumlah biji dan bobot 100 biji. Interaksi antara genangan dengan ZPT berpengaruh nyata terhadap umur berbunga tanaman kedelai.

Kata kunci : kedelai, cekaman genangan, zat pengatur tumbuh, BAP, GA3

(5)

ABSTR ACT

JENSEN GIONARDO, 2019. Growth Response of Some Varieties of Soybean (Glycine max L. Merril.) in Flooded Conditions with Giving of Benzyl Amino Purine (BAP) and Gibberellic Acid 3 (GA3), supervised by Ir. Revandy Iskandar Muda Damanik M.Si., M.Sc., Ph.D and Dr. Ir. Diana Sofia Hanafiah, S.P., M.P.

Indonesia's climate change issues causes the big potential for innudation to occur when rainfall is too high in the area of soybean cultivation, which can giving an impact on soybean productivity. Inundation are a major problem in many areas in the entire world and soybeans are sensitive to inundation. The use of growth regulators can respond to soybean plant adaptation to inundation stresses. This research was conducted in the Faculty of Agriculture Research Field, University of North Sumatra, Medan, Indonesia with altitude ± 32 meters in March until August 2018 using a Randomized Block Design (RBD) with three factors: varieties (Willis, Dering 1 and Devon 1), concentration of growth regulators (control, GA3 100 ppm + BAP 30 ppm and GA3 200 ppm + BAP 60 ppm), and inundation(control and flooded). The parameters observed were plant height, number of leaves, time of flowering, number of pods per plant, number of seeds per plant, weight of 100 seeds, analysis of chlorophyll, analysis of protein and analysis of Superoxide Dismute (SOD) enzymes. The results showed that the variety increased significantly to plant height at 2 weeks after planted, weight of 100 seeds and the age of flowering. Innudation treatment significantly affected the total chlorophyll.

Interaction between varieties and PGR significantly affected the number of seed and weight of 100 seeds. Interaction betweeen innudation and PGR signigicantly affect on the age of soybean flowering.

Keywords: soybean, inundation stresses, plant growth regulators, BAP, GA3

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 27 Juli 1996 anak pertama dari dua bersaudara, putra dari pasangan Bapak Agus dan Ibu Liaty Salim.

Penulis menempuh pendidikan formal sebagai berikut :

- Tahun 2007 lulus dari SD Swasta Husni Thamrin Medan - Tahun 2010 lulus dari SMP Swasta Husni Thamrin Medan - Tahun 2013 lulus dari SMA Swasta Husni Thamrin Medan

- Tahun 2014 diterima di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, melalui SNMPTN.

Selama kuliah penulis penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (HIMAGROTEK) Fakultas Pertanian USU (2014/2019), organisasi Keluarga Mahasiswa Buddhis (KMB) USU (2014/2019), UKM Putera – Puteri Pencinta Alam dan Lingkungan Hidup (PARINTAL) Fakultas Pertanian USU (2015/2019).

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN) PKS Sei Daun, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara pada tahun 2017.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Respon Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merril.) pada Keadaan Tergenang terhadap Pemberian BAP dan GA3”, yang merupakan syarat untuk mendapat gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Revandy Iskandar Muda Damanik,M.Sc. Ph.D. selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Diana Sofia Hanafiah, S.P., M.P. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini serta ucapan terima kasih kepada orang tua penulis yang telah memberikan semangat, motivasi dan dukungan baik moril maupun materil.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, September 2019

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesa Penelitian... 5

Kegunaan Penulisan ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) ... 6

Syarat Tumbuh ... 8

Iklim ... 8

Tanah ... 8

Varietas Unggul ... 9

Lahan Tergenang ... 10

GA3 (Gibberellic Acid)... 13

BAP (Benzyl Amino Purine) ... 14

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat Penelitian ... 16

Metode Penelitian... 17

PELAKSANAAN PENELITIAN Seleksi Benih ... 20

Persiapan Media Tanam ... 20

Persiapan Lahan ... 20

Penanaman ... 20

Pemupukan ... 20

Aplikasi ZPT ... 21

(9)

Pemeliharaan ... 21

Penyiraman ... 21

Penyiangan ... 21

Pengajiran ... 21

Pengendaliaan Hama Penyakit ... 21

Panen ... 22

Peubah Amatan ... 22

Tinggi Tanaman (cm) ... 22

Umur berbunga (hari) ... 22

Jumlah Polong Berisi Per Tanaman (Polong) ... 22

Jumlah Biji Pertanaman (Biji) ... 23

Bobot 100 Biji (g) ... 23

Pengukuran Total Klorofil ... 23

Pengukuran Total Protein ... 23

Analisis Enzim Superoksida Dismutase (SOD) ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 26

Pembahasan ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA... ... 41

LAMPIRAN... . 45

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Rataan Tinggi Tanaman Kedelai 4 dan 5 MST……….……….... 26 2. Rataan Jumlah Daun Tanaman Kedelai 4 dan 5 MST………... 27 3. Rataan Umur berbunga Tanaman Kedelai……….….…... 28 4. Rataan Jumlah Polong Berisi Tanaman Kedelai….………….……….. 29 5. Tabel Rataan Tiga Arah Rataan Jumlah Biji Tanaman Kedelai…....… 30 6. Tabel Rataan Dua Arah Rataan Jumlah Biji Tanaman Kedelai…….… 30 7. Tabel Rataan Tiga Arah Rataan Bobot 100 Biji Tanaman Kedelai ….. 31 8. Tabel Rataan Dua Arah Rataan Bobot 100 Biji Tanaman Kedelai ….. 32

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Histogram Rataan Tinggi Tanaman Kedelai 2-5 MST…….………... 27 2. Histogram Rataan Jumlah Daun Tanaman Kedelai 2-5 MST………... 28 3. Histogram Rataan Klorofil Total ...……….………... 32 4. Histogram Rataan Kandungan Protein ...………. 33 5. Histogram Rataan Kandungan Enzim Superoksida Dismute (SOD)…. 34

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Deskripsi Varietas Wilis.………...……… 45

2. Deskripsi Varietas Dering 1………..…. 46

3. Deskripsi Varietas Devon 1...………... 47

4. Bagan Penanaman pada Plot ……...………... 48

5. Bagan Plot Penelitian ………...…...… 49

6. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian ………...…... 50

7. Data dan Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST………... 51

8. Data dan Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST ………...…… 52

9. Data dan Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST ………...… 53

10. Data dan Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST ………... 54

11. Data dan Sidik Ragam Jumlah Daun 2 MST ……….... 55

12. Data dan Sidik Ragam Jumlah Daun 3 MST ……….... 56

13. Data dan Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST ……….... 57

14. Data dan Sidik Ragam Jumlah Daun 5 MST ……….... 58

15. Data dan Sidik Ragam Umur Berbunga...…… 59

16. Data dan Sidik Ragam Jumlah Polong Berisi...…… 60

17. Data dan Sidik Ragam Jumlah Biji Per Tanaman...…… 61

18. Data dan Sidik Ragam Bobot 100 Biji...…… 62

19. Data Analisis Klorofil……...……….... 63

20. Data Kandungan Protein...…………...………. 64

21. Data Kandungan Enzim Superoksida Dismute (SOD)... 65

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kedelai merupakan sumber protein nabati paling populer bagi masyarakat Indonesia. Kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk tempe dan tahu sebagai lauk oleh masyarakat Indonesia. Selain tempe dan tahu, produk kedelai yang lain adalah kecap, tauco, dan susu kedelai. Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Hasil SUSENAS yang dilaksanakan BPS tahun 2015, menunjukkan konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia sebesar 6,99 kg dan tahu 7,51 kg (Irwan, 2006).

Pemenuhan kebutuhan akan kedelai Indonesia adalah sebesar 67,28% atau sebanyak 1,96 juta ton harus diimpor dari luar negeri. Hal ini terjadi karena produksi dalam negeri tidak mampu mencukupi permintaan produsen tempe dan tahu dalam negeri. Produksi kedelai di Indonesia pada periode 1980-2016 berfluktuasi dan cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,63% per tahun. Produksi kedelai tahun 2016 diperkirakan juga turun 7,06%

menjadi 887,54 ribu ton dari tahun 2015 sebesar 963,18 ribu ton (Suwandi, et al., 2016).

Kebutuhan kedelai setiap tahun terus meningkat, meskipun pada tahun 2014 sampai 2015 produksi kedelai mengalami peningkatan yaitu mencapai 954.997 ton dan 982.967 ton. Hal ini akibat dari peningkatan luas panen kedelai dari 615.685 hektar pada tahun 2014 meningkat menjadi 624.848 hektar pada tahun 2015 tetapi masih belum bisa memenuhi kebutuhan nasional (Subagya, et al., 2016).

(14)

Lahan rawa pasang surut dan non-pasang surut (lebak) merupakan salah satu sumber daya lahan sub optimal yang cukup besar dan tersebar di Indonesia, terutama di pulau-pulau besar seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, dan berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian. Luas Lahan Pasang Surut Indonesia mencapai 20,10 juta, dimana sekitar 20-30% diantaranya berpotensi sebagai lahan pertanian (BPS, 2016).

Agroekosistem utama produksi kedelai di Indonesia adalah lahan sawah.

Akibat perubahan iklim, pertanaman kedelai musim kemarau pada lahan sawah sering dihadapkan dengan curah hujan yang tinggi di akhir musim hujan, sehingga sering menimbulkan genangan (kondisi jenuh air). Kondisi tanah jenuh air (tergenang) akibat air sisa penanaman padi atau air hujan, menyebabkan penurunan produktivitas kedelai berkisar antara 20-75%. Kelebihan air di lapang yang menyebabkan genangan umumnya sukar dikelola sehingga perlu diupayakan varietas kedelai yang toleran jenuh air (Suhartina, et al., 2011).

Kondisi genangan merupakan kondisi rendahnya kadar oksigen dari batas normal yang terjadi di akibat presipitasi tinggi, kualitas tanah yang buruk, dan over-irigasi diikuti oleh drainase yang lambat. Beberapa jenis tumbuhan memiliki kapasitas yang luar biasa untuk bertahan dalam kondisi oksigen rendah, meski terjadi perubahan dalam sifat morfologi dan fisiologis pada tingkat antar dan intraspesifik, memiliki dampak yang kuat pada kelimpahan spesies dan distribusi ekosistem di Indonesia yang rawan banjir (Pompeianoa, et al., 2017).

Genangan merupakan masalah utama di banyak daerah pertanian di dunia dan kedelai merupakan tanaman yang peka terhadap genangan. Di Indonesia, kedelai umumnya diusahakan di lahan sawah setelah padi. Kondisi tanah yang

(15)

tergenang (jenuh air) akibat air sisa penanaman padi atau air hujan sering menjadi salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai di lahan sawah. Genangan atau kondisi jenuh air disebabkan oleh kandungan lengas tanah yang berada di atas kapasitas lapang (Hapsari dan Adie, 2010).

Tanaman kedelai dapat diusahakan di lahan pasang surut. Hasilnya cukup memadai, namun cara mengusahakannya berbeda daripada di lahan sawah irigasi dan lahan kering. Tanaman kedelai umumnya ditanam pada lahan kering sehingga tidak tahan genangan. Oleh sebab itu, tidak dianjurkan menanam kedelai di lahan pasang surut yang bertipe luapan air yang selalu terluapi (Suastika, et al., 1997).

Menurut Linkemer et al., 1998, tanaman kedelai akan mengalami kehilangan hasil sebanyak 93% apabila mengalami penggenangan selama 7 hari pada fase perkembangan R3 (tanaman mulai membentuk polong), demikian juga pada stadia perkembangan R1 (tanaman mulai berbunga) dan R5 (tanaman mulai membentuk biji) mencapai 63% kehilangan hasil. Sedangkan pada fase pertumbuhan V2 (tanaman membentuk buku kedua) dapat mengurangi hasil sebanyak 30%.

Sampai saat ini belum ada pengujian varietas unggul kedelai toleran kekeringan yang diuji pada lahan dengan kondisi tergenang. Upaya perakitan kedelai toleran genangan berpeluang memperbanyak varietas kedelai toleran genangan menginat ketersediaan lahan di Indonesia semakin menurun dan perlu adanya pergeseran pola tanam kedelai untuk meningkatkan produktivitas kedelai Indonesia, untuk itu diperlukan penelitian agar mendapatkan dukungan data dan informasi kedelai yang toleran terhadap cekaman genangan. kedelai yang toleran

(16)

terhadap cekaman genangan merupakan harapan bagi pengembangan kedelai di lahan–lahan pasang surut di Indonesia.

Enzim peroksidase merupakan salah satu enzim tanaman yang mempunyai hubungan dengan proses ketahanan. Untuk mengetahui kepekaan dan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit dipergunakan pendekatan mengenai pengaruh stres lingkungan terhadap proses fisiologi tanaman. Cekaman lingkungan dapat mempengaruhi aktivitas gen dan menentukan kapan, bagaimana dan berapa banyak suatu enzim/protein dapat diproduksi dalam organ atau jaringan tanaman (Imelda et al., 2001).

Aktivasi enzim antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD) dan katalase (CAT) adalah komponen yang paling penting dalam sistem pemusnahan (scavenging) efek berbahaya dari ROS di kloroplas dan mitokondria. SOD, merupakan enzim pertama dalam proses detoksifikasi, mengubah superoksida radikal anion (O2•2) menjadi hidrogen peroksida (H2O2), CAT akan mengubah H2O2 menjadi air dan oksigen. Kombinasi antara SOD dan CAT sangat penting dalam mengurangi efek stres oksidatif, yang memainkan peran penting dalam mengatur konsentrasi ROS (Lee et al., 2007).

Hasil penelitian Sembiring (2016) menyatakan bahwa pemberian GA3

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman kedelai pada kondisi tergenang pada beberapa varietas kedelai yang tidak toleran kondisi tergenang. Penelitian Lumbangaol (2017) menyatakan bahwa interaksi antara GA3

dengan BAP berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan volume akar kedelai pada kondisi tergenang, sedangkan pengaruh varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, jumlah polong dan biji per tanaman serta volume akar.

(17)

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik melakukan penelitian respon pertumbuhan beberapa varietas tanaman kedelai (Glycine max L. Merril) pada kondisi tergenang dengan pemberian berbagai dosis BAP dan GA3.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian berbagai dosis BAP dan GA3 terhadap pertumbuhan beberapa varietas tanaman kedelai (Glycine max L. Merril) pada kondisi tergenang.

Hipotesa Penelitian

1) Ada pengaruh nyata pemberian berbagai dosis BAP dan GA3 terhadap pertumbuhan beberapa varietas tanaman kedelai (Glycine max L. Merril) pada kondisi tergenang.

2) Ada pengaruh nyata antara beberapa varietas tanaman kedelai (Glycine max L. Merril) terhadap pertumbuhan pada kondisi tergenang.

3) Ada interaksi antara berbagai dosis BAP dan GA3 dengan beberapa varietas tanaman kedelai (Glycine max L. Merril) terhadap pertumbuhan pada kondisi tergenang.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh data dalam penyusunan skripsi dan sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill.)

Menurut Steenis (2008) klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Sub Divisio : Angiospermeae, Class : Dicotyledoneae, Ordo : Leguminales, Family : Papilonaceae, Genus : Glycine, Spesies : Glycine max L. Merrill.

Sistem perakaran kedelai terdiri dari 2 macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu, kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil.

Pada umunya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi (Hanafiah, 2007).

Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji masak. Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio, yang berbatasan dengan bagian ujung bawah permulaan akar yang menyusun bagian kecil dari poros bakal akar hipokotil. Bagian atas poros embrio berakhir pada epikotil yang terdiri dari dua daun sederhana, yaitu primordia daun bertiga pertama dan ujung batang. Batang dapat membentuk 3 - 6 cabang, berbentuk semak dengan tinggi 30 - 100 cm. Pertumbuhan batang dibedakan atas tipe diterminate dan indeterminate (Adie dan Krisnawati, 2007).

Daun kedelai umumnya berjari tiga (trifolia). Bentuk daun tanaman kedelai bervariasi, yakni oval dan lanceolate, tetapi praktisnya, diistilahkan dengan berdaun lebar (broad leaf) dan berdaun sempit (narrow leaf). Kedelai berdaun sempit lebih banyak ditanami oleh petani dibandingkan tanaman kedelai berdaun lebar, walaupun dari aspek penyerapan sinar matahari, tanaman kedelai

(19)

berdaun lebar menyerap sinar matahari lebih banyak daripada yang berdaun sempit. Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (Narwiyan, 2015).

Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri. Buga kedelai termasuk bunga sempurna yang dalam setiap bunga terdapat alat kelamin jantan dan betina.

Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup, sehingga kemungkinan teradinya penyerbukan silang secara alami sangat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, bunga berwana ungu atau putih. Usia kedelai sampai berbunga bervariasi, tergantung varietasnya (Situngkir, 2004).

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7 - 10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1 - 10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bukan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong (Irwan, 2006).

Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong, ada yang bundar atau bulat pipih. Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji bermacam- macam, ada yang kuning, hitam, hijau atau coklat. Pusar biji atau hilum adalah jaringan bekas biji kedelai yang menempel pada dinding buah. Besar biji tergantung varietas Biji sebagian besar

(20)

tersusun oleh kotiledon dan dilapisi oleh kulit biji (testa). Antara kulit biji dan kotiledon terdapat lapisan endosperm (Narwiyan, 2015).

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung.

Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab (Aldillah, 2015).

Kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil yang optimal kedelai membutuhkan curah hujan 100-200mm/bulan (Irwan, 2006).

Kedelai menghendaki air yang cukup pada masa Pertumbuhannya, terutama pada sat pengisian biji. Curah hujan yang optimal untuk budidaya kedelai adalah 100-200mm/bulan, sedangkan tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400mm/bulan (Balitbang Pertanian, 2016).

Tanah

Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh di semua jenis tanah, namun demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai harus ditanam pada jenis tanah berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir. Hal ini tidak hanya terkait dengan ketersediaan air untuk mendukung pertumbuhan, tetapi juga terkait dengan faktor lingkungan tumbuh yang lain (BKPPP, 2009).

(21)

Tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol atau andosol. Pada tanah yang kurang subur (miskin unsur hara) dan jenis tanah podsolik merah kuning, perlu diberi pupuk organik dan pengapuran. Tanaman kedelai membutuhkan sistem arease dan drainese yang baik untuk mendukung pertumbuhannya (Suhartina, 2005).

pH tanah yang paling baik untuk pertanaman kedelai adalah antara 5,8-7, namun pada tanah dengan pH 4,5 tanaman kedelai masih dapat tumbuh. Apabila pertumbuhan tanaman kedelai kurang baik dapat dilakukan penambahan pupuk organik atau kompos dengan jumlah yang baik dan berimbang (Lumbangaol, 2017).

Varietas Unggul

Kedelai merupakan tanaman lahan kering sehingga tanggap varietas kedelai terhadap keadaan jenuh air akan berbeda-beda. Sebagai contoh, varietas kedelai yang berumur panjang biasanya mempunyai pertumbuhan lebih baik dan produksi lebih tinggi dari pada kedelai yang berumur pendek jika dibudidayakan dengan budidaya jenuh air (Sagala, et al., 2011).

Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. Varietas lokal adalah varietas yang telah ada dan dibudidayakan secara turun temurun oleh petani serta menjadi milik masyarakat dan dikuasai negara. Varietas unggul adalah galur hasil pemuliaan yang mempunyai satu atau lebih keunggulan khusus

(22)

seperti potensi hasil tinggi, tahan hama, penyakit, dan toleran terhadap cekaman lingkungan, mutu produk, dan atau sifat-sifat lainnya, serta telah dilepas oleh pemerintah (Nugrahaeni, 2016).

Pemuliaan kedelai telah dimulai sejak lama, dan varietas kedelai pertama dilepas adalah pada tahun 1918. Hingga akhir Februari 2008 (90 tahun) di Indonesia telah dilepas sebanyak 70 varietas kedelai. Varietas kedelai yang ada di Indonesia diperoleh melalui persilangan (35 varietas), asal manca negara (introduksi) (18 varietas), varietas lokasl (11 varietas) dan iradiasi (6 varietas).

Varietas kedelai yang dilepas 8 tahun terakhir memiliki sifat yang mendekati keinginan pengguna, seperti umur genjah, biji besar, toleran hama, adaptif lahan kering masam dan adaptif lahan pasang surut. Sasaran pembentukan varietas kedelai saat ini, selain untuk hasil tinggi, juga diarahkan pada toleran hama polong, toleran penaungan, toleran kekeringan, kedelai hitam, umur genjah, adaptif lahan masam berbiji besar, adaptif lahan pasang, toleran virus SSV dan CMMV dan varietas berkandungan nutrisi tinggi (Suhartina, 2005).

Respon setiap varietas kedelai terhadap kondisi tergenang berbeda-beda.

Perbedaan respon tersebut terjadi akibat bagaimana kemampuan suatu varietas untuk beradaptasi pada kondisi yang kurang optimal. Varietas yang mampu beradaptasi pada kondisi jenuh air akan menunjukkan hasil yang sedikit lebih baik dibandingkan varietas yang tidak mampu beradaptasi (Ramdhani dan Dani, 2016).

Lahan Tergenang

Kondisi lahan yang tergenang maupun jenuh air akan menghambat pertumbuhan tanaman kedelai. Besarnya pengaruh negatif dari lahan yang tergenang terhadap pertumbuhan dan penurunan hasil setiap kultivar kedelai

(23)

berbeda tergantung dari fase pertumbuhan tanaman pada saat terjadi genangan dan tingkat toleransi kultivar kedelai terhadap cekaman genangan. Kehilangan hasil akibat terjadinya genangan berkisar antara 15-25% apabila genangan terjadi pada umur tanaman 15-30 hari (Kurnia dan Dani, 2016).

Penurunan hasil tanaman kedelai disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah yang tergenang, sehingga genangan air selama fase generatif akan menyebabkan penurunan hasil yang terbesar. Selain itu, penggenangan selama fase pembungaan-pengisian polong akan meningkatkan gugurnya bunga dan polong muda. Kehilangan hasil akibat genangan juga bergantung pada kultivar yang digunakan. Umumnya kehilangan hasil pada fase vegetatif lebih kecil dibandingkan pada fase reproduktif, yaitu 17−43% pada fase vegetatif dan 50−56% pada fase generatif (Arifin, et al., 2017).

Tanaman kedelai yang toleran terhadap genangan akan membentuk akar adventif atau akar bantuan, sementara tanaman kedelai yang tak toleran tidak muncul akar adventifnya, akar-akar adventif akan muncul di permukaan tanah yang dekat dengan oksigen, fungsinya mengganti akar-akar yang mati karena tergenang, daun-daun kuning pada galur harapan toleran jenuh air akan berubah menjadi hijau, bahkan lebih hijau dibanding sebelumnya. Hal ini terjadi akibat kembalinya akar yang memang bertugas menyerap unsur hara dari tanah (Surhatina, 2011).

Tanaman yang mengalami cekaman air mengakibatkan stomata daunnya menutup, yang berpengaruh terhadap penurunan laju transpirasi. Menurunnya laju transpirasi akan mengurangi suplai unsur hara dari tanah ke tanaman, karena

(24)

transpirasi pada dasarnya memfasilitasi laju aliran air dari tanah ke tanaman (Siregar, et al., 2017).

Genangan merupakan penghalang yang serius bagi peningkatan produktivitas kedelai. Permasalahan yang terjadi akibat genangan adalah kekurangan O2 pada tanaman yang terpendam. Hal ini merupakan faktor utama yang menyebabkan tanaman kedelai mengalami kerusakan fisiologis dan kerusakan fisik. Dibawah kondisi pertumbuhan normal, akar tanaman mengambil O2 dari tanah dan kemudian digunakan dalam respirasi mitokondria. Namun, di bawah kondisi stres genangan air, tanaman tidak bisa menyerap cukup O2 untuk gas yang ditandai dengan (a) defisit O2, (b) Kelebihan gas CO2, serta (c) Timbulnya gas etilen yang berlebih. Kekurangan O2 mempengaruhi permeabilitas membran sel, hubungan air-tanaman, nutrisi mineral, produksi zat pengatur tumbuh dan alokasinya, fotosintesis, respirasi dan alokasi karbohidrat. Stres genangan air (waterlogging) dapat menyebabkan penuaan dini sehingga daun klorosis, nekrosis, dan gugur serta pertumbuhan tanaman terhambat yang pada akhirnya menurunkan hasil (produktivitas) (Fatimah dan Saputro, 2016).

Kondisi jenuh air tidak tergenang melainkan sudah melebihi kapasitas lapang. Air diberikan secara terus-menerus sejak tanaman berumur dua minggu hingga masak fisiologis. Air dialirkan melalui saluran-saluran diantara petakanpetakan dan tingginya dijaga tetap berada beberapa sentimeter di bawah permukaan tanah. Sistem ini dapat diterapkan pada lahan dengan irigasi cukup baik maupun yang berdrainase kurang baik (Sahuri, 2011).

(25)

GA3 (Gibberellic Acid 3)

Menurut Susilawati, et al. (2011) dengan menggunakan konsentrasi GA3

yaitu 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah malai, umur berbunga dan panjang malai serta meningkatkan produksi.

GA3 dengan konsentrasi 200 ppm memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan kontrol dan konsentrasi lainnya.

GA3 dapat mempengaruhi perluasan pertumbuhan yang diperlukan untuk memulai siklus pertumbuhan berikutnya. Giberelin juga memicu adanya hormon- hormon yang nantikan membantu dalam proses perkembangan dan pertumbuhan dalam perkecambahan benih kedelai, diantaranya hormon sitokinin dan auksin.

(Diah, et al., 2013).

Aplikasi GA3 sangat efektif digunakan dalam meningkatkan produksi benih, pemanjangan batang, meningkatkan jumlah malai, mempercepat masa berbunga. Selama musim hujan di tahun 2005 di negara Filipina, mereka menggunakan GA3 dengan dosis sebesar 150 g/ha (Sembiring, 2016).

Pemberian ZPT GA3 pada tanaman kedelai bertujuan untuk membuat tanaman lebih produktif, yaitu dengan mengeliminasi hambatan biologi yang ada dalam kedelai tersebut. Diantaranya adalah mengurangi keguguran bunga dan polong- polong yang sudah jadi akibat adanya hambatan abiotik dari lingkungan (Silitonga, 2010).

Secara fisiologis kerontokan bunga dan buah berkorelasi dengan terbatasnya suplai fotosintat dan kecukupan hara, serta regulasi hormonal pada zona absisi. Kerontokan bunga terjadi akibat aktifnya lapisan absisi yaitu lapisan yang terletak dekat pangkal tangkai bunga melemah apabila enzim menghidrolisis

(26)

polisakarida dalam dinding sel, akibatnya bunga dapat rontok. Absisi dikontrol oleh perubahan keseimbangan etilen dan auksin, bila konsentrasi auksin rendah sel-sel pada lapisan absisi menjadi peka terhadap etilen. Giberelin berperan menstimulasi sintesis enzim hidrolitik seperti amilase dan protease yang mampu mencerna zat tepung dan protein dengan demikian meningkatkan kandungan gula dan asam amino untuk pertumbuhan sel (Gardner, et al., 1991)

BAP (Benzyl Amino Purine)

Konsentrasi hormon tumbuhan sitokinin dipengaruhi oleh keberadaan hormon auksi. Sitokinin bersama-sama dengan auksin akan memberikan peranan interaksi terhadap diferensiasi jaringan. Keberadaan sitokinin dalam konsentrasi tertentu akan memberikan pengaruh terhadap pertambahan tunas karena selain berperan dalam menstimulasi pembelahan sel, sitokinin juga dapat memainkan peran dalam proses proliferasi tunas-tunas baru (Fu, et al., 2011).

Menurut Lumbangaol (2017) dengan menggunakan konsentrasi BAP yaitu 30 ppm dan 60 ppm dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah malai, umur berbunga dan panjang malai serta meningkatkan produksi dibandingkan dengan tanapa penggunaan BAP. BAP dengan konsentrasi 60 ppm memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan kontrol dan konsentrasi lainnya.

BAP yang diberikan pada konsentrasi yang sesuai akan membantu dalam proses pembelahan sel-sel. Semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan akan menaikkan diameter batang tanaman, tetapi dapat menurunkan potensi pertambahan tinggi tanaman. Penggunaan BAP dengan konsentrasi yang tinggi dan masa yang panjang dapat menentukan kemampuan pembentukan tunas dan bentuk tunas (Hanafiah, 2007).

(27)

BAP juga mampu meningkatkan panjang akar, volume akar, dan bobot kering akar lebih baik dibanding pengapuran. Peningkatan ini tidak nyata secara statistik, namun baik panjang akar, volume akar, maupun bobot kering tajuk cenderung meningkat lebih baik dibanding pengapuran (Ningsih, et al., 2016).

(28)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada ketinggian tempat ± 32 m dpl. Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2018.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan yang digunakan adalah benih kedelai tahan kekeringan yang diperoleh dari koleksi Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang yang meliputi varietas willis, dering 1, dan devon 1, tanah top soil dan pasir, ZPT GA3 dan BAP, aquades, pupuk urea, TSP dan KCl, label, fungisida, insektisida, air, bambu, tali plastik, bahan kimia untuk analisis protein yaitu H2SO4 pekat, katalis (CuSO4:K2SO4 dengan perbandingan 1:1), NaOH 40%, methyl merah 0,02%, methyl biru 0,02% dan alkohol, bahan larutan analisa enzim yaitu PVPP, nitrogen cair, buffer ekstrak, buffer pottasium phospate (pH 7,6), aceton 85%, PVP (Polivinil Pirolidon), reagen bradford, N2 cair, MES (M2-(N-Morpholino) ethanesulfonic acid), HEPES (MN- (2- Hydroxyethyl) piperazine-N’-(2-ethanesulfonic acid), CaCl (Kalsium Klorida),

dan NaOH (Natrium Hidroksida), L-methionin, Ethylene diaminetraacetic acid (ETDA), H3BO3, HCL, nitro blue tetrazolium (NBT) dan riboflafin.

Adapun alat yang digunakan adalah polybag ukuran 10 kg, meteran, klorofilmeter, spektrofotometri, gembor, cangkul, pipet tetes, erlenmeyer, cawan petri, batang pengaduk, gelas ukur, tabung reaksi, tube, micropipet, mortal dan alu, pinset, scalpel, gunting, Laminar Air Flow Cabinet, spatula, waterbath, kuvet, sentrifiuse, spritus, hot plate, kamera, cangkul, pisau, parang, handsprayer,

(29)

timbangan analitik, gembor, penggaris, alat tulis dan alat-alat lain yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 faktor yaitu :

Faktor I : 3 (tiga) Varietas Kedelai yaitu:

V1 : Willis V2 : Dering 1 V3 : Devon 1

Faktor II : Zat Pengatur Tumbuh dengan 3 taraf yaitu : K0 : Kontrol (Tanpa ZPT)

K1 : GA3 (100 ppm) + BAP (30ppm) K2 : GA3 (200 ppm) + BAP (60 ppm) Faktor III : Penggenangan dengan 2 taraf yaitu :

G0 : Tanpa Penggenangan G1 : Penggenangan (48 jam) Sehingga diperoleh 18 kombinasi perlakuan V1K0G0 V2K0G0 V3K0G0 V1K0G1 V2K0G1 V3K0G1 V1K1G0 V2K1G0 V3K1G0 V1K1G1 V2K1G1 V3K1G1

V1K2G0 V2K2G0 V3K2G0 V1K2G1 V2K2G1 V3K2G1

(30)

Jumlah Ulangan : 3

Jumlah plot : 3 plot

Ukuran Plot : 1200 cm x 100 cm Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blok : 50 cm

Jarak tanam : 20 cm x 20 cm

Jumlah tanaman/plot : 2 tanaman Jumlah sampel/plot : 1 sampel Jumlah sampel seluruhnya : 54 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 108 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut:

Yijkl = μ + ρi + αj + βk + γl + (αβ)jk +(αγ)jl + (βγ)kl + (αβγ)jkl + Ʃijkl i = 1, 2, 3, (r) j = 1, 2, 3 (V) k = 1, 2, 3 (K) l = 1, 2 (G)

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat Varietas (V) pada taraf ke-j, dosis ZPT (K) pada taraf ke-k dan penggenangan (G) pada taraf ke-l

μ : Nilai tengah

ρi : Efek dari blok ke-i.

αj : Efek dari varietas (V) pada taraf ke-j βk : Efek dari dosis ZPT (K) pada taraf ke-k γl : Efek dari penggenangan (G) pada taraf ke-l

(αβ)jk : Efek interaksi dari faktor V pada taraf ke-i dengan faktor K pada taraf ke-j (αγ)jl : Efek dari interaksi antara faktor V pada taraf ke-i dengan faktor G pada taraf ke-k

(31)

(αβγ)jkl : Efek dari interaksi V, K, dan G

εijk : Efek galat pada blok ke-i akibat varietas (V) pada taraf ke-j, dosis ZPT (K) pada taraf ke-k dan penggenangan (G) pada taraf ke-l

(32)

PELAKSANAAN PENELITIAN Seleksi Benih

Benih kedelai yang digunakan adalah benih kedelai tahan kekeringan yang diperoleh dari koleksi Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi- umbian (Balitkabi) Malang yang meliputi varietas willis, dering 1, dan devon 1.

Benih yang digunakan adalah benih yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama serta bebas dari penyakit.

Persiapan Media Tanam

Persiapan media tanam dilakukan dengan mencampur top soil dengan pasir dengan perbandingan 3 : 1, kemudian dimasukkan ke dalam polybag 10 kg yang telah disediakan.

Persiapan Lahan

Areal lahan yang akan digunakan dibersihkan dari gulma yang tumbuh dan sisa-sisa akar tanaman pada areal tersebut. Dibuat 3 plot percobaan dengan ukuran 1200 cm x 100 cm dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm.

Penanaman

Penanaman benih dilakukan dengan membuat lubang tanam yang telah dibuat dengan kedalaman ± 2 cm, kemudian dimasukkan 1 benih per lubang tanam dan ditutup dengan tanah.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesuai dosis anjuran kebutuhan pupuk kedelai (Nurmegawati, et. al., 2015) yaitu 25 kg Urea/ha, 75 kg TSP/ha dan 50 kg KCl/ha.

Pupuk urea, TSP dan KCl diaplikasikan pada 1 minggu setelah penanaman.

(33)

Aplikasi ZPT

Aplikasi ZPT dilakukan dengan cara penyemprotan menggunakan srpayer dengan konsentrasi sesuai perlakuan. BAP diaplikasikan pada saat tanaman memasuki fase tumbuh V4 (± berumur 4 MST). GA3 diaplikasikan sebelum tanaman memasuki fase tumbuh R1 (± berumur 5 MST).

Penggenangan

Penggenangan dilakukan dengan mencelupkan tanaman kedelai beserta media tanam dan polybag ke dalam kolam penggenangan yang diberi air hingga tanaman terendam sampai batas pangkal batang, penggenangan dilakukan selama 48 jam pada saat tanaman memasuki fase tumbuh R1 (± berumur 6 MST).

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman tanaman dilakukan pada sore hari. Penyiraman dilakukan sesuai kondisi kondisi tanah dilapangan.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual dan menggunakan cangkul sesuai dengan kondisi gulma di lapangan yang bertujuan mengendalikan tumbuhan pengganggu agar tidak menjadi saingan bagi kedelai dalam menyerap unsur hara.

Pengajiran

Pengajiran dilakukan pada tanaman yang rebah, agar tanaman tetap kokoh.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan insektisida Decis 25 EC berbahan aktif Deltametrin (25g/liter air). Pengendalian dilakukan tergantung pada tingkat serangan hama dan penyakit di lapangan.

(34)

Panen

Panen dilakukan saat kedelai pada fase R8 dan menunjukkan kriteria panen yaitu ditandai dengan kulit polong sudah berwarna coklat dan daun telah berguguran. Panen dilakukan dengan memotong polong yang telah mencokelat dan dimasukkan kedalam kertas amplop.

Peubah Amatan Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman (cm) diukur dengan menggunakan meteran, tinggi tanaman diukur dari pangkal sampai titik tumbuh, mulai 2 MST dan diulangi setiap minggu sampai tanaman mulai berbunga.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun (helai) dihitung berdasarkan banyaknya daun setiap tanaman dan dilakukan pada 2 sampai 6 minggu setelah tanam, perhitungan jumlah daun dilakukan dengan menghitung seluruh jumlah daun yang membuka sempurna pada setiap tanaman.

Umur Berbunga (hari)

Pengamatan umur berbunga dilakukan dengan cara menghitung dari awal tanaman ditanam hingga umur munculnya bunga pertama.

Jumlah Polong Berisi Per Tanaman (polong)

Jumlah polong berisi dihitung dengan cara menghitung semua polong yang terbentuk dan berisi biji pada setiap tanaman. Pengamatan dilakukan pada saat panen, polong-polong yang telah berisi dimasukkan kedalam amplop kemudian dilakukan penghitungan jumlah polong berisi pada tanaman sampel.

(35)

Jumlah Biji per Tanaman (biji)

Dihitung dengan menghitung semua biji per tanaman setelah dikeringkan terlebih dahulu sebelumnya.

Bobot 100 Biji (g)

Pengamatan bobot 100 biji dilakukan pada saat panen. Bobot 100 butir biji dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Bobot 100 Butir Biji = Bobot biji per tanaman x 100%

Jumlah biji per tanaman Analisis Klorofil (mg/g)

Analisis klorofil dilakukan menurut metode Arnon (1949) yaitu dengan mengambil 1 gram sampel daun tanaman yang kemudian dipotong kecil-kecil, kemudian digerus dengan menggunakan mortal sampai halus, dilarutkan kedalam aceton 85%, disimpan selama semalam di kulkas, kemudian disaring dengan menggunakan saringan buchner yang dimasukkan kedalam botol, dilakukan pembacaan dengan menggunakan spektofotometer, diukur dengan panjang gelombang 645 nm dan 663 nm, jumlah klorofil a (g/ml) dihitung dengan menggunakan rumus OD (Optical Density), jumlah klorofil b (g/ml) dengan menggunakan rumus OD. Dilakukan analisis klorofil setelah tanaman berumur 5 minggu setelah tanam (MST).

Klorofil a = 12,7 D-663 – 2,69 D-645 (g/ml) Klorofil b = 22,9 D-645 – 4,68 D-663 (g/ml) Klorofil Total = 20,2 D-645 + 8,02 D-663 (g/ml) Pengukuran Total Protein

Pengukuran total protein menggunakan metode Bradford (1976) yaitu

(36)

Blue (CBB) dan melarutkannya ke dalam 10 ml Etanol 95% dan 20 ml asam

fosfor. Diaduk dalam kondisi gelap dan disaring dengan kertas saring, lalu dicampur dengan 150 ml akuades.

Tahap analisis dimulai dengan dimasukkan buffer ekstrak 1 ml ke dalam tube, kemudian ditimbang daun kedelai 0,1 g lalu digerus dengan N2 cair, ditambahkan PVP 1% sebanyak 0,1 g dan digerus kembali sampai menjadi serbuk, dimasukkan ke dalam tube yang berisi BE dan disimpan dalam kondisi dingin kemudian disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm dan suhu 40C selama 10 menit. Setelah itu, dimasukkan sampel 50 μL, ditambahkan bradford 2,5 ml dan diinkubasi selama 10-60 menit dalam kondisi gelap. Setelah proses inkubasi selesai, dilakukan pembacaan dengan larutan dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 59,5 nm (larutan blanko yang digunakan adalah : bradford + BE 50 μL).

Analisis Enzim Superoksida Dismutase (SOD)

Analisis SOD diamati berdasarkan metode yang dilakukan oleh Beauchamp dan Fridovich (1971). Pada analisis SOD jumlah sampel yang digunakan adalah 18 sampel masing-masing mewakili satu per perlakuan. Buffer ekstrak (BE) larutan EDTA 10 Mm sebanyak 20 ml dicampurkan akuades hingga 200 ml. Larutan Methionin 13 Mm ditimbang sebanyak 19,3973 mg dan dilarutkan ke dalam akuades 10 ml. Ditimbang EDTA sebanyak 1,1167 mg dan dilarutkan ke dalam akuades 30 ml. Larutan NBT ditimbang 0,61323 mg dan dilarutkan ke dalam akuades 10 ml.

Larutan Riboflavin ditimbang sebanyak 0,00752 mg dilarutkan ke dalam akuades sebanyak 10 ml. Kemudian dimasukkan BE ke dalam tube sampel daun

(37)

yang digunakan adalah daun ketiga dari pucuk tanaman yang telah berkembang sempurna. Ditimbang daun kedelai sebanyak 0,1 g dan digerus dengan N2 cair sampai menjadi serbuk. Ditambahkan PVP sebanyak 0,1g dan digerus kembali.

Dimasukkan ke dalam BE, dapat disimpan dalam suhu rendah. Disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm dengan suhu 4oC dan selama 20 menit. Disiapkan tabung reaksi. Dimasukkan BE 750 μl, larutan methionin 50 μl, NBT μl, EDTA 150 μl dan ekstrak enzim sebanyak 100 μl. Pada larutan blanko dan standard tidak ditambahkan ekstrak enzim (sampel). Dibawa pada kondisi cahaya 15 Watt.

Ditambahkan riboflavin 50 μl, didiamkan selama 5 menit. Ditambahkan aquades steril 350 μl. Diaduk, dibaca dengan spektrofotomer UV / VIS pada panjang gelombang 560 nm.

Analisis dilaksanakan pada 9 MST. Aktivitas SOD dinyatakan dalam satuan unit/mg protein. Selanjutnya dihitung dengan rumus:

Tangen kontrol – Tangen sampel 0.5 x Tangen kontrol Aktivitas SOD =

mg protein

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Tinggi Tanaman

Data pengamatan dan sidik ragam tinggi tanaman kedelai dapat dilihat pada Lampiran 7-10. Rataan tinggi tanaman 2-5 MST menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST sedangkan pada minggu berikutnya tidak berbeda nyata, konsentrasi ZPT dan interaksi varietas dengan konsentrasi ZPT tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 3 (tiga) varietas tanaman kedelai pada 2-5 MST.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman 3 (tiga) varietas kedelai dengan beberapa dosis pemberian ZPT pada 4 dan 5 MST

MST Konesentrasi Varietas

Rataan ZPT V1(Wilis) V2(Dering1) V3(Devon1)

K0 (Kontrol) 16,88 15,43 16,53 16,28

4 MST K1(BAP 30 ppm+GA3 100 ppm) 16,43 14,98 16,18 15,86

K2(BAP 60 ppm+GA3 200 ppm) 17,41 13,79 14,91 15,37

Rataan 16,91 14,73 15,87

K0 (Kontrol) 20,63 18,34 20,83 19,94

5 MST K1(BAP 30 ppm+GA3 100 ppm) 19,67 19,22 21,20 20,03

K2(BAP 60 ppm+GA3 200 ppm) 21,63 16,95 19,45 19,34

Rataan 20,64 18,17 20,49

Ket. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda signifikan menurut DMRT pada taraf α = 5%

Tinggi tanaman pada 4 MST menunjukkan bahwa V1 memiliki rataan tertinggi (16,91 cm) yang berbeda tidak nyata terhadap V3 (15,87 cm) dan V2

(14,73 cm). Tinggi tanaman pada 5 MST menunjukkan bahwa V1 memiliki rataan tertinggi (20,64 cm) yang tidak berbeda nyata dengan V3 (20,49 cm) dan V2 (18,17 cm).

(39)

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST Gambar 1. Histogram rataan tinggi tanaman 3 (tiga) varietas kedelai 2-5 MST

Jumlah Daun

Data pengamatan dan sidik ragam jumlah daun tanaman kedelai dapat dilihat pada Lampiran 11-14. Rataan jumlah daun 4 dan 5 MST pada Tabel 2 menunjukkan bahwa varietas, konsentrasi ZPT dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun 3 (tiga) varietas tanaman kedelai pada 4 dan 5 MST.

Tabel 2. Rataan jumlah daun 3 (tiga) varietas kedelai dengan beberapa dosis pemberian ZPT pada 4 dan 5 MST

MST Konesentrasi Varietas

Rataan ZPT V1(Wilis) V2(Dering1) V3(Devon1)

K0 (Kontrol) 4,75 5,08 5,42 5,08

4 MST K1(BAP 30 ppm+GA3 100 ppm) 5,17 4,50 5,00 4,89

K2(BAP 60 ppm+GA3 200 ppm) 5,25 5,08 4,67 5,00

Rataan 5,06 4,89 5,03

K0 (Kontrol) 7,92 9,00 8,83 8,58

5 MST K1(BAP 30 ppm+GA3 100 ppm) 7,67 6,83 6,92 7,14

K2(BAP 60 ppm+GA3 200 ppm) 8,67 7,50 8,50 8,22

Rataan 8,08 7,78 8,08

Ket. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda signifikan menurut DMRT pada taraf α = 5%

(40)

Data jumlah daun 4 MST menunjukkan bahwa V1 memiliki rataan tertinggi (5,06 helai) yang tidak berbeda nyata dengan V3 (5,03 helai) dan V2

(4,89 helai). Data jumlah daun 5 MST menunjukkan bahwa V1 dan V3 memiliki rataan tertinggi (8,08 helai) yang tidak berbeda nyata dengan V2 (7,78 helai).

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST

Gambar 2. Histogram rataan jumlah daun 3 (tiga) varietas kedelai 2-5 MST

Umur Berbunga

Data pengamatan umur berbunga dan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 15. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas dan interaksi antara ZPT dan genangan berpengaruh nyata terhadap umur berbunga, sedangkan perlakuan ZPT, genangan, interaksi varietas dengan ZPT, interaksi varietas dengan genangan, serta interaksi ketiganya tidak berbeda nyata. Rataan umur berbunga dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3. Rataan umur berbunga 3 (tiga) varietas kedelai dengan beberapa dosis pemberian ZPT pada kondisi tergenang dan tidak tergenang

Konsentras i ZPT

Genangan Varietas

Rataan V1(Wilis) V2(Dering1) V3(Devon1)

K0 (Kontrol)

G0 (Kontrol) 41,83 42,00 44,00 42,61b

G1(Digenangi) 39,17 39,17 43,83 40,72a

K1(BAP 30

ppm+GA3 100 ppm)

G0 (Kontrol) 39,83 44,00 45,67 43,17b

G1(Digenangi) 41,17 41,17 42,00 41,44b

K2(BAP 30

ppm+GA3 100 ppm)

G0 (Kontrol) 41,33 39,00 42,67 41,00a

G1(Digenangi) 39,50 43,67 45,83 43,00b

Rataan 40,47 b 41,50 b 44,00 a

Ket. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak

(41)

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan V3 (44 hari) berbeda nyata terhadap V2 (41,50 hari) dan V3 (40,447 hari). Pada interaksi K0G1 tidak berbeda nyata terhadap K2G0, namun berbeda nyata terhadap K1G0, K2G1, K0G0, dan K1G1.

Jumlah Polong Berisi Per Tanaman

Data pengamatan jumlah polong berisi per tanaman dan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 16. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas, ZPT, genangan serta bentuk interaksi apapun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong berisi per tanaman pada (tiga) varietas tanaman kedelai.

Rataan jumlah polong berisi per tanaman dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4. Rataan jumlah polong berisi per tanaman 3 (tiga) varietas kedelai dengan beberapa dosis pemberian ZPT pada kondisi tergenang dan tidak tergenang

Konsentrasi

ZPT Genangan Varietas

Rataan V1(Wilis) V2(Dering1) V3(Devon1)

K0 (Kontrol)

G0 (Kontrol) 25,83 18,17 14,00 19,33

G1(Digenangi) 20,67 16,83 22,00 19,83

K1(BAP 30

ppm+GA3 100 ppm)

G0 (Kontrol) 20,83 18,50 22,00 20,44

G1(Digenangi) 18,83 20,83 15,50 18,39

K2(BAP 30

ppm+GA3 100 ppm)

G0 (Kontrol) 16,17 21,83 21,67 19,89

G1(Digenangi) 16,00 19,83 21,50 19,11

Rataan 19,72 19,33 19,44

Ket. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda signifikan menurut DMRT pada taraf α = 5%

Jumlah Biji Per Tanaman

Data pengamatan jumlah biji per tanaman dan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan interaksi antara varietas dengan ZPT berpengaruh nyata terhadap jumlah biji per tanaman, sedangkan perlakuan varietas, genangan, ZPT, interaksi antara varietas dengan

(42)

genangan, interaksi antara ZPT dengan genangan dan interaksi ketiganya tidak berbeda nyata. Rataan jumlah biji per tanaman dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Tabel tiga arah rataan jumlah biji per tanaman 3 (tiga) varietas kedelai dengan beberapa dosis pemberian ZPT pada kondisi tergenang dan tidak tergenang

Konsentrasi

ZPT Genangan Varietas

Rataan V1(Wilis) V2(Dering1) V3(Devon1)

K0 (Kontrol)

G0 (Kontrol) 46,83 29,00 22,50 32,78

G1(Digenangi) 33,17 26,50 35,50 31,72

K1(BAP 30

ppm+GA3 100 ppm)

G0 (Kontrol) 34,83 34,17 33,67 34,22

G1(Digenangi) 26,33 33,00 25,33 28,22

K2(BAP 30

ppm+GA3 100 ppm)

G0 (Kontrol) 24,17 38,67 36,50 33,11

G1(Digenangi) 22,00 34,50 38,67 31,72

Rataan 31,22 32,64 32,03

Ket. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda signifikan menurut DMRT pada taraf α = 5%

Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa V3 memiliki rataan jumlah biji per tanaman tertinggi (32,03 gram) diikuti dengan V2 (32,64 gram) kemudian V1

(31,22 gram).

Tabel 6. Tabel dua arah rataan jumlah biji per tanaman 3 (tiga) varietas kedelai dengan beberapa dosis pemberian ZPT

Konsentrasi ZPT

Varietas

Rataan V1(Wilis) V2(Dering1) V3(Devon1)

K0 (Kontrol) 40,00 a 27,75 b 29,00 b 32,25

K1(BAP 30 ppm+GA3 100 ppm) 30,58 b 33,58 b 29,50 b 31,22

K2(BAP 60 ppm+GA3 200 ppm) 23,08 c 36,58 a 37,58 a 32,42

Rataan 31,22 32,64 32,03

Ket. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda signifikan menurut DMRT pada taraf α = 5%

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa pada interaksi varietas dengan ZPT menunjukkan bahwa V1K0 tidak berbeda nyata dengan V3K2 dan V2K2

(43)

V1K1, V3K1, V3K0 dan V2K0 namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, V1K2 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Bobot 100 Biji

Data pengamatan bobot 100 biji dan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 18. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas, dan interaksi antara varietas dengan ZPT bepengaruh nyata terhadap bobot 100 biji pada (tiga) varietas tanaman kedelai, sedangkan perlakuan ZPT, genangan, interaksi antara varietas dengan genangan, interaksi antara ZPT dengan genangan dan interaksi ketiganya tidak berbeda nyata. Rataan bobot 100 biji 3 pada (tiga) varietas tanaman kedelai dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 7. Tabel tiga arah rataan bobot 100 biji 3 (tiga) varietas kedelai dengan beberapa dosis pemberian ZPT pada kondisi tergenang dan tidak tergenang

ZPT Genangan Varietas

Rataan V1(Wilis) V2(Dering1) V3(Devon1)

K0 (Kontrol)

G0 (Kontrol) 10,75 11,02 13,70 11,82

G1(Digenangi) 11,00 11,03 14,03 12,02

K1(BAP 30

ppm+GA3 100 ppm)

G0 (Kontrol) 10,58 11,17 13,50 11,75

G1(Digenangi) 10,87 10,92 13,63 11,81

K2(BAP 30

ppm+GA3 100 ppm)

G0 (Kontrol) 10,83 11,08 13,83 11,92

G1(Digenangi) 10,75 11,03 13,58 11,79

Rataan 10,80 c 11,04 b 13,71 a

Ket. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda signifikan menurut DMRT pada taraf α = 5%

Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa V3 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, V3 memiliki rataan bobot 100 biji tertinggi (13,71 gram) diikuti dengan V2 (11,04 gram) kemudian V1 (10,80 gram).

(44)

Tabel 8. Tabel dua arah rataan bobot 100 biji 3 (tiga) varietas kedelai dengan beberapa dosis pemberian ZPT pada kondisi tergenang dan tidak tergenang

Perlakuan Varietas

Rataan V1(Wilis) V2(Dering1) V3(Devon1)

K0 (Kontrol) 10,88 b 11,03 b 13,87 a 11,92

K1(BAP 30 ppm+GA3 100 ppm) 10,73 b 11,04 b 13,57 a 11,78

K2(BAP 60 ppm+GA3 200 ppm) 10,79 b 11,06 b 13,71 a 11,85

Rataan 10,80 11,04 13,71

Ket. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda signifikan menurut DMRT pada taraf α = 5%

Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa V3K0 memiliki rataan bobot 100 biji tertinggi (13,71 gram). V3K0 tidak berbeda nyata dengan V3K2 dan V3K1, namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Klorofil Total

Pengamatan pengukuran kadar klorofil dilaksanakan dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 649 nm dan 665 nm. Hasil analisis klorofil total dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan klorofil total tertinggi terdapat pada perlakuan V2K1G0 (8,749 mg/g) dan terendah V1K1G1

(6,013 mg/g).

Gambar 3. Histogram rataan klorofil total (tiga) varietas kedelai dengan beberapa dosis pemberian ZPT pada kondisi tergenang dan tidak tergenang (mg/g)

Tidak Digenangi Digenangi

(45)

Hasil analisis menunjukkan respon varietas dari perlakuan ZPT dan genangan terhadap klorofil total daun kedelai menunjukkan pola yang berbeda- beda. Varietas Wilis (V1) yang diaplikasikan ZPT dengan konsentrasi GA3 (200 ppm) + BAP (60 ppm) (K2) dan perlakuan genangan (G1) dapat meningkatkan klorofil total daun kedelai, begitu juga dengan varietas Devon 1 (V3) yang diaplikasikan ZPT dengan konsentrasi GA3 (200 ppm) + BAP (60 ppm) (K2) dan perlakuan genangan (G1) menunjukkan peningkatkan klorofil total daun kedelai, namun varietas Dering 1 (V2) yang diaplikasikan ZPT justru menunjukkan pola menurun.

Analisis Protein

Data hasil analisis kandungan protein dapat dilihat pada Gambar 4 yang menunjukkan kandungan protein tertinggi terdapat pada perlakuan V1K1G0 dan V1K0G0 (0,34 mg/g) dan terendah V1K2G1 (0,23 mg/g).

Gambar 4. Histogram rataan kandungan protein (tiga) varietas kedelai dengan beberapa dosis pemberian ZPT pada kondisi tergenang dan tidak tergenang (mg/g)

Hasil analisis menunjukkan respon varietas terhadap perlakuan ZPT dan genangan menunjukkan pola yang menurun pada setiap perlakuan setelah diberi genangan.

(46)

Analisis Enzim Superoksida Dismutase

Data analisis kandungan enzim superoksida dismute (SOD) dapat dilihat pada Gambar 5 yang menunjukkan kandungan enzim superoksida dismute (SOD) tertinggi terdapat pada perlakuan V3K2G1 (4,854 unit/mg protein) dan terendah V1K1G0 (0,659 unit/mg protein).

Gambar 5. Histogram rataan kandungan enzim superoksida dismute (SOD) 3 (tiga) varietas kedelai dengan beberapa dosis pemberian ZPT pada kondisi

tergenang dan tidak tergenang (unit/mg protein)

Hasil analisis menunjukkan respon varietas terhadap perlakuan ZPT dan genangan menunjukkan pola yang menaik pada setiap perlakuan setelah diberi genangan.

Pembahasan

Pengaruh varietas terhadap pertumbuhan dan produksi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman 2 MST, tetapi tidak berbeda nyata pada tinggi tanaman pada 3, 4 dan 5 MST. Sementara pengamatan parameter jumlah daun dan parameter produksi tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata.

(47)

Varietas Wilis (V1) menunjukkan rataan tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga dan jumlah polong berisi tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya. Varietas Dering 1 (V2) memiliki respon terbaik dalam meningkatkan aktivitas klorofil dan SOD pada kondisi tegenang. Varietas Devon 1 (V3) menunjukkan jumlah biji dan bobot 100 biji terbaik.

Ketiga varietas memiliki perbedaan karakteristik dan daya adaptasi terhadap stress yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa setiap varietas memiliki variasi dan susunan gen yang berbeda-beda. Selain itu, pengaruh lingkungan juga ikut mempengaruhi kemampuan produksi dari masing-masing varietas. Hal ini sesuai dengan literatur Nugrahaeni (2016) yang menyatakan bahwa varietas adalah sekelompok tanaman dari sutau jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.

Respon pertumbuhan kedelai akibat perlakuan genangan

Perlakuan cekaman genangan berpengaruh nyata terhadap klorofil total dan umur berbunga tanaman kedelai. Pada pengamatan analisis kandungan klorofil total dan protein menunjukkan bahwa klorofil total tertinggi pada kondisi tidak tergenang (G0) sedangkan pada kondisi tergenang (G1) terjadi penurunan aktivitas klorofil, hal ini ditandai dengan berubahnya warna daun tanaman kedelai yang digenangi menjadi lebih pucat.

Penggenangan juga menurunkan kadar protein pada tanaman kedelai disebabkan karena adanya gangguan metabolisme yang merupakan rangkaian efek

Referensi

Dokumen terkait

peran ibu-ibu rumah tangga nelayan yang bekerja sebagai pedagang makanan dan pendapatan keluarganya, ternyata dari 10 ibu rumah tangga yang diwawancarai mengenai

Untuk mengukur mutu modal manusia, United Nations Development Program (UNDP) mengenalkan konsep mutu modal manusia yang diberi nama Human Development Indeks atau

Dari tulisan ini saya hanya bisa mengatakan tentang beberapa hal bahwa, pertama, dalam konteks sistem pendidikan sekolah sangat mungkin dibangun dan diciptakan

Biaya yang dibutuhkan untuk membangun instalasi pengolahan greywater dengan tipikal pelayanan 100 KK di Kecamatan Rungkut bergantung pada lokasi peletakan. Ariastita,

[r]

Aplikasi ini menampilkan gambar Pintu Sistim Pernapasan, Pharynx dan Larynx, Saluran ke Paru â paru, Respirasi Pulmonal, Perjalanan Melalui Tubuh, Pernapasan di Bawah Kontrol Kita

pembajak pesawat masih hidup, para saksi mata melihat dan mendengar rentetan ledakan saat gedung roboh, ribuan arsitek dan insinyur menolak gedung tinggi menjulang ini dapat

Keterangan pada indikator 1 : K : Siswa merasakan kesulitan T : Siswa tidak merasakan kesulitan B : Siswa membaca soal berulang-ulang S : Siswa membaca soal hanya sekali