ANALISIS KADAR TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) PADA BEBERAPA EYELINER YANG BEREDAR DIPASAR SEI SIKAMBING MEDAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
SERAPAN ATOM Fakultas Farmasi
ersItas
SKRIPSI A Te Ra OLEH:
TIARA SARI SURBAKTI NIM 141524030
PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
ANALISIS KADAR TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) PADA BEBERAPA EYELINER YANG BEREDAR DIPASAR SEI SIKAMBING MEDAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
SERAPAN ATOM Fakultas Farmasi
iversitasSKRIPSIMate
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
ra
OLEH:
TIARA SARI SURBAKTI NIM 141524030
PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
PENGESAHAN SKRIPSI
ANALISIS KADAR TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) PADA BEBERAPA EYELINER YANG BEREDAR DI PASAR SEI SIKAMBING MEDAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
SERAPAN ATOM
OLEH:
TIARA SARI SURBAKTI NIM 141524030
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 02 Februari 2017
p
Panitia Penguji,
Prof. Dr. rer.nat. E. De Lux Putra, SU., Apt.
NIP 195306191983031001
Sri Yuliasmi, S.Farm., M.Si., Apt.
NIP 198207032008122002
Pembimbing II
Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt.
NIP 196005111989022001 Dra. Sudarmi, M.Si., Apt.
NIP 195409101983032001
Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt.
NIP 196005111989022001 Medan, Februari 2017
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.
NIP 195707231986012001 Disetujui Oleh:
Pembimbing I
Sri Yuliasmi, S.Farm., M.Si., Apt.
NIP 198207032008122002
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul “Analisis Kadar Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Beberapa Eyeliner yang Beredar di Pasar Kota Medan Secara Spektrofotometri Serapan Atom”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan dan penelitian, kepada Ibu Sri Yuliasmi, S.Farm., M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Nazliniwaty., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan selama masa penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. rer.nat.
Effendy De Lux Putra, SU., Apt., dan Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan dan selaku penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan serta Bapak Hari Ronaldo Tanjung S.Si., M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu membimbing selama masa pendidikan.
Kepada laboratorium penelitian yang telah menjadi tempat peneliti melakukan penelitian dan juga sarana yang lengkap dan memenuhi persyaratan kelayakan suatu laboratorium.
Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada orang tua tersayang Ayahanda Alm. Bachtiar Surbakti dan Ibunda Dra. Khairiah Lubis S.Pd., Adikku Muhammad Iqbal Surbakti Amd., dan Abangku Lukman Hakim Surbakti atas doa dan dukungan baik moril maupun materil, juga sahabat-sahabat penulis (Eka Novita, Husnul Khotimah Nasution, Dian Asmaradhani, Nur Azizah, Desi Monalisa Purba, Novauli Gultom) serta teman-teman di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara semua yang telah membantu, memberikan dukungan dan menjadi penyemangat bagi penulis atas motivasi dan segala bantuan dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.
Medan, Februari 2017 Penulis,
Tiara Sari Surbakti NIM 141524030
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Tiara Sari Surbakti
Nomor Induk Mahasiswa : 141524030
Program Studi : S-1 Ekstensi Farmasi
Judul Skripsi : Analisis Kadar Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Beberapa Eyeliner yang Beredar di Pasar Sei Sikambing Medan secara Spektrofotometri Serapan Atom
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain unruk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena didalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.
Medan, Februari 2017 Yang membuat pernyataan
Tiara Sari Surbakti
NIM 141524030
ANALISIS KADAR TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) PADA BEBERAPA EYE LINER YANG BEREDAR DI PASAR SEI SIKAMBING MEDAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN
ATOM ABSTRAK
Eyeliner merupakan kosmetika rias mata yang digunakan untuk memperjelas garis bulu mata dengan warna gelap yang sesuai dengan kondisi pemakai. Eyeliner digunakan secara berulang setiap hari sehingga diperlukan persyaratan agar produk tidak menimbulkan efek buruk berupa konjungtivitas alergik dengan atau tanpa dermatitis masuknya partikel eyeliner di kemudian hari. Eyeliner harus aman dan tidak boleh mengandung bahan-bahan berbahaya seperti logam berat sesuai dengan persyaratan cemaran logam dalam kosmetika yang ditetapkan oleh KPBPOM RI Tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menentukan kadar cemaran logam timbal dan kadmium pada eye liner yang beredar dipasar kota medan.
Empat sampel eyeliner dengan merek yang berbeda diambil dari Pasar Sei Sikambing Medan, karena semua merek yang banyak beredar dipasar kota medan ada dijual di pasar itu. Metode destruksi basah digunakan untuk preparasi sampel.
untuk analisis kuantitatif timbal dan kadmium dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom nyala udara-asetilen, dilakukan pada panjang gelombang berturut-turut 217 nm dan 228,8 nm
Hasil penelitian menunjukkan Kadar logam timbal pada sampel eyeliner kode 1, 2, 3, 4 berturut-turut yaitu 0,217966 ± 0,0219668; 0,237062 ± 0,0487960;
0,193406 ± 0,0227240; 0,217966 ± 0,0219688 µg/g. Kadar logam kadmium pada sampel eyeliner kode 1, 2, 3, dan 4 berturut-turut yaitu 0,0337716 ± 0,00123927;
0,0123223 ± 0,0010090; 0,0242042 ± 0,000382441; 0,0319578 ± 0,0006417436 µg/g.
Kesimpulannya sampel yang diuji mengandung logam berat timbal dan kadmium tetapi masih memenuhi syarat keamanan logam berat pada kosmetik menurut KPBPOM RI yaitu kadar maksimum Pb tidak lebih dari 20 mg/kg atau 20 mg/L sedangkan kadar maksimum Cd tidak lebih dari 5 mg/kg atau 5 mg/L.
Kata kunci : Timbal, Kadmium, eyeliner, Spektrofotometer Serapan Atom
ANALYSIS OF LEVELS OF LEAD (Pb) AND CADMIUM (Cd) EYELINER IN SOME OUTSTANDING IN SEI SIKAMBING MARKET MEDAN AS
ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY ABSTRACT
Eyeliner eye makeup is a cosmetic used to clarify the lash line with a dark color that corresponds to the condition of user. Eyeliner is used repeatedly every day so that the necessary requirements so that the product does not cause adverse effects such as allergic conjunctivitis dermatitis with or without the inclusion of particles eyeliner at a later date. Eyeliner should be safe and should not contain hazardous substances such as heavy metals in accordance with the requirements of metal contamination in cosmetics established by PKBPOM RI (2014) . The aim of this study is to investigate and determine the levels of metal contamination of lead and cadmium in eyeliner that circulate in the market town field.
Four samples of eyeliner with different brands taken from Sei Sikambing market in Medan, since all of the many outstanding market town terrain there is sold on the market. Wet destruction methods used for sample preparation. For quantitative analysis of lead and cadmium by atomic absorption spectrophotometer using air-acetylene flame, carried out at a wavelength of 217 nm respectively and 228.8 nm
The results showed levels of lead metal in the eye liner sample code 1, 2, 3, 4, respectively, are 0.217966 ± 0.0219668; 0.237062 ± 0.0487960; 0.193406 ± 0.0227240; 0.217966 ± 0.0219688 µg / g. Levels of cadmium metal on eyeliner sample code 1, 2, 3, and 4, respectively, are 0.0337716 ± 0.00123927; 0.0123223
± 0.0010090; 0.0242042 ± 0.000382441; 0.0319578 ± 0.0006417436 µg / g.
In conclusion the tested samples containing heavy metals lead and cadmium, but still meet the safety requirements of heavy metals in cosmetics by KPBPOM RI that the maximum levels of Pb of no more than 20 mg / kg or 20 mg / L, while the maximum levels Cd no more than 5 mg / kg or 5 mg / L.
Keywords: Lead, Kadmium, eyeliner, Atomic Absorption Spectrophotometer
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis Penelitian ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Kosmetika ... 5
2.1.1 Eyeliner ... 8
2.2 Logam Berat ... 9
2.2.1 Logam Timbal (Pb) ... 10
2.2.2 Logam Kadmium (Cd) ... 11
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom ... 12
2.3.1 Instrumen Spektrofotometri Serapan Atom ... 13
2.3.2 Gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom…….. 14
2.3.3 Metode Destruksi ... 15
2.4 Validasi Metode Analisi ... 16
2.4.1 Kecermatan (Accurancy) ... 16
2.4.2 Keseksmaan (Precission) ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18
3.2 Jenis Penelitian ... 18
3.3 Sampel ... 18
3.4 Bahan ... 18
3.5 Alat ... 18
3.6 Prosedur Penelitian ... 19
3.6.1 Metode pengambilan sampel ... 19
3.6.2 Penyiapan sampel ... 19
3.6.3 Metode destruksi basah ... 19
3.6.4 Pembuatan larutan sampel ... 19
3.6.5 Analisis kuantitatif ... 20
3.6.5.1 Pembuatan larutan standar ... 20
3.6.5.1.1 Larutan standar timbal (Pb) ... 20
3.6.5.1.2 Larutan standar kadmium (Cd) ... 20
3.6.5.2 Pembuatan kurva kalibrasi ... 20
3.6.5.2.1 Pembuatan kurva kalibrasi timbal (Pb) ... 20
3.6.5.2.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kadmium (Cd) ... 21
3.6.5.3 Pengukuran Larutan Sampel dengan Spektrofotometer Serapan Atom ... 21
3.6.5.3.1 Penghitungan kadar timbal dan
kadmium ... 21
3.6.5.3.2 Penolakan Hasil Pengamatan ... 22
3.6.5.4 Validasi Metode Analisis ... 23
3.6.5.4.1 Uji Perolehan Kembali (Recovery) . 23 3.6.5.4.2 Penentuan Linearitas ... 24
3.6.5.4.3 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 24
3.6.5.4.4 Simpangan Baku Relatif ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
4.1 Analisis Kuantitatif ... 26
4.1.1 Kurva Kalibrasi Timbal dan Kadmium ... 26
4.1.2 Penetapan Kadar Timbal dan Kadmium ... 27
4.2 Analisis Data Secara Statistik ... 29
4.2.1 Analisis Data dengan Uji T ... 29
4.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ... 29
4.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 30
4.5 Simpangan Baku Relatif ... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 32
5.1 Kesimpulan ... 32
5.2 Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
LAMPIRAN ... 35
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Hasil Penetapan Kadar Timbal dan Kadmium dalam Sampel ... 28 4.2 Batas deteksi dan batas kuantitasi timbal dan kadmium ... 29 4.3 Persen perolehan kembali kadar timbal dan kadmium ... 30 4.4 Nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif kadar
timbal dan kadmium ... 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 Kurva Kalibrasi Timbal (Pb) ... 26 4.2 Kurva Kalibrasi Kadmium (Cd) ... 26
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN
Gambar Halaman
1 Sampel Eyeliner Yang Digunakan ... 35 2 Alat Spektrofotometri Serapan Atom Hitachi Z-2000 ... 36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Sampel Eyeliner dengan Berbagai Merek ... 35
2 Gambar Alat Spektrofotometer Serapan Atom ... 36
3 Bagan Alir Proses Destruksi Basah Sampel ... 37
4 Data kalibrasi Timbal dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) ... 38
5 Data kalibrasi Kadmium dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) ... 40
6 Hasil Analisis Kadar Timbal dan Kadmium dari Eyeliner ... 42
7 Contoh Perhitungan Kadar Timbal dan Kadmium pada Eyeliner ... 45
8 Perhitungan Statistik Kadar Timbal dalam Sampel ... 47
9 Perhitungan Statistik Kadar Kadmium dalam Sampel ... 58
10 Perhitungan Uji Akurasi Pb ... 68
11 Perhitungan Uji Akurasi Cd ... 73
12 Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi pada Sampel 78
13 Hasil Uji Recovery Timbal dan Kadmium Setelah Penambahan Masing-masing Larutan Baku pada Sampel Eyeliner ... 80
14 Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kadar Timbal dalam Sampel ... 81
15 Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kadar Kadmium dalam Sampel ... 82
16 Tabel Distribusi T ... 83
17 Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Kosmetik ... 84
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kosmetik berasal dari bahasa yunani “kosmetikos” yang berarti keterampilan menghias, mengatur. Definisi kosmetik dalam peraturan Mentri Kesehatan adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit. Kosmetika sendiri berguna untuk memperbaiki kesehatan, kebersihan, dan penampilan fisik manusia dan melidungi bagian tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan. Kosmetik digunakan secara luas baik untuk kecatikan maupun untuk kesehatan. Setiap wanita pasti menginginkan untuk selalu tampil cantik , keinginan ini dapat diwujudkan dengan menggunakan berbagai macam kosmetik seperti bedak, lipstik, eyeliner, eye shadow, dan lain-lain (Wasitaatmadja, 1997).
Eyeliner adalah kosmetika yang digunakan untuk memperjelas garis bulu mata dengan warna gelap yang sesuai dengan kondisi si pemakai. Kosmetika ini dapat dijumpai dalam bentuk cake, liquid, dan pensil. Umumnya komposisi eyeliner terdiri dari emulsene, air, gliserin, toilet spiritus, preservative, carbon black (Depkes RI, 1985).
Timbal dalam segala bentuk bersifat racun yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Logam berat yang terkandung dalam kosmetika umumnya merupakan zat pengotor (impuritis) pada bahan dasar pembuatan kosmetik. Kandungan logam
berat dalam kadar yang berlebih dalam kosmetik baik yang ditambahkan secara sengaja maupun tidak, tidak dapat dibenarkan karena logam tersebut kontak dengan kulit secara berulang dan apabila terabsorbsi, logam akan masuk ke dalam darah dan menyerang organ-organ sehingga mengganggu kesehatan. Adapun resiko logam berat ini tertelan (kontaminasi dengan tangan) atau terhirup memungkinkan timbulnya gangguan kesehatan lainnya. Logam berat yang perlu diwaspadai sering terkandung dalam kosmetik diantaranya adalah timbal, arsen, kadmium dan merkuri. Pada kondisi sekarang ini wanita sering menggunakan eyeliner dalam bentuk cair, padat dan pensil dalam kehidupan sehari- hari, Eyeliner sendiri mengandung zat pewarna. Biasanya eyeliner digunakan untuk mempertegas garis mata pada kelopak mata atas dan bawah. Tetapi masih banyak yang belum mengetahui kandungan logam berat apa saja yang ada didalam bahan eyeliner yang sering digunakan (Jaya, dkk, 2013).
Untuk menganalisis timbal dan kadmium dapat dilakukan dengan metode kompleksometri dan spektrofotometri serapan atom (SSA). Sedangkan menganalisis tembaga dapat menggunakan metode gravimetri, kompleksometri dan spektrofotometri serapan atom (Svehla, 1979).
Spektrofotometri serapan atom merupakan suatu pengukuran yang didasarkan pada jumlah gradiasi yang diserap oleh atom - atom bila sejumlah radiasi dilewatkan melalui sistem yang mengandung atom - atom itu. Jumlah radiasi yang terserap sangat tergantung pada jumlah atom itu untuk menyerap radiasi. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diserap maka konsentrasi ukur dalam cuplikan dapat diketahui (Rohman, 2007 ).
Berdasarkan hal-hal di atas, maka dilakukan penelitian tentang analisa logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dilakukan dengan metode
Spektrofotometri Serapan Atom karena memiliki beberapa keuntungan antara lain pelaksanaanya relatif cepat dan sederhana (Rohman, 2007).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah eyeliner mengandung timbal dan kadmium?
b. Apakah kadar logam timbal dan kadmium pada eyeliner telah melewati batas maksimum kadar logam yang telah ditetapkan oleh PKBPOM RI Tahun 2014 tentang persyaratan cemaran mikroba dan logam berat dalam kosmetik?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
a. Diduga eyeliner mengandung timbal dan kadmium.
b. Diduga kadar logam timbal dan kadmium pada eyeliner yang beredar telah melewati ambang batas maksimum kadar logam yang ditetapkan PKBPOM RI Tahun 2014 tentang persyaratan cemaran mikroba dan logam berat dalam kosmetik.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui kandungan logam timbal dan kadmium pada Eyeliner b. Untuk mengetahui kadar logam timbal dan kadmium pada eyeliner dibandingkan dengan batas maksimum kadar logam sesuai PKBPOM RI Tahun 2014 tentang persyaratan cemaran mikroba dan logam berat dalam kosmetik.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi bagi masyarakat tentang kandungan logam berat timbal dan kadmium pada kosmetika jenis eyeliner.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetika
Kosmetika berasal dari kata kosmen (yunani) yang berarti “berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan- bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).
Sejak semula kosmetika merupakan salah satu segi ilmu pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetika dahulu juga pakar kesehatan, seperti para tabib, dukun, bahkan penasihat keluarga istana. Oleh Karena itu tidak mengherankan bila antara kosmetika dan obat sejak dahulu sampai sekarang pun sangat sukar untuk ditarik garis batasnya. Namun untuk kepentingan peraturan atau undang-undang, diperlukan pemisahan yang dapat menjadi petunjuk, sebab dalam perkembangannya kemudian, terjadi pemisahan anatara kosmetika dan obat, baik dalam hal macam, jenis, efek, efek samping pelaksana dan lainnya.
Kosmetika merupakan komoditi yang mempunyai kesan kurang berbahaya dibanding dengan obat sehingga pembuatan, pemasaran atau pengawasannya mempunyai tata cara yang lebih mudah dibandingkan dengan obat (Wasitaatmadja, 1997).
Definisi tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan satu obat yang dipakai untuk diagnosis, pengobatan maupun pencegahan penyakit. Obat bekerja lebih kuat dan dalam, sehingga dapat mempengaruhi struktur faal tubuh.
Ilmu yang mempelajari kosmetika disebut “kosmetologi” yaitu ilmu yang berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan, efek dan
efek samping kosmetika. Dalam kosmetologi berperan dalam bebagai disiplin ilmu terkait yaitu : teknik kimia, farmakologi, farmasi, biokimia, mikrobiologi, ahli kecantikan, dan dermatologi. Dalam disiplin ilmu dermatologi yang menangani khusus peranan kosmetika disebut “dermatologi kosmetik” (cosmetic dermatology) (Wasitaatmadja, 1997).
Namun ternyata tidak mudah membedakan antara kosmetik dan obat yang pemakainya topikal pada kulit semacam salep, krim, bedak, pasta atau lotio.
Meskipun tidak begitu jelas diutarakan oleh pembuat dan pengguna jasa kosmetika, kosmetika juga diharapkan untuk menghasilkan suatu perubahan baik dalam struktur maupun faal sel kulit, sekecil apapun. Misalnya, perubahan susunan sel kulit yang tua ke arah yang yang lebih muda, atau perubahan produksi kelenjar keringat yang membentuk minyak permukaan kulit (Wasitaatmadja, 1997).
Kadang-kadang kosmetika dicampur dengan bahan-bahan yang berasal dari obat topical yang dapat mempengaruhi struktur dan faal kulit. Bahan-bahan tersebut, misalnya: anti jerawat (sulfur,resorsin), anti jasad renik (heksaklorofen), anti pengeluaran keringat (alumunium klorida), plasenta, atau hormon (estrogen).
Bahan-bahan inilah yang kemudian dikenal sebagai kosmedik atau kosmeto- medik (Wasitaatmadja, 1997).
Dalam formulation and function of cosmetics membuat penggolongan kosmetika menjadi Preparat pembersih, Preparat deodorant dan antiperspirant, Preparat protektif, Emolien, Preparat dengan efek dalam Preparat dekoratif/superfisial, Kosmetika lain. Adapun menurut wells FV dan Lubowe-II mengelompokkan kosmetika menjadi Preparat untuk kulit muka, Preparat untuk higienis mulut, Preparat untuk tangan dan kaki, Kosmetika badan, Preparat untuk
rambut, Kosmetika untuk pria dan toilet dan Kosmetika lain (Wasitatmadja, 1997).
Dalam satu jenis kosmetika biasanya terdapat banyak macam zat kimia yang diperlukan untuk pembuatan, penyimpanan, dan kelestarian kosmetika. Salah satunya adalah penggunaan logam seperti Fe, Zn, Cr, Mg, Cu. Sedangkan Pb biasanya ditambahkan untuk sediaan warna (Jaya, dkk, 2013). Tujuan awal penggunaan kosmetika adalah mempercantik diri yaitu usaha untuk menambah daya Tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan cara merias setiap bagian tubuh yang terpapar oleh pandangan sehingga terlihat lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan (cacat) yang ada (Wasitaatmadja, 1997).
Kosmetika dekoratif semata-mata hanya melekat pada alat tubuh yang dirias dan tidak bermaksud untuk diserap ke dalam kulit serta mengubah secara permanen kekurangan (cacat) yang ada. Dengan demikian kosmetika dekoratif akan terdiri atas bahan aktif berupa zat warna dalam berbagai bahan dasar (bedak, cair, minyak, krim, tingtur, aerosol) dengan pelengkap bahan pembuat stabil dan parfum. Berdasarkan bagian tubuh yang dirias, kosmetika dekoratif dapat dibagi menjadi : Kosmetika rias kulit (wajah), Kosmetika rias bibir, Kosmetika rias rambut, Kosmetika rias mata dan Kosmetika rias kuku (Wasitaatmadja, 1997).
Mata merupakan organ tubuh yang sering dinilai keindahannya dalam penampilan seseorang. Estetika dari mata sering menjadi bahan ucapan, tulisan atau lukisan baik dalam lagu cinta, novel, puisi. Rias mata merupakan hal yang tidak dapat dilupakan begitu saja apabila seseorang ingin berpenampilan lebih, tentu dengan selalu mempertimbangkan kondisi, keperluan dan tujuan yang ingin
dicapai. Ada 3 bagian mata yang perlu dirias, yaitu kelopak mata (eye lid), bulu mata (eye lash) dan alis mata (eye brow) (Wasitaatmaja, 1997).
Kosmetika rias bulu mata terdiri atas mascara dan eyeliner. Mascara adalah kosmetika rias bulu mata yang dapat menghitamkan, menebalkan dan memanjangkan bulu mata, berisi pigmen warna dalam dasar emulsi o/w (water based), atau petrolatum dan lilin (solvent based) yang lebih lengket sehingga perlu penghapus sendiri. Untuk mencegah kontaminasi kuman yang dapat membahayakan mata, perlu bahan pengawet (Wasitatmadja, 1997)
2.1.1 Eyeliner
Eyeliner adalah kosmetika yan digunakan untuk memperjelas garis bulu mata dengan warna gelap yang sesuai dengan kondisi si pemakai. Kosmetika ini dapat dijumpai dalam bentuk cake, liquid, dan pensil. Eyeliner umumnya digunakan untuk membingkai sekeliling mata tujuannya agar mata tambak lebih ekspresif. Tersedia dalam dua bentuk pensil atau cair. Khusus untuk yang cair sebaiknya diaplikasikan menggunakan kuas khusus yang bersih. Kuas kecil yang menyertai tabung biasanya memberi hasil kurang rapi. Umumnya eyeliner memiliki komposisi berupa: Emulsene 12200,Air, Gliserin,Toilet spiritus, Warna, Preservatif. Manfaat eyeliner yaitu sebagai penegas mata agar terlihat lebih besar dan ekspresif, membuat riasa lebih dramatis tanpa banyak melakukan langkah, dan menutupi garis bulu mata palsu yang menempel pada mata. Cara penggunaan eyeliner ini juga mudah yaitu: pejamkan kelopak mata, lalu Tarik kelopak mata ke arah atas, pakaikan kesatu arah sekali usap, kemudian ulangi kearah yang sama hingga mencapai ketebalan diinginkan (Wasitaatmadja, 1997).
2.2 Logam Berat
Logam berat adalah logam yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm3, biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dan tergolong logam transisi.
Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup Karena logam berat bersifat toksik, seperti logam Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd). Logam berat memiliki sifat tidak dapat terurai dan mudah terabsorbsi (Darmono, 2001).
Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria yang sama dengan logam lainnya. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan atau masuk kedalam tubuh organisme hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup. Sebagai contoh timbal dan cadmium namun demikian meski semua logam berat mengakibatkan keracunan, sebagian dari logam tersebut tetap dibutuhkan oleh makhluk hidup (Palar, 1994).
Menurut (Erasiska, dkk, 2015) keberadaan logam berat yang terkandung didalam produk kosmetika umumnya merupakan zat pengotor pada bahan dasar pembuatan kosmetik. Kandungan kadar logam berat dalam kadar yang berlebih dalam kosmetika baik yang ditambahkan dengan sengaja ataupun tidak sangat tidak dibenarkan Karena logam berat tersebut akan kontak dengan kulit secara langsung. Logam berat akan masuk kedalam darah dan menyerang organ-organ tubuh sehingga mengakibatkan berbagai penyakit. Logam berat yang sering terdapat dalam kosmetika yaitu logam timbal, kadmium, merkuri dan arsen.
2.2.1 Logam Timbal (Pb)
Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam, dalam Bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor ato 82 dan berat atom 207,2. Bentuk- bentuk kimia dari senyawa-senyawa Pb, merupakan factor penting yang mempengaruhi tingkah laku Pb dalam tubuh manusia. Senyawa-senyawa Pb organic relative lebih mudah untuk diserap tubuh melalui selaput lendir atau melalui lapisan kulit, bila dibanding senyawa Pb anorganik. Namun hal itu bukan berarti senyawa Pb dapat diserap tubuh, melainkan hanya sekitar 5-10% dari jumlah Pb yang masuk melalui makanan dan sebesar 30% dari jumlah Pb yang terhirup yang akan diserap tubuh (Palar, 1994).
Timbal (Pb) mempunyai arti penting dalam dunia kesehatan bukan Karena pengguna terapinya, melainkan lebih disebabkan Karena sifat toksisitasnya.
Absorpsi timbal didalam tubuh sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi dan menjadi dasar keracunan yang progresif. Keracunan timbal ini menyebabkan kadar timbal yang tinggi dalam aorta, hati, ginjal, pancreas, paru-paru, tulang, limpa, testis, jantung dan otak. Hal ini diperoleh dari kasus yang terjadi di amerika serikat pada 9 kota besar yang diteliti (Supriyanto, dkk, 2007).
Didalam tubuh manusia, logam Pb dapat terikat dengan gugus -SH (gugus thiol) dalam molekul protein sehingga dapat menghambat aktifitas kerja enzim yang terlibat dalam pembentukan Hemoglobin (Hb) (Rismansyah, dkk, 2015).
Pada jaringan dan organ tubuh, logam timbal akan terakumulasi pada tulang, Karena logam ini dalam bentuk ion Pb2+ mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat dalam jaringan tulang. Disamping
itu, pada wanita hamil logam timbal dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam system peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir Pb akan dikeluarkan bersama air susu. Senyawa Pb organik umumnya masuk kedalam tubuh melalui jalur pernafasan atau penetrasi melalui kulit. Penyerapan lewat kulit ini dapat terjadi disebabkan Karena senyawa ini dapat larut dalam minyak dan lemak. Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal itu disebabkan senyawa- senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh. Keracunan yang disebabkan logam Pb dalam tubuh mempengaruhi banyak jaringan dan organ tubuh. Organ-organ tubuh yang banyak menjadi sasaran dari peristiwa keracunan logam Pb adalah system syaraf, system ginjal, system reproduksi, system endokrin, dan jantung (Palar, 1994).
2.2.2. Logam Kadmium (Cd)
Logam kadmium mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam. Hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam yaitu Greennockite (CdS) mineral ini sangat jarang ditemukan di alam sehingga kadmium biasanya merupakan hasil sampingan dari peristiwa peleburan dari bijih-bijih logam Pb (timbal hitam) dan peleburan bijih-bijih Zn (seng). Penggunaan kadmium adalah sebagai bahan stabilisasi bahan pewarna dalam industri plastik dan pada electroplating (Palar, 1994).
Menurut Darmono (2001), kadmium dan bentuk garamnya banyak digunakan pada bebrapa jenis pabrik untuk proses produksinya. kadmium dengan massa jenis 8,65 g/cm3 merupakan logam berat yang berbahaya Karena bersifat karsinogen dan bersifat racun kumulatif, dan berpengaruh beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kemungkinan besar pengaruh tosksisitas kadmium disebabkan
oleh interaksi antara Cd dan protein sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim dalam tubuh. Sekitar 5% dari kadmium diabsobsi dalam tubuh, sebagian besar Cd masuk melalui saluran pencernaan, tetapi keluar lagi melalui feses 3-4 minggu kemudian dan sebagian kecil dikeluarkan melalui urin.
kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan ginjal terutama terikat sebagai metalotionein.
Logam Cd yang masuk kedalam tubuh ikut mengalami proses fisiologis yang terjadi didalam tubuh. Secara umum proses fisiologis tubuh lebih dikenal dengan istilah metabolisme tubuh. Keikutsertaan Cd dalam proses metabolisme tubuh merupakan suatu hasil pembuktian dari serangkaian percobaan yang dilakukan terhadap hewan, studi terhadap manusia dan studi terhadap jasad mati (Palar, 1994).
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur- unsur logam. Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul logam dalam sampel tersebut.
Cara ini cocok untuk analisis logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), dan pelaksanaannya relatif sederhana.
Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau ultraviolet.
Dalam garis besarnya prinsip spektrofotometri serapan atom sama dengan spektroskopi sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaannya terletak pada bentuk spektrum, cara pengujian sampel dan peralatannya (Rohman, 2007).
Metode spektroskopi serapan atom (SSA) mendasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Sebagai contoh, timbal menyerap pada 283,3 nm, kadmium pada 228,8 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik auatu atom bersifat spesifik. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh energi, sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi (Rohman, 2007).
2.3.1 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom
Menurut Rohman, (2007) instrumen spektrofotometri serapan atom (SSA) terdiri dari sumber sinar, tempat sampel, monokromator, detektor, sistem pengolah (Amplifier), dan pencatat hasil (Readout). Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Monokromator merupakan alat untuk memisahkan radiasi yang tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh Hals low chatode lamp dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang diserap oleh permukaan yang peka. Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman.Sistem pengolah atau Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil atau Readout. Pencatat hasil atau Readout merupakan suatu alat penunjuk atau suatu sistem pencatatan hasil
yang berupa hasil pembacaan. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi.
2.3.2 Gangguan-Gangguan pada Spektrofotometer Serapan Atom
Gangguan-gangguan (interference) yang ada pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Rohman, 2007).
Menurut Rohman (2007), gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometri serapan atom sebagai berikut:
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom di dalam nyala.
3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan oleh bukan dari absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.
4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.
2.3.3 Metode Destruksi
Menurut Raimon (1993) Destruksi merupakan suatu perlakuan pemecahan senyawa menjadi unsur-unsurnya sehingga dapat dianalisis. Istilah destruksi ini disebut juga perombakan, yaitu dari bentuk organik logam menjadi bentuk logam- logam anorganik. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia yaitu destruksi basah (oksida basah) dan destruksi kering (oksida kering).
Kedua destruksi ini memiliki teknik pengerjaan dan lama pemanasan atau pendestruksian yang berbeda (Kristianingrum, 2012).
Menurut Raimon pada tahun 1993, destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator. Pelarut-pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain asam nitrat, asam sulfat, asam perklorat, dan asam klorida. semua pelarut tersebut dapat digunakan baik tunggal maupun campuran. Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada larutan destruksi, yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah larut sempurna atau perombakan senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan baik. Senyawa-senyawa garam yang terbentuk setelah destruksi merupakan senyawa garam yang stabil dan disimpan selama beberapa hari. Pada umumnya pelaksanaan kerja destruksi basah dilakukan secara metode kjeldhal.
Dalam usaha pengembangan metode telah dilakukan modifikasi dari peralatan yang digunakan (Kristianingrum, 2012).
Destruksi kering merupakan perombakan organik logam di dalam sampel menjadi logam- logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle furnace dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-800oC, tetapi suhu ini
sangat tergantung pada jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan suhu pengabuan dengan sistem ini terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis (Kristianingrum, 2012).
Menurut Raimon, (1993) ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam hal menggunakan metode destruksi terhadap sampel, apakah dengan destruksi basah ataukah kering, antara lain: sifat matriks dan konstituen yang terkandung di dalamnya, jenis logam yang akan dianalisis, metode yang akan digunakan untuk penentuan kadarnya. Selain hal-hal di atas, untuk memilih prosedur yang tepat perlu diperhatikan beberapa faktor antara lain: waktu yang diperlukan untuk analisis, biaya yang diperlukan, ketersediaan bahan kimia, dan sensitivitas metode yang digunakan (Kristianingrum, 2012).
2.4 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Tindakan ini dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan akan kisaran analit yang akan dianalisis (Harmita, 2004).
2.4.1 Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu:
Metode simulasi (spiked-placebo recovery)
Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).
Metode penambahan baku (standard additionmethod)
Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi.
Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004).
Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut.
Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).
2.4.2 Keseksamaan (precision)
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi yang merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).
Nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) adalah tidak lebih dari 32% (Harmita, 2004).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga November 2016.
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan sifat dari suatu keadaan secara sistematis, yaitu untuk memeriksa kandungan timbal dan kadmium pada Eyeliner yang beredar di pasaran.
3.3 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah eyeliner yang beredar di Pasar Sei Sikambing Medan yaitu eyeliner A, eyeliner B, eyeliner C, eyeliner D, dengan kisaran harga 15.000 s.d. 40.000 rupiah .
3.4 Bahan
Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisa keluaran E. Merck yaitu asam nitrat 65% v/v, standar timbal 1000 mcg/ml, standar kadmium 1000 mcg/ml dan aqua demineralisata.
3.5 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer Serapan Atom (Hitachi Zeeman-2000) dengan nyala campuran udara-asetilen lengkap dengan lampu katoda timbal (Pb) dan lampu katoda cadmium (Cd), kertas Whatman No.42, timbangan analitik (Shimadzu), botol kaca , kurs porselen,
cawan penguap, spatula, pipet tetes, hot plate (Shott), alat-alat gelas (Pyrex dan Oberoi).
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Metode pengambilan sampel
Sampel yang digunakan adalah eyeliner yang beredar di Pasar Sei Sikambing Medan. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi atau pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan (Sudjana, 2005).
3.6.2 Penyiapan sampel
Sampel berupa sediaan eyeliner dikeluarkan dari kemasannya, kemudian sampel ditimbang masing-masing ± 7 gram dalam cawan porselin yang telah diberi kode sampel. Perlakuan penimbangan dan penetapan kadar timbal dilakukan sebanyak 6 kali.
3.6.3 Proses destruksi basah
Masing-masing eye liner yang telah ditimbang sebanyak ±7 gram ditambahkan HNO3 65% v/v 5 ml dalam cawan porselen dibiarkan selama 24 jam.
dididhkan di atas hot plate dengan suhu kurang lebih 100oC sampai mendidih dan terbentuk larutan jernih didinginkan dan biarkan hingga uap nitratnya habis.
3.6.4 Pembuatan Larutan Sampel
Sampel hasil dekstruksi Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No.42 ditampung ke dalam labu tentukur 25 ml dengan membuang 2 ml larutan pertama hasil penyaringan untuk menjenuhkan kertas saring kemudian larutan
selanjutnya dicukupkan volumenya hingga garis tanda. Larutan ini digunakan untuk analisis kuantitatif.
3.6.5 Analisis Kuantitatif
3.6.5.1 Pembuatan larutan standar 3.6.5.1.1 Larutan standar timbal (Pb)
Larutan standar timbal 1000 ppm dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan hingga garis tanda dengan aqua demineralisata disebut Larutan Induk Baku I (LIB I) konsentrasi 10 µg.
Dari LIB I (10 ppm), dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml kemudian diencerkan hingga garis tanda dengan aqua demineralisata disebut Larutan Induk Baku II (LIB II) konsentrasi 2000 ng.
3.6.5.1.2 Larutan standar kadmium (Cd)
Larutan standar kadmium 1000 µg dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan hingga garis tanda dengan aqua demineralisata disebut larutan Induk Baku I (LIB I) konsentrasi 10 µg/ml.
Dari LIB I (10 µg), dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml kemudian diencerkan hingga garis tanda dengan aqua demineralisata disebut Larutan Induk Baku II (LIB II) konsentrasi 100 ng/ml.
3.6.5.2 Pembuatan kurva kalibrasi
3.6.5.2.1 Pembuatan kurva kalibrasi timbal (Pb)
Dari LIB II (2000 ng/ml) dipipet masing-masing sebanyak 1,25 ml; 2,5 ml; 3,75 ml; 5 ml; 6,25 ml. Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam lima buah labu ukur 50 ml yang berbeda kemudian diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda dan dikocok hingga homogen sehingga diperoleh konsentrasi 50 ng/ml; 100 ng/ml; 150 ng/ml; 200 ng/ml; 250 ng/ml dan
diukur absorbansi pada panjang gelombang 283,3 nm, atomisasi dilakukan dengan nyala udara-asetilen dengan laju alir 2,0 L/menit, tinggi burner 7,5 cm, dan lebar celah 0,7 nm.
3.6.5.2.2 Pembuatan kurva kalibrasi kadmium (Cd)
Dari LIB II (100 ppb) dipipet masing-masing sebanyak 1,5 ml; 3 ml; 4,5 ml; 6 ml; 7,5 ml. Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam lima buah labu ukur 50 ml yang berbeda kemudian diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda dan dikocok hingga homogen sehingga diperoleh konsentrasi 3 ng/ml; 6 ng/ml; 9 ng/ml; 12 ng/ml; 15 ng/ml dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 228,8 nm, atomisasi dilakukan dengan nyala udara-asetilen dengan laju alir 1,8 L/menit, tinggi burner 5 cm, dan lebar celah 0,7 nm.
3.6.5.3 Pengukuran Larutan Sampel Dengan Spektrofotometer Serapan Atom
Larutan hasil destruksi digunakan untuk pengukuran logam timbal dan kadmium pada panjang gelombang 283,3 nm dan 228,8 nm. Persiapkan spektrofotometer serapan atom dengan baik. Pasang lampu katoda timbal untuk penentuan kadar timbal dan lampu katoda kadmium untuk penentuan kadar kadmium. Kemudian ukur absorbansi sampel dengan masing-masing kurva kalibrasi kedua logam.
3.6.5.3.1 Penghitungan Kadar Timbal Dan Kadmium
Data yang diperoleh dari pengukuran serapan larutan standar dibuat kurva kalibrasinya. Konsentrasi larutan sampel dihitung berdasarkan kurva kalibrasi larutan standar. Menurut Rohman (2007), kadar logam dalam sampel dapat dihitung dengan persamaan:
Kadar (mg/l) = X x V x Fp
Vs
Keterangan:
X = konsentrasi analit dalam sampel (ppm atau ppb) V = volume total larutan sampel yang diperiksa (mL) FP = faktor pengenceran dari larutan sampel
Bs = volume sampel yang diambil (L) 3.6.5.3.2 Penolakan hasil pengamatan
Kadar timbal dan kadmium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis dengan metode standar deviasi. Menurut Sudjana (2005) perhitungan standar deviasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
SD = √∑(Xi− X̅)2
n−1 Keterangan : Xi = Kadar sampel
X = Kadar rata-rata sampel n = Jumlah pengulangan
Untuk mencari t hitung digunakan rumus:
t hitung = |Xi− X̅|
SD/√n
dan untuk menentukan kadar logam di dalam sampel dengan interval kepercayaan 95%, α = 0,05, dk = n-1, dapat digunakan rumus:
Kadar Logam: µ = X̅ + (t(α/2, dk) x SD /√n )
Keterangan:
X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi
dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = Interval kepercayaan
n = Jumlah perlakuan 3.6.5.4 Validasi metode analisis
3.6.5.4.1 Uji perolehan kembali (Recovery)
Uji perolehan kembali dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Pertama-tama dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel, selanjutnya dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Harmita, 2004).
Sampel sebanyak ±7 gram lalu ditambahkan 3 mL larutan baku timbal (konsentrasi 500 ng/mL) dan 1 mL larutan baku kadmium (konsentrasi 100 ng/mL), kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi basah seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Lakukan langkah kerja yang sama untuk uji perolehan kembali kadmium dengan penambahan larutan baku masing-masing.
Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:
% Perolehan Kembali = Cf− CA
C∗A x 100%
Keterangan:
CA = Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku CF = Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku C*A = Kadar larutan baku yang ditambahkan
3.6.5.4.2 Penentuan Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proposional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004). Hubungan linier dikatakan paling baik bila koefisien korelasi yang diperoleh mendekati 1 dan batas persyaratan dari koefisien korelasi masih dapat diterima adalah r ≥ 0,95 menunjukkan korelasi yang erat yang menyatakan adanya hubungan antara X (konsentrasi) dan Y (absorbansi) (Shargel dan Andrew, 1985). Respon linear ditunjukkan melalui persamaan garis sebagai berikut:
y = ax + b keterangan : y = absorbansi x = konsentrasi
a = slope atau kemiringan kurva standar
b = Intersep atau perpotongan terhadap sumbu y
3.6.5.4.3 Penentuan Batas Deteksi Dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Simpangan Baku (
SYX) =
√
∑(Y− Yi)2n−2
Batas deteksi (LOD) =
slope SYX x 3
Batas kuantitasi (LOQ) =
slope SYX x 10
3.6.5.4.4 Simpangan Baku Relatif
Menurut Harmita (2004), keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan.
Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif sebagai berikut:
RSD = SD
X̅
x 100%
Keterangan:
X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi
RSD = Relative Standard Deviation
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kuantitatif
4.1.1 Kurva kalibrasi Timbal dan Kadmium
Kurva kalibrasi timbal dan kadmium diperoleh dengan cara memplot absorbansi dari larutan baku keduanya pada panjang gelombang masing-masing.
Kurva kalibrasi larutan timbal dan kadmium dan tembaga dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Timbal
Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Kadmium (Cd) Y = 0,00003314286X – 0,000009523810
Y = 0,00008095238X + 0,000009523810
Konsentrasi (ng/ml) Konsentrasi (ng/ml)
Hasil pengukuran kurva kalibrasi untuk keduanya diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y =0,00003314286X – 0,000009523810 untuk timbal dan Y = 0,00008095238X + 0,000009523810 untuk kadmium.
Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) timbal sebesar 0,9998 dan kadmium 0,9996. Nilai r ≥ 0,95 menunjukkan korelasi yang erat yang menyatakan adanya hubungan antara X (konsentrasi) dan Y (absorbansi) (Shargel dan Andrew, 1985). Kurva ini menunjukkan korelasi positif antara konsentrasi (X) dan absorbansi (Y) yang artinya peningkatan konsentrasi sebanding dengan naiknya absorbansi (Sudjana, 2005).
Data hasil pengukuran serapan larutan baku timbal dan kadmium dan perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5 halaman 38-40.
4.1.2 Penetapan Kadar Timbal Dan Kadmium
Penetapan kadar timbal dan kadmium dilakukan secara spektrofotometri serapan atom. Sumber nyala yang dipakai adalah udara-asetilen dengan suhu nyala 2200°C (Rohman, 2007). Pengukuran dilakukan pada masing-masing kurva kalibrasi kedua logam di atas sehingga menghasilkan absorbansi dan diperoleh konsentrasi larutan sampel berdasarkan persamaan regresi masing-masing kurva kalibrasi kedua logam di atas. Hasil analisis kadar dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 42-44.
Tabel 4.1 Hasil Penetapan Kadar Timbal Dan Kadmium Dalam Sampel
No Sampel
Kadar (ng/g)
Timbal Kadmium
1 A 217,966 ± 21,9668 33,7716 ± 1,23927 2 B 237,062 ± 48,7960 12,3223 ± 1,00090 3 C 193,406 ± 22,7240 24,2042 ± 0,382441 4 D 217,966 ± 21,9668 31,9578 ± 0,641743
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sampel mengandung timbal dan kadmium dengan kadar yang berbeda-beda untuk setiap sampel. Kadar timbal tertinggi terdapat pada sampel B, sedangkan kadar kadmium tertinggi terdapat pada sampel D. Keamanan eyeliner pada penelitian ini mengacu pada batas aman timbal dan kadmium yang berturut-turut ditetapkan oleh PKBPOM RI Tahun 2014.
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Tahun 2014 tentang persyaratan cemaran mikroba dan logam berat dalam kosmetika, batasan cemaran logam timbal untuk kosmetika area sekitar mata adalah tidak lebih dari 20 mg/kg atau 20 mg/L (20 bpj) dan batasan cemaran logam kadmium untuk kosmetika area sekitar mata adalah tidak lebih dari 5 mg/kg atau 5 mg/L. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan kadar timbal yang terdapat dalam sampel eyeliner belum melebihi batas yang ditetapkan dan masih layak dan aman untuk digunakan.
Logam berat umumnya bersifat racun terhdap makhluk hidup walaupun beberapa diantranya perlukan alam jumlah kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang terkontminasi oleh logaam berat, logam tersebut dapat terdistrbusi kebagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka
waktu yang lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia (Supriyanto, dkk, 2007).
Timbal mempunyai arti penting dalam dunia kesehatan bukan Karena penggunaan terapinya, melainkan lebih disebabkan Karena sifat toksiknya.
Absorbsi timbal didalam tubuh sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi dan menjadi dasar keracunan yang progresif. Keracunan timbal ini menyebabkan kadar timbal yang tinggi dalam aorta, hati, ginjal, pancreas, paru-paru, tulang, limfa, testis, jantung dan otak. Hal ini diperoleh dari kasus yang terjadi di amerika pada 9 kota besar yang pernah diteliti (Supriyanto, dkk, 2007).
4.2 Analisis Data Secara Statistik 4.2.1 Analisis data dengan uji T
Hasil perhitungan statistik dengan uji t pada eyeliner dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 47 untuk timbal, Lampiran 9 halaman 58 untuk kadmium.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa semua data dengan Ho diterima atau semua data diterima dengan interval kepercayaan 95% dan nilai = 0,05
4.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)
Berdasarkan data kurva kalibrasi timbal dan kadmium dilakukan perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi yang dapat dilihat pada Lampiran 12 halaman 78. Batas deteksi dan batas kuantitasi timbal dan kadmium dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Batas deteksi dan batas kuantitasi timbal dan kadmium
Mineral Batas Deteksi Batas Kuantitasi
Timbal 5,758780 ng/g 19,195936 ng/g
Kadmium 0,520961 ng/g 1,736539 ng/g
Dengan melihat batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) dari masing-masing logam dan membandingkannya dengan data hasil pengukuran konsentrasi sampel dapat disimpulkan bahwa data tersebut masih berada di atas batas deteksi dan batas kuantitasi.
4.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery)
Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar timbal dan kadmium setelah penambahan masing-masing larutan baku timbal dan kadmium dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Persen perolehan kembali (recovery) kadar timbal dan kadmium Mineral Persen Recovery Syarat Rentang Persen
Recovery
Timbal 96,77% 80 – 120 %
Kadmium 104,71% 80 – 120 %
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan kembali (recovery) berturut-turut timbal 96,77% dan untuk kadmium 104,71%. Persen recovery tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang memuaskan pada saat pemeriksaan kadar timbal dan kadmium dalam sampel.
Hasil uji perolehan kembali (recovery) ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan, jika rata-rata hasil perolehan kembali (recovery) berada pada rentang 80-120% (Ermer dan McB. Miller 2005). Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar timbal dan kadmium setelah penambahan masing-masing larutan baku dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 11 halaman 68- 73.
4.5 Simpangan Baku Relatif
Nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif (uji presisi) untuk timbal Lampiran 14 Halaman 81 dan Kadmium Lampiran 15 Halaman 82 pada eyeliner dapat dilihat pada table 4.4.
Tabel 4.4 Nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif kadar timbal dan kadmium.
Mineral Simpangan Baku Simpangan Baku Relatif
Timbal 9,6718 9,99 %
Kadmium 4,8474 4,62 %
Berdasarkan Tabel 3.4 di atas, dapat dilihat nilai simpangan baku (SD) untuk timbal 9,6718 dan untuk kadmium 4,8474; sedangkan nilai simpangan baku relatif (RSD) yang diperoleh sebesar 9,99% untuk timbal dan 4,62% untuk kadmium. Menurut Harmita (2004), nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk panalit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya adalah tidak lebih dari 32%.
Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki presisi yang baik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Sampel eyeliner yang diuji mengandung logam berat timbal dan kadmium 2. Kadar logam timbal pada sampel A, yaitu 217,966 ± 21,9668 ng/g; sampel
B, yaitu 237,062 ± 48,7960 ng/g; sampel C, yaitu 193,406 ± 27,2240 ng/g;
sampel D, yaitu 217,966 ± 21,9688 ng/g. Kadar logam kadmium pada sampel A, yaitu 33,7716±1,23927 ng/g; sampel B, yaitu 12,3223± 1,0090 ng/g; sampel C, yaitu 24,2042 ± 0,382441 ng/g; dan sampel D, yaitu 31,9578 ± 0,641743 ng/g. menurut PKBPOM RI Tahun 2014 kadar maksimum Timbal (Pb) dalam kosmetika area mata tidak lebih dari 20 mg/kg atau 20 mg/L dan kadar maksimum Kadmium (Cd) dalam kosmetika area mata tidak lebih dari 5 mg/kg atau 5 mg/L.
5.2 Saran
1. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti cemaran logam lain yang terdapat pada eyeliner misalnya merkuri dan arsen.
2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti cemaran logam pada sampel yang berbeda misalnya eyeshadow, pemerah pipi, dan maskara.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes R. I. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat Dan Makanan. Hal. 299, 310.
Darmono. (2001). Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya Dengan Tosikologi Senyawa Logam. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia. Hal.
63-64.
Erasiska, Bali, S., Hanifah, T. A. (2015). Analisis Kandungan Logam Timbal, Cadmium dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih Wajah. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau. Vol. 2 (1):124- 127.
Ermer, J., dan McB. Miller, J. H. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KgaA. Hal. 171.
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metoda dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian vol.1 (3): 117-135.
Jaya, F., Guntarti, A., dan Kamal, Z. (2013). Penetapan Kadar Pb Pada Shampoo Berbagai Merk Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom.
Pharmaciana. Vol. 3 (1): 10-11.
Kristianingrum, S. (2012). Kajian Berbagai Proses Destruksi Sampel dan Efeknya. Prosiding Seminar Nasional Penenlitian. Pendidikan dan Penerapan MIPA. Universitas Negeri Yogyakarta.
Palar, H. (1994). Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 23,74, 116.
PKBPOM, RI. (2014). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republic Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Cemaran Mikroba Dan Logam Berat Dalam Kosmetika. Jakarta: Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. Hal: 5.
Rismansyah, E., Budianta, D., Pambayun, R. (2015). Analisis Kandungan Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) Dalam Pempek Rebus Dari Beberapa Tempat Jajanan Di Kota Palembang Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains.
Vol. 17 (2): 59, 60, 64.
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Halaman 298-299, 305-312, 319-321
Shargel, L., dan Yu, A. B. C. (1985). Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. Penerjemah: Sjamsiah, S., Fasich. (1988).
Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 16.
Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi Keenam. Bandung: Tarsito. Hal. 93, 168.
Supriyanto, C., Samin, Zainul, K. (2007). Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cd, dan Cu Pada Ikan Tawar Dengan Metode Spektrofotometri Nyala Serapan Atom (SSA). Seminar Nasional III. SDM Tekhnologi Nuklir.
Yogyakarta. Hal: 148-149
Svehla, G. (1979). Vogel’s Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis. Bagian I. Penerjemah: Setiono, L., dan Pudjaatmaka, A.
H. (1985). Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta:
Penerbit Kalman Media Pustaka. Halaman 205, 207, 235, 236.
Wasitaatmadja, S. M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press.
Hal. 85, 122, 133-136.
Lampiran 1. Sampel Yang Digunakan
Sampel Eyeliner A Sampel Eyeliner B
Sampel Eyeliner C Sampel Eyeliner D
Gambar 1 : Sampel Eyeliner Yang Digunakan Keterangan :
Sampel A : Eyeliner Merk Tanako Sampel B : Eyeliner Merk My Darling Sampel C : Eyeliner Merk Naked 5 Sampel D : Eyeliner Merk Xi Xiu
Lampiran 2. Alat Spektrofotometri Serapan Atom
Gambar 2 : Alat Spektrofotometri Serapan Atom Hitachi Z- 2000
Lampiran 3. Bagan Alir Destruksi Basah
← Dikeluarkan dari wadahnya
← Dicampurkan setiap merek yang sama ←Diaduk hingga homogen
← Ditimbang kurang lebih 7gram di dalam cawan ← Ditambahkan 5 ml HNO3 65% v/v
← Didiamkan selama 24 jam
← Dipanasakn diatas hotplate suhu 1000 C hingga terbentuk larutan jernih
← Didinginkan dan biarkan hingga uap nitratnya habis.
← Disaring dengan menggunakan kertas saring whattman no. 42.
← Dibuang 2 ml larutan pertama untuk menjenuhkan kertas saring
← Dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml cukupkan volumenya dengan aqua
dimineralisata hingga garis tanda ← Dilakukan analisis kuantitatif secara
spektrofotometri serapan atom dengan panjang gelombang 283,3 nm untuk timbal dan 228,8 nm untuk kadmium.
Sampel Hasil Destruksi
Filtrat Sampel yang telah
dihomogenkan Sampel eyeliner
Hasil